Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH ETIKA KEPERAWATAN DAN HUKUM

KESEHATAN
Aspek Legal dalam Praktek Keperawatan Part 2

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Etika
Keperawatan dan Hukum Kesehatan pada Semester I TA 2023/2024 Program
Studi Sarjana Terapan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Padang

Dosen Pengampu:
Efitra, S.Kp., M.Kep

Oleh Kelompok 2:

Afifah Bakri (233311295)


Aulina Putri Aprial (233311298)
Chairani (233311300)
Dimasz Putra Onasis (233311304)
Fatia Luthfiyyah Shafa (233311305)
Gebiola Yumita (233311308)
Ria Nanda (233311323)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
dan rahmat serta hidayah-Nyalah akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan teladan
yang sempurna dalam mengarungi samudera kehidupan dengan penuh kesadaran
diri.
Makalah ini semata-mata disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika
Keperawatan dan Hukum Kesehatan. Di dalam makalah ini membahas tentang
aspek legal dalam praktek keperawatan. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu Kami mengharapakan kritik dan
saran yang sifatnya menyempurnakan dari penyimak makalah ini.
Kami mengucapkan terimakasih atas tugas yang telah diberikan oleh Ibu
Efitra selaku dosen pada mata kuliah Etika Keperawatan dan Hukum Kesehatan
sehingga kami dapat menambah wawasan dan pengetahuan berdasarkan studi
yang diajarkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat menambah wawasan pengetahuan dan
memberi manfaat bagi banyak pihak khususnya bagi kami sendiri para
mahasiswa Poltekkes Kemenkes Padang.

Padang, 1 November 2023


Pemakalah

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 3

1.3 Tujuan.......................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4

2.1 Aspek Legal dalam Keperawatan ................................................................ 4

2.2 Definisi Pengambilan Keputusan Etik ........................................................ 9

2.3 Model-model Proses Pengambilan Keputusan Etik dalam Praktik


Keperawatan ...................................................................................................... 10

2.4 Tahapan Pengambilan Keputusan Etik ..................................................... 14

2.5 Faktor yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan Etik dalam


Keperawatan ...................................................................................................... 18

2.6 Kecenderungan dari Etik Keperawatan .................................................... 20

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 31

3.1 Kesimpulan................................................................................................ 31

3.2 Saran .......................................................................................................... 31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam dunia keperawatan, aspek legal adalah elemen penting yang mencakup
peraturan dan undang-undang yang mengatur praktik keperawatan, hak dan
kewajiban perawat, serta tindakan yang dapat diambil dalam situasi-situasi
tertentu. Hal ini mencerminkan komitmen untuk memberikan pelayanan
keperawatan sesuai dengan standar profesi dan aturan yang berlaku.
Dalam aspek legal keperawatan, perawat perlu memahami peran mereka
dalam sistem hukum dan etika yang mengatur praktik keperawatan. Mereka juga
harus memiliki pengetahuan tentang izin untuk melaksanakan praktik
keperawatan, batasan kewenangan, dan hak serta kewajiban perawat. Kewenangan
material diberikan kepada perawat yang telah memiliki kompetensi dan terdaftar
sebagai perawat yang sah, sementara kewenangan formal diberikan melalui Surat
Izin Kerja (SIK) atau Surat Izin Praktik Perawat (SIPP). Aspek legal ini
memberikan kerangka kerja untuk menentukan tindakan keperawatan yang sesuai
dengan hukum, membedakan tanggung jawab perawat dari profesi lain, dan
membantu mempertahankan standar praktik keperawatan dengan menempatkan
perawat di bawah akuntabilitas hukum.
Selain itu, dalam aspek legal, perawat juga memiliki kewenangan untuk
memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan mereka dalam situasi
darurat yang mengancam jiwa. Hal ini memungkinkan perawat untuk merespons
dengan cepat dalam situasi-situasi yang memerlukan tindakan segera untuk
menyelamatkan nyawa pasien.
Dalam praktik keperawatan, perawat yang menjalankan praktik perorangan
harus memenuhi sejumlah persyaratan, termasuk memiliki tempat praktik yang
memenuhi syarat dan perlengkapan peralatan serta administrasi yang sesuai. Ini
bertujuan untuk memastikan bahwa pasien menerima perawatan yang memenuhi
standar kualitas dan keamanan.

1
Namun, ada juga larangan dalam aspek legal keperawatan yang perlu
diperhatikan. Perawat dilarang menjalankan praktik selain yang tercantum dalam
izin mereka dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi.
Kepala dinas atau organisasi profesi dapat memberikan peringatan lisan atau
tertulis kepada perawat yang melakukan pelanggaran, dan peringatan tertulis
dapat diberikan hingga tiga kali sebelum izin perawat dicabut.
Dalam praktik keperawatan, perawat juga memiliki tanggung jawab terhadap
klien dan tugas mereka. Mereka harus menghormati hak pasien, merujuk kasus
yang tidak dapat mereka tangani, menjaga kerahasiaan informasi pasien,
memberikan informasi kepada pasien, dan meminta persetujuan pasien sebelum
melakukan tindakan. Selain itu, mereka juga harus menjaga catatan perawatan
dengan baik, yang juga merupakan kewajiban hukum dalam banyak yurisdiksi.
Sanksi yang mungkin dihadapi oleh perawat jika melanggar aturan etika dan
hukum dalam praktik keperawatan meliputi pencabutan izin untuk berpraktik.
Pelanggaran dapat diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, atau berat tergantung
pada motif pelanggaran dan situasi setempat.
Selain aspek legal, aspek etika juga memegang peran penting dalam praktik
keperawatan. Dalam praktik keperawatan, seringkali muncul berbagai masalah
etis yang perawat harus hadapi, termasuk masalah seperti kelalaian, pencurian,
fitnah, penahanan yang tidak sah, penyiksaan, pelanggaran privasi, dan
penganiayaan. Perawat harus memahami nilai-nilai etika dan moral mereka
sendiri dan membuat keputusan etis dalam situasi-situasi yang membingungkan.
Pengambilan keputusan etis dalam keperawatan adalah proses penting yang
melibatkan pertimbangan moral dari tindakan yang akan diambil. Keputusan ini
seringkali terjadi di wilayah abu-abu, di mana tidak ada jawaban yang jelas.
Dalam pengambilan keputusan etis, perawat harus mempertimbangkan berbagai
perspektif etika, seperti konsekuensialis dan utilitarian, serta prinsip-prinsip moral
yang membimbing perilaku mereka.
Makalah ini bertujuan untuk membahas aspek legal dan etika dalam
keperawatan, menjelaskan pentingnya pemahaman terhadap model-model
pengambilan keputusan etik, mengidentifikasi tahapan-tahapan dalam
pengambilan keputusan etik, dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi

2
pengambilan keputusan etik dalam keperawatan. Dengan demikian, makalah ini
akan memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan pemahaman tentang
etika dalam praktik keperawatan dan membantu perawat dalam menghadapi
situasi yang kompleks dengan integritas dan pertimbangan etis yang matang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana aspek legal memengaruhi praktik keperawatan?


2. Apa definisi pengambilan keputusan etik dalam konteks keperawatan?
3. Apa saja model-model proses pengambilan keputusan etik yang
digunakan dalam praktek keperawatan?
4. Bagaimana tahapan-tahapan pengambilan keputusan etik dapat
diterapkan dalam keperawatan?
5. Apa faktor-faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan etik dalam
praktek keperawatan?
6. Apa kecenderungan utama dalam etika keperawatan yang memengaruhi
praktik perawat?

1.3 Tujuan

1. Untuk menjelaskan pengaruh aspek legal terhadap praktik keperawatan.


2. Untuk mendefinisikan konsep pengambilan keputusan etik dalam konteks
praktik keperawatan.
3. Untuk membahas model-model proses pengambilan keputusan etik yang
digunakan dalam praktek keperawatan.
4. Untuk menyajikan tahapan-tahapan pengambilan keputusan etik yang
relevan dalam keperawatan.
5. Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pengambilan
keputusan etik dalam praktek keperawatan.
6. Untuk mengidentifikasi kecenderungan utama dalam etika keperawatan
yang memengaruhi praktek perawat.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Aspek Legal dalam Keperawatan

Aspek legal keperawatan adalah aspek aturan Keperawatan dalam


memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung
jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan termasuk hak dan kewajibannya.
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan
ditunjukkan kepada individu keluarga, kelompok dan masyarakat baik sehat
maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Perawat sebagai
profesi dan bagian integral dari pelayanan kesehatan tidak saja membutuhkan
kesabaran. Kemampuannya untuk ikut mengatasi masalah-masalah kesehatan
yang tentu juga harus bisa diandalkan.
Aspek legal dalam keperawatan mencakup aturan-aturan yang mengatur
proses keperawatan berdasarkan wewenang, tanggung jawab, dan standar profesi
di berbagai tingkat pelayanan. Ini juga mencakup hak dan kewajiban yang diatur
dalam Undang-Undang Keperawatan (Hendrik, 2011). Aspek legal keperawatan
meliputi kewenangan berkaitan dengan izin melaksanakan praktik profesi.
Kewenangan memiliki dua aspek, yakni kewenangan material dan kewenangan
formal. Kewenangan material diperoleh sejak seseorang memiliki kompetensi dan
kemudian teregistrasi (registered nurse) yang disebut Surat Ijin Perawat atau SIP.
Aspek legal keperawatan pada kewenangan formalnya adalah izin yang
memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik profesi
perawat yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja di dalam suatu institusi dan Surat
Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau berkelompok.
Aspek legal keperawatan meliputi:
1. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang
sesuai dengan hukum.
2. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain

4
3. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan
mandiri
4. Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan dengan
meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum.
5. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seorang, perawat berwenang
melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang ditujukan untuk
penyelamatan jiwa
6. Perawat yang menjalankan praktik perorangan harus mencantumkan SIPP di
ruang praktiknya
7. Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam bentuk
kunjungan rumah
8. Persyaratan praktik perorangan sekurang-kurangnya memenuhi :
a. Tempat praktik memenuhi syarat.
b. Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi termasuk formulir/
buku kunjungan, catatan tindakan dan formulir rujukan.

a) Larangan dalam Aspek Keperawatan


 Larangan :
1. Perawat dilarang menjalankan praktik selain yang tercantum dalam izin
dan melakukan perbuatan yangbertentangan dengan standar profesi
2. Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalamkeadaan darurat atau
menjalankan tugas didaerahterpencil yang tidak ada tenaga kesehatan
lain,dikecualikan dari larangan ini
3. Kepala dinas atau organisasi profesi dapatmemberikan peringatan lisan
atau tertulis kepadaperawat yang melakukan pelanggaran
4. Peringatan tertulis diberikan paling banyak 3 kali,apabila tidak diindahkan
SIKdan SIPP akan dicabut.

 Aspek Legal Menurut: Kepmenkes 1239/2001 Tentang Praktik


Keperawatan
 Melakukan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, penetapan diagnosa
keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan dan evaluasi.

5
 Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan ataspermintaan tertulis
dokter.
 Dalam melaksanakan kewenangan perawat berkewajiban:
1. Menghormati hak pasien
2. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
3. Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturanperundang-undangan
yang berlaku
4. Memberikan informasi- Meminta persetujuan tindakan yang
dilakukan
5. Melakukan catatan perawatan dengan baik

b) Sanksi pada Aspek Legal Keperawatan :


1. Pelanggaran ringan , pencabutan izin selama-lamanya 3 bulan.
2. Pelanggaran sedang, pencabutan izin selama-lamanya 6 bulan.
3. Pelanggaran berat, pencabutan izin selama-lamanya 1tahun.
4. Penetapan pelanggaran didasarkan pada motif pelanggaran serta situasi
setempat.

c) Masalah Aspek Legal Keperawatan:


1. Kelalaian
Seorang perawat bersalah karena kelalaian jika mencederai pasien dengan
cara tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan ataupun
tidak melakukan tugas dengan hati-hati sehingga mengakibatkan pasien
jatuh dan cedera.
2. Pencurian
Mengambil sesuatu yang bukan milik anda membuat anda bersalah karena
mencuri. Jika anda tertangkap, anda akan dihukum. Mengambil barang
yang tidak berharga sekalipun dapat dianggap sebagai pencurian.
3. Fitnah
Jika anda membuat pernyataan palsu tentang seseorang dan merugikan
orang tersebut, anda bersalah karena melakukan fitnah. Hal ini benar jika
anda menyatakan secara verbal atau tertulis.
4. False imprisonment

6
Menahan tindakan seseorang tanpa otorisasi yang tepat merupakan
pelanggaran hukum atau falseimprisonment. Menggunakan restrein fisik
atau bahkan mengancam akan melakukannya agar pasien mau bekerja
sama bisa juga termasuk dalam falseimprisonment. Penyokong dan
restrein harus digunakan sesuai dengan perintah dokter.
5. Penyerngan dan pemukulan
Penyerangan artinya dengan sengaja berusahan untuk menyentuh tubuh
orang lain atau bahkan mengancam untuk melakukannya. Pemukulan
berarti secara nyata menyentuh orang lain tanpa ijin. Perawatan yang kita
berikan selalu atas ijin pasien atau informed consent. Ini berarti pasien
harus mengetahui dan menyetuju iapa yang kita rencanakan dan kita
lakukan.
6. Peleanggaran privasi
Pasien mempunyai hak atas kerahasiaan dirinya dan urusan pribadinya.
Pelanggaran terhadap kerahasiaan adalah pelanggaran privasi dan itu
adalah tindakan yang melawan hukum.
7. Penganiayaan
Menganiaya pasien melanggar prinsip-prinsip etik dan membuat anda
terikat secara hukum untuk menanggung tuntutan hukum. Standar etik
meminta perawat untuk tidak melakukan sesuatu yang membahayakan
pasien. Setiap orang dapat dianiaya, tetapi hanya orang tua dan anak-
anaklah yang paling rentan. Biasanya, pemberi layanan atau keluargalah
yang bertanggung jawab terhadap penganiayaan ini. Mungkin sulit
dimengerti mengapa seseorang menganiaya ornag lain yang lemah atau
rapuh, tetapi hal ini terjadi. Beberapa orang merasapuas bisa
mengendalikan orang lain. Tetapi hampir semua penganiayaan berawal
dari perasaan frustasi dan kelelahan dan sebagai seorang perawat perlu
menjaga keamanan dan keselamatan pasiennya. Sebagai seorang perawat
yang profesional, harus memperhatikan aspek iegal keperawatan agar tidak
keluar dari rambu-rambu aturan dari profesi keperawatan.

d) Tanggung jawab

1. Tanggung jawab perawat terhadap klien

7
Tanggung jawab perawat terhadap klien untuk memelihara dan meningkatkan
kepercayaan masyarakat, diperlukan peraturan tentang hubungan antara perawat
dengan masyarakat, yaitu sebagai berikut :

a. perawat, dalam melaksanakan pengabdiannya,senantiasa berpedoman pada


tanggung jawab yang bersumber pada adanya kebutuhan terhadap
keperawatan individu, keluarga, dan masyarakat
b. perawat, dalam melaksanakan pengabdian dibidang keperawatan, memelihara
suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan
kelangsungan hidup beragama dari individu, keluarga dan masyarakat.
c. perawat, dalam melaksanakan kewajibannya terhadap individu, keluarga, dan
masyarakat, senantiasa dilandasi rasa tulus ikhlas sesuai dengan martabat dan
tradisi luhur keperawatan.
d. perawat, menjalin hubungan kerjasama dengan individu, keluarga dan
masyarakat, khususnya dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya
kesehatan, serta upaya kesejahteraan pada umumnya sebagai bagian dari
tugas dan kewajiban bagi kepentingan masyarakat.

2. Tanggung jawab perawat terhadap tugas:

a. memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran


profesional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan
sesuai dengan kebutuhan individu, keluarga, dan masyarakat.
b. perawat, wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya sehubungan
dengan tugas yang dipercayakan kepadanya, kecuali diperlukan oleh pihak
yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. perawat, tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan
keperawatan yang dimilikinya dengan tujuan yang bertentangan dengan
norma-norma kemanusiaan.
d. perawat, dalam menunaikan tugas dan kewajibannya, senantiasa berusaha
dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh pertimbangan
kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik, agama
yang dianut, dan kedudukan sosial.

8
e. perawat, mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien/klien dalam
melaksanakan tugas keperawatannya, serta matang dalam mempertimbangkan
kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung jawab yang ada
hubungannya dengan keperawatan.

2.2 Definisi Pengambilan Keputusan Etik

Pengambilan keputusan biasanya didefinisikan sebagai proses atau urutan


aktivitas yang melibatkan tahap pengena- lan masalah, mencari informasi, definisi
alternatif, dan pemili- han satu dari dua atau lebih alternatif yang sesuai dengan
preferensi peringkat. Menurut Davis (1988) keputusan adalah hasil dari
pemecahan masalah yang dihadapi dengan tegas. Hal ini berkaitan dengan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan dan
seterusnya mengenai unsur-unsur perencanaan. Keputusan dibuat untuk
menghadapi masalah-masalah atau kesalahan yang terjadi terhadap rencana yang
telah digariskan atau penyimpangan serius terhadap rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Etika adalah prinsip moral yang menuntun perilaku seseorang. Moral ini
dibentuk oleh norma sosial, praktik budaya, dan pengaruh religius. Pembuatan
keputusan etis adalah proses menilai implikasi moral dari suatu tindakan. Semua
keputusan memiliki dimensi etis atau moral karena alasan sederhana semua
berdampak pada orang lain. Pemimpin perlu menyadari keyakinan etis dan moral
mereka sendiri sehingga mereka dapat masalah dengan baik, terutama saat
menghadapi keputusan yang sulit.
Keputusan etis bisa melibatkan beberapa determinasi Bidang etika, yang juga
dikenal sebagai filsafat moral, menun jukkan bahwa ada berbagai cara untuk
mensistematisasi, membela, dan merekomendasikan konsep perilaku benar dan
salah Misalnya, dari sudut pandang konsekuensialis, tindakan yang benar secara
moral adalah tindakan yang menghasilkan hasil, atau konsekuensi yang baik.
Perspektif utilitarian mengambil posisi bahwa tindakan yang tepat adalah tindakan
yang me maksimalkan kebahagiaan secara keseluruhan.
Sebagian besar keputusan etis ada di area abu-abu dimana tidak ada keputusan
yang jelas atau jelas yang dapat ditentukan semata-mata melalui analisis

9
kuantitatif atau pertimbangan data atau informasi objektif. Pembuatan keputusan
etis memerlukan penilaian dan interpretasi, penerapan seperangkat nilai pada
seperangkat persepsi dan perkiraan konse kuensi tindakan. Terkadang keputusan
etis melibatkan pemilihan bukan antara yang baik dan yang buruk, tapi antara baik
dan lebih baik atau antara yang buruk dan yang lebih buruk.
Membuat keputusan etis juga melibatkan pilihan tentang siapa yang harus
dilibatkan dalam proses dan bagaimana keputusan harus dibuat. Misalnya, jika
sebuah keputusan akan berdampak signifikan terhadap masyarakat setempat, para
pemimpin mungkin merasa berkewajiban untuk mengundang perwakilan
masyarakat untuk berpartisipasi dalam diskusi. Demikian pula, keputusan dengan
dimensi etika yang signifikan dapat mengambil manfaat dari konsensus.

2.3 Model-model Proses Pengambilan Keputusan Etik dalam Praktik


Keperawatan

1. Pengambilan Keputusan Bioetika Husted (Model I)

Secara umum, etika dapat didefinisikan sebagai sistem standar untuk


memotivasi,menentukan, dan membenarkan tindakan yang diambil dalam
mengejar tujuan vital dan mendasar. Ini adalah studi tentang kehidupan yang baik
dan cara untuk mewujudkan kebahagiaan. Secara umum. etika ada hubungannya
dengan apa yang penting, tujuan kita, dan apa yang membuat perbedaan jangka
panjang dalam kehidupan kita.
Keputusan etis dalam perawatan kesehatan adalah keputusan yang sangat
mempengaruhi kehidupan manusia. Pada zaman kuno, penyair Ovid (Krason &
Hollberg, 1986) memandang aborsi adalah hal yang tidak wajar dan tidak suci.
Dia menulis, "Orang pertama yang berpikir tentang melepaskan janin yang
terbentuk di dalam rahimnya pantas mati karena senjatanya sendiri".Hal ini adalah
contoh bagus yang mengingatkan kita bahwa dilema bioetika telah dihadapi di
setiap zaman. Sebagai profesional perawatan kesehatan saat ini, perawat
menghadapi dilema bioetika di semua aspek perawatan kesehatan, mulai dari
administrasi hingga sisi tempat tidur.

10
Untuk mengatasi keputusan ini, perawat memerlukan proses pengambilan
keputusan yang memungkinkannya mengatasi dilema ini dalam kerangka etis
yang rasional dan dapat dibenarkan. Teori biofetik simfonologi (symphonology)
oleh Jems H. Husted dan Gladys L. Husted(2007) dapat memberi gambaran
model keputusan apa yang harus diambil perawat ketika menghadapi dilemma
etik.
Simfonologi didasarkan pada anggapan bahwa ada kesepakatan rasional antara
semua makhluk. Kesepakatan ini tersirat di alam dan berupa kesepakatan untuk
tidak melakukan agresi. Dengan kata lain, saya tidak akan bertindak melawan
Anda dan Anda tidak akan bertindak melawan saya. Tanpa kesepakatan implisit
ini, kita tidak akan mau mengemudikan mobil atau meninggalkan dinding
pelindung rumah kita. Kebebasan dari agresi Ini disebut sebagai hak yang negatif.
Kesepakatan ini merupakan dasar kesepakatan yang terbentuk antara profesional
kesehatan dan pasien, administrator dan karyawan, institusi perawatan kesehatan
dan masyarakat tempat mereka bertugas.
Dalam setiap contoh kesepakatan, profesional kesehatan harus bisa
mengasumsikan beban kesepakatan yang lebih besar. Misalnya, petugas kesehatan
setuju untuk melakukan apa yang pasien inginkan, jika memang bisa dilakukan.
Pasien setuju untuk menjadi pasien, untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam
rencana perawatan, dan tidak menempatkan tuntutan yang tidak masuk akal pada
profesional kesehatan. Administrator setuju untuk memperlakukan karyawan
dengan keadilan yang setara dan karyawan setuju untuk melakukan fungsi tertentu
dalam organisasi. Kesepakatan ini bergantung pada standar bioetika kesetiaan,
kemanfaatan, kejujuran, ketegasan, kebebasan, dan otonomi.

a. Kesepakatan, implisit atau eksplisit, tidak akan ter- cipta jika kita berpikir
bahwa pihak lainnya tidak akan setia pada kesepakatan (kesetiaan):
b. Siapa yang akan melakukan kesepakatan, kecuali ada beberapa "kebaikan"
yang bisa dicapai (kemanfaatan);
c. Kesepakatan memerlukan persetujuan dan persetujuan hanya dapat diperoleh
melalui pembagian informasi yang benar (kejujuran);
d. Jika seseorang tidak dapat mengendalikan waktu dan usahanya sendiri,
sebuah kesepakatan tidak dapat dibuat (self-assertiveness);

11
e. Sebuah kesepakatan hanya berlaku jika pihak-pihak tersebut tidak dipaksa
dengan cara apapun (otonomi);
f. Mereka harus diberi kesempatan untuk memilih secara bebas (kebebasan);
g. Tidak ada yang mau membuat kesepakatan jika itu berarti kehilangan
individualitas/keunikan mereka (otonomi).

Ketika kita mengumpulkan pengetahuan tentang ke- sepakatan ini dengan


konteks situasinya, kita memiliki kerangka kerja symphonologicaluntuk memandu
pengam bilan keputusan yang etis. Hospers (1995), seorang filsuf Amerika
berpendapat bahwa dalam etika semua hal bersifat kontekstual. Konteks
situasinya adalah realitas objektif, seperti adanya waktu dan tempat di mana
keputusan harus dibuat dan mencakup kemampuan orang- orang yang terlibat
secara relevan. Hal ini merupakan salah satu poin kuat simfonologi. Ketika
keputusan dibuat dengan mempertimbangkan konteks situasi, kita tidak
menggunakan konsep tunggal seperti "tugas" atau "kebaikan terbesar untuk
jumlah terbesar."Kita tidak akan memanfaatkan peraturan, standar budaya,
kepercayaan pribadi, atau emosi untuk mengambil keputusan. Sebagai gantinya,
kita menggunakan situasi seperti adanya standar bioetika untuk mencapai
keputusan etika yang dapat dibenarkan dan rasional.
Simfonologi membantu profesional kesehatan mengungkap dilema etika
dengan menyediakan kerangka kerja yang tidak rumit untuk pengambilan
keputusan etis.Agar lebih spesifik, simfonologi didefinisikan sebagai etika
berbasis praktik yang berpusat pada pasien. Ini adalah etika individualistik yang
menyatukan alasan mengapa sebuah keputusan dibuat dengan tindakan itu sendiri
dan konsekuensi yang mungkin terjadi dari tindakan tersebut. Simfonologi adalah
etika profesional yang memandu interaksi perawat dengan pasien, satu manusia
dengan orang lain. Teknik ini menuntut agar perawat bertindak berdasarkan
penalaran: bahwa perawat harus memiliki alasan "untuk sebuah keputusan yang
dimulai dengan realitas objektif dari situasi daripada alasan "dari" sebuah
keputusan, yang berarti bahwa perawat memulai dengan subjektivitas, keyakinan,
atau perasaannya sendiri yang tidak diragukan lagi.
Hospers (1972) menjelaskan bahwa dalam etika semua hal bersifat kontekstual
dan konteks setiap tindakan itu unik dan tidak dapat diganti, bahkan sedikit

12
perbedaan antara dua situasi dapat menghasilkan perbedaan dalam keputusan
moral kita. Simfonologi mempertimbangkan situasi di mana tindakan etis
berlangsung dan pengetahuan yang dimiliki perawat untuk dibawa ke situasi
tertentu. Ada jalinan "konteks situasi" dan "konteks pengetahuan yang
menyediakan kerangka kerja di mana keputusan etis dibuat.
Dasar proses pengambilan keputusan simfonolog adalah konsep kesepakatan.
Faktanya, simfonologi berart studi tentang kesepakatan tersebut. Kita bisa
membuat kesepakatan karena sebagai manusia kita adalah makhluk rasional, unik,
bebas, objektif, asertif, pencari keuntungan dan setia. Sebagai orang unik kita
tidak seperti orang lain di dunia. Kita menentukan sendiri hal-hal yang ingin
dilakukan. Kita dapat menggunakan kekuatan kita untuk mengejar tujuan jangka
panjang, berurusan dengan realitas objektif, mengendalikan waktu dan usaha kita
sendiri, mengejar sesuatu agar bisa hidup.
Kesepakatan yang paling mendasar antara manusia adalah kesepakatan
ketidakpercayaan. Kesepakatan implisit antara orang-orang ini adalah hasil dari
kesadaran bersama dan merupakan dasar dimana setiap interaksi terjadi.
Kesepakatan antara orang-orang yang tidak melakukan agresi adalah konteks etis
paling sederhana dan paling dasar antara manusia. Hal ini menentukan interaksi
etis apa seharusnya karena tidak ada interaksi yang mungkin terjadi tanpa
kesepakatan ini. Dalam kesepakatan. kedua belah pihak sepakat untuk
menyesuaikan diri dengan komitmen yang lain. Kesepakatan perawat-pasien
berkembang dari kesepakatan paling dasar ini.

2. Pengambilan Keputusan Davis & Stadler(Model II)

Panduan tujuh langkah untuk pengambilan keputusan etis (Davis, 1999):

a. Katakan masalahnya
Misalnya, ada sesuatu tentang keputusan ini yang membuat saya tidak
nyaman atau apakah saya memiliki konflik kepentingan.
b. Periksa faktanya
Banyak masalah hilang pada pemeriksaan situasi lebih dekat, sementara yang
lain berubah secara radikal.Misalnya, orang yang terlibat, hukum, kode
profesional, kendala praktis lainnya.

13
c. Identifikasi faktor yang relevan
d. Kembangkan daftar pilihan Jadilah imajinatif, cobalah untuk menghindari
"dilema; bukan "ya" atau "tidak" tapi siapa yang harus pergi ke, apa yang
harus dikatakan.
e. Uji pilihannya. Gunakan beberapa tes berikut ini:
1) Uji bahaya: apakah opsi ini merugikan lebih sedi- kit daripada
alternatifnya?
2) Uji publisitas: apakah saya ingin pilihan pilihan saya diterbitkan di surat
kabar?
3) Uji defensibility: mungkinkah saya memilih pilihan ini sebelum komite
kongres atau komite rekan sejawat?
4) Uji reversibilitas: apakah saya masih menganggap pilihan ini adalah
pilihan yang baik jika saya terpengaruh oleh hal itu?
5) Tes rekan kerja: apa yang dikatakan rekan kerja saya saat saya
menjelaskan masalah saya dan menyarankan opsi ini sebagai solusi saya?
6) Tes profesional: apa yang mungkin oleh badan profesi saya tentang etika
mengenai pilihan ini?
7) Uji organisasi: apa yang dikatakan oleh petugas etika atau penasihat
hukum perusahaan saya tentang hal ini?

f. Buat pilihan berdasarkan langkah 1-5


g. Tinjau langkah 1-6. Bagaimana Anda bisa mengurangi kemungkinan
membuat keputusan serupa lagi?
1) Adakah peringatan yang dapat Anda ambil sebagai Individu (dan
umumkan polis tentang pertanyaan, perubahan pekerjaan, dll.
2) Apakah ada cara untuk memiliki lebih banyak du kungan lain kali?
3) Apakah ada cara untuk mengubah organisa (saleya, menyarankan
perubahan kebijakan pada pertemuan departemen berikutnya)?

2.4 Tahapan Pengambilan Keputusan Etik

1. Identifikasi masalahnya

14
Kumpulkan informasi sebanyak mungkin yang akan menjelaskan situasi yang
dihadapi. Dengan demikian, penting untuk mencari dan mencatat sespesifik dan
semak simal mungkin mengenal masalah yang dihadapi. Menulis gagasan di atas
kertas sering membantu memberikan kejelasan. Buat garis besar fakta, pisahkan
atribut, asumsi, hipotesis, atau kecurigaan. Ada beberapa pertanyaan untuk
ditanyakan kepada diri sendiri: apakah ini masalah etis, legal, profesional, atau
klinis? Apakah ini kombinasi dari lebih dari satu hal tersebut? Jika ada pertanyaan
hukum, pastikan untuk meminta nasihat hukum.

Pertanyaan lain yang mungkin berguna untuk diti nyakan kepada diri sendiri
antara lain:

a. Apakah masalah terkait dengan saya dan apa yang sedang atau tidak saya
lakukan?
b. Apakah itu terkait dengan klien dan/atau klien yang signifikan lainnya dan
apa yang sedang atau tidak me reka lakukan?
c. Apakah terkait dengan teknologi dalam penyediaan layanan atau
penyimpanan catatan?
d. Apakah terkait dengan institusi atau lembaga dan kebijakan dan prosedurnya?
e. Jika masalah dapat diselesaikan dengan menerapkan kebijakan lembaga,
perawat dapat melihat panduan lembaga tersebut.

2. Terapkan kode etik keperawatan

Setelah mengklarifikasi masalah, lihat Kode Etik Keperawatan yang berlaku


untuk melihat apakah masalah ter- sebut dapat ditangani dengan sederhana. Saat
meninjau kode etik, pastikan untuk mempertimbangkan perspektif multikultural
dari kasus tertentu (Frame& Williams, 2005).Ingatlah untuk memeriksa semua
gangguan yang ada saat melibatkan teknologi tertentu. Jika ada standar atau
beberapa standar yang berlaku dan spesifik dan jelas, setelah tindakan yang
ditunjukkan harus mengarah pada penyelesaian masalah. Untuk dapat menerapkan
standar etika, penting bagi perawat untuk membacanya dengan cermat dan
memahami implikasinya.

15
Jika masalahnya tidak terselesaikan dengan meninjau Kode Etik Keperawatan,
maka kita memiliki dilema etika yang kompleks dan perlu melanjutkan langkah-
langkah lebih lanjut dalam proses pengambilan keputusan etis (Bradley &
Hendricks, 2008). Levitt, Farry, dan Mazzarella (2015) menunjukkan bahwa
model pengambilan keputusan bisa memakan waktu lama. Jika itu adalah dilema
etika yang kompleks, maka perawat harus meluangkan waktu untuk menganalisis
dan menilai semua aspek situasi dan solusi potensinya secara menyeluruh.

3. Tentukan sifat dan dimensi dilema

Ada beberapa langkah yang harus diikuti untuk memastikan bahwa perawat
telah memeriksa masalah dalam berbagai dimensinya:

a. Periksalah implikasi dilema untuk masing-masing prinsip dasar: otonomi,


keadilan, beneficiance, non- maleficence, dan kesetiaan. Tentukan prinsip
mana yang sesuai dengan situasi spesifik dan tentukan prinsip mana yang
menjadi prioritas dalam kasus yang dialami. Secara teori, masing-masing
prinsip memiliki nilal yang sama, yang berarti perawat perlu menggunakan
penilaian profesional untuk menentukan prioritas ketika dua atau lebih dari
mereka berada dalam konflik.
b. Tinjau kembali literatur profesional yang relevan untuk memastikan bahwa
pemikiran profesional terkini yang dipakai dan menyadari keragaman isu
yang terlibat dalam situasi tertentu.
c. Berkonsultasilah dengan perawat profesional berpengalaman dan/atau
supervisor yang juga mematuhi Kode Etik Keperawatan yang sama. Saat
mereka meninjau kembali informasi yang telah dikumpulkan, mereka dapat
membantu perawat melihat isu lain yang relevan atau memberikan perspektif
yang belum dipertimbangkan. Mereka mungkin juga dapat mengidentifikasi
aspek dilema yang sebelumnya tidak dipandang secara objektif.
e. Konsultasikan dengan asosiasi profesional untuk mengetahui apakah mereka
dapat memberikan bantuan terhadap dilema tersebut.

4. Menghasilkan potensi tindakan

16
a. Lakukan brainstorming sebanyak mungkin untuk tindakan potensial. Jadilah
kreatif dan daftar semua pilihan yang dapat dipikirkan, bahkan pertanyaan
yang tidak diyakini akan berhasil.
b. Dalam fase brainstorming ini, tujuannya adalah menghasilkan solusi potensial
sebanyak mungkin. Jangan khawatir menilai dan menghilangkan
solusi,evalusi akan dilakukan pada langkah berikutnya.
c. Bila mungkin, berkonsultasilah dengan setidaknya satu rekan kerja yang
mengikuti Kode Etik Keperawatan untuk membantu menghasilkan pilihan.

5. Pertimbangkan konsekuensi potensial dari semua pilihan dan


tentukan tindakan
a. Timbang informasi yang telah dikumpulkan dan prioritas yang telah
ditetapkan, evaluasi setiap opsi, pastikan untuk menilai konsekuensi potensial
bagi semua pihak yang terlibat.
b. Renungkan implikasi setiap tindakan untuk klien, bagi orang lain yang akan
terdampak, dan untuk diri sendiri.
d. Hilangkan pilihan yang jelas tidak memberikan hasil yang diinginkan atau
yang menimbulkan konsekuensi yang lebih bermasalah.
e. Tinjau pilihan yang tersisa untuk menentukan opsi atau kombinasi pilihan
yang paling sesuai dengan situasi dan memenuhi prioritas yang telah
diidentifikasi.

6. Evaluasi tindakan yang dipilih


a. Tinjau ulang tindakan yang dipilih untuk melihat apakah ada pertimbangan
etis baru.
b. Terapkan tiga tes sederhana untuk tindakan yang dipilih untuk memastikan
bahwa hal itu sesuai: keadilan, publisitas, dan universalitas (Stadler, 1986).
1) Keadilan: dalam menerapkan ujian keadilan, nilai rasa keadilan Anda
sendiri dengan menentukan apakah Anda akan memperlakukan orang lain
sama dalam situasi ini.
2) Publisitas: untuk ujian publisitas, tanyakan pada diri Anda apakah Anda
ingin perilaku Anda dilaporkan di media.

17
3) Universalitas: uji universalitas meminta Anda untuk menilai apakah Anda
dapat merekomen- dasikan tindakan yang sama kepada perawat lain dalam
situasi yang sama.
c. Jika tindakan yang dipilih menyebabkan masalah etika baru, perawat harus
kembali ke awal dan mengevaluasi kembali setiap langkah proses. Mungkin
pilihan yang ditentukan salah atau perawat mungkin telah mengidentifikasi
masalahnya dengan tidak benar.
d. Jika semua langkah sudah dilalui dan perawat yakin telah memilih tindakan
yang sesuai, maka langkah berikutnya adalah implementasi.

7. Melaksanakan jalannya tindakan


a. Perkuat tekad untuk melaksanakan rencana. Hanya karena keputusan yang
tepat tidak berarti akan diterapkan. Mengambil tindakan yang tepat dalam
dilema etika seringkali sulit dilakukan.
b. Setelah implementasi, perlu satu tindakan lain menindaklanjuti situasi untuk
menilai apakah tinda kan tersebut memiliki efek dan konsekuensi yang
diantisipasi.

2.5 Faktor yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan Etik dalam


Keperawatan

1. Faktor agama dan adat-isitiadat

Agama serta latar belakang adat istiadat merupakan faktor utama dalam
membuat keputusan etis. Setiap perawat disarankan memahami nilai yang
diyakini maupun kaidah agama yang dianutnya. Sebagai negara berketuhanan,
segala kebijakan atau aturan yang dibuat diupayakan tidak bertentangan dengan
aspek agama yang ada di Indonesia. Faktor adat istiadat yang dimiliki perawat
atau pasien sangat berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis tetapi kaitan
adat istiadat dan implikasi dalam keperawatan sampai saat ini belum tergali jelas
di Indonesia.

2. Faktor sosial

18
Berbagai faktor sosial berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis. Faktor
ini meliputi perilaku sosial dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum
dan peraturan perundang-undangan (Ellis, Hartley, 1980)

3. Faktor ilmu pengetahuan dan teknologi

Kemajuan di bidang kesehatan telah mampu mening katkan kualitas hidup


serta memperpanjang usia manusia dengan ditemukannya berbagai mesin
mekanik kesehatan, cara prosedur baru, dan bahan atau obat baru. Misalnya, klien
dengan gangguan ginjal yang dapat diperpanjang usianya berkat adanya mesin
hemodialisis. Wanita yang mengalami kesulitan hamil dapat dibantu dengan
berbagai inseminasi.

4. Faktor legislasi dan keputusan yuridis

Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan. Setiap


perubahan sosial atau legislasi menyebabkan timbulnya suatu tindakan yang
merupakan reaksi perubahan tersebut. Legislasi merupakan jaminan tindakan
menurut hukum, sehingga oprang yang bertindak tidak sesuai hukum dapat
menimbulkan suatu konflik (Ellis &Hartley, 1990).

5. Faktor dana/keuangan

Dana atau keuangan untuk membiayai pengobatan dan perawatan dapat


menimbulkan konflik. Walaupun pemerintah telah mengalokasikan dana yang
besar untuk pembangunan kesehatan, dana ini belum seluruhnya dapat mengatasi
berbagai masalah kesehatan sehingga partisipasi swasta dan masyarakat banyak
digalakkan. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang setiap hari menghadapi klien,
sering menerima keluhan klien mengenai pendanaan. Dalam daftar kategori
diagnosis keperawatan tidak ada pernyataan yang menyatakan ketidakcukupan
dana, tetapi hal ini dapat menjadi etiologi bagi berbagai diagnosis keperawatan,
anatara lain ansietas dan ketidakpatuhan.

6. Faktor pekerjaan/posisi klien maupun perawat

Dalam pembuatan suatu keputusan, perawat perlu mempertimbangkan posisi


pekerjaannya. Sebagian besar perawat bukan merupakan tenaga yang praktik

19
sendiri,tetapi bekerja di rumah sakit, dokter praktik swasta, atau institusi
kesehatan lainnya. Tidak semua keputusan pribadi perawat dapat dilaksanakan,
namun harus disesuaikan dengan keputusan atau aturan tempat ia bekerja Perawat
yang mengutamakan kepentingan pribadi sering mendapat sorotan sebagai
perawat pembangkang. Sebagai konsekuensinya, ia dapat mendapat sanksi
administrasi atau mungkin kehilangan pekerjaan.

2.6 Kecenderungan dari Etik Keperawatan

Secara garis besar di dalam kecenderungan dan isu etik keperawatan


retrospektif dan rospektif,anda akan mempelajari tentang permasalahan dasar
etika keperawatan yang menjadi gambaran awal dalam menyelesaikan setiap
permasalahan etika dalam praktek keperawatan saat ini sehingga perawat dapat
menerapkan tanggung jawab dan tanggung gugatnya.

1) Kecenderungan dan Isu Etik Keperawatan Retrospektif dan Prospektif

1. Permasalahan Dasar Etika Keperawatan

Dalam banyak hal, seorang perawat seringkali dihadapkan pada masalah etika
dan moral ketika menjalankan fungsinya sebagai perawat.Masalah itu biasanya
adalah pertimbangan prinsip etika yang bertentangan.Lalu bagaimana seorang
perawat menghadapinya? Berikut ini, lima masalah dasar etika dan moral menurut
yang berhubungan dengan pertimbangan prinsip etika yang bertentangan (Amelia,
2013).

a. Kuantitas versus Kualitas Hidup –Lihatlah ilustrasi bawah ini sebagai contoh.
Ada seorang ibu yang meminta kepada perawat untuk melepas semua
peralatan medis yang dipasang pada anaknya yang berusia 12 tahun, yang
telah koma selama 1 minggu.Dalam keadaan seperti ini, perawat mengahadapi
permasalahan tentang posisi apakah yang dimilikinya untuk menentukan
keputusan secara moral.Sebenarnya perawat tersebut berada pada posisi
kuantitas melawan kualitas hidup, karena keluarga pasien menanyakan apakah
peralatan yang dipasang dihampir semua bagian tubuh pasien dapat
mempertahankan pasien untuk tetap hidup.

20
b. Kebebasan versus Penanganan dan Pencegahan Bahaya
Seorang pasien yang menolak untuk dilakukan asuhan keperawatan
pemasangan infus.Ia beralasan tangannya tidak bisa bergerak dengan bebas
apabila dipasang infus.Pada situasi ini, perawat menghadapi masalah dalam
upaya memberikan pelayanan kesehatan yang professional kepada pasien guna
kesembuhan pasien tersebut. Tetapi disisi lain perawat tidak bisa
memaksapasien tersebut untuk menerima tindakan keperawatan yang akan
diberikan karena pasien tersebut memiliki kebebasan untuk menolak atau
menerimatindakan keperawatan yang akan dilakukandiberikan kepadanya.
c. Berkata Jujur versus Berkata Bohong
Perawat menangani pasien yang terkena suatu penyakit karena mengkonsumsi
obat obatan terlarang yaitu narkoba.Permasalahan yang timbul adalah apakah
ia harus melaporkan tindakan pasien tersebut kepada pihak berwajib atau
tidak? Sementara pasien sedang berobat dan meminta pelayanan kesehatan
kepada perawat tersebut. Tentu dalam kondisi seperti ini, tidak mudah bagi
perawat untuk mengambil keputusan yang tegas dan tepat. Lalu bagaimana
contoh keputusan yang tepat dalam etika-moral keperawatan bisa diambil oleh
perawat?
d. Keingintahuan yang bertentangan dengan falsafah agama, politik, ekonomi
dan ideologi
Kecenderungan beberapa masyarakat yang masih menjadikan jasa dukun
sebagai solusi untuk menyembuhkan sakit kanker, mendapatkan keturunan,
menyembuhkan gangguan kehamilan dan sebagainya.Kejadian ini memang
nyata bahwa masih banyak anggota masyarakat yang lebih memilih ke dukun
daripada ke dokter.Lalu bagaimana perawat menyikapi fenomena ini?
Khususnya ketika menjalankan fungsinya sebagai perawat di tengah
masyarakat?
e. Terapi ilmiah Konvensional versus Terapi coba – coba
Hampir semua suku di Indonesia memiliki praktek terapi konvensional yang
masih dianggap sebagai tindakan yang dapat dipercaya.Secara ilmiah,
tindakan tersebut sulit dibuktikan kebenarannya, namun sebagian masyarakat
mempercayainya. Misalnya masyarakat percaya bahwa obat sakit perut adalah

21
dengan cara mengikat perutnya dengan tali rumput yang tumbuh di halaman
rumah. Contoh lain, beberapa masyarakat juga masih percaya bahwa untuk
mengobati sakit gigi adalah dengan cara memberi getah pepohonan tertentu ke
gigi yang berlubang. Bahkan sebagian masyarakat juga masih percaya bahwa
untuk memperindah suara adalah denganmemakan buah pinang yang masih
sangat muda. Lalu bagaimana seorang perawat seharusnya menyikapi
fenomena semacam itu?

2. Permasalahan Etika Dalam Praktik Keperawatan Saat Ini

a. Malpraktik

Secara harfiah malpraktik terdiri atas kata “mal" yang berarti salah dan
"praktik” yang berarti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktik berarti
pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian, tetapi
kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan
yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.Malpraktik juga didefinisikan
sebagai kesalahan tindakan professional yang tidak benar atau kegagalan untuk
menerapkan keterampilan profesional yang tepat. Dalam profesi kesehatan, istilah
malpraktik merujuk pada kelalaian dari seorang dokter atau perawat dalam
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuannya untuk mengobati
dan merawat pasien. Malpraktik dapat juga diartikan sebagai tidak terpenuhinya
perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik, yang
biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang ada
karena tidak memberlakukan prinsip- prinsip transparansi atau keterbukaan dalam
arti harus menceritakan secara jelas tentang pelayanan yang diberikan kepada
konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lain yang diberikan.
Malpraktik terbagi kedalam tiga jenis, yaitu malpraktik kriminil (pidana),
malpraktiksipil (perdata),malpraktik etik.

1) Criminal Malpractice atau Malpraktik kriminal (pidana) merupakan kesalahan


dalam menjalankan praktek yangberkaitan dengan pelanggaran UU Hukum
“pidana” yaitu seperti: melakukan tindakan medis tanpa persetujuan
pasienmenyebabkan pasien meninggal/luka karena kelalaian; melakukan

22
abortus; melakukan pelanggaran kesusilaan/kesopanan; membuka
rahasiakedokteran /keperawatan; pemalsuan surat keterangan atau sengaja
tidak memberikan pertolongan pada orang yang dalam keadaan bahaya.
Pertaggungjawaban didepan hukum pada criminal malpraktik adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain
atau kepada instansi yang memberikan sarana pelayanan jasa tempatnya
bernaung.
2) Civil malpractice atau Malpraktik sipil (perdata). Seorang tenaga kesehatan
akan disebut melakukan malpraktik sipil apabila tidak melaksanakan
kewajiban atau tidak melaksanakan prestasinya sebagaimana yang telah
disepakati (ingkar janji).
3) Malpraktik etik, merupakan tidakan keperawatan yang bertentangan dengan
etika keperawatan, sebagaimana yang diatur dalam kode etik keperawatan
yang merupakan seperangkat standar etika, prinsip, aturan, norma yang
beraku untuk perawat. Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa
malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian (negligence) yang
ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang
menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya.

b. Negligence (Kelalaian)

Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar standar
sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain (Sampurno, 2005). Menurut
Amir dan Hanafiah (1998) yang dimaksud dengan kelalaian adalah sikap kurang
hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati
melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang
dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi
tersebut.Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan sesuatu
yang seharusnya dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu secara tidak
hati-hati). (Tonia, 1994).

1) Jenis-jenis kelalaian

Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:

23
 Malfeasance: yaitu melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak
tepat/layak.Misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi yang
memadai/tepat.
 Misfeasance:yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi
dilaksanakan dengan tidak tepat.Misal: melakukan tindakan keperawatan
dengan menyalahi prosedur. Nonfeasance: Adalah tidak melakukan tindakan
keperawatan yang merupakan kewajibannya. Misalnya Pasien seharusnya
dipasang pengaman tempat tidur tapi tidak dilakukan.

Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga


kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi 4 unsur, yaitu:

 Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk
tidak melakukan tindakan tertentu pada pasien tertentu pada situasi dan
kondisi tertentu.
 Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban
 Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien
sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi
pelayanan.
 Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal
ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban
dengan kerugian yang setidaknya.

2) Dampak Kelalaian

Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas,
tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit,
Individu perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana,
juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti rugi. (Sampurna, 2005).
Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa kelalaian merupakan
bentuk dari pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik bersifat
pelanggaran autonomy, justice, nonmalefence, dan lainnya. (Kozier, 1991) dan
penyelesaiannya dengan menggunakan dilema etik. Sedangkan dari segi hokum
pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku baik secara individu dan profesi dan

24
juga institusi penyelenggara pelayanan praktek keperawatan, dan bila ini terjadi
kelalaian dapat digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361
KUHP)

 Contoh Kasus:

Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada diruang perawatan.
Perawat tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan
mempertahankan keamanan pasien dengan memasang penghalang tempat tidur.
Sebagai akibat disorientasi, pasien kemudian terjatuh dari tempat tidur pada
malam hari dan pasien mengalami patah tulang tungkai. Dalam kasus ini,perawat
telah melanggar etika keperawatan yang telah dituangkan dalam kode etik
keperawatan. Dari kasus diatas, perawat telah melakukan kelalaian yang
menyebabkan kerugian bagi pasien

c. Liability (Liabilitas)

Liabilitas adalah pertanggungan jawab yang dimiliki oleh seseorang terhadap


setiap tindakan atau kegagalan melakukan tindakan. Perawat profesional, seperti
halnya tenaga kesehatan lain mempunyai tanggung jawab terhadap setiap bahaya
yang timbulkan dari kesalahan tindakannya. Tanggungan yang dibebankan
perawat dapat berasal dari kesalahan yang dilakukan oleh perawat baik berupa
tindakan criminal kecerobohan dan kelalaian.

3. Peranan Tanggungjawab dan Tanggunggugat

a. Pengertian Tanggungjawab

Tanggungjawab berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya. Sebutan


ini menunjukan bahwa perawat professional menampilkan kinerja secara hatihati,
teliti dan kegiatan perawat dilaporkan secara jujur. Klien merasa yakin bahwa
perawat bertanggungjawab dan memiliki kemampuan, pengetahuan dan keahlian
yang relevan dengan disiplin ilmunya (Kozier, 1983). Responsibility adalah
Penerapan ketentuan hukum (eksekusi) terhadap tugas tugas yang berhubungan
dengan peran tertentu dari perawat, agar tetap kompeten dalam pengetahuan,
sikap dan bekerja sesuai kode etik (ANA, 1985). Menurut pengertian tersebut,

25
agar memiliki tanggung jawab maka perawat diberikan ketentuan hukum dengan
maksud agar pelayanan perawatannya tetap sesuai standar. Misal hukum mengatur
apabila perawat melakukan tindakan kriminalitas, memalsukan ijazah, melakukan
pungutan liar dan sebagainya.
Tanggungjawab perawat ditunjukan dengan cara siap menerima hukuman
(punishment) secara hukum kalau perawat terbukti bersalah atau melanggar
hukum. Tanggungjawab adalah keharusan seseorang sebagai mahluk rasional dan
bebas untuk tidak.mengelak serta memberikan penjelasan mengenai perbuatannya,
secara retrosfektif atau prospektif (Bertens, 1993:133). Berdasarkan pengertian di
atas tanggungjawab diartikan sebagai kesiapan memberikan jawaban atas
tindakan-tindakan yang sudah dilakukan perawat pada masa resmi, melakukan
tindakan keperawatan di luar standar, misalnya memasang NGT tanpa menjaga
sterilitas; memberikan kesaksian di pengadilan tentang suatu kasus yang dialami
klien atau bila terjadi gugatan akibat kasus-kasus malpraktik seperti aborsi,
infeksinosokomial, kesalahan diagnostik, kesalahan pemberian obat, klien
terjatuh, overhidrasi, keracunan obat, over dosis dsb. Perawat berkewajiban untuk
menjadi saksi dengan menyertakan bukti-bukti yang memadai.

b. Pengertian Tanggung Gugat

Tanggung gugat dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam


membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu
konsekuensikonsekuensinya. Perawat hendaknya memiliki tanggung gugat artinya
bila ada pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani menghadapinya.
Terutama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan profesinya.Perawat harus
mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang dilakukannya.

4. Keputusan Moral dan Teori Moral dalam Keperawatan

1) Pengertian tentang nilai, moral, dan tradisi

Nilai-nilai (values) dalam praktek keperawatan adalah suatu keyakinan


seorang perawat terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada
sikap/perilaku perawat dalam pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien.
Moral dalam dunia keperawatan sebenarnya hampir sama dengan pengertian

26
etika. Biasanya merujuk pada standar personal (seorang perawat) tentang benar
atau salah dalam praktek keperawatan. Pemahaman ini sangat penting bagi setiap
perawat untuk bias mengenal antara etika dalam agama, hukum, tradisi dan adat
istiadat, termasuk juga praktek profesional seperti pelayanan kesehatan terhadap
pasien. Tradisi adalah seperangkat keyakinan dan sikap masyarakat secara
komunal tentang kebenaran dan penghargaan dari suatu pemikiran, objek, atau
perilaku yang berorientasi pada tindakan dan pemberian makna pada kehidupan
seseorang. Misalnya di sebuah masyarakat masih ada yang menganggap bahwa
persalinan tidak boleh lepas dari tenaga dan jasa seorang dukun beranak (bukan
perawat atau dokter). Oleh karena itu ketika melayani masyarakat yang memiliki
tradisi kliennya, melakukan operan, memberikan perawatan selama jam dinas,
tanggungjawab dalam mendokumentasikan, bertanggungjawab dalam menjaga
keselamatan klien, jumlah klien yang sesuai dengan catatan dan pengawasannya,
kadang-kadang ada klien pulang paksa atau pulang tanpa pemberitahuan,
bertanggungjawab bila ada klien tiba-tiba tensinya drop tanpa sepengetahuan
perawat. dsb.

2. Tanggungjawab perawat erat kaitannya dengan tugas-tugas perawat.

Tugas perawat secara umum adalah memenuhi kebutuhan dasar.Peran penting


perawat adalah memberikan pelayanan perawatan (care) atau memberikan
perawatan (caring). Tugas perawat bukan untuk mengobati (cure). Dalam
pelaksanaan tugas di lapangan adakalanya perawat melakukan tugas dari profesi
lain seperti dokter, farmasi, ahli gizi, atau fisioterapi. Untuk tugas-tugas yang
bukan tugas perawat seperti pemberian obat maka tanggungjawab tersebut
seringkali dikaitkan dengan siapa yang memberikan tugas tersebut atau dengan
siapa ia berkolaborasi. Dalam kasus kesalahan pemberian obat maka perawat
harus turut bertanggungjawab, meskipun tanggungjawab utama ada pada pemberi
tugas atau atasan perawat, dalam istilah etika dikenal dengan Respondeath
Superior. Istilah tersebut merujuk pada tanggung jawab atasan terhadap perilaku
salah yang dibuat bawahannya sebagai akibat dari kesalahan dalam pendelegasian.

3. Tanggung jawab perawat terhadap rekan sejawat dan atasan

27
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan tanggung jawab perawat terhadap
rekan sejawat atau atasan. Diantaranya adalah membuat pencatatan yang lengkap
tentang tindakan keperawatan (kapan, frekwensi,tempat, cara,siapa yang
melakukan) misalnya perawat A melakuan pemasangan infus pada lengan kanan
vena brachialis, dan pemberian cairan RL sebanyak 5 labu, infus dicabut malam
senin tanggal 30 Juni 2013 jam 21.00. Keadaan umum klien Compos Mentis,
T=120/80 mmHg, N=80x/m, R=28x/m, S=37C, kemudian dibubuhi tanda tangan
dan nama jelas perawat; mengajarkan pengetahuan perawat terhadap perawat lain
yang belum mampu atau belum mahir melakukannya misalnya perawat belum
mahir memasang EKG diajar oleh perawat yang sudah mahir; memberikan
teguran bila rekan sejawat melakukan kesalahan atau menyalahi standar;bila
perawat lain merokok di ruangan, memalsukan obat, mengambil barang klien
yang bukan haknya, memalsukan tanda tangan, memungut uang di luar prosedur
lalu atau tindakan yang akan berakibat di masa yang akan datang. Misal bila
perawat dengan sengaja memasang alat kontrasepsi tanpa persetujuan klien maka
akan berdampak pada masa depan klien. Klien tidak akan punya keturunan
padahal memiliki keturunan adalah hak semua manusia. Perawat secara
retrospektif harus bisa mempertanggungjawabkan meskipun tindakan perawat
tersebut dianggap benar menurut pertimbangan medis.

 Jenis tanggungjawab perawat

1) Tanggungjawab (Responsibility) perawat dapat diidentifikasi sebagai


berikut:
2) Responsibility to God (tanggungjawab utama terhadap Tuhannya)
3) Responsibility to Client and Society (tanggung jawab terhadap klien
danmasyarakat)
4) Responsibility to Colleague and Supervisor (tanggung jawab terhadap
rekan sejawat dan atasan)

1. Tanggungjawab perawat terhadap Tuhannya saat merawat klien

Dalam sudut pandang etika normatif, tanggungjawab perawat yang paling


utama adalah tanggungjawab di hadapan Tuhannya. Sesungguhnya penglihatan,

28
pendengaran dan hati akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Tuhan.
Dalam sudut pandang etik pertanggungjawaban perawat terhadap Tuhannya
terutama yang menyangkut hal-hal berikut ini: Perawat harus melakukan tugasnya
dengan niat yang tulus dan ikhlas sebagai bentuk rasa syukurnya kepada Tuhan;
mendoakan klien yang dirawatnya agar mendapat kesembuhan dari Tuhan;
memberi dukungan psikologis kepada klien untuk dapat menerima sakit yang
dideritanya dan mendapatkan hikmah dari pengalaman tersebut. Termasuk
didalamnya mempersiapkan klien klien tertentu untuk menghadapi maut jika
penyakitnya tidak dapat disembuhkan; mendorong klien untuk berdoa dan
mendekatkan diri kepada Tuhan yang memberikan kesembuhan kepadanya;
bersama-sama dengan pemuka agama dalam membantu pemenuhan kebutuhan
spiritual klien selama sakit.

2. Tanggungjawab perawat terhadap klien.

Tanggungjawab perawat terhadap klien berfokus pada apa yang sudah


dilakukan perawat terhadap kliennya. Contoh bentuk tanggungjawab perawat
selama dinas; mengenal kondisi semacam itu, perawat harus bekerja sama dengan
para dukun beranak, bukan menjauhi mereka. Dengan kerja sama semacam ini,
maka akan ada kesinambungan antara perawat dan dukun, dan membuat
masyarakat tetap menerima jasa pelayanan keperawatan dalam persalinan.

3. Nilai fundamental dalam praktek keperawatan professional

The American Association Colleges of Nursing mengidentifikasi tujuh nilai-


nilai fundamental dalam praktek keperawatan profesional atau kehidupan
professional seorang perawat yaitu:

a. Aesthetics (keindahan): Seorang perawat harus memberikan kepuasan


terhadap pasien dalam pelayanan kesehatannya dengan menghargai pasien,
menunjukkan kreativitas perawat dengan keahlian dan ketrampilan yang
sangat mumpuni, imajinatif, sensitivitas, dan kepedulian terhadap kesehatan
pasien yang dirawatnya.

29
b. Altruism (mengutamakan orang lain): Seorang perawat selalu mengutamakan
kepentingan pasien di atas kepentingan pribadinya dan berusaha peduli bagi
kesejahteraan orang lain.
c. Equality (kesetaraan): Seorang perawat memiliki hak atau status yang sama
dengan tenaga medis lain. Persamaan itu terletak dalam statusnya sebagai
pelayan kesehatan bagi masyarakat, meskipun keahlian dan kompetensinya
jelas tidak sama.
d. Freedom (kebebasan) :Seorang perawat memiliki kebebasan untuk
berpendapat dan bekerja yang tentunya tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip dan kode etik keperawatan.
e. Human dignity (martabat manusia): Perawat menghargai martabat manusia
dan keunikan individu yang dirawatnya yang ditunjukkan dengan sikap
empati, kebaikan, pertimbangan matang dalam mengambil tindakan
keperawatan, dan penghargaan setinggi-tingginya terhadap kepercayaan
pasien dan masyarakat luas.
f. Justice (keadilan): Perawat berlaku adil dalam memberikan asuhan
keperawatan tanpa melihat
g. Truth (kebenaran): Perawat selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran
dalam menyampaikan pesan kepada pasien maupun melakukan tindakan
keperawatan terhadap pasien yang ditunjukkan dengan sikap bertanggung
gugat, jujur, rasional dan keingintahuan yang besar akan ilmu pengetahuan
yang terus berkembang.

30
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Aspek legal mewajibkan perawat untuk mematuhi aturan dan undang-undang


yang mengatur praktik keperawatan, menjaga hak dan kewajiban mereka, serta
memahami tindakan yang dapat diambil dalam berbagai situasi. Selain itu, aspek
etika menjadi panduan penting bagi perawat dalam menghadapi dilema etis,
seperti konflik antara prinsip-prinsip etika. Dalam proses pengambilan keputusan
etik, perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor yang memengaruhi
keputusan mereka dan menjaga integritas serta pertimbangan etis dalam praktik
keperawatan. Dalam rangka menjalani praktik keperawatan yang penuh tanggung
jawab dan etis, perawat harus menghadapi permasalahan etika seperti malpraktik,
negligence, dan liabilitas. Ini mencerminkan pentingnya tanggung jawab dan
akuntabilitas dalam profesi keperawatan. Dengan pemahaman yang mendalam
tentang etika dan tanggung jawab, perawat dapat memberikan perawatan yang
lebih baik, memenuhi standar etika keperawatan yang tinggi, dan menjaga kualitas
layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien.

3.2 Saran

Kami mengucapkan terima kasih kepada para pembaca yang telah meluangkan
waktu untuk membaca makalah ini. Kami menyadari terdapat banyak kesalahan
atau kekeliruan dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami sebagai pemakalah
meminta akan kritik dan saran dari para pembaca demi kebaikan dalam
pembuatan makalah selanjutnya dan tentunya kami meminta maaf atas segala
kesalahan yang terdapat pada pembuatan makalah ini.

31
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, Ermawati. 2010. Etika Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media

Hendrik. (2011). Etika & Hukum Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC

Ismaini, N. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta: Widya Medika

Lubis, S. C. 2020. Pengambilan Keputusan Etis Dalam Keperawatan. Retrieved


from
https://www.google.com/url?q=https://osf.io/jxkeb/download&usg=AOvV
aw00NZb14HPphr8YnvhdS8ov&hl=in_ID

Patricia, P., & Griffin, P. A. (2013). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:


Konsep dan Praktik. Jakarta: Penerbit EGC

Prayogi,Agus Sarwo dan Ni Ketut Mendri. 2020. Etika Profesi & Hukum
Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Priharjo, Robert. 2008. Pengantar Etika Keperawatan. Jakarta: EGC

Rismalinda. 2011. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Trans Info Media

Rizaldi, Z. 2021. Kecenderungan Etika Keperawatan. Retrieved from SCRIBD:


https://id.scribd.com/document/494854576/2-Kecenderungan-Etika-
Keperawatan-e-learning

Thompson, J.B. and Thompson, H.O. 1981. Ethics in Nursing. New York:
Macmillan

Wulan & Hastuti, M. 2011. Pengantar Etika Keperawatan Panduan Lengkap


Menjadi Perawat Profesional Berwawasan Etis. Jakarta: Prestasi Pustaka

Anda mungkin juga menyukai