Anda di halaman 1dari 23

PEMERINTAH KABUPATEN PADANG LAWAS

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIBUHUAN


Jalan Kihajar Dewantara No. _ Sibuhuan Kode Pos 22763

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIBUHUAN


NOMOR : 12.800/KPTS/RSUD/VIII/2023

TENTANG
PELAYANAN DAN ASUHAN PASIEN

DIREKTUR RSUD SIBUHUAN

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan RSUD


Sibuhuan, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan dan
asuhan pasien yang bermutu tinggi;
b. Bahwa agar pelayanan dan asuhan pasien di RSUD Sibuhuan
dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan
Direktur RSUD Sibuhuan sebagai landasan bagi
penyelenggaraan pelayanan dan asuhan pasien Di RSUD
Sibuhuan ;
c. Bahwa sesuai butir a. dan b. diatas perlu ditetapkan dengan
surat Keputusan Direktur RSUD Sibuhuan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004


Tentang Praktek Kedokteran;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009
Tentang Rumah Sakit ;
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan;
5. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014
Tentang Keperawatan;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269
tahun 2008 tentang Rekam Medis;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Rebuplik Indonesia Nomor
755/MENKES/PER/IV/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite
Medik di Rumah Sakit;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 148
Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Perawat;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Rebuplik Indonesia Nomor 2052
Tahun 2011 Tentang Izin Praktik Kedokteran;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang
Pelayanan Darah;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 78 tahun 2013 tentang
Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit ;
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Tenaga Gizi;
15. Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan
Nasional Perbaikan Gizi;
16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Rebuplik Indonesia Nomor 11
Tahun 2017 Tentang keselamatan Pasien;
18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit;
19. Keputusan Menteri Kesehatan No 129 Tahun 2008 Tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit;
20. Surat Keputusan Direktur Utama PT. Mitra Sejati Husada
Nomor 06/i/MSH/Dir/SK/IV/2018 tentang Penunjukan
Direktur RSUD Sibuhuan;

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD SIBUHUAN TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN DAN ASUHAN PASIEN DI RSUD
SIBUHUAN.
KESATU : Kebijakan Pelayanan Dan Asuhan Pasien di RSUD Sibuhuan pada
Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan ini.
KEDUA : Kebijakan Pelayanan Dan Asuhan Pasien Rumah Sakit pada
Diktum Kedua digunakan sebagai acuan dalam Pemberian
Pelayanan Dan Asuhan Pasien di RSUD Sibuhuan.
KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di
kemudian hari terdapat kekeliruan dalam surat keputusan ini
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Sibuhuan
Pada tanggal : 08 Agustus 2023

DIREKTUR RSUD SIBUHUAN


KABUPATEN PADANG LAWAS,

dr. AFFANDI SIREGAR


NIP. 19800210 201101 1 004
Lampiran Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sibuhuan
Nomor : 12.800/KPTS/RSUD/VIII/2023
Tanggal : 08 Agustus 2023

TENTANG
PELAYANAN DAN ASUHAN PASIEN RSUD SIBUHUAN

A. Pemberian Asuhan Yang Seragam Kepada Pasien

1. Akses untuk asuhan dan pengobatan yang memadai, yang diberikan oleh PPA
yang kompeten tidak bergantung pada hari setiap minggu atau waktunya
setiap hari.
2. Penggunaan alokasi sumber daya yang sama, antara lain staf klinis dan
pemeriksaan diagnostik untuk memenuhi kebutuhan pasien pada populasi
yang sama.
3. Pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien, contoh pelayanan anastesi
yang sama di semua unit pelayanan di rumah sakit.
4. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan
keperawatan yang setara di seluruh rumah sakit.
5. Penerapan serta penggunaan regulasi dan form dalam bidang klinis antara lain
metode assesmen IAR (informasi, Analisis, Rencana), form assesmen awal-
assesmen ulang, panduan praktek klinis (PPK), alur klinis terintegrasi / clinical
6. RSUD Sibuhuan selalu menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
menerapkan prinsip nondiskriminatif yaitu pelayanan yang seragam tanpa
membedakan status sosial, ekonomi, budaya, agam, waktu maupun hari
pelayanan dan kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan.
7. Pelayanan pasien di rumah sakit mengacu pada undang-undang tentang
standar pelayanan rumah sakit
8. Tingkat pemberian asuhan kepada pasien, sama di semua unit pelayanan di
rumah sakit
9. Setiap pasien rumah sakit akan mendapatkan pelayanan selama 24 jam terus –
menerus sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
10. Rumah sakit memberikan pelayanan yang seragam dalam kondisi apapun baik
dalam keadaan gawat darurat maupun pasien rawat jalan.
11. Setiap pasien rumah sakit mendapatkan pelayanan yang tepat oleh setiap unit
pelayanan sesuai standart kualifikasi dan kompetensi yang telah ditetapkan,
pengaturan ketenagaan diatur didalam prosedur jadwal dinas
12. Hasil skrining dan pengkajian pasien rumah sakit menentukan tingkat kondisi
sumber daya yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pasien.
13. Dilakukan pertemuan tim secara periodik dan terjadwal dalam memberikan
asuhan.
14. Penanganan perawatan lanjutan pasien tidak mampu di alih rawatkan ke
rumah sakit sesuai dengan permintaan pasien atau keluarga setelah
pengananan kegawatan dilakukan.
15. Pelayanan sedasi diatur dalam kebijakan sendiri
16. Rumah sakit memberikan pelayanan seragam dengan sumber daya yang
efesien dan menghasilkan evalusai yang bermutu tinggi.

B. Pelayanan Pasien Terintegrasi

1. Pengintegrasian pelayanan inter unit difasilitasi oleh MPP / case manajer yang
bertugas untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan asuhan pasien
diseluruh unit/instalasi yang ada di RSUD Sibuhuan.
2. Pelaksanaan asuhan pasien terintegrasi mencakup elemen :
a. keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga.
b. DPJP sebagai ketua tim PPA (Clinical Team Leader) sebagai “motor” proses
integrasi antar PPA, melakukan integrasi asuhan pasien melalui review dan
verifikasi asuhan per 24 jam
c. PPA bekerja sebagai interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional, antara
lain memakai Panduan Praktik Klinis (PPK), Panduan Asuhan PPA lainnya
disertai Alur Klinis terintegrasi / Clinical Pathway, dan Catatan
Perkembangan Gizi Terintegrasi/CPPT.
d. Perencanaan Pemulangan Pasien /Discharger Planning terintegrasi.
e. Asuhan Gizi Terintegrasi.
f. Manajer pelayanan pasien berperan dalam integrasi inter unit dalam
pelayanan pasien, membantu integrasi intra-inter PPA.
3. Profesional pemberi asuhan ( PPA) melaksanakan asesmen dengan metode IAR
meliputi:
a. Informasi dikumpulkan, antara lain anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan lain atau penunjang
b. Analisis informasi, menghasilkan kesimpulan antara lain masalah, kondisi,
diagnosis, untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien.
c. Rencana asuhan dibuat untuk setiap pasien dan dicatat oleh PPA yang
memberikan asuhan di rekam medis dengan sasaran berdasar atas data
assesmen awal dan kebutuhan pasien.
d. Rencana asuhan di evaluasi secara berkala sesuai dengan kondisi pasien,
dimutakhirkan, atau di revisi oleh tim PPA berdasar atas assesmen ulang.
e. Perkembangan tiap pasien di evaluasi berkala dan dibuat notasi pada CPPT
oleh DPJP sesuai dengan kebutuhan dan diverifikasi harian oleh DPJP.
4. Komunikasi antar PPA tentang pasien dicatat dalam CPPT untuk
pendokumentasian.
5. Bentuk pengintegrasian dan koordinasi aktivitas pelayanan pasien di RSUD
Sibuhuan dilakukan melalui :
a. Pelaksanaan model praktek keperawatan profesional dimana pemberian
asuhan keperawatan dilakukan secara tim.
b. Kegiatan morning report yang dilakukan setiap hari kecuali hari Minggu
pukul 08.00-09.00 wib untuk membahas kasus-kasus atau kejadian
terkait pelayanan yang terjadi dalam 1 x 24 jam.
6. Rencana pelayanan/asuhan setiap pasien diintergrasikan dan dikoordinasikan
diantara berbagai unit kerja dan pelayanan yang bersifat integrasi horizontal
dan vertikal.
7. Praktisi yang diijinkan untuk memberikan perintah dalam rekam medik secara
tertulis :
a. Permintaan untuk pemeriksaan laboratorium dan diagnostik imajing harus
disertai ringkasan klinis apabila meminta hasilnya berupa interpretasi..
b. Perintah dokter harus segera ditulis kecuali untuk kasus cyto (IGD),
perintah bisa dilakukan secara lisan atau telepon tetapi setelah diambil
hasilnya harus segera dibuatkan pengantar pemeriksaan oleh dokter.
c. Instruksi didokumentasikan di lokasi tertentu di dalam berkas rekam medis
pasien.
8. Tindakan klinis dan tindakan diagnostik serta lokasi / form pencatatannya di
rekam medis, termasuk :
a. Staf yang meminta beserta apa alasan di lakukan tindakan dicatat di
rekam medis pasien.
b. Hasil tindakan dicatat di rekam medis pasien.
c. Pada pasien rawat jalan bila dilakukan tindakan diagnostik invasif /
beresiko harus dilakukan assesmen serta pencatatannya dalam rekam
medis.
9. Tindakan invasif dan non invasif
a. Tindakan Invasif adalah tindakan medik yang langsung dapat
mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh
b. Tindakan non-invasif adalah pengobatan konservatif yang tidak
memerlukan sayatan kedalam tubuh atau penghapusan jaringan
c. Setiap tindakan invasif harus dilakukan Persetujuan Tindakan Kedokteran
agar tidak muncul gugatan atau tuntutan malpraktik medik
d. Setiap tindakan Invasif yang dilakukan harus dicatat di dalam rekam
medis pasien (lembar asuhan terintegrasi)
e. Setiap hasil tindakan Invasif harus dicatat dalam rekam medis pasien
(lembar asuhan terintegrasi)
f. Tidak semua tindakan invasif dilakukan oleh dokter spesialis dan dokter
umum, terdapat daftar tindakan invasif yang bisa didelegasikan kepada
tenaga kesehatan yang lain (perawat, perawat gigi, fisioterapis)
g. Daftar Tindakan Invasif dan Non Invasif yang didelegasikan :
 Pendelegasian prosedur invasif kepada perawat
 Pasang IV kateter
 Lepas IV kateter
 Pasang urine kateter
 Lepas urine kateter
 Pasang NGT (Naso Gastric Tube)
 Lepas NGT (Naso Gastric Tube)
 Injeksi Intra Cutan (IC), Sub Cutan (SC), Intra Muscular (IM),
Intra Vena (IV)
 Kumbah lambung
 Tindakan Hecting dan lepas hecting
 Sirkumsisi tanpa kelainan
 Debridement Luka tanpa komplikasi
 Ekstraksi kuku
 Insisi abses
 Cross insisi
 Pengambilan corpus alenum tanpa penyulit
 Irigasi telinga
 Pendelegasian prosedur invasif kepada perawat anastesi
 Anastesi Lokal
 Pendelegasian prosedur invasifn kepada perawat gigi
 Tambal Gigi
 Pembersihan karang gigi
 Pendelegasian prosedur non invasif kepada perawat
 Pemberian Nebuliser
 Pencampuran Obat Injeksi
 Pendelegasian prosedur non invasif kepada dokter umum
 USG (ultasonograpy) untuk PONEK
 Pendelegasian prosedur non invasif kepada radiografer
 Fhoto thorax
 Fhoto abdomen
 Ct-scant
10.Semua pasien/keluarga diberi informasi tentang hasil pelayanan dan
pengobatan termasuk hasil asuhan yang tidak diharapkan.

C. Pelayanan Pasien Risiko Tinggi Dan Penyediaan Pelayanan Risiko Tinggi

1. Dilakukan identifikasi pasien resiko tinggi dan pelayanan resiko tinggi sesuai
dengan populasi pasiennya serta penetapan resiko tambahan yang mungkin
berpengaruh pada pasien resiko tinggi dan pelayanan resiko tinggi.
2. Staf dilatih untuk pemberian pelayanan pada pasien resiko tinggi.
3. Pelaksanaan pemberian pelayanan pada pasien resiko tinggi dicatat dalam
rekam medis.
4. Pengembangan pelayanan pasien resiko tinggi dimasukkan kedalam program
Peningkatan Mutu Rumah Sakit.
5. Kelompok pasien yang beresiko atau pelayanan yang beresiko tinggi agar tepat
dan efektif dalam mengurangi resiko. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk
mengurangi resiko:
a. Bagaimana perencanaan dibuat termasuk identifikasi perbedaan pasien
dewasa dengan anak atau keadaan khusus lain.
b. Dokumentasi yang diperlukan oleh pelayanan secara tim untuk bekerja
dan berkomunikasi secara efektif.
c. Pertimbangan persetujuan khusus bila diperlukan.
d. Persyaratan pemantauan pasien.
e. Kompetensi atau keterampilan yang khusus staf yang terlibat dalam
proses asuhan.
f. Ketersediaan dan penggunaan peralatan khusus.
g. Pengobatan resiko tinggi lainnya antara lain kcl pekat, heparin, meylon
dan sebagainya.
6. Kelompok untuk pasien risiko tinggi di RSUD Sibuhuan antara lain meliputi :
a. Pasien emergency
b. Pasien dengan penyakit menular
c. Pasien koma
d. Pasien dengan alat bantuan hidup dasar
e. Pasien “ immuno-compromised and supressed”
f. Pasien dialisis
g. Pasien dengan restrain
h. Pasien dengan resiko bunuh diri
i. Populasi pasien rentan, lansia, anak-anak, dan pasien berisiko tindak
kekerasan atau ditelantarkan
j. Pasien risiko lainnya
7. Kelompok untuk pelayanan risiko tinggi di RSUD Sibuhuan antara lain
meliputi:
a. Pelayanan pasien dengan penyakit menular
b. Pelayanan pasien yang menerima dialisis
c. Pelayanan pasien risiko tinggi lainnya

D. Deteksi Perubahan Kondisi Pasien / Early Warning System (EWS)

1. Pelaksanaan EWS dilakukan sesuai pedoman / panduan.


2. Staf klinis dilatih menggunakan EWS.
3. Staf klinis mampu melaksanakan EWS sesuai pedoman / panduan.
4. PPA yang melakukan EWS akan mengisi formulir EWS dan melakukan
dokumentasi didalam berkas rekam medis pasien.
5. Pasien yang telah dilakukan EWS akan dievaluasi perkembangan kondisi dan
tercatat dalam rekam medis pasien.
6. Formulir EWS yang digunakan untuk pengisian di rekam medis di RSU Mitra
Sejati Medan :
a. National Early Warning Score (NEWS)
b. Pediatrik Early Warning System(PEWS)
c. Obstertic Early Warning Score (OEWS)

E. Pelayanan Resusitasi
1. Pelayanan Penanganan Henti Jantung (Resusitasi) adalah pelayanan yang
dilakukan sebagai upaya life saving dalam kondisi pasien tiba-tiba kolaps,
henti napas (respiatory arrest) maupun henti jantung (cardiac arrest).
2. Pelayanan resusitasi dapat diberikan selama 24 jam setiap hari di seluruh area
Rumah Sakit serta peralatan medis untuk resusitasi dan obat yang akan
diberikan pada pasien yang dilakukan bantuan hidup dasar terstandar sesuai
dengan kebutuhan pasien dan pedoman / panduan Code Blue.
3. Pelayanan resusitasi dilakukan di seluruh area RSUD Sibuhuan yang
membutuhkan pelayanan Resusitasi.
4. Seluruh staf RSUD Sibuhuan yang karena pekerjaannya berkaitan langsung
dengan pelayanan pasien (direct patient care) harus menguasai teknik Bantuan
Hidup Dasar (Basic Life Support).
5. Staf yang harus menguasai Basic Life Support adalah :
 Dokter yang langsung menangani pasien
 Perawat yang langsung menangani pasien.

 Staf penunjang medik yang meliputi : radiografer, analis laboratorium,


fisioterapis.
 Seluruh staf rumah sakit diberikan pelatihan BLS dengan harapan
bahwa apabila terjadi kejadian di seluruh penjuru rumah sakit, maka
pertolongan pertama dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.
6. Tim Code Blue adalah tim yang dibentuk sebagai tim bantuan resusitasi yang
bergerak ke tempat yang membutuhkan bantuan penanganan henti jantung
(Resusitasi).
7. Tim Code Blue terdiri dari :
a. Dokter Anastesi sebagai Koordinator Utama
b. Dokter Ruangan Dan Dokter Jaga sebagai Ketua Tim Yang Sedang
Bertugas
c. Perawat ( Perwakilan Setiap Ruangan Yang Bertugas seperti ruangan
ICU, IGD dan rawat inap)
1) ventilasi & air way : perawat 1
2) compression /rjp : perawat 2
3) pemberian obat : perawat 3
4) pencatatan : perawat 4
8. Trolley Emergency
a. Setiap ruang perawatan dilengkapi dengan trolley emergency.
b. Trolley emergency masing-masing ruangan dipenuhi dan diisi melalui
proses kolaboratif yang sudah distandarkan baik isi maupun
susunannya.
c. Trolley emergency harus selalu terkunci, dilakukan monitoring setiap shift
oleh perawat ruangan dan diinspeksi setiap bulan oleh petugas farmasi.
9. Alat Medis untuk Penanganan Henti Jantung (Resusitasi)
a. Alat medis untuk penanganan henti jantung (Resusitasi) disiapkan sesuai
dengan standar kementerian kesehatan dan prosedur dari resusitasi.
b. Dalam upaya pemberian pelayanan yang cepat dan adekuat maka
diperlukan ketersediaan secara konsisten berupa alat berikut ini:
1) Trolley Emergency beserta kelengkapannya (isi troli emergency
terlampir)
2) Monitor EKG dan Defibrillator
3) Alat Pelindung Diri (APD) / Personal Protective Equipment (PPE)
10.Pelaksanaan
a. Prosedur resusitasi RSUD Sibuhuan disusun berdasarkan buku Panduan
Advanced Cardiac Life Support terbaru (American Heart Association
Guideline Tahun 2015)
b. Setiap karyawan Rumah Sakit termasuk karyawan outsourcing yang
bekerja di Rumah Sakit wajib memberikan pertolongan pertama pada
saat terjadi kegawatan napas dan jantung sampai dengan tim Code Blue
datang di ruang perawatan/ lokasi kejadian.
c. Pemanggilan tim Code Blue dilakukan sesuai dengan standar prosedur
operasional.
d. Setiap pasien yang dilakukan penanganan henti jantung (Resusitasi) wajib
dilindungi privacy-nya sesuai prosedur.
11.Resiko yang dihadapi
Setiap petugas yang melakukan resusitasi wajib mewaspadai terhadap risiko
yang mungkin terjadi, antara lain :

a. Cedera (fraktur) atau luka bakar akibat defibrilasi;


b. Cedera akibat proses intubasi endotrakeal;
c. Kegagalan fungsi alat resusitasi (termasuk Airway, Breathing &
Circulation);
d. Pelecehan;
e. Kekerasan.
12.Monitoring dan Dokumentasi Pasien
a. Selama dilakukan resusitasi senantiasa dilakukan monitoring nadi dan
pernapasan, serta irama jantung (elektrokardiogram).
b. Seluruh tindakan dan terapi yang dilakukan saat resusitasi
didokumentasikan dalam didalam catatan terintegrasi di rekam medis
sesuai prosedur.
13.Kualifikasi staf
a. Seluruh staf di RSUD Sibuhuan yang karena pekerjaannya berkaitan
langsung dengan pelayanan pasien (direct patient care) harus menguasai
teknik Bantuan Hidup Dasar (Basic Live Support).
b. Pelatihan BLS dapat dilakukan dengan cara mengikuti pelatihan di luar
RSUD Sibuhuan, pelatihan in-house RSUD Sibuhuan, maupun pelatihan
Advance Life Support yang terkait dengan spesialisasi masing-masing
(untuk dokter). Pelatihan Basic Life Support ini harus diulang/ dilakukan
penyegaran sedikitnya setiap 2 tahun sekali.
c. Pelatihan Basic life support ini harus diulang / dilakukan penyegaran
sedikitnya setiap 2 tahun sekali. Adapun staf yang harus menguasai
Basic Life Support adalah seluruh staf RSUD Sibuhuan termasuk out
sourching
F. Pelayanan Pemberian Darah
1. RSUD Sibuhuan Memiliki Pelayanan di Bank Darah Rumah Sakit (BDRS)
harus selalu berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien.
2. Pelayanan darah dan atau produk darah harus diberikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan meliputi pemberian persetujuan (informed
consent), permintaan darah,tes kecocokan, pengadaan darah, penyimpanan
darah, identifikasi pasien, distribusi dan pemberian darah, dan monitoring
pasien dan respons terhadap reaksi transfusi
3. Peralatan di Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) harus selalu dilakukan
pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Semua petugas laboratorium wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
5. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan
dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
6. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur
operasinal yang berlaku, etika profesi, etikket, dan menghormati hak pasien.
7. Pelayanan Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) dilaksanakan dalam 24 jam.
8. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
9. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin
bulanan minimal satu bulan sekali.
10. Setiap bulan wajib membuat laporan.
11. RSUD Sibuhuan tidak menerima pelayanan donor darah sukarela.
12. Setiap permintaan darah harus berdasarkan atas permintaan dokter.
13. Pelayanan Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) dipimpin oleh dokter spesialis
Patologi Klinik.
14. Untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi, setiap petugas
wajib mengikuti pelatihan di bidang transfusi darah yang diselenggarakan oleh
Palang merah Indonesia ( PMI ).
15. Darah untuk pasien kelompok “ cito “ akan diprioritaskan daripada pasien
yang tidak tergolong “ cito “.
16. Dokter bertugas memutuskan pemberian, pengawasan dan pemeriksaan
lebih lanjut.
17. Bila persediaan darah di Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) tidak mencukupi
atau tidak ada, baru di cari ke PMI.
18. Sebelum melakukan transfusi darah, pasien harus melalui serangkaian
pemeriksaan kelayakan.
19. Pada pelaksanaan transfusi darah hendaknya dilaksanakan secara aman
dan meminimalkan resiko transfusi.
20. Pelayanan darah dan atau produk darah harus diberikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan meliputi pemberian persetujuan (informed
consent), permintaan darah,tes kecocokan, pengadaan darah, penyimpanan
darah, identifikasi pasien, distribusi dan pemberian darah, dan monitoring
pasien dan respons terhadap reaksi transfusi
21. Pemberian darah dan atau produk darah harus dicatat direkam medis
pasien.

G. Pelayanan Pasien Koma Dan Yang Menggunakan Ventilator


1. RSUD Sibuhuan dapat memberikan Pelayanan pasien koma dan yang
menggunakan ventilator yang selalu berorientasi kepada mutu dan
keselamatan pasien.
2. Setiap pasien koma dan pasien yang membutuhkan alat bantu hidup
(Ventilator) diberikan penanganan awal sesuai kebutuhan pasien untuk
kemudian dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai.
3. Setiap pelayanan pasien koma dan pasien yang membutuhkan alat bantu
hidup (ventilator) di rumah sakit harus dilaksanakan secara seragam sesuai
dengan standar prosedur operasional yang ditetapkan di rumah sakit .
4. Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, informasi mengenai keadaan
pasien, rencana tindakan dan rencana pengobatan sesuai dengan yang tercatat
di dalam rekam medis, harus diinformasikan kepada pasien dan atau keluarga.
5. Pelayanan pasien koma dan pasien yang membutuhkan alat bantu hidup
(ventilator) tidak diberikan pada pada pasien dan atau keluarga yang
menandatangani surat pernyataan penolakan tindakan.
6. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan
dalam K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) misalnya menjaga kebersihan
tangan dan penggunaan alat pelindung diri (APD)
7. Pemantauan harus dilakukan dengan ketat oleh petugas yang kompeten dan
terlatih.
8. Identifikasi kebutuhan pasien dengan peralatan bantuan hidup dasar atau
yang koma dilakukan oleh tenaga medis yang kompeten.
9. Petugas yang bekerja di Unit Perawatan Kritis harus memiliki sertifikat
pelatihan khusus untuk ruang intensif.
10.Bila Rumah Sakit tidak mampu melakukan asuhan pasien agar diberitahukan
kepada keluarga pasien agar dapat dirujuk ke Rumah Sakit yang mampu
melakukan asuhan pasien tersebut.
11.Pelaksanaan asuhan pasien dengan alat bantu hidup dasar dan pasien koma
meliputi setiap hasil asesmen, rencana asuhan pasien, pemantauan dan
tindakan yang akan diberikan pada pasien koma dan atau pasien dengan alat
bantu hidup harus dicacat dengan lengkap, akurat dan benar dalam berkas
rekam medis.

H. Pelayanan Pasien Penyakit Menular Dan Penurunan Daya Tahan (Immuno-


Compromised And Suppressed)

1. Asuhan pasien dengan penyakit menular


a. Identifikasi kebutuhan asuhan pasien dan resiko penularan akibat dari
penyakit atau akibat obat-obatan yang diberikan.
b. Pelayanan pasien penyakit menular seperti TB, HIV AIDS, Difteri dan
penyakit menular lainnya dilakukan di ruang rawat inap khusus / isolasi.
c. Pemantauan dilakukan 24 jam terus-menerus oleh petugas yang
kompeten dan terlatih.
d. Petugas yang memberikan pelayanan dan melakukan perawatan pada
pasien di ruang rawat inap khusus / isolasi menggunakan alat pelindung
diri / APD sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
e. Staf dilatih dalam memberikan pelayanan asuhan pasien penyakit
menular.
f. Bila fasilitas tidak memungkinkan untuk melakukan asuhan pasien
tersebut agar diberitahukan kepada pasien dan keluarga untuk dirujuk ke
Rumah Sakit dengan fasilitas yang sesuai kebutuhan dan mampu
memberikan asuhan kepada pasien tersebut.
g. Pelaksanaan asuhan pasien dengan penyakit menular dicatat dalam
rekam medis pasien.

2. Asuhan pasien yang penurunan daya tahan (Immuno-Compromised And


Suppressed)
a. Rumah Sakit tidak memberikan pelayanan Immuno-Compromised And
Suppressed.
b. Untuk Pelayanan Immuno-Compromised And Suppressed, Rumah Sakit
akan melakukan Rujukan Ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas yang
menunjang proses pengobatan dan perawatan pasien dengan Immuno-
Compromised And Suppressed.

I. Pelayanan Pasien Dialisis

1. RSUD Sibuhuan memberikan Pelayanan pasien dialisis yang selalu berorientasi


kepada mutu dan keselamatan pasien.
2. Peralatan di Instalasi Hemodialisa harus selalu dilakukan pemeliharaan dan
kalibrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Semua petugas Instalasi Hemodialisa wajib memiliki izin sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
4. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan
dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
5. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standard profesi, standard
prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, etiket, dan menghormati hak
pasien.
6. Pelayanan Instalasi Hemodialisa dilaksanakan dalam 14 jam kecuali ada
pasien yang emergency.
7. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
8. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin
bulanan minimal satu bulan sekali.
9. Setiap bulan wajib membuat laporan.
10.Penyimpanan catatan medik hemodialisa pasien rawat jalan dan rawat inap
disimpan di dalam satu tempat.
11.Setiap pasien yang pulang rawat jalan dilengkapi Ringkasan Perawatan Pasien
di catatan kunjungan pasien dan laporan hemodialisa setiap pasien.
12.Kegiatan pelayanan medis dilaksanakan dengan membuat Laporan Harian
Hemodialisa.
13.Seluruh pelayanan dokumen Hemodialisa dilaksanakan oleh petugas
Hemodialisa.
14.Setiap pasien yang masuk ke RSUD Sibuhuan dientry melalui admission.
15.Permintaan Hemodialisa hanya bisa diberikan untuk kepentingan peningkatan
kualitas hidup pasien.
16.Semua profesi tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kepada pasien
diwajibkan menulis seluruh pelayanan yang diberikan pada lembar
hemodialisa yang sudah ditentukan, dilengkapi dengan tanda tangan atau
paraf dan inisial nama.
17.Penanggung jawab berkas Hemodialisa bertanggung jawab atas pengembalian
dan pendistribusian berkas atau catatan Hemodialisa.
18.Berkas hemodialisa yang telah dikembalikan ke Instalasi Hemodialisa yang
belum lengkap, wajib dilengkapi oleh profesi tenaga kesehatan yang
bersangkutan.
19.Instalasi Hemodialisa bertanggung jawab atas laporan berkala yang telah
ditetapkan, baik untuk kepentingan eksternal maupun internal.
20.Seluruh hasil pemeriksaan pelayanan penunjang wajib ditempelkan pada
lembar Hemodialisa yang telah ditetapkan.
21.Instalasi hemodialisa bertanggung jawab atas tersedianya informasi kegiatan
pelayanan dan indicator rumah sakit yang telah ditetapkan.
22.Seluruh pelayanan Hemodialisa wajib berorientasi pada kepuasan pelanggan.
23.Bagi pasien yang memerlukan data Hemodialisa, dapat diberikan resume atau
ringkasan perawatan pasien, hasil pemeriksaan dan riwayat pelayanan telah
diberikan.
24.Pada pasien dialisis dilakukan evaluasi kondisi pasien secara berkala antara
lain tentang skrining infeksi pasien baru, tentang pemberian informasi dan
persetujuan, dan tentang assesmen awal secara berkala.

J. Pelayanan Penggunaan Alat Penghalang (Restraint)

1. Identifikasi penggunaan alat penghalang dilakukan pada pasien yang tidak


mengerti asuhan yang diberikan, seperti pasien anak, dewasa dan geriatrik,
pasien gelisah dan kesadaran menurun serta pasien dengan gangguan jiwa.
2. Sebelum alat restraint dipasang dan dilepas maka keluarga akan diberikan
edukasi oleh DPJP mengenai kebutuhan pemasangan dan pelepasan alat
restraint, bila keluarga menyetujui maka keluarga mengisi formulir edukasi dan
menadatangani inform consent.
3. Asuhan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dengan mengacu pada
panduan penggunaan restraint.
4. Asuhan yang telah diberikan akan dievaluasi secara berkala melalui formulir
monitoring pemasangan restraint.
5. Alat restraint oleh perawat akan diganti setiap hari setelah memandikan
pasien.
6. Staf diberi pelatihan tentang pengunaan alat restraint pada pasien anak,
dewasa, geriatrik dan dengan gangguan jiwa.
7. Asuhan pelayanan penggunaan alat penghalang (restraint) dicatat dalam rekam
medis pasien.
8. Instruksi diberikan oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) atau dokter
umum ruangan setelah melakukan koordinasi kepada DPJP. Instruksi harus
dilakukan secara tertulis dan tidak boleh secara lisan diberikan kepada
perawat.
9. Pembatasan tidak akan digunakan untuk kenyamanan staf.
10.Penggunaan restrain/pembatasan gerak hanya akan digunakan untuk
mencegah pasien dari merugikan diri sendiri atau orang lain atau ketika pasien
campur dengan pengobatan.

J. Pelayanan Pasien Populasi Khusus


1. Rumah Sakit Mitra Sejati memberikan asuhan pelayanan khusus terhadap
pasien yang lemah, lanjut usia, mereka yang cacat, anak, yang dengan
ketergantungan bantuan serta populasi yang beresiko disiksa dan resiko tinggi
lainnya termasuk pasien dengan resiko bunuh diri diarahkan dan menerima
asuhan sesuai dengan kebijakan dan prosedur.
2. Dilakukan Identifikasi pasien yang lemah, resiko disiksa, seperti pasien lanjut
usia yang tidak tidak mandiri, cacat tubuh, cacat mental, anak-anak, anak
dengan ketergantungan, pasien resiko bunuh diri.
3. Asuhan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan dievaluasi secara
berkala.
4. Pemantauan dilakukan 24 jam terus-menerus oleh petugas yang kompeten dan
terlatih.
5. Staf diberi pelatihan tentang pelayanan pasien populasi khusus.
6. Asuhan pasien populasi khusus dicatat dalam rekam medis.

K. Asuhan pada pasien yang mendapat Kemoterapi dan terapi lain yang
beresiko tinggi
1. RSUD Sibuhuan tidak memberikan pelayanan Kemoterapi dan pelayanan lain
yang beresiko tinggi seperti terapi hiperbarik, pelayanan radiologi intervensi.
2. Bila fasilitas Rumah Sakit tidak memungkinkan untuk melakukan asuhan
pada pasien dengan pelayanan lain yang beresiko tinggi seperti terapi
hiperbarik atau pelayanan radiologi intervensi agar diberitahukan kepada
pasien dan keluarga untuk dirujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas yang
sesuai kebutuhan asuhan pasien tersebut.
3. Untuk Pelayanan Kemoterapi, Rumah Sakit akan melakukan Rujukan Ke
Rumah Sakit yang memiliki fasilitas Pelayanan Kemoterapi.
4. Pelayanan lain yang beresiko tinggi ( misalnya penggunaan KCL) harus
mengikuti panduan rumah sakit tidak boleh berada di unit pelayanan pasien
kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian yang tidak disengaja di area tersebut, bila diperkenankan dengan
kebijakan khusus kemudian diberi label yang jelas dan disimpan dengan cara
yang membatasi akses (restrict access ) dan di racik oleh petugas farmasi yang
sudah kompeten di area khusus dan sesuai dengan permintaan dokter pada
kertas resep.

L. Pelayanan Gizi
Kebijakan Umum:
1. Pelayanan di Instalasi Gizi harus selalu berorientasi kepada mutu dan
keselamatan pasien.
2. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, etiket, menghormati hak pasien dan
mengutamakan keselamatan pasien.
3. peralatan di Instalasi Gizi harus selalu dilakukan pemeliharaan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
4. Lingkungan RSUD Sibuhuan harus tetap menjaga kebersihan lingkungan ,
sama hal nya di Instalasi Gizi.
5. Dapur harus selalu rapi dan bersih.
6. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan yang ditetapkan
oleh direktur.
7. Setiap petugas atau staf Instalasi Gizi wajib meningkatkan kompetensinya
melalui pelatihan yang sudah diprogramkan. Untuk melaksanakan koordinasi
dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan minimal satu bulan
sekali.
8. Pelayanan Gizi dilaksanakan dari pukul 05.00 Wib sampai dengan pukul 21.00
Wib
9. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan
dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), termasuk penggunaan alat
pelindung diri (APD), serta selalu mengacu pada pencegahan dan pengendalian
infeksi.
10. Setiap bulan wajib membuat laporan internal dan eksternal.

B. Kebijakan Khusus
1. Rumah sakit menyediakan secara regular pilihan berbagai variasi makanan
yang sesuai dengan status gizi pasien dan konsisten dengan asuhan
klinisnya
2. Penyediaan makanan sesuai dengan kebutuhan pasien.
3. Proses pemesanan makanan pasien sesuai dengan status gizi dan
kebutuhan pasien serta dicatat dalam rekam medis.
4. Makanan disiapkan dan disimpan dengan mengurangi risiko kontaminasi
dan pembusukan.
5. Distribusi makanan dilaksanakan tepat waktu sesuai kebutuhan.
6. Bila keluarga pasien atau pihak lain menyediakan makanan pasien, maka
akan diberikan edukasi tentang makanan yang dilarang/ kontraindikasi
dengan kebutuhan dan rencana pelayanan, termasuk informasi tentang
interaksi obat dengan makanan. Pasien dapat ditawarkan berbagai macam
makanan yang konsisten dengan status gizinya.
7. Untuk penitipan makanan di instalasi giji belum ada diterapkan.
8. Pelayanan gizi di instalasi rawat jalan tidak dapat diterapkan.
9. Pemberian terapi giji terintegrasi pada pasien berisiko gizi.
10. Asuhan gizi terintegrasi mencakup rencana, pemberian, dan monitor terapi
gizi.
11. Evaluasi dan monitoring terapi gizi dicatat dalam rekam medis.
12. Pelayanan gizi ditetapkan untuk mencerminkan misi, tujuan, cakupan
pelayanan gizi. Cakupan pelayanan gizi meliputi kegiatan:
a. Kegiatan produksi dan distribusi makanan
b. Kegiatan pelayanan gizi rawat inap
c. Kegiatan penyuluhan dan konsultasi gizi
d. Kegiatan penilaian dan pengembangan gizi terapan
13.Pelayanan gizi mengaju kepada falsafah dan tujuan pelayanan gizi
14. Setiap pasien berhak mendapatkan makanan sesuai standar makanan dan
kelas perawatan yang berlaku seperti yang tercantum dalam Peraturan
Pemberian Makanan (PPM) Rumah Sakit Mitra Sejati yaitu pelayanan makan
pasien. PPM akan dievaluasi dan direvisi secara berkala
15.Pasien malnutrisi, berisiko malnutrisi, atau keadaan khusus mendapatkan
asuhan dan terapi gizi terintegrasi. Pada asesmen awal, pasien diperiksa atau
di skrining untuk mengetahui status gizi, lalu pasien dilakukan asesmen lebih
lanjut oleh ahli gizi/dietisian dan pasien malnutrisi, beresiko malnutrisi, atau
keadaan khusus akan terapi oleh DPJP dengan ahli gizi/ dietisan dan tenaga
kesehatan lain. Dokter, ahli gizi/ dietisian, perawat, farmasi, dan keluarga
bekerja sama merencanakan dan memberikan terapi gizi.
16. Kemajuan keadaan pasien di monitor dan dicatat dalam rekam medis .
DPJP,perawat, Nutrisionis/Dietisen dan keluarga pasien bekerja sama dalam
konteks asuhan gizi terintegrasi dengan DPJP sebagai Clinical Team Leader.
17. Permintaan diet extra dapat dilakukan pemesanan melalui via telepon
18. Apabila pasien atau keluarga pasien memesan diet yang tidak ada di menu
rumah sakit dan sudah di setujui oleh dokter Dpjp , keluarga pasien dapat
memesan makanan di luar rumah sakit dan harus memperhatikan
kebersihan makanan tersebut
19. Makanan di siapkan dan disimpan dengan cara mengurangi resiko
kontaminasi dan pembusukan
20. Menyiapkan alat makan khusus pasien penyakit menular yang sudah
ditandai dengan tanda merah dan di cuci secara terpisah, Sebagai
pengawasan untuk mencegah penularan penyakit melalui makanan/ alat
makan pasien
21. Pencacatan dan pelaporan tentang kesalahan, kecelakaan, dan keluhan
pasien secara kontinyu.
22. Petugas gizi memberikan laporan kesalahan, kecelakaan, dan keluhan
pasien secara kontinyu dan teratur kepada kepala instalasi gizi.
23.Pengawasan, monitoring, dan evaluasi terhadap kesalahan, kecelakaan, dan
keluhan pasien dilakukan secara berkala dan berkesinambungan.
24.Penggunaan alat di instalasi gizi khususnya dibagian dapur pengolahan
meliputi penggunaan peralatan mesin dan peralatan yang menggunakan
tangan. Penggunaan alat dilakukan sesuai dengan petunjuk atau prosedur
penggunaan alat masing-masing baik peralatan mesin maupun peralatan
yang menggunakan tangan.
25.Terdapat kegiatan monitoring dan evaluasi pelayanan gizi, kerangka acuan,
hasil monitoring dan evalusi program, dokumen evaluasi dan tindak
lanjutntya. Monitoring dan evalusi terhadap dokumen kebijakan dan prosedur
gizi serta kegiatan pelayanan gizi dilakukan pleh petugas gizi yang berwenang
secara berkala dan berkelanjutan sesuai dengan prosdur dan waktu yang
ditetapkan. Dokumen kebijakan dan prosedur berlaku selama 3 tahun dan
akan dimonitoring dan evaluasi setiap 3 bulan.
26. Perencanaan anggaran belanja di atur oleh bagian audit keuangan.
27. Perencanaan menu RSUD Sibuhuan menggunakan siklus menu 10 hari.
28. Distribusi makanan secara tepat waktu, dan memenuhi permintaan khusus.
29.Alat makan kembali sesuai dengan jumlah yang didistribusikan
30. Penerimaan bahan makanan
a. Penerimaan bahan makanan setiap hari selasa, kamis dan sabtu
b. jumlah yang di terima harus sesuai dengan yang dipesan
c. mutu yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi yang di sepakati.
d. Harga bahan makanan yang tercantum dalam fraktur pembelian harus
sama dengan harga bahan makanan yang tercantum dalam perjanjian
jual beli.
e. Pengantaran bahan makanan ke instalasi gizi setiap hari selasa,kamis
dan sabtu
30.Pencucuian alat makan pasien infeksi menular dan non infeksi dilakukan
dengan tahap scraping (membuang sisa kotoran), flushing (merendam),
washing (mencuci), rinsing (membilas), disinfektan sanitizing (merendam
dengan air panas selama 2 menit dengan suhu 80°C)
31. Trolley makanan dibersihkan setiap hari sebelum pendistribusian makanan
32. Seluruh pelayanan Instalasi Gizi wajib berorientasi pada kepuasan
pelangganan.

M. MANAJEMEN NYERI
1. Pelayanan untuk mengatasi nyeri sesuai dengan kebutuhan.
2. Pemberian edukasi tentang pelayanan untuk mengatasi nyeri sesuai dengan
latar belakang agama, budaya, nilai-nilai pasien dan keluarga.
3. Pemberian edukasi tentang kemungkinan timbulnya nyeri akibat tindakan
yang terencana, prosedur pemeriksaan, dan pilihan yang tersedia untuk
mengatasi nyeri.
4. Memberikan pelatihan pelayanan mengatasi nyeri untuk staf.
5. Menyediakan pengelolaan nyeri sesuai panduan dan prosedur
6. Fasilitas pengukuran nyeri pasien harus tersedia dalam bentuk skala nyeri
dalam rekam medis
7. Keluhan pasien tentang nyeri harus diperhatikan, tidak boleh langsung
dianggap sebagai malingering (berpura-pura) dan dilanjutkan dengan
pengukuran nyeri
8. Pengukuran nyeri harus dillakukan secara berkala untuk memastikan
kenyamanan pasien dan membantu kesembuhan pasien.
9. Penatalaksanaan nyeri di RSUD Sibuhuan mencakup farmakologis dan non
farmakologis.

N. PELAYANAN PADA PASIEN TAHAP TERMINAL (END of LIFE)


1. Rumah sakit melakukan skrining untuk menetapkan kondisi pasien masuk
dalam fase terminal kemudian dilakukan asesmen awal dan asesmen ulang
(basis IAR) bersifat individual untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien dalam
tahap terminal (dying) dan keluarganya. Assesmen awal dan ulang harus
menilai kondisi pasien seperti :
a. Gejala mual dan kesulitan bernafas
b. Faktor yang memperparah gejala fisik
c. Manajemen gejala sekatang dan respon pasien.
d. Orientasi spiritual pasien dan keluarga serta keterlibatan dalam kelompok
agama tertentu
e. Status psikososial pasien dan keluarganya seperti kekerabatan, kelayakan
perumahan, pemeliharaan lingkungan, cara mengatasi, serta reaksi pasien
dan keluarganya menghadapi penyakit.
f. Kebutuhan bantuan atau penundaan layanan untuk pasien dan keluarganya
g. Kebutuhan alternatif layanan atau tingkat layanan
h. Faktor risiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan potensi
reaksi patologis atas kesedihan.
2. Semua staf yang terlibat dalam pelayanan Terminal memiliki kualifikasi /
keterampilan sesuai peraturan yang berlaku dan adanya pendidikan dan
edukasi bagi staf tentang kebutuhan unik pasien dalam tahap terminal.
3. Pelayanan pasien dalam tahap terminal memperhatikan gejala, kondisi dan
kebutuhan kesehatan asal hasil assesmen.
4. Pelayanan pasien dalam tahap terminal memperhatikan upaya mengatasi rasa
nyeri pasien.
5. Pelayanan pasien dalam tahap terminal memperhatikan kebutuhan niopsiko-
sosial, emosional, budaya dan spritual.
6. Dalam kondisi terminal, setelah keluarga diberikan informasi tentang segala
kondisi pasien, perkembangan penyakit, respon pasien terhadap tindakan,
rencana tindakan yang akan diambil, keuntungan dan kerugian atas pelayanan
yang diberikan dan keluarga menerima serta menyetujui untuk tidak dilakukan
kelanjutan penanganan, maka Do Not Rescusitation bisa dilakukan setelah
keluarga menandatangani penolakan tindakan.
7. Pada Pelayanan pasien Tahap Terminal Rumah Sakit wajib memberikan
pelayanan berupa: perhatian, kasih sayang, makanan, pembebasan rasa nyeri,
dukungan psikologis dan spiritual serta memberikan respon pada masalah -
masalah psikologis, emosional, spiritual dan budaya dari pasien dan
keluarganya
8. Memberikan kesempatan keluarga untuk mendampingi dan mendoakan sesuai
dengan keyakinan pasien
9. Memberikan pelayanan rohani sesuai agama pasien apabila diperlukan dan
dilaksanakan dengan memperhatikan tempat, jenis pelayanan dan jenis
penyakit pasien.
10. Pelayanan pasien Tahap Terminal dilakukan melalui proses identifikasi
kebutuhan pelayanan pasien dengan memperhatikan kriteria wajib/ordinary
secara medis: sudah teruji secara ilmiah, berhasil secara statistik, tersedia
secara rasional serta kriteria wajib secara moral: menguntungkan, bermanfaat,
dan tidak menjadi beban secara berlebihan baik secara fisik, psikologis dan
keuangan bagi pasien.
11. Pasien dengan penyakit terminal dilayani dengan hormat dan respek.
12. Penentuan masalah penatalaksanaan Pelayanan pasien Tahap Terminal
tergantung pada berbagai situasi: perseorangan, tempat, waktu dan
kebudayaan
13. Semua pasien dengan kondisi terminal harus dilakukan pemantauan dan
semua kondisi maupun tindakan pelayanan terminal didokumentasikan dalam
catatan terintegrasi di rekam medis.
14. Peralatan yang diperlukan untuk pasien Tahap Terminal dipastikan tersedia di
seluruh unit pelayanan.
15. Pasien dilakukan perencanaan preventif dan terapeutik dalam mengelola gejala-
gejala.
16. Pemberian pengobatan harus sesuai dengan gejala dan keinginan pasien dan
keluarga.
17. Penyampaian isu yang sensitive seperti autopsy dan donasi organ kepada
pasien dan keluarga di Rumah Sakit Mitra Sejati Belum dapat di terapkan.

Ditetapkan di : Sibuhuan

Pada tanggal : 08 Agustus 2023

DIREKTUR RSUD SIBUHUAN


KABUPATEN PADANG LAWAS,

dr. AFFANDI SIREGAR


NIP. 19800210 201101 1 004

Anda mungkin juga menyukai