Anda di halaman 1dari 19

Nashruddin Syarief

Dua Dimensi Agama Islam

1. Islam sebagai Agama Wahyu


Islam yang didasarkan pada wahyu yang utuh dari
Allah swt melalui para utusan-Nya dan untuk
konteks era Nabi Muhammad saw mewujud dalam
al-Qur`an dan sunnah.
2. Islam sebagai Produk Sejarah
Doktrin dan praktik keberagamaan (religiosity)
yang lahir dalam sejarah dan terkait dengan satu
fase sejarah tertentu. Termasuk hubungan timbal
balik antara Islam dan masyarakat.
Islam sebagai Agama Wahyu
 Islam sebagai agama wahyu ini adalah pengertian
yang sebenarnya dari agama Islam.
 Islam tidak diciptakan dan dikonsep oleh manusia
atau suatu bangsa, melainkan agama yang
diturunkan Allah swt melalui wahyu kepada para
Rasul as (QS. al-Taubah [9] : 33, al-Fath [48] : 28,
dan al-Shaff [61] : 9) Para Rasul itu sendiri tidak
mempunyai kewenangan untuk mengubah dan
menambah ajaran Islam, melainkan sebatas mengikuti
apa yang diwahyukan (QS. Yûnus [10] : 15, Ibrâhîm
[14] : 11, dan al-Ahqâf [46] : 9).
Islam sebagai Agama Wahyu
Syed Muhammad Naquib al-Attas:
al-Qur`an telah menyatakan, demikian juga sejarah
telah membuktikan, bahwa Islam telah lengkap dan
sempurna untuk umat manusia sejak awal mulanya.
Nama Islam dan Muslim diberikan oleh Allah swt
melalui wahyu juga dari sejak awal mulanya. Wahyu
itu sendiri—yang sudah diturunkan melalui para Nabi
sebelumnya—disempurnakan dalam masa kehidupan
Nabi saw, yang beliau saw tafsirkan dalam
kehidupannya dan hukum sakral yang diajarkannya
melalui perkataan dan contoh perbuatan (sunnah).
Al-Attas, Islam and Secularism, hlm. 30-31
Islam sebagai Agama Wahyu
Syed Muhammad Naquib al-Attas:
Zaman dimana Nabi saw hidup dalam sejarah
menjadi patokan bagi zaman kemudian, karena
kebenaran dan nilai-nilai yang menuntunnya,
semuanya telah ada pada masa itu. Sehingga Islam
dan masa kehidupan Nabi Muhammad saw selalu
sesuai, selalu cukup, selalu ‘modern’ atau baru, selalu
mendahului zaman karena ia melampaui sejarah,
tidak akan mengalami ‘perubahan’ dan
‘perkembangan’ untuk mencari jati diri seperti yang
telah dan akan terus dialami agama Kristen.
Al-Attas, Islam and Secularism, hlm. 30-31
Islam sebagai Agama Wahyu
Syed Muhammad Naquib al-Attas:
Tradisi intelektual, agama dan budaya Islam tidak
memiliki karakteristik yang suatu zaman dicirikan dengan
menangnya sebuah sistem pemikiran berdasarkan pada
materialisme atau idealisme, dengan beragam posisi
seperti empirisisme, rasionalisme, positivisme, kritisisme,
dan lain-lain. Ciri-ciri periode sejarah Islam juga tidak
mengenal zaman klasik, pertengahan, modern dan
sekarang berubah lagi kepada pasca-modern; atau juga
periode kelahiran kembali (renaissance) dan pencerahan
(enlightenment).
Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An exposition of the Fundamental
Elements of the Worldview of Islam, Kuala Lumpur: ISTAC, 1995, hlm. 3-4
Islam sebagai Agama Wahyu
Syed Muhammad Naquib al-Attas:
Paradigma tersebut berubah-ubah karena bersumber
dari unsur-unsur filosofis dan budaya yang dibantu
oleh ilmu pengetahuan saat itu. Sedangkan Islam
bukanlah bentuk budaya, dan sistem pemikirannya
serta sistem nilainya bukan semata-mata berasal dari
unsur-unsur budaya dan filosofis yang dibantu sains,
tetapi sumber aslinya adalah wahyu yang didukung
oleh akal dan intuisi
Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An exposition of the Fundamental
Elements of the Worldview of Islam, Kuala Lumpur: ISTAC, 1995, hlm. 3-4
Islam Menurut Barat
Barat Menolak Agama Wahyu
G.E. von Grunebaum:
Islam adalah sebuah budaya dan peradaban.
Maka dari itu ia meneliti Islam dengan
pendekatan antropologi budaya yang
berorientasikan sejarah
Jacques Waardenburg, Islam Studied as a Symbol and
Signification System, dalam Herman Leonard Beck, Studi Belanda
Kontemporer tentang Islam: Lima Contoh, terj. Hersri Setiawan,
Jakarta: INIS, 1993, hlm. 87
Barat Menolak Agama Wahyu
Wilfred Cantwell Smith:
Islam adalah agama yang terikat secara historis
dengan agama Kristen, Yahudi, dan berbagai
peradaban lainnya yang telah ada sebelumnya di
Timur Tengah. Dalam pandangannya, Islam pada
asalnya adalah sebuah kata benda yang menunjuk
sebuah aktivitas (verbal noun), yakni berserah diri
dengan komitmen yang sempurna. Baru dalam proses
perkembangan selanjutnya, Islam menjadi sebuah
sistem keagamaan.
Wilfred Cantwell Smith, The Meaning and End of Religion,
Minneapolis: Fortress Press, 1991, hlm. 111-113.
Barat Menolak Agama Wahyu
Charles J. Adams:
Islam adalah suatu agama yang akan
senantiasa berubah dan terus berkembang,
baik pengalamannya dan pengamalannya,
seiring dengan perkembangan sejarah itu
sendiri dalam menangkap pesan kenabian.
Charles J. Adams, Islamic Religious Tradition, dalam Leonard
Binder (ed), The Study of Middle East, New York: John Wiley &
Sonns, 1976, hlm. 32-33
Barat Menolak Agama Wahyu
Jacques Waardenburg:
Islam ada tiga tingkatan: (1) agama yang hadir
dalam realitas sejarah dan sosial dengan kaum
muslim sebagai pembuat dan yang
mempertahankannya; (2) seperangkat norma
(agama, moralitas, dan hukum) dari apa
disebutnya sebagai "Islam normatif"; (3) sebuah
sistem makna sosial yang dikomunikasikan oleh
masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
Jacques Waardenburg, Muslim as Actors, hlm. 30
Konsep Wahyu menurut Barat
William Sanday dari Universitas Oxford sejak
tahun 1983:
Yang diwahyukan Tuhan itu bukan
kalimat-kalimatnya, tetapi inspirasinya
yang kemudian diinterpretasikan oleh
penulis-penulis Bibel sehingga menjadi
Bibel seperti yang sekarang.
M. Rasjidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution, hlm. 28-19
Konsep Wahyu menurut Barat
Herlianto, seorang pendeta reformis Kristen, Ketua
Yayasan Bina Awam, magister teologi di Princeton, USA
(MTh):
Umat Kristen mempercayai Alkitab sebagai firman
Allah bukan dalam pengertian semua ayatnya
diturunkan dari sorga, tetapi firman yang ditulis
dengan ilham Roh Kudus (2 Timotius 3:15-16), untuk
inilah diperlukan hermeneutika untuk mengerti apa
sebenarnya berita benar dibalik keterbatasan
manusia dengan sastranya itu.
Wawancara dengan penulis via email pada tanggal 4 Maret 2008
Islam Beda dengan Kristen
Islam vs Kristen
Syed Muhammad Naquib al-Attas:
Para sarjana Barat memang tidak menemukan lagi cara yang
tepat untuk mendefinisikan agama kecuali dalam pengertian
historisitas disebabkan fakta yang mereka temukan dalam
agama Kristen Barat. Meskipun mengklaim sebagai agama yang
berdasarkan pada wahyu, banyak doktrin dalam agama Kristen
Barat yang menurut sumber-sumber awal Kristen sendiri tidak
diilhami oleh Tuhan, sebut misalnya Trinitas, Inkarnasi, Penebusan,
dan segala perincian dogma lain yang berkaitan dengannya.
Maka dari itu mereka cenderung memahami bahwa agama
adalah bagian dari kebudayaan dan tradisi, yang tercipta
dalam sejarah, berevolusi dalam sejarah dan akan selalu
mengalami ‘perkembangan’.
Al-Attas, Islam and Secularism, hlm. 26-27.
Islam vs Kristen
Syed Muhammad Naquib al-Attas:
Kristen tidak memiliki satu hukum yang diwahyukan
(syarî’ah) yang terungkap dalam ajaran, perkataan,
dan contoh perbuatan (yaitu sunnah) Nabi ‘Isa ‘alahi
al-salâm, sehingga ini menjadi petunjuk penting
bahwa Kristen bukan agama wahyu, melainkan
agama yang dibentuk manusia dalam sejarah. Maka
dari itu agama Kristen secara berangsur-angsur
mengembangkan sistem ritualnya dengan mengambil
dan menyerap kebudayaan dan tradisi lain, di
samping membuat sistem ritualnya sendiri.
Al-Attas, Islam and Secularism, hlm. 28-29.
Islam vs Kristen
Syed Muhammad Naquib al-Attas:
Secara bertahap ia mulai menjelaskan prinsip-prinsip
agamanya seperti misalnya yang dilakukan di Nicea,
Konstantinopel dan Chalcedon. Karena tidak memiliki
hukum yang diwahyukan, maka agama Kristen mengambil
dan menyerap hukum-hukum Romawi. Dan karena tidak
adanya worldview yang mantap yang disajikan
wahyunya, maka Kristen harus meminjam worldview
Yunani-Romawi dan kemudian darinya mereka
membangun sistem teologi dan metafisikanya.
Al-Attas, Islam and Secularism, hlm. 28-29.
Islam vs Kristen
Syed Muhammad Naquib al-Attas:
Pendapat Nathan Söderblom yang menyatakan
bahwa Kristen tetaplah sebagai agama wahyu meski
dengan fakta yang telah diuraikan di atas, harus
ditolak.
Agama wahyu sejak awal harus melakukan seruan
universal dan tidak memerlukan ‘perkembangan’
lebih lanjut dalam dirinya dan hukum sakralnya.
Agama wahyu itu sejak awalnya mestilah lengkap
dan sempurna untuk memenuhi keperluan umat
manusia. Ibid, hlm. 29-30.

Anda mungkin juga menyukai