Anda di halaman 1dari 5

Orang Arab menyebut bulan dengan istilah hilal [‫ ]ِه اَل ٌل‬itu pada malam pertama di setiap bulan,

sehingga
pada malam berikutnya tidak disebut dengan hilal, tetapi qamar [ ‫]َقَم ٌر‬. Meskipun ada yang mengatakan
bahwa pada malam ketiga sampai ketujuh masih bisa disebut dengan hilal.

Fase- fase bulan berdasarkan orang arab

1. Tiga malam pertama (1-3 hijriah) dalam setiap bulan disebut dengan ghurar [ٌ‫ ]ُغ َر ار‬atau ghurr [
‫ ]ُغ ٌّر‬, karena bulan baru muncul dan baru terlihat.
2. Tiga malam selanjutnya (4-6 hijriah) disebut dengan syahb [ ‫]َش ْهٌب‬, karena bulan mulai terlihat
putih di tengah-tengah gelapnya malam.
3. Tiga malam selanjutnya (7-9 hijriah) disebut dengan buhr [ ‫]ُبْهٌر‬, karena bulan sudah bersinar.
4. Tiga malam selanjutnya (10-12 hijriah) disebut dengan 'usyar [ ‫]ُع َش ٌر‬, karena malam sudah
melewati sepuluh malam.
5. Tiga malam selanjutnya (13-15 hijriah) disebut dengan bīdh [ ‫]ِبْيٌض‬, karena bulan sudah terlihat
sempurna sehingga malam terlihat putih karena cahaya bulan. Setiap malam ketiga belas
disebut dengan malam 'afrā` [‫ ]َع ْف َر اء‬sedangkan malam keempat belas disebut dengan malam
badr [‫]َبٔد ر‬, karena bulan bulat sempurna baik malam maupun siang.

Kemudian setengah bulan yang lainnya (dari tanggal 15),


6. tiga malam pertama disebut (16-18 hijriah) dengan dur' [ٌ‫ ]ُدْر ع‬atau dura' [‫( ]ُد َر ٌع‬tameng), karena
bulan akan terlihat sebagian hitam dan sebagian putih.
7. Tiga malam selanjutnya (19-21 Hijriah) disebut dengan khuns [ ‫( ]ُخْن ٌس‬melunak/mengecil), karena
bulan ukurannya mulai mengecil.
8. Tiga malam selanjutnya (22-24 Hijriah) disebut dengan duhmun [ ‫( ]ُدْه ٌم‬kawanan), karena bulan
sudah memasuki fase akhir sehingga malam kembali terlihat gelap.
9. Tiga malam selanjutnya (25-27 Hijriah) disebut dengan quhamun [ ‫( ]ُقَح ٌم‬menyelam), karena umur
bulan sudah tua dan sudah mendekat dengan matahari.
10. Tiga malam selanjutnya (28-30) disebut dengan daādī` [‫]َد آِديء‬, karena bulan kembali seperti awal
muncul. Setiap malam ke-28 disebut dengan da'jā` [‫]َد ْع َج اء‬, malam ke-29 disebut dengan dahmā`
[‫ ]َد ْه َم اء‬sedangkan malam ke-30 disebut dengan lailā` [‫]َلْي اَل ء‬.

Malam terakhir dalam setiap bulan disebut dengan mihāq [‫ ]ِمَح اق‬atau sarār [‫]َس َر ار‬, sedangkan malam
pertama dalam setiap bulan disebut dengan nahīrah [‫]َن ِحْي َر ة‬. Hari pertama dalam setiap bulan disebut
dengan barā` [‫]َبَر اء‬, sedangkan hari terakhir dalam setiap bulan disebut dengan zhulmatu ibn jamīr [ ‫ُظْلَم ة‬
‫]اْبُن َج ِمْير‬.

Allah Swt berfirman:

۞ ١٨٩ ... ۗ ‫َيْس َٔـُلْو َنَك َع ِن اَاْلِه ِةَّل ۗ ُقْل َيِه َم َو اِق ْيُت ِللَّناِس َو اْلَح ِّج‬
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk)
waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.” (QS. Al-Baqarah: 189)
﴿ ‫ مث ُنِقَلت احلرَكة فصار [َأِه ْلةَل ] مث ُأْد َمِغ ت الام األوىل إىل الثانية فصار‬،‫ اَألِه ُةَّل أصهل َأْه ِلٌةَل عىل وزن َأْفِع ٌةَل‬.‫اَاْلِهِةَّل ﴾ ْمَج ُع ِم ْن ِهاَل ل‬
] ‫[َأِهةَّل‬.

Pertanyaannya, mengapa hilal dalam ayat tersebut diungkapkan dengan bentuk jamak? Padahal kita
tahu bahwa bulan itu satu!

‫ وِمُج َع لتغرُّي أحواهل َّلك ليةل‬، ‫اَألِهةَّل مجع ملسَّم ى وذاٍت واحدٍة‬.
Kata ahillah adalah bentuk jamak untuk sesuatu yang secara dzatnya hanya satu, adapun dijamakkan
karena bulan itu berubah bentuk disetiap malamnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam sabab nuzūl,

Ada dua sahabat Anshar, yaitu Mu’ādz bin Jabal dan Tsa’labah bin Ghanam bertanya kepada Rasulullah:
"Ya Rasulullah mengapa hilal itu awalnya terlihat kecil seperti benang, lalu bertambah sehingga bulat
penuh dan besar, lalu semakin lama semakin mengecil sehingga ukurannya kembali seperti semula?
Mengapa bulan tidak seperti matahari yang tetap dalam satu bentuk?"

‫والغالب َتسمَيُة الهالل يف َأَّو ل الشهر؛ ألن الناس إذا رَأْو ُه رَفعوا أصواهَت م إخباًر ا عنه‬.
Biasanya penamaan hilal itu untuk bulan yang muncul di malam pertama. Lalu mengapa disebut dengan
hilal? Karena orang-orang dahulu ketika mereka melihat hilal, mereka berteriak mengeraskan suara
sebagai informasi kepada yang lain.

‫ ُح ِّرَم ْت َعَلْي ُمُك اْلَمْي َتُة َو اَّدل ُم َو َلْح ُم اْلِخ ِزْن ْيِر َو َم ٓا ُاِه َّل ِلَغِرْي اِهّٰلل ِبه‬: ‫وذلا قال تعاىل‬
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan
atas (nama) Allah (QS. Al-Maidah: 3)

Yaitu apa yang disembelih dan disebut-sebut dengan meninggikan suaranya selain nama Allah.

Hikmah Perubahan Bentuk Bulan:

‫ اَل الَّش ْمُس َيْۢنَبِغ ْي َلَهٓا َاْن‬٣٩ ‫ َو اْلَقَمَر َقَّد ْر ٰنُه َمَناِز َل َح ىّٰت َعاَد اَك ْلُع ْر ُج ْو ِن اْلَقِد ِمْي‬٣٨ ‫َو الَّش ْمُس ْجَت ِرْي ِلُمْس َتَقٍّر َّلَهاۗ ٰذ َكِل َتْقِد ْيُر اْلَع ِز ْيِز اْلَع ِلِۗمْي‬
٤٠ ‫ُتْد ِر َك اْلَقَمَر َو اَل اَّلْي ُل َس اِبُق الَهَّناِر ۗ َو ٌّلُك ْيِف َفٍكَل َّيْس َبُح ْو َن‬
38. dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa,
Maha Mengetahui. 39. Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah ia
sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua. 40. Tidaklah
mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing
beredar pada garis edarnya. (QS. Yasin)

‫ُه َو اِذَّل ْي َجَع َل الَّش ْمَس ِض َيۤا ًء َّو اْلَقَمَر ُنْو ًر ا َّو َقَّد َر ٗه َمَناِز َل ِلَتْع َلُمْو ا َعَد َد الِّس ِنَنْي َو اْلِح َس اَۗب َم ا َخ َلَق اُهّٰلل ٰذ َكِل ِا اَّل اِب ْلَح ِّۗق ُيَفِّص ُل اٰاْل ٰيِت ِلَقْو ٍم‬
٥ ‫َّيْع َلُمْو َن‬

Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-
tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya)
kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. Yunus: 5)

‫ٱ ٱ‬ ‫ٱ‬ ‫ٱ‬ ‫ٱ‬ ‫ٱ‬


‫َفاِلُق ِإۡلۡص َباِح َو َجَع َل َّلۡی َل َس َكنࣰا َو لَّش ۡمَس َو ۡلَقَمَر ُح ۡس َبانࣰۚا َذ َٰكِل َتۡقِد یُر ۡلَع ِز یِز ۡلَع ِلِمی‬
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan
bulan untuk perhitungan. Itulah ketetapan Allah Yang Maha Perkasa, Maha Mengetahui. (QS. Al-An'am:
96)

﴿ ‫ ويه الاستفادة من اَألِهةَّل ُيعَر ف الناُس أوقات زرعهم‬،‫َيِه َم َو اِق ْيُت ِللَّناِس ﴾ ونَّبَه ُهللا يف هذه اآلية إىل احلمكة من زايدة القمر وُنقصانه‬
‫ واحلج وغري ذكل من مصاحل العباد من أمور ديهنم ودنيامه‬،‫ وأوقات صلواهتم‬،‫ وصياهمم وإ فطارمه‬،‫ وِعَد َد نساهئم‬،‫ومتاجرمه‬.
Allah SWT memberikan informasi dalam ayat ini tentang hikmah bertambah dan berkurangnya ukuran
bulan, yaitu manfaat adanya hilal; orang-orang akan mengetahui waktu-waktu untuk bercocok tanam
dan berdagang, mengetahui waktu ‘iddah perempuan, mengetahui waktu shaum dan berbuka,
mengetahui waktu-waktu shalat dan haji, serta urusan lainnya yang bermanfaat bagi kemaslahatan
hamba, baik urusan agama maupun dunia

‫ َو َذ ا َر َأْيُتُم وُه‬،‫ «َجَع َل اُهَّلل اَأْلِه َةَّل َم َو اِق يَت ِللَّناِس َف َذ ا َر َأْيُمُت الِهاَل َل َفُص وُم وا‬: ‫ َقاَل َر ُس وُل اِهَّلل ﷺ‬: ‫َع ْن َقْيِس ْبِن َط ْلٍق َع ْن َأِبيِه َقاَل‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫ َف ْن َّمُغ َعَلْي ْمُك َفَأِمْكُلْو ا اْلِع َّد َة َثاَل ِثَني‬،‫»َفَأْفِط ُر وا‬
‫ِإ‬
“Allah menjadikan hilal sebagai tanda waktu bagi manusia. Jika kalian melihatnya, maka berpuasalah
dan jika kalian melihatnya, maka berbukalah. Jika –hilal- tertutup dari pandangan kalian, maka
sempurnakanlah hitungan tigapuluh” (HR. Ahmad, 4/23)
Kalender Hijriyah dan Pengaruhnya Dalam Ibadah
Kalender hijriyah memiliki pengaruh besar dalam kehidupan umat Islam.
Terutama dalam mewujudkan ibadah yang benar kepada Allah Ta’ala.
Penanggalan syamsiyah tidak mampu mengakomodir kebutuhan kaum muslimin
dalam beribadah. Karena adanya perbedaan jumlah hari. Hal ini berpengaruh
pada penetapan zakat. karena zakat dihitung dengan tahun qamariyah. Jika
dihitung dengan tahun syamsiyah pastilah terjadi penundaan dalam pembayaran
zakat dari waktu yang semestinya. Kita akan memakan harta orang-orang yang
berhak untuk dizakati selama 11 atau 12 hari. Kalau hal ini terus berlangsung
selama 33 tahun, maka kita memakan harta mereka selama 1 tahun penuh.

Allah Ta’ala berfirman,

‫َّن ِعَّدَة الُّش ُهوِر ِع ْنَد اِهَّلل اْثَنا َع َرَش َش ْهًر ا يِف ِكَتاِب اِهَّلل َيْو َم َخ َلَق الَّس َم اَو اِت َو اَأْلْر َض ِم َهْنا َأْر َبَع ٌة ُح ُر ٌم‬
‫َذ َكِل اِّدل يُن اْلَقُمِّي َفاَل َتْظ ِلُم وا ِف ِهي َّن َأْنُفَس ْمُك‬ ‫ِإ‬

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam
ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat
bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu
menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” [Quran At-Taubah: 36]

Ketika menafsirkan ayat ini, Al-Qurthubi mengatakan, “Ayat ini menunjukkan


wajibnya mengaitkan hukum-hukum ibadah dan selainnya dengan bulan-bulan
dan tahun-tahun yang dikenal oleh orang Arab. Bukan menggunakan bulan-
bulan yang digunakan onrag-orang non Arab. Seperti: Romawi dan Mesir.
Walaupun sama-sama berjumlah 12 bulan, namun terdapat perbedaan dalam
jumlah hari. Ada yang satu bulannya lebih dari 30 hari. Ada pula yang kurang dari
itu. Sedangkan bulan-bulan Arab tidak lebih dari 30 hari bahkan ada yang
kurang. Yang kurang dari 30 hari tidak tentu bulan apa. Semua tergantung
perbedaan kurang dan sempurnanya perjalanan bulan pada porosnya.” (Tafsir al-
Qurthubi)
Asy-Syaukani mengatakan, “Ayat ini menjelaskan Allah Subhanahu wa Ta’ala
meletakkan bulan-bulan ini dan menamainya dengan nama-namanya sesuai
dengan urutan yang dikenal seperti sekarang sejak Dia menciptakan langit dan
bumi. Yaitu: Muharam, Safar, Rabi’, Rabi’, Jumad, Jumada, Rajab, Sya’ban,
Ramadhan, Dzul Qa’dah, dan Dzul Hijjah. Inilah yang dikenal di sisi Allah Rabbul
‘alamin. Yang sudah dijadikan acuan sejak Dia menciptakan langit dan bumi.
Inilah yang dikenal para nabi.” (asy-Syaukani, Fathul Qadir: 2/409).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

‫َيْس َأُلوَنَك َع ِن اَأْلِه ِةَّل ُقْل َيِه َم َو اِق يُت ِللَّناِس‬

“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu
adalah tanda-tanda waktu bagi manusia.” [Quran Al-Baqarah: 189]

Maksudnya adalah waktu-waktu penunaian ibadah haji, puasa, Idul Fitri dan Idul
Adha, nikah, cerai, masa iddah, dll.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya bulan-


bulan itu adalah tanda waktu untuk manusia. Hal ini meliputi segala urusan
mereka. Allah menjadikan hilal sebagai waktu bagi manusia dalam permasalah
hukum syariat. Termasuk puasa, haji, masa ila’, dan puasa kafarah.” (Ibnu
Taimiyah: Majmu’ Fatawa, 25/133-134).

Anda mungkin juga menyukai