Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERJUDIAN

(Kajian Perbandingan Qanun Maisir di Aceh)

Tugas Makalah
Sebagai Penilaian Ujian Akhir Semester

Oleh:
Kelompok 8 Hukum Islam
David Helix Wijaya [3022210138]
Ryou Tanto Nugraha [3022210194]
Panji Achsanul Haq [3022210152]
Muhammad Sulthon Arief [3022210062]

Universitas Pancasila
Fakultas Hukum
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti nantikan syafa’atnya di akhirat
nanti.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Terlepas itu kami kelompok
8 menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya, dalam penyusunan makalah ini tentu tak lepas
dari pengarahan dan bimbingan dosen.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya, karya ini kita buat dengan kerja sama untuk memenuhi tugas akhir
semester.

Kami terdiri dari 4 anggota yang setiap anggotanya memiliki tugas masing – masing, David
Helix Wijaya dan Ryou Tanto Nugraha Tugasnya Mengetik Makalah, lalu Panji Achsanul Haq
dan Muhammad Sulthon Arief Tugasnya Mencari Materi.

Dalam membuat video animasi David Helix Wijaya sebagai pengisi suara, kemudian Ryou
Tanto Nugraha membantu dalam editing video, Panji Achsanul Haq dan Muhammad Sulthon Arief
membantu dalam pembuatan script.

16 Juni 2023
Kelompok 8
RINGKASAN

Menurut KUHP Pasal 303 ayat (3) tentang Tindak Pidana Perjudian, judi adalah segala
permainan, yang pada umumnya kemungkinan untungnya semata-mata tergantung pada
keberuntungan, juga karena pemainnya lebih ahli atau lebih ahli, termasuk juga semua taruhan atas
hasil pertandingan atau permainan lain yang tidak diadakan antara yang bertanding atau yang lain.
bermain, serta semua taruhan lainnya.

Menurut definisi dalam Pasal 303 KUHP (ayat 3), judi adalah permainan yang pemainnya
berpeluang menang karena ada kemungkinan menang atau karena pemain sudah tua dan selesai
latihan. Pertaruhan terkait dengan keputusan dalam perlombaan atau pertandingan, yang tidak
diadakan oleh mereka yang ikut berlomba atau bermain, serta segala pertaruhan yang lain,
termasuk judi.

Sedangkan pengertian judi dalam Qonun atau dalam bahasa Arab, judi disebut dengan
maisir. Kata maisir diambil dari kata yusrun yang berarti mudah atau gampang.1

Dinamai maisir karena pelakunya memperoleh harta dengan mudah dan kehilangan harta
dengan mudah. Ada juga yang mengatakan bahwa kata maisir berasal dari kata yasara yang artinya
keharusan, artinya dalam hal ini siapa yang kalah dalam judi

Alangkah tepat dan indahnya Al-Qur’an ketika mengumpulkan antara khamr dan judi
dalam ayat-ayat dan hukum-hukumnya, karena sama bahayanya terhadap pribadi, keluarga,
tanah air, dan akhlak. Tidak ada bedanya orang yang mabuk karena judi dengan orang mabuk
karena khamr, bahkan jarang dijumpai salah satunya saja tanpa yang satunya lagi.

Sungguh tepat Al-Qur’an ketika memberitahukan bahwa khamr dan judi termasuk
perbuatan syetan. Dalil hukum yang mengatur tentang sanksi hukum peminum khamr dan
judi diungkapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an secara bertahap tentang status hukum. Hal itu

1
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT. Hida Karya Agung, 1972), hlm. 509
diungkapkan sebagai berikut.

َ‫اس َواِثْ ُم ُه َما ا َ ْكبَ ُر مِ ْن نَّ ْف ِع ِه َما َويَسْـَٔلُ ْونَكَ َماذَا يُ ْن ِفقُ ْونَ ە قُ ِل ْال َع ْف َو ك َٰذلِك‬
ِ َّ‫ع ِن ْال َخ ْم ِر َو ْال َم ْيس ِِر قُ ْل فِ ْي ِه َما اِثْم َكبِيْر َّو َمنَافِ ُع لِلن‬
َ َ‫يَسْـَٔلُ ْونَك‬
َ‫ت لَعَلَّ ُك ْم تَتَفَ َّك ُر ْون‬ ٰ ْ ‫ّللاُ لَ ُك ُم‬
ِ ‫اْل ٰي‬ ٰ ‫يُبَيِ ُن‬

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapamanfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih
besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir,” (Q.S. Al- Baqarah [2]: 219).

ۡ َ‫ش ۡي ٰط ِن ف‬
٩٠ َ‫اجتَنِب ُۡوهُ لَ َعلَّ ُك ۡم ت ُ ۡف ِل ُح ۡون‬ َ ۡ ‫صابُ َو‬
َ ‫اْل ۡز َْل ُم ِر ۡجس ِم ۡن‬
َّ ‫ع َم ِل ال‬ َ ۡ ‫ٰٰۤياَيُّ َها الَّذ ِۡينَ ٰا َمنُ ٰۡۤوا اِنَّ َما ۡالخَمۡ ُر َو ۡال َم ۡيس ُِر َو‬
َ ‫اْل ۡن‬

َ‫ص ٰلوةِ ۚ فَ َه ۡل ا َ ۡنـت ُ ۡم ُّم ۡنتَ ُه ۡون‬


َّ ‫ع ِن ال‬ ِ ٰ ‫ع ۡن ذ ِۡك ِر‬
َ ‫ّللا َو‬ ُ ‫ضا َء فِى ۡالخَمۡ ِر َو ۡال َم ۡيس ِِر َو َي‬
َ ‫صدَّ ُك ۡم‬ َ ‫ش ۡي ٰط ُن ا َ ۡن ي ُّۡوقِ َع َب ۡينَ ُك ُم ۡال َعدَ َاوة َ َو ۡال َب ۡغ‬
َّ ‫اِنَّ َما ي ُِر ۡيدُ ال‬
٩١

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban


untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan
minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian
di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat
maka tidakkah kamu mau berhenti?” (Al – Maidah Ayat 90 – 91)

Kata maisir dijumpai dalam Al-Qur’an sebanyak 3 kali, yaitu dalam surah Al-Baqarah ayat
219 dan surah Al-Maa’idah ayat 90 dan 91. Dari kandungan surah Al-Baqarah ayat 219 dan surah
Al-Maa’idah ayat 90 dan 91 diketahui bahwa judi merupakan perbuatan keji yang diharamkan
Islam. Keharaman judi dalam surah Al-Baqarah ayat 219 tidak begitu jelas.
Dari ketiga ayat tersebut, para mufasir/ulama ahli tafsir menyimpulkan beberapa hal. 1)
Judi merupakan dosa besar. 2) Judi merupakan perbuatan setan. 3) Judi sejajar dengan syirik. 5)
Judi menanamkan rasa permusuhan dan kebencian di antara sesama manusia.

6) Judi membuat orang malas berusaha. 7) Judi juga akan menjauhkan orang dari Allah
SWT. Selain lebih banyak mudharat daripada manfaatnya, perbuatan judi dilarang oleh Allah SWT
karena tidak sesuai dengan ajaran Islam yang senantiasa memotivasi umatnya untuk melakukan
kreasi yang positif dalam menunjang kehidupannya di dunia dan akhirat2

Berdasarkan teori teori yang berlakunya hokum islam di Indonesia perjudian ini masuk
kedalam kategori teori penerimaan otoritas hukum dan teori Receptiio In Complexu kaarena teori
tersebut menjelaskan apabila orang islam telah menerima islam sebagai agamanya maka ia
menerima otoritas islam atas dirinya ( HAR. Gibb ). Dan bagi orang islam yang berlaku adalah
hukum islam, sebab dia telah memeluk agama islam walaupun dalam pelaksanaanya
penyimpangan – penyimpangan.

Karena perjudian ini sifatnya haram dan bagi yang melakukanya akan mendapatkaan dosa
sebagaimana Allah telah menjelaskan di surat Q.S. Al- Baqarah [2]: 219 dan Al – Maidah Ayat 90
– 91.

hukum Islam terus mengalami interpretasi dan pengembangan oleh para ulama dan
cendekiawan Muslim. Oleh karena itu, tidak ada satu otoritas tunggal yang dapat menghasilkan
keputusan "final dan mengikat" dalam hal hukum perjudian dalam konteks Islam.

Namun, dalam praktiknya, terdapat beberapa sumber hukum yang dianggap sangat penting
dan berperan sebagai panduan utama bagi umat Islam dalam memahami hukum perjudian.
Sumber-sumber ini mungkin dianggap "binding" dalam arti bahwa panduan dan penafsiran yang

2
Ibid.,, h. 298-299.
berasal dari sumber-sumber ini dianggap memiliki otoritas yang kuat dan berpengaruh dalam
masyarakat Muslim. Beberapa sumber hukum Islam yang umumnya dianggap penting dalam
konteks perjudian adalah sebagai berikut:

1. Al-Qur'an: Al-Qur'an adalah sumber utama hukum Islam dan dianggap sebagai Firman
Allah. Meskipun tidak ada ayat yang secara khusus menyebutkan kata "perjudian", prinsip-
prinsip dan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur'an memberikan panduan bagi umat
Muslim dalam menilai aktivitas perjudian. Ayat-ayat yang menekankan keadilan,
menghindari perbuatan yang merugikan orang lain, dan membangun masyarakat yang baik
dapat digunakan untuk menghukumi perjudian sebagai sesuatu yang diharamkan.
2. Hadis: Hadis adalah sumber kedua dalam hukum Islam yang berisi perkataan, perbuatan,
dan persetujuan Nabi Muhammad SAW. Hadis-hadis yang melarang dan mengutuk
perjudian memberikan petunjuk yang kuat tentang pandangan Nabi Muhammad terhadap
perjudian. Meskipun terdapat variasi dalam sanad (rantai periwayatan) hadis dan tingkat
kekuatan hadis tertentu, sebagian besar ulama sepakat bahwa hadis-hadis yang melarang
perjudian memberikan landasan yang kuat untuk mengharamkannya.
3. Ijma' (Konsensus Umat): Ijma' adalah kesepakatan umat Muslim dalam masalah hukum
yang belum terdapat penjelasan yang jelas dalam Al-Qur'an dan hadis. Dalam konteks
perjudian, sebagian besar ulama dan cendekiawan Muslim sepakat bahwa perjudian
diharamkan. Meskipun ijma' tidak dapat dianggap sebagai otoritas final yang mengikat
secara mutlak, konsensus ini merupakan faktor penting dalam membentuk pandangan dan
penilaian hukum perjudian dalam Islam.
4. Qiyas (Analogi): Qiyas adalah metode penalaran analogi yang digunakan dalam hukum
Islam untuk menarik kesimpulan hukum dari kasus yang tidak terdapat penjelasan langsung
dalam sumber-sumber utama. Dalam konteks perjudian, prinsip-prinsip yang terdapat
dalam Al-Qur'an, hadis, dan ijma' dapat diterapkan secara analogi untuk menentukan
hukum perjudian. Dengan menggunakan prinsip-prinsip yang sudah ada, ulama dapat
menarik kesimpulan bahwa
Metode ijtihad yang digunakan adalah ijma.’ Ijma' para ulama merupakan salah satu sumber
hukum dalam Islam yang diakui. Dalam konteks perjudian, umumnya terdapat kesepakatan di
kalangan ulama bahwa perjudian adalah haram (dilarang) dalam Islam.

Sebagian besar ulama sepakat bahwa perjudian melanggar prinsip-prinsip Islam, seperti
larangan mengambil harta orang lain secara tidak adil, mendorong ketidakpastian, dan
menciptakan ketidakadilan dalam masyarakat. Mereka juga menganggap perjudian sebagai bentuk
perbuatan yang merugikan individu dan masyarakat secara umum.

Namun, perlu diingat bahwa perbedaan pendapat juga dapat terjadi dalam interpretasi dan
penerapan ijma'. Ada beberapa ulama atau kelompok yang mungkin memiliki pendapat yang
berbeda mengenai perjudian dalam Islam. Dalam hal ini, penting untuk merujuk kepada otoritas
keagamaan yang dihormati dan berkualifikasi tinggi untuk memperoleh pemahaman yang lebih
komprehensif tentang pandangan ulama dan ijma' mereka mengenai perjudian.

Penting untuk mencatat bahwa ijma' juga bisa berubah seiring waktu sejalan dengan
perkembangan masyarakat dan perubahan konteks sosial. Oleh karena itu, penting untuk
mendapatkan pandangan ulama yang berkompeten dan terkini dalam menghadapi isu-isu
kontemporer, termasuk perjudian..

Dalam mengenai masalah perjudian ini kami menggunakan beberapa asas:

1. Asas – asas hukum pidana, Dalam hukum pidana, terdapat beberapa asas yang menjadi
dasar penanganan perjudian sebagai tindakan kriminal. Berikut adalah beberapa asas
hukum pidana yang relevan dalam konteks perjudian:
a. Prinsip Legalitas: Prinsip ini menyatakan bahwa tidak ada tindakan yang dapat
dianggap sebagai kejahatan kecuali jika diatur secara tegas dalam undang-
undang. Dalam konteks perjudian, jika suatu negara menganggap perjudian
sebagai tindakan yang melanggar hukum, maka harus ada undang-undang yang
secara jelas mengatur dan melarang perjudian.
b. Asas Kesalahan: Asas ini menuntut bahwa seseorang hanya dapat dihukum jika
dia secara sengaja atau kelalaiannya melanggar undang-undang yang ada.
Dalam konteks perjudian, seseorang harus dengan sengaja terlibat dalam
perjudian yang dilarang oleh hukum untuk dapat dihukum.
c. Prinsip Proporsionalitas: Prinsip ini menyatakan bahwa hukuman yang
dijatuhkan harus sebanding dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. Dalam
hal perjudian, hukuman yang diberikan harus seimbang dengan tingkat
kerugian atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh perjudian tersebut.
d. Prinsip Tidak Memihak: Prinsip ini menekankan bahwa hukum harus
diterapkan secara adil dan objektif, tanpa adanya diskriminasi atau pemihakan
terhadap pihak-pihak tertentu. Dalam konteks perjudian, hukum pidana terkait
perjudian harus diterapkan secara konsisten kepada semua individu tanpa
memihak atau membedakan status sosial, agama, atau kelompok tertentu.
e. Prinsip Pencegahan dan Perlindungan: Prinsip ini menekankan pentingnya
tindakan pencegahan dan perlindungan terhadap masyarakat dari dampak
negatif perjudian. Hukum pidana dapat digunakan sebagai sarana untuk
mencegah penyebaran perjudian ilegal dan melindungi masyarakat dari
kerugian yang disebabkan oleh perjudian.
f. Asas-asas hukum pidana ini menjadi landasan dalam penetapan undang-undang
dan penegakan hukum terkait perjudian. Setiap negara memiliki kebijakan
hukum pidana yang berbeda terkait perjudian, dan asas-asas ini dapat
digunakan untuk membentuk dan mengatur perlakuan hukum terhadap
perjudian dalam suatu yurisdiksi.
2. Asas – asas hukum perdata, Dalam hukum perdata, terdapat beberapa asas yang
menjadi dasar penanganan perjudian dalam konteks perdata. Berikut adalah beberapa
asas hukum perdata yang relevan dalam konteks perjudian:
a. Asas Kebebasan Berkontrak: Asas ini menyatakan bahwa individu memiliki
kebebasan untuk membuat kontrak atau perjanjian dengan pihak lain. Namun,
dalam konteks perjudian, perjanjian perjudian dianggap tidak sah karena
bertentangan dengan kepentingan umum dan prinsip hukum Islam.

b. Asas Keharusan Menjalankan Kontrak: Asas ini menyatakan bahwa pihak yang
terlibat dalam suatu kontrak harus melaksanakan kewajiban-kewajiban yang
diatur dalam kontrak tersebut. Dalam perjudian, karena kontrak perjudian
dianggap tidak sah, asas ini tidak berlaku dalam konteks perjudian.

c. Asas Larangan Perbuatan Melawan Hukum: Asas ini menyatakan bahwa


perbuatan yang melanggar hukum atau bertentangan dengan kepentingan
umum dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Dalam konteks
perjudian, perjudian ilegal atau tanpa izin dianggap sebagai perbuatan melawan
hukum dan dapat mengakibatkan konsekuensi hukum.

d. Asas Tanggung Jawab: Asas ini menyatakan bahwa setiap individu


bertanggung jawab atas tindakan dan perbuatan yang dilakukannya. Dalam
perjudian, pihak yang terlibat dalam perjudian ilegal atau merugikan pihak lain
dapat dikenai tanggung jawab hukum untuk mengganti kerugian yang
ditimbulkan.

e. Asas Pembagian Kerugian: Asas ini berkaitan dengan pembagian kerugian


antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian atau kontrak. Dalam
perjudian, karena perjudian dianggap sebagai tindakan yang melanggar hukum,
asas ini tidak berlaku dalam konteks perjudian.

f. Asas-asas hukum perdata ini membentuk landasan dalam penyelesaian


sengketa dan perlindungan hak-hak perdata terkait perjudian. Namun, karena
perjudian dalam banyak negara dianggap sebagai tindakan yang melanggar
hukum, asas-asas ini umumnya tidak berlaku secara langsung dalam konteks
perjudian.
3. Kaidah fiqih, Dalam fiqih (ilmu hukum Islam), terdapat beberapa kaidah atau prinsip
yang dapat diterapkan dalam konteks perjudian. Berikut adalah beberapa kaidah fiqih
yang relevan dalam hubungannya dengan perjudian:
a. Al-'Urf (Kebiasaan Masyarakat): Kaidah ini menyatakan bahwa kebiasaan dan
praktik yang berlaku di masyarakat dapat menjadi sumber hukum yang diakui.
Jika perjudian dianggap sebagai praktik yang melanggar kebiasaan atau norma-
norma masyarakat, maka dapat dihukumi sebagai dilarang.
b. Al-Mafsadah Darru'atan: Kaidah ini mengatakan bahwa mencegah kerusakan
lebih utama daripada mendapatkan manfaat. Dalam konteks perjudian, karena
perjudian dianggap dapat menyebabkan kerugian individu dan masyarakat
secara luas, maka kaidah ini dapat digunakan untuk melarang perjudian.
c. Al-Yaqin la Yazulu Bi Syak: Kaidah ini menyatakan bahwa keyakinan tidak
dapat digugat oleh keraguan. Dalam konteks perjudian, karena perjudian
melibatkan unsur ketidakpastian, kaidah ini dapat digunakan untuk
memperkuat argumen melarang perjudian.
d. Al-Haram Yu'tamadu 'Ala Al-Dalil: Kaidah ini menyatakan bahwa sesuatu
yang haram (dilarang) harus ditegaskan dengan bukti yang kuat. Dalam kasus
perjudian, terdapat ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW
yang dianggap sebagai dalil yang kuat untuk melarang perjudian.
e. Al-Mashlahah Mursalah: Kaidah ini mengatakan bahwa kemaslahatan atau
kepentingan umum dapat menjadi dasar dalam pembentukan hukum. Dalam
konteks perjudian, mencegah perjudian diyakini dapat melindungi masyarakat
dari kerugian finansial, kecanduan, dan dampak negatif lainnya, sehingga
kaidah ini dapat mendukung larangan perjudian.
Penerapan kaidah fiqih dalam konteks perjudian dapat bervariasi tergantung pada
interpretasi dan pendapat cendekiawan Muslim yang berbeda. Penting untuk
berkonsultasi dengan ulama atau cendekiawan yang kompeten untuk memperoleh
pemahaman yang lebih rinci tentang penerapan kaidah fiqih dalam hukum perjudian
dalam Islam.
PENDAPAT PENULIS

Terima kasih atas informasinya tentang hukum perjudian dalam Islam. Benar bahwa dalam
agama Islam, perjudian dianggap haram atau dilarang. Pendapat ini didasarkan pada ayat-ayat
dalam Al-Qur'an dan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW yang melarang dan mengutuk perjudian.

Dalam Al-Qur'an, perjudian disebutkan bersama dengan minuman keras sebagai perbuatan keji
yang termasuk perbuatan setan. Al-Qur'an juga menjelaskan bahwa perjudian menghasilkan lebih
banyak kerugian daripada manfaatnya dan dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian di
antara sesama manusia.

Selain itu, hadis-hadis Nabi Muhammad SAW juga melarang perjudian dan menganggapnya
sebagai perbuatan yang merugikan individu dan masyarakat. Para ulama dan cendekiawan Muslim
umumnya sepakat bahwa perjudian diharamkan dalam Islam.

Dalam konteks hukum Islam di Indonesia, perjudian juga dianggap sebagai tindakan yang
melanggar hukum. Teori penerimaan otoritas hukum dan teori Receptiio In Complexu
menjelaskan bahwa jika seseorang menerima Islam sebagai agamanya, maka ia menerima otoritas
Islam atas dirinya. Sebagai Muslim, mereka diharapkan tunduk pada hukum Islam, termasuk
larangan terhadap perjudian.

Namun, penting untuk dicatat bahwa interpretasi dan pengembangan hukum Islam terus
berlangsung oleh para ulama dan cendekiawan Muslim. Tidak ada satu otoritas tunggal yang
menghasilkan keputusan "final dan mengikat" dalam hal hukum perjudian dalam konteks Islam.
Terdapat variasi dalam pendapat ulama mengenai isu ini.
Selain sumber-sumber utama seperti Al-Qur'an dan hadis, sumber hukum Islam lainnya seperti
ijma' (konsensus umat) dan qiyas (analogi) juga digunakan untuk memahami hukum perjudian
dalam Islam. Kesepakatan umat Muslim dan penalaran analogi dapat memberikan panduan dalam
menentukan hukum perjudian.

Penting untuk mengonsultasikan otoritas keagamaan yang berkompeten dan terkini untuk
memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif mengenai pandangan ulama dan hukum Islam
terkait perjudian.
DAFTAR PUSTAKA

1
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT. Hida Karya Agung, 1972), hlm. 509
1
Ibid.,, h. 298-299.

Anda mungkin juga menyukai