Anda di halaman 1dari 12

1

AGAMA PARA NABI SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW

Nurpadilah
Mahasiswa Magister IAT UINSU, Medan
Email: nur.padilah@uinsu.ac.id
Rahma Wita
Mahasiswa Magister IAT UINSU, Medan
Email: rahma.wita@uinsu.ac.id
Arifinsyah
Dosen Pasca Sarjana IAT UINSU, Medan
Email: arifinsyah@uinsu.ac.id

________________________________________________________________

Abstract

Indeed, the Qur'an has enshrined how the process and development of religion through the
story and history of religion itself, such as the story of the prophet Adam As. Since the
beginning religion was not present all at once as it is today but religion was present following
the conditions and intellectual development of humans, clearly the Qur'an has given a
message that there is a message in common This message signifies that there is continuity of
God's teaching concerning the divine religion that leads to the prophet Ibrahim between the
Qur'an and other literature.. And what differentiates the religions of the prophets before the
prophet Muhammad is in terms of shari'ah. However, these religions have the same goal,
Specifically, implementing Allah SWT's shari'ah and promoting monotheism as a tranquil
religion based on devotion to Allah. And the prophet Muhammad SAW's goal is to correct,
enhance, and complete the pre-religious teachings, and through the study of the epistemology
of the Koran it can further clarify how the shari'ah and monotheism of the religions of the
prophets before the prophet Muhammad SAW.

Keyword: Religions, Pre islamic, epistemology, Al-quran

Abstrak
Sesungguhnya Al-Qur'an telah menegaskan bahwa evolusi agama dilihat dari sejarah dan
narasinya sendiri, seperti kisah Nabi Adam As. Karena pada mulanya agama tidak hadir
bersamaan seperti sekarang, tetapi agama hadir sesuai dengan keadaan dan perkembangan
intelektual manusia, maka al-Qur'an dengan jelas memberi pesan bahwa ada persamaan
antara al-Qur'an dengan kitab-kitab lain. dalam kitab-kitab tersebut, risalah ini mengacu pada
kelanjutan risalah Allah tentang agama samawi menuju Nabi Ibrahim As. Dan yang
membedakan agama para nabi sebelum Nabi Muhammad adalah Syariah. Namun, agama-
agama ini memiliki tujuan yang sama yaitu menerapkan Syariat Allah SWT dan memurnikan
tauhid menjadi agama yang damai berdasarkan ketundukan kepada Allah. Dan diuutusnya
Nabi Muhammad SAW adalah untuk meluruskan, memperkuat dan melengkapi ajaran
agama-agama sebelumnya, dan dengan mempelajari epistemologi al-Qur'an, dapat lebih

PALAPA: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan


__________________________________________________________________________________
2

menjelaskan bagaimana syariat dan tauhid dalam agama-agama para nabi sebelumnya.
melihat Nabi Muhammad
.Kata kunci: Agama, Pra Islam, Epistemologi, Al-quran.
Pendahuluan

Tuhan telah mengirim pesan kepada manusia sepanjang sejarah. Menurut Q.S. al-
Anbiy' (21): 25, semua Rasul mewartakan kepada kaumnya masing-masing bahwa hanya
Allah SWT yang berhak disembah. Hal ini menunjukkan bahwa setiap Nabi menganjurkan
untuk menyembah hanya kepada Allah. Dari miliaran orang di planet ini, ada orang yang
menjalankan suatu agama, dan agama itu tidak muncul dalam semalam melainkan
berkembang seiring waktu. Dan selama fase yang berlarut-larut ini, banyak peristiwa
mengikuti satu sama lain. Serupa dengan itu, Allah SWT senantiasa mengutus para nabi yang
datang dan pergi, dibekali dengan sumber daya dan keterampilan yang sesuai dengan keadaan
dan kebutuhan dalam menghadapi umatnya.

Agama dimasukkan dalam Al-Qur'an dengan cara yang sesuai dengan kondisi
manusia dan pertumbuhan pengetahuan manusia. Oleh karena itu, suatu agama atau
kumpulan kepercayaan selalu sesuai bagi manusia sepanjang sejarah. Kita bisa mengikuti
evolusi agama sepanjang sejarah dengan melihat kisah Nabi Adam As yang menjalankan
agama sangat lugas dengan sedikit memperhatikan syariat. sehingga keberadaan utusan
Tuhan dan syri'at agama tidak dapat dipisahkan. Nabi Muhammad (saw), yang menyajikan
risalah terakhir dari agama samawi dengan Alquran sebagai pedomannya, dikatakan telah
mengajarkan hal ini. Khotamul Anbiya. Keberadaan Al-Qur'an berfungsi sebagai pedoman
bagi seluruh umat manusia serta orang-orang yang beriman dan bertakwa. Agama Nabi dan
teks peradaban kuno sama-sama diakui dalam Alquran. Umat Islam harus mengimani para
utusan Allah sebelum Nabi Muhammad SAW dan kitab-kitab agama lainnya, sebagaimana
telah Allah SWT nyatakan dalam Surat Al Shaffat yang diutus oleh Allah SWT. Salah satu
tanggung jawab Muhammad SAW adalah membela para rasul sebelumnya.

Al-Qur'an menyoroti dan menyampaikan pesan bahwa ada kesejajaran antara Al-
Qur'an dengan tulisan lainnya; pesan ini menunjukkan bahwa wacana tentang agama samawi
yang melahirkan Nabi Ibrahim A.s masih berlangsung. Syariat, agama monoteistik murni
yang didirikan atas dasar ketundukan kepada Tuhan, adalah yang membedakan agama para
nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. sebelumnya, yang benar-benar kepercayaan mitos. Dan
Nabi Muhammad diutus sebagai penambah ajaran agama-agama terdahulu.

PALAPA: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan


__________________________________________________________________________________
3

Pada awalnya agama-agama sebelum islam dibawa oleh nabi Ibrahim As. Sehingga
didalam al-quran disebut dengan Millah Ibrahim Hanifa, lalu bagaimana agama-agama
sebelum islam dikisahkan didalam Al-quran, dan bagaimana Al qur’an menceritakan tentang
sejarah terjadinya perubahan keyakinan umat manusia sehingga nabi Muhammad
menyampaikan risalah terakhir untu umat manusia.dan bagaimana perubahan Millah Ibrahim
menjadi agama Islam sebagai risalah universal yang melengkapi agama para nabi
sebelumnya..

Pembahasan

Kata agama dengan berbagai bentuknya dalam Al-quran

Kitab suci umat nabi Muhammad saw yakni Al-quran menghistorikan


perkembangbiakan hak dalam meyakini pada setiap individu atau kelompok dalam beragama.
Keyakinan serta agama yang dianut oleh orang Arab ketika hidup pada zaman pra nabi dan
zaman nabi Muhammad Saw. Al-quran memaparkan serta mengungkapkan bentuk kata
keyakinan dengan berbagai macam kata. Perihal ini metode dakwah sengaja menggunakan
kata akidah dan ad-diin. Keduanya tersirat seperti saling berhubungan dan juga tidak
dipungkiri kadang terjadi perbedaan. Pada istilah akidah (keyakinan) yakni lebih khusus dari
pada istilah ad-diin (agama). Akidah (Keyakinan) merupakan sebuah kepercayaan terhadap
sesuatu. Namun kata ad-diin (agama) disebutkan sebagai ilmu dan ajaran yang mencakup
kepada keyakinan, serta tradisi yang mengatas dasarkan pemikiran agama.1

Berikut adalah istilah yang terdapat dalam Al-quran yang semakna dengan kata
agama:

1. Al-Millah
Secara istilah kata al-Millah bermuasal dari bahasa Aram. Aram yakni sebuah
suku dari berbagai macam suku yang terdapat di negara Arab. 2 Az-zamarkasyi
berpendapat bahwa kata al-Millah bermakna peraturan dan proses tata cara yang
dilalui. Menurut Ar-Raghib Al-Ashfani (502H) kata al-Millah dan Ad-diin adalah
penamaan suatu hal yang telah di syariatkan oleh Allah untuk seluruh umat manusia
melalui para nabi dan Rasul_Nya agar manusia mampu berkomunikasi dengan Allah.
1
Aksin Wijaya, Sejarah Kenabian Perspektif Tafsir Nuuzuli Darwah, (Kairo: Daar Ihyal Kutubil
Arabiy), ttp, hlm. 255
2
Yudi Haryono, Bahasa Politik Al-Qur’an (Mencurigai Makna Tersembunyi Di Balik Teks), (Bekasi:
Gugus Press), 2002, hlm. 244

PALAPA: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan


__________________________________________________________________________________
4

Ibrahim Al-Mu’jam Al- wasith, juga mengatakan bahwa al-Millah dalam bahasa Turki
diistilahkan dengan kata Miller yakni digunakan untuk menyebutkan agama yang
sedang berkembang pada wilayah Turki Usmani. Kata “Miller” juga sering digunakan
pada makna "bangsa, rakyat, atau negara" oleh bangsa Turki.3

2. Ad-Diin
Didalam kitab Munjid, kata Ad-Diin memiliki makna: (a) al-Jazaa’ Wal
Mukafaa’ah, (b) al-Qadhaa, (c) al-Maalik wash-Sulthan, (d) at-Tadbiir, (e) al-Hisaab.
Sedangkan menurut Munawwar Khaliil kata “diin” merupakan masdar dari kata daan-
yadiinu. Menurut bahasa kata “diin” bermakna: (a) sebuah adat kebiasaan, (b)
perundangan, (c) aturan-aturan, (d) mengesakan Ketuhanan, (e) hari kiamat, (f)
Nasehat (g) agama.4
Menurut Ibn Manzhur, kata "dein" memiliki banyak arti tergantung pada
etimologinya, termasuk "hukum", "kekuasaan", "tunduk pada perhitungan",
"pengabdian", "kepatuhan", "retribusi", "perhitungan", dan "hadiah."
3. Syara’
Secara etimologis syara’ bermakna jalan menuju sumber air atau proses jalan
terang yang harus diikuti orang-orang beriman.5 At- Tabari berpendapat bahwa
seluruh umat memiliki syariat (jalan). Jadi syariat adalah sebuah jalan yang telah
ditetapkan oleh yang Maha Kuasa yakni Allah Swt yang tidak dapat dibuah serta
berubah, syariat datang kepada manusia melalui perantara seorang nabi dan rasul.
Secara terminologi syara’ bermakna peraturan dari Allah yang tertuang dalam
kitab suci Al-quran dan juga tertuang dalam sunnah nabi Muhammad saw, yang
mencakup kebutuhan manusia baik secara individu maupun kelompok. Dalam makna
lain syara’ adalah buatan Allah bukan buatan manusia, jadi syara’ bersifat tetap dan
tidak berubah.

Agama dalam Al Quran

1. Yahudi
adalah kata benda yang menggambarkan suku, etnis, atau agama. Yudaisme
dengan demikian adalah agama dan negara. Taurat, kitab tertua orang Yahudi dan
kitab suci yang disampaikan kepada nabi Musa, adalah teks dasar Yudaisme. Dan
3
Cirill Glase, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo), 1999, hlm. 269
4
Munawwar Khaliil, Defenisi & Sendi Agama, (ttp: Bulan Bintang), 1920, hlm. 13
5
Dairal Ma’arifil Islamiyah, (Beirut: Daarul Fikri), vol. III, hlm. 242

PALAPA: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan


__________________________________________________________________________________
5

beberapa orang mengikuti Talmud, teks penting lainnya dalam Yudaisme. Ada sekitar
50 surat yang mengeksplorasi dan mengontekstualisasikan Yudaisme dalam Alquran.6
Yudaisme dibahas dalam dua konteks dalam Al-Qur'an, khususnya zaman
sebelum kenabian dan zaman kenabian. Nabi Ibrahim yang disebutkan dalam konteks
tersebut memberikan informasi latar belakang mengenai asal usul sikap orang Yahudi
terhadap nabi Musa, Maryam, dan Isa sebagaimana digambarkan dalam Alquran.
Abraham adalah seorang Semit yang lahir pada tahun 2166 SM dan menggunakan
nama Abram.
Di dalam yahudi Abraham adalah seorang yang menerima perjanjian asli
dengan Tuhan. Al-quran juga menjelaskan bagaimana kisah Abraham mencari sebuah
kebenaran dalam hakikat akan Tuhan yakni komunikasi intra-personal, dan ini
menjadi salahsatu bukti bahwa Abraham adalah seorang nabi yang diutus oleh Allah
dan dipilih untuk tabligh risalah-Nya kepada manuis di muka bumi ini. Abraham
memiliki iman dan ketakwaan serta keteguhan iman yang sangat kuat sehingga beliau
mampu mengutarakan serta membuktikan rasa cintanya kepada Allah melebihi
cintanya kepada anaknya, sehingga Abraham mendapatkan balasan dari allah yakni
bahwa putranya akan menjadi penguasa dunia. Didalam konteks Al-quran, jihhad
Abraham dilanjutkan oleh para keturunannya.7 Namun, setelah nabi meninggal, Allah
mengutus nabi Mesir Musa kepada mereka yang terus mempraktikkan tauhid. Setelah
kelahiran Isa, orang-orang Yahudi yang sebelumnya menolak dan menentang Nabi Isa
ketika mengaku sebagai risalah Tuhan, mulai mencemarkan nama baik Maryam
karena telah berzina.

Sifat dan sikap Yahudi Israel

a. Sebagian mereka tidak beriman kepada Allah, nabi Isa, dan Muhammad (QS. Al-
baqarah:52, QS. ash-Shaf :6)
b. Menyelisihi janji (QS. Al-baqarah: 83-84)
c. Membunuh saudara sebangsa sendiri (QS. Al-baqarah:85)
d. Suka mendustakan para Rasul dan membunuhnya (QS. Al-maidah:70
e. Berkeinginan membunuh nabi Isa (QS. Al-Maidah: 110, QS. az-zhukhruf: 59)
f. Orang kafir bani Israil di laknat nabi Dawud (QS. Al-Maidah:78)
g. Meminta kepada nabi Musa untuk dibuatkan berhala (QS. Al-A'raf: 138)

6
Aksin Wijaya, Sejarah Kenabian, (Bandung: Miizan), 2016, hlm. 421
7
M. Fuad Abdul Baqi, Al-Mu’jam walmufahras Li Alfadzhil Quraanil Kariim, ttp, hlm. 1-2

PALAPA: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan


__________________________________________________________________________________
6

h. Membuat kerusakan di muka bumi dan mereka berlaku sombong (QS. Al-isra': 4).

2. Nasrani
Kata an-nashaara sangat sering dan jelas sekali disebutkan dalam Al-quran.
Kata tersebut disebutkan dibeberapa surat dalam Al-quran yakni: didalam surah al-
baqarah terdapat tujuh kali, di dalam surah al-maidah terdapat lima kali, dan didalam
surah al-hajj serta surah at-taubah terdapat satu kali. Kata ahlu kitab sering digunakan
untuk keristen yakni (orang yang diberi kitab) dan didalam al-quran disebutkan lebih
dari tiga puluh kali kata ahlu kitab. Kata alladzina utul kitab, alladzina
aatainaahumul kitab, alladzina utu nashibmn minal Kitab, alladzina yaghraunal
kitaab min qablika".8 Pembahasan tentang Nasrani ditemui dalam beberapa surat
diantaranya: QS. al-Baqarah ayat 6, QS. Al-Imran ayat 55 dan 199, QS. al-Maidah
ayat 66 dan 82-83, QS. al-Qashas: 52-55, dan QS. al-Hadid: 27.
Padahal, orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Sabi'in termasuk orang-orang
yang beriman, menurut QS. Al-Baqarah ayat 62,
“Tidak ada rasa takut terhadap mereka, dan mereka tidak tertekan.
Barangsiapa yang beriman kepada Allah di antara orang-orang yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, dan berbuat baik, maka mereka akan mendapat pahala
dari Tuhan mereka.”
Intinya, teks di atas menggambarkan status umat Kristiani sebagai “komunitas
beragama” yang diakui Alquran. Dan dijelaskan dalam ayat ini bahwa semua Muslim,
Kristen, dan Yahudi memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan rahmat
Allah. Mereka harus melakukan perbuatan baik, memiliki iman kepada Tuhan dan
Hari Pengadilan, untuk menerima ini.

3. Shabiin

Ada perbedaan pendapat di antara para mufassiir tentang sifat kata sabi'in,
beberapa ahli tafsir mengklaim bahwa shabiin berasal dari agama majusi yang
menyembah bintang dan matahari. Sebagian kalangan meyakini bahwa shabiin
mentalfiq adalah ajaran agama Yahudi dan Nasrani. Didalam 3 surah, Al Baqarah ayat
62, Al Haj ayat 17 dan Surat Al Maidah ayat 69, menyinggung agama Shabiin.

8
Jane Damen Caulive, Qur’ani Cristiian, Analisis of Clasical and modern Exegesis, (NewYork:
Cambrid University Press), 1991, hlm. 3

PALAPA: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan


__________________________________________________________________________________
7

Shabiin disebutkan dalam Surat al Baqarah dan Al Maidah di antara orang-orang


beriman, Yahudi, dan Nasrani. sedangkan musyrik dan penyihir disebutkan dengan
Surat al Haj.

Jika dilihat dari pengertian syabien adalah orang yang meninggalkan agama
asalnya dan masuk ke agama lain, karena arti aslinya adalah kemurtadan. Oleh karena
itu, Nabi Muhammad s.a.w. dituduh menyimpang dari agama pendahulunya dengan
menyimpang dari syariat para nabi sebelumnya ketika dia mencela agama musyrik
nenek moyangnya dan kemudian menganjurkan gagasan keesaan
Menurut riwayat para ahli tafsir, kelompok Syabi'in memang merupakan
kelompok orang yang pertama kali mempercayai agama Nasrani kemudian
mendirikan agamanya sendiri. Menurut penelitian, mereka masih menganut kasih
ajaran Kristus, tetapi mereka juga mulai menyembah malaikat. Beberapa mengatakan
mereka percaya pada pengaruh bintang-bintang. Hal itu juga menunjukkan bahwa
agama pemujaan bintang Yunani juga mempengaruhi perkembangan shabi'in.

Kata shabi'in, menurut para mufassir, memiliki arti yang beragam. Kompilasi
Mujahidin karya Ibn Katsir Shabi'in memuat deskripsi tentang mereka sebagai
kumpulan orang Kristen ateis, Yahudi, dan penyihir. Qatadah Shabi'in mengklaim
bahwa orang-orang menyembah malaikat, salat di luar kiblat, dan membaca zabur.
Orang Bakau adalah Syabi'in, atau nenek moyang, yang tinggal dekat dengan Irak.
Ibnu Wahab menyarankan individu yang mengikuti semua nabi untuk berpuasa
selama 30 hari setahun dan melakukan shalat lima waktu9.
Pada umumnya, shabiin adalah kelompok orang yang menyembah berhala
sebelum kedatangan Nabi Muhammad. serta mereka yang hanya menyembah Allah
tanpa menganut agama tertentu. Orang-orang seperti itu ada di Arab. Sayyid Qutb
mengatakan bahwa nama ini sering dikaitkan dengan orang-orang dari dua sekte
agama yang berbeda., yaitu: 1. Mandal atau Subbalas yang mempraktikkan upacara
kasta di Mesopotamia. 2. The Sabeans of Harran adalah sekte penyembah bintang
penyembah berhala. Tidak jelas sekte mana yang dirujuk Al-Qur'an kepada Shabiun.
Para ahli tidak setuju dengan masalah ini. Pada masa akhir penyebaran Islam, baik
Sha'bin maupun ahli sihir dianggap sebagai ahl al-kitab10.
9
IbnuKatsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, Jakarta: GemaInsani Press, 1999, hlm. 126-127.
10
Taufik Adnan Amal, RekonstruksiSejarah Al-Qur’an, Yogyakarta: FkBA, 2001, hlm. 22. Terkiat hal
ini dibahas oleh Ade Jamarudin dalam Artieklnya Kajian Pluralitas Agama dalam Kata Kunci Ahlul Kitab.
Journal Ushuludin Vol XIX No 1, Januari 2013.

PALAPA: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan


__________________________________________________________________________________
8

4. Islam

Melalui Muhammad SAW, Allah SWT menurunkan ajaran Islam kepada umat
manusia. Islam benar-benar menawarkan pelajaran yang membahas semua aspek
kehidupan manusia, tidak hanya satu.
Kata "Islam" tidak terkait dengan kepribadian seseorang, nama, ras,
kebangsaan atau daerah. Dan Islam mengandung makna dan prinsip yang dapat
didefinisikan secara tersendiri dan dipahami secara utuh merupakan pemahaman yang
utuh. Seperti dalam Al Imran ayat 19 dan 67, Al Imran ayat 83 dan Al Hajj ayat 18,
dan Asy-Syura ayat 13.

Secara etimologis, kata "Islam" berasal dari kata kerja Arab " ‫"َأ ْسلَ َم‬, yang berarti
"tunduk" atau "tunduk sepenuhnya pada kehendak orang lain", dan "Muslim" berarti
"orang yang berserah diri." Ketika istilah "iman" dan "Islam", ada yang mengartikan
“iman sebagai langkah paling awal, yaitu iman yang dangkal yang belum merasuk
jauh ke dalam hati”11. Kata salima, yang berarti selamat. Kemudian Islam terbentuk,
yang berarti ketaatan dan ketundukan. Kata Islam (aslamayuslimu-islaman), yang
berarti kedamaian, keselamatan, dan keamanan, berasal dari sini. Orang-orang yang
memeluk agama Islam disebut Muslim.

Menurut Waryono, ia mengutip pendapat Thabathabai dan menyatakan bahwa


Agama Islam, Penyerahan dan Agama Islam memiliki makna yang serupa yaitu
"Islam". Taat dan menerima peraturan-peraturan Allah. Islam memiliki struktur
hierarki; Di atas segalanya, terima dan patuhi dengan setia perintah dan larangan
(eksternal) Allah SWT, baik ia mengucapkannya dengan sepenuh hati atau tidak.
Islam jenis ini adalah sebagaimana firman Allah dalam al Hujurat ayat 14. Kedua,
ketundukan hati untuk menerima iman yang benar secara detail, diikuti dengan amal
saleh, meski terkadang melakukan kesalahan, Al Baqarah ayat 208, Hujurat ayat 15,
dan Syaffi ayat 11 semuanya memuat petunjuk dari Allah. Ketiga, karena Islam berada
pada tingkat yang lebih tinggi, maka ia telah mencapai kesempurnaan moral, yang
mencakup ketaatan pada aturan-aturan keimanan dan mengungkapkan semua
kecenderungan dan sifat seseorang kepada dunia luar. Ia tampak seolah-olah masih
mengenal Tuhan dengan nama Ihsan pada derajat pemujaan ini. Keempat, dia lebih

11
Toshiko Izuttsu, Etika Beragama dalam Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995

PALAPA: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan


__________________________________________________________________________________
9

religius daripada Ihsan dan sepenuhnya tunduk pada kehendak Allah, menerima
apapun yang Dia kehendaki.
Dalam bacaannya tentang Surat al-Imran ayat 83, Ibnu Kasir menyatakan hal
yang sama. Dan siapa saja yang menganut agama selain yang tunduk pada Islam tidak
akan diterima dan termasuk orang-orang yang merugi di akhirat. Ibnu Kartshi
menyatakan bahwa di antara orang-orang yang mengimani semua nabi yang diutus
dan semua kitab suci yang diturunkan, bahkan tidak membantahnya sedikit pun, tetapi
menganut kebenaran segala sesuatu yang diwahyukan oleh Tuhan dan semua nabi
yang ditunjuk oleh Tuhan, adalah orang-orang yang menyerah (Muslim). Muslimu
didefinisikan sebagai "mereka yang tauhid dan bertakwa kepada-Nya" oleh Al
Zamakhsari al Khasafis, yang juga menggambarkan al-Islam sebagai monoteisme dan
penghormatan kepada Tuhan.

Muhammad Arkoun tidak sependapat bahwa istilah Islam tidak digunakan


dengan istilah “menyerah”, yang terkadang digunakan untuk menjelaskan arti
“menyerah”. Arkoun mengklaim bahwa umat Islam tidak disuruh tunduk kepada
Tuhan. Yang ada mengungkapkan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan kepada
manusia muslim, menciptakan hubungan cinta dan ketaatan yang penuh rasa syukur
antara al-Khaliq dan makhluk. Jadi, Arkoun mendefinisikan Islam sebagai tujuan
pemberian makna “menyerahkan (mempercayakan) seluruh jiwa kepada Allah.12

Armstrong percaya bahwa Islam adalah ajaran Muhammad, disebabkan oleh


perluasan ajaran agama monoteistik sebelumnya, yaitu Yudaisme dan Kristen, yaitu
mengimani Allah yang telah menciptakan alam dan yang akan menghakimi manusia
pada hari akhir. Philip Hitti mengungkapkan pandangan yang sama, Islam adalah
salah satu dari tiga agama monoteistik, bersama dengan Alquran, yang berkembang di
dunia semi-ilahi. Islam dianggap sebagai agama yang memiliki persamaan dengan
Yudaisme Perjanjian Lama daripada Kristen Perjanjian Baru. Jadi kami berasumsi
bahwa Islam bukanlah agama baru.13

Sangat sulit untuk memiliki pemahaman yang sangat komprehensif tentang


Islam berdasarkan definisi di atas. Selain itu, definisi lain dari Islam adalah agama

12
Tafsir al Khasaf, Teheran: Intisharat-e Aftab, jilid 1, hal. 442
13
Philip K. Hitti, History of The Arabs terj, Jakarta, Serambi, 2008. Hal 160

PALAPA: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan


__________________________________________________________________________________
10

yang bergantung pada wahyu ilahi untuk mencari jalan menuju kebahagiaan di dunia
dan akhirat yang menunjukkan ketaatan, ketundukan, dan ketaatan kepada Allah.
Dengan demikian, makna Islam lebih universal dibandingkan dengan surat Al Imran
ayat 19 dan 85. Keuniversalan ini berarti bahwa Islam tunduk kepada Tuhan Yang
Maha Esa, artinya semua ajaran pra Islam memiliki fungsi yang sama.

Pandangan Al-quran terhadap agama sebelum Islam (Pra-Islam)

Sunnatullah yang terdapat dalam Al-Quran surah al-Maidah ayat 48 merupakan contoh lain
dari sudut pandang yang berbeda, yakni:"Kami memberikan pedoman dan pendekatan yang
jelas untuk setiap bangsa Anda. Jika Allah menginginkannya, Dia akan menciptakan Anda
sebagai satu orang (sendirian), tetapi Allah ingin menguji Anda sesuai dengan berkah yang
telah Dia berikan kepada Anda.”

Dalam ayat yang lain Allah juga berfirman pada Al-quran surah Al-baqarah ayat 213:

“Semua orang milik bangsa yang sama. Allah kemudian mengutus para nabi untuk
memberikan kabar baik dan bahaya. Untuk menyelesaikan perselisihan di antara para pihak,
dia menurunkan bersama mereka sebuah buku yang berisi kebenaran. Satu-satunya orang
yang berselisih adalah mereka yang menerima buku itu karena kecemburuan di antara
mereka sendiri setelah diberitahu bukti yang jelas. Karena itu Allah memerintahkan orang-
orang yang beriman tentang kebenaran agar mereka berselisih sesuai dengan keinginan-
Nya. Siapapun yang Allah kehendaki akan dituntun ke jalan yang benar.” Ada tiga hal yang
berkaitan erat dengan agama pra-Islam, menurut ayat-ayat di atas, yaitu: kesatuan umat dalam
satu Tuhan, kekhususan syariat dan agama yang dibawa para nabi, dan fungsi agama. kitab
suci dalam menjembatani semua perbedaan dalam umat beragama. Ketiga konsep ini
merupakan bagian dari pandangan dasar al-Qur'an tentang pluralisme agama.14

Di dalam beberapa surah Al-quran yakni: QS. Al-baqarah: 130-132, QS. Al-an’am:
161-163, QS. Az-zumar: 54, Al-quran telah memberi sinyal yakni pesan yang universal
terhadap agama pra-Islam yakni berupa penegasan agama para nabi dan Rasul sebelum
agama yang dibawa oleh nabi Muhammad saw adalah agama Islam. Demikian disebutkan
karena setiap agama yang dibawa oleh para nabi mengajarkan sikap patuh, serta berserah diri
setulusnya kepada sang Tuhan dengan segala ketetapan yang telah ditetapkan oleh-Nya.

Kesimpulan
14
Sayyid Mahmuudunnasiir, Islam, konsepsi & Sejarahnya, (Bandung: Remaja Rosdakarya), 1981,
hlm. 3

PALAPA: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan


__________________________________________________________________________________
11

Dimulai dari nabi Adam sampai dengan nabi terakhir yakni Muhammad, sebenarnya
agama hanyalah satu yakni agama Islam, namun ajaran yang terdapat di dalamnya bersifat
dinamis. Misi dari agama yang tertera di dalam Al-quran hanyalh satu yakni Tauhidullah
(mengesakan Allah). Agama yang digenggam oleh banyaknya individu yakni berfungsi untuk
mengangkat derajat pemeluknya bersyaratkan dengan sejalan dengan apa yang terdapat
dalam ajaran Tuhan yakni Islam. Kompilasi dari banyaknya syariat agama sebelum agama
Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad tidak berarti syariat di dalamnya mengesahkan
kompilasi agama terdahulu. Dengan mengambil latar belakang yang dihubungkan dengan
bagaimana para penganut psiko-sosial dalam kehidupan nabi Muhammad saw, al-Qur'an
sangat keras terhadap orang-orang Yahudi ketika membahas agama sebelumnya, yaitu agama
pra-Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad saw. Namun, dalam arti luas, umat Islam
dihimbau dan diwajibkan untuk menjaga tali silaturahmi dengan pemeluk agama lain,
khususnya yang menjunjung tinggi ajaran Injil.

Referensi

Aksin Wijaya, Sejarah Kenabian Perspektif Tafsir Nuuzuli Darwah, (Kairo: Daar Ihyal
Kutubil
Arabiy), ttp
__________, Sejarah Kenabian, (Bandung: Miizan), 2016
Cirill Glase, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo), 1999
Dairal Ma’arifil Islamiyah, (Beirut: Daarul Fikri), vol. III
IbnuKatsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, Jakarta: GemaInsani Press, 1999
Jane Damen Caulive, Qur’ani Cristiian, Analisis of Classical and modern Exegesis,
(NewYork:
Cambridge University Press), 1991
Journal Ushuludin Vol XIX No 1, Januari 2013
Munawwar Khaliil, Defenisi & Sendi Agama, (ttp: Bulan Bintang), 1920
M. Fuad Abdul Baqi, Al-Mu’jam walmufahras Li Alfadzhil Quraanil Kariim, ttp
Philip K. Hitti, History of The Arabs terj, Jakarta, Serambi, 2008
Sayyid Mahmuudunnasiir, Islam, konsepsi & Sejarahnya, (Bandung: Remaja Rosdakarya),
1981
Tafsir al Khasaf, Teheran: Intisharat-e Aftab, jilid 1
Taufik Adnan Amal, RekonstruksiSejarah Al-Qur’an, Yogyakarta: FkBA, 2001, hlm. 22.
Terkiat hal ini
dibahas oleh Ade Jamarudin dalam Artieklnya Kajian Pluralitas Agama dalam Kata
Kunci Ahlul
Kitab.
Toshiko Izuttsu, Etika Beragama dalam Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995

PALAPA: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan


__________________________________________________________________________________
12

Yudi Haryono, Bahasa Politik Al-Qur’an (Mencurigai Makna Tersembunyi Di Balik Teks),
(Bekasi:
Gugus Press), 2002

PALAPA: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan


__________________________________________________________________________________

Anda mungkin juga menyukai