Islam yang didasarkan pada wahyu yang utuh dari Allah swt melalui para utusan-Nya dan untuk konteks era Nabi Muhammad saw mewujud dalam al-Qur`an dan sunnah. 2. Islam sebagai Produk Sejarah Doktrin dan praktik keberagamaan (religiosity) yang lahir dalam sejarah dan terkait dengan satu fase sejarah tertentu. Termasuk hubungan timbal balik antara Islam dan masyarakat. Islam sebagai Agama Wahyu Islam sebagai agama wahyu ini adalah pengertian yang sebenarnya dari agama Islam. Islam tidak diciptakan dan dikonsep oleh manusia atau suatu bangsa, melainkan agama yang diturunkan Allah swt melalui wahyu kepada para Rasul as (QS. al-Taubah [9] : 33, al-Fath [48] : 28, dan al-Shaff [61] : 9) Para Rasul itu sendiri tidak mempunyai kewenangan untuk mengubah dan menambah ajaran Islam, melainkan sebatas mengikuti apa yang diwahyukan (QS. Yûnus [10] : 15, Ibrâhîm [14] : 11, dan al-Ahqâf [46] : 9). Islam sebagai Agama Wahyu Syed Muhammad Naquib al-Attas: al-Qur`an telah menyatakan, demikian juga sejarah telah membuktikan, bahwa Islam telah lengkap dan sempurna untuk umat manusia sejak awal mulanya. Nama Islam dan Muslim diberikan oleh Allah swt melalui wahyu juga dari sejak awal mulanya. Wahyu itu sendiri—yang sudah diturunkan melalui para Nabi sebelumnya—disempurnakan dalam masa kehidupan Nabi saw, yang beliau saw tafsirkan dalam kehidupannya dan hukum sakral yang diajarkannya melalui perkataan dan contoh perbuatan (sunnah). Al-Attas, Islam and Secularism, hlm. 30-31 Islam sebagai Agama Wahyu Syed Muhammad Naquib al-Attas: Zaman dimana Nabi saw hidup dalam sejarah menjadi patokan bagi zaman kemudian, karena kebenaran dan nilai-nilai yang menuntunnya, semuanya telah ada pada masa itu. Sehingga Islam dan masa kehidupan Nabi Muhammad saw selalu sesuai, selalu cukup, selalu ‘modern’ atau baru, selalu mendahului zaman karena ia melampaui sejarah, tidak akan mengalami ‘perubahan’ dan ‘perkembangan’ untuk mencari jati diri seperti yang telah dan akan terus dialami agama Kristen. Al-Attas, Islam and Secularism, hlm. 30-31 Islam sebagai Agama Wahyu Syed Muhammad Naquib al-Attas: Tradisi intelektual, agama dan budaya Islam tidak memiliki karakteristik yang suatu zaman dicirikan dengan menangnya sebuah sistem pemikiran berdasarkan pada materialisme atau idealisme, dengan beragam posisi seperti empirisisme, rasionalisme, positivisme, kritisisme, dan lain-lain. Ciri-ciri periode sejarah Islam juga tidak mengenal zaman klasik, pertengahan, modern dan sekarang berubah lagi kepada pasca-modern; atau juga periode kelahiran kembali (renaissance) dan pencerahan (enlightenment). Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam, Kuala Lumpur: ISTAC, 1995, hlm. 3-4 Islam sebagai Agama Wahyu Syed Muhammad Naquib al-Attas: Paradigma tersebut berubah-ubah karena bersumber dari unsur-unsur filosofis dan budaya yang dibantu oleh ilmu pengetahuan saat itu. Sedangkan Islam bukanlah bentuk budaya, dan sistem pemikirannya serta sistem nilainya bukan semata-mata berasal dari unsur-unsur budaya dan filosofis yang dibantu sains, tetapi sumber aslinya adalah wahyu yang didukung oleh akal dan intuisi Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam, Kuala Lumpur: ISTAC, 1995, hlm. 3-4 Islam Menurut Barat Barat Menolak Agama Wahyu G.E. von Grunebaum: Islam adalah sebuah budaya dan peradaban. Maka dari itu ia meneliti Islam dengan pendekatan antropologi budaya yang berorientasikan sejarah Jacques Waardenburg, Islam Studied as a Symbol and Signification System, dalam Herman Leonard Beck, Studi Belanda Kontemporer tentang Islam: Lima Contoh, terj. Hersri Setiawan, Jakarta: INIS, 1993, hlm. 87 Barat Menolak Agama Wahyu Wilfred Cantwell Smith: Islam adalah agama yang terikat secara historis dengan agama Kristen, Yahudi, dan berbagai peradaban lainnya yang telah ada sebelumnya di Timur Tengah. Dalam pandangannya, Islam pada asalnya adalah sebuah kata benda yang menunjuk sebuah aktivitas (verbal noun), yakni berserah diri dengan komitmen yang sempurna. Baru dalam proses perkembangan selanjutnya, Islam menjadi sebuah sistem keagamaan. Wilfred Cantwell Smith, The Meaning and End of Religion, Minneapolis: Fortress Press, 1991, hlm. 111-113. Barat Menolak Agama Wahyu Charles J. Adams: Islam adalah suatu agama yang akan senantiasa berubah dan terus berkembang, baik pengalamannya dan pengamalannya, seiring dengan perkembangan sejarah itu sendiri dalam menangkap pesan kenabian. Charles J. Adams, Islamic Religious Tradition, dalam Leonard Binder (ed), The Study of Middle East, New York: John Wiley & Sonns, 1976, hlm. 32-33 Barat Menolak Agama Wahyu Jacques Waardenburg: Islam ada tiga tingkatan: (1) agama yang hadir dalam realitas sejarah dan sosial dengan kaum muslim sebagai pembuat dan yang mempertahankannya; (2) seperangkat norma (agama, moralitas, dan hukum) dari apa disebutnya sebagai "Islam normatif"; (3) sebuah sistem makna sosial yang dikomunikasikan oleh masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Jacques Waardenburg, Muslim as Actors, hlm. 30 Konsep Wahyu menurut Barat William Sanday dari Universitas Oxford sejak tahun 1983: Yang diwahyukan Tuhan itu bukan kalimat-kalimatnya, tetapi inspirasinya yang kemudian diinterpretasikan oleh penulis-penulis Bibel sehingga menjadi Bibel seperti yang sekarang. M. Rasjidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution, hlm. 28-19 Konsep Wahyu menurut Barat Herlianto, seorang pendeta reformis Kristen, Ketua Yayasan Bina Awam, magister teologi di Princeton, USA (MTh): Umat Kristen mempercayai Alkitab sebagai firman Allah bukan dalam pengertian semua ayatnya diturunkan dari sorga, tetapi firman yang ditulis dengan ilham Roh Kudus (2 Timotius 3:15-16), untuk inilah diperlukan hermeneutika untuk mengerti apa sebenarnya berita benar dibalik keterbatasan manusia dengan sastranya itu. Wawancara dengan penulis via email pada tanggal 4 Maret 2008 Islam Beda dengan Kristen Islam vs Kristen Syed Muhammad Naquib al-Attas: Para sarjana Barat memang tidak menemukan lagi cara yang tepat untuk mendefinisikan agama kecuali dalam pengertian historisitas disebabkan fakta yang mereka temukan dalam agama Kristen Barat. Meskipun mengklaim sebagai agama yang berdasarkan pada wahyu, banyak doktrin dalam agama Kristen Barat yang menurut sumber-sumber awal Kristen sendiri tidak diilhami oleh Tuhan, sebut misalnya Trinitas, Inkarnasi, Penebusan, dan segala perincian dogma lain yang berkaitan dengannya. Maka dari itu mereka cenderung memahami bahwa agama adalah bagian dari kebudayaan dan tradisi, yang tercipta dalam sejarah, berevolusi dalam sejarah dan akan selalu mengalami ‘perkembangan’. Al-Attas, Islam and Secularism, hlm. 26-27. Islam vs Kristen Syed Muhammad Naquib al-Attas: Kristen tidak memiliki satu hukum yang diwahyukan (syarî’ah) yang terungkap dalam ajaran, perkataan, dan contoh perbuatan (yaitu sunnah) Nabi ‘Isa ‘alahi al-salâm, sehingga ini menjadi petunjuk penting bahwa Kristen bukan agama wahyu, melainkan agama yang dibentuk manusia dalam sejarah. Maka dari itu agama Kristen secara berangsur-angsur mengembangkan sistem ritualnya dengan mengambil dan menyerap kebudayaan dan tradisi lain, di samping membuat sistem ritualnya sendiri. Al-Attas, Islam and Secularism, hlm. 28-29. Islam vs Kristen Syed Muhammad Naquib al-Attas: Secara bertahap ia mulai menjelaskan prinsip-prinsip agamanya seperti misalnya yang dilakukan di Nicea, Konstantinopel dan Chalcedon. Karena tidak memiliki hukum yang diwahyukan, maka agama Kristen mengambil dan menyerap hukum-hukum Romawi. Dan karena tidak adanya worldview yang mantap yang disajikan wahyunya, maka Kristen harus meminjam worldview Yunani-Romawi dan kemudian darinya mereka membangun sistem teologi dan metafisikanya. Al-Attas, Islam and Secularism, hlm. 28-29. Islam vs Kristen Syed Muhammad Naquib al-Attas: Pendapat Nathan Söderblom yang menyatakan bahwa Kristen tetaplah sebagai agama wahyu meski dengan fakta yang telah diuraikan di atas, harus ditolak. Agama wahyu sejak awal harus melakukan seruan universal dan tidak memerlukan ‘perkembangan’ lebih lanjut dalam dirinya dan hukum sakralnya. Agama wahyu itu sejak awalnya mestilah lengkap dan sempurna untuk memenuhi keperluan umat manusia. Ibid, hlm. 29-30.