MULTIKULTURAL DI PESANTREN
( Study Kasus Pondok Modern Darussalam Gontor Putri kampus 5 )
PROPOSAL TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Seminar Proposal
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Oleh:
INAYATUL FADILAH
NIM: 2022040202022
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
KENDARI
2023
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KENDARI
PASCASARJANA
Jl. Sultan Qaimuddin No. 17 Telp/Fax (0401-3193710).
Disetujui Oleh,
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Hj. Faizah Binti Awad, M.Pd Dr. Asliah Zainal, M.A
NIP. 196202101992032002 NIP 197403272003122002
Mengetahui,
i
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PROPOSAL TESIS..................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1.Latar Belakang...............................................................................................1
1.2.Fokus Penelitian...........................................................................................12
1.3.Rumusan Masalah........................................................................................12
1.4.Tujuan Penelitian..........................................................................................13
1.5.Manfaat Penelitian........................................................................................13
1.6.Definisi Operasional.....................................................................................14
BAB II...................................................................................................................16
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................16
2.1.Implementasi Pendidikan Islam...................................................................16
2.1.1.Pengertian Implementasi.......................................................................16
2.1.2.Pengertian Pembelajaran Pendidikan Islam...........................................18
2.1.3.Dasar Pendidikan Islam.........................................................................22
2.1.4.Tujuan Pendidikan Islam.......................................................................22
2.1.5.Kurikulum Pendidikan Islam.................................................................24
2.1.6.Konsep Pendidikan Islam......................................................................26
2.1.7.Ruang Lingkup Pendidikan Islam.........................................................28
2.2.Pendidikan Multikultural..............................................................................33
2.2.1.Pengertian Pendidikan Multikultural.....................................................33
2.2.2.Pendidikan Islam Multikultural.............................................................36
2.2.3.Konsep Pendidikan Islam Multikultural................................................36
2.2.4.Prinsip-prinsip Pendidikan Islam Multikultural....................................39
2.3.Pendidikan Pesantren...................................................................................40
2.3.1.Pengertian Pesantren..............................................................................40
2.3.2.Pendidikan didalam Pesantren...............................................................43
2.3.3.Pesantren Sebagai Pendidikan Ciri Khas Indonesia..............................45
2.4.Penelitian Terdahulu.....................................................................................46
2.5.Kerangka Fikir..............................................................................................50
ii
BAB III..................................................................................................................52
METODOLOGI PENELITIAN.........................................................................52
3.1.Jenis Penelitian.............................................................................................52
3.2.Waktu dan Tempat Penelitian......................................................................53
3.3.Subjek Penelitian..........................................................................................53
3.4.Informan Penelitian......................................................................................54
3.5.Teknik Pengumpulan Data...........................................................................55
3.6.Teknik Analisis Data....................................................................................57
3.7.Pengecekan Keabsahan Data........................................................................59
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................61
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
fungsinya adalah untuk melindungi diri dan menjadi sebuah perangkat untuk
Indonesia, salah satu negara yang multikultural yang terbesar di dunia, yang
dapat dilihat dari aspek sosiokultur dan geografis begitu beragam dan luas. Hal ini
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berjumlah kurang lebih sekitar 13.000
pulau, baik dalam ukuran besar maupun kecil, dan ditambah dengan populasi
penduduk Indonesia yang berjumlah kurang lebih 240 juta jiwa, terdiri dari 300
suku bangsa dengan menggunakan 200 bahasa yang berbeda. (Yaqin, 2005)
yang sangat besar dan harus dimaksimalkan bagi kemajuan bangsa. Namun, jika
lepas dari kendali maka juga akan berpotensi menimbulkan problem-problem baru
yang didapatkan dari buruknya pengelolaan dan pembinaan dari keberagaman itu
sendiri.
dunia, harus berperan aktif dalam mengelola dimensi keberagaman bangsa ini
1
sehingga bisa dijadikan contoh dari negara-negara lain yang saat ini cenderung
keberagaman tersebut kita sebagai manusia bisa saling mengenal satu dengan
yang lainnya. Dalam rangka mengenal satu sama lain kita juga diharapkan bisa
Islamiyah. Mengenal hal tersebut juga telah ditegaskan oleh Allah SWT dalam
firman-Nya :
menolong (ta’awun) untuk membangun sosial yang baik, hidup bersama saling
keberagaman budaya, suku, agama, ras, etnis serta adat istiadat. Manakala sikap
saling ta’aruf muncullah kasih sayang (Rahman dan Rahiim). Jika sudah Rahman
2
Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
sentral untuk memperbaiki mutu manusia yang dituntut untuk selalu tanggap
dengan setiap hal yang bersifat baru. Tidak hanya pendidikan yang bersifat
umum, pendidikan yang bersifat keagamaan juga dituntut agar selalu bisa
didalamnya.
banyak kajian dan hasil penelitian baik dalam upaya pemetaan factor-faktor
konflik itu maupun upaya pencarian resolusinya. Kini sudah saatnya upaya serupa
berbagai factor ideologi, sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Maka demikian
pula sumber-sumber kedamaian dapat digali dari berbagai ajaran atau prinsip
3
Dalam hal ini misalnya potensi pesantren sebagai kelembagaan agama dan sub-
yang luar biasa. Menurut catatan resmi Kementrian Agama, saat ini terdapat
beberapa abad yang lalu pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan dan
dakwah, dipijakkan pada misi utamanya untuk menyebarkan agama Islam dan
tradisi kehidupan yang damai, aman dan mandiri. Demikian pula dalam
(persamaan), dan tawazun (seimbang). Karena itu maka pesantren tampil pula
4
sarat dengan harmoni, kerukunan, persatuan dan kedamaian, bahkan para ahli
budaya local, termasuk memelihara nilai-nilai dan tatanan sosial yang harmonis
(Sholihuddin, 2013)
implementasinya. Namun, dalam praktiknya, hal ini tidak mudah dilakukan oleh
bergantung pada improvisasi yang dilakukan oleh seorang kiai secara intuitif,
5
kiai, sehingga nilai-nilai multikultural, terutama nilai demokrasi dan keadilan,
Dalam konteks ini, perlu adanya upaya untuk meningkatkan kesadaran dan
pesantren dan para kiai perlu diberikan pemahaman dan pelatihan yang memadai
merencanakan program pendidikan yang akan dilaksanakan oleh seorang kiai dan
staf pengajar lainnya. Selain itu, implementasi program pendidikan tersebut juga
kiai dan para ustadz yang ada di pesantren tersebut. Mereka memiliki peran
maupun implementasinya.
6
ijtihad para pendiri Pondok Modern Gontor; K.H. Ahmad Sahal, K.H. Zainuddin
Fannani, dan K.H. Imam Zarkasyi, yang dilakukan sejak tahun 1926 dalam rangka
Athfal (TA), suatu program pendidikan tingkat dasar. Materi, sarana, dan
hanya diikuti oleh anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Peserta didiknya juga
tidak terbatas pada masyarakat desa Gontor tetapi juga masyarakat desa sekitar.
santri yang belajar di sana tidak hanya berasal dari desa Gontor.
Sullamul Muallimin (SM) pada tahun 1932. Pada tingkatan ini santri diajari secara
lebih dalam dan luas pelajaran fikih, hadis, tafsir, terjemah al-Qur’an, cara
berpidato, cara membahas suatu persoalan, juga diberi sedikit bekal untuk menjadi
guru berupa ilmu jiwa dan ilmu pendidikan. Kegiatan ekstrakurikuler mendapat
perhatian luar biasa dari pengasuh pondok melalui pengadaan klub-klub dan
7
Perkembangan TA dan SM semakin pesat yang kemudian pada tahun 1936
yang bertepatan dengan 10 tahun Gontor dibuka program pendidikan baru tingkat
Islamiyah (KMI) atau sekolah guru Islam, yang menandai kebangkitan sistem
sebagai oleh-oleh dari K.H. Imam Zarkasyi setelah sebelas tahun merantau dan
melewati lima kurun waktu (masa penjajahan, masa awal kemerdekaan, masa orde
lama, masa orde baru, dan masa reformasi), Pondok Modern Gontor tetap
madrasah formal, seperti MTs dan MA atau SMP dan SMA atau Madrasah-
Madrasah Diniyah dan Salafiyah, tetapi secara substansial, KMI telah memenuhi
No.19 Tahun 2005, bahkan dalam beberapa aspek melebihi standar tersebut.
Sistem KMI telah mendapatkan pengakuan (muadalah) dari berbagai institusi atau
dengan ijazah Madrasah Aliyah (MA) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
8
sudah masuk dalam Sistem Pendidikan Nasional berdasarkan Undang-Undang
Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren yang disahkan oleh DPR-RI pada tanggal
yang beraneka ragam yang kemudian dikenal dengan istilah Pondok Pesantren
memilik beberapa Pondok cabang yang tersebar di beberapa daerah baik Gontor
Putra maupun Gontor Putri , Pondok Modern Gontor Putra memiliki 12 cabang
Table 1.1
Nama Daerah
Gontor Putra 1 Ponorogo
Gontor Putra 2 Ponorogo
Gontor Putra 3 Kediri
Gontor Putra 4 Banyuwangi
Gontor Putra 5 Magelang
Gontor Putra 6 Kendari
Gontor Putra 7 Lampung
Gontor Putra 8 Aceh
Gontor Putra 9 Padang
Gontor Putra 10 Jambi
Gontor Putra 11 Poso
Gontor Putra 12 Riau
Gontor Putri 1 Ngawi
Gontor Putri 2 Ngawi
Gontor Putri 3 Ngawi
Gontor Putri 4 Kediri
Gontor Putri 5 Kendari
Gontor Putri 6 Poso
Gontor Putri 7 Riau
Gontor Putri 8 Lampung
9
Gontor Putri kampus 5 sendiri yang terletak di Konawe Selatan Sulawesi
Ponorogo yang usianya baru menginjak 18 tahun, dan masih dalam tahap
pengembangan dari berbagai segi memerlukan partisipasi yang penuh bagi setiap
memberikan wawasan yang lebih luas tentang cakrawala pemikiran, keilmuan dan
pengalaman bagi umat Islam. Lembaga ini adalah wujud dan implementasi dari
cita-cita dan harapan umat Islam untuk mewujudkan sebuah Lembaga Pendidikan
Sulawesi Tenggara yang berkualitas. dengan adanya Lembaga ini juga maka
Pendidikan dan pengajaran Islam yang progresif aktif. Secara umum keberadaan
Islam di Sulawesi Tenggara. Selain itu untuk mewujudkan tujuan dari Pendidikan
pribadi mukmin muslim yang berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas
10
dan berpikiran bebas. Empat serangkai konsep inilah yang disebut Motto Pondok
Darussalam Gontor Putri kampus 5 dipilih sebagai objek dan penelitian ini.
Dengan alasan bahwa Pondok Modern Darussalam Gontor Putri kampus 5 telah
itu Pondok Modern Darussalam Gontor Putri kampus 5 memiliki prinsip “Berdiri
di atas semua golongan dan tidak memihak kepada golongan tertentu”. Prinsip ini
antar golongan.
diasumsikan terkait dengan fakta bahwa pesantren ini memiliki santri dengan latar
belakang yang beragam. Mulai tahun 2021 Gontor Putri Kampus 5 mendapatkan
kiriman santri dari Pulau Jawa yang di mana ditahun sebelumnya santriwati hanya
berasal dari Indonesia Timur. Jika keragaman latar belakang daerah asal santri
11
Dalam pendidikan sikap multikulturalistik, Pondok Modern Darussalam
kultur dan budaya para santrwatinya. Dalam hal ini Gontor Putri Kampus 5
Pekernalan Khutnatu-L- ‘Arsy, Aneka Ria Nusantara, Darussalam All Star Show,
dan lain-lainya.
Salah satu yang menarik dari para santri yang bersal dari berbagai macam
daerah dan tentunya memiliki berbagai macam budaya yang berbeda, mereka
dapat hidup bersosiali dengan baik didalam kelas, asrama, dan dilingkungan
pesantren. Oleh karena itu dari uraian di atas penulis merasa tertarik untuk
yang telah dilaksanakan oleh guru dan santriwati di Pondok Modern Darussalam
12
2. Bagaimana implementasi Pendidikan Islam multikultural di Pondok
5?
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
Putri kampus 5
1. Kegunaan teoritis
13
2. Kegunaan Praktis
feedback dan bahan informasi bagi guru secara umum dan khususnya
1. Implementasi :
bahwa implementasi bermuara pada aktivitas, aksi atau tindakan, mekanisme atau
sistem.
2. Pendidikan Multikultural :
budaya, agama, latar belakang etnis, dan identitas lainnya dalam konteks
pendidikan.
14
3. Pesantren :
spiritual yang disebut kiai memiliki peran sentral dalam membimbing santri dalam
dengan fokus pada pembelajaran agama Islam dan ilmu-ilmu keislaman. Selain
itu, pesantren juga mengutamakan pembentukan karakter dan akhlak yang baik
pada santri.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
mewujudkan rencana agar sukses dan mencapai tujuan yang diharapkan sesuai
(Susilo, 2007) artinya segala sesuatu yang dilaksanakan dan diterapkan, sesuai
16
dengan kurikulum yang telah dirancang atau didesain untuk kemudian dijalankan
yang dilaksanakan menyimpang dari yang telah direncanakan dan akan berakibat
menyesuaikan antara interaksi dan tujuan serta tindakan untuk mencapai sesuatu
adalah suatu proses, suatu aktivitas yang digunakan untuk mentransfer ide atau
atas dapat disimpulkan bahwa kata implementasi bermuara pada mekanisme suatu
17
sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara
merupakan pelaksanaan atau tindakan dari sebuah rencana yang sudah disusun
implementasi bermuara pada aktivitas, aksi atau tindakan, mekanisme atau sistem.
kegiatan mengajar dilakukan oleh seorang guru yang disebut sebagai pendidik,
sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Sedangkan menurut
disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu
interaksi yang baik antara dua komponen yaitu seorang guru dan peserta didik.
Interaksi yang baik dapat digambarkan dengan suatu keadaan di mana guru dapat
membuat peserta didik belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemauan sendiri
untuk mempelajari apa yang ada dalam kurikulum sebagai kebutuhan mereka.
18
dan mengkorelasikannya dengan kenyataan yang ada disekitar peserta didik.
(Munjin, 2009)
“education”, berasal dari Bahasa latin yaitu educare, yang berarti memasukkan
Pendidikan berasal dari “kata didik, lalu kata ini mendapat awalan me
pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Sebagian
pedomani, setiap orang yang berkewajiban mendidik (seperti guru dan orang tua)
19
pelajaran tersebut, atau dengan kata lain agar siswa tersebut memiliki ilmu
pengetahuan.
manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan
perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, dan sebagainya) dan raga
obyek didik dengan bahan-bahan materi tertentu, dengan metode tertentu dan
dengan alat perlengkapan yang ada kea rah terciptanya pribadi tertentu disertai
evaluasi sesuai dengan ajaran Islam. Dari beberapa pengertiaan di atas terlihat
bahwa penekanan Pendidikan Islam adalah pada askpek bimbingan. Bukan pada
proses bimbingan disini, guru lebih berfungsi sebagai fasilator atau penunjuk jalan
kea rah penggalian potensi peserta didik. Dengan demikian, guru bukanlah segala-
20
Menurut Hasan Langgulung bahwa Pendidikan dalam konteks Islam lebih
banyak dikenal dengan kalimat ta’lim, tarbiyah, ta’dib, di mana kalimat tersebut
menimbulkan perdebatan antara para ahli mengenai istilah mana yang paling tepat
Walaupun ketiga istilah ini bisa dipergunakan dengan pengertian yang sama,
namun menurut Hasan Langgulung berpendapat bahwa kata ta’lim hanya berarti
pengajaran, jadi lebih sempit dari Pendidikan. Dengan kata lain ta’lim hanyalah
Sebagian dari Pendidikan. Sedangkan kata tarbiyah, yang lebih luas digunakan
diambil dari education itu hanya untuk manusia saja. Sedangkan ta’dib
berhubungan erat dengan manusia serta Pendidikan dan isi Pendidikan tersebut.
sesuai dengan bakat dan minatnya, disamping itu Pendidikan harus mempunyai
tujuan yang jelas yang hendak dicapai dan aspek pengembangan akal pikiran
yang dimiliki anak akan tumbuh dan perkembangan jasmani serta rohani sehingga
mempersiapkan anak didik atau individu dan menumbuhkan segenap potensi yang
ada, baik jasmani maupun rohani, dengan pertumbuhan yang terus menerus agar
21
dapat hidup dengan sempurna, sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang
bermanfaat bagi manusia itu sendiri, maka perlu acuan pokok yang mendasarinya.
Berkenaan dengan dasar Pendidikan Islam yang telah penulis paparkan diatas,
dan asas filsafat. Sedangkan menurut Nur Uhbiyati, dasar-dasar Pendidikan Islam
Dengan demikian Pendidikan Islam yang searah dengan bentuk ibadah yang
diyakininya diizinkan dan dijamin oleh Negara. Menurut penulis, bahwa dasar
22
seutuhnya terhadap Allah SWT. Hal ini penulis sadari bahwa tujuan Pendidikan
Artinya: “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepada-Ku.”
Secara umum, menurut Samsul Nizar tujuan Pendidikan Islam itu mengacu
pada Q.S Az Zariyat ayat ke 56, yaitu menjadikan manusia sebagai insan
pengabdi kepada KhaliqNya, guna mampu membangun dunia dan mengelola alam
semesta sesuai dengan konsep yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Secara garis
tahap, yaitu :
1. Tujuan tertinggi
serta berlaku secara umum bagi seluruh umat Islam, tanpa terbatasi oleh
merupakan final dari hak ikat eksistensi manusia sebagai ciptaan Allah
2. Tujuan umum
dalam praktek Pendidikan Islam, hal tersebut merupakan proses yang terus
23
Tuntutlah ilmu itu dari buaian sampai ke liang lahat
3. Tujuan Khusus
dilakukan evaluasi. Sifatnya elastis dan adaptik sesuai dengan tuntutan dan
“manhaj” yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai
harus ditempuh atau diselesaikan siswa agar mencapai suatu tingkatan atau ijazah.
diinginkan.
Pendidikan dan pengajaran yang diberikan kepada murid sesuai dengan tujuan
Pendidikan yang akan dicapai. Hal ini tentunya memerlukan suatu perencanaan
24
Kurikulum merupakan salah satu dari komponen pokok Pendidikan, dan
atas komponen-komponen sebagai berikut: tujuan, isi, metode atau proses belajar
Abdullah adalah sejumlah mata pelajaran yang disiapkan rangka mencapai tujuan
rencana pelajaran atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern adalah
semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Dalam
atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern adalah semua yang secara
nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Pandangan ini bertolak dari
sesuatu yang aktual atau nyata, yaitu yang aktual terjadi di sekolah dalam proses
25
belajar. Kurikulum adalah pengalaman belajar, pengalaman belajar yang banyak
lingkungan fisik, dan lain-lain, juga merupakan pengalaman belajar. (Umar, 2010)
keterampilan, dan sikap mental. Hal ini berarti bahwa proses pendidikan Islam
dan sikap mental yang harus tersusun. (Nizar, 2013) Kurikulum pendidikan Islam
bisa diartikan penemuan pengalaman dan kegiatan peserta didik dalam proses
(Hamdani, 2001)
Konsep pendidikan Islam bahwa manusia diciptakan dari intisari tanah dan
berkembang dalam kandungan ibu secara evolusi mani, darah, daging, tulang, dan
setelah masa empat bulan perkembangan, diembuskan ke dalam roh atau jiwa.
Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al Qur’an surat Nuh ayat 14, Yang
berbunyi :
26
Artinya : “Padahal, sungguh, Dia telah menciptakanmu dalam beberapa tahapan
(penciptaan)”
Dengan demikian, manusia tersusun atas dua unsur, yaitu unsur materi yakni
tubuh yang berasal dari intisari tanah di alam materi bumi ini, dan unsur imateri,
yakni jiwa yang berasal dari alam imateri atau alam gaib. Tubuh akan kembali ke
tanah dan jiwa akan kembali ke alam gaib atau alam rohani sehingga yang
membuat hidup dan berkembang dalam kandungan ibu selama empat bulan
Dalam diri janin yang belum ditiupkan Tuhan jiwa ke dalamnya sudah ada
sesuatu yang membuat janin dapat hidup dan berkembang, yaitu hayat yang
terdapat dalam sperma dan ovum. Hayat inilah yang membuat janin hidup dan
berkembang. Oleh karena itu, jiwa (roh) sebagaimana kata Ibnu Maskawih
bukanlah hayat.
Dari situ dapat dipahami bahwa menurut konsep Islam, manusia itu tersusun
atas tiga unsur, yaitu unsur tubuh, hayat, dan jiwa (roh). Kalau hayat telah tiada,
tubuh pun mati dan jiwa meninggalkan tubuh yang mati itu. Jiwa berpisah dari
tubuh dan pergi kembali ke alam imateri menunggu hari perhitungan di hadapan
Allah Swt. alam rohani tempat jiwa menunggu tersebut bisa disebut alam barzakh.
alat manusia yang telah dianugrahkan oleh Allah, serta integral sebagai
27
suatu kebetulan. Oleh karena itu, manusia merupakan makhluk pilihan, dijadikan
kecendrungan dekat kepada Tuhan dan sadar akan kehadiran Tuhan jauh di dasar
Ruang lingkup secara etimologi berasal dari dua kata, terdiri dari ruang dan
lingkup yang artinya luar subjek yang tercakup. Ruang lingkup Pendidikan Islam
segi – segi atau pihak – pihak yang ikut, baik secara langsung atau tidak langsung.
Ruang lingkup Pendidikan Islam adalah seluruh aspek yang berkaitan dengan
1. Pendidik
Saat ini pendidik diposisikan sebagai fasilitor atau mediator yang bertugas
tertekan akan mengaktifkan potensi otak dan menimbulkan daya berpikir yang
28
Dalam konteks Pendidikan Islam, Pendidik sering disebut dengan “murabbi,
pertama dan utama adalah orang tua. Mereka bertanggung jawab penuh atas
dewasa. Oleh karena itu, kesuksesan anak dalam mewujudkan dirinya sebagai
Sama halnya dengan teori barat, pendidikan dalam Islam adalah orang yang
mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif
Dapat disimpulkan bahwa pendidik bukan hanya orang dewasa saja (dari segi
hamba dan khalifah Allah SWT., dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk
29
2. Peserta Didik
Peserta didik dalam Pendidikan Islam adalah individu yang sedang tumbuh
dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius dalam
Peserta didik cakupannya lebih luas daripada anak didik. Peserta didik tidak
hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Penyebutan peserta didik
istilah peserta didik ini bukan hanya orang-orang yang belum dewasa dari segi
usia, melainkan juga orang-orang dari segi usia yang sudah dewasa, tetapi dari
lingkungan
30
3) Model interaksi sosial menekankan hubungan peserta didik dengan
Materi pendidikan Islam yang harus dipahami oleh peserta didik adalah Al-
dimaksudkan agar ajaran yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan hadis tertanam
tujuan pendidikan Islam itu lebih tercapai. Maka, untuk mencapai tujuan tersebut
pendidik memerlukan berbagai alat yang dikenal dengan istilah media pendidikan,
audio visual, alat peraga, sarana, dan prasarana pendidikan, dan sebagainya.
Alat bantu atau media pendidikan meliputi segala sesuatu yang dapat
membantu proses pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu pendidikan Islam
6. Metode
untuk mencapai tujuan pendidikan didasarkan atas asumsi tertentu tentang hakikat
31
Islam sebagai suprasistem, sedangkan teknik pendidikan Islam adalah langkah-
pandangan, kebiasaan berpikir, serta cinta kepada ilmu, guru, dan sekolah. Metode
merupakan cara penyampaian materi kepada peserta didik guna mencapai tujuan
pendidikan Islam.
7. Lingkungan
Lingkungan adalah seluruh yang ada, baik manusia, maupun benda buatan
manusia, atau alam yang bergerak atau tidak, kejadian-kejadian, atau hal-hal yang
pendidikan kepadanya.
mengitari kehidupan, baik berupa fisik seperti alam jagat raya dengan segala
dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat, ilmu pengetahuan dan kebudayaan
8. Evaluasi
suatu kegiatan yang tidak mungkin dilepaskan dalam setiap proses pembelajaran.
32
Dengan kata lain, kegiatan evalusi, baik evaluasi hasil belajar maupun evaluasi
pendidikan.
(Rusyan, 1992)
memutus rantai perbedaan antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya
33
dan isme (aliran/paham) (Tilaar H. , 2004). Secara hakiki, dalam kata itu
keanekaragaman budaya.
34
keragamanbudaya, etnis, suku dan agama, dan proses tersebut adalah proses tanpa
ditujukan pada masyarakat yang pluralis (Maksum, 2011). Adapun Banks dalam
saat ini belum begitu jelas dan masih banyak pakar pendidikan yang
(Mahfud, 2006)
35
pendidikan yang mempromosikan pemahaman, toleransi, dan penghargaan
terhadap beragam budaya, agama, latar belakang etnis, dan identitas lainnya
(Featherstone, 2002) Istilah multikultural dibentuk dari kata multi yang berarti
Kultur atau budaya merupakan ciri-ciri dari tingkah laku manusia yang dipelajari,
tidak diturunkan secara genetis dan bersifat khusus, sehingga kultur pada
masyarakat tertentu bisa berbeda dengan kultur masyarakat lainnya. (Yaqin, 2005)
Dengan kata lain, kultur merupakan sifat yang khas bagi setiap individu (person)
atau suatu kelompok (comunitee) yang sangat mungkin untuk berbeda antara satu
dengan lainnya. Semakin banyak komunitas yang muncul, maka semakin beragam
36
1. Masalah Kebudayaan, dalam hal ini terkait masalah-masalah mengenai
essensi dan konsekuensi yang tidak dapat dipisahkan. Pada Multikultural terdapat
banyak materi kajian yang dijadikan dasar pijakan pelaksanaan pendidikan, yang
masyarakat.
37
ِا ِل ِا ٰٓي
َاُّيَه ا الَّناُس َّنا َخ َلْق ٰن ُك ْم ِّم ْن َذَك ٍر َّو ُاْنٰثى َو َجَعْلٰن ُك ْم ُش ُعْو ًبا َّو َقَبۤإِى َل َتَع اَر ُفْو اۚ َّن َاْك َر َم ُك ْم
)13 :49/ِعْنَد الّٰلِه َاْتٰق ىُك ْم ۗ ِاَّن الّٰل َه َعِلْيٌم َخ ِبْيٌر ( احلجٰر ت
terhadap orang lain (Dahlan, 2001), merupakan salah satu persoalan yang masih
terus terjadi hingga saat ini. Sikap memandang rendah orang lain, primodialisme
(ashabiyah), tidak siap berbeda dan memperlakukan orang lain dengan tidak adil,
percayaan terhadap segala bentuk narasi besar dan penolakan terhadap segala
38
bersifat jamak dan hakikat dari semua, termasuk kehidupan manusia itu dlam
oleh karena itu, perlu kita ketahui prinsip-prinsip pendidikan Islam multikultural
3. Prinsip globalisasi tidak perlu ditakuti apabila bangsa ini mengetahui arah
rangka menekankan kontribusi sosial yang positif dari kelompok etnis dan
39
Melalui pendidikan Islam multikultural diharapkan akan tercapai suatu
berdasarkan pada tiga hal sangat penting, yaotu negoisiasi, kompromi, dan
Istilah pondok berasal dari pengertian asrama para santri yang dibangun
sebagai tempat tinggal, atau berasal dari bahasa arab funduq, yang berarti hotel
atau asrama. Baru setelah itu, istilah pondok disertai dengan kata pesantren yang
mencakup secara keseluruhan mengenai tempat belajar ilmu agama yang tersebar
dari kata santri, yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” sebagai tempaat
tinggal para santri dalam menimba ilmu agama. Bawani mendifinisikan pesantren
40
sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran ilmu agama islam. Untuk
yang ketat, demi memantau perkembangan moral dan akhlak seorang santri.
(Bawani, 1993)
orang yang baik. Sedangkan asal usul kata “santri” dalam pandangan Nurcholish
Madjid dapat dilihat dari dua pendapat. Pertama, “santri” berasal dari perkataan
“sastri”, bahasa Sanskerta yang artinya melek huruf. Di sisi lain, Zamkhsyari
Dhofier berpendapat bahwa kata “santri” dalam bahasa India secara umum dapat
pengetahuan. Kedua, yang mengatakan bahwa “santri” berasal dari bahasa Jawa,
yaitu “cantrik”, berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana
Pesantren kemudian lebih dikenal dengan sebutan yang lebih lengkap, yaitu
1960 pusat-pusat pendidikan pesantren di Jawa dan Madura lebih dikenal dengan
nama pondok, di mana kyai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat
kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam dibawah bimbingan kyai
penggunaan gabungan kedua istilah secara integral yakni pondok dan pesantren
41
pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh
serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di mana santri-
santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang
sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership para ustadz dengan ciri-
ciri khas yang bersifat karismatik serta independen dalam segala hal. (Dhofier,
1994)
dipisahkan dari kultur masyarakt indonesia yang sangat majemuk. Pesantren dari
sudut historis kultural dapat dikatakan sebagaai pusat pelatihan dan bimbingan
karakteristik yang khas, di mana pola pendidikan berjalan selama 24 jam dalam
sehari. Pesantren dapat dipandang sebagai lembaga pembinaan moral dan karakter
inten dengan pola system pendidikan yang berjalan selama 24 jam dalam sehari.
Pesantren juga dipandang sebagai lembaga dakwah karena didalamnya para santri
dididik dan dibekali ilmu-ilmu serta tata cara dakwah di masyarakat. Pesantren
karena telah memberikan warna dan corak yang khas dalam masyarakat
Indonesia.
Sejarah pondok pesantren merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
42
berbagai episode zaman dengan berbagai macam masalah yang dihadapinya.
Eksistensi pesantren tersebut telah diakui memiliki andil yang besar dalam sejarah
penjajahan, ketika masa penjajahan, dan setelah kemerdekaan bahkan sampai saat
ini dengan segala dinamikanya. Pada masa sebelum penjajahan pondok pesantren
digunakan sebagai tempat untuk menyebarkan agama Islam. Saat masa penjajahan
wajar jika pekembangan pesantren sangat diwarnai oleh kyai yang mengasuhnya.
merupakan lembaga pendidikan Islam yang di mana seorang Kyai sebagai sentral
figur , asrama sebagai tempat tinggal dan masjid sebagai pusat aktifitas atau titik
mendalam dan intensif dalam budaya Islam Indonesia. Di sini, santri tidak hanya
43
etika, moral, dan nilai-nilai Islam yang diintegrasikan dalam kehidupan sehari-
hari. Pelajaran meliputi tafsir Al-Quran, hadis, fiqh, aqidah, dan pelajaran-
Pesantren juga mendorong santri untuk menjalani gaya hidup yang sederhana
dan penuh disiplin. Ini sering melibatkan kegiatan seperti pertanian, kerajinan
tangan, dan keterampilan lainnya, yang membantu santri menjadi lebih mandiri
dan bertanggung jawab. Santri juga diajarkan untuk menjaga adab (tata krama)
dan etika Islam dalam hubungan sosial, termasuk cara berbicara dan berinteraksi
Salah satu aspek yang paling mencolok dari pendidikan di dalam pesantren
adalah hubungan yang kuat antara santri dan guru (Kyai). Guru adalah figur
sentral dalam pendidikan pesantren, dan hubungan ini sering kali bersifat
personal, mendalam, dan berkelanjutan. Santri tidak hanya belajar dari guru dalam
hal akademis, tetapi juga mencari nasihat dan bimbingan dalam kehidupan pribadi
Pendidikan di dalam pesantren bukan hanya tentang teori, tetapi juga tentang
moral yang tinggi, dan kemampuan untuk mengamalkan ajaran Islam dalam
kehidupan mereka. Ini adalah bagian integral dari budaya pendidikan Indonesia
44
dan berkontribusi dalam membentuk karakter yang religius dan etis pada generasi
dalamnya ada yang bentindak sebagai pendidik dan sentral figurnya kiai, ajengan
atau tuan guru, dan ada santri, asrama, ruang belajar, dan masjid sebagai
sebagai berikut:
persaudaraan
6. Disiplin ketat
45
7. Berani menderita untuk mencapai tujuan
adalah pemberian pelajaran agama versi kitab Islam klasik berbahasa Arab,
halaqah.
Pesantren merupakan ciri khas pendidikan Indonesia yang unik dan khas. Ini
agama Islam dengan budaya lokal. Pesantren telah ada sejak abad ke-14 dan telah
menjadi pusat pembelajaran agama Islam serta ilmu-ilmu keislaman lainnya. Para
dan berbagai aspek keagamaan Islam lainnya di bawah bimbingan seorang Kyai
atau Ustadz. Mereka juga hidup dalam lingkungan pendidikan yang tertutup di
pesantren, yang memungkinkan mereka untuk fokus pada pendidikan agama tanpa
gangguan dari dunia luar. Pesantren juga memiliki peran dalam menjaga budaya
lokal dan tradisi di Indonesia, serta dalam membentuk karakter dan nilai-nilai
46
di SMK Nengeri 1 Tanung Pura. Penelitian ini mendeskripsikan
yang tepat.
47
multikultural di SMKN 1 Kota Bengkuulu. Hasil peneitian
guru yang memiliki latar belakang yang heterogen baik dari agama
kepada yang lebih tua, dan memahami karakter antar teman dan
48
4. Penelitian yang dilakukan oleh Karyanto (Tesis, 2021) yang berjudul
49
telah mampu menanamkan nilai pendidikan karakter toleransi pada
Dari beberapa karya tersebut terdapat titik sambung yang saling berkaitan
terdahulu dengan penelitian yang akan dipaparkan penulis adalah dalam penelitian
ini akan lebih memfokuskan bagaimana Pondok Modern Gontor Putri Kampus 5
santriwati dan gurunya berasal dari daerah yang berbeda, diantaranya Jawa Timur,
Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Indonesia Timur. Sehingga tidak terjadi konflik
budaya yang kaya dari berbagai belahan dunia, dan ini harus diakui serta dipahami
50
Adapun kerangka pikir dari penelitian ini adalah mengetahui dampak atau
Gambar 1.1
Kerangka Berpikir
Kurikulum
Implementasi
Pendidikan Islam
Multikultural
Faktor
Pendukung
Faktor
Penghambat
51
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1.1. Jenis Penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang
atau perilaku yang diamati. Definisi tersebut menitik beratkan pada jenis data
kualitatif merupakan satu kegiatan untuk melakukan eksplorasi atas teori fakta
dunia nyata, bukan untuk menguji teori atau hipotesis (Rukajat, 2018). Alasan
menggunakan penelitian kualitatif karena data yang didapat akan lebih lengkap,
beberapa aspek yang dimiliki seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi,
atau suatu program, maupun suatu situasi sosial (Mulyana, 2018). Pengumpulan
52
data dalam studi kasus dapat diambil dari berbagai sumber informasi, kerena studi
yang mendalam dari suatu kasus. Peneliti berupaya mengumpulkan data-data yang
Data diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi yang ada di
Mulai tahun 2021 Gontor Putri Kampus 5 mendapatkan kiriman santriwati dari
Pulau Jawa yang di mana ditahun-tahun sebelumnya santriwati hanya berasal dari
Indonesia Timur. Jika keragaman latar belakang daerah asal santriwati tidak
yang inklusif, toleran, dan terbuka terhadap siapapun. Maka dari itu Peneliti
53
memilih Pondok Modern Darussalam Gontor Putri kampus 5 sebagai lokasi dalam
penelitiannya dan penelitian ini akan dilakukan selama kurang lebih 3 bulan.
Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah beberapa santriwati
dijadikan sebagai sumber data priemer adalah orang-orang yang dianggap tahu
Adapun yang akan dijadikan sebagai informan penelitian ini terdiri dari wakil
Tabel 1.2
I Int - - -
II 29 29 1
III 27 26 25 25 21 22 146 6
54
III Int 4 5 1
IV 21 22 43 2
V 27 28 26 81 3
santriwati yang dimana peneliti akan mewawancara 2 orang dari daerah Jawa
Timur, 2 orang dari daerah Jawa Tengah, 2 orang dari konsulat Jawa Barat, 2
orang dari daerah Kalimantan Barat, 2 orang dari konsulat Kalimantan Timur, 2
orang dari Kalimantan Selatan, 2 orang dari Sulawesi Tenggara, 2 orang dari
Sulawesi Selatan, dan 2 orang dari Sulawesi Barat . 10 orang dari dewan guru
diantaranya 1 orang wakil pengasuh, 1 orang wakil direktur, dan 8 orang guru .
1. Wawancara
tidak dilakukan secara sistematis tentang apa yang akan ditanyakan dengan
55
ajak wawancara akan diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
Jadi dapat peneliti simpulkan bahwa wawancara adalah proses tanya jawab
yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang terdiri dari narasumber dan
Dalam penelitian ini yang menjadi narasumber adalah guru dan santriwati
penghambatnya
56
merekam proses wawancara selama penelitian dan alat tulis untuk
2. Observasi
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang
Putri Kampus 5
3. Studi Dokumentasi
57
dokumentasi dalam penelitian ini hanyalah sebagai data skunder atau
Teknik analisis data yang telah digunakan dalam penelitian ini adalah
dari catatan- catatan tertulis di lapangan. Langkah ini akan dilakukan sejak
relevan.
Pada tahap ini dilakukan pengelompokan data yang dianggap valid dan
Verification)
58
Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap tahap dalam proses tersebut
dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang
ada dari berbagai sumber yang telah didapatkan baik di lapangan, dokumen
pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya melalui metode wawancara
Keabsahan data penelitian dalah kegiatan penting bagi penelitian dalam upaya
jaminan dan meyakinkan pihak lain bahwa temuan penelitian tersebut benar-benar
(Moleong, 2018)
assesses the suf iciency of the data according to the convergence of multiple data
dalam pengujian kredibilitas penelitian ini sebagai pengecekan data dari berbagai
59
Triangulasi sumber informasi yaitu dengan cara membandingkan data
2. Triangulasi Tehnik
(2) mengecek derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan teknik yang
sama. Dua jenis triangulasi tehnik ini dimaksudkan untuk memverifikasi dan
memvalidasi analisis data kualitatif serta tertuju pada kesesuaian antara data
3. Triangulasi Waktu
dengan dengan tehnik wawancara di pagi hari pada saat nara sumber masih
segar, belum banyak masalah akan memberikan data yang lebih valid
sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data
tehnik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda bila hasil uji menghasilkan
60
Perpanjangan waktu penelitian dilakukan peneliti untuk meningkatkan
DAFTAR PUSTAKA
61
Dhofier, Z. (1994). Tradisi Pesantren: Studi tentang pandangan hidup Kiai.
Jakarta: LP3ES.
Fathurrahman. (2012). Aswaja NU dan Toleransi Umat Beragama. Jurnal Review
Politik, 02.
Featherstone, S. L. (2002). Recognition And Difference:Politics, identity,
Multiculture. London: Sage Publication.
Gontor. (2006). Manajemen KMI Pondok Modern Darussalam Gontor. Ponorogo:
Darussalam Press.
Hamdani, I. (2001). Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Setia.
Harsono. (2002). Implementasi Kebijakan dan Politik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Iswanto, A. (2009). Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif Multikulturisme.
Jakarta: Balai Litbang Agama Jakarta.
KBBI. (2023, Juli Senin). Pengertian Implementasi.
Langgulung, H. (2008). Beberapa pemikiran tentang pendidikan islam. Bandung:
PT. Al Ma'rifat.
Madjid, N. (1977). Bilik-bilik pesantren ; sebuah potret kehidupan. jakarta:
paramadina.
Mahfud, C. (2006). Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mahfud, C. (2006). Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maksum, A. (2011). Pluralisme dan Multikulturalisme ; Paradigma Baru
Pendidikan Agama Islam di Indonesia. Malang: Aditya Media Publishing.
Mastuhu. (1994). Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang
Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS.
Meleong, L. J. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Moleong, L. J. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mudzakir, A. M. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Mujib, A. (2006). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana.
Mulyana, D. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa, H. (2011). Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
Munjin, A. (2009). Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Bandung: PT. Reftika Aditama.
62
Nata, A. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Nizar, S. (2000). Filsafat Pendidikan Islam Pendektan Historis, dan Praktis.
jakarta: Ciputat Press.
Nizar, S. (2013). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Purwadarminta, W. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Rukajat, A. (2018). Pendekatan Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Deepublish.
Rusyan, A. T. (1992). Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta:
Kalam Mulia.
Sagala, S. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Satori, D. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Setiawan, G. (2004). 2004. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sholihuddin, A. (2013). pesantren dan budaya damai. http://www.gp-ansor.org/?
p=13308.
Slavin, R. E. (2004). Psikologi Pendidikan ; Teori dan Praktik, Terjemahan
Marianto Samosir. Jakarta: Indeks.
Sugiono. (2008). Metode Penelitian ( Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Bandung: Alfabeta.
Suparlan, P. (2002). Menuju Masyarakat Multikultural. Jurnal Antropologi
Indonesia.
Suryadinata. (2008). Pendidikan Islam Di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Susilo, M. J. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Tafsir, A. (1992). Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Tafsir, A. (1992). Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Tafsir, A. (2012). Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Tilaar, H. (2002). Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Pedagogik
Tarnsformatif untuk Indonesia. Jakarta: Gramadia.
Tilaar, H. (2004). Multikulturalisme, Tantangan Global Masa Depan. Jakarta:
Grasindo.
Tilaar, H. (2005). Manifesto Pendidikan Nasional:Tinjauan dari Perspektif Post-
Modernisme. Jakarta: Kompas.
63
Umar, B. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.
Yaqin, M. A. (2005). Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pilar Media.
Yaqin, M. A. (2005). Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pilar Media.
Zarkasyi, A. S. (1990). Pondo Pesantren sebagai Alternatif Kelembagaan
Pendidikan Untuk Program Pengembangan Studi Islam Asia Tenggara.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah.
PEDOMAN WAWANCARA
multikultural ?
Putri kampus 5 ?
pembelajaran multikultural ?
64
7. Apasajakah faktor - faktor penghambat dan pendorong dalam
65