NIM : 21504030111017 Kelas : Manajemen Agroforestri
1.Hubungan hama dan pengelolaan silvikultur adalah?
Hubungan antara hama dengan pengelolaan silvikultur adalah teknik pengelolaan silvikultur yang baik dan benar memiliki dampak positif dalam pengelolaan hama di hutan baik dalam menangani maupun mencegah. Dengan menerapkan teknik silvikultur yang berkelanjutan khususnya dalam bidang pembibitan, penanaman, perawatan, dan penebangan pohon dengan tepat maka berpeluang mengurangi potensi hama penyakit yang dapat merusak atau mengancam kelestarian hutan. Selain itu penerapan silvikultur yang benar dapat memodifikasi lingkungan sehingga menciptakan lingkungan atau habitat yang tidak mendukung hama dapat berkembangbiak sehingga mengurangi potensi kerusakan pohon akibat hama dalam suatu hutan. 2. Sebutkan macam-macam hama di hutan kota? -Hama daun (defoliator) Hama daun merupakan hama yang merusak tanaman dengan cara menyerang jaringan pada daun yang berpotensi menyebabkan kerusakan. Macam-macam dari hama yang menyerang daun antara lain: a. Kutu putih (Ferisia virgata) Gejala yang terjadi pada daun yang diserang hama kutu putih adalah daun tanaman menjadi berwarna kuning dan layu, pada daun dan batang terdapat kumpulan serangga berwarna putih. Serangan hama kutu putih ini berpotensi merusak proses fotosintesis pada daun, hal tersebut dapat terjadi karena permukaan daun tertutupi oleh serangga hama kutu putih b. Hama ulat kantong ciri-ciri gejala yang ditimbulkan serangan hama ulat kantong adalah daun menjadi kuning dan berlubang. c. Kutu loncat Heteropsylla cubana Hama kutu loncat kebanyakan menyerang daun bagian tunasnya, pada daun yang diserang hama kutu loncat menghambat proses pertumbuhan karena menggangu proses fotosintesis pada daun. d. Spodoptera sp., Spodoptera sp merupakan hama yang menyerang tanaman pohon dan hortikultura hama tersebut menyerang bagian daun menyebabkan defoliasi pada daun yang dapat dilihat dengan daun yang berlubang, robek atau terpotong. e. Hama penyebab gall Gall merupakan gejala berupa jaringan yang mengalami perubahan bentuk (malformasi) seperti bintil/puru. f. Kupu kuning (Eurema sp) -Hama penggerek Hama penggerek adalah hama yang meyebabkan kerusakan pada tanaman dengan menyerang batangnya. Macam-macam dari hama penggerek yang menyerang batang antara lain: a. Hama boktor (Xystrocera festiva Pascoe ) Kumbang boktor dikenal karena kemampuannya membuat lubang di dalam kayu untuk membuat tempat bertelur atau untuk mencari makanan. Larva boktor, yang biasanya berbentuk cacing, biasanya hidup di dalam kayu dan dapat merusak kayu secara signifikan dengan menggali lorong- lorong di dalamnya. b. Xylosandrus sp, Xylosandrus sp adalah hama yang menyerang pohon sengon, ham aini merusak batang poho sehingga batang yang awalnya kuat jika terserang hama tersebut akan mudah patah. Gejala dan tanda serangan yaitu tanaman mengalami kelayuan kemudian menjadi kering dan kemudian mati c. Epepeotes luscus. Epepeotes luscus adalah adalah hama penggerek batang yang berpotensi besar merusak tanaman dengan melubangi batang tanaman yang masih hidup. Gejala yang dapat ditemui adalah adanya rongga di batang tanaman. 3. Bagaimana Pengelolaan Hama yang Berkelajutan? Pengelolaan hama yang berkelanjutan dapat dilakukan dengan upaya pengendalian patogen, inang, dan lingkungan. Dalam suatu hutan atau lahan untuk pengelolaan hama dapat dimodifikasi bagian patogen dan lingkungan. Pemilihan bibit juga merupakan aspek penting dalam pengelolaan hama berkelanjutan dimana lebih disarankan untuk menggunakan bibit yang bersertifikat akan menghasilkan lebih baik dan tahan hama. Hama dan penyakit dapat datang melalui tanah atau benih. Meminimalisir patogen dapat dilakukan dengan cara sterilisasi dan pengelolaan tanah. Memodifikasi lingkungan dapat dilakukan dengan meningkatkan kesesuaian lingkungan dengan tanaman yakni dengan cara rajin membersihkan sehingga tidak cocok bagi patogen untuk berkembang di lahan tersebut. Tahapan lain yang dapat dilakukan untuk pengelolaan hama berkelanjutan dapat dilakukan sebagai berikut: -Menggunakan bibit yang bersertifikat Bibit yang bersertifikat terjamin kebersihannya, terjamin kebenaran varietasnya, dan terjamin mutunya. Penggunaan bibit bersertifikat diyakini dapat mengurangi hama dalam suatu lahan. -Menggunakan pendekatan biologi dalam pengendalian hama Pendekatan biologi yang dapat dilakukan untuk pengendalian hama adalah menggunakan musuh alami , predator, dan mikroorganisme yang dapat mengendalikan populasi hama dama suatu lahan. -Pengelolaan habitat Pengelolaan habitat dapat dilakukan dengan mempertahakan keberagaman biodiversitas di dalam suatu lahan untuk menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya. -Mengurangi penggunaan pestisida kimia Penggunaan pestisida kimia yang berlebihan akan menyebabkan beberapa kerugian antara lain pencemaran pada lingkungan pertanian, penurunan produktivitas, kehilangan musuh alami dalam suatu lahan sehingga hama akan semakin merajarela. -Penggunaan pestisida ramah lingkungan (nabati). Pestisida ramah lingkungan lebih baik digunakan jika dibanding pestisida kimia karena pestisida nabati lebih mudah terurai, tidak menyebabkan resistensi pada hama, tidak menyebabkan pencemaran tanah, dan tidak membahayakan musuh alami. -Melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat Sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat tentang pengenalan hama dan cara mengatasinya merupakan elemen penting yang dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan pengelolaan hama berkelajutan. Mengingat manusia merupakan aspek penting dalam pengelolaan lahan maka perlu pengkondisian dan bekal ilmu yang cukup untuk merkea mengimplementasikan di lahan nya. DAFTAR PUSTAKA Nuraeni, Y., Anggraeni, I., & Nuroniah, H. S. (2017). Keanekaragaman serangga yang berpotensi hama pada tanaman kehutanan. In Seminar Nasional PBI 2016. Wali, M., & Ningkeula, E. S. (2019). Tingkat kerusakan batang akibat serangan hama pada tegakan jati. Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan, 12(2), 272- 278. Wisnujatia, N. S., & Sangadji, S. S. (2021). PENGELOLAAN PENGGUNAAN PESTISIDA DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA. SEPA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 18(1), 92-100.