Anda di halaman 1dari 16

BAHAN AJAR

PENGOLAHAN HASILSAMPING PRODUK PERIKANAN DAN RUMPUT


LAUT

Uraian Materi
Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis bahwa wilayah
Indonesia terdiri dari kurang lebih 70 % wilayahnya terdiri atas lautan. Potensi yang
dimiliki tersebut sangat mendukung kegiatan perikanan dan kegiatan budidaya,
penangkapan serta pengolahannya. Hal ini terlihat dari perkembangan berbagai kegiatan
perikanan di Indonesia yang semakin pesat diiringi dengan kemajuan teknologi di bidang
industri hasil perikanan. Namun, selain menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan pangan, industri pengolahan dan sumber pendapatan negara,
industri hasil perikanan juga menghasilkan limbah baik berupa limbah padat, cair maupun
gas. Limbah perikanan merupakan bahan-bahan yang tersisa ataupun bahan yang
terbuang dari proses perlakuan atau pengolahan untuk memperoleh hasil utama atau hasil
samping. Nutrisi yang terkandung tidak berbeda dari bahan utamanya dan telah banyak
juga diteliti pemanfaatannya (Poernomo, 1997). Di dalam limbah, biasanya masih
mengandung karbohidrat, protein, lemak, garam mineral, dan sisa bahan kimia yang
digunakan dalam pengolahan/pembersihan. Sumber limbah perikanan dapat berasal dari
kegiatan perikanan hulu (budidaya), maupun kegiatan perikanan hilir (pengolahan,
transportasi, pemasaran). Limbah perikanan hulu biasanya berupa ikan yang mati selama
proses budidaya., sedangkan limbah kegiatan hilir umumnya berupa kepala, jeroan, kulit,
tulang, sirip, darah dan air bekas produksi. Menurut Bhaskar dan Mahendrakar (2008),
jeroan ikan mengandung protein dan lemak tak jenuh yang tinggi. Fakta yang ditemukan
menunjukkan bahwa produk buangan yang kaya akan protein dan lemak meningkatkan
peluang
untuk mengalami kebusukan. Limbah tersebut dapat menimbulkan masalah lingkungan
bila tidak dilakukan penanganan. Menurut Dao dan Kim (2011), telah banyak penelitian
yang berkembang untuk memanfaatkan limbah jeroan ikan, seperti pembuatan pakan
ikan, pupuk serta media pertumbuhan bakteri, dengan menggunakan media pepton.
Sampai saat ini limbah-limbah tersebut sebagian besar belum dikelola dan
dimanfaatkan dengan baik, namun dibuang ke sungai, danau, laut, pantai dan tempat-
tempat pembuangan sampah. Apabila kondisi ini berlangsung secara terus-menerus akan
berdampak buruk pada lingkungan serta dapat menghambat perkembangan industri
perikanan pada masa yang akan datang. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan konsep
pembangunan berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan Disamping itu
praktek pembuangan limbah tersebut dapat menurunkan daya guna dan nilai guna produk
perikanan, sehingga secara ekonomi sangat merugikan. Pemerintah Indonesia telah
berupaya dalam mempertahankan daya dukung lingkungan melalui pengembangan
industri yang bersih dan upaya peningkatan daya guna dan hasil guna produk perikanan.
Oleh karena itu pengembangan manajemen limbah perikanan harus menjadi prioritas
untuk dipikirkan secara lebih serius. Strategi yang dapat diterapkan agar tercapai tujuan
tersebut antara lain melalui peningkatan efisiensi dalam penanganan dan pengolahan hasil
samping perikanan, memaksimalkan pemanfaatan limbah hasil perikanan untuk menekan
jumlah limbah yang dihasilkan, serta perlakuan yang tepat terhadap limbah yang dibawah
ambang batas yang ditentukan sehingga apabila limbah tersebut dibuang tidak akan
menjadikan pencemaran terhadap lingkungan di sekitarnya.
Rumput laut menjadi komoditas hasil perikanan yang semakin populer di dunia.
Umur budidayanya yang relatif pendek menjadikan rumput laut sangat ideal sebagai
bahan baku sebuah industri pengolahan. Pemanfaatan produk olahan rumput laut seperti
agar, alginat, dan karageenan sangat luas sehingga industri pengolahannya di sejumlah
negara berkembang pesat disertai dengan permintaan bahan baku yang semakin
meningkat (Anonin, 2010). Eucheuma cottonii adalah salah satu jenis rumput laut yang
banyak
dimanfaatkan sebagai bahan pangan maupun untuk keperluan industri sebagai sumber
penghasil karageenan (Hung et al., 2009). Rumput laut spesies ini juga telah
dibudidayakan di lebih dari 20 negara sebagai bahan pangan (Ask & Azanza, 2002). Saat
ini rumput laut di Indonesia banyak dikembangkan di pesisir pantai Kalimantan,
Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara dan wilayah pesisir lain di Indonesia. Mengingat panjang
garis pantai Indonesia yang kurang lebih 81.000 km, maka peluang budidaya rumput laut
sangat menjanjikan. Permintaan pasar dunia terhadap rumput laut Indonesia setiap
tahunnya rata - rata
mencapai 21,8 % dari kebutuhan dunia, sedangkan pemenuhan kebutuhan terhadap
permintaan tersebut masih sangat kurang, yaitu hanya berkisar 13,1%. Rendahnya
pasokan bahan baku dari Indonesia disebabkan karena teknologi budidaya yang kurang
baik dan kurangnya informasi tentang potensi rumput laut kepada para petani. Ada
beberapa jenis rumput laut yang ada di Indonesia yang dapat diolah menjadi bahan yang
berguna dan mempunyai nilai ekonomis, yaitu jenis gracilaria (rambukarang), Gelidium
(kades) dan Gelidiella (kades) yang akan menghasilkan agar-agar serta Eucheuma dan
hypnea (paris) yang akan menghasilkan karageenan serta Sargassum dan Turbinaria yang
menghasilkan
alginate.
Rumput laut Euchemma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut yang
sangat berpotensi untuk menghasilkan karageenan. Karageenan banyak digunakan
sebagai stabilitator dan emulsifier dalam industri bahan pangan, kosmetik, dan obat-
obatan. Karageenan merupakan metabolit primer yang diperoleh melalui proses ekstraksi.
Potensi ekonomi sumber daya kelautan kita antara lain dapat kita peroleh dari
budidaya rumput laut. Rumput laut tersebut setelah dikeringkan dapat diolah langsung
menjadi berbagai produk olahan pangan, atau dilakukan ekstraksi untuk memperoleh
agar-agar, karageenan dan align/alginat sesuai dengan metabolit yang kandungannya.
Rumput laut mempunyai nilai ekonomis penting karena penggunaannya sangat
luas. Sampai saat ini, rumput laut digunakan dalam industri makanan dan industri non
pangan yang antara lain berupa dodol, manisan, nugget, jam, jelly, sirup, saos, kecap, es
krim, kembang gula, kosmetik, obat-obatan, media pertumbuhan mikroba, tablet, kapsul,
cat, keramik dan masih banyak lagi. Rumput laut juga berguna bagi kesehatan, karena
kandungan seratnya yang cukup tinggi, rumput laut dipercaya mampu membantu
memperlancar sistem pencernaan makanan.

KARAKTERISTIK BAHAN HASIL SAMPING PERIKANAN DAN RUMPUT


LAUT
Hasil samping perikanan yang merupakan bahan sisa perlakuan dan pengolahan
hasil perikanan pada dasarnya dapat dimanfaatkan kembali menjadi produk olahan yang
memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi apabila dilakukan secara optimal dan
profesional. Selain itu pemanfaatan limbah perikanan tersebut juga bertujuan untuk
meminimalisir tingkat pencemaran terhadap lingkungan sekitarnya. Ada beberapa
kegiatan yang dilakukan oleh produsen, industri ataupun pelaku usaha dalam mengolah
bahan hasil samping antara lain adalah penyamakan kulit ikan, pengolahan tepung ikan,
khitosan, minyak ikan, kecap, krupuk kulit ikan/rambak, selase, gelatin, pearl essence
(campuran mutiara), pakan ikan/ternak dan masih banyak lagi. Salah satu pengolahan
limbah padat hasil perikanan yaitu khitin dan khitosan. Khitin dan khitosan merupakan
senyawa golongan karbohidrat yang dapat dihasilkan dari kulit udang, kepiting, ketam,
dan kerang. Khitin diperoleh melalui proses deproteinasi dan demineralisasi.
KARAKTERISTIK LIMBAH IKAN
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan perikanan adalah berupa :
1. Ikan rucah yang bernilai ekonomis rendah sehingga belum banyak dimanfaatkan
sebagai pangan. Bagian daging ikan yang tidak dimanfaatkan dari rumah makan,
rumah tangga industri pengalengan, atau industri fillet ikan.
2. Ikan yang tidak terserap oleh pasar, terutama pada musim produksi ikan yang
melimpah
3. Kesalahan penanganan dan pengolahan perikanan
Limbah yang sudah membusuk tidak dapat dimanfaatkan dengan cara
apapun. Limbah demikian harus ditangani dengan baik agar tidak menyebabkan
pencemaran lingkungan. Ada beberapa tahapan yang dapat dilakukan untuk
menangani limbah demikian, sehingga tidak mencemari lingkungan. Khitosan
merupakan produk dari proses deasetilasi khitin, yang memiliki sifat unik. Unit
penyusun khitosan merupakan disakarida (l-4)-2-amino-2-deoksi-aglukosa yang
saling berikatan beta. Produk khitosan ditentukan oleh sifat fisik dan kimiawinya.
Seperti halnya dengan polisakarida lain, khitosan memiliki kerangka gula, tetapi
dengan sifat yang unik, karena polimer ini memiliki gugus amin bermuatan
positif, sedangkan polisakarida lain masih bersifat netral atau bermuatan negatif.
Berbagai bentuk globular khitosan didesain di dalam larutan dengan konsentrasi
NaOH yang berbeda. Di dalam aplikasinya khitosan digunakan untuk kosmetik,
farmasi, biomedis dan bioteknologi. Sedangkan pada aplikasi produk pangan,
globular putih khitosan yang dibentuk dengan pengendapan larutan NaOH, dapat
digunakan untuk pembuatan jenis makanan tertentu, misalnya jenis permen atau
gula-gula. Bentuk globular bermembran yang memiliki sifat pecah apabila
ditekan, dapat dibuat dengan mengendapkan tetesan larutan khitosan di dalam
larutan alginat. Bahan dasar yang digunakan pada pengolahan hasil samping
perikanan yaitu :
 Kulit Ikan
Hampir sebagian besar kulit ikan dapat dimanfaatkan dalam pembuatan
kerupuk kulit ikan. Namun demikian, karena sebagian besar industri pengolahan
ikan hanya mengolah jenis ikan tertentu terutama ikan dengan nilai ekonomis
tinggi saja, maka jenis kulit ikan yang diolah pun menjadi sangat terbatas. Kulit
ikan yang sering dimanfaatkan antara lain yaitu kulit dari jenis ikan tenggiri, tuna,
kakap, kakap merah, pari, hiu, lele, bandeng dan belut.
Adapun persyaratan kulit ikan yang harus dipenuhi agar diperoleh kerupuk
ikan yang berkualitas yang baik antara lain adalah :
1. Masih dalam keadaan segar (belum busuk)
2. Bersifat liat / tidak mudah robek
3. Memiliki ketebalan minimal 0,5 mm (setelah sisik dibersihkan),
4. Kuat dan tidak mudah hancur
Kulit- kulit yang memenuhi persyaratan seperti diatas, umumnya berasal
dari ikan-ikan yang berukuran besar,baik ikan darat (air tawar) maupun ikan laut
 Hati Ikan
Hati ikan merupakan bahan baku dalam pengolahan minyak hati ikan. Hati
ikan yang digunakan biasanya hati ikan dari jenis ikan cucut/hiu, ikan pari,
atau kadang-kadang hati ikan tuna. Ikan cucut dikenal memiliki kandungan
vitamin A yang tinggi. Namun ternyata, hanya jenis cucut permukaan yang
mengandung minyak dengan kadar vitamin A yang tinggi. Dalam proses
pengolahan, hati ikan haruslah dalam keadaan segar dan tidak busuk. Hati ikan
yang busuk akan menghasilkan minyak dengan kualitas yang rendah.
 Kepala Ikan/udang, Jeroan Ikan dan Tulang Ikan
Kepala ikan/udang, jeroan ikan dan tulang ikan biasanya diperoleh dari
limbah industri fillet ikan, industri pengolahan surimi dan industri pengalengan
ikan yang banyak ditemukan di berbagai tempat di Indonesia, baik untuk tujuan
pemasaran lokal maupun ekspor. Kepala ikan/udang, jeroan ikan dan tulang ikan
yang digunakan sebagai bahan baku dalam pengolahan produk hasil samping,
sebaiknya berasal dari ikan yang segar, belum lama disimpan dan tidak terjadi
kerusakan baik
secara fisik, mekanis maupun biologis. Hal ini agar proses pengolahan lebih
mudah terhindar dari kontaminasi dan dapat menghasilkan produk dengan
kualitas yang tinggi.

KARAKTERISTIK BAHAN DASAR RUMPUT LAUT


Rumput laut merupakan komoditas hasil kelautan dan perikanan yang masih
menjadi andalan sebagai produk ekspor di Indonesia. Hasil budidaya beberapa jenis
rumput laut seperti Eucheuma dan Gracilaria semakin berkembang bahkan sudah banyak
menyumbangkan devisa negara. Namun, agar potensi yang ada dapat memberikan
keuntungan yang maksimal, pengembangan rumput laut harus pula diikuti dengan
pengembangan industri di sektor industri pengolahan. Hal ini dikarenakan nilai tambah
rumput laut sebagian besar justru terletak pada industri pengolahannya. Pesisir pantai
Sulawesi, Kalimantan, Madura, Nusa Tenggara, Pulau Karimun, Pulau Menjangan dan
daerah pesisir lainnya sangat banyak menghasilkan beberapa jenis rumput laut, akan
tetapi pengolahannya belum dilakukan secara maksimal. Mereka menjual rumput laut
dalam bentuk bahan mentah, sehingga nilai tambah dari rumput laut belum dapat
dinikmati oleh
masyarakat. Rumput laut (alga) yang ada di Indonesia secara umum dibagi menjadi 4
golongan, yaitu: alga hijau, alga biru-hijau, alga coklat dan alga merah. Dari keempat
golongan tersebut, hanya ada 2 yang biasa digunakan sebagai bahan baku industri, baik
industri makanan dan minuman maupun industri kimia, yaitu
alga merah dan alga coklat. Di Indonesia, ada beberapa jenis rumput laut yang telah
diolah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi, yaitu jenis Gracilaria
(rambukarang), Gelidium (kades) dan Gelidiella (kades) sebagai penghasil agar-agar,
Eucheuma dan
hypnea (paris) sebagai penghasil karaginan, serta Sargassum yang menghasilkan alginate.
Rumput laut merupakan jenis tumbuhan alga yang dibudidayakan maupun tumbuh
dengan sendirinya di wilayah pesisir pantai ataupun bahkan ada yang hidup di dasar laut.
Tanaman ini merupakan alga multiseluler (makroalga) golongan divisi thallophyta.
Berbeda dengan tanaman sempurna pada umumnya, rumput laut tidak memiliki akar,
batang dan daun. Secara morfologi rumput laut memiliki bentuk bulat, pipih, tabung atau
seperti ranting dahan yang bercabang-cabang. Rumput laut biasanya hidup di dasar
samudera yang dapat tertembus cahaya matahari. Secara umum, rumput laut yang dapat
dimakan adalah jenis alga biru (Cyanophyceae), alga hijau (Chlorophyceae), alga merah
(Rhodophyceae) atau alga coklat (Phaeophyceae). Senyawa yang paling banyak berada di
dalam rumput laut adalah polisakarida, dimana secara menyeluruh polisakarida yang
diproduksi oleh alga (rumput laut) di sebut phycocoloid. Ada tiga jenis phycocoloid, yaitu
1. Ester sulfat yang larut dalam air, contohnya karaginan dan agar-agar. Kandungan
sulfat ini merupakan parameter untuk membedakan jenis polisakarida yang
terkandung.
2. Laminaran yang larut dalam air
3. Polyuronida yang larut dalam larutan alkali, contohnya algin atau alginin. Alga
merah yang mengandung karagenan atau disebut Carragenophyte antara lain
adalah spesies Eucheuma spinosum, Eucheuma muricatum, Eucheuma cotonii dan
Hypnea. Jenis yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jenis
Eucheuma spinosum dan Eucheuma cotonii. Klasifikasi rumput laut tersebut adalah
sebagai berikut :
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Phodophyceae
Bangsa : Gigartinales
Suku : Solieriaceae
Marga : Eucheuma
Jenis : Eucheuma cottonii, Eucheuma spinosum

Eucheuma cottonii mempunyai ciri morfologis sebagai berikut :


 Berthalus dan cabang-cabang yang berbentuk bulat atau gepeng.
 Waktu hidup berwama hijau hingga kuning kemerahan dan
 Bila kering warnanya kuning kecoklatan (blunt nodule) dan mempunyai duri-duri.
Kandungan nutrisi Euchema cottoni yaitu terdiri dari air 27,8%, protein sebesar 5,4%;
karbohidrat 33,3%; lemak 8,6%; serat kasar 3%; abu sebesar 22,25%. Selain itu rumput
laut juga mengandung enzim, asam nukleat, asam amino, vitamin (A,B,C,D, E dan K) dan
makro mineral seperti nitrogen, oksigen, kalsium dan selenium serta mikro mineral seperti
zat besi, magnesium dan natrium. Kandungan asam amino, vitamin dan mineral rumput
laut mencapai 10-20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman darat (Hambali, 2004)

Tabel Komposisi Kimia Rumput Laut Eucheuma cottonii


Komposisl Eucheuma cottonii

Air (%) 12,90


Protein (%) 5,12
Lemak (%) 0,13
Karbohidrat (%) 13,38
Serat kasar (%) 1,39
Abu (%) 14,21
Mineral Ca (Ppm) 52,82
Mineral Fe tppm) 0,11
Riboflavin (mg/100 q) 2,26
Vitamin C (mg/100 g) 4,00
Karagenan (%) 65,75

Tabel di atas menunjukkan bahwa didalam rumput laut terdapat nilai nutrisi
yang tinggi, yaitu protein, karbohidrat, dan serat kasar. Zat-zat tersebut sangat baik untuk
dikonsumsi sehari-hari karena mempunyai fungsi dan peran penting untuk menjaga dan
mengatur metabolisme tubuh manusia. Selain itu, rumput laut juga mengandung mineral
esensial (besi, iodin, aluminum, mangan, calsium, nitrogen dapat larut, phosphor, sulfur,
khlor. silicon, rubidium, strontium, barium, titanium, cobalt, boron, copper, kalium, dan
unsur-unsur lainnya), asam nukleat, asam amino, protein, mineral, trace elements, tepung,
gula dan vitamin A, C, D E, dan K. Salah satu faktor yang sangat menentukan mutu
rumput laut adalah umur panen. Umur panen rumput laut untuk jenis Euchema cottonii
adalah 45 – 55 hari karena pada umur tersebut, Euchema cottonii akan menghasilkan
rendemen karaginan serta kekuatan gel yang optimal.
Berdasarkan strukturnya, karagenan dibagi menjadi tiga jenis yaitu kappa, iota
dan lambda karagenan. Karagenan pada alga merah, merupakan senyawa polisakarida
yang tersusun dari D–galaktosa dan L-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan
oleh ikatan 1-4 glikosilik. Karaginan merupakan senyawa polisakarida linear yang
tersusun dari unit Dgalaktosa dan L-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan
oleh ikatan glikosidik alfa-1,3 dan beta-1,4 secara bergantian. Kegunaan karaginan yang
awalnya digunakan sebagai makanan, sejalan dengan perkembangan teknologi, saat ini
penggunaannya semakin berkembang seperti halnya agaragar, yaitu sebagai bahan
pengatur keseimbangan (stabilizer), bahan pengental (thickener), pembentuk gel, dan
pengemulsi. Karaginan juga digunakan dalam beberapa industri antara lain industri
makanan seperti pembuatan dodol, syrup, nugget, kue, roti, macaroni, jelly, jam, es krim,
dan lain sebagainya. Dalam industri farmasi karaginan digunakan dalam produk pasta
gigi dan obat-obatan, selain itu karaginan juga dimanfaatkan dalam industri kosmetik,
industri tekstil dan industri cat.
Hypnea
Hypnea adalah rumput laut dari ordo Gigartinales yang dapat menghasilkan
karagenan, sedangkan Gracilaria adalah rumput laut dari ordo Gigartinales yang
menghasilkan agar yang sama dengan Gelidium dari ordo Gelidiales. Rumput laut
hypnea termasuk ke dalam kelas Rhodophyta atau alga merah. Kelas Alga merah atau
Rhodophyta adalah salah satu filum dari alga berdasarkan atas zat warna atau
pigmentasinya. Warna merah pada alga tersebut disebabkan oleh pigmen fikoeritrin
dalam jumlah yang banyak apabila dibandingkan dengan pigmen klorofil, karoten, dan
xantofil. Alga merah pada umumnya banyak sel (multiseluler) dan makroskopis.
Panjangnya antara 10 cm sampai 1 meter dan berbentuk berkas atau lembaran. Alga
merah ini berwarna muda, merah sampai ungu. Chromatofora berbentuk cakram atau
lembaran yang mengandung klorofil a, klorofil b dan karoteboid. Akan tetapi, warna yang
lain tertutup oleh warna merah fikoiretrin sebagai pigmen utama yang menghasilkan
fluoresensi
Ciri talusnya antara lain adalah :
a. Bentuknya berupa helaian atau berbentuk seperti pohon.
b. Tidak berflagella.
c. Selnya terdiri dari komponen yang berlapis – lapis.
d. Mempunyai pigmen fotosintetik fikobilin, memiliki pirenoid yang terletak
didalam koroplas, pirenoid berfungsi untuk menyimpan cadangan makanan
atau hasil asimilasi.
Hypnea memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gigartinales
Suku : Hypneaceae
Marga : Hypnea
Jenis : Hypnea sp

Tabel 2. Komposisi Kimiawi Beberapa Jenis Rumput Laut


Jenis RL Karbohidrat(%) Protein (%) Lemak (%) Air(%) Abu(%) Serat Kasar(%)

E. Cottonii 57.52 3.46 0.93 14.96 16.05 7.08

Sargassum Sp 19.06 5.53 0.74 11.71 34.57 28.39

Turbinaria sp 44.90 4.79 1.66 9.73 33.54 16.38

Glacelaria sp 41.68 6.59 0.68 9.38 32.76 8.92


Sumber : Yunizal 2004

Tabel 3. Standar Mutu Rumput Laut Kering untuk Eucheuma, Gelidium,


Gracilaria dan Hypnea.
Karakteristik Syarat

Eucheuma Gelidium Gracilaria Hypnea

- Kadar air maksimal (%) 32 15 25 30


- Benda asing maksimal (%) 5*) 5**) 5**) 5**)
- Bau spesifik spesifik spesifik spesifik
rumput laut rumput laut rumput laut rumput laut

*) Benda asing disini adalah garam, pasir, karang, kayu dan jenis lain
**) Benda asing disini adalah garam, pasir, karang dan kayu.
Gracilaria merupakan salah satu spesies dari golongan alga merah yang
banyak tumbuh di wilayah pesisir pantai bahkan berhasil dibudidayakan di tambak.
Selain dikonsumsi secara langsung sebagai sayuran, Gracilaria sp. Dan Gelidium sp.
menghasilkan metabolit primer senyawa hidrokoloid yang disebut agar. Agar-agar ini
banyak digunakan sebagai bahan baku makanan dan minuman, juga sebagai bahan
penunjang di berbagai industri. Klasifikasi Gracilaria adalah sebagai berikut:
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gigartinales
Suku : Glacelariaeceae
Marga : Glacelaria
Jenis : Glacelaria gigas
Glacelaria verrucosa
Glacelaria lichenoides

JENIS DAN PRINSIP KERJA ALAT PENGOLAHAN HASIL SAMPING


PRODUK
PERIKANAN DAN RUMPUT LAUT
Dalam kegiatan pengolahan bahan samping produk perikanan, perlu disiapkan
beberapa sarana dan prasarana yang mendukung keberhasilan dari kegiatan tersebut.
Tanpa dukungan peralatan yang cukup memadai, baik dari segi jenis dan fungsinya, maka
hasil akhir suatu kegiatan produksi hasil samping perikanan tidaklah sempurna.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut perlu di perhatikan dengan teliti dan cermat,
sehingga pada saat pelaksanaan tidak terjadi kendala, kesalahan penggunaan alat yang
akan mengakibatkan
kualitas atau mutu akhir dari produksi hasil samping perikanan menjadi menurun.

ALAT PENGOLAHAN PRODUK HASIL SAMPING PERIKANAN


1. Alat Pembuatan Kerupuk/Rambak Kulit Ikan
Proses pembuatan kerupuk kulit ikan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan
mesin atau peralatan yang memadai dan sesuai dengan kapasitas produksi. Hal ini
dilakukan agar dapat dihasilkan produk yang berkualitas sesuai dengan keinginan
pasar. Peralatan yang diperlukan pada pembuatan krupuk rambak kulit ikan antara
lain adalah :
a. Timbangan
Untuk menghasilkan kualitas produksi yang stabil, setiap pemakaian bahan harus
selalu diukur ataupun ditimbang terlebih dahulu agar berat bahan yang akan
digunakan sesuai dengan jumlah/volume bahan yang diperlukan.
b. Bak Plastik
Bak plastik atau tong besar plastik diperlukan untuk beberapa proses kegiatan,
antara lain sebagai wadah perendaman, wadah pencucian, wadah bahan dan
sebagai wadah produk yang dihasilkan.
c. Baskom/loyang Plastik
Baskom plastik digunakan pada proses pembuatan kerupuk ikan sebagai alat
pada perlakuan perendaman bahan ke dalam larutan bumbu, selain diperlukan
untuk menyiapkan bahan pendukung lainnya.
d. Alat Penghancur
Alat Penghalus atau alat penghancur digunakan untuk menghaluskan bumbu
ataupun bahan. Alat yang digunakan harus disesuaikan kapasitasnya yaitu untuk
skala produksi maupun skala rumah tangga sehingga lebih efektif dan efisien.
Selain itu alat ini juga harus menghasilkan tingkat kehalusan yang baik agar
hasil campuran lebih merata.
e. Alat Penjemur
Agar proses pengeringan lebih cepat dan higienis serta menghasilkan bahan
dengan tingkat kekeringan maksimal, maka proses pengeringan dilakukan
dengan menggunakan perangkat penjemuran yang terbuat dari logam
aluminium. Alat penjemuran tersebut dilengkapi dengan rak penyangga yang
dilengkapi dengan pengatur suhu pengeringan.
f. Kompor
Kompor digunakan sebagai sumber media panas pada proses pemasakan kulit
ikan menjadi kerupuk ikan. Kompor yang digunakan dapat berupa kompor
minyak tanah, kompor gas maupun kompor listrik.
g. Wajan, spatula, serok.
Wajan, Serok dan spatula yang digunakan dalam pembuatan kerupuk ikan
adalah alat yang digunakan dalam proses penggorengan kulit ikan/rambak.
h. Pisau
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan krupuk kulit ikan sering kali
didapatkan kondisi ikan yang kering, tipis dan liat, sehingga perlu pisau yang
benar-benar tajam untuk memotong atau memisahkan beberapa bagian tertentu
seperti tulang, duri dan sirip ikan.
i. Gelas Ukur
Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume air yang digunakan dalam proses
pembuatan kerupuk kulit ikan secara tepat.
j. Sealer
Sealer digunakan untuk mengemas produk yang telah dikemas dengan plastik
kemasan sehingga hasil pengemasannya menjadi rapat.
k. Tempat Penyaringan/nyiru
Nyiru/tempat penyaringan digunakan pada perlakuan penirisan bahan, baik
setelah proses pencucian, proses perendaman maupun proses penggorengan
2. Alat Pengolahan Tepung Tulang Ikan
Pada proses pengolahan tepung ikan, hasil yang diddapat selain tepung ikan,
adalah berupa porduk minyak ikan dengan kualitas yang tinggi. Bahan baku yang
digunakan yaitu ikan utuh maupun bagian ikan dari limbah sisa pengolahan ikan
yang lain. Akan tetapi minyak ikan yang diperoleh dari hasil samping kegiatan
pengolahan tepung ikan yang banyak beredar di pasaran biasanya mempunyai grade
yang rendah. Hal
ini karena adanya degradasi yang disebabkan oleh pemanasan dan pendiaman
minyak pada suhu tinggi selama proses dan penyimpanan (Piggot, 1996).
Dua proses penting pada pengolahan tepung ikan adalah pemasakan,
pengepresan untuk memisahkan fase cair/ misela (miscella) dari padatannya, serta
pengeringan bahan padat untuk dijadikan tepung ikan. Misela terdiri dari air,
minyak, bahan-bahan larut air, dan padatan yang tersuspensi dalam air. Padatan
terlarut adalah senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah dan jenis protein
yang larut air (seperti protein miofibril) yang keluar dari daging ikan pada saat
pemasakan. Fraksi minyak dipisahkan dari misella dengan proses sentrifugasi
(Piggot, 1996).
3. Alat Pengolahan Minyak Ikan
a. Pisau
Pisau dibutuhkan pada tahap awal proses yaitu untuk memotong, menyayat hati
ikan, agar dihasilkan sayatan hati ikan yang lebih kecil, sehingga memudahkan
pada proses selanjutnya.
b. Langseng / Dandang
Agar proses pengolahan dapat menghasilkan minyak ikan secara maksimal,
maka dilakukan pengukusan hati ikan dengan dandang sampai minyak ikan
benar-benar keluar.
c. Alat pengepres
Alat pengepres digunakan untuk mengeluarkan minyak ikan dari hati ikan yang
telah dikukus sebelumnya. Proses pengepresan dilakukan dengan memberi
tekanan/beban secara bertahap agar minyak yang dihasilkan dari proses
pengepresan tidak tercampur dengan ampasnya.
d. Sentrifugal/corong Pemisah
Sentrifugal/corong pemisah digunakan untuk memisahkan kandungan minyak
yang dihasilkan dengan kandungan air yang tercampur pada minyak ikan.
e. Peralatan Laboratorium
Netralisasi merupakan proses memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau
lemak dengan perlakuan mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau
pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Ketaren, 1986). Perangkat alat
yang digunakan pada perlakuan pemurnian minyak antara lain gelas piala, cawan
porselin, oven, desikator, Erlenmeyer, pipet tetes, pipet 10 ml, buret, kertas
saring,
kertas whatman 42, kertas lakmus, pendingin tegak, penangas air, corong
pemisah, labu penyabunan, tanur pengabuan, penyaring vacuum, sentrifuge,
magnetic stirrer, alat pemucat dan spectrofotometer.
f. Alat Pengolahan khitin dan khitosan
Alat-alat yang diperlukan pada proses pembuatan khitin dan khitosan antara lain:
1) Bak /wadah Pencucian
2) Oven Pengering
3) Alat Penghancur
4) Alat Pengayak
5) Alat Penangas
6) Alat Penyaring/Peniris/Nyiru
g. Alat Pengolahan Pakan Ternak
1. Perlakuan Secara Fisik
 Alat pengeringan/Oven Pengering
 Alat Pembuatan Pelet
 Alat Pengukus/Steamer
Alat pengukusan yang digunakan adalah alat sejenis Steamer dengan
menggunakan metode pengukusan bertekanan tinggi sehingga dapat
menghasilkan kualitas bahan yang sangat halus.
 Wadah/bak penampungan bahan
2. Perlakuan secara Kimia
Peralatan yang digunakan pada pembuatan pakan ternak secara kimiawi
adalah dengan peralatan laboratorium kimia
3. Perlakuan secara Biologis
Peralatan yang digunakan pada pembuatan pakan ternak secara biologi
antara lain :
 Bak/wadah Pastik
 Destilator
 Penangas Listrik
 Erlenmeyer
 Gelas piala
 Pendingin balik
 Gelas Pengaduk
 Corong gelas
h. Alat Pengolahan Pupuk Organik
Peralatan yang diperlukan pada pembuatan pupuk organik dari bahan hasil
samping perikanan antara lain :
 Bak/wadah Pastik besar
 Pengaduk kayu
 Kain saring
 Nyiru
 Ember plastik
i. Alat Pembuatan Terasi Ikan/Udang
 Timbangan
 Baskom/wadah Plastik
 Loyang Alumunium
 Pisau
 Nyiru
 Talenan
 Oven Pengering
 Blender/Grinder
 Plastik kemasan
j. Alat Pembuatan Kecap Ikan
 Timbangan
 Baskom/wadah Plastik
 Tong/Bak/Wadah berkeran
 Cobek + Mutu
 Pisau
 Nyiru
 Kain Saring
 Talenan
 Oven Pengering
 Blender/Grinder
 Kompor
 Panci
 Botol Kemasan
 Plastik kemasan

Anda mungkin juga menyukai