Anda di halaman 1dari 24

1.1.

Tinjauan proses keperawatan

Tahap-tahap dalam proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi (Zaidin, 2010).

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk

mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali

masalah-masalah, kebutuhan, kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial,

dan lingkungan melalui wawancara/ anamesa terdiri dari autoanamesa dan alloanamesa.

Sumber data dapat diperoleh melalui: sumber data primer (data dari pasien), sumber data

sekunder (data dari orang terdekat pasien), dan sumber lain (catatan pasien apakah dari

perawatan atau rekam medik yang merupakan riwayat penyakit dan perawatan pasien masa

lalu) (Nasrul, 1995). Jenis data meliputi data objektif (data yang sesungguhnya dan

pemeriksaan dengan menggunakan syandar-standar yang berlaku/ diakui misalnya denyut

nadi, warna kornea mata, suhu tubuh, dan lain-lain) dan data subjektif (pernyataan/ keluhan

yang disampaikan oleh pasien/ klien, misalnya rasa nyeri, rasa sakit, rasa takut, mual, dan

lain-lain) (Zaidin, 2010).

1. Biodata

Berisikan identitas bayi dan orang tua meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal

lahir, jenis persalinan, nama orang tua (ayah dan ibu), umur ibu, agama,

suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan alamat.

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama: Sejak usia 10 hari bayi terlihat kuning dan lemah, hingga bayi

tidak mau menetek, warna kuning terlihat jelas terutama di daerah wajah dan

sklera.

b. Riwayat penyakit sekarang:


1) Problem: tubuh bayi menguning

2) Quality: ringan, sedang, atau berat

3) Regional:

Tabel 2.2 Hubungan kadar bilirubin (mg/dl) dengan daerah ikterus menurut Kramer
(Sudigdo, 2004)

Daerah Luas Ikterus

1 Kepala dan leher


Daerah 1 + badan
2
bagian atas
Daerah 1,2 + badan
3 bagian bawah dan
tungkai
Daerah 1,2,3 + lengan
4 dan kaki di bawah
tungkai
Daerah 1,2,3,4 +
5
tangan dan kaki

4) Skala:

Tabel 2.2 Hubungan kadar bilirubin (mg/dl) dengan daerah ikterus menurut Kramer
(Sudigdo, 2004)

Kadar Bilirubin (mg%)


Daerah Luas Ikterus
Prematur Aterm
1 Kepala dan leher 4-8 4-8
Daerah 1 + badan
2 5-12 5-12
bagian atas
Daerah 1,2 + badan
3 bagian bawah dan 7-15 8-16
tungkai
Daerah 1,2,3 + lengan
4 dan kaki di bawah 9-18 11-18
tungkai
Daerah 1,2,3,4 +
5 >10 >15
tangan dan kaki

5) Time: Kapan penyakit itu timbul


c. Riwayat Antenatal

Kemungkinan gravida empat atau lebih. HPHT tidak sesuai dengan umur

kehamilan saat persalinan. Tidak pernah periksa kehamilan atau periksa tidak

teratur serta periksa pada petugas yang tidak berwenang, tidak pernah mendapat

imunisasi. Sewaktu hamil menderita penyakit pembuluh darah misalnya

hipertensi, hipotensi, menderita penyakit jantung, paru-paru, diabetes serta

pengobatan yang didapat.

d. Riwayat kesehatan keluarga :

1) Ada saudara yang menderita penyakit hemolitik bawaan atau ikterus,

kemungkinan suspek spherochytosis herediter kelainan enzim darah merah.

2) Golongan darah ibu dan faktor Rh, riwayat isoimunisasi, dan titer antibodi

3) Hasil uji skrining ibu (misalnya titer rubella, skrining antigen hepatitis,

veneral disease research laboratory/ VDRL, skrining klamidia, biakan

gonore, biakan herpes, dan skrining HIV)

e. Riwayat kelahiran:

1) Ketuban pecah meliputi jumlah cairan, adanya mekonium, dan lamanya

ketuban pecah sampai dengan kelahiran, kesukaran kelahiran dengan

manipulasi berlebihan merupakan predisposisi terjadinya infeksi

2) Rekaman pemantauan janin (misalnya adanya gawat janin, sampel kulit kepala

janin, dan hasil analisa gas darah)

3) Riwayat persalinan meliputi, awitannya, lamanya, komplikasi, medikasi dan

anastesia (jumlah dan kapan diberikan). Pemberian obat anestesi, analgesik

yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan nafas (hipoksia) dan asidosis

yang akan menghambat konjugasi bilirubin.


4) Riwayat bayi baru lahir (misalnya kebutuhan akan resusitasi dan nilai Apgar

skor pada menit 1 dan 5). Bayi dengan apgar score rendah memungkinkan

terjadinya (hypoksia), asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.

5) Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh

(hepar).

3. Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi manajemen kesehatan: kebiasaan hidup keluarga pasien yang sesuai

atau tidak sesuai dengan tatalaksana hidup sehat. (jika pasien sakit apakah keluarga

pasien akan segera membawa ke pelayanan kesehatan atau membeli obat ke took

terdekat )

b. Pola nutrisi dan metabolisme:

Bayi malas minum ASI. Riwayat pelambatan/ makan oral buruk, lebih mungkin

disusui daripada menyusu botol (Doenges, 2001).

c. Pola aktivitas:

Pasien menjadi lemas/ letargi, aktivitas menurun (Doenges, 2001).

d. Pola eliminasi:

Bising usus hipoaktif, pasase mekonium mungkin lambat, feses mungkin lunak/

coklat kehijauan selama penegluaran bilirubin, urin gelap pekat (hitam kecoklatan).

(Doenges, 2001).

e. Pola istirahat dan tidur:

Biasanya pasien mengalami gangguan tidur

4. Pemeriksaan fisik

Kegiatan pemeriksaan fisik meliputi: inspeksi (dengan melihat bagian-bagian

tubuh yang diperiksa), palpasi (perabaan bagian-bagian tubuh tertentu), Auskultasi

(dengan cara mendengar bunyi bagian-bagian tubuh tertentu dengan alat stetoskop), dan
perkusi (dengan cara mngetuk bagian-bagian tubuh tertentu) (Zaidin, 2010). Waktu

pemeriksaan fisik dapat dilakukan saat bayi baru lahir, 24 jam setelah lahir, dan akan

pulang dari rumah sakit. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir,

ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain (Musrifatul, 2008):

a. Bayi sebaiknya dalam keadaan telanjang di bawah lampu terang sehingga bayi tidak

mudah kehilangan panas, atau lepaskan pakaian hanya pada daerah yang diperiksa.

b. Lakukan prosedur secara berurutan dari kepala ke kaki atau lakukan prosedur yang

memerlukan observasi ketat lebih dahulu. Seperti paru-paru, jantung, dan abdomen

c. Lakukan prosedur yang mengganggu bayi, seperti pemeriksaan refleks pada tahap

akhir.

d. Bicara lembut, pegang tangan bayi di atas dadanya atau lainnya.

1) Keadaan umum: tampak lemas, pucat, kejang, dan aktivitas menurun.

2) Tanda-tanda vital dan pengkajian antropometrik

a) Tanda-tanda vital:

(1) TD : normal ± 80/46 mmHg

(2) Suhu tubuh: Ukur suku aksila dengan termemoter pada lipatan aksila selama

10 menit. Kisaran suhu bayi yang normal adalah 36,40C-37,20C (97,50-990F)

(3) Nadi : Keadaan normal apabila frekuensi denyut jantungnya di atas 60

kali/menit dalam jangka waktu yang relatif pendek.

(4) RR : Riwayat asfiksia, krekles, mukus bercak merah muda (edema

pleural, hemoragi pulmonal) (Doenges, 2001).

b) Pengukuran antropometri. Bandingkan ukuran bayi dengan ukuran standar,

misalnya standar yang telah ditetapkan oleh Lubchenko dan kawan-kawan.

Model ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi bayi baru lahir yang

memilki kesempatan baik untuk tumbuh dengan normal atau bayi-bayi yang
berisiko untuk berbagai alasan. Misalnya, bayi tersebut mungkin kecil untuk

bayi cukup bulan atau kecil untuk masa kehamilan atau di luar proporsi

dengan pengukuran lain (menunjukkan adanya masalah-masalah khusus,

misalnya dwarfisme atau garis sutura yang menyatu).

(1) Lakukan pengukuran berat badan, panjang badan, lingkar kepala, dan

lingkar dada

(2) Lakukan penilaian hasil pengukuran:

(a) Berat badan normal adalah 2500-3500 gr. Berat badan yang kurang dari

2500 gr disebut bayi prematur sedangkan berat badan bayi yang saat

lahir lebih dari 3000 gr disebut macrosomia

(b) Panjang badan normal adalah 45-50 cm

(c) Lingkar kepala normal adalah 33-35 cm

(d) Lingkar dada nomal dalah 30-33 cm, apabila diameter kepala lebih

besar 3 cm dari lingkar dada maka bayi mengalami hidrocephalus dan

apabila diameter kepala lebih kecil 3 cm dari lingkar dada maka bayi

mengalami microcephalus

c) Lingkar dada. Letakkan pita pengukur di atas putting dan melintasi

batas bawah dari skapula, rata-rata lingkar dada adalah 33 cm,

biasanyan 2 sampa 3 cm lebih kecil daripada lingkar kepala.

3) Pemeriksaan fisik yang rinci head to toe

a) Kepala

(1) Inspeksi:

(a) Asimetris atau tidaknya maulage, yaitu tulang tengkorak yang saling

menumpuk pada saat lahir


(b) Ada tidaknya caput succedaneum, yaitu edema pada kulit kepala, lunak

dan tidak berfluktuasi, batasnya tidak tegas, serta menyebrangi sutura

dan akan hilang dalam beberapa hari.

(c) Ada tidaknya cephal haematum, yang terjadi sesaat setelah lahir dan

tidak tampak pada hari pertama karena tertutup oleh caput succedaneum.

Cirinya konsistensi lunak, berfluktuasi, berbatas tegas pada tepi tulang

tengkorak, tidak menyebrangi sutura dan apabila menyeberangi sutura

kemungkinan mengalami fraktur tulang tengkorak. Cephal haematum

dapat hilang sempurna dalam waktu 2-6 bulan.

(d) Ada tidaknya perdarahan, yang terjadi karena pecahnya vena yang

menghubungkan jaringan di luar sinus dalam tengkorak. Batasnya tidak

tegas sehingga bentuk kepala tampak asimetris, sering diraba terjadi

fluktuasi dan cedera.

(e) Ubun-ubun anterior normalnya berbentuk seperti berlian, panjangnya 3-4

cm dan lebarnya 2-3 cm, akan menutup pada usia 18 bulan.

(f) Ubun-ubun posterior normlnya berbentuk segitiga dan lebih kecil dari

ubun-ubun anterior, akan menutup pada 8-12 minggu

(g) Ubun-ubun yang menonjol dan tegang dapat menandakan tekanan

intrakranial

(h) Ubun-ubun yang cekung merupakan karakteristik dari dehidrasi

(2) Palpasi:

(a) Adanya fontanel dengan cara menggunakan jari tangan. Fontanel

posterior akan dilihat proses penutupan setelah umur 2 bulan dan

fontanel anterior menutup saat usia 12-18 bulan.

b) Muka
(1) Inspeksi:

(a) Kesimetrisan dari muka diperiksa

(b) Hipertelorisme ocular, mata dengan jarak lebar-jarak lebih dari 3 cm

antara kantus mata bagian dalam dapat dideteksi.

(2) Palpasi: adanya edema

c) Mata

(1) Inspeksi: Sklera terlihat kuning, paralisis bola mata ke atas

(2) Palpasi : kelopak mata adakah edema, lesi, ptosis.

d) Hidung

(1) Inspeksi:

(a) Amati pola pernafasan. Apabila bayi bernafas melalui mulut, maka

kemungkinan bayi mengalami obstruksi jalan nafas karena adanya atresia

koana bilateral, fraktur tulang hidung, atau ensefalokel yang menonjol ke

nasofaring. Sedangkan, pernafasan cuping hidung akan menunjukkan

gangguan pada paru-paru.

(b) Amati mukosa lubang hidung. Apabila terdapat sekret mukopurulen dan

berdarah, perlu dipikirkan adanya penyakit sifilis kongenital dan

kemungkinan lain. Sekresi lendir jika berlebihan dapat merupakan indikasi

suatu fistula trakeosofagus.

(c) Kepatenan hidung ditentukan dengan menutup mulut bayi dan menekan

satu lubang hidung pada waktu yang bersamaan atau dengan memasukkan

selang nasogastrik.

(2) Palpasi: adakah pembengkakan

e) Mulut

(1) Inspeksi:
(a) Adanya kista pada mukosa mulut

(b) Amati warna, kemampuan refleks menghisap. Apabila lidah menjulur

keluar, dapat dinilai adanya kecacatan kongenital.

(c) Amati adanya bercak pada mukosa mulut, palatum, dan pipi. Biasanya

disebut sebagai Monilia albicans

(d) Amati gusi dan gigi, untuk menilai adanya pigmen. Tumbuh gigi lebih awal

kalus arena menyusu (sucking calluses)

f) Telinga dan leher

(1) Bila bayi ikterus hidup dengan umur lebih lajut dapat terjadi tuli

(2) Leher menjadi kaku (Ngastiyah, 2005).

g) Dada

(1) Inspeksi : Bentuk dan kelainan bentuk dada perubahan pergerakan pernapasan

(retraksi dada),

(2) Palpasi : adakah penurunan gerakan dinding dada

(3) Perkusi : paru-paru pekak

(4) Auskultasi :

(a) Paru-paru : apnea, takipnea

(b) Jantung : takikardi

h) Abdomen

(1)Inspeksi : bentuk simetris, perdarahan tali pusat, jumlah pembuluh darah

pada tali pusat, distensi abdomen

(2)Palpasi : dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar

(3)Auskultasi : bising usus hipoaktif (Doenges, 2001).

(4)Perkusi : ada tidaknya cairan/asites (normal : timpani, pekak)

i) Genitalia
Inspeksi pada genitalia wanita, seperti keadaan labiominora, labiomayora,

lubang uretra, dan lubang vagina.

(1) Pada labia minora dapat ditemukan adanya verniks dan smegma pada

lekukan

(2) Labia mayora normalnya menutupi labia minora dan klitoris

(3) Klitoris normalnya menonjol

(4) Keluaran vagina mungkin diakibatkan oleh hormon ibu, ini disebut sebagai

pseudomenstruasi

Inspeksi pada genitalia laki-laki seperti :

(1) Keadaan penis, ada tidaknya hipospadia (defek di bagian ventral ujung

penis atau defek sepanjang penis), dan epispadia (defek pada dorsum penis)

(2) Rugae normalnya tampak pada skrotum dan ke-2 testis turun ke dalam

skrotum

j) Punggung dan bokong

(1) Spina normalnya rata dan bulat. Sekelompok rambut yang tumbuh atau

lekuk kecil pada sakrum atau dasar spina berhubungan dengan spina bifida

okulta

(2) Terdapat lubang anus yang terbuka

k) Ekstermitas atas dan bawah

Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus,

stenosis yang disertai ketegangan otot. Dapat juga dijumpai sianosis pada bayi

yang hipoksia (Ngastiyah, 2005).

l) Kulit
Warna kulit menjadi kuning. Tanda dehidrasi ditunjukkan dengan turgor yang

jelek. Elastisitas menurun, perdarahan bawah kulit ditunjukkan dengan ptekia,

ekimosis.

4) Pengkajian-pemeriksaan neurologis (refleks pada bayi)

Tabel 2.3 pemeriksaan refleks (Musrifatul, 2008)


Pemeriksaan Cara pengukuran Kondisi normal Kondisi patologis
refleks
Berkedip Sorotkan cahaya ke Dijumpai pada tahun Jika tidak dijumpai,
mata bayi pertama menunjukkan kebutaan

Tanda babinski Gores telapak kaki Jari kaki Bila pengembangan jari
sepanjang tepi luar, mengembang dan kaki dorsofleksi, maka
dimulai dari tumit ibu jari kaki ada tanda lesi
dorsofleksi, dijumpai ekstrapiramidal setelah
sampai umur 2 tahun umur 2 tahun.

Merangkak Letakkan bayi Bayi membuat Apabila gerakan tidak


tengkurap di atas gerakan merangkak simetris, maka ada tanda
permukaan yang dengan lengan dan neurologi
rata kaki bila diletakkan
pada abdomen

Menari/ Pegang bayi Kaki akan bergerak Refleks menetap


melangkah sehingga kakinya ke atas dan ke bawah melebihi 4-8 minggu
sedikit menyentuh bila sedikit merupakan keadaan
permukaan yang disentuhkan ke abnormal
keras permukaan keras.
Dijumpai pada 4-8
minggu pertama

Ekstrusi Sentuh lidah Lidah ekstensi kea Ekstensi lidah yang


dengan ujung rah luar bila persisten adanya
spatel lidah disentuh. Dijumpai Sindrom Down
pada umur 4 bulan

Galant’s Gores punggung Punggung bergerak Tidak adanya refleks


bayi sepanjang sisi kea rah samping bila menunjukkan lesi
tulang balakang distimulasi. medulla spinalis
dari bahu sampai Dijumpai pada 4-8 transversa
bokong minggu pertama.

Moro’s Ubah posisi dengan Lengan ekstensi, Refleks yang menetap


tiba-tiba atau pukul jari-jari lebih dari 4 bulan
meja/ tempat tidur mengembang, kepala menunjukkan adanya
terlempar ke kerusakan otak. Respons
belakang, tungkai tidak simetris
Pemeriksaan Cara pengukuran Kondisi normal Kondisi patologis
refleks
sedikit ekstensi, menunjukkan adanya
lengan kembali ke hemiparesis, fraktur
tengah dengan klavikula, atau cedera
tangan fleksus brakhialis. Tidak
menggenggam, ada respons pada
tulang belakang dan ektsermitas bawah
ekstermitas bawah menunjukkan adanya
ekstensi. Lebih kuat dislokasi pinggul atau
selama 2 bulan dan cedera medula spinalis
menghilang pada
umur 3-4 bulan.

Neck righting Letakkan bayi Bila bayi telentang, Tidak ada refleks atau
dalam posisi bahu dan badan refleks menetap lebih
telentang, coba kemudian pelvis dari 10 bulan
menarik perhatian berotasi ke araha di menunjukkan adanya
bayi dari satu sisi mana bayi diputar. gangguan sistem saraf
Dijumpai selama 10 pusat
bulan pertama.

Menggenggam Letakkan jari Jari-jari bayi Fleksi yang tidak simetris


(palmar grasp) telapak tangan bayi melengkung di menunjukkan adanya
dari sisi ulnar, jika sekitar jari yang paralisis. Refleks
refleks lemah atau diletakkan di telapak menggenggam yang
tidak ada, berikan tangan bayi dari sisi menetap menunjukkan
bayi botol atau dot ulnar. Refleks ini gangguan serebral.
karena menghisap menghilang pada 3-4
akan mengeluarkan bulan.
refleks.

Rooting Gores sudut mulut Bayi memutar kea Tidak adanya refleks,
bayi garis tengah rah pipi yang menunjukkan adanya
bibir digores. Refleks ini gangguan neurologi
menghilang pada berat.
umur 3-4 bulan,
tetapi bisa menetap
sampai umur 12
bulan khususnya
selama tidur.

Kaget (startle) Bertepuk tangan Bayi mengekstensi Tidak adanya refleks,


dengan keras dan memfleksi menunjukkan adanya
lengan dalam gangguan pendengaran.
berespons terhadap
suara yang keras,
tangan tetap rapat.
Refleks ini akan
menghilang setelah
Pemeriksaan Cara pengukuran Kondisi normal Kondisi patologis
refleks
umur 4 buan.

Menghisap Berikan botol dan Bayi menghisap Refleks yang lemah atau
dot pada bayi dengan kuat dalam tidak ada menunjukkan
berespons terhadap kelambatan
stimulasi. Refleks ini perkembangan atau
menetap selama keadaan neurologi yang
masa bayi mungkin abnormal.
terjadi stimulasi
tidur tanpa stimulasi.
Bayi melakukan
perubahan posisi bila
kepala diputar ke
satu sisi, lengan dan
tungkai ekstensi ke
arah sisi putaran
kepala dan fleksi
pada sisi yang
berlawanan.

Tonic neck Putar kepala Normalnya refleks Tidak normal bila


dengan cepat ke ini tidak terjadi respons terjadi setiap
satu sisi setiap kali kepala kepala diputar. Jika
diputar. Tampak menetap menunjukkan
kira-kira pada umur adanya kerusakan
2 bulan dan serebral mayor.
menghilang pada
umur 6 bulan.

a) Refleks berkedip, batuk, bersin, dan muntah ada pada waktu lahir dan tetap

tidak berubah sampai masa dewasa

b) Perilaku sensorik

(1)Perilaku sensorik

(a) Bayi dapat melihat benda pada jarak sekitar 15-20 cm

(b) Bayi lebih suka pola hitam dan putih

(c) Bayi sensitif terhadap cahaya

(d) Bayi dapat megikuti orang tua dengan matanya

(e) Bayi memilki koordinasi otot yang belum sempurna


(2)Pendengaran. Bayi dapat mendeteksi suara segera setelah tuba eustachiinya

dibersihkan

(3)Pengecap

(a) Kuncup pengecap berkembang sebelum lahir

(b) Bayi lebih suka rasa manis daripada pahit atau asam

(4)Sentuhan

(a) Bayi dapat merasakan tekanan, nyeri, dan sentuhan, segera atau beberapa

saat setelah lahir

(b) Bayi sensitif bila disandarkan di dada

(5)Penciuman

(a) Setelah cairan lendir dan amnion dibersihkan dari saluran hidung, bayi

dapat membedakan bau yang menyenangkan dan yang tidak

5. Pemeriksaan Diagnostik

a. Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir: hasil positif tes Coomb indirek

menandakan adanya antibody Rh-positif, anti A, atau anti B dalam darah ibu.

Hasi positif dari tes Coomb direk menandakan adanya sensitisitas (Rh-positif,

anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.

b. Golongan darah bayi dan ibu: mengidentifikasi inkompabilitas ABO

c. Bilirubin total: kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl,

yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi)

tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih

dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm

(tergantung pada berat badan)

d. Protein serum total: kadar kurang dari 3,0 g/ dl menandakan penurunan

kapasitas ikatan, terutama pada bayi praterm


e. Hitung darah lengkap: HB mungkin rendah (<14 mg/dl) karena hemolisis.

Hematokrit mungkin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (<45%)

dengan hemolisis dan anemia berlebihan

f. Glukosa: kadar dextrostix mungkin <45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl,

atau tes glukosa serum <40 mg/dl bila bayi baru lahir hepoglikemi dan mulai

menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak

g. Daya ikat CO2: penurunan kadar menunjukkan hemolisis

h. Meter iketrik transkutan: mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan

bilirubin serum

i. Jumlah retikulosit: peningkatan yang menandakan peningkatan produksi SDM

dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit RH

j. Smear darah perifer: dapat menunjukkan SDM abnormal atau imatur,

eritoblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas ABO

k. Tes Betke Kleihauer: Evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit janin

(Doengos, 2001).

6. Pohon Masalah

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan refleks mengisap buruk akibat

kernikterus

2. Diskontinuitas pemberiasn ASI berhubungan dengan penyakit bayi

3. Diare berhubungan dengan perubahan diet, fototerapi

4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan terpisah dari anggota keluarga


5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan tidak normal

(misalnya diare, dan kehilangan cairan insensibel akibat fototerapi)

6. Risiko cedera faktor risiko reabsoprsi bilirubin akibat penurunan defekasi

7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan letargi, refleks

mengisap pada bayi yang tidak adekuat

8. Risiko perubahan pelekatan orang tua/ bayi faktor risiko kurang stimulasi visual dan

kontak akibat fototerapi, ketakutan menyakiti bayi atau mebuat salah letak slang/

jalur penusukan

9. Perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan interupsi pada proses ikatan

10. Perubahan persepsi/ sensori (penglihatan, taktil) berhubungan dengan deficit sensori

akibat penggunaan pelindung untuk melindungi mata selama fototerapi, kurang

stimulasi taktil

11. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan diare, kulit kering akibat fototerapi,

pruritus, pengeluaran bilirubin dalam urine dan feses, terpajan pada fototerapi

12. Gangguan pola tidur berhubungan dengan deprivasitidur akibat seringnya

pengkajian dan penanganan, tidak nyaman, stimulus lingkungan

13. Kerusakan integritas jaringn (kornea) berhubungan dengan fototerapi, penggunaan

penutup mata yang terus menerus

2.2.3 Perencanaan

1. Diagnosa I: Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan refleks mengisap

buruk akibat kernikterus

Tujuan NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam bayi akan

mengalami pemberian ASI efektif yang dan kemantapan bayi dalam menyusu

Kriteria Hasil NOC :


a. Kemantapan menyusu

b. Kemantapan menyusui

c. Mempertahankan menyusui

d. Penyapihan menyusui

e. Pengetahuan menyusui

Intervensi NIC :

1) Kaji kemampuan bayi untuk menempel dan mengisap secara efektif

2) Evaluasi pola mengisap/ menelan bayi

3) Evaluasi pemahaman ibu tentang isyarat menyusui dari bayi

4) Instruksikan ibu tentang kebutuhan untuk istirahat yang adekuat dan asupan

cairan

5) Sediakan informasi tentang keuntungan dan kerugian dari menyusui

6)

2. Diagnosa II: Diskontinuitas pemberiasn ASI berhubungan dengan penyakit bayi

Tujuan NOC :

Kriteria Hasil NOC :

Intervensi NIC :

3. Diagnosa III: Diare berhubungan dengan perubahan diet, fototerapi

Tujuan NOC :

Kriteria Hasil NOC :

Intervensi NIC :

4. Diagnosa IV: Perubahan proses keluarga berhubungan dengan terpisah dari anggota

keluarga
Tujuan NOC :

Kriteria Hasil NOC :

Intervensi NIC :

5. Diagnosa V: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan

tidak normal (misalnya diare, dan kehilangan cairan insensibel akibat fototerapi)

6. Diagnosa VI: Risiko cedera faktor risiko reabsoprsi bilirubin akibat penurunan

defekasi

7. Diagnosa VII: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

letargi, refleks mengisap pada bayi yang tidak adekuat

8. Diagnosa VIII: Risiko perubahan pelekatan orang tua/ bayi faktor risiko kurang

stimulasi visual dan kontak akibat fototerapi, ketakutan menyakiti bayi atau mebuat

salah letak slang/ jalur penusukan

9. Diagnosa IX: Perubahan menjadi orang tua berhubungan denganinterupsi pada

proses ikatan

10. Diagnosa X: Perubahan persepsi/ sensori (penglihatan, taktil) berhubungan dengan

defisit sensori akibat penggunaan pelindung untuk melindungi mata selama

fototerapi, kurang stimulasi taktil

11. Diagnosa XI: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan diare, kulit kering

akibat fototerapi, pruritus, pengeluaran bilirubin dalam urine dan feses, terpajan

pada fototerapi

12. Diagnosa XII: Gangguan pola tidur berhubungan dengan deprivasitidur akibat

seringnya pengkajian dan penanganan, tidak nyaman, stimulus lingkungan

13. Diagnosa XIII: Kerusakan integritas jaringn (kornea) berhubungan dengan

fototerapi, penggunaan penutup mata yang terus menerus


2.2.4 Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan,

mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan

berdasarkan analisis dan kesimpulan perawatan dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan

lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan

bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain (Mitayani, 2010). Implementasi juga

dimaksudkan untuk pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah

disusun pada tahap perencanaan (Nasrul, 1995). Berdasarkan terminologi NIC, implementasi

terdiri atas melakukan dan mendokumentasi tindakan yang merupakan tindakan keperawatan

khusus yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan intervensi (atau program keperawatan)

(Kozier, 2011). Implementasi tindakan keperawatan dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu

independent, interdependent, dan dependen.

1. Independen, yaitu suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dari

dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Lingkup tindakan keperawatan independen, antara

lain:

a. Mengkaji klien atau keluarga melalui riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik untuk

mengetahui status kesehatan klien.

b. Merumuskan diagnosis keperawatan sesuai respons klien yang memerlukan intervensi

keperawatan.

c. Mengidentifikasi tindakan keperawatan untuk mempertahankan atau memulihkan

kesehatan klien.
d. Mengevaluasi respons klien terhadap tindakan keperawatan dan medis.

2. Interdependent, yaitu suatu kegiatan yang memerlukan kerja sama dari tenaga kesehatan

lain (mis., ahli gizi, fisioterapi, dan dokter).

3. Dependen. Berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis/ instruksi dari

tenaga medis.

Hal yang tidak kalah penting pada tahap implementasi ini adalah mengevaluasi

respons atau hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien serta tindakan

yang telah dilaksanakan berikut respons atau hasilnya (Asmadi, 2008).

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam

pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau

intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Sedangkan menurut Asmadi (2008),

evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang

sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang

dibuat pada tahap perencanaan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan

pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi

pada individu (Nursalam, 2003).

2.2 Pertumbuhan dan perkembangan Bayi Neonatus (bayi baru lahir) (Muslihatun,

2010).

1.3.1 Pengertian

Pertumbuhan adalah bertambahnya jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh

yang secara kuantitatif dapat diukur, seperti tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala.

Perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai
melalui tumbuh kematangan dan belajar terdiri dari kemampuan gerak kasar dan halus,

pendengaran, penglihatan.

1.3.2 Pola pertumbuhan dan perkembangan

Pola pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang terjadi selama proses

pertumbuhan dan perkembangan pada neonatus, meliputi percepatan maupun

perlambatan yang saling berhubungan antara satu organ dengan organ yang lain. Terdapat

beberapa pola pertumbuhan dan perkembangan, antara lain:

a. Cephalocaudal/head to tail direction

Dimulai dari kepala, meliputi perubahan ukuran, berkembangnya kemampuan,

diawali dari menggerakkan atau menggelengkan kepala hingga kemampuan

menggerakkan ekstremitas.

b. Proximodistal/near to far direction

Dimulai dari menggerakkan anggota gerak paling dekat dengan sumbu tubuh hingga

menggerakkan anggota gerak yang lebih jauh atau lebih tepi.

c. Mass to precific/mass to complex

Dimualai dari menggerakkan daerah yang lebih umum hingga menggerakkan daerah

yang paling kompleks.

1.3.3 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

Perkembangan pada seorang bayi dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain

kematangan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan meliputi:

a. Faktor Herediter, meliputi faktor bawaan, jenis kelamin

b. Faktor lingkungan, meliputi faktor prenatal dan postnatal

1.3.4 Tahap Pencapaian Pertumbuhan dan Perkembangan


tahap perkembangan yang harus dilalui dan diselesaikan oleh seorang anak,

meliputi tahapan perkembangan prenatal dan masa postnatal yang terdiri dari masa

neonatus sampai masa remaja.

1.3.5 Masa Perkembangan dan Pertumbuhan Neonatus

masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari)

sesudah kelahiran. Neonatus adalah bayi berumur 0 (baru lahir) sampai dengan usia 1

bulan sesudah lahir. Neonatus dini adalah bayi berusia 0-7 hari. Neonatus lanjut

adalah bayi berusia 7-28 hari.

Masa neonatus merupakan masa terjadinya kehidupan baru diluar uterus.

Terjadi preoses adaptasi semua sistem organ tubuh, diawali dengan aktivitas

pernafasan pertama, penyesuaian denyut jantung janin, pergerakan bayi, pengeluaran

mekonium dan defekasi. Perubahan fungsi organ lain seperti ginjal, hati, dan sistem

kekebalan tubuh belum sempurna.

Perkembangan motorik kasar diawali dengan gerakan seimbang tubuh dan

mengangkat kepala. Perkembangan motorik halus ditandai dengan kemampuan

mengikuti garis tengah bila ada orang yang memberikan respon terhadap gerakan jari

dan tangannya. Perkembangan bahasa ditunjukkan dengan bayi tersenyum dan mulai

menatap orang untuk mengenali seseorang.

1.3.6 Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik Neonatus.

1. Panjang Badan berkisar antara 49 sampai 52 cm

2. Berat Badan normal berkisar antara 2.500 sampai 3000 gram

3. Lingkar Kepala berkisar antara 33 sampai 35 cm

4. Lingkar lengan berkisar antara 10 sampai 11 cm

5. Lingkar dada berkisar antara 30 sampai 33 cm

6. Nilai Apgar score 7-10 (Muslihatun, 2010)


1.3.7 Kebutuhan Nutrisi Neonatus

Bayi baru lahir pastikan segera diberi minum ASI dini (dalam menit 30 - 1 jam

setelah lahir), kecuali apabila pemberian minum harus ditunda karena masalah tertentu,

upayakan ibu mendampingi dan tetap memberikan ASI. ASI eksklusif mengandung zat

gizi yang diperlukan untuk tumbuh kembang byi, mudah dicerna dan efisien,

membentuk kekebalan tubuh, mencegah berbagai macam infeksi, KB (metode amenore

laktasi), bonding ibu dan bayi (Muslihatun, 2010).

ASI merupakan sumber makanan utama dan paling sempurna bagi bayi usia

0-6 bulan. Untuk itu harus diterapkan pola makan yang sehat agar zat gizi yang

dibutuhkan dapat terpenuhi melalui ASI (Marimbi,2010). Untuk bayi yg usia 0-3 hari

membutuhkan asupan ASI sebanyak 60-100 mL/kg/24 jam, usia 2 hari bayi

membutuhkan asupan ASI 80-100 Cc/kg BB/hari, usia 3-10 hari bayi membutuhkan

asupan ASI 125-150 Cc/kg BB/hari, usia 10 hari-3 bulan bayi membutuhkan asupan

ASI 140-160 Cc/kg BB/hari (Muslihatun, 2010).

Daftar pustaka

Musrifatul uliyah.2008. keterampilan dasar praktik klinik untuk kebidanan edisi 2. Salemba

Medika: Jakarta

Barbara R Stright.2004. keperawatan ibu-bayi baru lahir alih bahasa Maria A Wijayarini.

Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai