Anda di halaman 1dari 7

NAMA : ALFANIA PANE ( 0205211003 )

BIMA ILMAN MIRAZHA HASIBUAN ( 0205211008 )

KELAS : HUKUM PIDANA ISLAM V A

MATA KULIAH : HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

DOSEN PENGAMPU : FUJI SM BAKO, M.H

ANALISIS KASUS PELANGGARAN HAM IMAM MASYKUR

Imam Masykur (25) adalah warga Desa Mon Keulayu, Kecamatan Gandapura
Bireuen, Aceh yang merantau ke Jakarta setahun lalu. Pria kelahiran Mon Keulayu, 26 Juni
1996 itu bekerja di toko kosmetik, Jalan Sandratex, RT 02/RW 06, Rempoa, Ciputat Timur,
Tangerang Selatan.

Imam Masykur menjadi korban penculikan dan penganiayaan hingga meninggal


dunia. Dalam kasus tersebut, ada tiga anggota TNI yang terlibat, yakni anggota Paspampres,
Praka RM (Riswandi Manik). Dua lainnya adalah Praka HS (Hery Sandi) anggota dari
Direktorat Topografi TNI AD dan Praka J (Jasmowir) dari Kodam Iskandar Muda. Selain itu,
tiga warga sipil turut terlibat. Salah satunya bernama Zulhadi Satria Saputra yang merupakan
kakak ipar dari Praka RM. Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen
Hamim Tohari mengatakan pengungkapan kasus itu berawal dari adanya laporan penculikan
yang disampaikan oleh keluarga Imam ke Polda Metro Jaya pada 14 Agustus 2023 lalu.
Orang yang pertama sekali bersuara mengenai kasus ini adalah Anggota DPD RI asal Aceh,
H Sudirman atau yang lebih dikenal dengan panggilan Haji Uma.

Kesaksian warga Salah seorang saksi mengatakan Imam diculik di tokonya di Jalan
Sandratek RT 02/06 Kelurahan Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, pada Sabtu
(12/8) sore. Ia saat itu melihat Imam dipiting oleh orang tak dikenal dengan postur tubuh
yang besar, tegap serta rambut cepak. Beberapa warga sempat berusaha untuk melerai
"perselisihan" tersebut. Namun, mereka batal melerai setelah orang tak dikenal itu mengaku
dari anggota kepolisian.

Menurutnya, saat itu Imam dibawa menggunakan mobil berjenis MPV. Komandan
Pomdam Jaya Kolonel Cpm Irsyad Hamdie Bey Anwar membenarkan anggota TNI itu
berpura-pura menjadi polisi saat membawa Imam. Ia mengatakan mereka melakukan
perbuatan didasari motif pemerasan. "Pelaku berpura-pura sebagai aparat kepolisian yang
melakukan penangkapan terhadap korban, karena korban diduga pedagang obat-obat ilegal
(Tramadol dll)," kata Irsyad saat dihubungi, Senin (28/8). Setelah ditangkap dan dibawa, ia
menyebut korban pun dianiaya dan dimintai uang. Namun, penganiayaan mengakibatkan
korban meninggal dunia.

Kakak sepupu Imam Masykur, Said Sulaiman mengungkap kronologi lebih detail
terkait dugaan penculikan berujung pembunuhan terhadap Imam oleh oknum Paspampres,
Prajurit kepala (Praka) Riswandi Manik.

Said menceritakan, Imam Masykur merantau ke Ciputat sejak Januari 2023 untuk
bekerja di toko kosmetik milik Said. Ia juga menumpang di rumah kakak sepupunya tersebut.
Terkait saat kejadian pada Sabtu (12/8), Said mendapat kabar dari warga sekitar ada
keributan di depan toko kosmetik miliknya yang dijaga oleh Imam Masykur sekitar pukul
17.00. Said kemudian langsung menuju ke lokasi. Namun saat itu Imam Masykur sudah tidak
ada. "Dari keterangan warga, saat itu Imam Masykur sedang salat di dalam toko kosmetik
milik saya yang ia jaga. Lalu datang seseorang berbadan tegap langsung masuk ke dalam
toko dan menyeret Imam saat sedang salat," ungkap Said Sulaiman.

Karena itu Imam melawan dan sempat terjadi perkelahian dengan Praka Riswandi
Manik yang membuat warga berdatangan. Saat Imam melawan, kemudian datang dua pria
lain, juga dengan badan tegap dan rambut cepak dari dalam mobil yang diparkir di seberang
jalan. "Warga sempat akan membantu korban. Tetapi ketiga pria tersebut mengaku sebagai
anggota polisi yang akan menangkap Imam. Akhirnya warga mundur dan Imam diborgol lalu
diseret masuk ke dalam mobil," lanjut Said. Said langsung berinisiatif menelepon nomor
Imam berkali-kali. Tapi ternyata sudah tidak aktif. Komunikasi terakhir dengan Imam
Masykur baru berlangsung pada malam harinya ketika Said mendapat telepon dari
nomor Imam Masykur. "Kepada saya, Imam mengaku diculik dan mendapatkan penyiksaan
dari para pelaku. Saya sempat tanya dimana lokasinya, tapi Imam tidak menjawab," imbuh
Said. Saat itu, Said hanya mendengar Imam yang menangis dan bicara dengan terbata-
bata. Imam meminta tolong kepada Said agar dibantu untuk mencarikan uang Rp 50 juta
yang diminta para pelaku penculikan dan penyiksaan sebagai tebusan. Imam juga meminta
Said agar uang tersebut bisa disediakan secepatnya, dan ia berjanji akan mengembalikan uang
tersebut kepada Said saat tiba di Aceh. "Saya menyanggupi permintaan Imam dengan
mencarikan Rp 50 juta sesuai yang diminta para penculik. Jika tidak, ia akan dibunuh
mereka," ujar Said. Setelah komunikasi tersebut, ibu Imam Masykur di Aceh, Fauziah,
menelepon Said. Fauziah menanyakan apakah benar bahwa anaknya diculik orang tidak
dikenal. Ia mendapat kabar itu karena sempat ditelepon oleh 6 Kepada ibunya, Imam
meminta tolong dicarikan uang Rp 50 juta sesuai permintaan Praka Riswandi Manik CS.
"Imam juga mengaku kepada ibunya kalau dirinya sudah sangat kesakitan dan sudah tidak
tahan lagi," ungkap Said kembali. Saat itu, pelaku penculikan juga sempat berbicara sebentar
dengan Fauziah melalui sambungan telepon Imam Masykur. Pelaku memerintahkan kepada
Fauziah agar secepatnya menyediakan uang Rp 50 juta untuk menebus Imam. Jika tidak,
maka Imam akan dibunuh dan jasadnya dibuang ke laut.

Meskipun pihak keluarga Imam menyanggupi, uang dalam jumlah besar tersebut
tidak dapat diperoleh secara cepat, namun butuh waktu berhari-hari. Hingga akhirnya pihak
keluarga mendapat kabar adanya penemuan jasad yang ditemukan sudah membusuk dari
sungai di wilayah Karawang. Setelah dibawa ke RSPAD Gatot Subroto, diketahui bahwa
identitas jasad tersebut adalah Imam Masykur, korban penculikan dan penganiayaan yang
diduga dilakukan Praka Riswandi Manik dan rekan-rekannya. Sedangkan Praka J merupakan
anggota TNI di Kodam Iskandar Muda Aceh.

Terkait peran dan alasan pelaku menculik dan membunuh Imam Masykur, Kepala
Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad) Brigadir Jenderal TNI Hamim Tohari
tak mau berkomentar. Menurutnya, alasan mengapa Imam yang dijadikan target penculikan
dan pemerasan tidak bisa terlebih dahulu diungkap ke publik. "Ini ranah obyek penyidikan,
belum bisa saya ungkapkan, nanti akan diungkap di pengadilan ya," kata Hamim dalam pesan
singkatnya kepada Kompas.com, Selasa (29/8/2023). Ia menyatakan bahwa proses
penyidikan masih terus dilakukan dan tiga oknum prajurit yang
menculik Imam Masykur telah ditahan.

Sementara itu, Komandan Polisi Militer Kodam Jaya (Danpomdam Jaya) Kolonel
CPM Irsyad Hamdie Bey Anwar mengungkapkan bahwa tiga oknum TNI menculik dan
menyiksa Imam Masykur untuk memeras korban. Korban diperas karena ketiga pelaku
mengetahui kegiatan korban yang menjual obat-obatan ilegal (tramadol). Namun, penyiksaan
itu justru membuat korban meregang nyawa. Kendati demikian, Irsyad juga belum bisa
menjelaskan mengapa Imam Masykur yang dijadikan target pemerasan. Disamping itu, ia
mengatakan pemerasan dan penganiayaan hingga mengakibatkan warga Aceh itu meninggal
dunia sudah direncanakan. “Mereka ini (oknum TNI) semua satu angkatan, yang latar
belakangnya orang-orang dari Aceh, yang sama-sama sedang di Jakarta,” kata Irsyad. Karena
itu, mereka berkumpul untuk merencanakan melakukan penculikan dan pemerasan terhadap
warga Aceh. “Mereka melakukan itu secara bersamaan (dan) terencana untuk
(melakukan) penculikan dan pemerasan ini dari kelompok orang yang sama,” jelasnya.
Dikatakan Irsyad, para pelaku tidak mengenal secara detail identitas korban Imam Masykur,
namun mengetahui kegiatan komunitas korban ini apa-apa saja. “Dia (pelaku) tidak saling
kenal tapi tau komunitas korban ini berasal dari Aceh dan kegiatannya apa saja. Sehingga
mereka melakukan tindakan tersebut (penculikan dan pemerasan),” ujarnya.

Sebelumnya, Terdakwa kasus pembunuhan terhadap Imam Masykur menggunakan


surat tugas palsu dalam menjalankan aksinya. Hal ini terungkap dalam sidang perdana
kasus pembunuhan Imam Masykur dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Militer
II-08. Oditur Militer (Otmil) II-07 atau penuntut umum, Letkol Chk U.J Supena mengatakan,
surat palsu itu digunakan saat mereka melakukan penggerebekan ke toko milik Imam
Masykur. "Bahwa perbuatan para terdakwa yang melakukan penggerebekan ke toko obat dan
kosmetik illegal milik Saudara Imam Masykur, dan saksi-2 dengan menyamar sebagai
anggota kepolisian dengan menggunakan surat palsu," kata Letkol Chk Supena dalam sidang,
Jakarta Timur, Senin (30/10).

Pembacaan dakwaan terhadap terdakwa Praka Riswandi Manik, Praka Heri Sandi,
dan Praka Jasmowir di Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Senin
(30/10/2023). "Bahwa sejak April 2022 hingga Agustus 2023 para terdakwa telah melakukan
penggerebekan di toko obat sebanyak 14 kali," ujar salah satu Oditur Militer, Letkol (Chk)
Upen Jaya Supena, di ruang sidang. Penggerebekan toko obat, lanjut Upen, dilakukan para
terdakwa sebagai modus untuk memeras para pemilik toko. Pemilik toko yang kedapatan
menjual obat-obatan terlarang kemudian dimintai sejumlah uang dengan dalih tutup mulut.
Dari belasan penggerebekan, para terdakwa diketahui meraup keuntungan dengan total
ratusan juta rupiah. Walau demikian, Upen menyebut penggerebekan toko mulanya hanya
dilakukan oleh Riswandi dan Heri Sandi saja. Kedua terdakwa diketahui lebih dulu
melakukan aksi tak berizin itu sebanyak dua kali sebelum Jasmowir ikut bergabung ke dalam
komplotan. "Sejak bulan April 2022, terdakwa 1 dan 2 telah melakukan beberapa
penggerebekan di toko obat ilegal. Terdakwa 3 baru bergabung pada bulan Oktober 2022,"
imbuh Upen.
Saat ini, Pomdam Jaya telah menetapkan tiga anggota TNI sebagai terdakwa dalam
kasus tersebut. Kini, ketiganya telah didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap
Imam. "Terdakwa Praka Riswandi Manik, Praka Heri Sandi, dan Praka Jasmowir melakukan
tindak pidana dengan merampas nyawa orang lain," kata Oditur Militer Letkol (Chk) Upen
Jaya Supena di ruang sidang. Proses persidangan militer terhadap tiga terdakwa ini dilakukan
secara terbuka untuk umum. Hal ini sesuai UU No. 31 tahun 1997 tentang Pengadilan
Militer. Ketiganya didakwa dengan dakwaan primer Pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 (1) ke-1
KUHP Subsider Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP atau Pasal 351 ayat 3 KUHP Jo
Pasal 55 (1) ke-1 KUHP dan Pasal 328 KUHP Jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP. "Ketiga terdakwa
terancam hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu,
paling lama 20 tahun," tutur Upen.
PENDEKATAN HAM

Tindakan penganiyaan tersebut adalah tindakan yang sangat serius serta tidak bisa
dipandang sebelah mata. Tindakan tersebut telah mencederai institusi paspampres yang
secara tidak langsung juga mencederai institusi TNI. Sebab, penganiyaan fisik terhadap
siapapun, terlepas dari latar belakang atau jabatan mereka adalah pelanggaran serius terhadap
Hak Asasi Manusia (HAM) dan juga mempengaruhi kepercayaan publik terhadahap institusi
tersebut. Penting bagi aparat yang berwenang untuk menindak tegas anggota paspampres dan
dua anggota TNI tersebut, memastikan keadilan bagi keluarga korban dan mencegah agar
kejadian ini tidak terulang lagi dimanapun. Sebagai bagian dari TNI dalam hal ini
paspampres seharusnya bertindak sebagai contoh yang baik dalam menjaga keamaan serta
memberikan perlindungan bagi masyarakat bukan melanggar etika dan standar professional
yang sudah mereka pegang.

Contoh kasus penganiayaan warga sipil oleh anggota TNI merupakan panggilan bagi
pemerintah dan institusi yang berkaitan agar melakukan reformasi yang lebih luas dalam hal
pelatihan, pengawasan, serta penengakan hukum. Situasi ini harus diarahkan untuk
memastikan bahwa aparat keamanan bersikap profesionalisme, menghormati HAM dan
bertanggung jawab kepada masyarakat yang mereka layani. “Anda Ragu-Ragu Kembali
Sekarang Juga” kata kata yang seringkali kita lihat di gerbang-gerbang markas Militer yang
menjadi acuan bagi setiap orang yang ingin mendaftar diri sebagai Anggota TNI. Jika
seorang paspampres tidak bisa bersikap professional, tidak bisa menghormati HAM, tidak
bisa bertanggung jawab kepada masyarakat silahkan lepas pangkat serta jabatan yang anda
punya dari keanggotaan Paspamres.

Adagium yang pernah di lontarkan Cicero yang berbunyi Salus Populi Suprema Lex
Esto “Keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi” bukan semata mata hanya untuk di
ucapkan ataupun di dengar tetapi harus juga di terapkan oleh Polri dan TNI dalam kehidupan
masyarakat, apapun kondisi yang terjadi keselamatan rakyat diatas segala-galanya. Penting
bagi arapat penengak hukum untuk menyediliki secara menyeluruh kasus ini dan memastikan
bahwa pelaku bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya. Kemudian langkah-
langkah pencegahan yang lebih ketat dan tegas harus di tetapkan didalam institusi
paspampres untuk menegah terulangnya insiden yang sama di kemudian hari.

Penanganan kasus pidana pada anggota TNI telah diamanatkan dalam Undang-
Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia.

Akan tetapi pada kenyataannya, TNI terkadang tidak mengimplementasikan Undang-Undang


itu secara transparan. Oleh sebab itu, perlu adanya evaluasi lebih lanjut terkait
pelaksanaannya. Salah satunya dengan cara melakukan evaluasi internal supaya dapat
mengetahui akar permasalahan dalam kasus tersebut. Langkah ini diharapkan akan membuka
jalan bagi perbaikan struktural dan kebijakan yang lebih efektif dalam mengatasi masalah
serupa di masa depan. "Upaya evaluasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa penegakan
hukum di lingkungan TNI berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan nilai-
nilai keadilan. Sebab terhentinya penegakan hukum yang sesuai dapat merongrong
kepercayaan masyarakat terhadap institusi TNI serta integritas dan otonomi sistem peradilan
militer.

Anda mungkin juga menyukai