Anda di halaman 1dari 5

MUHAMMAD ZHAFRAN SHOBIRIN

(210111100179)
HUKUM PERBANKAN

KASUS 1
Bank AA didirikan 5 april 2018 dengan modal dasar 20 triliun. tahun 2022, Bank AA
juga turut memperjual belikan saham PT saribunga. Bank AA juga melakukan penyertaan
dalam PT asuransi life sebesar 1 triliun. edy adalah nasabah Bank AA yang tertarik dan
membeli saham PT saribunga, namun ketika Edy hendak menjual sahamnya, ternyata tidak
dapat diuangkan karena PT yang mengeluarkan saham tersebut sudah tidak ada.

ANALISIS KASUS
Kasus ini dapat dianalisis dengan menggunakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen
(UUPK) dan Undang-Undang Perbankan (UUP).

Menurut UUPK
Dalam kasus ini, Edy sebagai konsumen telah dirugikan oleh Bank A. Edy membeli
saham PT Saribunga melalui Bank A, namun ternyata saham tersebut tidak dapat diuangkan.
Hal ini mengakibatkan Edy mengalami kerugian materiil.
Berdasarkan Pasal 4 UUPK, konsumen berhak atas keamanan, kenyamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Dalam kasus ini, Edy tidak
mendapatkan keamanan dalam mengkonsumsi saham PT Saribunga. Saham tersebut ternyata
tidak dapat diuangkan, sehingga Edy tidak dapat memperoleh manfaat dari saham tersebut.
Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UUPK, pelaku usaha bertanggung jawab atas kerugian
konsumen akibat cacat pada barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Dalam kasus ini,
Bank A sebagai pelaku usaha dapat dimintai pertanggungjawaban atas kerugian yang dialami
Edy.

Menurut UUP
Pasal 1 UUP menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan, menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Berdasarkan Pasal 23 UUP, bank dilarang melakukan kegiatan usaha yang bukan
merupakan kegiatan usaha bank, kecuali dengan izin dari Bank Indonesia.
Dalam kasus ini, Bank A telah melakukan kegiatan usaha yang bukan merupakan
kegiatan usaha bank, yaitu memperjual belikan saham PT Saribunga. Kegiatan usaha ini tidak
termasuk dalam kegiatan usaha bank yang diatur dalam Pasal 1 UUP.

SOLUSI
Edy dapat mengajukan gugatan kepada Bank A di pengadilan. Gugatan tersebut dapat
didasarkan pada UU PK dan UUP.
Dalam gugatan tersebut, Edy dapat menuntut ganti rugi atas kerugian yang
dialaminya. Ganti rugi tersebut dapat berupa ganti rugi materiil dan ganti rugi imateriil.

PENJELASAN
Ganti rugi materiil adalah ganti rugi yang dapat dinilai dengan uang. Dalam kasus ini,
ganti rugi materiil dapat berupa uang yang telah dibayarkan Edy untuk membeli saham PT
Saribunga.
Ganti rugi imateriil adalah ganti rugi yang tidak dapat dinilai dengan uang. Dalam
kasus ini, ganti rugi imateriil dapat berupa penderitaan batin yang dialami Edy akibat
kerugian yang dialaminya.
Selain mengajukan gugatan, Edy juga dapat melaporkan Bank A kepada Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). OJK dapat memberikan sanksi administratif kepada Bank A atas
pelanggaran yang dilakukannya.

KASUS 2
Bank AA kini telah mempunyai banyak nasabah. oleh karena manajemennya baik,
maka banyak permintaan agar Bank AA membuka kantor bank berdasarkan prinsip syariah.
Bank AA juga juga membuka bank digital.

ANALISIS KASUS
Kasus ini dapat dianalisis dengan menggunakan Undang-Undang Perbankan (UUP).

Terkait Pembukaan kantor bank berdasarkan prinsip syariah


Berdasarkan Pasal 1 UUP, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan, menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUP, bank syariah adalah bank yang menjalankan
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UUP, bank umum dapat berbentuk bank konvensional
atau bank syariah.
Dalam kasus ini, Bank A dapat membuka kantor bank berdasarkan prinsip syariah.
Hal ini karena Bank A telah memenuhi syarat sebagai bank umum, yaitu memiliki modal
dasar minimal Rp 3 triliun dan memiliki izin usaha dari Bank Indonesia.

Pembukaan bank digital


Berdasarkan Pasal 1 angka 22 UUP, bank digital adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usahanya secara digital dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UUP, bank umum dapat membuka cabang, kantor kas,
kantor perwakilan, atau unit usaha di luar negeri.
Dalam kasus ini, Bank A dapat membuka bank digital. Hal ini karena bank digital
merupakan salah satu bentuk cabang bank umum.

SOLUSI
Bank A dapat melakukan langkah-langkah berikut untuk membuka kantor bank
berdasarkan prinsip syariah dan membuka bank digital:
Menyusun rencana bisnis untuk pembukaan kantor bank berdasarkan prinsip syariah
dan pembukaan bank digital.
Memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk pembukaan kantor bank berdasarkan
prinsip syariah dan pembukaan bank digital.
Melakukan persiapan operasional untuk pembukaan kantor bank berdasarkan prinsip
syariah dan pembukaan bank digital.

PENJELASAN
Untuk memperoleh izin dari Bank Indonesia, Bank A harus memenuhi persyaratan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Persyaratan tersebut antara lain:
Memiliki modal dasar minimal Rp 3 triliun.
Memiliki struktur organisasi yang sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
Memiliki sistem dan prosedur operasional yang memenuhi ketentuan Bank Indonesia.
Memiliki sumber daya manusia yang kompeten.
KESIMPULAN
Kasus ini menunjukkan bahwa bank umum dapat membuka kantor bank berdasarkan
prinsip syariah dan membuka bank digital. Hal ini merupakan upaya bank untuk memenuhi
kebutuhan nasabah yang beragam.

KASUS 3
dalam rencana kerja tahunan (RKT) Bank AA disebutkan bahwa program
pengembangan tahun 2023 adalah alokasi dana untuk KUK sebesar 20%, kredit untuk
kelompok 30%, kredit untuk individu 10%, 500 miliar untuk perluasan gedung, dan sisanya
akan diinvestasikan kepada saham dan persediaan uang untuk memenuhi likuiditas.

ANALISIS KASUS
Kasus ini dapat dianalisis dengan menggunakan Undang-Undang Perbankan (UUP)
dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Prinsip
Kehati-hatian bagi Bank Umum.

Alokasi dana untuk KUK


Berdasarkan Pasal 1 angka 14 UUP, kredit usaha kecil dan menengah (KUK) adalah
kredit yang diberikan kepada debitur yang merupakan usaha mikro, usaha kecil, atau usaha
menengah.
Berdasarkan Pasal 10 POJK Nomor 12/POJK.03/2020, bank umum wajib
memberikan kredit KUK paling sedikit 20% dari total kredit yang disalurkan.
Dalam kasus ini, Bank A mengalokasikan dana untuk KUK sebesar 20% dari total
dana yang disalurkan. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kredit untuk kelompok


Dalam kasus ini, Bank A mengalokasikan dana untuk kredit kelompok sebesar 30%
dari total dana yang disalurkan. Hal ini merupakan bentuk dukungan Bank A terhadap
pengembangan usaha kelompok.

Kredit untuk individu


Dalam kasus ini, Bank A mengalokasikan dana untuk kredit individu sebesar 10% dari
total dana yang disalurkan. Hal ini merupakan bentuk dukungan Bank A terhadap
pengembangan usaha individu.

Pembukaan gedung
Pembukaan gedung merupakan salah satu bentuk investasi yang dilakukan oleh bank.
Dalam kasus ini, Bank A mengalokasikan dana sebesar 500 miliar untuk pembukaan
gedung. Hal ini merupakan bentuk investasi Bank A untuk meningkatkan kapasitasnya dalam
melayani nasabah.

Investasi saham dan persediaan uang


Investasi saham dan persediaan uang merupakan salah satu bentuk pengelolaan
likuiditas bank.
Dalam kasus ini, Bank A mengalokasikan dana sisanya untuk investasi saham dan
persediaan uang. Hal ini merupakan upaya Bank A untuk menjaga likuiditasnya agar dapat
memenuhi kebutuhan nasabah.

KESIMPULAN
Kasus ini menunjukkan bahwa Bank A telah mengalokasikan dananya secara prudent dan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini merupakan upaya Bank A untuk memenuhi
kebutuhan nasabah dan meningkatkan kinerjanya.

Anda mungkin juga menyukai