Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PERKEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH DI INDONESIA


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah

Pengembangan Kurikulum PAI

Dosen pengampu :

Nurul Amin, M.Pd.I

Disusun Oleh :

Muhammad Haekal (210140150)

Nadiatul Fauziah (210140117)

PROGRAM STUDI TARBIYAH

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ATTAQWA

BEKASI 2023 M / 1445 H


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah ini yang berjudul “
Pengembangan Kurikulum Madrasah Di Indonesia” .

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Nurul Amin,
M.Pd.I
khususnya dan kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam
penyusunan makalah ini.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena
itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.

Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat untuk
pembaca.

Bekasi, Oktober 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................2
BAB I...............................................................................................................................4
PENDAHULUAN....................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................5
C. Tujuan Masalah.........................................................................................................5
BAB II....................................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................................6
A. Perkembangan Kurikulum Madrasah Di Indonesia...................................................6
B. Pendidikan Agama sebelum Kemerdekaan...............................................................6
C. Pendidikan Agama Pasca Kemerdekan......................................................................8
D. Madrasah Era SKB 3 Menteri...................................................................................10
E. Bentuk Struktur Kurikulum Madrasah.....................................................................14
BAB III.................................................................................................................................21
PENUTUP............................................................................................................................21
A. Kesimpulan..............................................................................................................21
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Madrasah sebagaimana sekolah merupakan bentuk lembaga penddidikan berbasis agama
yang sudah lama ada di negara Indonesia yang berupaya untuk mewujudkan kegiatan
belajar dan proses pembelajaran dengan tujuan agar para peserta didik secara aktif dapat
mengembangkan potensi dalam dirinya agar memiliki life skill dengan bekal spiritual,
intelektual, kecerdasan emosional dan akhlak mulia, serta segala keterampilan yang
mungkin diperlukan dalam masyarakat, bangsa dan negara. Untuk itu, pendidikan
madrasah perlu diperhatikan dan diteliti lebih lanjut agar pendidikan di Indonesia semakin
lebih baik. Dalam sejarahnya, madrasah mengalami berbagai macam perkembangan
khususnya dari segi kurikulumnya dari awal berdirinya sistem pendidikan semacam
madrasah ini hingga sekarang.
Bagaimanapun juga, kurikulum merupakan pedoman utama pelaksanaan kegiatan
pelajaran dan pembelajaran yang memiliki peran cukup signifikan dalam mencapai tujuan
pendidikan. Kurikulum yang direncanakan dan dikembangkan dengan baik akan
menghasilkan pendidikan yang baik dan berkualitas. Demikian pula kurikulum yang
dikembangkan oleh madrasah ataupun sekolah semestinya juga relevan dengan kondisi
zaman dan kebutuhan masyarakat. Sebab kurikulum dibentuk dan dikembangkan guna
mencapai tujuan pendidikan, yaitu mempersiapkan peserta didik agar dapat hidup di
masyarakat. Hal ini sesuai dengan peran sekolah atau madrasah yang sebenarnya yaitu
sebagai laboratorium kehidupan bermasyarakat, sehingga di kemudian hari peserta didik di
sekolah tersebut diharapkan telah mampu untuk berbaur dan berinteraksi dalam kehidupan
masyarakat sesungguhnya.
Yang perlu untuk diperhatikan dalam melihat masalah ini, kurikulum madrasah di
Indonesia dianggap berperan yang sangat penting karena terdapat di dalamnya muatan
moral dan sikap beragama yang menjadikan peserta didik berkarakter yang baik (akhlak
karimah) dan mendapatkan pendidikan berdasarkan nilai-nilai Islam. Nilai-nilai ini
dianggap sangat penting karena menjadi core utama dari pendidikan Islam. Meskipun
model kurikulum madrasah maupun bentuk pendidikannya pernah mengalami
perkembangan dari sejak sebelum kemerdekaan dan pasca kemerdekaan hingga pada saat
ini. Perkembangan itu sejatinya berdasarkan atas kondisi dan situasi dengan harapan agar
para peserta didik madrasah dapat menghadapi perkembangan zaman serta menyiapkan
masa depan mereka dengan baik. Dengan mengetahui apa dan bagaimana bentuk
perkembangan itu dapat menjadikan pendidikan madrasah secara khusus dan pendidikan
nasional secara umum lebih baik dan lebih berkualitas lagi. Oleh karena itu mengetahui
perkembangan kurikulum madrasah di Indonesia perlu untuk dilakukan.
B. Rumusan Masalah

1- Bagaimana Perkembangan Kurikulum Madrasah Di Indonesia?


2- Bagaimana Pendidikan Agama Sebelum Kemerdekaan?
3- Bagaimana Pendidikan Agama Pasca Kemerdekaan?
4- Bagaimana Madrasah Era SKB 3 Menteri?
5- Bagaimana Bentuk Struktur Kurikulum Madrasah?

C. Tujuan Masalah
1- Mengetahui Perkembangan Kurikulum Di Indonesia
2- Mengetahui Pendidikan Agama Sebelum Kemerdekaan
3- Mengetahui Pendidikan Agama Pasca Kemerdekaan
4- Mengetahui Madrasah Era SKB 3 Menteri
5- Mengetahui Bentuk Struktur Kurikulum Madrasah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Kurikulum Madrasah Di Indonesia


Kata “madrasah” berasal dari bahasa Arab “madrasah” yang artinya tempat belajar.
Sebagai tempat belajar kata “madrasah” dapat disamakan dengan kata sekolah.

Namun, dalam kerangka sistem Pendidikan nasional keduanya berbeda. Sekolah dikenal
sebagai Lembaga Pendidikan tingkat dasar dan menengah yang kurikulumnya menitik
beratkan pada mata pelajaran umum, dan pengelolaannya berada dibawah nanungan
Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan madrasah dikenal sebagai lembaga
Pendidikan keagamaan tingkat dasar dan menengah. Yang karenanya lebih menitik
beratkan pada mata pelajaran agama dan pengelolaanya menjadi tanggung jawab
departemen agama.

Madrasah yang mula-mula merintis langkah pengintegrasian ini adalah madrasah


adabiyah yang didirikan oleh Syaikh Abdullah Ahmad pada tahun 1909 M di Padang
Panjang Sumatra Barat. Madrasah ini menerapkan model dan sistem persekolahan barat
dengan menambahkan muatan kurikulum ilmu-ilmu umum. Rintisan yang dilakukan
madrasah ini menandai langkah awal pengintegrasian Pendidikan islam kedalam
persekolahan umum.

Madrasah ini meski pada waktu tertentu merupakan sekolah belanda, tetapi dapat
dikatakan Lembaga Pendidikan islam pertama di Indonesia yang memakai sistem klasikal,
lengkap dengan bangku meja dan papan tulis. Madrasah adabiyah selain memberikan
pelajaran agama juga memberikan pelajaran membaca dan menulis huruf latin dan ilmu
hitung.

B. Pendidikan Agama sebelum Kemerdekaan


Sebelum disebut dengan sebutan Bangsa Indonesia, Indonesia dikenal dengan
nama “Nusantara” yang merupakan istilah dalam bahasa Jawa (antara abad 12-16)
untuk menggambarkan konsep negara yang dimiliki oleh Majapahit. Kemudian
istilah ini oleh Ki Hajar Dewantara dimunculkan kembali sebagai salah satu nama
sebutan alternatif untuk negara merdeka pasca Hindia Belanda yang belum
berbentuk negara pada awal abad ke-20. Nusantara pada dasarnya merupakan
penggambaran kelompok masyarakat yang beragama (religius). Sebagaimana yang
disampaikan Rasyidi yang dikutip oleh Rusdi bahwa masyarakat nusantara kuno
memiliki kepercayaan terhadap Dzat (Tuhan) Yang Maha Esa sebagai Kekuatan
Yang Absolut.

Dipertegas oleh Sunyoto bahwa agama yang dianut oleh penghuni Nusantara pada zaman
dahulu adalah Kapitayan, yaitu suatu keyakinan yang menyembah sembahan utama yang
disebut Dzat Yang Maha Absolut atau disebut “Sanghyang Taya”.

Setelah agama Hindu dan Budha masuk, hampir mayoritas penduduk Jawa pada waktu itu
menganut ajaran Hindu ataupun Budha. Kemudian Islam datang dengan model ajaran
tauhid yang mirip dengan ajaran Kapitayan, sehingga ketika Islam datang dengan mudah
dapat diterima oleh masyarakat terutama masyarakat pesisir tempat berlabuhnya para
pendatang.

Berbagai macam bentuk dan metode dakwah dilakukan oleh para pendatang yang
beragama Islam tersebut untuk menglslamkan masyarakat Nusantara seperti melalui
perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian dan kemudian melalui politik.

Pola pendidikan Islam di Nusantara pada awalnya melalui media dialog antara
pedagang (para pendatang yang beragama Islam) dan pembeli dari masyarakat sekitar,
juga melalui media lainnya seperti dengan cara dakwah bilhal (dengan menunjukkan sikap
dan kondisi) serta pendidikan di Surau, Masjid, rumah-rumah, pesantren (Jawa) dan
meunasah atau dayah (Aceh). Diantara lembaga-lembaga itu yang berperan menjadi pilar
utama dalam Perkembangan serta pendidikan Islam adalah surau, pesantren dan
meunasah. Disamping itu, penyebaran Islam juga dilakukan melalui media politik dengan
berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, seperti Kerajaan Samudera Pasai pada abad 13 M dan
Kerajaan Islam Aceh Darussalam pada abad 15 M di Aceh, Kerajaan Islam Demak pada
abad 16 M., Kerajaan Islam Pajang (sebagai suksesor dari kerajaan Islam Demak), Kerajaan
Islam Mataram pada abad 16 M, Kerajaan Islam Cirebon pada abad ke-16 M., Kesultanan
Banten pada abad 16 M. dan Kerajaan Islam Banjar di Kalimantan Selatan pada abad 16 M.

Menurut Sabarudin pendidikan di Indonesia sebelum kemerdekaan dapat


dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

1). Pendidikan yang berlandaskan ajaran keagamaan

2). Pendidikan yang berlandaskan kepentingan penjajahan

3). Pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan

Ketiga macam tersebut dapat digolongkan menjadi 3 periode, yaitu:

1). Pendidikan Islam pada masa Kerajaan Islam

2). Pendidikan Islam pada periode kolinalisme Belanda dan Jepang

3). Pendidikan Islam pra kemerdekaan


Pendidikan Islam pada masa kerajaan Islam mulai berkembang dengan bentuk yang
sangat sederhana, hal ini terjadi karena masyarakat Islam pada masa itu membutuhkan
pengajaran atau pendidikan. Kebutuhan tersebut mendorong masyarakat Islam untuk
mengadopsi lembaga sosial ataupun lembaga keagamaan yang ada ke dalam lembaga
pendidikan Islam.

C. Pendidikan Agama Pasca Kemerdekan


Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, ada perubahan penyelenggaraan
pendidikan agama di Indonesia, di mana pendidikan agama mendapatkan perhatian lebih
serius dari pemerintah. Perhatian ini tidak hanya untuk sekolah negeri tetapi juga untuk
sekolah swasta. Diantara beberapa perubahan tersebut adalah sebagai berikut:
1). Landasan ideologi pendidikan adalah UUD 1945 dan Pancasila
2). Sistem pendidikan yang dianut adalah sistem pendidikan warisan Belanda
3). Setelah dekrit Presiden tahun 1959, UUD 1945 ditetapkan menjadi haluan negara dan
diterapkan pula dalam bidang pendidikan Sapta Usaha Tama dan Panca Wardana yang
mencakup: (a) perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral
nasional/internasional/keagamaan; (b).perkembangan kecerdasan; (c) perkembangan
emosional artistik atau rasa keharuan dan keindahan lahir batin; (d) perkembangan
keprigelan atau kerajinan tangan; dan (e) perkembangan jasmani.
Untuk implementasi program-program tersebut pemerintah Republik Indonesia pada
tahun 1945 menggalakkan pembangunan sekolah umum secara luas dan membuka
lowongan jabatan dalam administrasi sekolah-sekolah umum itu. Akibat yang terjadi dari
arah kebijakan tersebut menjadikan kekuatan pesantren sebagai pusat pendidikan Islam di
Indonesia menurun. Hal ini pula menyebabkan penurunan jumlah anak-anak muda yang
tertarik untuk masuk pesantren.
Titik terang pendidikan agama untuk madrasah dan pesantren menemukan
momentumnya pada waktu KH. Abdul Wahid Hasyim menjabat Menteri Agama RI pada
tahun 1950. Pada tahun tersebut, beliau melakukan reformasi pendidikan agama Islam
dengan menerbitkan Peraturan Menteri Agama No.3 tahun 1950 yang berisi intruksi
memasukkan pelajaran agama di sekolah umum dan pelajaran umum di madrasah baik
swasta maupun negeri. Terlebih lagi, terbit kemudian Undang-undang Nomor 4 1950
tentang dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah pasal 10 yang mengatakan
bahwa belajar di sekolah agama yang diakui oleh Departemen Agama telah dianggap
memenuhi kewajiban belajar. Kemudian terbit Undang-undang nomor 12 tahun 1950
yang mengatur tentang pendidikan agama di sekolah baik sekolah-sekolah yang berada
dalam naungan Kementrian Agama maupun Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Undang-undang tersebut menjadi acuan pengakuan madrasah oleh pemerintah yang
diantara syaratnya adalah harus mengajarkan mata pelajaran agama minimalnya 6 jam
seminggu di samping mata pelajaran umum secara teratur dan konsisten. Tidak hanya
sebatas itu, pada tanggal 20 Januari 1951 diterbitkan peraturan dua menteri (Menteri
PP&K dengan Menteri Agama) dengan nomor K/652 dan Nomor 1432 yang berisi sebagai
berikut:
Pendidikan agama mulai diberikan pada kelas IV Sekolah Rakyat Untuk daerah yang
tingkat keagamaannya kurang kuat (Sumatera, Kalimantan dan sebagainya), pendidikan
agama diberikan sejak kelas 1 SR dengan tidak mengurangi jam pelajan umum.
Di sekolah lanjutan pertama dan tingkat atas (umum dan kejuruan) diberikan pelajaran
agama sedikitnya 2 jam seminggu.
Pendidikan agama dilakukan kepada murid-murid sedikitnya 10 orang per kelas dengan
perizinan orang tua/walinya.
Selain itu, pemerintah memberikan perhatian terhadap perkembangan
lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti madrasah dan pesantren, hanya
pengelolaannya diserahkan kepada Departemen Agama diantaranya sebagai berikut:
1). Memberikan materi pelajaran agama untuk sekolah negeri dan swasta (partikelir)
2). Memasukkan materi pelajaran umum di madrasah
3). Mendirikan Sekolah Guru Agama Islam (SGAI) dan Sekolah Guru Hakim Agama Islam
(SGHAI).
SGAI terdiri dari 2 jenjang yaitu:
a). Jenjang jangka panjang ditempuh selama 5 tahun yang diperuntukkan untuk siswa
tamatan SR atau MI
b). Jangka pendek yang ditempuh selama 2 tahun untuk siswa tamatan SMP/Madrasah
Tsanawiyah.
Sedangkan SGHAI ditempuh selama 4 tahun untuk lulusan SMP maupun Madrasah
Tsanawiyah yang memilki empat macam kelas:
a). Kelas yang bertujuan untuk mencetak guru kesusastraan
b). Kelas yang bertujuan untuk mencetak guru Ilmu Alam/Ilmu Pasti
c). Kelas yang bertujuan untuk mencetak guru agama
d). untuk mencetak guru pendidikan agama.
Pada tahun 1951, SGAI berubah nama menjadi PGA (Pendidikan Guru Agama) dan
SGHAI berubah menjadi SGHA (Sekolah Guru Hakim Agama) Pendirian dua lembaga ini
semakin mendorong perkembangan pendidikan agama Islam di Indonesia, sehingga,
semakin banyak sekolah dan madrasah yang tumbuh berkembang.

D. Madrasah Era SKB 3 Menteri


Pasca Orde Baru berkuasa, banyak perubahan dan pembaharuan dalam pendidikan
agama terjadi di Indonesia yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah:

1). Hubungan kerjasama antara umat Islam dan pemerintah semakin harmonis dan
membaik

2). Perekonomian nasional semakin maju dan membaik

3). Negara dan pemerintahan semakin aman dan stabil (hal ini terlihat dengan
dicanangkannya program P4 yang berdasarkan indikatornya menjadikan masyarakat
semakin rukun dan tentram).

Meskipun perhatian pemerintah cukup baik kepada pendidikan agama (madrasah dan
pesantren), namun pada awal tahun 1970-an banyak kebijakan pemerintah ORBA yang
terkesan berupaya untuk mengisolasi pergerakan madrasah dari sistem pendidikan
nasional. Hal ini dapat dilihat dengan diterbitkannya KEPRES No. 34 tahun 1972 dan
INPRES No. 15 tahun 1974 yang berisi tentang penyelenggaraan pendidikan umum dan
kejuruan sepenuhnya dibawah naungan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang
berarti pendidikan madrasah tidak dianggap sebagai salah satu sistem pendidikan
nasional.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, umat Islam menyampaikan aspirasi


keberatannya atas kebijakan pemerintah tersebut melalui para ulama dan tokoh
pendidikan Islam dalam musyawarah kerja Majlis Pertimbangan Pendidikan dan
Pengajaran Agama (MP3A), dimana dalam forum tersebut diputuskan untuk meyakinkan
pemerintah bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan yang penting dan berarti dalam
proses pembangunan dan untuk lembaga yang paling tepat untuk mengurusi madrasah
adalah Departemen Agama.

Guna menanggapi aspirasi tersebut, pada tanggal 26 November 1974 diselenggarakan


sidang kabinet yang dihadiri oleh 3 menteri (Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan serta Menteri Dalam Negeri) yang menghasilkan Surat Keputusan Bersama
(SKB) 3 Menteri Tahun 1975 berisi tentang kerjasama dan peningkatan mutu madrasah.
Melalui SKB tersebut pendidikan madrasah diharapkan memiliki kesetaraan dalam sistem
pendidikan nasional sehingga lulusan madrasah dapat diterima di sekolahsekolah lanjutan
maupun perguruan tinggi umum. Disamping itu, SKB 3 Menteri ini juga berisi tentang
batasan jenjang pendidikan madrasah, yaitu Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah
Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA), berisi juga persamaan jenjang madrasah
dengan sekolah-sekolah umum dalam mutu pendidikan, struktur program dan kurikulum

.Dengan demikian, pengakuan pemerintah terhadap pendidikan madrasah telah lama


dilakukan walaupun belum mencakup keseluruhan aspek kurikulum dan sistem.

Pada tahun 1976, berdasarkan SKB 3 Menteri tersebut, Departemen Agama membuat
ketetapan standarisasi program dan kurikulum madrasah yang berimplikasi pada
persamaan nilai ijazah madrasah dengan ijazah sekolah umum sehingga ijazah madrasah
dapat digunakan untuk melanjutkan studi maupun pindah di sekolah umum yang
setingkat. Langkah ini berakibat pula kepada perubahan kurikulum madrasah yang
sebelumnya 60% agama dan 40% pengetahuan umum berubah menjadi 30% agama dan
70% pengetahuan umum.

Pasca dikeluarkannnya SKB Tiga Menteri tersebut, madrasah tidak dianggap lagi sebagai
lembaga pendidikan keagamaan saja namun juga setara dengan sekolah umum yang
mengkhususkan mata pelajaran agama sebagai pendidikan dasar.
E. Bentuk Struktur Kurikulum Madrasah
Bentuk Struktur Kurikulum madrasah adalah sebagaimana yang tertera didalam tabel
berikut:

Dan bentuk struktur kurikulum madrasah ini di ambil dari Struktur Kurikulum Pendidikan
menengah kelompok mata pelajaran wajib :

ALOKASI WAKTU
BELAJAR
MATA PELAJARAN PER MINGGU
X XI XII
Kelompok A (Wajib)
1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 3 3 3
2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4
4. Matematika 4 4 4
5. Sejarah Indonesia 2 2 2
6. Bahasa Inggris 2 2 2
Kelompok B (Wajib)
7. Seni Budaya 2 2 2
8. Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan 3 3 3
9. Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2
Jumlah Jam Pelajaran Kelompok A dan B per minggu 24 24 24
Kelompok C (Peminatan)
Mata Pelajaran Peminatan Akademik (SMA/MA) 18 20 20
Jumlah Jam Pelajaran yang Harus Ditempuh per
Minggu 42 44 44
Mata pelajaran Kelompok A adalah kelompok mata pelajaran
yang kontennya dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok
B yang terdiri atas mata pelajaran Seni Budaya, Pendidikan Jasmani,
Olahraga, dan Kesehatan, dan Prakarya adalah kelompok mata
pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi
dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.
Beban belajar di SMA/MA untuk kelas X, XI, dan XII masing- masing
43 jam lebih belajar per-minggu. Satu jam belajar adalah 45 menit.
Kurikulum SMA/MA dirancang untuk memberikan kesempatan
kepada peserta didik belajar berdasarkan minat mereka. Struktur
kurikulum memperrbolehkan peserta didik melakukan pilihan dalam
bentuk pilihan Kelompok Peminatan, pilihan Lintas Minat, dan atau
pilihan Pendalaman Minat.
Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu
Sesuai dengan kebutuhan peserta didik pada satuan Pendidikan tersebut.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari paparan mengenai perkembangan kurikulum madrasah di Indonesia diatas, secara


garis besar kurikulum madrasah memiliki variasi yang berbeda-beda tergantung situasi
dan kondisi yang terjadi di berbagai macam tempat. Perbedaan variasi kurikulum tersebut
dibagi menjadi 2 periode yaitu:

1). Kurikulum madrasah sebelum kemerdekaan

2). Kurikulum madrasah pasca kemerdekaan

Sebelum kemerdekaan, kurikulum madrasah cenderung tidak terstruktur karena


orientasinya adalah dakwah penyebaran agama Islam. Terdapat juga di beberapa wiayah
seperti di Sumatera khususnya Aceh, madrasah sudah memiliki bentuk kurikulum yang
terstruktur walaupun masih cukup sederhana terutama pasca masifnya gerakan
pembaharuan yang dibawa oleh para tokoh nasional yang belajar di Timur Tengah. Pasca
kemerdekaan, kurikulum madrasah secara nasional sudah memiliki bentuk yang
terstruktur dan berkembang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman hingga
bisa menjadi kurikulum seperti saat ini. Meskipun sudah mengalami perkembangan yang
pesat, perbaikan demi perbaikan pada kurikulum madrasah masih perlu dilakukan untuk
menjawab berbagai macam kebutuhan pada situasi dan kondisi yang terjadi di masa
sekarang dan masa yang akan datang. Oleh karena itu, pembahasan tentang
perkembangan kurikulum madrasah tidak akan pernah habis.

DAFTAR PUSAKA

[1] M. Qurniawan, “PENGEMBANGAN MODEL INTEGRASI


PENDIDIKAN SIAGA BENCANA DALAM KURIKULUM MADRASAH
IBTIDAIYAH,” An-Nuha: Jurnal Kajian Islam, Pendidikan, Budaya & Sosial ,
vol. 1, no. 2,Desember, Art. no. 2,Desember, 2014.
[2] K. Rahman, “Pengembangan Kurikulum Terintegrasi DI
Sekolah/Madrasah,” J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam, vol. 1, no. 1, Art. no.
1, Dec. 2014, doi: 10.18860/jpai.v1i1.3358.
[3] A. Almutasim, “Menakar Model Pengembangan Kurikulum di Madrasah,” Pena
Islam, vol. 1, no. 2, Art. no. 2, Sep. 2018.
[4] Pascasarjana, Pedoman Penulisan Tesis dan Karya Ilmiah . Kediri: IAIN Kediri,
2019.
[5] M. Shelley and K. Krippendorff, Content Analysis: An Introduction to its
Methodology., vol. 79. 1984.
[6] A. Sunyoto, Atlas Wali Songo, 9th ed., vol. 1. Tangerang: Pustaka IIman &
Lesbumi PBNU, 2018.
[7] M. Rusdi, “PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA SEBELUM
PROKLAMASI KEMERDEKAAN,” Lentera Pendidikan : Jurnal Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, vol. 10, no. 2, Art. no. 2, Dec. 2007, doi:
10.24252/lp.2007v10n2a8.
[8] J. M. van der Kroef, “The Term Indonesia: Its Origin and Usage,” Journal of the
American Oriental Society, vol. 71, no. 3, pp. 166–171, 1951, doi:
10.2307/595186.
[9] S. H. Hamzah, “Resistensi Pendidikan Islam dalam Lintas Sejarah Indonesia,”
Dinamika Ilmu, vol. 11, no. 2, Art. no. 2, Dec. 2011, doi:
10.21093/di.v11i2.35.
[10] S. Anam, “Karakteristik dan Sistem Pendidikan Islam: Mengenal Sejarah
Pesantren, Surau dan Meunasah di Indonesia,” JALIE; Journal of Applied Linguistics
and Islamic Education, vol. 1, no. 1, Art. no. 1, Mar. 2017, doi:
10.33754/jalie.v1i1.52.
[11] M. Sabarudin, “Pola dan Kebijakan Pendidikan Islam Masa Awal dan Sebelum
Kemerdekaan,” TARBIYA: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, vol. 1, no. 1, Art. no. 1,
Apr. 2015.
[12] A. Nursyarief, “PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA DALAM LINTASAN
SEJARAH (Perspektif Kerajaan Islam),” Lentera Pendidikan : Jurnal Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, vol. 17, no. 2, Art. no. 2, Dec. 2014, doi:
10.24252/lp.2014v17n2a8.
[13] H. Hasnida, “SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI
INDONESIA PADA MASA PRA KOLONIALISME DAN MASA
KOLONIALISME (BELANDA, JEPANG, SEKUTU),” Kordinat | Jurnal
Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam , vol. 16, no. 2, Art. no. 2, Oct.
2017, doi: 10.15408/kordinat.v16i2.6442.
[14] Z. M. Bizawie, Jejaring ulama Diponegoro: Kolaborasi Santri dan Ksatria
Membangun Islam Kebangsaan Awal Abad ke-19 . Tangerang: Pustaka Compass,
2019.
[15] M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: Penerbit Serambi,
2008.
[16] A. Nata, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, 2014.
[17] Umar, “EKSISTENSI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA (Perspekstif Sejarah
Pendidikan Nasional),” Lentera Pendidikan : Jurnal Ilmu Tarbiyah dan Keguruan ,
vol. 19, no. 1, Art. no. 1, Jul. 2016, doi:
10.24252/lp.2016v19n1a2.
[18] H. P. Daulay, Sejarah Pertumbuhan & Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia .
Kencana, 2018.
[19] A. Mubarok Yasin, Fathurrahman Karyadi, Profil Pesantren Tebuireng. Jombang:
Pustaka Tebuireng, 2011.
[20] M. I. Usman, “Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam (Sejarah Lahir, Sistem
Pendidikan, Dan Perkembangannya Masa Kini),” Jurnal alHikmah, vol. 14, no. 1,
Art. no. 1, Jun. 2013.
[21] S. R. Amrozi, “SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA;
PERSPEKTIF SEJARAH KRITIS IBNU KHOLDUN,” KUTTAB: Jurnal
Ilmu Pendidikan Islam, vol. 4, no. 1, Art. no. 1, Mar. 2020, Accessed: May 31,
2020. [Online]. Available:
https://journalfai.unisla.ac.id/index.php/kuttab/article/view/105.
[22] A. M. A. Shofa, “PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH SEJAK
PROKLAMASI KEMERDEKAAN SAMPAI ERA REFORMASI,” p. 24.
[23] M. Sudin, “PENDIDIKAN ISLAM DAN PENDIDIKAN NASIONAL
DALAM KILASAN SEJARAH SINGKAT,” Tribakti: Jurnal Pemikiran
Keislaman, vol. 23, no. 2, Art. no. 2, 2012, doi: 10.33367/tribakti.v23i2.31.
[24] Rahmat, “Madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan Islam (Sistem dan
Perkembangannya Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan),” Rihlah: Jurnal Sejarah
dan Kebudayaan, vol. 1, no. 01, Art. no. 01, May 2014, doi:
10.24252/rihlah.v1i01.649.
[25] I. Syafi’i, “HAKEKAT KURIKULUM PENDIDIKAN DAN SEJARAH
PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA,” kariman, vol. 4, no. 1, Art. no. 1,
2016.
[26] A. Abdullah, “Pendidikan Islam Sepanjang Sejarah: Sebuah Kajian Politik
Pendidikan di Indonesia,” SUSURGALUR, vol. 1, no. 2, Art. no. 2, 2013, doi:
10.2121/susurgalur.v1i2.68.
“Standar Nasional Pendidikan – Badan Standar Nasional Pendidikan.” https://bsnp-
indonesia.org/standar-nasional-pendidikan/ (accessed Jun. 11, 2020).

Anda mungkin juga menyukai