NEGARA
1. MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR)
MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Dalam mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
anggota MPR tidak dapat mengusulkan pengubahan terhadap Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan
oleh sekurangkurangnya 1/3 (satu pertiga) dari jumlah anggota MPR. Setiap usul pengubahan
diajukan secara tertulis dengan menunjukkan secara jelas pasal yang diusulkan diubah beserta
alasannya.
Usul pengubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan
kepada pimpinan MPR. Setelah menerima usul pengubahan, pimpinan MPR memeriksa
kelengkapan persyaratannya, yaitu jumlah pengusul dan pasal yang diusulkan diubah yang
disertai alasan pengubahan yang paling lama dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari sejak usul
diterima pimpinan MPR. Dalam pemeriksaan, pimpinan MPR mengadakan rapat dengan
pimpinan fraksi dan pimpinan Kelompok Anggota MPR untuk membahas kelengkapan
persyaratan.
Sidang paripurna MPR dapat memutuskan pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh
persen) dari jumlah anggota ditambah 1 (satu) anggota.
MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR.
Sebelum reformasi, MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara memiliki kewenangan
untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dengan suara terbanyak, namun sejak reformasi
bergulir, kewenangan itu dicabut sendiri oleh MPR. Perubahan kewenangan tersebut diputuskan
dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-7 (lanjutan 2)
tanggal 09 November 2001, yang memutuskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih
-Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya
SuntingMPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk memutuskan usul DPR
mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada masa jabatannya paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak MPR menerima usul. Usul DPR harus dilengkapi dengan
putusan Mahkamah Konstitusi bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan
pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak
pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Keputusan MPR terhadap usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diambil dalam
sidang paripurna MPR yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah
anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota yang
hadir.
Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya
dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai berakhir masa jabatannya.
Jika terjadi kekosongan jabatan Presiden, MPR segera menyelenggarakan sidang paripurna
MPR untuk melantik Wakil Presiden menjadi Presiden. Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan
sidang, Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan
rapat paripurna DPR. Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat,Presiden bersumpah
menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan
disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung
Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas
kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan
secara bersama-sama.
2. PRESIDEN
Tugas dan Wewenang Presiden sebagai Kepala Negara
-Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan
Udara (Pasal 10).
-Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan negara lain (Pasal 11 ayat 1).
-Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan
dengan undang-undang (Pasal 12).
-Presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal
14 ayat 2).
-Presiden memberikan gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan
Undang-Undang (Pasal 15).
-Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan
pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang (Pasal 16).
-Presiden mengesahkan rancangan undangundang yang telah disetujui bersama untuk menjadi
undang-undang (pasal 20 ayat 4)
-Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan
pemerintah sebagai pengganti undangundang (Pasal 22 ayat 1).
-Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden
untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Daera (Pasal 23 ayat 2).
-Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden (Pasal
23F ayat 1).
-Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden
(Pasal 24A ayat 3).
-Anggota Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat (Pasal 24B ayat 3).
-Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan
oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh
Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden (Pasal 24C ayat 3)
-Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk: (1) menyatakan perang ataupun membuat
perdamaian dengan Negara lain; (2) mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial.
-Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal: (1) pemberian amnesti dan abolisi; (2)
mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar lain
-Memberikan persetujuan kepada Komisi Yudisial terkait calon hakim agung yang akan
ditetapkan menjadi hakim agung oleh Presiden
Sesuai dengan UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN
PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
a. Legislasi
b. Anggaran dan
c. Pengawasan.
Ketiga fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran dijalankan dalam kerangka representasi
rakyat, dan juga untuk mendukung upaya Pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Fungsi DPD RI
Mengacu pada ketentuan Pasal 22D UUD 1945 dan Tata Tertib DPD RI bahwa sebagai lembaga
legislatif DPD RI mempunyai fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran yang dijalankan
dalam kerangka fungsi representasi.
1.Pengajuan Usul Rancangan Undang Undang Mengajukan kepada DPR rancangan undang-
undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
6.Pemantauan dan Evaluasi Ranperda dan Perda Melakukan pemantauan dan evaluasi atas
rancangan Peraturan daerah (Raperda) dan Peraturan daerah (Perda)
5.BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)
Badan Pemeriksa Keuangan merupakan institusi yang dibentuk untuk memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara yang dibentuk berdasarkan Perubahan Ketiga Undang-
Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 23E menyebutkan bahwa
untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu
Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
3. UU No.15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara
Selanjutnya tugas dan wewenang BPK diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan BAB III tentang Tugas dan
Wewenang.
Tugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2006, BAB III
5. Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-
undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan
dipublikasikan.
6. Hasil pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diserahkan kepada
DPD, DPR, dan DPRD. Dan juga menyerahkan hasil pemeriksaan secara tertulis kepada
Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota.
7. Untuk keperluan tindak lanjut hasil pemeriksaan, BPK menyerahkan pula hasil pemeriksaan
secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
8. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada
instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan paling
lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut.
Wewenang Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2006, BAB III
2. meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit
4. menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK
6. menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
7. menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk
dan atas nama BPK;
-Memeriksa dan memutus permohonan kasasi (Pasal 20 ayat 1 UU Nomor 48 Tahun 2009).
-Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan tetap (Pasal 28 ayat 1 UU Nomor 14 Tahun 1985).
-Meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua
badan peradilan yang berada di bawahnya (Pasal 32 ayat 3 UU Nomor 3 Tahun 2009).
-Memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada pengadilan di semua badan peradilan
yang berada di bawahnya (Pasal 32 ayat 4 UU Nomor 3 Tahun 2009)
-Memberi keterangan, pertimbangan, dan nasehat masalah hukum kepada lembaga negara
dan lembaga pemerintahan apabila diminta (Pasal 22 UU Nomor 48 Tahun 2009).
-Memberi pertimbangan hukum atas permohonan grasi dan rehabilitasi (Pasal 35 UU Nomor
5 Tahun 2004).
-Melakukan pengawasan internal atas tingkah laku hakim (Pasal 32A UU Nomor 3 Tahun
2009).
Fungsi Peradilan: Hak uji materiil apakah suatu peraturan ditinjau dari isi (materinya)
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Fungsi Mengatur: MA dapat membuat peraturan sendiri jika dianggap perlu untuk melengkapi
hukum acara yang sudah diatur UU. Produk hukumnya adalah Peraturan MA, Surat Edaran MA,
dan lain-lain.
Fungsi Nasehat: MA dapat memberikan nasihat atau pertimbangan dalam bidang hukum
kepada lembaga negara lain. Contohnya kepada presiden dalam rangka pemberian
ataupenolakan grasi.
Fungsi Administratif: MA mengatur tugas dan tanggung jawab, susunan organisasi, serta tata
kerja kepaniteraan pengadilan.
Sebagai sebuah lembaga negara, wewenang Mahkamah Konstitusi dan tugasnya diatur dalam
perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, tugas Mahkamah Konstitusi
sebagaimana juga kewenangan Mahkamah Konstitusi, antara lain menguji UU terhadap UUD
1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilu.
Kemudian, dilanjutkan dalam Pasal 24C ayat (2) UUD 1945, kewajiban Mahkamah Konstitusi
adalah memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden
menurut UUD 1945. Pelanggaran dimaksud sebagaimana disebutkan dan diatur dalam
ketentuan Pasal 7A UUD 1945, yaitu melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud
dalam UUD 1945.
Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial mempunyai wewenang:
Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR
untuk mendapatkan persetujuan;
Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan
Mahkamah Agung;
Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
TUGAS
Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, dalam melaksanakan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, yaitu mengusulkan pengangkatan hakim agung
dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, maka
Komisi Yudisial mempunyai tugas:
1. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim, Komisi Yudisial mempunyai tugas:
b. Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim;
c. Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup;
d. Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim,
e. Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok
orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
2. Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial juga mempunyai tugas
mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim;
3. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Komisi Yudisial dapat meminta bantuan
kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan
dalam hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim.