Anda di halaman 1dari 25

Tes Tampilan Khusus

Materi Bab ini


1. Tes objektif : Tes kepribadian dan tes minat
1.1 Bentuk soal
1.2 Bias respon dan bentuk soal
1.3 Pemilihan soal dan penyusunan skala
1.4 Menyusun norm-ref. score

2. Tes projektif : Tes kepribadian


2.1 Logika tes projektif
2.2 Bentuk soal
2.3 Pemilihan soal dan peyusunan skala
2.4 Ulangan tes kepribadian
3. Skala sikap
3.1 Bentuk soal
3.2 Pemilihan soal dan penyusunan skala

4. Skala evaluasi
4.1 Bentuk soal
4.2 Kesalahan yang berkaitan dengan peringkat dan
bentuk soal
4.3 Meningkatkan akurasi peringkat
Target Bab ini
Mahasiswa harus bisa :
1. Membedakan tes objektif dan tes projektif, baik dari segi
filosofi maupun bentuk soalnya.

2. Membandingkan ciri-ciri bentuk-bentuk soal tes objektif


termasuk masalah dalam menginterpretasinya.

3. Menjelaskan hubungan antara skor ipsative dengan skor


normative dan membedakan bentuk soalnya.

4. Mengidentifikasi perbedaan macam-macam bias respon dan


cara untuk.
5. Membandingkan bentuk soal dan prosedur skoring macam-
macam tes objektif.

6. Membandingkan bentuk soal dan prosedur skoring macam-


macam tes projektif.

7. Menggambarkan perbedaan teknik-teknik penyusunan skala

8. Membandingkan dan membedakan jenis-jenis skala


peringkat yang baku dan perbandingan.

9. Mengidentifikasi bentuk umum dari kesalahan peringkat dan


cara untuk mereduksinya.
Perbedaan tes tampilan khusus
dengan
tes tampilan maksimum
Tes tampilan khusus :
n Item-itemnya tidak mempunyai jawaban benar/salah.
n Batas waktu tidak menjadi perhatian karena tidak
mengukur batas atas kemampuan.
n Dirancang untuk mengukur karakteritik tunggal atau
sekumpulan karakteristik.
n Pengukuran karakteristik tunggal skor normatif
Pengukuran sekumpulan karakteritik skor ipsatif
n Tidak menggunakan criterion-ref. score dan skor
normatif serta ipsatif seringkali diubah menjadi norm-
ref. score.
Tes Objektif
1. Dirancang untuk mengukur kepribadian atau minat dan
mencakup satu atau beberapa karakter.

2. Disajikan dalam kata-kata atau pertanyaan beserta


sekumpulan respon yang mungkin. Peserta memilih
respon yang mencerminkan sikap terbaik mereka,
perasaan, dan pola perilaku.

3. Struktur item mirip dengan format alternate-choice pada


tes kemampuan.
Pembagian Tes Objektif
1. Tes Kepribadian
n Mengukur watak individu dan hal-hal yang disukainya.
n Sering difokuskan pada construct/gagasan seperti
kepemimpinan, kecemasan, atau kontrol diri.

2. Tes Minat
n Mengukur pola hal yang disukai dan tidak disukai
individu
n Mengukur ciri-ciri/karakter kepribadian.
Format item tes objektif
1. Independent
n Menghasilkan pengukuran normatif yang menyatakan
karakteristik mutlak (misal extrovert) atau serangkaian
karakter (misal extrovert, leadership, kemandirian)

n Bentuk item yang paling sederhana : dikotomus

n Kelemahan : tidak ada pilihan netral untuk peserta yang


tidak bisa memutuskan

n Contoh tes : MMPI-2 : mengukur sindrom klinis


(depresi/psikopat)
SCII : tes minat
2. Forced-choice

§ Menghasilkan pengukuran ipsatif yang menyatakan


karakteristik relatif.

§ Diberikan sepasang pernyataan untuk dipilih peserta.

§ Contoh tes :
EPPS : melihat 2 kepribadian, peserta relatif atau
cenderung pada yang mana.
KOIS : 3 pernyataan
Q-Sort : mengurutkan setumpuk kartu
Bias Respon
Karena tes objektif menanyakan pertanyaan
secara langsung, peserta berpeluang untuk
mengalami bias atau distorsi dalam
memberikan respon mereka.
Jawaban direkayasa karena ingin menampilkan
diri sebaik mungkin.
Macam-macam bias respon :
1. Respon set : kecendrungan memilih satu
alternatif jawaban karena pengaruh norma atau
kondisi ideal.
2. Respon style : kecendrungan memilih jawaban
yang sama dari satu jawaban ke jawaban lain
karena tidak yakin.

Penggunaan item forced-choice atau independent


bisa mengontrol terjadinya bias respon.
Lihat Lisa halaman 100, paragraf terakhir.
Pemilihan item dan penyusunan
skala
Bagaimana kita tahu bahwa item-item yang ditulis bisa
menggali karakteristik yang ingin diukur?
Ada 3 strategi :
1. Strategi rasional (logical content)
Fokus pada materi yang secara logis kelihatan
berhubungan dengan karakteristik yang ingin diukur.
Tetapi resikonya terjadi bias respon.
2. Strategi pendekatan teori
Menggunakan teori psikologi untuk menentukan materi.
Contoh : tes EPPS didasarkan pada teori kebutuhan
manusia.
3. Strategi analisis empirik
Ada 2 metode untuk strategi ini :
• Metode kelompok/kriteria pembanding : item
discrimination
• Metode analisis faktor : apakah satu item
berhubungan dengan item-item lain secara
statistik.
Pembuatan norm-ref. score
Pada proses skoring tes objektif, peserta tes dikatakan
memiliki suatu karakter tertentu dengan membandingkan
terhadap karakter yang dimiliki kelompok norma.

Prosesnya berbeda-beda untuk setiap contoh tes objektif.


- MMPI-2 : tes diberikan pada kelompok norma yang
mempunyai acuan kriteria.
- EPPS : menggunakan percentile-rank untuk
membandingkan pola karakter secara relatif
antara peserta tes dengan peserta lain
dalam kelompoknya.
Ini memperlihatkan bahwa tes objektif
dirancang untuk menghasilkan norm-
ref.score seperti percentile-rank
ataupun skor standar.
Tes Projektif
1. Gambaran yang utuh tentang kepribadian dibuat dari
proyeksi respon yang dihasilkan peserta.

2. Item tes projektif adalah stimuli yang bias atau tugas tak
terstruktur untuk dipahami peserta. Seperti menafsir
percik tinta atau gambar sesuatu.

3. Peserta diminta menghasilkan respon, bukan memilih.


Karenanya tes projektif lebih mirip free-response pada
tes kemampuan. Sedang tes objektif lebih mirip
alternate-choice.

4. Sebagian besar tes dilaksanakan secara individu.


Format item tes projektif
Teknik verbal : menggunakan verbal stimuli
dan verbal respon.
Contoh : asosiasi kata dan kalimat tidak
lengkap.
Tugas menggambar
Teknik piktorial : visual image
Skala sikap
Sikap adalah kecendrungan untuk bereaksi positif atau
negatif terhadap kondisi khusus dari objek, orang, atau
situasi.

Walaupun dipandang sebagai elemen kepribadian, tetapi


diukur dari perilaku-perilaku yang diobservasi (tidak
secara langsung).

Menggunakan struktur yang mirip dengan independent


items ; dikotomi, polikotomi (3, 4, atau 5 pilihan). Yang
banyak digunakan adalah skala Likert dan skala Thurstone.
Penyusunan skala Likert
Penyusunan skala dimulai dengan sejumlah besar
pernyataan (200 atau lebih) yang menyatakan sikap positif
dan negatif terhadap suatu topik.

Menggunakan 5 kategori dimulai dengan ‘sangat setuju’ (1


poin) hingga ‘sangat tidak setuju’ (5 poin).

Hasilnya adalah skala dengan skor rendah menyatakan


sikap yang disukai dan skor tinggi untuk sikap tidak
disukai.

Pernyataan positif dan negatif diskor secara terpisah.


Penyusunan skala Thurstone
Dimulai dengan sejumlah besar (200 atau lebih) pernyataan tentang
sikap positif dan negatif terhadap suatu topik.

Menyertakan juga teori para ahli tentang topik tersebut (40-50


pernyataan).

Contoh :
Pembuatan skala tentang penggunaan hukuman mati.
Pernyataannya : ‘penjahat tidak boleh hidup’ dan ‘kau tidak boleh membunuh’
(Bibel)
Kemudian dibuat 11 kategori mulai dari yang paling disukai (poin 1) hingga yang
paling tidak disukai (poin 11). Berdasarkan pendapat ahli (Bibel) maka pernyataan
‘penjahat tidak boleh hidup’ akan berada di kategori dengan skor rendah karena
menyatakan hal yang cocok dengan penggunaan hukuman mati.
Skala evaluasi
Banyak hal membutuhkan evaluasi dari karakteristik individu,
perilaku, atau tampilan kerja ; murid mengevaluasi guru mereka;
psikolog mengevaluasi kliennya.

Persepsi observasi (kualitatif) dikuantifikasi menjadi angka.

Materi skala evaluasi ditentukan melalui prosedur seperti di bab 2.


Untuk mengevaluasi tampilan kerja, materinya ditentukan melalui
analisis tugas (task analysis);
Untuk mengevaluasi ciri-ciri kepribadian, materinya ditentukan dengan
penyimpulan gagasan (construct explication).
Kesalahan dalam mengurutkan
Agar data yang diperoleh dari sebuah skala evaluasi, valid,
peneliti haruslah merangking atau mengurutkan individu
secara akurat dan objektif. Tapi seringkali justru
memunculkan sejumlah kesalahan.

1. Halo effect
kecendrungan peneliti untuk membuat peringkat secara umum. Jika 2
individu dengan karakteristik berbeda menempati peringkat yang sama,
kemungkinan terjadi halo effect.

2. Central tendency error


terjadi jika peneliti menggunakan peringkat pertengahan berulangkali untuk
menghindari peringkat ekstrim.
3. Leniency error
terjadi jika peneliti menggunakan peringkat atas
berulangkali untuk menghindari peringkat
bawah.

4. Severity error
terjadi jika peneliti menggunakan peringkat
bawah berulangkali untuk menghindari
peringkat atas.
Mereduksi error
Pembuat ranking mempunyai komitmen yang kuat
terhadap proses evaluasi.

Pembuat ranking harus objektif.

Pembuat ranking harus mempunyai informasi yang cukup


banyak dari peserta yang akan diranking.

Pembuat ranking harus diberikan bentuk kongkrit dari


karakteristik yang akan diranking. Karena sebagian
karakteristik merupakan gagasan (construct) yang susah
diukur.

Anda mungkin juga menyukai