Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

FILSAFAT PARMENIDES DAN SOFISME

Di susun oleh:

Lolyka : (30156123024)

Filza : (30156123022)

Baharuddin Akmal : (30156123037)

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Majenein


Jurusan Usuluddin Adab Dan Dakwah
Prodi Ilmu Al-qur-an Dan Tafsir
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Parmenides dan Sofisme.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak

Muhammad Ilham Usman pada mata kuliah Filsafat Umum. Selain itu, pembuatan makalah

ini juga bertujuan untuk menambah wawasan kita sebagai mahasiswa mengenai bagaimana

biografi dan apa saja konsep pemikiran Parmenides. Kami mengucapkan terima kasih kepada

pihak-pihak yang telah membantu kami dalam menemukan referensi materi. Kami mengerti

bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu

kami membutuhkan kritik dan saran dari pembaca.

Majene, 18 Maret 2023


DAFTAR ISI

Halaman............................................................................................................................

Kata Pengantar..................................................................................................................

BAB I Pendahuluan.........................................................................................................

A. Latar Belakang......................................................................................................

B. Rumusan Masalah.................................................................................................

BAB II Pembahasan........................................................................................................

A. Biografi Parmenides.............................................................................................

B. Pemikiran Parmenides.........................................................................................

C. Sejarah Dan Pengertian Sofisme.........................................................................

1. Sejarah Sofisme...............................................................................................

2. Pengertian Sofisme.........................................................................................

D. Ciri – Ciri Dan Faktor yang Menyebabkan Munculnya Sofistik....................

BAB III Kesumpulan.......................................................................................................

A. Kesimpulan.............................................................................................................

B. Daftar Pustaka.......................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut philosophe, dalam bahasa Arabnya

failasuf.Segi praktis, dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti alam pikiran atau alam

berpikir. Berfiilsafat artinya berpikir. Namun, tidak semua berpikir berfilsafat. Berfilsafat

adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.

Parmenides adalah salah seorang tokoh relativisme, yang penting kalau bukan yang

terpenting. Parmenides yang lahir pada kira-kira tahun 540 SM dikatakan sebagai logikawan

pertama dalam pengertian sejarah filsafat, bahkan dapat disebut filosuf pertama dalam

pengertian modern. Sistemnya secara keseluruhan disandarkan pada deduksi logis, tidak

seperti Heraklitos, misalnya, yang menggunakan metode instiusi. Ternyata Plato amat

menghargai metode Parmenides itu, dan Plato banyak mengambil dari Parmenides

dibandingkan dengan dari filosuf lain pendahulunya.

Perkembangan filsafat Yunani dalam pertengahan kedua abad ke-5 SM. Zaman ini

meliputi baik aliran yang disebutkan Sofistik maupun filsafat Sokrates. Kita akan melihat

bahwa Sokrates tidak begitu bersahabat dengan kaum Sofis. Filsafat Sokrates sebagian dapat

dimengerti sebagai reaksi serta kritik atas pendapat-pendapat kaum Sofis. Namun demikian,

ada alasan juga untuk membicarakan mereka berdua dalam bab yang sama. Bukan saja

mereka hidup dalam zaman yang sama, melainkan juga mereka membaharui filsafat dengan

cara yang sama.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan filsafat Parmenides?

2. Bagaimana pokok ajaran Sofisme?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Parmenides

Parmenides merupakan filsuf Yunani yang lahir di Elea, sebuah kota di daerah Italia

selatan, dan sudah dewasa pada paruh abad ke 5-SM. Ia merupakan pendiri madzhab Eleatic

dan banyak berguru pada Xenophanes, guru Zeno dan banyak mempengaruhi pemikiran Plato

di masa sesudahnya. Plato menamakan dialognya Parmenides, diambil dari namanya, yang

menampilkan pendirian filosofisnya yang utama. Parmenides menulis on nature, sebuah puisi

didaktik yang terdiri dari tiga bagia: puisi pendahuluan, “Di Jalan Kebenaran” dan “Jalan

Kepalsuan atau Ilusi.” Berikut ini salah satu contoh tulisannya tentang “Jalan

Kebenaran”;“Engkau tak dapat mengetahui sesuatu yang tak ada ataupun mengutarakannya;

sebab sesuatu yang dipikirkan dan seuatu yang ada adalah sama. Lantas, bagaimanakan

sesuatu yang ada sekarang akan menjadi sesuatu di saat mendatang? Atau bagaimana ia

menjadi ada? Jika sesuatu itu menjadi ada, sesuatu itu tidak ada; begitu pula jika sesuatu itu

menjadi sesuatu di saat mendatang, maka menjadi ada itu tidak ada dan menjadi menjadi tak

ada itu tak perlu dihiraukan.”“Sesuatu yang dapat dipikirkan dan karena sesuatu itu pikiran

ada adalah sama. Karena engkau tak dapat menemukan pemikiran tanpa sesuatu yang ada,

yang karena itu bisa diutarakan.” Pada masa ini, dikisahkan oleh Plato bahwa Socrates

pernah bertemu dengan parmenides dan melakukan dialog yang ketika itu Parmenides sudah

mulai lanjut usia, dan socrates banyak belajar darinya. Ini terbukti bahwa Plato sendiri

dipengaruhi –dalam beberapa hal –oleh doktrin parmenides.

B. Pemikiran-Pemikiran Parmenides
Parmenides merupakan filsuf yang disebut-sebut sebagai bapak logika pertama.

Karena dalam beberapa pemikirannya, terlihat bahwa ia menggunakan syarat kebenaran

koherensi dan konsistensi. Sebagaimana Aristoteles yang memasukkan prinsip no-kontradiksi

sebagai salah satu principia. Selain Parmenides menemukan logika dalam membangun

pemikirannya, ia juga terlihat sangat metafisis dalam beberapa ognum-ovusnya, terutama

dalam pemikirannya tentang kebenaran absolute, yang tetap dan tidak berubah.Parmenides

membagi arah pemikiran menjadi dua jalan; The way of truth and the way of brief or

opinion.1 Pembagian ini dilatar belakangi oleh keyakinannya tentang kebenaran tunggal

(pasti, absolute) dan kebenaran semu (opinion). Dalam hal ini, Mohammad Hatta memberi

penjelasan lebih sederhana terhadap pemikiran Parmenides dengan dua pembagian:Pertama,

Kebenaran absolute. Kebenaran ini bersifat mutlak, apa adanya, abadi dan tak akan pernah

menjadi tidak ada. Sedangkan yang kedua, kebenaran pendapat manusia, yaitu kebenaran

yang secara objektif tidak ada kebenaran di dalamnya. Dengan perkataan lain, itu hanyalah

prasangka manusia. Prasangka itulah yang mengatakan ada yang banyak padahal “yang

banyak” itu tidak ada.2 Lebih lanjut, kami akan memberikan penjelasan lebih detail tentang

poin-poin tersebut, bahwa Parmenides sesungguhnya tidak mendefinisikan apa itu “yang

ada”. Akan tetapi, ia menyebutkan beberapa sifatnya yang meliputi segala sesuatu.

Menurutnya, yang ada itu memiliki empat sifat, yaitu: tidak bergerak, tidak tergoyahkan,

tidak berubah, tidak terhancurkamn dan tidak dapat disangkal eksistensinya. Sehingga, bagi

orang yang mengatakan bahwa “yang ada” itu tidak ada, itu berarti secara logis “yang ada itu

ada”. Karena ketika orang mengatakan bahwa “yang ada itu tidak ada” , maka ia tidak dapat

menyangkal adanya “yang ada”. Dari situ muncullah adagium terkenal dari Parmenides yang

berbunyi:”Hanya yang ada itu ada”.3

1
Lihat A history of Philosophy, Frederick Cpleston, hlm.48
2
Penjelasan ini diuangkapkan oleh M. Hatta dalam bukunya,”Filsafat Yunani,” hlm. 22-23
3
Dikutip dari,”petualangan intelektual”, Kanisus 2004, hlm.
Kalau orang menyangkal bahwa “yang ada” itu tidak ada, dengan sendirinya orang itu

mengakui bahwa “yang ada” itu ada. Sebab, kalau benar “yang ada” itu tidak ada, maka

orang itu tidak dapat menyangkal adanya “yang ada”. Jadi, kenyataan bahwa “yang ada” itu

dapat ditolak keberadaannya menunjukkan “yanga ada” itu memang ada, sedangkan “yang

tidak ada” itu tidak ada!

Sesuatu yang tidak ada sama sekali tidak dapat dikatakan atau dipikirkan apalagi

didiskusikan (disanggah atau diiyakan). Sebaliknya, “yang ada” itu selalu dapat dikatakan,

dipikirkan dan didiskusikan. Oleh karena itu, pernyataan Parmenides ini jadi jadi

popular:”ada dan pemikiran itu adalah sama.” Maksudnya, “yang ada’ itu selalu bisa

dipikirkan, dan yang dapat dipikirkan itu selalu ada.

Untuk menjelaskan secara mudah pemikiran ini, kami akan memberikan contoh

sederhana dalam keseharian Mahasiswa. Misalnya, Harkaman mengatakan bahwa,”Tuhan itu

tidak ada!”4 Tuhan yang eksistensinya ditolak oleh oleh Harkaman itu sebenarnya ada.

Artinya, Tuhan harus diterima sebagai dia “yang ada.” Mengapa demikian? Sebab, kalau

Harkaman mengatakan Tuhan itu tidak ada, maka Harkaman sudah menerima terlebih dahulu

empat proses: (1) Siapa atau apakah Tuhan itu, atau Harkaman telah mempunyai konsep

tentang Tuhan, (2) Konsep Tuhan yang telah ia pikirkan, disanggah eksistensinya olehnya

dengan berkata, (3) “Tuhan tidak ada!”. Maka, yang dapat dipikirkan dan ditolak dan

diungkapkan secara logis harus diterima bahwa yang ada itu ada.

Dalam the way of truth, Parmenides bertanya: Apakah standar kebenaran? Bagaimana

hal itu dapat dipahami? Lalu ia menjawab: “ukurannya adalah logika yang konsisten. Contoh:

ada tiga cara berpikir tentang Tuhan (1) ada, (2) tidak ada, (3) ada dan tidak ada. Parmenides

menganggap bahwa cara berpikir seperti sangatlah keliru, karena yang benar adalah:
4
Bedakan “Tuhan itu tidak ada” dengan “Tuhan itu telah mati” (Gott is tott) yang dikatakan
Fredrick Nietzsche dalam Sabda Zaratrustha. Lihat “petualangan intelektual” hlm.24
(1)ada,tidak menyakini yang tidak ada (2) sebagai ada karena yang tidak ada pastilah tidak

ada (3) pun tidak mungkin, karena tidak mungkin tuhan itu ada dan sekaligus tidak ada.

C. Sejarah dan Pengertian Sofisme

1. Sejarah Sofisme

Sofis adalah nama yang diberikan kepada sekelompok filsuf yang hidup dan berkarya

pada zaman yang sama dengan Sokrates. Mereka muncul pada pertengahan hingga akhir abad

ke-5 SM. Meskipun sezaman, kaum sofis dipandang sebagai penutup era filsafat pra-sokratik

sebab Sokrates akan membawa perubahan besar di dalam filsafat Yunani. Golongan sofis

bukanlah suatu mazhab tersendiri, sebab para filsuf yang digolongkan sebagai sofis tidak

memiliki ajaran bersama ataupun organisasi tertentu. Karena itu, sofisme dipandang sebagai

suatu gerakan dalam bidang intelektual di Yunani saat itu yang disebabkan oleh beberapa

faktor yang timbul saat itu.

Kaum Sofis muncul pada pertengahan abad ke-5 SM. Beberapa orang filsuf sofis yang

terkenal tidak berasal dari Athena, namun semua nya pernah mengunjungi dan berkarya di

Athena.

2. Pengertian Sofisme

Sofisme berasal dari kata sofis yang berarti cerdik, pandai.Namun kemudian

berkembang artinya menjadi bersilat lidah. Sebab kaum sofis cara menyampaikan filsafatnya

dengan hal berkeliling ke kota-kota dan ke pasar-pasar. Para pemuda dilatih kemahiran

berdebat dan berpidato. Kepandaian itu untuk mempertahankan apa yang dianggap benar.

D. Ciri-ciri dan Faktor Yang Menyebabkan Munculnya Sofistik

Beberapa cirri sofistik yaitu, Aliran yang disebut Sofistik tidak merupakan suatu

mazhab, yang dapat dibandingkan dengan mazhab Elea umpamanya. Bertentangan dengan

suatu mazhab, para sofis tidak mempunyai ajaran bersama. Sebaiknya Sofistik dipandang
sebagai suatu aliran atau pergerakan dalam bidang intelektual yang disebabkan oleh beberapa

factor yang timbul dalam zaman itu. Tetapi sebelum kita memandang factor-faktor itu, lebih

dahulu sepatah kata harus dikatakan tentang sanam “Sofis”. Nama “Sofis” (sophistes) tidak

digunakan sebelum abad ke-5. arti yang tertua adalah “seorang bijaksana” atau “seorang yang

mempunyai keahlian dalam bidang tertentu”.

Terlalu cepat kata ini dipakai dalam arti “sarjana” atau “cendikiawan”. Herodotos

memakai nama sophistes untuk Pythagoras. Pengarang Yunani yang bernama Androtion

(abad ke-4 SM) mempergunakan nama ini untuk menunjukkan “ketujuh orang bijaksana”

dari abad ke-6 dan Sokrates. Lysias, ahli pidato Yunani yang hidup sekitar permulaan abad

ke-4 nama philoshopos menjadi nama yang biasa dipakai dalam arti “sarjana” atau

“cendikiawan”, sedangkan nama sophists khusus dipakai untuk guru-guru yang berkeliling

dari kota ke kota dan memainkan peranan penting dalam masyarakat Yunani sekitar

pertengahan kedua abad ke-5. di sini kita juga mempergunakan kata “Sofis” dalam arti

terakhir ini.

Pada kemudian hari nama “Sofis” tentu tidak harum. Akibatnya masih terlihat dalam

bahasa-bahasa modern. Dalam bahasa Inggris misalnya kata “sophist” menunjukkan

seseorang yang menipu orang lain dengan mempergunakan argumentasi-argumentasi yang

tidak sah. Cara berargumentasi yang dibuat dengan maksud itu dalam bahasa Inggris disebut

“sophism” atau “sophistery”. Terutama Sokrates, Plato dan Aristoteles denga kritiknya atas

kaum Sofis menyebabkan nama “sofis” berbau jelek. Salah satu tuduhan adalah bahwa para

Sofis meminta uang untuk pengajaran yang mereka berikan.

Dalam dialog Protagoras, Plato mengatakan bahwa para Sofis merupakan “pemilik

warung yang menjual barang rohani” (313 c). dan Aristoteles mengarang buku yang berjudul

Sophistikoi elenchoi (cara-cara berargumentasi kaum Sofis); maksudnya cara berargumentasi

yang tidak sah.


Demikianlah para Sofis memperoleh nama yang jelek, hal mana masih dapat

dirasakan sampai pada hari ini, sebagaimana nyata dengan contoh-contoh dari bahasa Inggris

tadi. Beberapa Faktor Yang Menyebabkan Munculnya Sofistik

Pertama Sesudah perang Parsi selesai (tahun 449 SM), Athena berkembang pesat dalam

bidang politik dan ekonomi. Di bawah pimpinan Periklespolis inilah yang menjadi pusat

seluruh dunia Yunani. Sampai saat itu Athena belum mengambil bagian dalam filsafat dan

ilmu pengetahuan yang sedang berkembang sejak abad ke-6. Tetapi sering kali dalam sejarah

dapat kita saksikan bahwa negara atau kota yang mengalami zaman keemasan dalam bidang

politik dan ekonomi menjadi pusat pula dalam bidang intelektual dan cultural.

Demikian halnya juga dengan kota Athena. Kita sudah melihat bahwa Anaxagoras

adalah filsuf pertama yang memilih Athena sebagai tempat tinggalnya. Para Sofis tidak

membatasi tidak membatasi aktivitasnya pada polis Athena saja. Mereka adalah guru-guru

yang bepergian keliling dari satu kota ke kota lain. Tetapi Athena sebagai pusat cultural yang

baru mempunyai daya tarik khusus untuk kaum sofis. Protagoras misalnya, yang dari sudut

filsafat boleh dianggap sebagai tokoh yang utama antara para Sofis, sering-sering

mengunjungi Athena.

Kedua, Faktor Lain yang dapat membantu untuk memahami timbulnya gerakan

Sofistik adalah kebutuhan akan pendidikan yang dirasakan di seluruh Hellas pada waktu itu.

Sudah kami utarakan bahwa bahasa merupakan alat politik yang terpenting dalam masyarakat

Yunani. Sukses tidaknya dalam bidang politik sebagian besar tergantung pada kemahiran

berbahasa yang diperlihatkan dalam sidang umum, dewan harian atau sidang pengadilan. Itu

teristimewa benar dalam masa yang dibahas di sini, karena hidup politik sangat diutamakan.

Khususnya di Athena, yang sekarang mengalami puncaknya sebagai polis yang tersusun

dengan cara demokratis. Itulah sebabnya tidak mengerankan bahwa orang muda merasakan

kebutuhan akan pendidikan serta pembinaan, supaya nanti mereka dapat memainkan
peranannya dalam hidup politik. Sampai saat itu pendidikan di Athena tidak melebihi

pendidikan elementer saja.

Kaum Sofis memenuhi kebutuhan akan pendidikan lebih lanjut. Mereka mengajarkan

ilmu-ilmu seperti matematika, astronomi dan terutama tata bahasa. Mengenai ilmu yang

terakhir ini mereka boleh dipandang sebagai perintis. Dan tentu saja, kaum Sofis juga

mempunyai jasa-jasa besar dalam mengembangkan ilmu retorika atau ilmu berpidato. Selain

dari pelajaran dan latihan untuk orang muda, mereka juga memberi ceramah-ceramah dengan

cara populer untuk khalayak ramai yang lebih luas.

Dari uraian di atas ini boleh ditarik kesimpulan bahwa kaum Sofis untuk pertama

kalinya dalam sejarah mengorganisir pendidikan untuk orang muda. Dari sebab itu paidela

(kata Yunani untuk “pendidikan”) dapat dianggap sebagai suatu penemuan Yunani. Itulah

salah satu jasa yang besar sekali, yang pengaruhnya masih berlangsung terus sampai dalam

kebudayaan modern. Ketiga,Faktor yang mempengaruhi timbulnya aliran Sofistik boleh

dilukiskan sebagai berikut. Karena pergaulan dengan banyak negara asing, orang Yunani

mulai menginsyafi bahwa kebudayaan mereka berlainan dari kebudayaan-kebudayaan lain.

Kebudayaan Yunani terletak di tengah kebudayaan-kebudayaan yang coraknya sangat

berlainan. Dapat terjadi bahwa apa yang dengan tegas ditolak dalam kebudayaan yang satu,

sangat dihargai dalam kebudayaan yang lain. Sejarawan Yunani Herodotos yang hidup dalam

zaman ini dan banyak bepergian ke negeri-negeri lain, telah menuliskan pengalaman itu

dengan cukup jelasan dan ia menyetujui pendirian penyair Pindaros bahwa adat kebiasaan

adalah raja segala-galanya.

BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Monisme: Permenides memengang pandangan monisme, yang berarti bahwa
menurutnya hanya ada satu entitas atau realitas yang nyata. Menurutnya, realitas
adalah satu entitas tetap dan tidak berubah.
2. Penolakan perubahan: Parmenides menolak gagasan perubahan dan gerak.
Baginya, realitas adalah konstan dan tidak dapat mengalami perubahan atau
pergerakan. Ai berpendapat bahwa perubahan hanyalah ilusi.

3. Penolakan Keberadaan Ketidakadaan: Permenides juga menolak gagasan


keberadaan ketidakadaan. Menurutnya, ketidakadaan sama sekali tidak ada, dan
hanya ada keberadaan yang tunggal dan tidak berubah.

4. Argumen Pemikiran: Salah satu cara yang digunakan oleh Parmenides untuk
menjelaskan pandangannya adalah melalui argumen pemikiran atau logika. Ia
mengajukan argumen bahwa "yang ada" tidak dapat menjadi "yang tidak ada,"
dan sebaliknya.

Kesimpulan utama dari pandangan filsafat Parmenides adalah bahwa realitas sejati
adalah satu entitas yang konstan dan tidak berubah, dan perubahan serta
ketidakadaan hanyalah ilusi. Pandangan ini telah memiliki pengaruh yang
signifikan dalam sejarah pemikiran filosofis.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro, Filsafat Umum, Jakarta, Rajawali Press, 2000.

Frederick Cpleston, A history of Philosophy,

M. Hatta dalam bukunya,”Filsafat Yunani,”

Kanisus”petualangan intelektual”, 2004

Syadali,Ahmad dan Mudzakir,Filsafat Umum,Bandung,Pustaka Setia,1999.

Tafsir, Ahmad.. Filsafat Umum. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2009

Anda mungkin juga menyukai