Guruh Hermawan 8b HK - Persaingan Usaha Tt1
Guruh Hermawan 8b HK - Persaingan Usaha Tt1
3. Apa yang ada ketahui tentang metode pendekatan rule of reason ? Jelaskan menurut pendapat anda!
JAWABAN
METODE PENDEKATAN RULE OF REASON
Pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas persaingan
usaha untuk membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna
menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung
persaingan kegiatan yang dianggap sebagai per se illegal biasanya meliputi penetapan harga secara
kolusif atas produk tertentu, serta pengaturan harga penjualan kembali.
Pendekatan rule of reason adalah kebalikan per se illegal. Dalam pendekatan ini hukuman terhadap
perbuatan yang dituduhkan melanggar hukum persaingan harus mempertimbangkan situasi dan kondisi
kasus. Karenanya, perbuatan yang dituduhkan tersebut harus diteliti lebih dahulu, apakah perbuatan itu
telah membatasi persaingan secara tidak patut. Untuk itu, disyaratkan bahwa penggugat dapat
menunjukkan akibat yang ditimbulkan dari perjanjian, kegiatan, dan posisi dominan yang telah
menghambat persaingan atau menyebabkan kerugian.
Dengan kata lain, teori rule of reason mengharuskan pembuktian, mengevaluasi mengenai akibat
perjanjian, kegiatan, atau posisi dominan tertentu guna menentukan apakah perjanjian atau kegiatan
tersebut menghambat atau mendukung persaingan. "Dalam melakukan pembuktian harus melihat
seberapa jauh tindakan yang merupakan antipersaingan tersebut berakibat kepada pengekangan
persaingan di pasar. Dalam teori rule of reason sebuah tindakan tidak secara otomatis dilarang, meskipun
perbuatan yang dituduhkan tersebut kenyataannya terbukti telah dilakukan. Dengan demikian,
pendekatan ini memungkinkan pengadilan untuk melakukan interpretasi terhadap Undang-Undang dan
juga interpretasi pasar.
Hambatan persaingan usaha yang berkaitan dengan perjanjian tujuan utamanya tidak terkena penerapan
ketentuan hukum antimonopoli, atau perjanjian yang disertai manfaat pro persaingan yang mengimbangi
kerugian terhadap persaingan usaha yang terjadi, serta perlu untuk mencapai keuntungan pro persaingan
tersebut (reasonably necessary restraints), harus dikecualikan dari larangan kolusif. Penerapan asas ini
didasarkan pada hukum sebab akibat, di mana tindakan pelaku usaha secara langsung maupun tidak
langsung telah berakibat merugikan pelaku usaha lainnya dan/atau masyarakat konsumen pada
umumnya. Selain bersifat antipersaingan, juga mempunyai alasan pembenaran yang menguntungkan dari
pertimbangan social, keadilan maupun efek yang ditimbulkannya serta juga unsur maksud (intent).
Dengan asas rule of reasonini dapat diketahui akibat yang tercipta karena tindakan atau perjanjian yang
mengakibatkan persaingan tidak sehat dan praktik monopoli sehingga merugikan pihak lain. Dalam
substansi UU No. 5 Tahun 1999 umumnya mayoritas menggunakan pendekatan rule of reason.
Penggunaan rule of reason tergambar dalam konteks kalimat yang membuka alternatif interpretasi bahwa
tindakan tersebut harus dibuktikan dulu akibatnya secara keseluruhan dengan memenuhi unsur-unsur
yang ditentukan dalam Undang-undang apakah telah mengakibatkan terjadinya praktik monopoli ataupun
praktik persaingan tidak sehat. Untuk melihat atau membuktikan bahwa telah terjadi persekongkolan yang
menghambat perdagangan atau persaingan dapat dilihat dari kondisi yang ada. Alasan (reason) yang sah
untuk melarang suatu perjanjian atau kegiatan berbeda-beda antar satu negara dengan negara lainnya
tergantung dari tujuan hukum persaingan yang berlaku. Apabila tujuannya adalah tercapainya efisiensi
(ekonomi) seperti di Amerika Serikat, maka praktik bisnisnya misalnya integrasi vertikal tidak akan
dilarang apabila integrasi tersebut terbukti menghasilkan produk yang lebih efisien ketimbang tidak
terintegrasi. Demikian juga apabila hukum persaingan yang berlaku di suatu negara mempunyai tujuan
nonekonomi, maka alasan (reason) non-ekonomi dapat digunakan dalam melarang suatu kegiatan usaha.
Alasan nonekonomi tentu saja berbeda-beda antara satu negara dengan negara lain tergantung pada
tujuan pembangunan ekonominya.
Dalam Undang-Undang No. 5 1999 rule of reasonini menyiratkan bahwa perlu penelitian yang mendalam
tentang suatu kegiatan apakah berdampak terjadinya praktik monopoli. Namun belum seluruh pasal
Undang-Undang dapat mengklarifikasikan secara jelas kegiatan yang termasuk dalam per se dan rule of
reason. karenanya ada beberapa pasal yang berada di antara keduanya (per se dan rule of reason)
sebagai berikut.