Anda di halaman 1dari 4

Nama : Adriel

NIM : 11000120130517

Mata Kuliah : Filsafat Hukum

Kelas :O

FILSAFAT HUKUM DAN PARADIGMA

Menurut Thomas Kuhn paradigma berasal dari beberapa fase, diantaranya


paradigma lama, anomaly, revolusi ilmiah, sains normal yang baru dan paradigma baru.
Fase yang pertama ialah Paradigma lama,suatu keadaan yang belum memungkinkan
munculnya suatu penemuan yang baru sehingga masih dalam kerangka pencarian untuk
ditemukan bahkan tidak ada sesuatu yang dapat dianggap ilmu pengetahuan masih
bersifat hampa (kekosongan) belum ditemukan sesuatu yang berarti Selanjutnya yang
kedua, anomali, pada periode ini terjadi akumulasi ilmu pengetahuan yang mana para
ilmuan berusaha mengembangkan paradigma yang sedang menjadi mainstream atau
yang paling banyak berpengaruh. Kemudian dalam perkembangannnya paradigma lama
mengalami kelumpuhan analitik atau tidak mampu memberi jawaban dan penjelasan
terhadap banyaknya persoalan yang timbul. Pada fase ini, para ilmuan tidak mampu lagi
mengelak dari pertentangan yang dikarenakan oleh banyaknya penyimpangan. Fase
inilah yang disebut fase anomalies. Akibat yang muncul karena banyaknya anomali,
maka timbullah suatu krisis. Pada fase krisis ini, paradigma mulai diragukan
kebenarannya. Krisis tersebut terjadi dengan hebatnya yang menyebabkan fase revolusi
(revolution). Pada fase revolusi inilah kemudian muncul paradigm yang memiliki
jawaban atas persoalan yang muncul dari paradigma sebelumnya.

Revolusi Ilmiah, sebagai perubahan drastis dalam tahap kemajuan dan


perkembangan ilmu pengetahuan atau merupakan episode perkembangan non-kumulatif
yang didalamnya paradigma yang lama diganti seluruhnya atau sebagian oleh
paradigma baru yang dianggap berseberangan/bertentangan. Menurut Kuhn bahwa
kemajuan ilmiah itu pertama-tama bersifat revolusioner, cepat dan drastis bukan maju
secara kumulatif. Menurut Kuhn, ini menunjukkan bahwa revolusi ilmiah non-kumulatif
untuk menuju ke perkembangan episode baru yang mana sebuah paradigma yang lama
diganti secara keseluruhan atau sebagian oleh yang baru dan menggantikannya,
sehingga berakibat pada perbedaan mendasar antara paradigma lama ke paradigma baru.
Pada periode ini terjadi akumulasi ilmu pengetahuan yang mana para ilmuan berusaha
mengembangkan paradigma yang sedang menjadi mainstream atau yang paling banyak
berpengaruh. Kemudian dalam perkembangannnya paradigma lama mengalami
kelumpuhan analitik atau tidak mampu memberi jawaban dan penjelasan terhadap
banyaknya persoalan yang timbul. Pada fase krisis ini, paradigma mulai diragukan
kebenarannya. Krisis tersebut terjadi dengan hebatnya, kemudian mengantarkan jalan
untuk menuju fase revolusi (revolution). Pada fase revolusi inilah kemudian muncul
Sains normal yang baru yang memiliki jawaban atas persoalan yang muncul dari
paradigma sebelumnya.

Siklus ilmiah tersebut menunjukkan tidak ada perubahan paradigma tanpa


didahului krisis, namun demikian, paradigma sebelumnya yang dianggap tidak mampu
menjawab persoalan yang ada dan terkesan bertentangan dengan paradigma baru, tetapi
peran paradigma lama dianggap penting yang memungkinkan ilmuan untuk mengenali
sesuatu yang anomaly, karena bertentangan dengan harapan. Hal ini merupakan
prasyarat penting bagi penemuan pengetahuan baru mengisi celah kekosongan atau
ketidaktahuan. Intinya bahwa sebuah anomaly tidak dengan sendirinya cukup untuk
perubahan paradigma dengan ketidaktahuan dan penolakan terhadap paradigma. Kuhn
menyebutkan bahwa kompleksitas tersebut sebagai syarat yang diperlukan untuk
perubahan paradigm baru. Tapi krisis terungkap dengan cara berubah dari waktu ke
waktu. Namun, proses peningkatan antara fakta dan teori adalah bagian dari normal
science, sehingga anomali sebagai sebuah kegagalan harapan, hanya menyajikan puzzle
(teka-teki) lain yang harus diselesaikan dengan eksplorasi dan konstruksi ilmiah.

Bahwa kita seringkali mneganut sebuah konsep begitu saja tanpa disadari,
konsep untuk memungkinkan sekelompok orang untuk meluhat dan memahami dunia
dengan segala isinya. Bukan pikiran yang kita miliki, melainkan kerangka berpikir di
dalam mana pikiran atau pemahaman kita tentang dunia dengan segala isinya dibentuk
atau dibangun.

 TELAAH PRAKTIS
o Telaahan Publik
Digunakan oleh masyarakat yang bersifat umum, awam. Awam
maksudnya adalah bukan ahli, maka mereka melihat secara naif
(sederhana). Masyarakat tersebut hanya mampu menganalisa ddengan
panca indranya, tidak bisa menganalisa secara luas dalam kata lain
adalah sebatas apa yang dilihatnya. Telaahan ini belum tersentuh oleh
ilmu pengetahuan apapun.Telaahan Publik digambarkan pada lensa yang
paling besar diantara lensa lainnya, hal ini dikarenakan lebih buram atau
tidak jelas dalam melihat suatu objek. Contoh : masyarakat menganggap
hakim yang menjatuhkan vonis kepada mbok minah tidak adil
o Telaahan Praktis

Digunakan oleh praktisi hukum seperti pengacara, hakim,


penuntut umum, dll. Pembahasannya dalam ranah konkret (nyata).
Analisanya lebih luas dan panjang karenanya sudah tersentuh oleh ilmu
pengetahuan. Dalam telaahan ini, masih melihat dengan panca indra
namun jelas/ fokus dibandingkan dengan Telaah Publik. Telaahan Praktis
ini menggunakan metode Aplikatif-Teknis dimana Aplikatif mempunyai
arti mengenai (berkenaan dengan) penerapan dan Teknis artinya bersifat
atau mengenai (menurut) teknik. Contoh : penuntut umum menganggap
vonis yang dijatuhkan hakim pada kasus mbok minah adalah sesuai
karena mbok minah terbukti mencuri.

 TELAAH ILMIAH
Digunakan oleh peneliti, mahasiswa. Telaahan ini lebih jelas
dibandingkan Telaahan Publik dan Telaahan Praktis. Dalam hal ini menguraikan
dengan kaidah hukum formal lebih kearah ilmiah dan sedikit lebih jelas/detail.
Tealaahan ini menggunakan metode Normatif-Empiris. Normatif artinya
sesuai dengan norma atau berpegang teguh pada norma atau kaidah yang berlaku
dan Empiris artinya berdasarkan pengalaman yang kita alami atau berdasarkan
fakta yang ada di dunia kasat mata. Telaahan ini mulai terlihat fokus dan jelas
dibandingkan telaahan sebelumnya (Publik, Praktis dan Ilmiah). Contoh :
penjatuhan vonis kepada mbok minah adalah sesuai karena pencurian yang
dilakukan mbok minah terbukti memenuhi unsur yuridis dari tindak pidana
pencurian
 TELAAH TEORITIS
Dalam hal ini mengkaji persoalan hukum dengan menggunakan metode
Normatif-Analitis. Normatif artinya sesuai dengan norma atau berpegang teguh
pada norma atau kaidah yang berlaku dan Analitis artinya bersifat (menurut)
analisis. Kajian ini dilakukan mengacu pada Teori Hukum.
Telaahan ini mulai bergerak menuju abstrak, mulai lebih fokus dan jelas
dibandingkan dengan telaahan sebelumnya. Contoh : penjatuhan vonis kepada
mbok minah adalah sesuai karena pencurian yang dilakukan mbok minah
terbukti memenuhi unsur yuridis dari tindak pidana pencurian dan juga vonis
perlu dijatuhkan untuk menjamin kepastian hukum.
 TELAAH FILSAFATI
Dalam Telaahan ini mengkaji persoalan yang mengacu pada aliran-aliran
filsafat hukum, Kajian tersebut menggunakan metode Spekulatif-Exploratori.
Spekulatif artinya berpikir secara mendalam dan Exploratori artinyamenjelajah
sambil menyelidiki, bisa berkenaan dengan sesuatu yang abstrak atau tidak
nyata. Untuk membahas persoalan-persoalan secara lebih mendalam dengan
ranak abstrak.
Telaahan ini mulai terlihat mulai terlihat lebih fokus dan jelas
dibandingkan dengan telaahan sebelumya. Contoh : menurut seseorang,
penjatuhan vonis kepada mbok minah adalah sesuai karena pencurian yang
dilakukan mbok minah terbukti memenuhi unsur yuridis dari tindak pidana
pencurian , untuk menjamin kepastian hukum dan melindungi sifat hukum yang
tajam itu sendiri

Anda mungkin juga menyukai