KESEHATAN
Aspek Legal dalam Praktek Keperawatan Part 2
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Etika
Keperawatan dan Hukum Kesehatan pada Semester I TA 2023/2024 Program
Studi Sarjana Terapan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Padang
Dosen Pengampu:
Efitra, S.Kp., M.Kep
Oleh Kelompok 2:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
dan rahmat serta hidayah-Nyalah akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan teladan
yang sempurna dalam mengarungi samudera kehidupan dengan penuh kesadaran
diri.
Makalah ini semata-mata disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika
Keperawatan dan Hukum Kesehatan. Di dalam makalah ini membahas tentang
aspek legal dalam praktek keperawatan. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu Kami mengharapakan kritik dan
saran yang sifatnya menyempurnakan dari penyimak makalah ini.
Kami mengucapkan terimakasih atas tugas yang telah diberikan oleh Ibu
Efitra selaku dosen pada mata kuliah Etika Keperawatan dan Hukum Kesehatan
sehingga kami dapat menambah wawasan dan pengetahuan berdasarkan studi
yang diajarkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat menambah wawasan pengetahuan dan
memberi manfaat bagi banyak pihak khususnya bagi kami sendiri para
mahasiswa Poltekkes Kemenkes Padang.
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................... i
1.3 Tujuan.......................................................................................................... 3
3.1 Kesimpulan................................................................................................ 31
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam dunia keperawatan, aspek legal adalah elemen penting yang mencakup
peraturan dan undang-undang yang mengatur praktik keperawatan, hak dan
kewajiban perawat, serta tindakan yang dapat diambil dalam situasi-situasi
tertentu. Hal ini mencerminkan komitmen untuk memberikan pelayanan
keperawatan sesuai dengan standar profesi dan aturan yang berlaku.
Dalam aspek legal keperawatan, perawat perlu memahami peran mereka
dalam sistem hukum dan etika yang mengatur praktik keperawatan. Mereka juga
harus memiliki pengetahuan tentang izin untuk melaksanakan praktik
keperawatan, batasan kewenangan, dan hak serta kewajiban perawat. Kewenangan
material diberikan kepada perawat yang telah memiliki kompetensi dan terdaftar
sebagai perawat yang sah, sementara kewenangan formal diberikan melalui Surat
Izin Kerja (SIK) atau Surat Izin Praktik Perawat (SIPP). Aspek legal ini
memberikan kerangka kerja untuk menentukan tindakan keperawatan yang sesuai
dengan hukum, membedakan tanggung jawab perawat dari profesi lain, dan
membantu mempertahankan standar praktik keperawatan dengan menempatkan
perawat di bawah akuntabilitas hukum.
Selain itu, dalam aspek legal, perawat juga memiliki kewenangan untuk
memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan mereka dalam situasi
darurat yang mengancam jiwa. Hal ini memungkinkan perawat untuk merespons
dengan cepat dalam situasi-situasi yang memerlukan tindakan segera untuk
menyelamatkan nyawa pasien.
Dalam praktik keperawatan, perawat yang menjalankan praktik perorangan
harus memenuhi sejumlah persyaratan, termasuk memiliki tempat praktik yang
memenuhi syarat dan perlengkapan peralatan serta administrasi yang sesuai. Ini
bertujuan untuk memastikan bahwa pasien menerima perawatan yang memenuhi
standar kualitas dan keamanan.
1
Namun, ada juga larangan dalam aspek legal keperawatan yang perlu
diperhatikan. Perawat dilarang menjalankan praktik selain yang tercantum dalam
izin mereka dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi.
Kepala dinas atau organisasi profesi dapat memberikan peringatan lisan atau
tertulis kepada perawat yang melakukan pelanggaran, dan peringatan tertulis
dapat diberikan hingga tiga kali sebelum izin perawat dicabut.
Dalam praktik keperawatan, perawat juga memiliki tanggung jawab terhadap
klien dan tugas mereka. Mereka harus menghormati hak pasien, merujuk kasus
yang tidak dapat mereka tangani, menjaga kerahasiaan informasi pasien,
memberikan informasi kepada pasien, dan meminta persetujuan pasien sebelum
melakukan tindakan. Selain itu, mereka juga harus menjaga catatan perawatan
dengan baik, yang juga merupakan kewajiban hukum dalam banyak yurisdiksi.
Sanksi yang mungkin dihadapi oleh perawat jika melanggar aturan etika dan
hukum dalam praktik keperawatan meliputi pencabutan izin untuk berpraktik.
Pelanggaran dapat diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, atau berat tergantung
pada motif pelanggaran dan situasi setempat.
Selain aspek legal, aspek etika juga memegang peran penting dalam praktik
keperawatan. Dalam praktik keperawatan, seringkali muncul berbagai masalah
etis yang perawat harus hadapi, termasuk masalah seperti kelalaian, pencurian,
fitnah, penahanan yang tidak sah, penyiksaan, pelanggaran privasi, dan
penganiayaan. Perawat harus memahami nilai-nilai etika dan moral mereka
sendiri dan membuat keputusan etis dalam situasi-situasi yang membingungkan.
Pengambilan keputusan etis dalam keperawatan adalah proses penting yang
melibatkan pertimbangan moral dari tindakan yang akan diambil. Keputusan ini
seringkali terjadi di wilayah abu-abu, di mana tidak ada jawaban yang jelas.
Dalam pengambilan keputusan etis, perawat harus mempertimbangkan berbagai
perspektif etika, seperti konsekuensialis dan utilitarian, serta prinsip-prinsip moral
yang membimbing perilaku mereka.
Makalah ini bertujuan untuk membahas aspek legal dan etika dalam
keperawatan, menjelaskan pentingnya pemahaman terhadap model-model
pengambilan keputusan etik, mengidentifikasi tahapan-tahapan dalam
pengambilan keputusan etik, dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
2
pengambilan keputusan etik dalam keperawatan. Dengan demikian, makalah ini
akan memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan pemahaman tentang
etika dalam praktik keperawatan dan membantu perawat dalam menghadapi
situasi yang kompleks dengan integritas dan pertimbangan etis yang matang.
1.3 Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
3. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan
mandiri
4. Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan dengan
meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum.
5. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seorang, perawat berwenang
melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang ditujukan untuk
penyelamatan jiwa
6. Perawat yang menjalankan praktik perorangan harus mencantumkan SIPP di
ruang praktiknya
7. Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam bentuk
kunjungan rumah
8. Persyaratan praktik perorangan sekurang-kurangnya memenuhi :
a. Tempat praktik memenuhi syarat.
b. Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi termasuk formulir/
buku kunjungan, catatan tindakan dan formulir rujukan.
5
Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan ataspermintaan tertulis
dokter.
Dalam melaksanakan kewenangan perawat berkewajiban:
1. Menghormati hak pasien
2. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
3. Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturanperundang-undangan
yang berlaku
4. Memberikan informasi- Meminta persetujuan tindakan yang
dilakukan
5. Melakukan catatan perawatan dengan baik
6
Menahan tindakan seseorang tanpa otorisasi yang tepat merupakan
pelanggaran hukum atau falseimprisonment. Menggunakan restrein fisik
atau bahkan mengancam akan melakukannya agar pasien mau bekerja
sama bisa juga termasuk dalam falseimprisonment. Penyokong dan
restrein harus digunakan sesuai dengan perintah dokter.
5. Penyerngan dan pemukulan
Penyerangan artinya dengan sengaja berusahan untuk menyentuh tubuh
orang lain atau bahkan mengancam untuk melakukannya. Pemukulan
berarti secara nyata menyentuh orang lain tanpa ijin. Perawatan yang kita
berikan selalu atas ijin pasien atau informed consent. Ini berarti pasien
harus mengetahui dan menyetuju iapa yang kita rencanakan dan kita
lakukan.
6. Peleanggaran privasi
Pasien mempunyai hak atas kerahasiaan dirinya dan urusan pribadinya.
Pelanggaran terhadap kerahasiaan adalah pelanggaran privasi dan itu
adalah tindakan yang melawan hukum.
7. Penganiayaan
Menganiaya pasien melanggar prinsip-prinsip etik dan membuat anda
terikat secara hukum untuk menanggung tuntutan hukum. Standar etik
meminta perawat untuk tidak melakukan sesuatu yang membahayakan
pasien. Setiap orang dapat dianiaya, tetapi hanya orang tua dan anak-
anaklah yang paling rentan. Biasanya, pemberi layanan atau keluargalah
yang bertanggung jawab terhadap penganiayaan ini. Mungkin sulit
dimengerti mengapa seseorang menganiaya ornag lain yang lemah atau
rapuh, tetapi hal ini terjadi. Beberapa orang merasapuas bisa
mengendalikan orang lain. Tetapi hampir semua penganiayaan berawal
dari perasaan frustasi dan kelelahan dan sebagai seorang perawat perlu
menjaga keamanan dan keselamatan pasiennya. Sebagai seorang perawat
yang profesional, harus memperhatikan aspek iegal keperawatan agar tidak
keluar dari rambu-rambu aturan dari profesi keperawatan.
d) Tanggung jawab
7
Tanggung jawab perawat terhadap klien untuk memelihara dan meningkatkan
kepercayaan masyarakat, diperlukan peraturan tentang hubungan antara perawat
dengan masyarakat, yaitu sebagai berikut :
8
e. perawat, mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien/klien dalam
melaksanakan tugas keperawatannya, serta matang dalam mempertimbangkan
kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung jawab yang ada
hubungannya dengan keperawatan.
9
kuantitatif atau pertimbangan data atau informasi objektif. Pembuatan keputusan
etis memerlukan penilaian dan interpretasi, penerapan seperangkat nilai pada
seperangkat persepsi dan perkiraan konse kuensi tindakan. Terkadang keputusan
etis melibatkan pemilihan bukan antara yang baik dan yang buruk, tapi antara baik
dan lebih baik atau antara yang buruk dan yang lebih buruk.
Membuat keputusan etis juga melibatkan pilihan tentang siapa yang harus
dilibatkan dalam proses dan bagaimana keputusan harus dibuat. Misalnya, jika
sebuah keputusan akan berdampak signifikan terhadap masyarakat setempat, para
pemimpin mungkin merasa berkewajiban untuk mengundang perwakilan
masyarakat untuk berpartisipasi dalam diskusi. Demikian pula, keputusan dengan
dimensi etika yang signifikan dapat mengambil manfaat dari konsensus.
10
Untuk mengatasi keputusan ini, perawat memerlukan proses pengambilan
keputusan yang memungkinkannya mengatasi dilema ini dalam kerangka etis
yang rasional dan dapat dibenarkan. Teori biofetik simfonologi (symphonology)
oleh Jems H. Husted dan Gladys L. Husted(2007) dapat memberi gambaran
model keputusan apa yang harus diambil perawat ketika menghadapi dilemma
etik.
Simfonologi didasarkan pada anggapan bahwa ada kesepakatan rasional antara
semua makhluk. Kesepakatan ini tersirat di alam dan berupa kesepakatan untuk
tidak melakukan agresi. Dengan kata lain, saya tidak akan bertindak melawan
Anda dan Anda tidak akan bertindak melawan saya. Tanpa kesepakatan implisit
ini, kita tidak akan mau mengemudikan mobil atau meninggalkan dinding
pelindung rumah kita. Kebebasan dari agresi Ini disebut sebagai hak yang negatif.
Kesepakatan ini merupakan dasar kesepakatan yang terbentuk antara profesional
kesehatan dan pasien, administrator dan karyawan, institusi perawatan kesehatan
dan masyarakat tempat mereka bertugas.
Dalam setiap contoh kesepakatan, profesional kesehatan harus bisa
mengasumsikan beban kesepakatan yang lebih besar. Misalnya, petugas kesehatan
setuju untuk melakukan apa yang pasien inginkan, jika memang bisa dilakukan.
Pasien setuju untuk menjadi pasien, untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam
rencana perawatan, dan tidak menempatkan tuntutan yang tidak masuk akal pada
profesional kesehatan. Administrator setuju untuk memperlakukan karyawan
dengan keadilan yang setara dan karyawan setuju untuk melakukan fungsi tertentu
dalam organisasi. Kesepakatan ini bergantung pada standar bioetika kesetiaan,
kemanfaatan, kejujuran, ketegasan, kebebasan, dan otonomi.
a. Kesepakatan, implisit atau eksplisit, tidak akan ter- cipta jika kita berpikir
bahwa pihak lainnya tidak akan setia pada kesepakatan (kesetiaan):
b. Siapa yang akan melakukan kesepakatan, kecuali ada beberapa "kebaikan"
yang bisa dicapai (kemanfaatan);
c. Kesepakatan memerlukan persetujuan dan persetujuan hanya dapat diperoleh
melalui pembagian informasi yang benar (kejujuran);
d. Jika seseorang tidak dapat mengendalikan waktu dan usahanya sendiri,
sebuah kesepakatan tidak dapat dibuat (self-assertiveness);
11
e. Sebuah kesepakatan hanya berlaku jika pihak-pihak tersebut tidak dipaksa
dengan cara apapun (otonomi);
f. Mereka harus diberi kesempatan untuk memilih secara bebas (kebebasan);
g. Tidak ada yang mau membuat kesepakatan jika itu berarti kehilangan
individualitas/keunikan mereka (otonomi).
12
perbedaan antara dua situasi dapat menghasilkan perbedaan dalam keputusan
moral kita. Simfonologi mempertimbangkan situasi di mana tindakan etis
berlangsung dan pengetahuan yang dimiliki perawat untuk dibawa ke situasi
tertentu. Ada jalinan "konteks situasi" dan "konteks pengetahuan yang
menyediakan kerangka kerja di mana keputusan etis dibuat.
Dasar proses pengambilan keputusan simfonolog adalah konsep kesepakatan.
Faktanya, simfonologi berart studi tentang kesepakatan tersebut. Kita bisa
membuat kesepakatan karena sebagai manusia kita adalah makhluk rasional, unik,
bebas, objektif, asertif, pencari keuntungan dan setia. Sebagai orang unik kita
tidak seperti orang lain di dunia. Kita menentukan sendiri hal-hal yang ingin
dilakukan. Kita dapat menggunakan kekuatan kita untuk mengejar tujuan jangka
panjang, berurusan dengan realitas objektif, mengendalikan waktu dan usaha kita
sendiri, mengejar sesuatu agar bisa hidup.
Kesepakatan yang paling mendasar antara manusia adalah kesepakatan
ketidakpercayaan. Kesepakatan implisit antara orang-orang ini adalah hasil dari
kesadaran bersama dan merupakan dasar dimana setiap interaksi terjadi.
Kesepakatan antara orang-orang yang tidak melakukan agresi adalah konteks etis
paling sederhana dan paling dasar antara manusia. Hal ini menentukan interaksi
etis apa seharusnya karena tidak ada interaksi yang mungkin terjadi tanpa
kesepakatan ini. Dalam kesepakatan. kedua belah pihak sepakat untuk
menyesuaikan diri dengan komitmen yang lain. Kesepakatan perawat-pasien
berkembang dari kesepakatan paling dasar ini.
a. Katakan masalahnya
Misalnya, ada sesuatu tentang keputusan ini yang membuat saya tidak
nyaman atau apakah saya memiliki konflik kepentingan.
b. Periksa faktanya
Banyak masalah hilang pada pemeriksaan situasi lebih dekat, sementara yang
lain berubah secara radikal.Misalnya, orang yang terlibat, hukum, kode
profesional, kendala praktis lainnya.
13
c. Identifikasi faktor yang relevan
d. Kembangkan daftar pilihan Jadilah imajinatif, cobalah untuk menghindari
"dilema; bukan "ya" atau "tidak" tapi siapa yang harus pergi ke, apa yang
harus dikatakan.
e. Uji pilihannya. Gunakan beberapa tes berikut ini:
1) Uji bahaya: apakah opsi ini merugikan lebih sedi- kit daripada
alternatifnya?
2) Uji publisitas: apakah saya ingin pilihan pilihan saya diterbitkan di surat
kabar?
3) Uji defensibility: mungkinkah saya memilih pilihan ini sebelum komite
kongres atau komite rekan sejawat?
4) Uji reversibilitas: apakah saya masih menganggap pilihan ini adalah
pilihan yang baik jika saya terpengaruh oleh hal itu?
5) Tes rekan kerja: apa yang dikatakan rekan kerja saya saat saya
menjelaskan masalah saya dan menyarankan opsi ini sebagai solusi saya?
6) Tes profesional: apa yang mungkin oleh badan profesi saya tentang etika
mengenai pilihan ini?
7) Uji organisasi: apa yang dikatakan oleh petugas etika atau penasihat
hukum perusahaan saya tentang hal ini?
1. Identifikasi masalahnya
14
Kumpulkan informasi sebanyak mungkin yang akan menjelaskan situasi yang
dihadapi. Dengan demikian, penting untuk mencari dan mencatat sespesifik dan
semak simal mungkin mengenal masalah yang dihadapi. Menulis gagasan di atas
kertas sering membantu memberikan kejelasan. Buat garis besar fakta, pisahkan
atribut, asumsi, hipotesis, atau kecurigaan. Ada beberapa pertanyaan untuk
ditanyakan kepada diri sendiri: apakah ini masalah etis, legal, profesional, atau
klinis? Apakah ini kombinasi dari lebih dari satu hal tersebut? Jika ada pertanyaan
hukum, pastikan untuk meminta nasihat hukum.
Pertanyaan lain yang mungkin berguna untuk diti nyakan kepada diri sendiri
antara lain:
a. Apakah masalah terkait dengan saya dan apa yang sedang atau tidak saya
lakukan?
b. Apakah itu terkait dengan klien dan/atau klien yang signifikan lainnya dan
apa yang sedang atau tidak me reka lakukan?
c. Apakah terkait dengan teknologi dalam penyediaan layanan atau
penyimpanan catatan?
d. Apakah terkait dengan institusi atau lembaga dan kebijakan dan prosedurnya?
e. Jika masalah dapat diselesaikan dengan menerapkan kebijakan lembaga,
perawat dapat melihat panduan lembaga tersebut.
15
Jika masalahnya tidak terselesaikan dengan meninjau Kode Etik Keperawatan,
maka kita memiliki dilema etika yang kompleks dan perlu melanjutkan langkah-
langkah lebih lanjut dalam proses pengambilan keputusan etis (Bradley &
Hendricks, 2008). Levitt, Farry, dan Mazzarella (2015) menunjukkan bahwa
model pengambilan keputusan bisa memakan waktu lama. Jika itu adalah dilema
etika yang kompleks, maka perawat harus meluangkan waktu untuk menganalisis
dan menilai semua aspek situasi dan solusi potensinya secara menyeluruh.
Ada beberapa langkah yang harus diikuti untuk memastikan bahwa perawat
telah memeriksa masalah dalam berbagai dimensinya:
16
a. Lakukan brainstorming sebanyak mungkin untuk tindakan potensial. Jadilah
kreatif dan daftar semua pilihan yang dapat dipikirkan, bahkan pertanyaan
yang tidak diyakini akan berhasil.
b. Dalam fase brainstorming ini, tujuannya adalah menghasilkan solusi potensial
sebanyak mungkin. Jangan khawatir menilai dan menghilangkan
solusi,evalusi akan dilakukan pada langkah berikutnya.
c. Bila mungkin, berkonsultasilah dengan setidaknya satu rekan kerja yang
mengikuti Kode Etik Keperawatan untuk membantu menghasilkan pilihan.
17
3) Universalitas: uji universalitas meminta Anda untuk menilai apakah Anda
dapat merekomen- dasikan tindakan yang sama kepada perawat lain dalam
situasi yang sama.
c. Jika tindakan yang dipilih menyebabkan masalah etika baru, perawat harus
kembali ke awal dan mengevaluasi kembali setiap langkah proses. Mungkin
pilihan yang ditentukan salah atau perawat mungkin telah mengidentifikasi
masalahnya dengan tidak benar.
d. Jika semua langkah sudah dilalui dan perawat yakin telah memilih tindakan
yang sesuai, maka langkah berikutnya adalah implementasi.
Agama serta latar belakang adat istiadat merupakan faktor utama dalam
membuat keputusan etis. Setiap perawat disarankan memahami nilai yang
diyakini maupun kaidah agama yang dianutnya. Sebagai negara berketuhanan,
segala kebijakan atau aturan yang dibuat diupayakan tidak bertentangan dengan
aspek agama yang ada di Indonesia. Faktor adat istiadat yang dimiliki perawat
atau pasien sangat berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis tetapi kaitan
adat istiadat dan implikasi dalam keperawatan sampai saat ini belum tergali jelas
di Indonesia.
2. Faktor sosial
18
Berbagai faktor sosial berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis. Faktor
ini meliputi perilaku sosial dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum
dan peraturan perundang-undangan (Ellis, Hartley, 1980)
5. Faktor dana/keuangan
19
sendiri,tetapi bekerja di rumah sakit, dokter praktik swasta, atau institusi
kesehatan lainnya. Tidak semua keputusan pribadi perawat dapat dilaksanakan,
namun harus disesuaikan dengan keputusan atau aturan tempat ia bekerja Perawat
yang mengutamakan kepentingan pribadi sering mendapat sorotan sebagai
perawat pembangkang. Sebagai konsekuensinya, ia dapat mendapat sanksi
administrasi atau mungkin kehilangan pekerjaan.
Dalam banyak hal, seorang perawat seringkali dihadapkan pada masalah etika
dan moral ketika menjalankan fungsinya sebagai perawat.Masalah itu biasanya
adalah pertimbangan prinsip etika yang bertentangan.Lalu bagaimana seorang
perawat menghadapinya? Berikut ini, lima masalah dasar etika dan moral menurut
yang berhubungan dengan pertimbangan prinsip etika yang bertentangan (Amelia,
2013).
a. Kuantitas versus Kualitas Hidup –Lihatlah ilustrasi bawah ini sebagai contoh.
Ada seorang ibu yang meminta kepada perawat untuk melepas semua
peralatan medis yang dipasang pada anaknya yang berusia 12 tahun, yang
telah koma selama 1 minggu.Dalam keadaan seperti ini, perawat mengahadapi
permasalahan tentang posisi apakah yang dimilikinya untuk menentukan
keputusan secara moral.Sebenarnya perawat tersebut berada pada posisi
kuantitas melawan kualitas hidup, karena keluarga pasien menanyakan apakah
peralatan yang dipasang dihampir semua bagian tubuh pasien dapat
mempertahankan pasien untuk tetap hidup.
20
b. Kebebasan versus Penanganan dan Pencegahan Bahaya
Seorang pasien yang menolak untuk dilakukan asuhan keperawatan
pemasangan infus.Ia beralasan tangannya tidak bisa bergerak dengan bebas
apabila dipasang infus.Pada situasi ini, perawat menghadapi masalah dalam
upaya memberikan pelayanan kesehatan yang professional kepada pasien guna
kesembuhan pasien tersebut. Tetapi disisi lain perawat tidak bisa
memaksapasien tersebut untuk menerima tindakan keperawatan yang akan
diberikan karena pasien tersebut memiliki kebebasan untuk menolak atau
menerimatindakan keperawatan yang akan dilakukandiberikan kepadanya.
c. Berkata Jujur versus Berkata Bohong
Perawat menangani pasien yang terkena suatu penyakit karena mengkonsumsi
obat obatan terlarang yaitu narkoba.Permasalahan yang timbul adalah apakah
ia harus melaporkan tindakan pasien tersebut kepada pihak berwajib atau
tidak? Sementara pasien sedang berobat dan meminta pelayanan kesehatan
kepada perawat tersebut. Tentu dalam kondisi seperti ini, tidak mudah bagi
perawat untuk mengambil keputusan yang tegas dan tepat. Lalu bagaimana
contoh keputusan yang tepat dalam etika-moral keperawatan bisa diambil oleh
perawat?
d. Keingintahuan yang bertentangan dengan falsafah agama, politik, ekonomi
dan ideologi
Kecenderungan beberapa masyarakat yang masih menjadikan jasa dukun
sebagai solusi untuk menyembuhkan sakit kanker, mendapatkan keturunan,
menyembuhkan gangguan kehamilan dan sebagainya.Kejadian ini memang
nyata bahwa masih banyak anggota masyarakat yang lebih memilih ke dukun
daripada ke dokter.Lalu bagaimana perawat menyikapi fenomena ini?
Khususnya ketika menjalankan fungsinya sebagai perawat di tengah
masyarakat?
e. Terapi ilmiah Konvensional versus Terapi coba – coba
Hampir semua suku di Indonesia memiliki praktek terapi konvensional yang
masih dianggap sebagai tindakan yang dapat dipercaya.Secara ilmiah,
tindakan tersebut sulit dibuktikan kebenarannya, namun sebagian masyarakat
mempercayainya. Misalnya masyarakat percaya bahwa obat sakit perut adalah
21
dengan cara mengikat perutnya dengan tali rumput yang tumbuh di halaman
rumah. Contoh lain, beberapa masyarakat juga masih percaya bahwa untuk
mengobati sakit gigi adalah dengan cara memberi getah pepohonan tertentu ke
gigi yang berlubang. Bahkan sebagian masyarakat juga masih percaya bahwa
untuk memperindah suara adalah denganmemakan buah pinang yang masih
sangat muda. Lalu bagaimana seorang perawat seharusnya menyikapi
fenomena semacam itu?
a. Malpraktik
Secara harfiah malpraktik terdiri atas kata “mal" yang berarti salah dan
"praktik” yang berarti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktik berarti
pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian, tetapi
kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan
yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.Malpraktik juga didefinisikan
sebagai kesalahan tindakan professional yang tidak benar atau kegagalan untuk
menerapkan keterampilan profesional yang tepat. Dalam profesi kesehatan, istilah
malpraktik merujuk pada kelalaian dari seorang dokter atau perawat dalam
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuannya untuk mengobati
dan merawat pasien. Malpraktik dapat juga diartikan sebagai tidak terpenuhinya
perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik, yang
biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang ada
karena tidak memberlakukan prinsip- prinsip transparansi atau keterbukaan dalam
arti harus menceritakan secara jelas tentang pelayanan yang diberikan kepada
konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lain yang diberikan.
Malpraktik terbagi kedalam tiga jenis, yaitu malpraktik kriminil (pidana),
malpraktiksipil (perdata),malpraktik etik.
22
abortus; melakukan pelanggaran kesusilaan/kesopanan; membuka
rahasiakedokteran /keperawatan; pemalsuan surat keterangan atau sengaja
tidak memberikan pertolongan pada orang yang dalam keadaan bahaya.
Pertaggungjawaban didepan hukum pada criminal malpraktik adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain
atau kepada instansi yang memberikan sarana pelayanan jasa tempatnya
bernaung.
2) Civil malpractice atau Malpraktik sipil (perdata). Seorang tenaga kesehatan
akan disebut melakukan malpraktik sipil apabila tidak melaksanakan
kewajiban atau tidak melaksanakan prestasinya sebagaimana yang telah
disepakati (ingkar janji).
3) Malpraktik etik, merupakan tidakan keperawatan yang bertentangan dengan
etika keperawatan, sebagaimana yang diatur dalam kode etik keperawatan
yang merupakan seperangkat standar etika, prinsip, aturan, norma yang
beraku untuk perawat. Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa
malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian (negligence) yang
ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang
menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya.
b. Negligence (Kelalaian)
Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar standar
sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain (Sampurno, 2005). Menurut
Amir dan Hanafiah (1998) yang dimaksud dengan kelalaian adalah sikap kurang
hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati
melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang
dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi
tersebut.Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan sesuatu
yang seharusnya dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu secara tidak
hati-hati). (Tonia, 1994).
1) Jenis-jenis kelalaian
23
Malfeasance: yaitu melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak
tepat/layak.Misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi yang
memadai/tepat.
Misfeasance:yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi
dilaksanakan dengan tidak tepat.Misal: melakukan tindakan keperawatan
dengan menyalahi prosedur. Nonfeasance: Adalah tidak melakukan tindakan
keperawatan yang merupakan kewajibannya. Misalnya Pasien seharusnya
dipasang pengaman tempat tidur tapi tidak dilakukan.
Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk
tidak melakukan tindakan tertentu pada pasien tertentu pada situasi dan
kondisi tertentu.
Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban
Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien
sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi
pelayanan.
Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal
ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban
dengan kerugian yang setidaknya.
2) Dampak Kelalaian
Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas,
tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit,
Individu perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana,
juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti rugi. (Sampurna, 2005).
Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa kelalaian merupakan
bentuk dari pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik bersifat
pelanggaran autonomy, justice, nonmalefence, dan lainnya. (Kozier, 1991) dan
penyelesaiannya dengan menggunakan dilema etik. Sedangkan dari segi hokum
pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku baik secara individu dan profesi dan
24
juga institusi penyelenggara pelayanan praktek keperawatan, dan bila ini terjadi
kelalaian dapat digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361
KUHP)
Contoh Kasus:
Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada diruang perawatan.
Perawat tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan
mempertahankan keamanan pasien dengan memasang penghalang tempat tidur.
Sebagai akibat disorientasi, pasien kemudian terjatuh dari tempat tidur pada
malam hari dan pasien mengalami patah tulang tungkai. Dalam kasus ini,perawat
telah melanggar etika keperawatan yang telah dituangkan dalam kode etik
keperawatan. Dari kasus diatas, perawat telah melakukan kelalaian yang
menyebabkan kerugian bagi pasien
c. Liability (Liabilitas)
a. Pengertian Tanggungjawab
25
agar memiliki tanggung jawab maka perawat diberikan ketentuan hukum dengan
maksud agar pelayanan perawatannya tetap sesuai standar. Misal hukum mengatur
apabila perawat melakukan tindakan kriminalitas, memalsukan ijazah, melakukan
pungutan liar dan sebagainya.
Tanggungjawab perawat ditunjukan dengan cara siap menerima hukuman
(punishment) secara hukum kalau perawat terbukti bersalah atau melanggar
hukum. Tanggungjawab adalah keharusan seseorang sebagai mahluk rasional dan
bebas untuk tidak.mengelak serta memberikan penjelasan mengenai perbuatannya,
secara retrosfektif atau prospektif (Bertens, 1993:133). Berdasarkan pengertian di
atas tanggungjawab diartikan sebagai kesiapan memberikan jawaban atas
tindakan-tindakan yang sudah dilakukan perawat pada masa resmi, melakukan
tindakan keperawatan di luar standar, misalnya memasang NGT tanpa menjaga
sterilitas; memberikan kesaksian di pengadilan tentang suatu kasus yang dialami
klien atau bila terjadi gugatan akibat kasus-kasus malpraktik seperti aborsi,
infeksinosokomial, kesalahan diagnostik, kesalahan pemberian obat, klien
terjatuh, overhidrasi, keracunan obat, over dosis dsb. Perawat berkewajiban untuk
menjadi saksi dengan menyertakan bukti-bukti yang memadai.
26
etika. Biasanya merujuk pada standar personal (seorang perawat) tentang benar
atau salah dalam praktek keperawatan. Pemahaman ini sangat penting bagi setiap
perawat untuk bias mengenal antara etika dalam agama, hukum, tradisi dan adat
istiadat, termasuk juga praktek profesional seperti pelayanan kesehatan terhadap
pasien. Tradisi adalah seperangkat keyakinan dan sikap masyarakat secara
komunal tentang kebenaran dan penghargaan dari suatu pemikiran, objek, atau
perilaku yang berorientasi pada tindakan dan pemberian makna pada kehidupan
seseorang. Misalnya di sebuah masyarakat masih ada yang menganggap bahwa
persalinan tidak boleh lepas dari tenaga dan jasa seorang dukun beranak (bukan
perawat atau dokter). Oleh karena itu ketika melayani masyarakat yang memiliki
tradisi kliennya, melakukan operan, memberikan perawatan selama jam dinas,
tanggungjawab dalam mendokumentasikan, bertanggungjawab dalam menjaga
keselamatan klien, jumlah klien yang sesuai dengan catatan dan pengawasannya,
kadang-kadang ada klien pulang paksa atau pulang tanpa pemberitahuan,
bertanggungjawab bila ada klien tiba-tiba tensinya drop tanpa sepengetahuan
perawat. dsb.
27
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan tanggung jawab perawat terhadap
rekan sejawat atau atasan. Diantaranya adalah membuat pencatatan yang lengkap
tentang tindakan keperawatan (kapan, frekwensi,tempat, cara,siapa yang
melakukan) misalnya perawat A melakuan pemasangan infus pada lengan kanan
vena brachialis, dan pemberian cairan RL sebanyak 5 labu, infus dicabut malam
senin tanggal 30 Juni 2013 jam 21.00. Keadaan umum klien Compos Mentis,
T=120/80 mmHg, N=80x/m, R=28x/m, S=37C, kemudian dibubuhi tanda tangan
dan nama jelas perawat; mengajarkan pengetahuan perawat terhadap perawat lain
yang belum mampu atau belum mahir melakukannya misalnya perawat belum
mahir memasang EKG diajar oleh perawat yang sudah mahir; memberikan
teguran bila rekan sejawat melakukan kesalahan atau menyalahi standar;bila
perawat lain merokok di ruangan, memalsukan obat, mengambil barang klien
yang bukan haknya, memalsukan tanda tangan, memungut uang di luar prosedur
lalu atau tindakan yang akan berakibat di masa yang akan datang. Misal bila
perawat dengan sengaja memasang alat kontrasepsi tanpa persetujuan klien maka
akan berdampak pada masa depan klien. Klien tidak akan punya keturunan
padahal memiliki keturunan adalah hak semua manusia. Perawat secara
retrospektif harus bisa mempertanggungjawabkan meskipun tindakan perawat
tersebut dianggap benar menurut pertimbangan medis.
28
pendengaran dan hati akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Tuhan.
Dalam sudut pandang etik pertanggungjawaban perawat terhadap Tuhannya
terutama yang menyangkut hal-hal berikut ini: Perawat harus melakukan tugasnya
dengan niat yang tulus dan ikhlas sebagai bentuk rasa syukurnya kepada Tuhan;
mendoakan klien yang dirawatnya agar mendapat kesembuhan dari Tuhan;
memberi dukungan psikologis kepada klien untuk dapat menerima sakit yang
dideritanya dan mendapatkan hikmah dari pengalaman tersebut. Termasuk
didalamnya mempersiapkan klien klien tertentu untuk menghadapi maut jika
penyakitnya tidak dapat disembuhkan; mendorong klien untuk berdoa dan
mendekatkan diri kepada Tuhan yang memberikan kesembuhan kepadanya;
bersama-sama dengan pemuka agama dalam membantu pemenuhan kebutuhan
spiritual klien selama sakit.
29
b. Altruism (mengutamakan orang lain): Seorang perawat selalu mengutamakan
kepentingan pasien di atas kepentingan pribadinya dan berusaha peduli bagi
kesejahteraan orang lain.
c. Equality (kesetaraan): Seorang perawat memiliki hak atau status yang sama
dengan tenaga medis lain. Persamaan itu terletak dalam statusnya sebagai
pelayan kesehatan bagi masyarakat, meskipun keahlian dan kompetensinya
jelas tidak sama.
d. Freedom (kebebasan) :Seorang perawat memiliki kebebasan untuk
berpendapat dan bekerja yang tentunya tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip dan kode etik keperawatan.
e. Human dignity (martabat manusia): Perawat menghargai martabat manusia
dan keunikan individu yang dirawatnya yang ditunjukkan dengan sikap
empati, kebaikan, pertimbangan matang dalam mengambil tindakan
keperawatan, dan penghargaan setinggi-tingginya terhadap kepercayaan
pasien dan masyarakat luas.
f. Justice (keadilan): Perawat berlaku adil dalam memberikan asuhan
keperawatan tanpa melihat
g. Truth (kebenaran): Perawat selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran
dalam menyampaikan pesan kepada pasien maupun melakukan tindakan
keperawatan terhadap pasien yang ditunjukkan dengan sikap bertanggung
gugat, jujur, rasional dan keingintahuan yang besar akan ilmu pengetahuan
yang terus berkembang.
30
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Kami mengucapkan terima kasih kepada para pembaca yang telah meluangkan
waktu untuk membaca makalah ini. Kami menyadari terdapat banyak kesalahan
atau kekeliruan dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami sebagai pemakalah
meminta akan kritik dan saran dari para pembaca demi kebaikan dalam
pembuatan makalah selanjutnya dan tentunya kami meminta maaf atas segala
kesalahan yang terdapat pada pembuatan makalah ini.
31
DAFTAR PUSTAKA
Prayogi,Agus Sarwo dan Ni Ketut Mendri. 2020. Etika Profesi & Hukum
Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Rismalinda. 2011. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Trans Info Media
Thompson, J.B. and Thompson, H.O. 1981. Ethics in Nursing. New York:
Macmillan