Anda di halaman 1dari 101

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

L DENGAN TRAUMA CAPITIS


RINGAN (TCR) DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN
DI RUANG LAIKA WARAKA RSUD BAHTERAMAS
PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Pendidikan


Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari

NUR AMIRAH
P00320018034

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENKES KENDARI JURUSAN
KEPERAWATAN

2021
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama Mahasiswa : Nur Amirah

NIM : P00320018034

Institusi Pendidikan : Poltekkes Kemenkes Kendari

Judul KTI : ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. L DENGAN


TRAUMA CAPITIS RINGAN (TCR) DALAM
PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN DI
RUANG LAIKA WARAKA RSUD BAHTERAMAS
PROV. SULTRA

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini adalah benar-
benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang
lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir ini adalah hasil ciplakan
maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Kendari, 4 Mei 2021


Yang Membuat Pernyataan

(Nur Amirah)

v
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS

1. Nama Lengkap : Nur Amirah

2. Tempat, tanggal Lahir : Kendari, 8 November 2000

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Islam

5. Suku/Kebangsaan : Bugis / Indonesia

6. Alamat : Jln. Mekar Jaya 1

7. No. Telp/HP : +62 85233851955

II. PENDIDIKAN

1. Sekolah Dasar Negeri 11 Kendari Tamat 2012

2. Sekolah Menengah Pertama negeri 17 Kendari Tamat 2015

3. Sekolah Menengah Atas 6 Kendari Tamat 2018

4. Mahasiswa Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari 2018 s/d 2021

viii
MOTTO

SESUNGGUHNYA BERSAMA KESULITAN ADA KEMUDAHAN .MAKA

APABILA ENGKAU TELAH SELESAI (DARI SESUATU URUSAN),

TETAPLAH BEKERJA KERAS (UNTUK URUSAN YANG LAIN). DAN

HANYA KEPADA TUHANMULAH ENGKAU BERHARAP

(Q.S ASY-SYARH : 6-8)

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat, rahmat

dan karunia-nya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan

judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. L Dengan Trauma Capitis Ringan (TCR)

Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Di Ruang Laika Waraka RSUD

Bahteramas Prov. Sultra”.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, saya banyak mendapat

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. terkhusus dosen pembimbing I dan

pembimbing II yang telah ikhlas meluangkan waktunya untuk membimbing

selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. pada kesempatan ini saya ingin

mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Ibu Askrening, SKM.,M.Kes, selaku Direktur Politeknik kesehatan kendari.

2. Kepala RSUD Bahteramas Prov. Sultra yang telah mengizinkan penulis untuk

melakukan penelitian.

3. Kepala ruangan Laika Waraka beserta anggota yang telah mengizinkan dan

membimbing penulis dalam melakukan penelitian.

4. Bapak Indriono Hadi, S.Kep.,Ns.,M.Kes, selaku Ketua Jurusan Keperawatan

Politeknik kesehatan kendari.

5. Ibu Reni Devianti Usman, M.Kep., Sp., Kep.MB selaku penguji I, Bapak

Abdul Syukur, S.Kep., Ns., MM selaku penguji II dan Ibu Dali, SKM., M.Kes

selaku penguji III, yang telah memberikan arahan dan masukan-masukan

sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

vii
6. Kepada Seluruh Dosen dan Staf Politeknik kesehatan kendari Jurusan

Keperawatan yang membantu penulis dalam menempuh pendidikan.

7. Kepada kedua orang tua saya yang tercinta, bapak saya M Amin dan ibu

Nurjanna Arief yang telah memberikan doa, dukungan dan motivasi.

8. Tak lupa juga saya mengucapkan banyak terimakasih kepada sahabat, teman

keperawatan angkatan 2018. semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat

dimasa yang akan datang.

Kendari, 4 Mei 2021

Penulis

viii
ABSTRAK

Nur Amirah (P00320018034) Asuhan Keperawatan Pada Tn. L dengan


Trauma Capitis Ringan (TCR) dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman
di Ruang Laika Waraka RSUD Bahteramas Prov. Sultra. Pembimbing
I(Indriono Hadi,S.Kep.,Ns.,M.Kes). pembimbing II (Akhmad, SST., M.Kes).
Latar Belakang : Trauma capitis adalah suatu ganguan traumatik dari fungsi
otak yang disertai atau tanpa disertai pendarahan intertisial dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontiunitas otak. Kasus trauma capitis ringan semakin
tinggi disetiap tahunnya. Trauma capitis menjadi masalah kesehatan serius karena
dapat menyebabkan kematian, kecacatan, dan mengurangi waktu produktif
seseorang. Munivenkatappa (2016) menyebutkan bahwa di Indonesia, trauma
capitis yang dirawat di rumah sakit menjadi penyebab kematian urutan ketiga
setelah jantung dan stroke.. Adapun penilaian klinis untuk menentukan klasifikasi
klinis dan tingkat kesadaran pada pasien trauma capitis menggunakan metode
skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scale). Pasien didiagnosa Trauma capitis
Ringan.
Metode : Penelitian ini dilakukan dengan rancangan untuk studi kasus Asuhan
Keperawatan Pada Tn. L Dengan Trauma Capitis Ringan (TCR) Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Di Ruang Laika Waraka RSUD Bahteramas
Prov. Sultra.
Hasil :Masalah keperawatan didapatkan pada Tn. L adalah Nyeri akut
berhubungan dengan Agen pencedera fisik dengan intervensi Manajemen nyeri
yang dilakukan selama 3 hari dengan prioritas masalah yaitu Nyeri akut dengan
melakukan teknik relaksasi nafas dalam
Kesimpulan : Masalah keperawatan Nyeri akut dengan Luaran Tingkat nyeri
menurun dan intervensi manajemen nyeri, setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 hari dari diagnosa tersebut, diagnosa tersebut dapat teratasi.
Kata Kunci : Trauma capitis ringan (TCR), Asuhan Keperawatan, Nyeri,
Kebutuhan Rasa Nyaman, Teknik relaksasi nafas dalam
Pustaka : 13 (2000-2020)

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


HALAMAN KEASLIAN PENELITIAN .......................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... v
MOTTO ............................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 4
C. Tujuan Studi Kasus ............................................................................ 4
D. Manfaat Studi Kasus .......................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Trauma Capitis Ringan (TCR) .............................................. 6
B. Konsep Kebutuhan Rasa Nyaman ...................................................... 19
C. Analisis Tindakan Keperawatan : Teknik Relaksasi Napas dalam .... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan studi kasus ....................................................................... 35
B. Subyek studi kasus ............................................................................. 35
C. Waktu dan tempat studi kasus ............................................................ 35
D. Fokus studi kasus ............................................................................... 36
E. Definisi operasional............................................................................ 36
F. Pengumpulaan data ............................................................................ 37
G. Penyajian data .................................................................................... 39
H. Etika penelitian ................................................................................... 39
BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ................................................................................................... 42
B. Pembahasan ........................................................................................ 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan......................................................................................... 62
B. Saran ................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran1 Informasi & Pernyataan Persetujuan (Informed Consent)


Lampiran2 Standar Operasional Prosedur
Lampiran3 Instrumen Penelitisn Nyeri
Lampiran4 Satuan Acara Penyuluhan
Lampiran5 Leaflet Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Lampiran6 Lembar Observasi Nyeri
Lampiran7 Surat Ijin Pengambilan Data Awal
Lampiran8 Surat Keterangan Telah Melakukan Pengambilan Data
Lampiran9 Format pengajuan judul
Lampiran10 Surat Keterangan Bebas Administrasi
Lampiran11 Surat Keterangan BebasPustaka
Lampiran12 Bukti Proses Bimbingan

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut Sastrodiningrat (2009) Trauma Capitis Ringan (TCR) adalah

suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat

menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak.

Control For Disease Control (CDC) mendefinisikan TBI (Traumatic Brain

Injury) sebagai gangguan pada fungsi normal otak yang bisa disebabkan oleh

benturan, pukulan atau sentuhan ke kepala atau cedera kepala tembus

(Frieden,2015). TCR di seluruh dunia terus Meningkat, peningkatan

penggunaan kendaraan bermotor menjadi penyebab utama, khususnya di

negara-negara berkembang (Gebi, 2019)

Trauma capitis dibagi menjadi 3 ketegori berdasarkan Glasgow Coma

scale (GCS) trauma kepala ringan, sedang, dan berat, dikategorikan trauma

capitis ringan apabila GCS 13-15, sedang bila GCS 9-12 dan berat bila GCS 3-

8. Andriessen mengatakan Semakin berat suatu trauma, semakin tinggi risiko

kematian pada pasien( Andriessen, Jacobs, & Vos, 2010)

Trauma capitis menjadi masalah kesehatan serius di banyak negara

terutama negara berkembang karena dapat menyebabkan kematian, kecacatan,

mengurangi waktu produktif seseorang karena melibatkan kelompok usia

produktif sehingga mengakibatkan besarnya beban sosial ekonomi pertahun.

Sebesar 60,43 juta dollar biaya yang harus dikeluarkan baik secara langsung

maupun tidak langsung untuk perawatan korban dengan cedera kepala

pertahunnya (Mika,2018). Pasien dengan cedera kepala biasanya memiliki

1
gejala pascatrauma, seperti gangguan tidur, kecemasan atau depresi dan

gangguan stres pascatrauma (Ho, Liang, Wang, Chio, & kuo, 2018)

Menurut World health Organization (WHO), menyatakan bahwa

kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab kematian ke sepuluh di dunia dengan

jumlah 1,21 juta (2,1%), sedangkan di negara berkembang menjadi penyebab

kematian ketujuh di dunia dengan jumlah kematian 940.000 (2,4%). Jenis

kelamin laki-laki yang lebih banyak mengalami cedera kepala dibandingkan

dengan jenis kelamin perempuan (WHO,2017). WHO memperkirakan bahwa

pada tahun 2020 kecelakaan lalu lintas akan menjadi penyebab penyakit dan

trauma ketiga terbanyak di dunia (maas, Engel & Lingsman, 2008; Mika,2018).

Di indonesia pada tahun 2017 terdapat 100.106 kejadian kecelakaan

lalu lintas dengan korban meninggal dunia mencapai 26.416 jiwa. Artinya,

setiap 72 nyawa melayang dan rata-rata setiap jamnya sebanyak 3 orang

meninggal akibat kecelakaan. (Kementrian Kesehatan RI, 2017)

Jumlah pasien kecelakaan lalulintas yang masuk di IGD Bahteramas

pada tahun 2016 sebanyak 862 kasus dimana 396 kasus merupakan rujukan

dan 466 kasus adalah kunjungan langsung. Pada tahun berikutnya kasus

kecelakaan lalulintas yang masuk di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD

Bahteramas Prov. Sultra mengalami peningkatan yakni 900 kasus yang terdiri

dari 415 kasus rujukan dan 485 kasus adalah kunjungan langsung (SIMRS

RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara,2018).

Tanda dan gejala yang paling sering muncul pada cedera kepala ringan

diantaranya : merasa lemah, lesu, lelah, hilang keseimbangan, perubahan

tekanan darah mual, muntah , dan nyeri kepala(pusing). Diagnosa keperawatan

2
yang lazim muncul pada pasien TCR adalah Nyeri akut berhubungan dengan

agen pencedera fisik.

Perry dan Potter cit Syamsiah dan Endang (2015) menyatakan bahwa

nyeri seringkali merupakan tanda yang menyatakan ada sesuatu yang secara

fisiologis terganggu yang menyebabkan seseorang meminta pertolongan.

Nyeri juga merupakan masalah yang serius yang harus direspons dan di

intervensi dengan memberikan rasa nyaman, aman dan bahkan membebaskan

nyeri tersebut. Nyeri adalah salah satu alasan paling umum bagi pasien untuk

mencari bantuan medis dan merupakan salah satu keluhan yang paling umum

(Syamsiah dan Endang, 2015).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengambil kasus

Trauma Capitis Ringan sebagai karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan

Keperawatan Pada Tn.L dengan Trauma Capitis Ringan (TCR) dalam

Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman di Ruang Laika Waraka RSUD

Bahteramas Prov. Sultra”

Alasan penulis mengambil judul tersebut karena kasus trauma capitis

khususnya trauma capitis ringan semakin tinggi disetiap tahunnya. Trauma

capitis menjadi masalah kesehatan serius karena dapat menyebabkan

kematian, kecacatan, dan mengurangi waktu produktif seseorang.

Munivenkatappa (2016) menyebutkan bahwa di Indonesia, trauma capitis yang

dirawat di rumah sakit menjadi penyebab kematian urutan ketiga setelah

jantung dan stroke.

3
B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat diangkat

sebagai suatu studi kasus yaitu “Asuhan Keperawatan Pada Tn. L dengan

Trauma Capitis Ringan (TCR) dalam pemenuhan kebutuhan Rasa Nyaman di

Ruang Laika Waraka RSUD Bahteramas Prov. Sultra”

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Penulis mampu melakukan penyelesaian masalah yang ada pada kasus

pasien TCR dengan menggunakan pendekatan proses asuhan keperawatan

yang disusun secara sistematis dan komprehensif.

2. Tujuan khusus

a. Penulis mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan TCR.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien

dengan TCR.

c. Penulis mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien

dengan TCR.

d. Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien

dengan TCR.

e. Penulis mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada

pasien dengan TCR.

f. Menganalisis intervensi teknik relaksasi nafas dalam sebagai

manajemen nyeri

4
D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai masukan bagi institusi pendidikan dalam proses belajar

mengajar, khusunya tentang Laporan Studi Kasus dan memberikan

sumbangan pikiran yang kiranya dapat berguna sebagai informasi awal

terkait dengan masalah-masalah yang tentunya berhubungan dengan

TCR.

2. Bagi Institusi Rumah Sakit

Laporan studi kasus ini dapat di gunakan sebagai acuan dalam melakukan

Asuhan keperawatan khusunya pada pasien TCR dan sebagai masukan

dalam upaya Promotif, preventif dan kuratif tentang penanganan pasien

TCR..

3. Bagi Pembaca.

Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada

pasien dengan TCR dalam melakukan asuhan keperawatan khusunya pada

pasien dengan TCR. Masyarakat mendapat informasi tentang pasien

TCR dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman (Nyeri)

4. Bagi penulis

Laporan studi kasus ini berguna untuk menambah wawasan dan sebagai

bekal ilmu bagi penulis untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada

masyarakat terkait dengan masalah yang tentunya berhubungan dengan

TCR.

5
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Trauma Capitis Ringan

1. Definisi Trauma Capitis

Trauma capitis merupakan cedera yang meliputi trauma kulit

kepala, tengkorak, dan otak. Penderita trauma capitis seringkali mengalami

edema serebri yaitu akumulasi kelebihan cairan di intraseluler atau

ekstraseluler ruang otak atau pendarahan intrakranial yang mengakibatkan

meningkatnya tekanan intrakranial. (Morton,2012)

TCR adalah trauma capitis dengan GCS 15 (sadar penuh) tidak

kehilangan kesadaran, mengeluh pusing, nyeri kepala hematoma abrasi

dan leserasi (Mansjoer,2009).

Menurut Brain Injury Assosiation of America, Trauma capitis

adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun

degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar yang

dapat mengurangi atau mengubah kesadarn yang mana menimbulkan

kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Gebi, 2019).

Berdasarkan tingkat keparahannya, trauma capitis dibagi menjadi

tiga, yaitu trauma capitis ringan, sedang, berat. TCR dapat menyebabkan

gangguan sementara pada fungsi otak. Penderita dapat merasa mual,

pusing, linglung, atau kesulitan mengingat untuk beberapa saat. Selain itu,

Trauma capitis dapat dibedakan menjadi trauma kepala terbuka dan

tertutup. Trauma kepala terbuka adalah apabila cedera menyebabkan

6
kerusakan pada tulang tengkorak sehingga mengenai jaringan otak.

Sedangkan trauma kepala tertutup adalah bila cedera yang terjadi tidak

menyebabkan kerusakan pada tulang tengkorak, dan tidak mengenai otak

secara langsung.(Gebi, 2019)

2. Etiologi

Menurut Tarwoto (2007), penyebab trauma capitis adalah karena

adanya trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :

1) Trauma primer

Trauma primer terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung

(akselerasi dan deselerasi)

2) Trauma sekunder

Terjadi akibat dari truma saraf (melalui akson) yang meluas,

hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea atau hipotensi sistemik.

3) Kecelakaan lalu lintas

4) Pukulan dan trauma tumpul pada kepala

5) Terjatuh

6) Benturan langsung dari kepala

7) Kecelakaan pada saat olahraga

8) Kecelakaan industri.

3. Manifestasi Klinis

Menurut Mansjoer (2000), Manifestasi Klinis TCR :

a. Pingsan tidak lebih dari sepuluh menit

b. Setelah sadar timbul nyeri

c. Pusing

d. Muntah

7
e. GCS : 13-15

f. Tidak terdapat kelainan neurologis

g. Pernafasan secara progresif menjadi abnormal

h. Respon pupil lenyap atau progresif menurun

i. Nyeri kepala dapat timbul segera atau bertahap

4. Patofisiologis dan WOC

Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang

membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang

membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan

mengalami kerusakan. Cedera memegang peranan yang sangat besar

dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu

trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar

dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan

lesi bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak

maupun otak itu sendiri. (Gebi,2019)

Menurut Andeni (2019) Patofisiologi cedera kepala dapat

digolongkan menjadi 2 proses yaitu cedera kepala primer dan cedera

kepala sekunder. Cedera kepala primer merupakan suatau proses

biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentuk dan

memberi dampak cedera jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder

terjadi akibat cedar kepala primer, misalnya akibat hipoksemia, iskemia

dan perdarahan. Perdarahan serebral menimbulkan hematoma yaitu

berkumpulnya antara periosteum tengkorak dengan diameter, subdural

hematoma akibat berkumbulnya darah pada ruang antara durameter

dengan subarahkhoid dan intra serebral hematoma dalah berkumpulnya

8
darah di dalam jaringan serebral, kematian pada cedara kepala disebabkan

karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi

menimbulkan perfusi jaringan serebral dan berakhir pada iskemia jaringan

otak.

(Pathway)

Trauma Kepala (penyebab utama cedera kepala karena terjatuh,

kecelakaan secara umum kekerasan, dan akibat ledakan )

Trauma pada jaringan lunak Trauma kepala

Robekan (distorsi) Hematoma

Rusaknya jaringan/pembuluh darah edema perubahan cairan intra ekstra sel

Peningkatan suplai darah

Luka terbuka daerah trauma

Pendarahan jaringan sekitar tertekan

Peningkatan permeabilitas kapiler

Gangguan Risiko Infeksi

Suplai darah peningkatan TIK Vasodilatasiarterial

Edema Otak

jaringan serebral Gangguan perfusi

Iskemik vaskuler hipoksia

Penekanan

Nekrosis

NYERI AKUT
Kematian

Pathway Cedera Kepala (Tarwoto, 2012)

9
5. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Mutaqin , 2008 Pemeriksaan Penujunang Pasien trauma Kepala :

a. CT Scan

Mengidentifikasi luasnya lesi, pendarahan, determinan, ventrikuler,

dan perubahan jaringan otak.

b. MRI

Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radioaktif.

c. Cerebral Angiography

Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan

otak sekunder menjadi edema, pendarahan, dan trauma.

d. Serial EEG

Dapat melihat perkembangan gelombang patologis e. Sinar X

Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis (perdarahan/edema), fragmen tulang

f. BAER

Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil

g. PET

Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

h. CSS

Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan

subarachnoid

i. Kadar elektrolit

Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan

tekanan intrakranial

10
j. Screen toxilogy

Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan

kesadaran

k. Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)

Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural

l. Toraksentesis menyatakan darah/cairan

m. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup)

Analisa gas darah adalah salah satu tes diagnostic untuk menentukan

status repirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan melalui

pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam basa

6. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses

keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam

mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi

dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Pengkajian keperawatan

ditunjukkan pada respon pasien terhadap masalah kesehatan yang

berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia (Nursalam, 2001)

a. Identitas pasien

Nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pendidikan, pekerjaan,

alamat

b. Riwayat kesehatan

Tingkat kesadaran/GCS (<15), konvulsi, muntah, dispnea /

takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di

11
kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya

liquor dari hidung dan telinga dan kejang.

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang

berhubungan dengan sistem persyarafan maupun penyakit sistem

sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga

terutama yang mempunyai penyakit menular.

c. Pengkajian persistem

Keadaan umum

Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma

TTV

1) Sistem pernapasan

Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun

frekuensi, nafas bunyi ronchi.

2) Sistem kardiovaskuler

Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat,

denyut nadi bradikardi kemuadian takikardi

3) Sistem perkemihan

Inkotenensia, distensi kandung kemih

4) Sistem gastrointestinal

Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan

mengalami perubahan selera

5) Sistem muskuloskletal

Kelemahan otot, deformasi

6) Sistem persyarafan

12
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope,

tinnitus, kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan,

gangguan pengecapan

Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status

mental, perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang,

kehilangan sensasi sebagai tubuh

d. Pengkajian pola aktivitas sehari-hari

1) Pola makan / cairan

Gejala : mual, muntah, dan mengalami perubahan selera

Tanda : kemungkinan muntah proyektil, gangguan menelan

(batuk, air liur keluar, disfagia)

2) Aktivitas / istirahat

Gejala : merasa lemah, letih, kaku, kehilangan keseimbangan

Tanda : perubahan kesadaran, letargie, hemiparese,

kuadreplegia, ataksia, cara berjalan tak tegap, masalah

keseimbangan, kehilangan tonus otot dan tonus sptik

3) Sirkulasi

Gejala : normal atau perubahan tekanan darah

Tanda : perubahan frekuensi jantung ( bradikardia,

takikardia yang diselingi disritmia )

4) Integritas ego

Gejala : perubahan tingkah laku kepribadian ( terang atau

dramatis ) Tanda : cemas mudah tersinggung , delirium,

agitasi, bingung, depresi dan impulsive

13
5) Eliminasi

Gejala : inkontinensia kandung kemih / usus atau mengalami

gangguan fungsi

6) Nyeri dan kenyamanan

7. Kemungkinan diagnosa yang muncul

Menurut Andeni Yosvaldo (2019) diagnosa keperawatan yang bisa

muncul pada pasien Trauma Capitis adalah :

a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik

b. Risiko perfusi jaringan serebral b.d cedera kepala

c. Gangguan rasa nyama b.d gejala penyakit

d. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d kurang terpapar informasi

tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas jaringan.

(sumber : DPP PPNI, 2017)

14
8. Intervensi keperawatan

Tabel 1

Intervensi keperawatan teori diagnosa TCR

Diagnosa keperawatan Luaran Intervensi


Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi :
pencedera fisik 5x24jam maka tingkat nyeri menurun dengan kriteria • Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
1. keluhan nyeri menurun • identifikasi skala nyeri
2. meringis menurun • identifikasi respon nyeri non verbal
3. gelisah menurun Teraupetik :
4. fokus membaik • berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, kompres
hangat/dingin, terapi musik, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, terapi
bermain)
Edukasi
 jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 jelaskan strategi meredakan nyeri
 ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
 kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Resiko perfusi serebral Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 5x24 Observasi :
tidak efektif b.d cedera jam maka perfusi serebral meningkat dengan kriteria • Identifikasi penyebab peningkatan TIK
kepala hasil : • Monitor tanda/gejala peningkatan TIK

15
1. Tingkat kesadaran meningkat • Monitor status pernapasan
2. Sakit kepala menurun • Monitor intake dan output cairan
3. Gelisah menurun Terapeutik
 Meminimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
 Berikan posisi semi fowler
 Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian sedesi dan anti konvulsan,
jika perlu
 Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu

Gangguan rasa Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 Observasi :


nyaman b.d gejala jam maka gangguan rasa nyaman membaik dengan • Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah
penyakit kriteria hasil : mengubah posisi
1. pola tidur membaik Teraupetik :
2. tingkat nyeri membaik • tempatkan pada posisi terapeutik
• atur posisi tidur yang disukai, jika tidak
kontradikasi
 Atur posisi untuk mengurangi sesak (mis. Semi
fowler)
 Tinggikan tempat tidur bagian kepala
Edukasi :
• ajarkan cara menggunakan postur yang baik dan
mekanika tubuh yang baik selama melakukan
perubahan posisi

16
Gangguan integritas Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 5x24 Observasi :
kulit/jaringan b.d kurang jam maka integritas kulit dan jaringan membaik • Monitor karakteristik luka
terpapar informasi tentang dengan kriteria hasil : Teraupetik :
upaya 1. kerusakan jaringan menurun • lepaskan balutan dan plaster secara perlahan
mempertahankan/melindu 2. kerusakan lapisan kulit menurun • bersihkan dengan cairan Nacl atau pembersih
ngi integritas jaringan. 3. nyeri menurun nontoksik, sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
 Pasang balutan sesuai jenis luka
Edukasi :
• ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antibiotik,jika perlu

17
9. Implementasi

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan

meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon pasien

selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang

baru (Rohmah&Walid,2012)

Mendokumentasikan semua tindakan keperawatan yang

dilakukan ke dalam catatann keperawatan secara lengkap yaitu: jam,

tanggal, jenis tindakan, respon pasien dan nama lengkap perawat yang

melakukan tindakan keperawatan

10. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan

perubahan keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat

pada tahap perencanaan (Rohmah&Walid,2012)

Menurut teori evaluasi adalah tujuan asuhan keperawatan yang

menentukan apakah tujuan ini telah terlaksana, setelah menerapkan suatu

rencana tindakan untuk meningkatkan kualitas keperawatan, perawat

harus mengevaluasi keberhasilan rencana penilaian atau evaluasi

diperoleh dari ungkapan secara subjektif oleh klien dan objektif

didapatkan langsung dari hasil pengamatan

18
B. Konsep Dasar Kebutuhan Rasa nyaman (Nyeri)

1. Defenisi Nyeri

Tanda dan gejala yang terjadi pada penderita hipertensi salah

satunya yaitu nyeri kepala. Proses terjadinya nyeri pada penderita

hipertensi disebabkan karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah,

sehinnga mengakibatkan perubahan pembuluh darah dan terjadilah

vasokontriksi. Akibat dari vasokontriksi ini menimbulkan resistensi

pembuluh darah di otak, sehingga terjadilah nyeri kepala. Sedangkan

menurut International Association For Study of Pain (2010), menjelaskan

bahwa nyeri yaitu suatu pengalaman emosional dan subjektif yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat aktual

ataupun potensial dan dirasakan pada tempat terjadinya kerusakan.

Defenisi diatas diterima sebagai defenisi medis yang hanya

membatasi nyeri dalam bentuk kerusakan jaringan, namun juga terdapat

nyeri yang tidak mengindikasikan adanya kerusakan jaringan tubuh,

seperti nyeri yang dirasakan seseorang ketika sakit kepala.

Stenbarch memberikan pengertian nyeri secara abstrak, di mana

didalam nyeri terdapat beberapa poin, yaitu :

1. Personality, di mana sensasi ini bersifat subjektif yang hanya

dirasakan individu, dalam hal ini sensasi nyeri yang dirasakan pasien

berbeda-beda.

2. Terdapat stimulus yang memberi peringatan akan kerusakan jaringan

yang merugikan

19
3. Pola respon dari individu terhadap nyeri digunakan sebagai alat

proteksi yang melindungi pasien dari kerugian yang bisa ditimbulkan

oleh nyeri.

2. Fisiologi nyeri

Nyeri biasanya disebabkan karena adanya stimulus dan reseptor. Reseptor

nyeri yang dimaksud yaitu nosiseptor, dimana ujung-ujung saraf yang

berada dikulit akan memberikan respon terhadap stimulus yang diterima.

Biologis, zat kimia, panas, listrik serta mekanik merupakan bagian

dari beberapa stimulus tersebut.

Stimulus yang telah diterima reseptor kemudian ditransmisikan

berupaimpuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis

serabut bermiyelin yaitu serabut A (delta) dan serabut lambam (serabut

C).

Serabut A membawa impuls yang bersifat inhibitor/penghambat

yang ditransmisikan ke serabut C. Serabut aferen masuk ke dalam spinal

dengan melalui akar dorsal dan sinaps pada dorsal hurn.Dorsal hurn

ini terdiri dari beberapa lapisan yang saling terkait, di antaranya berbentuk

lapisan dua atau tiga yang berbentuk substansia gelatinosa dan

merupakan jalan/saluran utama impuls. Kemudian, impuls tersebut

melewati sumsum tulang belakang yang ada pada interneuron dan

bersambung dengan jalur spinal asenden yang paling utama, jalur

sphinotalamic dan spinoreticular membawa informasi mengenai sifat dan

lokasi nyeri. Terdapat dua jalur mekanisme nyeri sebagai akibat dari

proses transmisi nyeri yaitu jalur opiate dan nonopiate. Neurotransmitter

dalam impuls supresif yaitu serotonin. Stimulus nociceptor lebih

20
diaktifkan oleh sistem supresif yang ditransmisikkan oleh serabut A.

Sedangkan jalur desenden yaitu jalur nonopiate yang tidak memberikan

respon terhadap naloxone yang mekaninsmenya kurang banyak diketahui

(Barbara C. Long, 1989) dalam (Gebi, 2019)

3. Klasifikasi nyeri

Nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yaitu nyeri akut dan

kronis. Nyeri akut yaitu nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat

menghilang dengan waktu tidak melebihi enam bulan dan ditandai dengan

adanya penegangan otot. Nyeri kronis yaitu nyeri yang timbul secara

perlahan-lahan dan berlangsung lama dan dalam waktu lebih dari enam

bulan.

Tabel 2

Perbedaan nyeri Akut dan Kronis

NO Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis


Nyeri
1. Pengalaman Satu kejadian Satu situasi, status ekstistensi
2. Sumber Sebab eksternal atau Tidak diketahui atau
penyakit dari dalam pengobatan yang terlalu lama
3. Serangan Mendadak Bisa mendadak, berkembang
dan terselubung
4. Waktu Sampai enam bulan Lebih dari enam bulan atau
bertahun- tahun
5. Pernyataan nyeri Daerah nyeri tidak Daerah nyeri sulit
diketahui dengan pasti dibedakan intensitasnya
6. Gejala-gejala Pola respon yang khas Pola respon yang bervariasi
klinis dengan gejala yang lebih
jelas
7. Pola Terbatas Berlangsung terus
8. Perjalanan Berkurang setelah Bertambah parah setelah
beberapa saat beberapa saat
Sumber. Barbara C, Long, 1989 dalam (Gebi, 2019)

21
4. Faktor yang mempengaruhi nyeri

Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan pasien dalam

mempersepsikan nyeri, yaitu :

1. Usia

Anak yang masih kecil memiliki perbedaan dengan orang

dewasa dalam mempersepsikan nyerinya. Anak kecil yang merasakan

nyeri belum dapat mengucapkan kata-kata mengenai nyerinya.

2. Jenis kelamin

Secara umum, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara

laki- laki dan wanita dalam persepsi nyeri. Hanya beberapa budaya

yang mengajarkan bahwa anak laki-laki harus lebih kuat ketika

merasakan nyeri.

3. Kebudayaan

Perawat sering berpendapat bahwa cara respon tiap pasien

dalam mempersepsikan nyeri itu sama. Sebagai contoh, apabila orang

yang sedang merintih atau menangis maka perawat akan

mempersepsikan bahwa klien merasakan nyeri dan membutuhkan

intervensi, akibatnya pemberian intervensi tidak sesuai. Ini terjadi

pada warga Meksiko, dimana warga Meksiko yang menangis keras

tidak selalu mempersepsikannya sebagai nyeri yang hebat.

4. Makna nyeri

Nyeri yang dirasakan setiap orang akan mempengaruhi cara

beradaptasi terhadap nyeri

22
5. Lokasi dan tingkat keparahan nyeri

Nyeri yang dirasakan pasien bervariasi, sesuai dengan tingkat

keparahannya. Begitu juga dengan kualitas nyeri, dimana pasien biasa

melaporkan nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri tumpul dan berdenyut.

6. Perhatian

Nyeri juga akan dipengaruhi oleh tingkat perhatian. Perhatian

yang meningkat akan menyebabkan respon nyeri bertambah.

Sedangkan dengan upaya distraksi dapat mengurangi nyeri. Teknik

inilah yang digunakan untuk terapi mengurangi nyeri, seperti

relaksasi, masase, teknik imajinasi terbimbing.

7. Ansietas

Ansietas yang dirasakan pasien berhubungan dengan

peningkatan persepsi nyeri klien

8. Keletihan

Keletihan yang dirasakan akan meningkatkan sensasi nyeri

9. Pengalaman sebelumnya

Seseorang yang pernah mengalami nyeri akan lebih mudah

dan siap mengantisipasi nyeri yang dirasakannya

10. Dukungan keluarga dan sosial

Dukungan dari keluarga, bantua dan perlindungan sangat

dibutuhkan oleh pasien yang merasakan nyeri.

5. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kebutuhan Rasa Nyaman (Nyeri)

a. Pengkajian keperawatan nyeri

Pengkajian pada masalah nyeri dapat dilakukan dengan melihat adanya

riwayat nyeri, keluhan nyeri seperti lokasi, intensitas, kualitas dan

23
waktu serangan terjadinya nyeri. Pengkajian nyeri dapat dilakukan

dengan menggunakan teknik PQRST:

a. P (Pemacu) : merupakan faktor yang menyebabkan berat

ringannya nyeri

b. Q (Quality) : Menanyakan rasa nyeri, apakah nyerinya seperti

rasa tajam, tumpul atau terasa tersayat

c. R (Region) : daerah/ lokasi terjadinya nyeri

d. S (Severity) : tingkat keparahan nyeri

e. T (Time) : lama nya serangan atau frekuensi nyeri. (Alimul,

2009).

Pengukuran nyeri dapat menggunakan beberapa skala, salah satu

alat untuk mengukur tingkat keparahan nyeri yaitu skala deskriptif

verbal yang lebih bersifat objektif. Skala ini merupakan sebuah garis

yang didalamnya terdapat beberapa kalimat pendeskripsian yang

tersusun dalam jarak yang sama sepanjang garis. Pada alat ukur ini,

diurutkan dari tidak ada nyeri sampai nyeri paling hebat. Perawat

meminta pada klien menunjukkan intensitas nyeri yang ia rasakan

dengan menunjukkan skala tersebut.

Gambar 2.1

Sumber : Hilya,2018

Pengukuran yang kedua adalah skala numerik, yang digunakan

sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam pengukuran ini,

diberikan skala 0-10 untuk menggambarkan keparahan nyeri. Angka 0


24
berati klien tidak merasakan nyeri, sedangkan angka 10

mengindikasikan nyeri paling hebat. Skala ini efektif digunakan

sebelum dan sesudah dilakukan intervensi terapeutik.

Skala intensitas nyeri numerik

Gambar 2.2

Sumber : Hilya,2018

Pengukuran yang ketiga adalah Skala analog visual, ini

merupakan alat pengukuran yang mewakili intensitas nyeri yang terus

menerus yang berbentuk garis lurus serta memiliki alat pendeskripsi

verbal disetiap ujungnya. Pada skala ini, memberikan kebebasan pada

pasien untuk mengidentifikasi tingkat keparahan nyeri yang di rasakan

klien.

Skala analog visual

Gambar 2.3

Sumber : Hilya,2018.

Dalam pengukuran skala nyeri, yang harus diperhatikan

perawat yaitu tidak boleh menggunakan skala tersebut sebagai

perbandingan untuk membandingkan skala nyeri klien. Hal ini karena

diakibatkan perbedaan ambang nyeri pada tiap-tiap individu. (Prasetyo,

2010).

b. Diagnosis keperawatan nyeri

Pengkajian pada masalah nyeri dapat dilakukan dengan melihat

adanya riwayat nyeri, keluhan nyeri seperti lokasi, intensitas, kualitas


25
dan waktu serangan terjadinya nyeri. Pengkajian nyeri dapat dilakukan

dengan menggunakan teknik PQRST:

a. P(Pemacu):merupakan faktor yang menyebabkan beratringannya

nyeri

b. Q(Quality):Menanyakan rasa nyeri, apakah nyerinya seperti rasa

tajam, tumpul atau terasa tersayat

c. R (Region) : daerah/ lokasi terjadinya nyeri

d. S (Severity) : tingkat keparahan nyeri

e. T (Time) : lama nya serangan atau frekuensi nyeri. (Alimul,

2009).

Pengukuran nyeri dapat menggunakan beberapa skala, salah

satualatuntuk mengukurtingkatkeparahannyeri yaitu skala deskriptif

verbal yang lebih bersifat objektif. Skala ini merupakan sebuah garis

yang didalamnya terdapat beberapa kalimat pendeskripsian yang

tersusun dalam jarak yang sama sepanjang garis. Pada alat ukur ini,

diurutkan dari tidak ada nyeri sampai nyeri paling hebat.Perawat

meminta pada klien menunjukkan intensitas nyeri yang ia rasakan

dengan menunjukkan skala tersebut.

c. Perencanaan keperawatan

Perencanaan yang dibuat untuk klien yang nyeri bertujuan

agar klien memenuhi hal-hal berikut :

a. LUARAN :

1) Tingkat nyeri

Dengan kriteria hasil :

(a) keluhan nyeri dari meningkat menjadi menurun

26
(b) meringis dari meningkat menjadi menurun

(c) gelisah dari meningkat menjadi menurun

(d) fokus dari memburuk menjadi membaik

Intervensi yang dapat dilakukan pada masalah nyeri diantaranya,

yaitu:

a. INTERVENSI

1) Manajemen nyeri

(a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas nyeri

(b) Identifikasi skala nyeri

(c) Identifikasi respon nyeri non verbal

(d) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa

nyeri (Mis. TENS, hipnosis, kompres hangat/dingin,

terapi musik,terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi

terbimbing, terapi bermain)

(e) jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

(f) Jelaskan strategi meredakan nyeri

(g) ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa

nyeri

(h) Kolaborasi pemberian analgetik, Jika perlu

d. Pelaksanaan (Tindakan Keperawatan)

Perawat dapat melakukan berbagai tindakan untuk

mengurangi rasa nyeri. Tindakan tersebut yaitu tindakan farmakologis

dan non farmakologis. Biasanya, untuk kembangan nyeri dapat

digunakan tindakan farmakologis. Nyeri yang sedang sampai berat dapat

27
menggunakan teknik non farmakologis, yang merupakan suatu

pelengkap yang efektif disamping tindakan utamanya yaitu

farmakologis. (Prasetyo,2010). Faktor lain yang dapat menambah nyeri

seperti ketidakpercayaan, ketakutan, kelelahan, dan bosan.Pada

nyeri,tingkat teknik-teknik yang dapat digunakan diantaranya:

a. Teknik latihan pengalihan

(1) Menonton tv

(2) Berbincang dengan orang lain

(3) Mendengarakan musik

(4) Teknik relaksasi nafas dalam

Anjurkan pasien untun menarik napas dalam dan

menghembuskan secara perlahan dan melemaskan otot-otot

tangan dan dilakukan berulang kali hingga memperoleh rasa

nyaman. Mekanisme relaksasi nafas dalam pada sistem

pernafasan berupa keadaan inspirasi dan ekpirasi yang

dilakukan sebanyak 6-10 kali pernapasan dan dapat dilakukan

setiap hari. Pernapasan ini dapat menyebabkan peningkatan

peregangan kardiopulmonari, yang mengakibatkan penurunan

denyut dan kecepatan jantung.

b. Pemberian obat analgetik

Obat analgetik digunakan untuk mengganggu atau memblok

transmisi stimulus sehingga mampu mengurangi rasa nyeri. Jenis

analgesik yang biasa digunakan yaitu narkotika dan bukan narkotika.

Untuk menurunkan tekanan darah dan depresi fungsi vital seperti

respirasi biasanya efek dari jenis narkotika. Obat yang dikenal di

28
masyarakat seperti aspirin, asitamenofen dan bahan antiinflamasi

nonsteroid merupakan jenis dari bukan narkotika. Aspirin memblok

rangsangan dan menghambat sintesis prostaglandin dengan khasiat

15- 20 menit dengan efek puncak obat sekitar 1-2 jam.

WHO mengkombinasikan penggunaan obat-obatan analgesik

dan obat adjuvan untuk mengontrol nyeri, dimana obat adjuvan yaitu

obat yang bertujuan untuk meningkatkan kemanjuran obat opiat, serta

menghilangkan gejala yang timbul dan dapat bertindak sebagai

analgesik pada nyeri. Untuk nyeri dengan skala ringan (1-3 pada

skala 0-10) direkomendasikan penggunana obat non opiat disertai

atau tanpa obat adjuvan, WHO merekomendasikan penggunaan

opiat lemah disertai atau tanpa non opiat serta diserati obat

adjuvan untuk nyeri pasien yang menetap atau skalanya meningkat

(4-6 nyeri skala sedang pada skala 0-10). Opiat kuat akan

diberikan apabila skala nyeri masih menetap atau bahkan meningkat,

non opiat dapat direruskan sedangkan obat adjuvan perlu

dipertimbangkan penggunaannya (AHCPR, 1994) dalam

(Prasetyo,2010).

e. Evaluasi keperawatan

Evaluasi dinilai melalui kemampuan respon nyeri pasien,

diantaranya hilangnya perasaan nyeri, intensitas nyeri menurun, respon

fisiologis yang baik, serta kemampuan pasien melakukan aktifitas sehari-

hari.

29
C. Analisis Tindakan Keperawatan : Penerapan Teknik napas Dalam

Terhadap Nyeri

1) Definisi

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien

bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan

inspirasi secara maksimal) dan bagaimana mengembuskan nafas secara

perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi

nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan

oksigenasi darah (Smeltzer & Bare cit Yusrizal, 2012). Teknik relaksasi

nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam

hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan

nafas dalam, nafas lambat (menahan ispirasi secara maksimal) dan

bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Relaksasi bertujuan

untuk membuat tubuh menjadi rileks, menciptakan kenyamanan batin

dan mengurangi kecemasan. Dengan demikian detak jantung

menjadi teratur mengurangi tekanan darah sehingga dapat

mengurangi rasa nyeri akut maupun kronis. (Hipnotis Pendidikan, 2008).

Sementara menurut (Smeltzer & Bare, 2002) menyatakan bahwa

tujuan dari teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk

meningkatkan ventrikel alveoli, memelihara pertukaran gas,

mencegah atelektasi paru, meningkatkan efisiensi batuk mengurangi

stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan

menurunkan kecemasan.

30
Manfaat teknik nafas dalam diantaranya :

a) Ketentraman hati

b) Berkurangnya rasa cemas, khawatir dan gelisah

c) Tekanan darah dan ketegangan jiwa menjadi rendah

d) Detak jantung lebih rendah

e) Mengurangi tekanan darah

f) Meningkatkan keyakinan

g) Kesehatan mental menjadi lebih baik

(Melinda,2021:42)

2) Batasan karakteristik

a) Tanda mayor

Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif

1. Tampak meringis

2. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)

3. Gelisah

4. Frekuensi nadi meningkat

5. Sulit tidur

b) Tanda Minor

Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif

1. Tekanan darah meningkat

2. Pola napas berubah

31
3. Nafsu makan berubah

4. Proses berpikir terganggu

5. Menarik diri

6. Berfokus pada diri sendiri

7. Diaforesis

3) Faktor yang berhubungan

a) Kondisi pembedahan

b) Cedera traumatis

c) Infeksi

d) Sindrom koroner akut

e) Glaukoma

Sumber : Buku standar diagnosa keperawatan indonesia

4) Prosedur teknik relaksasi nafas dalam

Menurut Potter dan Perry (2010), langkah-langkah teknik relaksasi

nafas dalam yaitu :

a. Ciptakan lingkungan tenang, usahakan tetap rileks dan tenang.

b. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan

udara melalui hitungan 1, 2, 3 perlahan-lahan udara dihembuskan

melalui mulut sambil merasakan ekstremitas atas dan bawah

rileks.

c. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali, menarik nafas

lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara

perlahan-lahan.

32
d. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks, usahakan agar tetap

konsentrasi / mata sambil terpejam, pada saat konsentrasi

pusatkan pada daerah nyeri.

e. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa

berkurang.

f. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5

kali.

g. Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas dangkal dan

cepat

(Melinda, 2021:43-44)

5) Penerapan relaksasi napas dalam terhadap tingkat nyeri

Menurut Majid et al, (2011) Teknik relaksasi nafas dalam

mampu menurunkan nyeri, hal ini terjadi karena relatif kecilnya peran

otot-otot skeletal dalam nyeri pasca operasi atau kebutuhan pasien

untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam. Setelah dilakukan

teknik relaksasi nafas dalam terdapat hormon yang dihasilkan yaitu

hormon adrenalin dan hormon kortison. Kadar PaCO2 akan

meningkat dan menurunkan PH, sehingga akan meningkatkan kadar

oksigen dalam darah.

Hal ini sama seperti studi kasus yang dilakukan oleh

Kurniawan, A (2013) dari data yang didapatkan Ny S mengalami

nyeri akut dengan skala 5 setelah dilakukan intervensi dengan

pemberian teknik relaksasi nafas dalam maka nyeri yang dialami Ny

S berkurang menjadi skala 3.

33
Penelitian lain juga dilakukan oleh Mulyadi (2015) mengenai

pengaruh terapi relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri kepala

didapatkan hasil nyei kepala pada kedua kelompok sebelum dilakukan

intervensi (pretest) baik kelompok eksperimen maupun kelompok

kontrol. Kelompok eksperimen mengalami nyeri pada kategori sedang

yaitu 17 responden, nyeri ringan 1 responden dan pada kelompok

kontrol 16 responden nyeri sedang, 2 responden nyeri ringan.

Kemudian setelah dilakukan intervensi (postest) sebagian responden

mengalami nyeri ringan yaitu 12 responden, tidak nyeri 1

responden, dan sisanya mengalami nyeri sedang yaitu 5 responden.

Sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar masih mengalami

nyeri sedang sebesar 13 responden dan sisanya mengalami nyeri

ringan sebesar 5 responden. Hasil dari evaluasi keperawatan mayoritas

responden mengatakan rasa nyeri berkurang. Menurut Mulyadi

(2015) Teknik relaksasi yang efektif dapat menurunkan denyut

jantung, mengurangi tekanan darah, mengurangi tension headache,

menurukan ketegangan otot, meningkatkan kesejahteraan dan

mengurangi tekanan gejala pada individu. yang mengalami berbagai

situasi.

34
BAB III
METODOLOGI PENULISAN

A. Rancangan Studi Kasus

Dalam studi kasus ini, penulis menggunakan desain penelitian dengan

menggunakan metode deskriptif, yaitu penelitian yang digunakan terhadap

sekumpulan objek dengan tujuan utama untuk memberikan pemahaman

tentang studi dan menganalisis lebih mendalam tentang asuhan keperawatan

pada pasien TCR dengan gangguan kebutuhan rasa nyaman di RSUD

Bahteramas Kota Kendari.

B. Subjek studi kasus

Jumlah klien yang di ambil penulis untuk dijadikan subjek studi kasus

sebanyak satu orang. Subjek studi kasus dalam penelitian ini adalah individu

dengan diagnose medis TCR. Adapun kriteria subjek studi kasus adalah :

1. Kriteria inklusi

a) Individu penderita TCR di Ruang perawatan Laika waraka RSUD

Bahteramas

b) Pasien yang bersedia menjadi responden/ menjadi subjek studi dan

informed consent

c) Pasien yang kooperatif

d) Mampu membaca/menulis

2. Kriteria ekslusi

a) Individu yang bukan penderita TCR

b) Pasien yang tidak bersedia menjadi subjek studi dan informed

consent
35
C. Waktu dan tempat studi kasus

Studi kasus ini dilaksanakan tanggal 15 sampai 18 Februari 2021 di

Ruang Laika Waraka RSUD Bahteramas Kota Kendari

D. Fokus studi kasus

1. Asuhan keperawatan pada pasien TCR dengan gangguan kebutuhan rasa

nyaman (nyeri)

2. Penerapan teknik non farmakologi(teknik relaksasi, yaitu napas dalam)

pada pasien TCR

E. Definisi operasional

1. Trauma capitis merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,

tengkorak, dan otak. Dikatakan trauma capitis ringan apabila tingkat

kesadaran menurut skala glaslow yaitu 13-15 dan di diagnosa dokter TCR.

2. Nyeri adalah rasa tidak nyaman atau perasaan tidak menyenangkan yang

disebabkan karena agen pencedera fisik, fisiologi ataupun kimiawi, diukur

berdasarkan skala 0-10

3. Kebutuhan rasa nyaman adalah suatu kebutuhan akan ketentraman (suatu

kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan

(kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang

melebihi masalah dan nyeri).

4. Teknik relaksasi nafas dalam yaitu pernafasan abdomen dengan frekuensi

lambat atau perlahan, berirama dan nyaman dilakukan dengan menarik

nafas secara perlahan melalui hidung dan dihembuskan secara perlahan

melalui mulut.

36
F. Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Menurut potter dan perry (2010), langkah-langkah teknik relaksasi

nafas dalam yaitu :

a. Ciptakan lingkungan tenang, usahakan tetap rileks dan tenang.

b. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara

melalui hitungan 1, 2, 3 perlahan-lahan udara dihembuskan melalui

mulut sambil merasakan ekstremitas atas dan bawah rileks.

c. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali, menarik nafas lagi

melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara perlahan-

lahan.

d. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks, usahakan agar tetap

konsentrasi / mata sambil terpejam, pada saat konsentrasi pusatkan

pada daerah nyeri.

e. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang.

f. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.

g. Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas dangkal dan cepat

(Melinda,2021:43-44)

G. Pengumpulan data

1. Data primer

Data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian. Data primer ini

diperoleh melalui dua cara, yaitu :

1) Wawancara

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data secara lisan dari

seorang responden atau sasaras peneliti, atau bercakap-cakap dan

berhadapan muka dengan orang tersebut.

37
2) Observasi

Prosedur terencana meliputi : melihat, mencatat jumlah data, syarat-

syarat tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti.

a. Pemeriksaan fisik

Psemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui keadaan fisik pasien

(1) Inspeksi

Proses observasi yang dilakukan dengan menggunakan indera

penglihatan, pandangan dan penciuman sebagai alat untuk

mengumpulkan data.

(2) Palpasi

Pemeriksaan seluruh bagian tubuh yang dapat terabah untuk

mendeteksi adanya kelainan atau tidak

(3) Perkusi

Mengetuk permukaan tubuh

(4) Auskultasi

Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan mendengarkan

menggunakan stetoskop.

2. Data sekunder

Data pasien TCR yang diperoleh dari pihak lain selain dari pasien itu

sendiri. Seperti rekam medik/dokumen pasien, keluarga pasien, Perawat,

Dokter atau data yang diperoleh dari orang yang melakukan penelitian

sebelumnya Di RSUD Bahteramas Kota Kendari

Adapun prosedur pengumpulan data yaitu :

38
1. Persiapan

a. Mengajukan ijin pengambilan data awal di ruang perawatan laika

waraka RSUD Bahteramas Kota Kendari

b. Memberikan surat ijin penelitian ke RSUD Bahteramas Kota

Kendari untuk mendapat persetujuan melakukan penelitian.

c. Menentukan responden Tn. L sebagai subjek penelitian sesuai

kriteria inklusi.

d. Memberikan penjelasan kepada responden tentang maksud, tujuan,

dan waktu yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian ini.

2. Pelaksanaan

a. Peneliti dan subjek studi kasus menyiapkan tempat untuk

melakukan studi kasus.

b. Peneliti menjelaskan prosedur studi kasus kepada responden.

c. Menciptakan suasana yang akrab dengan subjek penelitian.

d. Peneliti melakukan wawancara dan observasi sesuai dengan waktu

yang telah disepakati bersama subjek studi kasus.

e. Pelaksanaan studi kasus ini dilakukan setiap hari.

3. Evaluasi

Peneliti melakukan pengolahan dengan data yang sudah didapat

selama dinas di RSUD Bahteramas Kota Kendari

H. Penyajian data

1. Analisa data

Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan pengelolaan data yang telah

didapatkan.

39
2. Penyajian data

Data pada studi kasus disajikan dalam bentuk tekstural, yaitu penyajian

data berupa tulisan atau narasi.

H. Etika Penelitian

Etika penelitian adalah pedomanyang digunakan dalam setiap

penelitian atau studi kasus yang melibatkan berbagai pihak, yaitu pihak peneliti

dan pihak yang diteliti dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil

studi kasus tersebut. Sebelum melakukan studi kasus, terlebih dahulu peneliti

mendapat rekomendasi dari institusi untuk mengajukan permohon ijin kepada

Institusi/Lembaga tempat penelitian. Dalam melaksanakan penelitian ini

penulis menekankan masalah etika yang meliputi:

1. Lembar persetujuan (informed consent)

Informed consent merupakan bentuk lembar pesetujuan yang

diberikan peneliti dan responden penelitian. Informed consent ini

diberikan sebelum studi kasus dilakukan. Tujuan informed consent adalah

agar subjek mengerti maksud dan tujuan studi kasus, mengetahui

dampaknya. Jika subjek bersedia, maka informed consent tersebut harus

ditanda tangani. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus

menghormati hak pasien. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed

consent tersebut antara lain: partisipasi responden, tujuan dilakukannya

tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan,

potensial yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah

dihubungi, dan lain-lain

40
2. Tanpa nama (Anonimity)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek studi kasus dengan cara tidak

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil studi kasus

yang akan disajikan (Hidayat, 2008). Untuk menjaga kerahasiaan subyek

studi kasus, maka pada lembar yang telah diisi oleh responden, penulis

tidak mencantumkan nama secara lengkap, responden cukup

mencantumkan nama inisial saja.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil studi

kasus, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi

yang telah dikumpulkan akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, dan

hanya data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset. Peneliti telah

menjelaskan bahwa data yang diperoleh akan dijaga kerahasiaannya.

(Hilya,2018)

41
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Pengkajian

1. Data demografi

1) Biodata

a) Nama : Tn. L

b) Usia : 44 Tahun

c) Jenis kelamin : Laki-laki

d) Alamat : Desa Lasosodoh

e) Suku/bangsa : Muna/ Indonesia

f) Status perkawinan : Duda

g) Agama : Islam

h) Pekerjaan : Tani

i) Diagnosa medik : Trauma Capitis Ringan (TCR)

j) No. rekam medik :581132

k) Tanggal masuk :12 Februari 2021, jam 21.00

l)Tanggal pengkajian :15 Februari 2021, jam 11.00

2) Penanggung jawab

a) Nama : Tn. E

b) Usia :26 tahun

c) Jenis kelamin : laki-laki

d) Pekerjaan : Buruh

e) Hubungan dengan pasien: Anak

42
2. Keluhan utama

Pasien mengalami benturan pada kepala mengakibatkan kehilangan

kesadaran saat kecelakaan. Berdasarkan data rekam medis terdapat

luka robek dengan ukuran 4x1 cm pada kepala belakang, dan

pendarahan melalui telinga.

3. Keluhan saat dikaji

Pasien mengatakan nyeri kepala sebelah kanan, nyeri terasa sampai

telinga kanan.

4. Riwayat keluhan

1) Penyebab/faktor pencetus : Kecelakaan lalulintas

2) Sifat keluhan : Hilang Timbul

3) Lokasi dan penyebarannya : Kepala sebelah kanan menjalar

hingga telinga kanan

4) Skala keluhan : Skala nyeri 5 (nyeri sedang)

5) Mulai dan lamanya keluhan : Pasien mengatakan nyeri sejak

kecelakaan 3 hari yang lalu

6) Hal-hal yang memperberat/ meringankan: pasien mengatakan

nyeri bertambah jika bergerak atau mengganti posisi

5. Riwayat kesehatan masa lalu

1) Apakah pernah menderita penyakit yang sama :

Keluarga mengatakan pasien tidak pernah menderita penyakit

yang sama sebelumnya dan tidak pernah dirawat di rumah sakit.

2) Riwayat alergi

Pasien mengatakan tidak menderita alergi makanan, minuman

dan zat obat

43
3) Kebiasaan/ketergantungan terhadap zat

a) Merokok :

Pasien mengatakan masih merokok 2 kali sehari

b) Minuman alkohol

Pasien mengatakan tidak mengkonsumsi minuman

beralkohol

c) Minum kopi

Pasien mengatakan tiap hari meminum kopi, 1-2 gelas sehari

d) Minum obat-obatan

Pasien mengatakan tidak mengkonsumsi obat-obatan

6. Riwayat kesehatan keluarga

1) Bagan genogram

= meninggal

= perempuan = laki-laki

= Pasien ? = Umur tidak diketahui


44
7. Riwayat kesehatan anggota keluarga

Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita

penyakit yang sama dengan pasien dan anggota keluarga tidak

menderita penyakit menular.

8. Pemeriksaan fisik

1) Tanda-tanda vital

a) Tekanan darah : 120/60 mmHg

b) Pernapasan : 20 kali/menit

c) Suhu : 36,0 oC

d) Nadi : 90 kali/menit

2) Kepala

a) Bentuk kepala : Simetris

b) Keadaan kulit kepala : luka pada kepala

bagian belakang. Ukuran luka 4x1 cm. Luka

nampak memerah.

c) Nyeri kepala/pusing : Terdapat nyeri kepala

d) Distribusi rambut :Distribusi rambut merata

e) Rambut mudah tercabut : Rambut tidak mudah tercabut

f) Alopesia : Tidak terdapat alopesia

g) Lain-lain : Luka jahitan di belakang kepala

dengan ukuran 4x1 cm. Kondisi luka nampak memerah

3) Telinga

a) Kesimetrisan : telinga nampak simetris

b) Secret : terdapat sekret

c) Serumen : terdapat bekuan darah

45
d) Ketajaman pendengaran : Telinga Kanan tidak dapat

mendengar. Telinga Kiri mampu mendengar

e) Tinnitus : tidak ada tinnitus

f) Nyeri : Nyeri pada telinga kanan

4) Mulut

a) Fungsi berbicara: Normal

b) Keadaan gigi : lengkap

5) Sistem saraf

a) Tingkat kesadaran :Composmentis

b) Koordinasi : Koordinasi kurang. Terlihat saat pasien

diarahkan menggerakkan tangan ke atas kanan. Pasien justru

menggerakkan tangan kiri.

c) Memori : Baik. Terlihat saat perawat menanyakan riwayat

kecelakaan

d) Orientasi :Baik. Klien dapat mengetahui hari dan jam.

e) Konfusi : tidak ada

f) Keseimbangan :pasien tidak dapat mempertahankan

keseimbangan saat duduk dan berjalan.

g) Kelumpuhan : Tidak ada kelumpuhan

h) Gangguan sensasi : tidak ada

i) Kejang-kejang : keluarga mengatakan kadang pasien

kejang

6) Ekstremitas

a) Lesi : Nampak lesi (luka lecet)

b) Luka : Nampak luka dijari kelingking ukuran 3 cm

46
c) Deformitas sendi : tidak ada

d) Pergerakan : Pergerakan lambat. Pasien

membutuhkan bantuan keluarga saat bangun atau duduk

e) Kekuatan otot : Baik

5 5

5 5

9. Pengkajian Kebutuhan Dasar

a) Kebutuhan kenyamanan

1) Keluhan nyeri : Klien mengatakan nyeri kepala sebelah kanan

menjalar hingga telinga kanan

2) Pencetus nyeri : Benturan pada kepala saat kecelakaan lalulintas

3) Faktor yang meringankan : Pasien mengatakan nyeri terasa

berkurang saat telah diberi obat oleh perawat. Dan jika nyeri

timbul pasien lebih sering tidur dan berbaring ke kanan untuk

meringankan nyeri.

4) Karakterisitk nyeri : Nyeri terasa berdenyut-denyut

5) Intensitas nyeri : Nyeri hilang timbul

6) Pengaruh nyeri terhadap aktivitas : Pasien kesulitan melakukan

aktivitas sehari-hari, dan seluruh aktivitas pasien dibantu oleh

keluarga

10. Tindakan medik/ pengobatan

1) IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm

2) IJ. Ranntidin 1ap 1x1

3) IJ. Cefriaxon 1 Gr 1x1

4) Asam Traneksamad 1 Gr 1x1

47
5) Paracetamol 2x1 10mg/ml

6) IJ. Piracetam 3gr 3x1 (pagi,siang, dan malam)

7) IJ. Ketorolac 1ap 1x1 (siang)

11. Pemeriksaan diagnostik

1) Laboratorium :

Darah lengkap

Tabel 4.1

Hasil pemeriksaan darah lengkap

Tanggal 12/02/2021

Hasil Rujukan
WBC 10.00 109/L 5.00-11.60
LYM 1.36 109/L 1.30-4.00
MID 0,10- 109/L 0.30-1.00
GRA 8,54+ 109/L 2.40-7.60
RBC 4,30 1012/L 3.79-5.75
HGB 11,8 9/L 11.5-17.3
HCT 33,14-% 34.00-53.90
MCHC35,5+ 9/DL 27.5-32.4
RDWS 34,6-FL 36.2-49.7
RLT 218109/L 150-400
PCT 0,17 % 0.16-0.36
MPV 7.8- 8.3-12.1
PDWs 10.4- 11.1-19.7
PDWc 37.2-% 37.8-43.6
PLCC 42-109/L 55-139
PLCR 19.09-% 25.30-53.80
LYSE 0.90 ML
PrvW 264/267
PrVR 318/321

2) CT Scan Kepala, hasil :

a) Hematoma intracerebri dan kontusio cerebri daerah frontal

lobe bilateral, subdural hematoma daerah occipital lobe

kanan dan subgalealhematoma bagian parietal lobe,

hematoma telinga tengah dan hemamostoid kanan

48
b) Sinusitis maxillaries bilateral

c) Concha buliosa kanan dan deviasi septi nasi ke kanan

d) Fraktur Os. Temporal kanan dan fraktur diastesis lambdoid

kanan

2. Analisa data

Data Etiologi problem


DS : Agen pencedera Nyeri akut
(1) Pasien mengatakan nyeri pada kepala sebelah fisik b/d Agen
kanan, nyeri menjalar hingga telinga kanan (kecelakaan Pencedera
(2) Pasien mengatakan nyeri seperti berdenyut-denyut lalulintas) Fisik
(3) Pasien mengatakan skala nyeri 5(nyeri sedang)
(4) Pasien mengatakan nyeri semakin bertambah bila
bergerak
(5) Pasien mengatakan nyeri hilang timbul Trauma kepala
DO : (fraktur basis +
(1) Nampak pasien meringis luka robek
(2) Nampak pasien gelisah kepala oksipital)
(3) Nampak pasien tidak fokus saat ditanya
(4) Nampak pasien lebih banyak berbaring
(5) Nampak pasien berbaring dengan sesekali
memegang dan memijat kepalanya Peningkatan
(6) Nampak jahitan di kepala belakang ukuran 4x1 cm suplai darah
(7) Nampak banyak luka lecet di ekstremitas daerah trauma
(8) Nampak luka ukuran 3 cm di jari kelingking
(9) Nampak bekuan darah di telinga kanan
(10) Tanda-tanda vital :
TD : 120/60 mmHg
Nadi : 90x/menit Peningkatan
RR : 20x/menit permeabilitas
Suhu : 36,0 oC kapiler
(11) Pemeriksaan diagnostik
CT Scan Kepala, hasil :
(1) Hematoma intracerebri dan kontusio cerebri
daerah frontal lobe bilateral, subdural Vasodilatasi
hematoma daerah occipital lobe kanan dan arterial
subgalealhematoma bagian parietal lobe,
hematoma telinga tengah dan hemamostoid
kanan
(2) Sinusitis maxillaries bilateral Edema otak
(3) Concha buliosa kanan dan deviasi septi nasi
ke kanan
(4) Fraktur Os. Temporal kanan dan fraktur
diastesis lambdoid kanan
Nyeri akut
49
3. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Perencanaan Tindakan

1 Nyeri Setelah dilakukan Manajemen nyeri


akut b.d tindakan keperawatan
agen selama 3x24jam maka Observasi :
pencedera tingkat nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
fisik dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas,
1. keluhan nyeri dari intensitas nyeri
cukup meningkat 2. Identifikasi skala nyeri
menjadi menurun 3. Identifikasi respon nyeri non
2. meringis dari cukup verbal
meningkat menjadi Teraupetik :
menurun 4. Berikan teknik non farmakologis
3. gelisah dari cukup untuk mengurangi rasa nyeri
meningkat menjadi (Teknik relaksasi nafas dalam)
menurun Edukasi
4. fokus dari cukup 5. Jelaskan penyebab, periode, dan
memburuk menjadi pemicu nyeri
membaik 6. Jelaskan strategi meredakan nyeri
7. Ajarkan teknik non farmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

50
4. Implementasi Keperawatan

No Hari/tanggal Jam Implementasi Evaluasi


1 Selasa , 11.00 1. Mengidentifikasi lokasi, S : pasien
16 Februari karakteristik, durasi, frekuensi, mengatakan nyeri
2021 kualitas, intensitas nyeri pada kepala bagian
2. Mengidentifikasi skala nyeri kanan dan menjalar
3. Mengidentifikasi respon nyeri hingga telinga
non verbal kanan. pasien
4. Memberikan teknik non mengatakan skala
farmakologis untuk nyeri 5. Pasien
mengurangi rasa nyeri (teknik mengatakan nyeri
relaksasi napas dalam) seperti berdenyut-
5. Menjelaskan penyebab, denyut
periode, dan pemicu nyeri
6. Menjelaskan strategi O : pasien Nampak
meredakan nyeri meringis karena
7. Mengajarkan teknik non nyeri.
farmakologi untuk mengurangi A : masalah belum
rasa nyeri(teknik relaksasi teratasi
napas dalam) P : intervensi
8. berkolaborasi pemberian 1,2,3,4,6,7,8
analgetik dilanjutkan

2 Rabu, 17 10.00 1. Mengidentifikasi lokasi, S : pasien


Februari karakteristik, durasi, frekuensi, mengatakan nyeri
2021 kualitas, intensitas nyeri mulai berkurang
2. Mengidentifikasi skala nyeri dengan skala nyeri 3
3. Mengidentifikasi respon nyeri
non verbal O : Nampak pasien
4. Memberikan teknik non meringis, nampak
farmakologis untuk pasien sulit
mengurangi rasa nyeri (teknik berkonsentrasi
relaksasi napas dalam)
5. Menjelaskan strategi A :masalah
meredakan nyeri belum teratasi
6. Mengajarkan teknik non
farmakologi untuk mengurangi P : intervensi
rasa nyeri(teknik relaksasi dilanjutkan
napas dalam)
7. berkolaborasi pemberian
analgetik
3 Kamis, 18 11.00 1. Mengidentifikasi lokasi, S : pasien
Februari karakteristik, durasi, frekuensi, mengatakan dapat
51
2021 kualitas, intensitas nyeri menerapkan teknik
2. Mengidentifikasi skala nyeri relaksasi napas
3. Mengidentifikasi respon nyeri dalam saat nyeri
non verbal timbul. Pasien
4. Memberikan teknik non mengatakan nyeri
farmakologis untuk menurun dengan
mengurangi rasa nyeri (teknik skala 2 (nyeri ringan
relaksasi napas dalam)
5. Menjelaskan strategi O : pasien namapak
meredakan nyeri dapat melakukan
6. Mengajarkan teknik non teknik relaksasi
farmakologi untuk mengurangi napas dalam saat
rasa nyeri(teknik relaksasi nyeri timbul. Pasien
napas dalam) nampak lebih fokus
7. berkolaborasi pemberian
analgetik A : masalah teratasi

P : intervensi
dihentikan

B. Pembahasan

Pada bab sebelumnya, penulis telah menjabarkan permasalahan tentang

kasus TCR khususnya pada pemenuhan kebutuhan rasa nyaman yaitu dimana

klien mengalami perasaan tidak nyaman (nyeri) karena benturan pada kepala

akibat kecelakaan motor. Sedangkan tujuan kasus diperoleh melalui studi

langsung pada Tn. L dengan kasus TCR pada tanggal 15 februari 2021 di ruang

perawatan laika waraka RSUD Bahteramas Kendari. Selama penulis

melakukan asuhan keperawatan pada pasien tersebut, penulis mengacu pada

pendekatan keperawatan yang meliputi : pengkajian keperawatan, diagnosa

keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian

Pada tahap pengkajian yang dilakukan pada pasien tersebut yaitu

penulis melakukan pengkajian dengan menggabungkan format pengkajian

rasa nyaman (nyeri) dengan pengkajian kebutuhan dasar manusia dan

52
pengkajian fisik, yaitu tentang biodata pasien (nama, umur, suku, alamat,

pendidikan, agama, pekerjaan), menanyakan keluhan utama, riwayat

terjadinya nyeri, melakukan melakukan pengukuran skala nyeri dengan

menggunakan skala nyeri deskriptif atau Verbal Descriptor Scale.

Pasien berinisial Tn. L umur 44 tahun seorang laki-laki yang

bekerja sebagai petani. Pasien mengalami kecelakaan lalulintas. Sebelum

dibawa ke RSUD Bahteramas pasien sempat pingsan. Pasien di diagnosa

mengalami Trauma Kepala Ringan (TCR) ditandai dengan pasien

mengeluh nyeri pada kepala menjalar hingga telinga dengan skala nyeri

5(nyeri sedang), Berdasarkan data rekam medis pasien terdapat luka robek

dengan ukuran 4x1 cm dan pendarahan melalui telinga. Saat penulis

melakukan pemeriksaan fisik terdapat luka jahitan pada kepala bagian

oksipital dengan ukuran 4 x 1 cm, bekuan darah pada telinga kanan,

nampak pasien meringis dengan sesekali memegang kepalanya. Tingkat

kesadaran pasien composmentis GCS 14 (E3, V5, M6). Nafsu makan klien

menurun dan menghabiskan porsi makan sebanyak ½ saja. Tanda-tanda

vital pasienTD: 120/60mmHg, Nadi :90x/menit,RR: 20x /menit, Suhu:

36,0 oC

Diagnosa keperawatan yang pertama timbul pada klien adalah

Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik, karena pada saat

pengkajian didapatkan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada kepala

bagian kanan menjalar hingga telinga, pasien mengatakan skala nyeri 5

(Nyeri sedang). Masalah ini perlu diangkat, agar nyeri pada klien dapat

berkurang atau hilang. Intervensi yang diberikan untuk mengatasi nyeri

akut pada cedera kepala ringan dengan teknik relaksasi napas dalam efektif

53
menurunkan nyeri, Relaksasi ini bertujuan untuk mengatasi atau

menurunkan kecemasan, menurunkan ketegangan otot dan tulang, serta

mengurangi nyeri dan menurunkan ketegangan otot yang berhubungan

dengan fisiologis tubuh (Kozier, 2010).

2. Diagnosa keperawatan

Pada masalah keperawatan khususnya pada kasus cedera kepala

secara teori terdapat 4 diagnosa keperawatan yaitu :

a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik

b. Risiko perfusi jaringan serebral b.d cedera kepala

c. Gangguan rasa nyama b.d gejala penyakit

d. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d kurang terpapar informasi

tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas jaringan.

Berdasarkan kondisi klinis terkait dalam buku Standar Diagnosa

Keperawatan Indonesia (SDKI), diganosa gangguan rasa nyaman

ditegakkan apabila rasa tidak nyaman muncul tanpa ada cedera jaringan.

Apabila ketidaknyamanan muncul akibat kerusakan jaringan, maka

diagnosa yang disarankan ialah nyeri akut atau nyeri kronis. (sumber

:Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, 2016). Pada teori dijelaskan

bahwa penyebab terjadinya nyeri pada pasien TCR yaitu benturan pada

kepala mengakibatkan Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi

bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun

otak itu sendiri.

Oleh karena itu, Berdasarkan data yang didapatkan pada Tn.L

muncul diagnosa keperawatan dengan data pendukung, yaitu

54
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik. Ditandai dengan pasien mengeluh

nyeri , nampak pasien meringis dan gelisah. Tanda-tanda vital pasien:

a. TD : 120/60 mmHg

b. Nadi : 90x/menit

c. RR : 20x/menit

d. Suhu : 36,0 oC

3. Intervensi keperawatan

Pada tahap intervensi ditetapkan tujuan dan kriteria hasil yang akan

dicapai selama melakukan asuhan keperawatan. Intevensi keperawatan

disusun berdasarkan diagnosa yang telah ditetapkan dari hasil pengkajian

keperawatan pada Tn. L dengan TCR.

Label intervensi yang digunakan adalah manajemen nyeri dengan

rencana tindakan yang dilakukan pada pasien yaitu identifikasi lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, identifikasi skala

nyeri, identifikasi respon nyeri non verbal, berikan teknik nonfarmakologi

untuk mengurangi nyeri, jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri,

jelaskan strategi meredakan nyeri, kolaborasi pemberian analgetik jika

perlu. Adapun tindakan mandiri yang dilakukan adalah pemberian teknik

relaksasi nafas dalam, dimanana tujuan dari teknik ini untuk menurunkan

nyeri yang dirasakan pasien. tujuan ini juga sesuai dengan tujuan yang

ditetapkan oleh teori yaitu melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan

menggunakan teknik relaksasi napas dalam.

Relaksasi bertujuan untuk mengatasi atau menurunkan kecemasan,

menurunkan ketegangan otot dan tulang, serta mengurangi nyeri dan

menurunkan ketegangan otot yang berhubungan dengan fisiologis tubuh

55
(Kozier, 2010). Teknik relaksasi napas dalam mampu menurunkan nyeri,

hal ini terjadi karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal dalam nyeri

pasca operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi

napas dalam (Majid ,2011). Setelah dilakukan teknik relaksasi napas

dalam terdapat hormon yang dihasilkan yaitu hormon adrenalin dan

hormon kortison. Kadar PaCO2 akan meningkat dan menurunkan PH,

sehingga akan meningkatkan kadar oksigen dalam darah (Majid et al,

2011).

4. Implementasi

Implementsasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari intervensi

keperawatan yang telah disusun pada tahap intervensi. Setelah rencana

tindakan ditetapkan, maka dilanjutkan dengan melakukan rencana

tersebut dalam bentuk nyata, sebelum diterapkan kepada pasien dan

keluarga pasien agar tindakan yang akan diberikan dapat disetujui

pasien dan keluarga pasien, sehingga seluruh rencan tindakan asuhan

keperawatan sesuai dengan masalah yang dihadapi pasien.

Implementasi keperawatan dilaksanakan selama 3 hari dimulai

tanggal 16-18 Februari. Pelaksanaan tindakan keperawatan yang

dilakukan yaitu mengajarkan teknik relaksasi napas dalam yang dilakukan

selama 3 hari, disertai mengidentifikasi lokasi,karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas, skala, dan respon nyeri non verbal.

Pada teori dijelaskan bahwa biasanya, untuk nyeri skala yang

ringan tindakan non farmakologis merupakan tindakan intervensi yang

paling utama. Sedangkan untuk mengantisipasi perkembangan nyeri dapat

digunakan tindakan farmakologis. Nyeri yang sedang sampai berat dapat

56
menggunakan teknik non farmakologis, yang merupakan suatu pelengkap

yang efektif disamping tindakan utamanya yaitu farmakologis. (Prasetyo,

2010). Dari teori tersebut tidak terdapat kesenjangan mengenai intervensi

yang dilakukan perawat, dimana hasil pengkajian tersebut

memperlihatkan bahwa skala nyeri pasien yaitu skala nyeri 5, yang

termasuk dalam kategori sedang. Sedangkan penyebab nyeri, yaitu TCR

juga harus diberikan tindakan farmakologi guna untuk mencegah adanya

peningkatan nyeri yang terjadi, tindakan farmakologi yang diberikan yaitu

pemberian IJ. Ketorolac 1ap 1x1 untuk meredakan nyeri dan peradangan.

5. Evaluasi keperawatan

Dari diagnosa keperawatan yang penulis tegakkan sesuai dengan

apa penulis temukan dalam melakukan asuhan keperawatan kurang lebih

sudah mencapai perkembangan yang lebih baik dan optimal.

Implementasi dilakukan selama 3 hari sejak tanggal 16 samapi 18

Februari 2021, dimana tindakan yang dilakukan sesuai dengan

perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga dapat tercapai

sesuai dengan tujuan asuhan keperawatan.

Pada hari pertama sebelum dilakukan tindakan keperawatan

relaksasi napas dalam pasien mengeluh nyeri dengan skala nyeri

5(sedang), setelah dilakukan tindakan relaksasi napas dalam sampai hari

kedua, nyeri pasien mengalami penurunan, yaitu dengan skala 3. Skala

nyeri pasien mengalami penurunan hingga mencapai skala 2 nyeri pada

hari ke tiga. Penurunan skala nyeri ini disebabkan karena pemberian

terapi farmakologis yang disertai terapi nonfarmakolgis dan kemampuan

menggunakan napas dalam yang baik oleh pasien. Dimana lama waktu

57
pemberian latihan napas dalam ini selama 5 menit dalam sehari secara

terbimbing bersama penulis. Relaksasi napas dalam ini juga dilakukan

pasien secara mandiri ketika merasa nyeri ataupun gelisah.

Setelah dilakukan pengamatan selama 3 hari didapatkan evaluasi

pasien pada hari ke 3 yaitu nyeri pada kepala bagian kanan sudah

berkurang, pasien Nampak tenang, pasien Nampak tidak meringis, skala

nyeri 2, masalah teratasi, intervensi dihentikan. Penurunan skala nyeri

dengan menggunakan teknik relaksasi napas dalam juga dibuktikan oleh

teori yang menjelaskan bahwa Teknik relaksasi nafas dalam mampu

menurunkan nyeri, hal ini terjadi karena relatif kecilnya peran otot-otot

skeletal dalam nyeri pasca operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan

teknik relaksasi nafas dalam (Majid ,2011). Dari hasil studi kasus dapat

dilihat bahwa terdapat penurunan skala nyeri dengan menggunakan teknik

relaksasi napas dalam, perubahan skala nyeri ini terhadap penggunaan

relaksasi napas dalam juga dapat dilihat pada hasil penelitian yang

sebelumnya telah dilakukan oleh Mulyadi (2015) mengenai pengaruh

terapi relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri kepala. didapatkan

hasil nyei kepala pada kedua kelompok sebelum dilakukan intervensi

(pretest) baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol.

Kelompok eksperimen mengalami nyeri pada kategori sedang yaitu 17

responden, nyeri ringan 1 responden dan pada kelompok kontrol 16

responden nyeri sedang, 2 responden nyeri ringan. Kemudian setelah

dilakukan intervensi (postest) sebagian responden mengalami nyeri ringan

yaitu 12 responden, tidak nyeri 1 responden, dan sisanya mengalami

nyeri sedang yaitu 5 responden. Sedangkan pada kelompok kontrol

58
sebagian besar masih mengalami nyeri sedang sebesar 13 responden dan

sisanya mengalami nyeri ringan sebesar 5 responden. Hasil dari evaluasi

keperawatan mayoritas responden mengatakan rasa nyeri berkurang.

Menurut Mulyadi (2015) Teknik relaksasi yang efektif dapat menurunkan

denyut jantung, mengurangi tekanan darah, mengurangi tension headache,

menurukan ketegangan otot, meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi

tekanan gejala pada individu. yang mengalami berbagai situasi.

6. Analisis Intervensi keperawatan

Berdasarkan penerapan teknik relaksasi nafas terhadap penurunan

nyeri pada pasien TCR didapatkan hasil nyeri yang dirasakan pasien

menurun, pada implementasi hari ke tiga, nyeri sudah berkurang dari

skala 5(nyeri sedang) menjadi skala 2(nyeri ringan). Teknik ini

dilakukan oleh pasien sebanyak 3 kali sehari dengan didampingi oleh

perawat 1 kali dan 2 diantaranya dilakukan secara mandiri. Berdasarkan

hasil penerapan teknik relaksasi nafas dalam disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan hasil sebelum dan sesudah diberikan intervensi, hal ini

membuktikan bahwa penerapan teknik relaksasi nafas dalam efektif

menurunkan nyeri pada pasien TCR. Beberapa penelitian terdahulu juga

membuktikan bahwa penerapan teknik relaksasi nafas dalam dapat

menurunkan nyeri pada pasien TCR.

7. Keterbatasan studi kasus

Keterbatasan studi kasus yang dilakukan selama tiga hari di ruang

laika waraka ini, diantaranya yaitu sulitnya perawat berkomunikasi

dengan pasien karena gangguan pendengaran pada telinga kanan pasien.

keterbatasan lainnya penulis tidak dapat mengontrol pasien selama 24 jam

59
BAB 5
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan tindakan keperawatan pada Tn. L dengan Trauma

Capitis Ringan yang dirawat di ruang laika waraka RSUD Bahteramas Kota

Kendari, mulai dari konsep dasar cedera kepala hingga tinjauan kasus yang

meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan

keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan yang

dilaksanakan pada tanggal 16 Februari 2021 sampai dengan 18 Februari 2021.

Dapat diambil kesimpulan :

1. Pengkajian Tn. L diketahui klien mengeluh nyeri kepala sebelah kanan

menjalar sampai telinga kanan, nyeri terasa berdenyut-denyut dengan

skala nyeri 5(nyeri sedang), terdapat luka jahitan di kepala belakang

dengan ukuran 4x1 cm. Tanda-tanda vital pasien :

a. TD : 120/60 mmHg

b. Nadi : 90x/menit

c. RR : 20x/menit

d. Suhu : 36,0 oC

2. Diagnosa keperawatan utama Pada Tn.L adalah Nyeri Akut b.d agen

pencedera fisik. Ditegakkan berdasarkan data-data yang didapatkan pada

pasien dan disesuaikan dengan kondisi dan keadaan yang dialami pasien

dan berdasarkan pada teori yang ad, kemudian diprioritaskan berdasarkan

masalah yang dialami pasien.

62
3. Intervensi yang dilakukan pada Tn. L yaitu berdasarkan Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia(SIKI) yaitu Manajemen nyeri dengan kriteria hasil

berdasarkan Standar Luaran Indonesia (SLKI) yaitu Tingkat nyeri

menurun. Intervensi keperawatan yang dlakukan pada manajemen nyeri

yaitu Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas

nyeri, identifikasi skala nyeri, identifikasi respon nyeri, berikan teknik

nonfarmakologis untuk meringankan rasa nyeri (teknik relaksasi napas

dalam), mengajarkan teknik nonfarmakologi untuk meringankan nyeri dan

kolaborasi pemberian analgetik

4. Implementasi keperawatan Tn. L disesuaikan dengan rencana tindakan

asukan keperawatan yang dibuat berdasarkan aplikasi teori SDKI, SLKI,

SIKI sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam pelsanaan asuhan

keperawatan.

5. Evaluasi keperawatan pada Tn. L setelah dilakukan implementasi selama 3

hari menunjukkan adanya penurunan nyeri dari skala 5(nyeri sedang)

menjadi skala 2(nyeri ringan)

6. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai penerapan teknik

relaksasi nafas dalam pada pasien dengan TCR didapatkan tingkat nyeri

menurun. Sebelum pasien diberikan teknik relaksasi nafas dalam nyeri

pada skala 5, pada implementasi hari ketiga nyeri menurun dengan skala

2. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan hasil sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi nafas

dalam, hal ini membuktikan bahwa penerapan teknik relaksasi nafas dalam

efektif menurunkan nyeri pada pasien TCR. Beberapa penelitian terdahulu

63
juga membuktikan bahwa penerapan teknik relaksasi nafas dalam dapat

menurunkan nyeri pada pasien TCR.

B. Saran

Dengan selesainya dilakukan Asuhan Keperawatan pada Tn.L dengan

Trauma kepala ringan di ruang perawatan laika waraka RSUD Bahteramas

Kota Kendari penulis menyampaikan beberapa saran yaitu:

1. Bagi pelayanan keperawatan

Disarankan kepada pihak rumah sakit harus menekankan perawat dan

petugas kesehatan lainnya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

dalam membantu pengobatan pasien dan memberikan kepuasan pasien

dalam pelayanan di rumah sakit.

2. Bagi pelayanan kesehatan

Setelah mengelola asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala

ringan, hendaknya dapat digunakan sebagai bahan masukan, dalam

menambah khasanah keilmuan dan referensi bagi pelayanan kesehatan

untuk menjadikan teknik relaksasi tarik nafas dalam menjadi salah satu

teknik relaksasi dalam menurunkan nyeri kepala pada pasien cedera kepala

ringan.

3. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan kepada pendidikan kesehatan harus melakukan pengembangan

dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan datang, agar bisa

memberikan asuhan keperawatan yang professional untuk klien,

khususnya asuhan keperawatan dengan trauma capitis ringan.

64
DAFTAR PUSTAKA

Bajamal, Abdul Hafid, Nancy Margarita Rahatta, M. Arifin Parenrengi, Agus


Turchan, Hamzah, Wisnu Baskoro. 2014. Pedoman Tatalaksana Cedera Otak
(Guidline in Management of Traumatic Brain Injury). Edisi kedua. RSUD
dr.Soetomo, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.
Gabriella, G. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ny. A Dengan Cedera Kepala
Ringan Di Ruang Ambun Suri Lantai 2 Rsud Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.
Karya Tulis Ilmiah.
Galati, G., Lobel, E., Vallar, G., Berthoz, A., Pizzamiglio, L., & Bihan, D. Le.
(2000). The neural basis of egocentric and allocentric coding of space in
humans: A functional magnetic resonance study. Experimental Brain Research,
133(2), 156–164. https://doi.org/10.1007/s002210000375

Nurtanti, S., & Puspitaningrum, D. (2017). Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam
untuk mengurangu nyeri kepala pada penderita hipertensi. Jurnal Keperawatan
GSH, 6(2), 27–32.

Kasenda, M. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Tn “J” Dengan Trauma Kepala


Berat (Tkb) Di Ruang Icu Rsud Bahteramas. Karya Tulis Ilmiah, 1-2.

Khotimah, Melinda Nurul, Handono Fatkhur Rahman, Ahmad Kholid Fauzi, Sri
Astutik Andayani. (2020). Terapi Masase Dan Terapi Nafas Dalam Pada
Hipertensi. Malang : Ahlimedia Press.
Mahzura, H. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hipertensi Dalam
Gangguan Kebutuhan Rasa Nyaman (Nyeri) Di Ruang Laika Waraka Interna
Rsud. Bahteramas Kota Kendari. Hipertensi Dan Retinopati Hipertensi.
Saintika Medika, 10(1), 1. Https://Doi.Org/10.22219/Sm.V10i1.4142.
Marbun, Agnes Silvina, Elide Sinuraya, Amila, Galvani Volta Simanjuntak. (2020).
Manajemen Cedera Kepala. Malang: Ahlimedia Press.
Nurtanti, S., & Puspitaningrum, D. (2017). Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam
untuk mengurangu nyeri kepala pada penderita hipertensi. Jurnal Keperawatan
GSH, 6(2), 27–32.

PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan,Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018) Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Yosvaldo, A. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Cidera Kepala


Ringandengan Pelaksanaan Manajemen Tehnik Relaksasi Napas Dalam Untuk
Menurunkan Skala Nyeridi Rumah Sakit Tentarabukittinggi. Karya Tulis
Ilmiah.
Lampiran 1 : Informasi & Pernyataan Persetujuan (Informed Consent)
Lampiran 2 : Standar Operasional Prosedur

SOP Teknik Relaksasi Nafas Dalam

a. Tahap Prainteraksi

1) Meminta persetujuan pasien

2) Persiapkan pasien dalam posisi yang nyaman

3) Siapkan lingkungan yang tenang

4) Kontrak waktu dan jelaskan tujuan

b. Tahap orientasi

1) Jelaskan rasional dan keuntungan teknik relaksasi nafas dalam

2) Cuci tangan dan observasi tindakan prosedur pengendalian infeksi lainnya

yang sesuai dan berikan privasi pada pasien

c. Tahap kerja

1) Kaji skala nyeri pasien dan dokumentasi hasil

2) Pasien dalam posisi terbaring atau duduk di tempat tidur

3) Perawat duduk di samping pasien

4) Ciptakan lingkungan tenang, usahakan tetap rileks dan tenang.

5) Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara

melalui hitungan 1, 2, 3 perlahan-lahan udara dihembuskan melalui

mulut sambil merasakan ekstremitas atas dan bawah rileks.

6) Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali, menarik nafas lagi

melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara perlahan-

lahan.
7) Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks, usahakan agar tetap

konsentrasi / mata sambil terpejam, pada saat konsentrasi pusatkan pada

daerah nyeri.

8) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang.

9) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.

10) Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas dangkal dan cepat
Lampiran 3 : Instrumen penilaian nyeri

INSTRUMEN PENILAIAN NYERI

1. NRS (Numeric Ratting Scale): cara mengkaji nyeri secara subjektif yang
sering digunakan. Metode yang digunakan adalah angka 0-10, dengan
menggunakan NRS kita dapat menentukan tingkat/derajat nyeri pasien dimana
0 (tidak ada nyeri), 1-4 (nyeri ringan), 5-6 (nyeri sedang), 7-10 (nyeriberat).

2. VAS (Visual Analog Scale): Skala berupa garis lurus yang panjangnya 10 cm,
dengan deskripsi pada masing-masing angkanya. <4 (nyeri ringan), 4-7 (nyeri
sedang) dan 7-19 (nyeri berat).

3. Wong-Baker Faces Pain Scale: Instrumen pengkajian nyeri ini biasanya


digunakan pada pasien anak-anak kurang dari 12 tahun. Pengkajian nyeri
dipusatkan pada ekspresi wajah yang terdiri dari enam animasi wajah, dari
ekspresi tersenyum, kurang bahagia, sedih, dan wajah penuh air mata (rasa sakit
yang paling buruk).
Pengkajian nyeri objektif dapat digunakan pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran (terintubasi)

1. Nonverbal Adult Pain Scale (NVPS): Instrumen ini dapat digunakan pada
pasien dewasa yang mengalami penurunan kesadaran (terintubasi dan
tersedasi). NVPS terdiri dari 3 indikator perilaku dan fisiologi (tekanan darah,
denyut jantung, respiratory rate, kulit). Perhatikan gambar di bawah untuk
memahami bagaimana penilaian nyeri dengan NVPS

2. FLACC Scale: Pengkajian nyeri yang terdiri dari item wajah, kaki, aktivitas,
tangisan, dan kenyamanan. Instrumen ini dapat digunakan pada orang dewasa
yang mengalami gangguan komunikasi verbal. Hasil FLACC dapat ditentukan
dengan skor 0 (nyaman), 1-3 (ringan), 4-6 (sedang) dan 7-10 (berat).

3. Comfort Scale: Instrumen ini sangat cocok digunakan dalam mengkaji tingkat
distres psikologis pada pasien kritis anak-anak di bawah usia 18 tahun dan juga
pada pasien dewasa yang terpasang ventilator. Comfort scale terdiri dari 8 item
indikator penilaian yakni kewaspadaan, ketenangan, respon pernapasan,
gerakan fisik, ketegangan wajah, gerakan otot, tekanan darah dan denyut nadi.
Hasil penilaian terdiri dari 1-5, dimana 1 merupakan tidak berespon dan 5
paling tidak nyaman. Perhatikan gambar dibawah ini

4. Behavior Pain Scale (BPS) adalah instrumen pengkajian nyeri pada pasien
kritis. BPS terdiri dari tiga item penilaian yakni ekspresi wajah, pergerakan
bibir atas dan komplians terhadap ventilator. Setiap item tersebut memiliki 1-4
skor. Jika ditemukan hasil <3 menandakan tidak nyeri, sementara jika skor 12
(sangat nyeri).

5. CRIES Scale: Pengkajian nyeri dengan melihat adanya tangisan, oksigenasi,


vital signs, ekspresi wajah dan tidur (sleepless).

6. Critical-Care Pain Observasion Tool (CPOT) merupakan instrumen pengkajian


nyeri yang terdiri dari 4 item penilaian yakni ekspresi wajah, pergerakan badan,
tegangan otot dan keteraturan dengan ventilator (pasien terintubasi) dan tidak
terintubasi. Total skor CPOT adalah 8 (semakin tinggi skor yang didapat
mengindikasikan tingkat nyeri yang dialami pasien).
Lampiran 4 : Satuan Acara Penyuluhan

SATUAN ACARA PENYULUHAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM

1. Topik / masalah : Teknik Relaksasi Nafas Dalam


2. Tempat : Ruangan laika waraka RSUD Bahteramas Prov. Sultra
3. Hari/Tanggal : 16 Februari – 18 Februari 2021
4. Waktu : 10.30 – 11.00 WITA

A. Tujuan
Tujuan Umum

Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan sasaran mampu mengetahui


tentang Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Tujuan Khusus

Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan pasien mampu :


1. Menyebutkan pengertian teknik relaksasi nafas dalam.
2. Menyebutkan jenis-jenis teknik relaksasi nafas dalam
3. Menyebutkan tujuan relaksasi nafas dalam
4. Menjelaskan penatalaksanaan relaksasi nafas dalam

B. Materi
Terlampir
C. Metode
- Ceramah
- Tanya jawab
D. Strategi

1. Kontrak dengan pasien dan keluarga (waktu, tempat, topik)


2. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
3. Dengan tanya jawab langsung.
E. Proses Penyuluhan

NO KEGIATAN WAKTU PENYAJI SASARAN


1 Pembukaan 5 menit 1. Mengucapkan salam 1. Membalas salam
2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan dan
mendengarkan
2 Penyajian bahan 20 menit - Menjelaskan 1. Mendengarkan
tentang: pengertian teknik
2. Mempraktekkan
- Menjelaskan relaksasi nafas
pengertianteknik dalam
relaksasi nafas dalam - Menjelaskan
- Menjelaskan tujuan tujuan relaksasi
relaksasi nafas dalam nafas dalam
- Menjelaskan manfaat - Menjelaskan
relaksasi nafas dalam manfaat relaksasi
- Menjelaskan nafas dalam
penatalaksanaan - Menjelaskan
relaksasi nafas dalam. penatalaksanaan
relaksasi nafas
dalam.

3 Evaluasi 15 menit 1. Memberi kesempatan


kepada peserta untuk
bertanya untuk
mengevaluasi
peserta,apakah peserta
dapat menjelaskan
kembali materi penkes
dengan bertanya
2. Menyimpulkan
kembali materi yang
disajikan
3. Diharapkan 30%
memahami materi
4 Penutup 5 menit 1. Penyaji mengucapkan
1. Menjawab salam
terima kasih
2. Mengucapkan salam
penutup

F. Evaluasi
1. Proses : Penyuluhan berjalan lancar.
Audiens tidak meninggalkan proses penyuluhan
2. Hasil :
- audiens dapat menjelaskan pengertian relaksasi nafas dalam
- audiens dapat menjelaskan tujuan relaksasi nafas dalam
- audiens dapat menjelaskan manfaat relaksasi nafas dalam
- audiens dapat menjelaskan 4-5 dari semua langkah relaks

MATERI

A. Pengertian

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan


keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan,
Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam juga
dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah.

Relaksasi merupakan metode yang efektif terutama pada pasien yang


mengalami nyeri kronis. Latihan pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan
konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan ketegangan
otot, yang menghentikan siklus nyeri-ansietas-ketegangan otot

Relaksasi merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada


klien yang mengalami nyeri kronis. Relaksasi sempurna dapat mengurangi
ketegangan otot, rasa jenuh dan kecemasan sehingga mencegah menghebatnya
stimulus nyeri.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa relaksasi merupakan


metode efektif untuk menurunkan nyeri yang merupakan pengalaman sensori
dan emosional yang tidak menyenangkan dengan mekanismenya yang
menghentikan siklus nyeri.

B. Tujuan nafas dalam


Smeltzer & bare menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi nafas
dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran
gas, mencegah atelektasis paru, meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi
setres baik setres fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri
dan menurunkan kecemasan.

C. Manfaat relaksasi nafas dalam

1. Membuat lebih mampu menghindari stress


2. Mengurangi bahkan mengatasi masalah yang berhubungan dengan
stressseperti: sakit kepala, pusing, sulit tidur, hipertensi, mual, muntah,
nyeri punggung dan nyeri lainnya.
3. Menurunkan dan mengatasi kecemasan
4. Membantu menyembuhkan penyakit tertentu seperti darah tinggi dsb
5. Meningkatkan penampilan kerja dan social
D. Penatalaksanaan Teknik relaksasi nafas dalam

1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan kita lakukan pada pasien.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang
4. Usahakan tetap rileks dan tenang
5. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
melalui hitungan 1,2,3
6. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan
ekstrimitas atas dan bawah rileks
7. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
8. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut
secara perlahan-lahan
9. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
10. Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam
11. Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
12. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
13. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
14. Lakukan evaluasi
15. Cuci tangan
Lampiran 5 Leaflet Teknik Relaksasi Nafas Dalam

g. Membiarkan telapak tangan dan


i. Daya ingat lebih baik,
kaki rilek. Usahakan agar tetap
j. Meningkatkan daya berpikir
konsentrasi / mata sambil
Bagaimana logis,
terpejam,
manfaat k. Meningkatkan kreativitas,
h. Pada saat konsentrasi pusatkan
l. Meningkatkan keyakinan,
relaksasi nafas m. Meningkatkan daya kemauan,
pada daerah yang nyeri.
dalam ? n. Intuisi,
i. Anjurkan untuk mengulangi
prosedur hingga nyeri terasa
o. Meningkatkan kemampuan
Menurut Priharjo (2003) manfaat dari berkurang,
berhubungan dengan orang lain.
teknik relaksasi nafas dalam; j. Ulangi sampai 15 kali, dengan
selingi istirahat singkat setiap 5
a. Ketentraman hati, Bagaiamana prosedur kali.
b. Berkurangnya rasa cemas, relaksasi nafas k. Bila nyeri menjadi hebat,
khawatir dan gelisah, dalam ? seseorang dapat bernafas secara
c. Tekanan dan ketegangan jiwa dangkal dan cepat.
menjadi rendah, a. Ciptakan lingkungan yang tenang,
d. Detak jantung lebih rendah, b. Usahakan tetap rileks dan tenang,
e. Mengurangi tekanan darah, c. Menarik nafas dalam dari hidung dan
f. Ketahanan yang lebih besar mengisi paru-paru dengan udara
terhadap penyakit, melalui hitungan 1,2,3,
g. Tidur lelap, d. Perlahan-lahan udara dihembuskan
h. Kesehatan mental menjadi lebih melalui mulut sambil merasakan
baik, ekstrimitas atas dan bawah rileks,
e. Anjurkan bernafas dengan irama
normal 3 kali,
f. Menarik nafas lagi melalui hidung dan
menghembuskan melalui mulut secara
perlahan-lahan,
Apa itu relaksasi Apa tujuan
RELAKSASI napas dalam ? relaksasi napas
dalam?
NAFAS DALAM
Menurut Smeltzer & Bare
(2002) tujuan teknik relaksasi
napas dalam adalah untuk
meningkatkan ventilasi alveoli,
memelihara pertukaran gas,
mencegah atelektasi paru,
Relaksasi napas dalam adalah meningkatkan efesiensi batuk,
suatu bentuk aktivitas yang dapat mengurangi stres baik stres fisik
membantu mengatasi stres. maupun emosional yaitu
Relaksasi napas dalam merupakan menurunkan intensitas nyeri dan
suatu bentuk asuhan keperawatan menurunkan kecemasan.
yang dalam hal ini perawat
mengajarkan bagaimana cara
melakukan napas dalam, napas
lambat dan menghembuskan napas
secara perlahan (Smeltser & Bare
2002).
Lampiran 6 : Lembar Obeservasi Nyeri

Lembar Observasi Pengkajian Nyeri

A. Biodata Pasien
Nama/ Initial : Jenis Kelamin : Umur :

Jenis Perlakuan Kelompok yang dilakukan Massage counter pressure

( ) pre test ( ) post test


B. Kuisioner Nyeri

Bagaimana kekuatan nyeri yang anda rasakan ?

0( ) 1( ) 2( ) 3( ) 4( ) 5( ) 6( ) 7( ) 8( ) 9( ) 10( )

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

tidak nyeri ringan nyeri sedang nyeri berat nyeri berat


nyeri terkontrol tidak terkontrol

Skala diisi oleh peneliti setelah ibu menunjukkan intensitas nyeri yang
dirasakan ibu dengan skala nyeri numerik 0-10, yaitu:

0 : Tidak ada rasa sakit ( merasa normal )

1 : Rasa nyeri hampir tak terasa ( sangat ringat seperti gigitan nyamuk)

2 :Rasa nyeri seperti cubitan ringan pada kulit mengganggu dan


mungkin memiliki kedutan kuat sekali

3 :Rasa nyeri terasa seperti suntikan dari dookter , nyeri terlihat dan
mengganggu namun masih bisa beradaptasi dan berkomunikasi.

4 :Nyeri yang dalam seperti sakit gigi atau rasa sakit dari sengatan lebah masih
bisa melakukan kegiatan sehari-hari tapi ini cukup mengganggu

5 :Rasa nyeri yang menusuk seperti pergelangan kaki terkilir. Rasa sakit tidak
dapat di abaikan dalam beberapa menit.
6 : Nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga tampaknya cenderung
mempengaruhi indra dan menyebabkan tidak fokus , komunikasi terganggu dan
mengganggu aktivitas

7 : Nyeri berat mendominasi indra, tidak dapat berkomunikasi dengan baik


bahkan mengganggu tidur

8 : Nyeri begitu kuat sehingga tidak dapt lagi berpikir jernih dan aktifitas fisik
sangat terbatas

9 : Nyeri begitu kuat sehingga tidak bisa berkomunikasi menangis atau


mengerang tak terkendali

10 : Nyeri begitu kuat dan terbaring di tempat tidur nda bisa berbuat apa- apa
bahkan tak sadarkan diri

Dengan pengelompokan skala :

0 : Tidak nyeri

1–3 : Nyeri ringan

4-6 : Nyeri sedang

7–9 : Nyeri berat

10 : Nyeri sangat berat (Mustika,D. 2017)


Lampiran 7 : Surat Ijin Pengambilan Data Awal
Lampiran 8 : Surat Keterangan Telah Melakukan Pengambilan Data

Lampiran 10 : Surat Keterangan Bebas Administrasi


Lampiran 9 : Format Pengajuan Judul
Lampiran 10 : Surat keterangan Bebas Administrasi
Lampiran 11 :Surat Bebas Pustaka
Lampiran 12 : Bukti Proses Bimbingan

Anda mungkin juga menyukai