Anda di halaman 1dari 216

MATA PELATIHAN DASAR

KEBIJAKAN PROGRAM SKRINING BAYI BARU LAHIR


PADA PJB KRITIS DAN GANGGUAN SKRINING
HIPOTIROID KONGENITAL (SHK)
DAFTAR ISI

Daftar isi ……………………………………...…………… i

A. Tentang Modul Ini ………………………..…………… 1

Deskripsi Singkat …………………..….………… 2

Tujuan Pembelajaran ……..…...…….…………. 4

Materi Pokok …………………....……….………. 5

B. Kegiatan Belajar ………………………………………. 6

Materi Pokok 1. Latar Belakang Program Skrining Bayi 7


Baru Lahir

Materi Pokok 2. Tujuan Program Skrining Bayi Baru 17


Lahir

Materi Pokok 3. Strategi Kebijakan Program Skrining 23


Bayi Baru Lahir

C. Tes Formatif 34

D. Kunci Jawaban 35

E. Referensi 37

F. Daftar Istilah 38
A Tentang Modul Ini

1
DESKRIPSI SINGKAT

Anak yang sehat dan cerdas merupakan suatu modal dasar dan
aset yang sangat penting bagi pembangunan bangsa. Namun tidak
semua anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak sehat
dan cerdas seperti yang diharapkan, bahkan pada awal kehidupan
dapat terjadi kematian karena berbagai faktor, seperti anak yang
lahir dengan penyakit jantung bawaan (PJB) dan kelainan
hipotiroid kongenital (HK).

Penyakit jantung bawaan termasuk jenis kelainan kongenital paling


umum ditemukan pada bayi baru lahir, yang didefinisikan sebagai
abnormalitas struktur jantung atau pembuluh dasar besar
intratorakal yang dapat mempengaruhi fungsi kardiovaskular.

Penyakit jantung bawaan kritis adalah PJB yang membutuhkan


intervensi bedah dalam tahun pertama kehidupan. Kelainan
bawaan ini tidak selalu terdeteksi saat masa prenatal atau saat
perawatan bayi baru lahir, yang mengakibatkan bayi dengan PJB
kritis yang dipulangkan kemudian mengalami perburukan sampai
meninggal.

Kelainan hipotiroid kongenital (HK) merupakan kelainan


pembentukan hormon tiroid yang menyebabkan hormon tiroid yaitu
tiroksin tidak atau kurang diproduksi. Hormon ini berfungsi untuk
mengatur metabolism, produksi panas tubuh, kerja jantung, syaraf,
pertumbuhan tulang serta pertumbuhan dan perkembangan otak.
Dengan demikian, kelainan ini dapat mengakibatkan pertumbuhan
dan perkembangan bayi terhambat,

2
Sayangnya, bayi baru lahir penderita HK sedikit yang memberikan
gejala pada saat baru dilahirkan. Gejala yang tampak biasanya
tidak khas, dan ketika memberikan gejala sudah ada gangguan
pertumbuhan dan perkembangan yang irreversible. Gejala dan
tanda yang dapat diamati setelah usianya satu bulan antara lain
tumbuh pendek, lunglai, kurang aktif, bayi kuning, mudah tersedak,
pusar bodong, dan ubun ubun melebar. Akibat retardasi mental,
maka akan menjadi beban baik bagi keluarga maupun bagi negara.
Hal ini dapat dicegah dengan pengobatan sedini mungkin, idealnya
sebelum bayi berusia 1 bulan.

Pelayanan kesehatan berupa skrining penyakit jantung bawaan


dan hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir sangat diperlukan.
Program skrining PJB dengan alat oksimeter sangat membantu
dalam memberikan tata laksana yang cepat dan tepat. Skrining
hipotiroid kongenital diperlukan untuk deteksi dini adanya kelainan
hipotiroid kongenital, agar bayi baru lahir segera mendapatkan
pengobatan.

Seiring penyediaan alat kesehatan (oksimeter) untuk skrining


penyakit jantung bawaan dan sarana prasarana untuk skrining
hipotiroid kongenital, perlu pelatihan skrining bayi baru lahir
meliputi 2 (dua) jenis skrining tersebut bagi tenaga kesehatan. Agar
program skrining bayi baru lahir bisa berjalan dengan baik, maka
diperlukan adanya kebijakan Kementerian Kesehatan, untuk
memberikan panduan kepada para pihak (stakeholders) yang
terkait.

3
TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu menjelaskan
Kebijakan Program Skrining Bayi Baru Lahir.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan latar belakang program skrining bayi baru lahir.
2. Menjelaskan tujuan program skrining bayi baru lahir.
3. Menjelaskan strategi program skrining bayi baru lahir

4
MATERI POKOK

Materi pokok dan Sub materi pokok pada mata pelatihan ini
adalah:
1. Latar Belakang Program Skrining Bayi Baru Lahir
2. Tujuan Program Skrining Bayi Baru Lahir
3. Strategi Kebijakan Program Skrining Bayi Baru Lahir

5
B Kegiatan Belajar

6
Materi Pokok 1:
Latar Belakang
Program Skrining Bayi Baru Lahir

Pendahuluan
Berdasarkan Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
dan Long Form Sensus Penduduk (LFSP) tahun 2020, Angka
Kematian Bayi (AKB) di Indonesia menurun sejak tahun 2012, namun
masih belum mencapai target RPJMN (16/1000 KH) dan SDGs
(12/1000 KH). Pada tahun 2020, AKB sebesar 16,85 per 1.000 KH
(LFSP 2020). Kematian bayi terbanyak adalah pada masa neonatal,
salah satunya adalah penyakit jantung bawaan kritis. Belum ada
angka PJB di Indonesia, namun diperkiraan sekitar 9000 per tahun.

Data WHO tahun 2015 menunjukkan sekitar 15% dari populasi dunia
memiliki cacat mental yang signifikan, termasuk sekitar 5% dari anak-
anak. Prevalensi anak retardasi mental di Indonesia diperkirakan 1 –
3% dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 6,6 juta jiwa. Angka
ini mungkin dianggap kecil, namun anak dengan retardasi mental
membutuhkan perhatian khusus untuk tetap mendapatkan hak
mereka seperti anak normal lainnya. Insidens sulit diketahui karena
retardasi mental kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia
pertengahan.

Indonesia diprediksi mendapatkan bonus demografi hingga tahun


2035. Bonus demografi adalah masa dimana penduduk usia produktif
(15 – 64 tahun) dengan proporsi lebih dari 60% dari total jumlah
penduduk Indonesia. Momentum bonus demografi tersebut
merupakan peluang untuk mempersiapkan generasi yang sehat,
unggul dan berkualitas. Sebaliknya, apabila generasi kurang produktif
7
dan tidak sehat maka dapat menjadi beban bagi masyarakat dan
negara. Itulah pentingnya menyiapkan generasi yang sehat dan
produktif sejak usia dini.

Untuk menurunkan angka kematian bayi dan gangguan tumbuh


kembang termasuk retardasi mental pada anak, perlu adanya upaya
inovasi pelayanan kesehatan sejak bayi baru lahir, berupa skrining
penyakit jantung bawaan kritis dan skrining hipotiroid kongenital pada
bayi baru lahir.

Indikator Hasil belajar


Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta mampu menjelaskan latar
belakang program skrining bayi baru lahir.

Sub Materi Pokok:


1. Analisis situasi PJB Kritis dan gangguan Hipotiroid Kongenital bayi
baru lahir
2. Kebijakan nasional terkait PJB Kritis dan Gangguan Hipotiroid
Kongenital pada Bayi Baru lahir

8
Uraian Materi Pokok 1

Sebelum Anda mempelajari mengenai hal-hal penting dalam


Kebijakan Program Skrining Bayi Baru Lahir, apa yang anda
ketahui tentang Latar Belakang Program Skrining Bayi Baru
Lahir?

Nah..jika Anda ingin lebih paham, kita pelajari bersama di


materi pokok 1 ini

1. Analisis situasi PJB Kritis dan gangguan Hipotiroid Kongenital


bayi baru lahir

a. Analisis Situasi Penyakit Jantung Bawaan Kritis


Insidensi PJB sebesar 1 : 500 maka perkiraan jumlah PJB
Kritis di Indonesia sekitar 9.000 per tahun. Bila tidak dilakukan
treatmen, akan menyebabkan kematian. Hal ini memberi andil
akan tingginya Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia, yang
saat ini AKB sebesar 16,85 per 1.000 KH (data tahun 2020),
sedangkan target RPJMN (tahun 2024) AKB sebesar 16 per
1.000 KH, dan target SDG tahun 2030 AKB sebesar 12 per
1.000 KH.

b. Analisis Situasi Hipotiroid Kongenital


Prevalensi HK di seluruh dunia diperkirakan mendekati 1 :
3.000. Kejadian HK sangat tinggi di daerah kekurangan iodium
dapat mencapai 1 : 300 – 900. Perbedaan prevalensi HK dapat
dipengaruhi pula oleh perbedaan etnis dan ras. Di negara –
9
negara Asia, angka kejadian HK di Singapura 1 : 3000 – 3500,
Malaysia 1: 3026, Filipina 1: 3460, dan Vietnam 1: 5502.

Pada tahun 2022, angka kejadian di Indonesia 1: 12.724 dengan


cakupan pemeriksaan HK 2,3%. Angka kejadian tersebut tentu
saja dapat lebih besar atau mendekati global apabila cakupan
pemeriksaan HK minimal 90% dari seluruh sasaran. Hal ini
merupakan tantangan bagi Indonesia dalam penguatan layanan
skrining bayi baru lahir.

Sejak tahun 2018 sampai 2022, telah ditemukan kasus positif HK


yaitu 56 kasus dari hasil pemeriksaan lab rujukan. Jumlah kasus ini
jauh lebih kecil dibandingkan kasus yang ditangani oleh Unit
Koordinasi Kerja Endokrinologi Anak dari beberapa rumah sakit
selama tahun 2010 yaitu mencapai 595 kasus HK. Sebagian besar
kasus ini terlambat didiagnosis sehingga bayi telah mengalami
gangguan pertumbuhan dan perkembangan motoric serta
gangguan intelektual.

Pada tahun 2012 – 2013, berdasarkan telaah rekam medis di klinik


endokrin anak RSCM dan RSHS, menunjukkan bahwa lebih dari
70% penderita HK didiagnosis setelah 1 tahun, sehingga telah
mengalami keterbelakangan mental yang permanen. Hanya 2,3%
yang bisa dikenali sebelum umur 3 tahun. Sejak tahun 2000 –
2013, telah dilakukan skrining HK di 11 Provinsi di Indonesia
sebanyak 199.708 bayi dengan hasil positif sebanyak 73 kasus (1:
2736). Rasio ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan rasio global
yaitu 1: 3000 kelahiran. Jika diasumsikan rasio angka kejadian HK
adalah 1: 3000 dengan proyeksi angka kelahiran adalah 4,4 juta
per tahun maka diperkirakan tidak kurang dari 1.500 bayi dengan
HK lahir setiap tahunnya.

10
Itu tadi Analisis situasi PJB Kritis dan gangguan Hipotiroid
Kongenital bayi baru lahir pastinya dapat menambah dan
melengkapi informasi tentang Kebijakan program Skrining bayi baru
lahir

Anda telah menyelesaikan sub materi pokok 1. Bagaimana


dengan materinya? Menarik bukan?

11
2. Kebijakan Nasional Terkait PJB Kritis dan Gangguan
Hipotiroid Kongenital

Nah..jika Anda ingin lebih paham tentang Latar Belakang


Program Skrining Bayi Baru Lahir? kita pelajari bersama di sub
materi pokok 2 ini yaaa…

Untuk menurunkan kematian bayi baru lahir akibat PJB kritis dan
gangguan hipotiroid kongenital, Kementerian Kesehatan telah
memiliki kebijakan nasional dalam penanganan PJB kritis dan
gangguan hipotiroid kongenital termasuk deteksi dini kedua kasus
tersebut.
Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk melakukan
transformasi sistem kesehatan. Skrining bayi baru lahir merupakan
tranformasi layanan primer dalam rangka pencegahan sekunder
yaitu skrining 14 penyakit penyebab kematian tertinggi di tiap
sasaran usia, skrining stunting dan peningkatan ANC untuk
kesehatan ibu dan bayi. Program skrining bayi baru lahir
merupakan program prioritas dalam penurunan angka kematian
bayi yang dilakukan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama
(FKTP) dengan sasaran seluruh bayi baru lahir, meliputi pelayanan
manajemen terpadu bayi muda (MTBM), skrining hipotiroid
kongenital dan skrining penyakit jantung bawaan (PJB) kritis.

Dasar hukum terkait Penyakit Jantung Bawaan (PJB) dan Skrining


Hipotiroid Kongenital (SHK):
1. Amandemen UUD 1945 Pasal 28B ayat 2, menyatakan bahwa
setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi
2. Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
12
Anak
a. Pasal 8 menyebutkan bahwa, setiap anak berhak
memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial
sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial,
selain itu juga
b. Pasal 44 menyebutkan bahwa pemerintah wajib
menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya
kesehatan yang komprehensif bagi anak yang meliputi
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative di
fasilitas pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan, agar
setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal
sejak dalam kandungan
c. Pasal 46 menyatakan bahwa: negara, pemerintah,
keluarga, dan orang tua wajib mengusahakan agar anak
yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam
kelangsunga hidup dan/atau menimbulkan kecacatan
3. Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Undang-undang nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan
a. Pasal 41 ayat (1) menyebutkan upaya kesehatan bayi dan
anak ditujukan untuk menjaga bayi dan anak tumbuh dan
berkembang dengan sehat, cerdas, dan berkualitas serta
menurunkan angka kesakitan, kematian, dan
kedisabilitasan bayi dan anak
b. Pasal 41 ayat (3) menyebutkan upaya kesehatan bayi dan
anak sebagaimana dimaksud termasuk skrining bayi baru
lahir dan skrining kesehatan lainnya.
c. Pasal 45 menyebutkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah harus menjamin anak yang dilahirkan
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar
agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal
5. Undang-undang Nomor 36 tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam

13
Medis
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 411/Menkes/PER/III/2010
tentang Laboratorium Klinik
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun 2013 tentang
cara penyelenggaran laboratorium klinik yang baik
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 tahun 2014 tentang
upaya kesehatan anak
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 78 tahun 2014 tentang
skrining hipotiroid kongenital
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 tahun 2023 tentang
pemeliharaan alat kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat.
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 370/Menkes/SK/III/2007
tentang standar profesi ahli teknologi laboratorium kesehatan
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 605/Menkes/SK/VII/2008
tentang standar Balai Laboratorium Kesehatan dan Balai Besar
Laboratorium Kesehatan
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2022 Tentang Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat, Klinik,
Laboratorium Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Tempat Praktik
Mandiri Dokter, Dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi
16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes
/1511/2023 tentang juknis pelayanan kebidanan dan neonatal
dalam rangka implementasi peraturan menteri kesehatan
nomor 3 tahun 2023 tentang standar tarif pelayanan kesehatan
dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan
17. Kepmenkes RI No. HK.01.07/MENKES/1186/2022 tentang
Panduan Praktek Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Tingkat pertama
18. Kepmenkes RI No. HK 01.07/MENKES/85/2023tentang Tata
Laksana Gagal Jantung pada Anak

Amanah dalam peraturan-peraturan tersebut merupakan dasar


14
hukum yang perlu didukung dengan berbagai peraturan pemerintah
dan pemerintah daerah serta kebijakan program agar bisa
dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan. Kebijakan nasional
menetapkan bahwa skrining penyakit jantung bawaan dan skrining
hipotiroid kongenital wajib dilakukan oleh seluruh bayi baru lahir di
seluruh fasilitas pelayanan kesehatan.
Dalam rangka upaya percepatan pelaksanaan skrining hipotiroid
kongenital telah dikeluarkan 3 (tiga) surat edaran yaitu:
1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor
HK.02.02/II/3398/2022 tanggal 13 Oktober 2022 tentang
Kewajiban Pelaksanaan Skrining Hipotiroid Kongenital Pada
Bayi Baru Lahir di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Penyelenggara Pertolongan Persalinan Dalam Rangka
Meningkatkan Kualitas Anak Indonesia
2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor
HK.02.02/III/3887/2022 tanggal 7 Desember 2022 tentang
Kewajiban Fasilitas Pelayanan Kesehatan Untuk Melakukan
Pelaporan Skrining Hipotiroid Kongenital Pada Bayi Baru Lahir
3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor
HK.02.02/I/0055/2023 tanggal 6 Januari 2023 tentang
Kewajiban Pelaporan Bagi Rumah Sakit Penyelenggara
Pemeriksaan Skrining Hipotiroid Kongenital Pada Bayi Baru
Lahir di Aplikasi RS Online

Itu tadi beberapa latar belakang program skrining bayi baru lahir yang
pastinya dapat menambah dan melengkapi informasi tentang Kebijakan
program Skrining bayi baru lahir

Anda telah menyelesaikan materi pokok 1. Bagaimana


dengan materinya? Menarik bukan?

15
SEKARANG SAYA TAHU

1. Analisis situasi PJB Kritis dan gangguan Hipotiroid Kongenital


bayi baru lahir terdiri dari:
a. Analisis Situasi Penyakit Jantung Bawaan Kritis
b. Analisis Situasi Hipotiroid Kongenital

2. Kebijakan Nasional Terkait PJB Kritis dan Gangguan Hipotiroid


Kongenital
Program skrining bayi baru lahir merupakan program prioritas
dalam penurunan angka kematian bayi yang dilakukan pada
fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dengan sasaran
seluruh bayi baru lahir, meliputi pelayanan manajemen terpadu
bayi muda (MTBM), skrining hipotiroid kongenital dan skrining
penyakit jantung bawaan (PJB) kritis.

Nah, sekarang Anda telah mengetahui latar belakang


program skrining bayi baru lahir. Lalu, apa tujuan program
skrining bayi baru lahir? Yuk pelajari materi kegiatan belajar
Materi Pokok 2 ya!

16
Materi Pokok 2:
Tujuan Program Skrining Bayi Baru Lahir

Pendahuluan
Tujuan Program Skrining Bayi Baru Lahir
Skrining pada bayi baru lahir adalah istilah yang menggambarkan
berbagai cara tes yang dilakukan pada bayi baru lahir untuk
mengetahui kelainan sedini mungkin agar dapat dilakukan
penanganan untuk mencegah kecacatan atau kematian bayi serta
mengoptimalkan pertumbuhan anak jangka panjang. Setiap skrining
memiliki tujuan spesifik sesuai dengan apa yang akan diketahui
kelainannya.

Indikator Hasil Belajar:


Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta mampu menjelaskan
tujuan program skrining bayi baru lahir

Sub Materi Pokok:


Sub Materi Pokok 2 pada materi pokok ini adalah sebagai berikut:
1. Skrining PJB kritis
2. Skrining hipotiroid kongenital

17
Uraian Materi Pokok 2

Sebelum Anda mempelajari tentang Tujuan Program Skrining


Bayi Baru Lahir, apa yang anda ketahui tentang skrining PJB
Kritis?

Nah..jika Anda ingin lebih paham, kita pelajari bersama di


materi pokok 2 ini

1. Skrining PJB Kritis


Tujuan umum
Menurunkan kematian bayi baru lahir dengan penyebab kematian
penyakit jantung bawaan kritis

Tujuan khusus:
a. Mendeteksi dini kelainan penyakit jantung bawaan kritis yang
dilakukan pada bayi baru lahir sehat usia 24 – 48 jam pertama
setelah lahir dengan menggunakan alat infant pulse oximeter
b. Memberikan tata laksana yang cepat dan tepat berdasarkan
hasil skrining sehingga bayi baru lahir tetap sehat dan
berkualitas

Tujuan dari program skrining PJB Kritis ini perlu dipahami oleh
semua pihak, baik petugas kesehatan maupun masyarakat,
khususnya bagi ibu hamil atau keluarga dari ibu hamil. Mengapa?
Karena hal ini perlu dipahami oleh petugas kesehatan (termasuk
di fasilitas kesehatan layanan primer). Pertimbangannya agar
bisa menjelaskan kepada masyarakat secara benar tentang
18
program skrining PJB Kritis ini, mengingat program skrining ini
akan dilaksanakan bagi masyarakat. Demikian juga apa bila
petugas kesehatan yang bertugas memberikan pertolongan
kelahiran bisa mengetahui tentang program skrining ini. Ibu hamil
dan keluarganya juga perlu mendapatkan informasi secara
lengkap dan sejak dari awal tentang program skrining PJB Kritis
ini, dengan harapan saat melahirkan, ibunya dan/atau
keluarganya sudah memahami pentingnya program skrining PJB
Kritis bagi bayi umur 24 - 48 jam sejak dilahirkan. Bila petugas
kesehatan di lapangan, ibu hamil dan keluarganya mengetahui
sejak awal, maka diharapkan bila ada bayi yang mengalami PJB
Kritis, bisa segera ditemukan dan dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut dan/atau tindakan yang sesuai.

Anda telah menyelesaikan sub materi pokok 1. Bagaimana


dengan materinya? Menarik bukan?

19
2. Skrining Hipotiroid Kongenital

Nah..jika Anda ingin lebih paham tentang Tujuan Program


Skrining Bayi Baru Lahir? kita lanjutkan pelajari bersama di sub
materi pokok 2 ini yaaa…

Tujuan umum
Menurunkan prevalensi hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir
sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kejadian retardasi
mental dan gangguan tumbuh kembang, yang dapat
meningkatkan kualitas hidup anak.

Tujuan khusus
a. Mendeteksi kelainan bawaan hipotiroid yang dilakukan pada
bayi baru lahir usia 48 – 72 jam melalui pemeriksaan sampel
darah kering (dry blood)
b. Memberikan pengobatan dini sehingga dapat mencegah
dampak terjadinya gangguan tumbuh kembang atau
kecacatan

Tujuan dari program skrining HK, juga perlu dipahami oleh semua
pihak seperti halnya skrining PJB Kritis; yakni (perlu diketahui
petugas kesehatan maupun masyarakat, khususnya bagi ibu
hamil atau keluarga dari ibu hamil). Alasan dan pertimbangannya
sama dengan alasan dan pertimbangan saat membahas skrining
PJB Kritis; yakni agar petugas kesehatan bisa menjelaskan
substansi program skrining HK kepada masyarakat secara benar
dan menganjurkannya kepada masyarakat, karena hal tersebut
sangat penting bagi kesehatan anaknya. Oleh karena itu Ibu
hamil sangat penting untuk mendapatkan informasi skrining HK
ini secara lengkap dan sejak masa kehamilan. Dengan
20
mendapatkan informasi secara utuh dan lengkap tentang skrining
HK ini, sejak dari awal kehamilan, maka ibu yang melahirkan
dan/atau keluarganya, diharapkan menyambut dengan baik
program skrining HK bagi bayinya pada usia 48 - 72 jam sejak
dilahirkan. Bila petugas kesehatan di lapangan dan ibu hamil
serta keluarganya mengetahui sejak awal, maka diharapkan
program skrining HK bisa berjalan lancar, sehingga bila ada bayi
yang mengalami HK, bisa segera ditemukan dan dilakukan
pengobatan. Hal ini sangatlah penting bahwa kasus HK perlu
ditemukan sejak dari awal, karena akibat dari HK yang tidak
dilakukan pengobatan bisa mengakibatkan gangguan
pertumbuhan, dan retardasi mental.

Nah…Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar Materi Pokok 2.


Bagaimana dengan materinya? Menarik bukan?

21
SEKARANG SAYA TAHU

1. Tujuan skrining penyakit jantung bawaan kritis adalah untuk


mendeteksi kelainan penyakit jantung bawaan kritis yang
dilakukan pada bayi baru lahir tampak sehat usia 24 – 48 jam
setelah lahir sehingga dapat memberikan tata laksana yang
cepat dan tepat.
2. Tujuan skrining hipotiroid kongenital adalah untuk mendeteksi
kelainan bawaan hipotiroid yang dilakukan pada bayi baru lahir
usia 48 – 72 jam agar dapat diberikan pengobatan dini sehingga
dapat mencegah dampak terjadinya gangguan tumbuh kembang
atau kecacatan

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tujuan program


skrining bayi baru lahir. Lalu, bagaimana strategi kebijakan
program skrining bayi baru lahir? Yuk pelajari materi
kegiatan belajar Materi Pokok 3 ya

22
Materi Pokok 3:
Strategi Kebijakan Program Skrining
Bayi Baru Lahir

Pendahuluan

Arah kebijakan program skrining bayi baru lahir merupakan bagian


dari arah kebijakan program kesehatan anak bahwa, mewujudkan
anak yang sehat sebagai modal dasar sumber daya manusia yang
berkualitas melalui upaya peningkatan derajat kesehatan anak
secara optimal. Kebijakan ini diwujudkan melalui upaya
peningkatan kelangsungan hidup dan kualitas hidup anak.

Skrining penyakit jantung bawaan kritis merupakan upaya


peningkatan kelangsungan hidup, meskipun ketika bertahan hidup
maka perlu adanya upaya dalam peningkatan kualitas hidup.
Sedangkan, skrining hipotiroid kongenital merupakan upaya
peningkatan kualitas hidup anak, dalam rangka menurunkan
prevalensi gangguan tumbuh kembang balita.

Langkah-langkah strategis dalam pelaksanaan skrining penyakit


jantung bawaan kritis dan skrining hipotiroid kongenital, dituangkan
dalam suatu strategi kebijakan secara umum, sebagai berikut:
1. Meningkatkan cakupan, akses/ketersediaan pelayanan skrining
bayi baru lahir
2. Menjamin kualitas pelayanan skrining bayi baru lahir
3. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi antar pihak terkait
penyelenggaraaan skrining bayi baru lahir melalui peningkatan
23
peran serta masyarakat, pemerintah daerah, dan pemerintah
pusat
4. Meningkatkan pengetahuan keluarga dan masyarakat terkait
skrining bayi baru lahir.

Indikator Hasil Belajar:


Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta mampu menjelaskan
strategi kebijakan program skrining bayi baru lahir

Sub Materi Pokok:


Sub Materi Pokok 3 pada materi pokok ini adalah sebagai berikut:
1. Skrining PJB kritis
2. Skrining hipotiroid kongenital

24
Uraian Materi Pokok 3

Sebelum Anda mempelajari tentang Strategi Kebijakan


Program Skrining Bayi Baru Lahir, apa yang anda ketahui
tentang strategi kebijakan program skrining PJB Kritis?

Nah..jika Anda ingin lebih paham, kita pelajari bersama di


materi pokok 3 ini

1. Strategi Kebijakan Program Skrining Penyakit Jantung


Bawaan Kritis

a. Meningkatkan cakupan dan akses/ketersediaan pelayanan


skrining penyakit jantung bawaan kritis
Indonesia belum memiliki program nasional skrining PJB kritis
sehingga data prevalensi dan cakupan skrining penyakit
jantung bawaan kritis belum tersedia.

Dalam rangka upaya peningkatan cakupan dan ketersediaan


akses pelayanan skrining PJB kritis. Kementerian Kesehatan
melakukan upaya pemenuhan alat skrining berupa infant pulse
oximeter, melatih tenaga kesehatan, dan penyusunan
pedoman skrining untuk seluruh Puskesmas secara bertahap
sejak tahun 2023.

Pemantauan secara berkala pada level aktifitas dan output


program menjadi hal yang penting dalam peningkatan cakupan
dan ketersediaan akses pelayanan skrining PJB kritis,
sehingga diharapkan dapat meningkatkan demand pelayanan
25
skrining penyakit jantung bawaan kritis.

b. Meningkatkan kualitas pelayanan skrining penyakit


jantung bawaan kritis
Mutu pelayanan merupakan bagian yang penting dari
keberlangsungan suatu program. Faktor penting dalam
menjaga mutu layanan diantaranya adalah kualitas tenaga
kesehatan dalam melakukan pelayanan skrining penyakit
jantung bawaan kritis. Pelatihan dan orientasi merupakan
salah satu strategi dalam pemenuhan mutu pelayanan skrining
penyakit jantung bawaan kritis.

Selain itu, sistem pelayanan yang baik memerlukan suatu


acuan atau standar prosedur yang harus tersedia pada setia
fasilitas pelayanan kesehatan. Pemenuhan pedoman, standar
prosedur dalam melakukan skrining penyakit jantung bawaan
kritis merupakan bagian penting dalam menjaga mutu layanan.

c. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi pada pihak


terkait pelaksanaan skrining penyakit jantung bawaan
kritis
Menjalin koordinasi dan komunikasi pada pihak terkait
pelaksanaan suatu program penting dilakukan oleh
penanggung jawab program dan pelaksana program termasuk
pelaksana pelayanan. Komunikasi dilakukan dalam rangka
mendapatkan update informasi terkait penyakit jantung
bawaan kritis dan dapat sebagai advokasi pelaksanaan
program.

Pemantuan dan evaluasi juga dapat menjadi bagian dalam


kegiatan koordinasi dan komunikasi eksternal sehingga dapat
sebagai strategi perbaikan mutu pelayanan skrining penyakit
jantung bawaan kritis.

26
d. Meningkatkan pengetahuan keluarga dan masyarakat
terkait skrining penyakit jantung bawaan kritis
Edukasi pada masyarakat penting dilakukan dalam
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
penyakit jantung bawaan kritis. Peningkatan cakupan dan
kualitas pelayanan skrining penyakit jantung bawaan kritis
tidak akan tercapai apabila masyarakat tidak mau atau
menolak mendapatkan pelayanan skrining tersebut.

Anda telah menyelesaikan sub materi pokok 1. Bagaimana


dengan materinya? Menarik bukan?

27
2. Strategi Kebijakan Program Skrining Hipotiroid Kongenital

Nah..jika Anda ingin lebih paham tentang Strategi Kebijakan


Program Skrining Bayi Baru Lahir? kita lanjutkan pelajari
bersama di sub materi pokok 2 ini yaaa…

a. Meningkatkan cakupan dan akses/ketersediaan


pelayanan skrining hipotiroid kongenital
1) Dukungan regulasi/kebijakan Pemerintah Pusat diikuti
kebijakan Pemerintah Daerah (Provinsi dan
Kabupaten/kota) untuk melaksanakan program skrining
hipotiroid kongenital di seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan
2) Memastikan ketersediaan sumber daya
a) Penanggung jawab program di tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota
b) Tenaga kesehatan yang melakukan pengambilan
sampel di setiap fasilitas pelayanan kesehatan
c) Biaya untuk pemeriksaan SHK dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP) SHK di setiap Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Pemerintah (pusat dan
daerah provinsi, kabupaten / kota) berkewajiban
menyediakan anggaran yang cukup, untuk skrining
hipotiroid kongenital serta tindak lanjutnya.
Penyediaan tersebut bisa melalui Dana Alokasi
Khusus, APBD, APBN, dan/atau mekanisme
jaminan kesehatan nasional.
3) Laboratorium Rujukan Pemeriksaan SHK.
a) Tersedia 11 (sebelas) Laboratorium Rujukan
Skrining Hipotiroid Kongenital lengkap beserta
sumber daya manusia, peralatan dan logistic
28
dengan regional rujukan, yaitu : Laboratorium
RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo; Laboratorium
RSUP Dr. Hasan Sadikin; Laboratorium RSUP Dr.
Sardjito; Laboratorium RSUD Dr. Soetomo;
Laboratorium RSUP H. Adam Malik; Laboratorium
RSUP Dr. M Djamil; Laboratorium RSUP Dr. M
Hoesin; Laboratorium RSUP Dr. Kariadi;
Laboratorium RSUP Prof. IGNG Ngoerah;
Laboratorium RSUP Dr. Wahidin; dan
Laboratorium RSUP Prof. Dr. Kandou.
b) Laboratorium Kesehatan Daerah (LABKESDA) DKI
Jakarta

b. Pemantauan dan evaluasi berkala pelaksanaan


program skrining hipotiroid kongenital, terutama
pemantauan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang
mampu melakukan pengambilan sampel dan atau
pemeriksaan sampel SHK.

c. Meningkatkan Kualitas pelayanan skrining hipotiroid


kongenital
1) Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan di seluruh
fasilitas kesehatan terutama dalam hal pengambilan
sampel dan pengiriman sampel. Peningkatan kapasitas
tidak terbatas pada pelatihan, namun perlu dilakukan
secara berkala pendampingan teknis, on the job
training, in house training, kalakarya, dan lainnya.
2) Standar prosedur pelayanan skrining hipotiroid
kongenital yang merupakan bagian pelayanan bayi
baru lahir di seluruh fasilitas kesehatan
3) Pemantauan mutu pengambilan sampel yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan di tingkat fasilitas
pelayanan kesehatan. Dapat melibatkan organisasi

29
profesi, penanggung jawab program setempat, atau
laboratorium rujukan.
4) Pemantapan mutu internal dan eksternal laboratorium
pemeriksaan SHK dilakukan secara berkala baik dari
tingkat Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemantapan mutu
internal bertujuan untuk menjaga mutu metode
pemeriksaan dengan mempertimbangkan aspek
analitik dan klinis serta mempertinggi kesiagaan tenaga
sehingga pengeluaran hasil yang salah tidak terjadi
dan kesalahan dapat dilakukan segera.
Pemeliharaan dan kalibrasi alat merupakan kegiatan
yang harus dilakukan secara rutin oleh penanggung
jawab laboratorium.
5) Dokumentasi data dan pelaporan hasil pemeriksaan
perlu dilakukan untuk digunakan sebagai bahan
analisis mutu pelayanan skrining

d. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi pada pihak


terkait pelaksanaan skrining hipotiroid kongenital
1) Advokasi dan sosialisasi pada pihak-pihak yang terkait
untuk mendukung pelaksanaan skrining hipotiroid
kongenital. Advokasi dan sosialisasi harus dilakukan
secara terus menerus di setiap jenjang mulai dari
tingkat pusat dan daerah.
2) Penyelenggaraan program SHK tidak terlepas dari
mekanisme koordinasi jejaring SHK yang mempunyai
komitmen untuk mendukung proses pelaksanaan di
berbagai tingkatan. Koordinasi dan kerjasama jejaring
ini melibatkan semua unsur dari lintas program, lintas
sektor terkait dan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) ditingkat pusat, provinsi, sampai
kabupaten/kota.

30
3) Koordinasi dapat sebagai upaya peningkatan
aksesibilitas dan cakupan program SHK dengan
meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas
sektor, masyarakat dan mitra (organisasi profesi, LSM,
donor agency).

e. Meningkatkan pengetahuan keluarga dan masyarakat


terkait skrining hipotiroid kongenital
1) Komunikasi, informasi, dan Edukasi (KIE) dimulai sejak
waktu pemeriksaan kehamilan terutama pada trimester
3 dan perlu disampaikan ulang setiap kunjungan. Hal
ini memperkecil peluang penolakan orang tua terhadap
SHK dibandingkan apabila KIE baru dilakukan pada
saat ibu telah melahirkan.
2) Penyediaan media KIE dalam berbagai bentuk media
seperti brosur, leaflet, lembar balik, media sosial
elektronik dan lainnya.
3) Keterlibatan pihak lainnya seperti masyarakat, pihak
swasta, dan pemerintah daerah (provinsi maupun
kabupaten / kota) sangat penting untuk kesuksesan
program ini.

Nah, sekarang Anda telah mengetahui Strategi Kebijakan


Program Skrining Hipotiroid Kongenital

31
SEKARANG SAYA TAHU

1. Strategi kebijakan pelaksanaan skrining penyakit jantung


bawaan kritis terdiri dari 4 (empat) hal yaitu:
a. Meningkatkan cakupan dan akses/ketersediaan
pelayanan skrining penyakit jantung bawaan kritis
b. Meningkatkan kualitas pelayanan skrining penyakit
jantung bawaan kritis
c. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi pada pihak
terkait pelaksanaan skrining penyakit jantung bawaan
kritis
d. Meningkatkan pengetahuan keluarga dan masyarakat
terkait skrining penyakit jantung bawaan kritis

2. Strategi Kebijakan Program Skrining Hipotiroid Kongenital


terdiri dari 5 (lima) hal yaitu:
a. Meningkatkan cakupan dan akses/ketersediaan
pelayanan skrining hipotiroid kongenital
b. Pemantauan dan evaluasi berkala pelaksanaan program
skrining hipotiroid kongenital, terutama pemantauan
jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu
melakukan pengambilan sampel dan atau pemeriksaan
sampel SHK.
c. Meningkatkan Kualitas pelayanan skrining hipotiroid
kongenital
d. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi pada pihak
terkait pelaksanaan skrining hipotiroid kongenital
e. Meningkatkan pengetahuan keluarga dan masyarakat
terkait skrining hipotiroid kongenital

32
Nah, sekarang Anda telah mengetahui strategi kebijakan
program skrining bayi baru lahir.

Jangan lupa mengerjakan tes formatif ya…..

SELAMAT MENGERJAKAN DAN SUKSES…

33
C TES FORMATIF

1. Mengapa perlu adanya kebijakan dalam implementasi


program skrining PJB kritis maupun skrining Hk?
2. Jelaskan tujuan masing-masing dari program skrining PJB
Kritis dan skrining HK?
3. Sebutkan minimal 2 (dua) rumusan kebijakan yang menjadi
acuan pelaksanaan program skrining Bayi Baru Lahir?

34
1. Adanya kebijakan tentang program skrining sangat di
butuhkan dalam implementasi program skrining PJB kritis
maupun program skrining HK, agar pelaksanaan program
tersebut bisa berjalan dengan baik dan lancar. Karena
melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh penanggung jawab
program (Kementerian Kesehatan), maka akan memberikan
acuan bagi para stakeholder terkait, baik dalam kordinasi
maupun dalam alokasi sumber daya.
2. Tujuan program skrining PJB kritis adalah untuk mendeteksi
secara dini adanya PJB kritis pada bayi baru lahir (umur 24-
48 jam), sedangkan tujuan program skrining HK adalah untuk
mendeteksi hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir (usia 48
– 72 jam)
3. Rumusan kebijakan yang menjadi acuan pelaksanaan
program skrining Bayi Baru Lahir, adalah :
a. Meningkatkan cakupan dan akses/ketersediaan
pelayanan skrining PJB kritis dan/atau HK
b. Meningkatkan kualitas pelayanan skrining PJB kritis
dan/atau HK
c. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan pihak
terkait pelaksanaan skrining PJB kritis dan/atau skrining
HK

35
d. Meningkatkan pengetahuan keluarga dan masyarakat
terkait skrining PJB kritis dan/atau skrining HK

36
E REFERENSI

1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan


2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 78 Tahun 2014 tentang
Skrinning Hipotiroid Kongenital.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014 tentnag
Upaya Kesehatan Anak
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum
Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah
Melahirkan, Pelayanan Kontrasepsi, dan Pelayanan
Kesehatan Seksual.
5. UU Omnibus Law Kesehatan Pasal 51, 52, 53 dan 54
6. Survei Status Gizi Indonesia Tahun 2022
7. Modul Program Implementation, WHO

37
F DAFTAR ISTILAH

AKB : Angka Kematian Bayi


PJB : Penyakit Jantung Bawaan
HK : Hipotiroid Kongenital
SHK : Skrining Hipotiroid Kongenital
FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
MTBM: Manajemen Terpadu Bayi Muda
KIE : Komunikasi Informasi Edukasi
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
BMHP : Bahan Medis Habis Pakai

38
MATA PELATIHAN INTI 1

SKRINING PJB KRITIS (INPOST)


DAFTAR ISI

Daftar isi ……………………………………...……………… i

A. Tentang Modul Ini ………………………..……………… 1

Deskripsi Singkat …………………..….………………… 2

Tujuan Pembelajaran ……..…...…….…………………. 4

Materi Pokok …………………....……….……………… 5

B. Kegiatan Belajar …………………………………………. 6

Materi Pokok 1. Konsep skrining PJB dan 7


PJB Kritis ……………………………….
Materi Pokok 2. Sirkulasi darah janin dan 18
bayi setelah lahir……….......................
Materi Pokok 3. Komunikasi Informasi Edukasi 32
Skrining PJB …………………………...
Materi Pokok 4. Pengukuran Saturasi Oksigen ………. 43

Daftar Pustaka……………………………………………….. 59

Daftar Istilah …………………………………………………. 62

i
A Tentang Modul Ini

1
DESKRIPSI SINGKAT
Skrining PJB Kritis

Sesuai amanah Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun


2009 tentang kesehatan dan undang-undang Nomor 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, maka pelayanan kesehatan pada
anak diarahkan untuk mewujudkan pelayanan kesehatan pada
anak diarahkan untuk mewujudkan pelayanan kesehatan anak
yang komperhensif meliputi Promotif, Preventif, Kuratif dan
rehabilitatif.

Upaya penurunan angka kematian anak dalam mencapai target


SDGS (Suistanable Development Goals) 2030 harus diiringi
dengan peningkatan kualitas hidup anak dimana salah satu
upayanya adalah dilakukannya deteksi kesehatan sedini mungkin
bahkan sejak neonatus yang dilakukan melalui skrining neonatus.
Skrining atau uji saring pada neonatus (Neonatal Screening)
adalah istilah yang menggambarkan berbagai cara tes yang
dilakukan pada beberapa hari pertama kehidupan bayi yang dapat
memisahkan bayi-bayi yang mungkin menderita kelainan dari bayi-
bayi yang tidak menderita kelainan.

Tujuan dari skrining neonatus adalah untuk mengetahui kelainan


pada anak sedini mungkin dimana gejala klinis belum muncul,
memberikan intervensi sedini mungkin untuk mencegah kecacatan
atau kematian bayi yang pada akhirnya dapat mengoptimalkan
potensi tumbuh kembang anak. Deteksi dini melalui skrining pada
neonatus merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan

2
generasi berkualitas untuk kemajuan bangsa agar dapat bersaing
dalam persaingan global.

Sampai saat ini Indonesia belum menerapkan Skrining neonatus


sebagai pelayanan standar pada neonatus. Dalam rangka
mewujudkan pelaksanaan skrining neonatus di Indonesia,
Kementerian kesehatan RI telah membentuk kelompok kerja
Nasional Program Skrining Neonatus yang tertuang pada
Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/IX/2009 yang bertugas antara lain
untuk melakukan kajian-kajian yang berkaitan dengan kebijakan
operasional dan strategis mengenai Skrining Neonatus hinggga
melakukan advokasi, sosialisasi, edukasi dan koordinasi kepada
masyarakat, lintas program, lintas sektor dan organisasi profesi,
termasuk organisasi pemerintah daerah provinsi dan/atau
Kabupaten/Kota.

Dalam kurikulum ini kita akan membahas terkait dengan PJB


bayi baru lahir dan PJB kritis. Sampai saat ini belum ada angka
kematian neonatal akibat PJB kritis di Indonesia secara global.
Berdasarkan data WHO 2018, angka kematian neonatal di
Indonesia yaitu 15/1000 kelahiran hidup dengan cacat lahir
sebagai penyebab ke-empat terbanyak. Salah satu dari 100
neonatus mengalami penyakit jantung bawaan (PJB) dan sekitar
25% (2 - 4 per 1000 kelahiran) mengalami PJB kritis. Angka
kematian neonatal akibat PJB kritis di RSUP Dr.Sardjito yaitu
35,6%, sedikit lebih tinggi dari angka kematian PJB kritis di
Malaysia yaitu 34,8%. Kematian PJB kritis didapatkan lebih tinggi
pada kelompok yang terlambat didiagnosis dibandingkan yang
didiagnosis awal.

3
TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan


skrining penyakit jantung bawaan kritis (INPOST)

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:

1. Menjelaskan konsep skrining PJB


2. Menjelaskan sirkulasi darah janin
3. Menjelaskan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) Skrining PJB
4. Melakukan pengukuran saturasi oksigen

4
MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:

1. Konsep skrining PJB dan PJB Kritis

2. Sirkulasi darah janin

3. Komunikasi Informasi Edukasi Skrining PJB

4. Pengukuran Saturasi Oksigen

5
B Kegiatan Belajar

6
MATERI POKOK 1
Konsep skrining PJB dan PJB
Kritis

Pendahuluan
Penyakit jantung bawaan (PJB) kritis merupakan bagian dari
penyakit jantung bawaan yang menyebabkan gejala yang berat
dan mengancam jiwa yang memerlukan intervensi dalam tahun
pertama kehidupan. Insidensi penyakit jantung bawaan di Amerika
Serikat dan Eropa berkisar antara 7 hingga 9 kasus tiap 1.000
kelahiran hidup. Dua puluh lima hingga 30% diantaranya
merupakan penyakit jantung bawaan kritis. Penyakit jantung
bawaan merupakan penyebab kematian terbanyak pada tahun
pertama kehidupan, dengan prevalensi 3% dari total kematian
pada bayi dan lebih dari 40% total kematian akibat malformasi
kongenital.
Penyakit jantung bawaan kritis memiliki onset gejala dan
derajat keparahan yang beragam. Gejala dapat timbul beberapa
jam, hari bahkan minggu setelah kelahiran dengan gambaran klinis
yang tidak begitu jelas, sementara pada keadaan lain dapat
menimbulkan kebiruan, penurunan perfusi jaringan, serta sesak
secara mendadak. Keadaan ini disebabkan sirkulasi transisi pada
6−8 minggu pertama kehidupan serta mekanisme kompensasi
tubuh untuk mempertahankan keseimbangan normal. Gejala baru
jelas muncul setelah tubuh gagal mengompensasi proses

7
kegawatan yang terus berlanjut atau pada kelainan yang sangat
berat.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta mampu melakukan


skrining penyakit jantung bawaan kritis (INPOST)

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 1:


1. Pengertian PJB

2. Epidemiologi

3. Gejala Klinis Umum

8
Uraian Materi Pokok 1

Apa yang Anda ketahui tentang Konsep skrining PJB dan PJB Kritis?
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang konsep skrining, silahkan kita
simak bersama materi dibawah ini ya, yuk semangat !

a. Pengertian PJB
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan salah satu kelainan
kongenital pada bayi baru lahir (BBL) yang berkontribusi pada
morbiditas dan mortalitas bayi dan anak di seluruh dunia. Penyakit
jantung bawaan (PJB) termasuk jenis kelainan kongenital paling
umum ditemukan pada anak baru lahir. PJB didefinisikan
sebagai abnormalitas struktur jantung atau pembuluh darah
besar intrathoracal yang dapat mempengaruhi fungsi
kardiovaskular secara signifikan. Sedangkan PJB kritis adalah
PJB yang membutuhkan intervensi transkateter atau bedah,
termasuk didalamnya PJB tergantung duktus dan PJB sianosis
yang tidak tergantung duktus. Diantara bayi dengan PJB,
sekitar 25% diantaranya merupakan suatu PJB kritis, yang
membutuhkan intervensi bedah ataupun kateterisasi dalam
tahun pertama kehidupan. Sayangnya, PJB kritis tidak selalu
terdeteksi saat prenatal bahkan saat perawatan bayi baru lahir.
sehingga saat bayi dengan PJB kritis dipulangkan, bayi
mengalami perburukan di rumah dan terlambat kembali ke
rumah sakit. Hal ini menyebabkan tingginya angka kematian
bayi dengan PJB kritis. Bayi dengan PJB kritis berisiko
kematian atau membutuhkan tindakan invasif berupa operasi

9
bedah atau kateterisasi intervensi dalam usia 28 hari setelah
lahir.
Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang pengertian
PJB dan PJB kritis. Materi selanjutnya akan membahas
tentang epidemiologi PJB dan PJB Kritis

b. Epidemiologi

Berbagai studi menunjukkan negara-negara Asia


menempati peringkat tertinggi prevalensi PJB di dunia, dengan
proporsi 1 per 100 kelahiran hidup. PJB berkontribusi terhadap
81 kasus per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan PJB
berdampak pada 70% penurunan harapan hidup pada perinatal
(bayi berusia hingga 28 hari kehidupan). Penyakit jantung
bawaan (PJB) kritis pada anak merupakan manifestasi berat
penyakit jantung bawaan dengan gejala yang dapat
mengancam jiwa sehingga memerlukan intervensi dalam tahun
pertama kehidupan, karena PJB kritis adalah penyumbang
terbesar (64,7%) kematian karena PJB pada bayi.

Meskipun di Indonesia belum terdapat data prevalensi


morbiditas dan mortalitas akibat PJB pada bayi, namun data
SDKI (2017), menunjukkan angka kematian pada bayi dengan
kelainan kongenital (termasuk PJB) menempati urutan ke-4
untuk kategori bayi usia 0 - 7 hari, dan merupakan peringkat ke-
2 (dua) kematian bayi usia 8 – 28 hari di Indonesia. Diprediksi
50.000 bayi mengalami PJB atau ¾ nya merupakan Penyakit
Jantung Bawaan (PJB). Sedangkan sekitar ¼ nya merupakan
PJB kritis atau berkisar 12.500 bayi lahir dengan PJB kritis di
10
Indonesia. Sehingga dapat diestimasi bahwa sebahagian besar
kematian pada kelainan kongenital bayi 0 – 28 hari disebabkan
karena PJB dan PJB kritis.
Pemeriksaan dini akan sangat berpengaruh pada kualitas
hidup pasien PJB. Deteksi dini juga bisa dilakukan melalui USG
prenatal, namun ini jarang dilakukan dan memerlukan
ketrampilan khusus. Pemeriksaan fisik yaitu bising jantung
untuk mendeteksi PJB kritis hanya mendeteksi setengah dari
PJB kritis. Pemeriksaan baku emas PJB adalah ekokardiografi,
tetapi di FKTP dapat menggunakan pulse oksimeter yang
hemat biaya, tidak melukai bayi dan mudah dilakukan.
Di Amerika Serikat, skrining PJB kritis menggunakan pulse
oksimeter sudah rutin dilakukan. Evaluasi 6 tahun setelah
implementasi program skrining PJB kritis, ditemukan penurunan
33% kematian PJB kritis dan potensial penurunan 120
kematian bayi pertahun akibat PJB kritis.

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang epidemiologi.


Materi selanjutnya akan membahas tentang gejala klinis umum.
Yuk, semangaat !

c. Gejala Klinis Umum

Tidak semua PJB kritis menunjukkan gejala. Bayi baru lahir


dengan PJB kritis, pada saat lahir tampak sehat, tidak bergejala.
Gejala dan tanda PJB kritis muncul pada saat duktus arteriosus
menutup, biasanya pada saat bayi sudah dipulangkan dari
tempat dilahirkannya.

11
Terdapat 3 gejala utama yang dapat diobservasi/sering terlihat
pada PJB kritis:
1) Sianosis sentral atau warna biru pada lidah, gusi dan
mukosa bukal. Sianosis dapat terlihat bila hasil pemeriksaan
pulse oksimeternya menunjukkan < 80%.
2) Sesak napas: SpO2 yang rendah dapat terkait dengan
kesulitan bernapas atau gangguan pernapasan seperti
pneumonia, asma, atau penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK).
3) Warna Kulit: sianosis (warna kulit menjadi kebiruan), atau
membran mukosa yang kebiruan (seperti bibir dan kuku)
dapat menjadi tanda SpO2 yang rendah. Ini dapat
mengindikasikan masalah sirkulasi atau oksigenasi yang
serius.
Adapun pemeriksaan lainnya yang dapat ditemukan oleh
petugas, adalah:
1) Detak jantung tidak teratur: Kadar oksigen yang rendah
dalam darah juga dapat mempengaruhi detak jantung.
Detak jantung yang tidak teratur atau terlalu cepat
(takikardia) dapat menunjukkan adanya masalah kesehatan
yang perlu ditangani.
2) Penurunan perfusi sistemik: Penurunan ini menyebabkan
tekanan nadi ekstremitas bawah lebih lemah dibandingkan
tangan kanan, tekanan darah di kaki lebih rendah
dibandingkan tangan kanan.
Diagnosis PJB kritis dapat ditegakkan dengan melakukan
kombinasi 3 hal berikut: skrining pulse oksimeter, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan ekokardiografi. Kombinasi dari ketiga hal tersebut
12
adalah pendekatan yang paling baik untuk mencegah adanya
keterlambatan diagnosis. Petugas Kesehatan di puskesmas perlu
melakukan pemeriksaan fisik dan skrining menggunakan pulse
oksimeter terlebih dahulu. Adapun hasil pemeriksaan pulse
oksimetri terbagi menjadi 3 yaitu lolos (negatif), ulang dan gagal
(positif) berarti petugas Kesehatan perlu merujuk. Jika bayi dicurigai
terdapat gejala PJB, maka bayi dirujuk untuk pemeriksaaan
ekokardiografi. Berikut ini adalah algoritma pemeriksaan skrining
pulse oksimeter di puskesmas.

Bagan 1.1: algoritma skrining pulse oksimeter

13
Pemeriksaan dilakukan pada tangan kanan dan kaki bayi.
Hasil pemeriksaan pulse oksimeter terdiri atas 3 kategori, yaitu
lolos (negatif) jika hasil menunjukkan SpO2 > 95%,
Pemeriksaan ulang jika SpO2 < 95%, dan pemeriksaan gagal
(positif) jika hasil menunjukkan < 90% (Lihat pembahasan pada
materi pokok 4). Berikut ini adalah bagan hasil skrining
pemeriksaan pulse oksimeter.

•a. SpO2 ≥ 95% di tangan kanan atau kaki DAN


• perbedaan ≤ 3 % di tangan kanan dan kaki
Lolos •b. Tidak ada pemeriksaan lanjutan. Memberi tahu
• hasil pemeriksaan ke orang tua pasien

•a. SpO2 90% - <95% di tangan kanan dan kaki ATAU


• perbedaan >3% di tangan kanan dan kaki.
•b. Pemeriksaan dapat diulang sebanyak 2 kali dengan
Ulang • total 3 kali pemeriksaan. Setelah diulang sebanyak
3
• kali, maka tentukan hasil pemeriksaan termasuk
• lolos atau gagal sesuai dengan algoritma.

• Saturasi oksigen dengan hasil <90% di tangan kanan


atau kaki ATAU saturasi oksigen dengan hasil 90% -
Gagal <95% ATAU perbedaan >3% di tangan kanan dan
kaki sebanyak 3 kali pemeeriksaan dengan setiap
pemeriksaan berjarak 1 jam.

Bagan 1.2 Hasil skrining pemeriksaan pulse oksimeter

Pemeriksaan dini akan sangat berpengaruh pada kualitas


hidup pasien PJB. Deteksi dini juga bisa dilakukan melalui USG
prenatal, namun ini jarang dilakukan dan memerlukan
ketrampilan khusus. Pemeriksaan fisik yaitu bising jantung
untuk mendeteksi PJB kritis hanya mendeteksi setengah dari
PJB kritis. Skrining yang dapat dilakukan di FKTP di Indonesia
dengan menggunakan pulse oksimeter. Oleh karena itu,

14
pelatihan ini diistilahkan dengan nama Indonesian Newborn
Pulse Oximetry Training (INPOST).
Di bawah ini merupakan bagan pemeriksaan pulse
oksimeter dan indikasi yang dapat digunakan sebagai indikator
untuk menentukan tindakan selanjutnya yang perlu dilakukan
oleh petugas Kesehatan di FKTP.

Bagan 1.3 : Bagan pemeriksaan Pulse Oksimeter

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang gejala klinis


umum dan pemeriksaan pulse oksimeter. Materi selanjutnya
akan membahas tentang Sirkulasi Darah Janin.
15
SEKARANG SAYA TAHU

1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan salah satu


kelainan kongenital pada bayi baru lahir, yaitu abnormalitas
strukur jantung atau pembuluh darah besar intrathoracal yang
dapat mempengaruhi fungsi jantung bayi secara signifikan.
2. PJB tersering ditemukan pada bayi baru lahir di seluruh dunia.
PJB terutama ditemukan pada negara-negara Asia, dengan
proporsi 1 per 100 kelahiran hidup. PJB kritis dapat
memperberat kondisi bayi hingga kematian. PJB kritis
berkontribusi terhadap 64,7% kematian pada bayi di Indonesia
dan 70% penurunan harapan hidup pada perinatal.PJB
merupakan peringkat ke-empat penyebab kematian pada
neonatal dan peringkat ke-2 penyebab kematian perinatal di
Indonesia.
3. Terdapat 3 gejala utama yang dapat diobservasi/sering terlihat
pada PJB kritis, yaitu: 1). Sianosis sentral pada lidah, gusi dan
mukosa bukal, namun, sianosis baru dapat terlihat bila saturasi
< 80%; 2). Sesak napas: SpO2 yang rendah dapat terkait
dengan kesulitan bernapas atau gangguan pernapasan; 3).
Warna Kulit menjadi kebiruan atau membran mukosa yang
kebiruan pada bibir dan kuku) dapat menjadi tanda SpO 2 yang
rendah. Gejala yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan oleh
petugas adalah takikardi dan tekanan nadi ekstremitas bawah
lebih lemah dibandingkan tangan kanan, tekanan darah di kaki
lebih rendah dibandingkan tangan kanan.

16
MATERI POKOK 2
Sirkulasi Darah Janin

Pendahuluan

Petugas kesehatan terlatih perlu mengetahui perbedaan


sirkulasi janin dan setelah lahir agar dapat menemu-kenali
Penyakit jantung bawaan (PJB). Adapun perbedaan mendasar
sirkulasi janin dan bayi baru lahir adalah paru-paru di sirkulasi
janin belum berfungsi sebagai tempat oksigenasi. Tempat
oksigenasi janin adalah di plasenta. Pada sirkulasi janin
terdapat 4 shunt atau pirau, yaitu plasenta, duktus venosus,
foramen ovale, dan duktus arteriosus.

Darah dari plasenta menuju duktus venosus kemudian ke


vena kava inferior. Darah dari tubuh bagian atas dari vena kava
superior dan darah dari vena kava inferior masuk ke atrium
kanan. Sepertiga darah melewati foramen ovale masuk ke
atrium kiri. Dua pertiga darah di atrium kanan menuju ventrikel
kanan kemudian ke arteri pulmonalis. Paru-paru janin belum
berfungsi dan masih berisi cairan amnion maka tahanan
vaskular paru masih tinggi. Hal ini menyebabkan darah dari
arteri pulmonalis hanya sedikit yang masuk ke paru. Sebagian
besar darah akan lewat duktus arteriosus menuju ke aorta yang
mempunyai tahanan vaskular sistemik lebih rendah karena
berhubungan dengan sirkulasi plasenta.

17
Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat menjelaskan


sirkulasi darah janin dan bayi setelah lahir

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 2:

a. Gambaran dan aliran sirkulasi darah janin dan bayi setelah


lahir
b. Perbedaan sirkulasi janin dan bayi setelah lahir
c. Mekanisme perubahan sirkulasi
d. Penghambat perubahan sirkulasi

18
Uraian Materi Pokok 2

Apa yang Anda ketahui tentang sirkulasi darah janin? Apakah ada
perbedaan antara sirkulasi janin dan sirkulasi neonatus? Untuk
mengetahui lebih lanjut tentang sirkulasi darah janin dan neonatus,
silahkan kita simak bersama materi dibawah ini ya, yuk semangat !

a. Gambaran dan aliran sirkulasi darah janin dan bayi baru


lahir

Sirkulasi darah janin

Gambar 2.1 Gambar sirkulasi dan aliran darah janin sebelum lahir

Gambar di atas merupakan konsep sirkulasi darah janin.


Tempat oksigenasi janin adalah di plasenta. Terdapat 4 shunt
atau pirau di sirkulasi janin, yaitu 1) plasenta, 2) duktus venosus,
3) foramen ovale, dan 4) duktus arteriosus. Darah dari plasenta

19
menuju duktus venosus kemudian ke vena kava inferior. Darah
dari tubuh bagian atas (termasuk otak) mengalir melalui vena
kava superior dan darah dari tubuh bagian bawah dan plasenta
mengalir dari vena kava inferior masuk ke atrium kanan.
Sepertiga darah melewati foramen ovale masuk ke atrium kiri.
Dua pertiga darah di atrium kanan menuju ventrikel kanan
kemudian ke arteri pulmonalis. Paru belum berfungsi dan masih
berisi cairan amnion maka tahanan vaskular paru masih tinggi,
sehingga darah dari arteri pulmonalis hanya sedikit yang masuk
ke paru, sebagian besar darah akan lewat duktus arteriosus
menuju ke aorta yang mempunyai tahanan vaskular sistemik lebih
rendah karena berhubungan dengan sirkulasi plasenta.

Sirkulasi darah bayi baru lahir

Gambar 2.2 Gambar sirkulasi dan aliran darah bayi baru lahir

20
Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang sirkulasi dan
aliran darah janin dan bayi baru lahir. Selanjutnya, mari kita
bahas tentang Perbedaan Sirkulasi Darah Janin dan
Bayi Baru Lahir

Saat lahir, bayi menangis menyebabkan udara masuk ke


paru, alveolus terisi udara, mengembang dan mendorong
sisa cairan amnion dari alveolus ke kapiler, sehingga
tahanan vaskular paru turun dengan cepat. Akibat
penurunan tahanan vaskular paru yang cepat saat lahir
menyebabkan darah banyak melewati paru dan darah yang
kembali ke vena pulmonalis lebih banyak. Hal ini
menyebabkan tekanan di atrium kiri lebih tinggi daripada
atrium kanan, dan foramen ovale menutup dari arah kiri.
Selain itu setelah lahir plasenta dipotong, menyebabkan
tahanan vaskular sistemik naik dengan cepat.
Oleh karena plasenta dipotong, darah yang melewati
duktus venosus makin berkurang, sehingga terjadi obliterasi.
Selain itu, karena tahanan sistemik naik dan lebih tinggi dari
tahanan vaskular paru, maka darah yang melewati duktus
arteriosus tidak banyak, menyebabkan ductus arteriosus
menutup. Hal lain yang menyebabkan ductus arteriosus
menutup adalah: (1) kenaikan PaO 2 (tekanan oksigen) darah
akibat inspirasi pada neonatus; (2) tidak ada produksi
prostaglandin oleh plasenta karena plasenta dipotong; dan (3)
sisa prostaglandin dipecah oleh paru yang mulai berfungsi
setelah lahir. Ductus arteriosus menutup 93-95% pada bayi
usia 70 jam setelah lahir (sekitar usia 3 hari). Apabila masih
21
terbuka saat usia 3 hari maka dinamakan patent ductus
arteriosus (PDA).

Sekarang Anda telah mengetahui tentang gambaran dan aliran


sirkulasi darah janin dan bayi setelah lahir (neonatus). Materi
selanjutnya akan membahas tentang perbedaan sirkulasi janin
dan neonatus.

b. Perbedaan sirkulasi janin dan bayi baru lahir


Nah, dari pembahasan sebelumnya telah ditunjukkan
bahwa perbedaan utama sirkulasi janin dan saat lahir adalah
di pusat oksigenasi atau tempat pertukaran gasnya.

Perubahan utama dalam sirkulasi setelah lahir adalah


pergeseran aliran darah untuk pertukaran gas dari plasenta ke
paru-paru.
1) Sirkulasi plasenta hilang dan sirkulasi pulmonal terbentuk
2) Pemotongan plasenta menghasilkan hal-hal berikut:
a) Peningkatan systemic vascular resistance (SVR) karena
plasenta memiliki resistensi vaskular terendah pada janin.
b) Tidak ada aliran darah di vena umbilikalis menyebabkan
penutupan duktus venosus.
c) Tidak ada prostaglandin (PGE2), yang diproduksi oleh
plasenta. Prostaglandin (PGE2) mempertahankan patensi
atau terbukanya duktus arteriosus dalam rahim.
3) Paru-paru berfungsi untuk oksigenasi dan menyebabkan:
a) Penurunan tahanan vaskuler paru, peningkatan aliran
darah paru, dan penurunan tekanan arteri pulmonalis
22
(*Pembuluh nadi yang berfungsi untuk mengalirkan darah
dari jantung ke paru-paru).
b) Penutupan fungsional foramen ovale sebagai akibat dari
peningkatan tekanan di atrium kiri melebihi tekanan di
atrium kanan. Tekanan atrium kanan turun sebagai akibat
dari penutupan duktus venosus
c) Penutupan duktus arteriosus sebagai akibat dari
peningkatan saturasi oksigen dan aliran darah dari aorta
ke arteri pulmonalis melewati duktus arteriosus.
4) Perubahan tekanan arteri pulmonalis, aliran darah pulmonal
dan resistensi pembuluh darah pulmonal turun cepat segera
setelah lahir, dan sampai usia sekitar 2 bulan setelah lahir
tekanan pembuluh darah paru tetap turun seperti anak normal.

Gambar: 2.3 Perubahan pada tekanan arteri jantung, alur aliran darah
menuju jantung, dan Pulmonary vascular resistance (PVR)
selama 7 minggu sebelum kelahiran, setelah kelahiran dan,
dalam 7 minggu setelah kelahiran.

Sumber: Rudolph AM: Congenital Diseases of the Heart, 1974, Chicago Mosby

,
23
5) Penutupan Duktus Arteriosus
a. Penutupan fungsional duktus arteriosus terjadi dalam 10
sampai 15 jam setelah lahir oleh konstriksi otot polos medial
di ductus, namun penutupan fungsional ini dapat lebih
lambat terjadi bayi prematur.
b. Penutupan anatomis selesai pada usia 2 sampai 3 minggu
dengan perubahan permanen pada endotelium dan sub
intimal lapisan dari duktus
c. Oksigen, kadar PGE2, dan maturitas neonatus merupakan
faktor penting dalam penutupan duktus
d. Hampir seluruh bayi cukup bulan usia 3 hari, duktus
arteriosus sudah menutup

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang perbedaan


sirkulasi janin dan bayi baru lahir terutama terkait perubahan-
perubahan bentuk anatomis bagian dari sirkulasi darah.

c. Mekanisme perubahan sirkulasi

Selanjutnya kita akan membahas tentang mekanisme


perubahan sirkulasi janin dan bayi baru lahir. Yuk, semangat!

Mekanisme perubahan sirkulasi yang terjadi pada bayi saat


lahir disebut sebagai perubahan sirkulasi neonatal atau transisi
kardiorespirasi. Proses ini dimulai segera setelah bayi lahir dan
berlangsung dalam beberapa menit hingga beberapa jam
setelah lahir.

24
Berikut adalah mekanisme utama yang terlibat dalam
perubahan sirkulasi saat lahir:
1) Ekspansi paru-paru: Saat bayi lahir dan mulai bernapas,
paru-paru bayi mengalami ekspansi dan udara memasuki
alveoli. Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan di dalam
paru-paru dan memfasilitasi perubahan sirkulasi.
2) Penurunan tekanan dalam atrium kanan:
Sebelum lahir, tekanan dalam atrium kanan lebih tinggi
daripada tekanan dalam atrium kiri karena sebagian besar
darah yang masuk ke jantung dari vena umbilikalis
bercampur dengan darah yang telah beredar di tubuh.
Namun, setelah lahir, plasenta terputus dan aerasi paru-
paru terjadi, sehingga tekanan dalam atrium kanan
menurun.
3) Penutupan ductus arteriosus: Setelah lahir, berkurangnya
tekanan dalam atrium kanan dan peningkatan oksigenasi
darah menyebabkan konstriksi ductus arteriosus. Proses ini
dipicu oleh penurunan kadar prostaglandin yang diproduksi
oleh plasenta. Ductus arteriosus akan menutup secara
fungsional dalam beberapa jam setelah lahir dan kemudian
secara anatomi dalam beberapa hari hingga minggu.
4) Penutupan ductus venosus: Ductus venosus juga akan
menutup setelah lahir karena tekanan dalam sistem vena
meningkat dan darah yang mengandung oksigen dipompa
dari paru-paru melalui atrium kiri ke ventrikel kiri.
5) Aktivasi jantung: Pernapasan yang dimulai saat lahir
menyebabkan peningkatan aliran darah oksigen ke atrium

25
kiri. Ini akan mengisi ventrikel kiri dan merangsang jantung
untuk berkontraksi secara efisien.
6) Penurunan Resistensi Vaskular Paru (PVR): Setelah bayi
lahir dan paru-paru mengudara, resistensi vaskular paru-
paru menurun secara drastis karena alveoli paru-paru
terbuka dan pembuluh darah paru-paru merespons dengan
memperluas untuk meningkatkan aliran darah oksigen.
Penurunan PVR ini memungkinkan aliran darah ke paru-
paru yang lebih besar, memfasilitasi pertukaran gas yang
lebih efisien.
7) Aktivasi sel-sel Khusus: Selama perubahan sirkulasi
neonatal, sel-sel khusus dalam jantung dan pembuluh
darah, seperti sel-sel mioosit dan sel-sel endotel, berperan
penting dalam mengatur dan merespons perubahan aliran
darah dan tekanan.

Nah, kita telah membahas tentang mekanisme perubahan


sirkulasi. Materi selanjutnya akan membahas tentang
penghambat perubahan sirkulasi. Tetap semangat yaa!

d. Penghambat perubahan sirkulasi

Sekarang kita akan membahas tentang penghambat


perubahan sirkulasi normal pada bayi saat lahir.
Ada beberapa kondisi atau faktor yang dapat menjadi
penghambat perubahan sirkulasi normal pada bayi saat lahir.
Beberapa penghambat ini termasuk:

26
1) Asfiksia: Asfiksia adalah kondisi ketika pasokan oksigen ke
tubuh bayi terbatas atau terhenti sepenuhnya, baik sebelum
lahir atau saat lahir. Ini dapat menghambat perubahan
normal dalam sirkulasi karena oksigenasi yang buruk dapat
mengganggu mekanisme penutupan duktus arteriosus dan
duktus venosus.
2) Infeksi: Infeksi pada bayi dapat memengaruhi kemampuan
paru-paru untuk mengudara dan mengurangi elastisitas
paru-paru, yang dapat menghambat perubahan normal
dalam sirkulasi dan pertukaran gas.
3) Kelainan jantung bawaan: Beberapa kelainan jantung
bawaan dapat memengaruhi aliran darah normal dan
mengganggu perubahan sirkulasi setelah lahir.
4) Penyakit paru-paru: Masalah pada paru-paru, seperti
sindrom pernapasan bayi yang parah atau pneumonia
neonatal, dapat memengaruhi ekspansi paru-paru dan
pertukaran gas yang efisien, yang berdampak pada
perubahan sirkulasi normal.
5) Kegagalan adaptasi: Beberapa bayi mungkin mengalami
kesulitan dalam beradaptasi dengan perubahan lingkungan
setelah lahir, termasuk perubahan suhu, tekanan, dan aliran
darah. Hal ini dapat mempengaruhi perubahan sirkulasi
yang diharapkan. Pada bayi prematur mengalami kesluitan
adaptasi akibat prostaglandin yang masih tinggi dan
kematangan paru yang belum matang, sehingga
metabolisme prostaglandin masih belum optimal.
6) Peningkatan resistensi vaskular paru: Jika resistensi
vaskular paru-paru tidak menurun seperti yang seharusnya
27
setelah lahir, ini dapat menghambat perubahan sirkulasi
normal. Ini bisa terjadi dalam kasus kondisi medis tertentu.
7) Gangguan hormonal: Perubahan dalam kadar hormon dan
zat kimia dalam tubuh bayi setelah lahir dapat
mempengaruhi mekanisme perubahan sirkulasi yang
normal.
8) Gangguan hematologi: Kelainan darah atau masalah
dalam pembekuan darah bayi dapat mempengaruhi aliran
darah dan perubahan sirkulasi.
9) Faktor lingkungan: Faktor lingkungan seperti hipotermia
(penurunan suhu tubuh yang signifikan) atau paparan racun
dapat mengganggu perubahan sirkulasi normal.

Nah, kita telah mempelajari kembali terkait penghambat


perubahan sirkulasi neonatal atau transisi kardiorespirasi pada bayi
saat lahir.

28
SEKARANG SAYA TAHU

1. Sirkulasi darah janin dan neonatus berbeda. Pada janin,


pertukaran gas terjadi di plasenta, sedangkan pada
neonatus, pertukaran gas terjadi di paru-paru. Peredaran
darah ini penting diketahui dalam menjelaskan perubahan
hemodinamik postnatal dan penting untuk mengedukasi
pasien PJB.

2. Mekanisme perubahan sirkulasi ini penting dalam


mengubah sirkulasi darah janin yang sebelumnya
tergantung pada plasenta menjadi sirkulasi yang mandiri
dan sesuai dengan kebutuhan bayi setelah lahir.
Perubahan ini memungkinkan organ tubuh bayi seperti
jantung dan paru berfungsi secara independen dan
menyesuaikan diri dengan kondisi di luar rahim.

3. Penghambat perubahan sirkulasi. Setiap bayi adalah


individu yang unik, dan ada banyak variabel yang dapat
memengaruhi proses perubahan sirkulasi. Dengan
memperhatikan faktor-faktor pengambat perubahan
sirkulasi ini dan menjalani perawatan prenatal yang baik,
maka dapat membantu menjaga sirkulasi darah janin yang
optimal.

29
MATERI POKOK 3
Komunikasi Informasi Edukasi
(KIE) Skrining PJB

Pendahuluan

Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) merupakan aspek


penting dalam melakukan asuhan pada bayi baru lahir, termasuk
pelayanan skrining PJB (Penyakit Jantung Bawaan). KIE
dimaksudkan agar orang tua memahami pemeriksaan apa saja
yang akan dilakukan serta tujuan, manfaat dan teknik
pemeriksaan. Selain itu, orang tua bayi baru lahir juga perlu
mengetahui bahwa pemeriksaan skrining PJB ini dilakukan
kepada seluruh bayi baru lahir sebagai suatu protap. Perlu
disadari bahwa tidak semua orang tua dapat menerima
penyampaian terkait hasil deteksi dini penyakit bawaan pada
anak, termasuk deteksi dini penyakit jantung bawaan. Sehingga
penjelasan sebelum skrining merupakan hal yang utama
dilakukan dan dilanjutkan dengan penyampaian hasil serta KIE
setelah pemeriksaan.

Studi menunjukkan, beberapa faktor sosial seperti level


pendidikan, tingkat pengetahuan, budaya, termasuk demografi
(perkotaan ataupun pedesaan) dapat mempengaruhi
penerimaan orang tua bayi baru lahir terkait hasil temuan

30
petugas kesehatan. Hal tersebut dapat mempengaruhi
keputusan orang tua terkait dengan temuan gejala penyakit
jantung bawaan dan keputusan untuk melakukan rujukan. Pada
modul ini akan dibahas terkait KIE pada skrining PJB sebagai
protap pelayanan bayi baru lahir di FKTP.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat menjelaskan


Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) Skrining PJB.

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 3:

a. Informasi pelaksanaan skrining


b. Tindakan berdasarkan hasil skrining

31
Uraian Materi Pokok 3

Apa yang Anda ketahui tentang Komunikasi, Informasi, Edukasi


(KIE) skrining PJB? untuk mengetahui lebih lanjut tentang
Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) skrining PJB. Silahkan kita
simak bersama materi dibawah ini ya, yuk semangat!

Skrining merupakan aspek terpenting untuk menurunkan


prevalensi kematian bayi pada usia 7 hari sampai 28 hari pertama
kehidupannya. PJB yang tidak terdeteksi tentu saja dapat
meningkatkan kecemasan orang tua, pembiayaan yang besar
maupun berbagai pengorbanan lainnya pada saat gejala PJB
sudah semakin serius. Oleh karena itu, tenaga Kesehatan terlatih
pada FKTP sangat penting melakukan skrining pada semua bayi
baru lahir usia 24 - 48 jam pertama kelahiran.
a. Informasi pelaksanaan skrining

Beberapa faktor berikut perlu diperhatikan petugas kesehatan


sebelum melakukan skrining.
1) Umur kehamilan/gestasi saat bayi lahir setidaknya sudah
memasuki 35 minggu. Petugas kesehatan perlu melakukan
pengecekan pada rekam medis/status bayi serta
menanyakan kepada Ibu bayi untuk menyesuaikan dengan
kriteria umur gestasi bayi.
2) Waktu pemeriksaan:
Pemeriksaan dilakukan saat sebelum bayi dan orang tua
pulang dari puskesmas/klinik rawat inap, dan atau sebisa
mungkin mendekati usia 24 jam.
32
3) Area pemeriksaan (bagian tubuh bayi): di tangan kanan
dan/atau bagian kaki (lihat Sub Materi Pokok 4).
4) Apabila skrining pulse oksimeter negatif atau lolos, tidak
perlu pemeriksaan lanjutan atau rujukan. Bidan/Perawat
perlu menginformasikan terkait perlunya pemeriksaan/
monitoring kondisi bayi saat usia 1-2 bulan untuk
mengantisipasi terjadinya gejala PJB yang tidak kritis.

! Perhatikan
Sebelum pemeriksaan, bidan/perawat perlu menyampaikan
kepada orang tua bayi:
 Bahwa akan dilakukan pemeriksaan deteksi dini PJB.
Pemeriksaan ini merupakan protap di setiap pelayanan
Kesehatan.
 Sampaikan kepada orang tua bayi tujuan dari skrining yang
dilakukan, teknik melakukannya dan alat yang digunakan
yaitu pulse oksimeter (Lihat pembahasan pada sub materi
pokok 4).
 Perawat/bidan perlu memperhatikan kondisi bayi, meliputi:
Bayi yang lahir di klinik/rumah sakit tidak sedang menjalani
fototerapi. Lakukan pemeriksaan Hanya saat bayi dalam
keadaan tenang/tidak menangis, tidak sedang tidur dan
bayi tidak kedinginan.

Setelah melakukan skrining, petugas kesehatan perlu


menginformasikan kepada orang tua terkait hasil
pemeriksaannya.

33
Nah, kita telah membahas tentang informasi pelaksanaan
skrining pada bayi baru lahir. Sekarang, kita akan membahas
Tindakan berdasarkan hasil skrining. Yuk, semangat!

b. Tindakan berdasarkan hasil skrining


Jika ditemukan hasil skrining negatif (lolos), maka berikan
orang tua bayi edukasi terkait pentingnya pemeriksaan ekstra
pada 1-2 bulan pertama bayi. Oleh karena PJB kritis dapat
terjadi pada bayi dibawah usia 28 hari. Diagnosis PJB yang
tertunda menyebabkan gangguan kardiovaskular dan disfungsi
organ, sehingga dapat menyebabkan kematian neonatus jika
tidak segera ditangani dengan baik di fasyankes yang memadai.
Bayi dengan PJB kritis saat lahir tampak sehat, saat
dipulangkan biasanya belum terdeteksi PJB kritis. Gejala klinis
yang dapat dicurigai pada PJB kritis adalah terjadinya sianosis
sentral atau warna kebiruan di ujung kuku dan sekitar bibir, juga
harus tampak di mukosa lidah dan pipi. Segera minta orang tua
bayi untuk merujuk ke fasyankes terdekat jika menemukan
tanda gejala tersebut.
Adapun jika pemeriksa menemukan hasil positif (gagal),
(lihat sub materi pokok 1), tim kesehatan (perawat/bidan dan
dokter FKTP yang terlatih) perlu melakukan pemeriksaan
lanjutan untuk memastikan hasil pemeriksaan medisnya. Tim
petugas Kesehatan di FKTP diharapkan untuk tetap tenang
(tidak panik) dan melakukan penilaian Kembali dalam 6-8 jam
setelah hasil skrining positif. Pemeriksaan lanjutan antara lain
pemeriksaan tekanan darah di empat ekstremitas, dan penilaian
kekuatan pulsasi nadi di empat ekstremitas. Jika tanda khas
34
berulang/ menunjukkan hasil yang sama (positif), maka petugas
kesehatan di FKTP perlu memberikan KIE terkait pentingnya
pemeriksaan berkelanjutan di FKTL/ Rumah Sakit.
Hal tersebut untuk memastikan apakah terdapat PJB kritis
atau kelainan jantung lain agar dapat ditatalaksana dengan baik
pada usia yang optimal.
Edukasi kepada orang tua yang memiliki anak terduga PJB
sebaiknya dilakukan secara empatik dan jelas. Hal ini akan
berpengaruh terhadap kepatuhan keluarga dalam melakukan
prosedur/tatalaksana lanjutan penanganan pasien PJB kritis.
Informasikan jika ini adalah skrining awal dan perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut pada fasyankes yang memadai untuk
memastikan apakah terdapat PJB kritis atau kelainan jantung
lain agar dapat ditatalaksana dengan baik pada usia yang
optimal.
Jika orang tua bayi setuju, Petugas Kesehatan FKTP
melakukan komunikasi dan koordinasi dengan RS yang dituju
untuk memastikan tersedia tempat perawatan, alat pemeriksaan
ekokardiografi dan tenaga ahlinya (dokter spesialis anak/
Konsultan jantung Anak). Informasikan kondisi bayi ke RS yang
dituju. Segera rujuk pasien ke dokter anak sub spesialis
kardiologi untuk dilakukan pemeriksaan ekokardiografi (baku
emas). Pasien harus dirujuk apabila skrining pulse oksimeter
gagal (positif), yaitu saturasi oksigen dengan hasil <90% di
tangan kanan atau kaki ATAU saturasi oksigen dengan hasil
90% - <95% ATAU perbedaan >3% di tangan kanan dan kaki
sebanyak 3 kali pemeriksaan dengan setiap pemeriksaan
berjarak 1 jam.
35
Gambar 3.1 KIE Petugas kepada orang tua bayi baru lahir
Sumber: https://ulyadays.com/wp-content/uploads/2016/11/Gambar-3-Perawatan-Bayi-Baru-
Lahir.jpg

Sampaikan kepada orang tua bayi terkait gambaran


pemeriksaan yang akan didapatkan oleh bayi di Rumah Sakit
rujukan agar mengurangi kecemasan orang tua. Selanjutnya
petugas kesehatan perlu memperhatikan prinsip transfer/rujukan
bayi tersangka PJB kritis secara komprehensif. Pastikan bayi
dalam kondisi aman dan stabil hingga sampai di tempat tujuan.
Tindakan pra-rujukan mengikuti skema STABLE yang sudah
dilatihan oleh dokter perinatologi, yaitu mencegah hipoglikemia,
hipotermia, infeksi, dll. Penggunaan oksigen pada tersangka PJB
kritis perlu hati-hati agar tidak memberikan oksigen yang terlalu
tinggi karena dikhawatirkan ductus arteriosus dapat menutup.
Prinsip transfer/rujukan bayi tersangka PJB kritis sama
dengan transport neonatus lain yaitu “S – T – A – B – L – E”
dengan beberapa target spesifik. Bayi dengan kecurigaan PJB
kritis memiliki risiko terjadi gangguan hemodinamik selama
proses transport sehingga proses stabilisasi di awal sebelum dan
intra-transpor harus diperhatikan untuk mencegah komplikasi
dan keadaan yang fatal sebelum tiba di tujuan rujukan.
36
Sugar and Blood Emotional
Airway Temperature Lab Work
Safe Care Pressure Support

Gambar 3.2 Prinsip transfer/ rujukan bayi tersangka PJB kritis

1) Sugar and Safe Care


Identifikasi faktor risiko hipoglikemia: bayi kecil masa
kehamilan, bayi premature dan bayi lahir dengan ibu yang
menderita DM
Pastikan kadar gula darah ≥ 50 mg dl (target gula darah 50-110
mg/dl). Tatalaksana awal: berikan dekstrosa intravena pada
bayi berisiko. Pada bayi yang hipoglikemia, berikan dektrosa
10% 2 cc/kgBB.
2) Temperature
Suhu normal: 36,5 – 37,50 C.
Identifikasi faktor risiko hipotermia:
a. Bayi prematur/ Bayi berat badan lahir rendah.
b. Bayi kecil masa kehamilan (KMK).
c. Bayi yang mengalami sakit: sepsis dan penyakit lainnya.
d. Bayi dengan defek pada abdomen dan spinal.
e. Antisipasi: jaga kehangatan selama proses transport
3) Airway
Pastikan jalan napas terbuka, pastikan bayi bernapas dengan
nyaman (tidak merintih dan tidak ada retraksi). Lakukan
evaluasi tanda dan gejala distress pernapasan seperti:
frekuensi pernapasan, usaha napas (retraksi, apnea),
kebutuhan oksigen dan saturasi oksigen. Lakukan tindakan
antisipatif seperti pertimbangan terapi oksigen, cek AGD pada
bayi yang tidak diberikan terapi oksigen.

37
4) Blood Pressure
Lakukan pengukuran tekanan darah. Berdasarkan normogram
grafik tekanan darah pada neonatus berdasarkan usia gestasi.

Gambar 3.3 Grafik pengukuran tekanan darah pada neonatus


Lakukan pemeriksaan capillary refill time (CRT) pada bayi. Hasil
dianggap normal jika ≤ 3 detik.
Identifikasi 3 penyebab syok pada bayi:
 Syok hipovolemik.
 Syok kardiogenik.
 Syok sepsis.
 Lakukan tatalaksana sesuai etiologi
5) Lab Work
Pemeriksaan laboratorium pre-transpor yaitu 4B: Blood count
(hitung darah lengkap), Blood culture (kultur darah bila curiga
sepsis), blood sugar (gula darah) dan blood analysis (analisis
gas darah sesuai indikasi).
Pada FKTP dengan fasilitas terbatas, pemeriksaan tekanan
darah dan lab work mungkin tidak dilakukan, namun petugas
kesehatan harus tetap menjaga keadaan umum bayi agar tidak
terjadi syok.

38
6) Emotional Support
Dukungan emosional untuk keluarga dan tim. Edukasi kepada
orang tua mengenai kondisi bayi yang harus dirujuk ke fasilitas
Kesehatan yang lebih lengkap. Tim selama proses transfer tidak
boleh panik

Nah, dari pembahasan diatas telah ditunjukkan bahwa KIE


dengan penuh empati sangat penting sebelum pemeriksaan
dan terlebih pada saat hasil pemeriksaan dengan hasil positif
(gagal) tanda bayi mengalami gejala PJB. Segera lakukan
persiapan pra rujukan dan monitoring kondisi bayi selama
proses rujukan ya…!

39
SEKARANG SAYA TAHU

1. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) perlu dilakukan


pada setiap orang tua bayi sebelum dan setelah
pemeriksaan/skrining PJB. Semua bayi tanpa gejala
(tampak sehat) yang lahir di RS, klinik bersalin/rumah perlu
dilakukan penapisan/ skrining pulse oksimeter usia 24-48
jam. Apabila bayi yang pulang lebih awal sebelum usia 24
jam, maka pemeriksaan skrining pulse oksimeter dilakukan
sesaat sebelum pulang (sebaiknya mendekati umur 24
jam). KIE lanjutan kepada orang tua yang memiliki bayi
terduga PJB sangat penting agar orang tua bayi kooperatif
dalam mempersiapkan pemeriksaan ulang serta tindak
lanjut jika ditemukan hasil yang positif untuk persiapan pra-
rujukan.
2. Prinsip transfer/rujukan bayi tersangka PJB kritis sama
dengan transport neonatus lain yaitu“ S –T – A – B – L – E”
dengan beberapa target spesifik. Bayi dengan kecurigaan
PJB kritis memiliki risiko terjadi gangguan hemodinamik
selama proses transport sehingga proses stabilisasi di awal
sebelum dan intra-transpor harus diperhatikan untuk
mencegah komplikasi dan keadaan yang fatal sebelum tiba
di tujuan rujukan.

40
MATERI POKOK 4
Pengukuran Saturasi Oksigen

Pendahuluan

Penyakit jantung bawaan (PJB) termasuk jenis kelainan


kongenital paling umum ditemukan pada neonatus dan dianggap
sebagai rmasalah kesehatan utama di seluruh dunia. Telaah yang
dilakukan Hoffman dan Kaplan melaporkan insidensi PJB
bervariasi sekitar 4 hingga 50 per 1000 kelahiran hidup. Telaah
sistematis dan meta-analisis lainnya melaporkan jumlah prevalensi
PJB tertinggi ditemukan di Asia, yakni 9,3 per 1000 kelahiran hidup
atau sekitar 1 dari 100 kelahiran hidup.

Angka kematian akibat PJB adalah 81 kasus per 100.000


kelahiran hidup. Kematian yang dikaitkan dengan PJB kritis adalah
64,7%. Tingkat kelangsungan hidup pada 28 hari kehidupan
menurun hampir 70% pada neonatus dengan PJB. Kematian PJB
ini dikontribusi oleh PJB kritis, yaitu PJB yang memerlukan
tindakan baik dengan intervensi (tanpa operasi) atau operasi
bedah jantung dalam usia 1 bulan. Penyebab utama kematian
pada PJB adalah syok kardiogenik atau hipoksemia terutama
akibat penutupan duktus arteriosus pada minggu pertama setelah
lahir pada bayi dengan PJB kritis. Oleh karena itu, penapisan PJB
awal merupakan tindakan penting untuk menghindari komplikasi
dari PJB.

41
Sampai saat ini belum ada angka kematian neonatal akibat PJB
kritis di Indonesia secara global. Berdasarkan data WHO 2017,
angka kematian neonatal di Indonesia yaitu 15/1000 kelahiran
hidup dengan cacat lahir sebagai penyebab ke-empat terbanyak.
Angka kematian neonatal akibat PJB kritis di RSUP Dr.Sardjito
yaitu 35,6%, mirip dengan angka kematian PJB kritis di Malaysia
yaitu 34,8%. Kematian PJB kritis didapatkan lebih tinggi pada
kelompok yang terlambat didiagnosis dibandingkan yang
didiagnosis awal.

Dalam rangka menurunkan angka kematian akibat PJB kritis,


skrining dengan oksimeter sangat diperlukan dan hendaknya
menjadi protap di seluruh pelayanan kesehatan bayi di Indonesia.
Oleh karena PJB kritis sebagian besar adalah PJB yang sianosis,
namun sianosis baru bisa terlihat oleh mata bila saturasi
oksigen <80% pada bayi baru lahir.

42
Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat melakukan


pengukuran saturasi oksigen

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 4:


a. Penggunaan alat pulse oksimeter
1) Pengenalan alat pulse oksimeter
2) Jenis jenis pulse oksimeter
3) Langkah Langkah penggunaan pulse oksimeter
b. Interpretasi Hasil Pulse oksimeter
1) Kadar saturasi oksigen
2) Hal-hal yang perlu diwaspadai

43
Uraian Materi Pokok 4

Apa yang Anda ketahui tentang pengukuran saturasi oksigen? untuk


mengetahui lebih lanjut tentang pengukuran saturasi oksigen, silahkan
kita simak bersama materi dibawah ini ya, yuk semangat!

a. Penggunaan alat pulse oksimeter skrining PJB kritis


menggunakan pulse oksimeter:
Pemeriksaan pulse oksimeter sangat bermanfaat dalam
skrining awal PJB kritis di fasilitas kesehatan terbatas.
Pemeriksaan pulse oksimeter dilakukan di tangan kanan
(preductal) dan salah satu kaki (postductal).
1) Pengenalan alat pulse oksimeter
Prinsip kerja pulse oksimeter didasarkan pada
kemampuannya untuk mendeteksi cahaya yang diserap
oleh hemoglobin oksigen dan hemoglobin tidak terikat
oksigen (deoksigenasi) dalam darah. Pulse oksimeter
umumnya terdiri dari beberapa komponen utama:
 Sensor: Bagian yang ditempatkan di jari, telinga, atau
area lainnya untuk mendeteksi cahaya yang melewati
jaringan tubuh dan mengukur absorbansi cahaya oleh
hemoglobin.
 Display (Layar): Layar di mana hasil pengukuran
ditampilkan, termasuk SpO2 dan detak jantung.
 Tombol Kontrol: Tombol-tombol yang digunakan untuk
menghidupkan, mematikan, atau mengatur pengaturan
pada alat.

44
 Baterai: Sumber daya untuk menjalankan alat. Beberapa
alat menggunakan baterai rechargeable sementara yang
lain menggunakan baterai tipe tertentu.

2) Jenis jenis pulse oksimeter


Ada beberapa jenis pulse oksimeter yang tersedia, masing-
masing dengan fitur dan aplikasi yang berbeda.
i. Pulse oksimeter jari (finger pulse oximeter): Ini
adalah jenis pulse oksimeter yang paling umum dan
sering digunakan. Sensor ditempatkan pada ujung jari
tangan atau kaki dan memberikan pembacaan SpO2
serta detak jantung.
 Pulse oksimeter telapak tangan (palm pulse
oximeter): Mirip dengan pulse oksimeter jari, tetapi
sensor pada jenis ini ditempatkan pada telapak tangan.
Biasanya digunakan dalam pengawasan medis yang
lebih intensif.
 Pulse Oksimeter Telinga (Earlobe Pulse Oximeter):
Sensor pulse oksimeter ditempatkan pada telinga atau
daun telinga untuk mengukur kadar oksigen dalam darah
dan detak jantung. Biasanya digunakan dalam
lingkungan medis.
 Pulse Oksimeter Perangkat Kecil (Handheld Pulse
Oximeter): Ini adalah pulse oksimeter yang lebih besar
dan dapat dipegang tangan. Biasanya digunakan oleh
tenaga medis dan profesional kesehatan di fasilitas
perawatan kesehatan.

45
 Pulse Oksimeter Gelang (Wrist-worn Pulse
Oximeter): Sensor pulse oksimeter ditempatkan pada
pergelangan tangan dan dapat digunakan sebagai
perangkat yang lebih terintegrasi dalam kehidupan sehari-
hari.
 Pulse Oksimeter Ponsel (Phone-based Pulse
Oximeter): Beberapa ponsel cerdas modern memiliki
kemampuan pulse oksimeter terintegrasi yang
menggunakan kamera dan lampu LED untuk mengukur
SpO2. Aplikasi perangkat lunak khusus dapat digunakan
untuk tujuan ini.
 Pulse Oksimeter Bayi (Pediatric Pulse Oximeter):
Dirancang khusus untuk bayi dan anak-anak. Sensor dan
ukurannya lebih cocok untuk ukuran tubuh yang lebih
kecil.
 Pulse Oksimeter Nadi (Pulse Oximeter with Pulse Rate
Only): Beberapa pulse oksimeter hanya memberikan
pembacaan detak jantung per menit (bpm) tanpa
pembacaan SpO2.
 Pulse Oksimeter Pemantauan Jangka Panjang (Long-
term Monitoring Pulse Oximeter): Jenis ini dirancang
untuk pemantauan jangka panjang di rumah atau fasilitas
perawatan kesehatan. Mereka dapat merekam dan
menyimpan data selama beberapa hari.

46
3) Langkah Langkah penggunaan pulse oksimeter
i. Siapkan alat: Pastikan pulse oksimeter dalam kondisi baik
dan memiliki baterai yang cukup. Bersihkan permukaan
sensor dengan tisu bersih atau alkohol untuk mencegah
kontaminasi.
ii. Persiapkan Kondisi Bayi:
 Pada jari-jari kaki dan tangan bayi
Jari yang digunakan dalam kondisi bersih dan kering,
area yang bersih dan kering pada telapak tangan kanan
atau kaki untuk pemasangan fotodetektor

Gambar 4.2: area pada jari tangan dan kaki yang dipasangkan pulse
Oksimeter

 Pastikan bayi tenang dan hangat. Selimuti bayi saat


pengukuran dilakukan. Kedinginan, menangis dan
gerakan akan mempengaruhi hasil pengukuran. Bila
bayi sedang menjalani fototerapi, Matikan fototerapi
saat dilakukan pengukuran

iii. Penggunaan Alat:


 Pasang probe yang sesuai dengan emitter cahaya pada
punggung tangan kanan atau kaki tegak lurus dengan
bagian probe yang terdapat fotodetektor.

47
 Masukkan jari yang akan diukur ke dalam sensor pulse
oksimeter. Biasanya, jari tengah atau jari manis yang
tidak terlalu besar atau kecil adalah pilihan yang baik.
Pastikan jari bayi masuk dengan nyaman.
 Pastikan probe terpasang dengan baik
 Pastikan sensor menempel pada kulit bayi, tidak boleh
ada celah diantaranya.
 Sambungkan kabel probe ke alat pulse oksimeter
 Periksa indikator untuk memastikan alat bekerja
dengan baik
iv. Nyalakan alat pulse oksimeter: Tekan tombol daya atau
ikuti petunjuk manual untuk menghidupkan alat. Layar
pulse oksimeter akan menampilkan angka-angka yang
menunjukkan kadar oksigen dalam darah (SpO 2) dan
detak jantung per menit (bpm).
v. Tunggu pembacaan stabil: Biasanya, pulse oksimeter
memerlukan beberapa detik hingga beberapa menit untuk
memberikan pembacaan yang stabil. Cobalah untuk tetap
diam dan tenang selama proses ini.
vi. Catat hasil: Setelah pembacaan stabil, catat nilai SpO 2
(kadar oksigen dalam darah) dan detak jantung yang
ditampilkan di layer pada formulir hasil dan rekam medis.
Juga, catat waktu pengukuran.
vii. Putuskan kabel dengan alat, alat tidak perlu dimatikan
viii. Pengukuran dapat diulang apabila skrining pulse
oksimeter gagal atau positif yaitu saturasi oksigen dengan
hasil <90% di tangan kanan atau kaki ATAU saturasi
oksigen dengan hasil 90% - <95% ATAU perbedaan >3%
48
di tangan kanan dan kaki sebanyak 3 kali pemeriksaan
dengan setiap pemeriksaan berjarak 1 jam
ix. Sampaikan hasil pemeriksaan kepada orang tua secara
verbal
x. Dokumentasikan hasil dengan mencatat pada rekam
medis bayi
xi. Lakukan edukasi pra-rujukan pada orang tua untuk
persiapan tindak lanjut/rujukan jika hasil menunjukkan
diatas batas normal

Catatan: Jika sekiranya dilakukan pemeriksaan tekanan darah, maka


petugas tidak boleh melakukan pengukuran tekanan darah
bersamaan dengan pengukuran pulse oksimeter karena aliran
darah dibutuhkan saat melakukan pemeriksaan sehingga
disarankan untuk tidak melakukan pengecekan pulse oksimeter
saat terpasang manset tekanan darah.

Nah, kita telah mempelajari terkait penggunaan alat pulse


oksimeter untuk skrining PJB kritis. Berikut ini kita akan
membahas terkait interpretasi hasil pulse oksimeter. Tetap
semangat ya !

b. Interpretasi Hasil Pulse oksimeter


Hasil pengukuran SpO2 biasanya harus berada dalam kisaran
sehat antara 95% hingga 100%. Namun, nilai-nilai di bawah 95%
dapat menunjukkan adanya masalah pernapasan atau sirkulasi.

49
Jika Anda memiliki kekhawatiran tentang hasil pengukuran,
sebaiknya konsultasikan dengan profesional medis.

1) Kadar saturasi oksigen


Ukuran persentase oksigen yang diikatkan pada
hemoglobin dalam darah, dibandingkan dengan jumlah oksigen
yang seharusnya bisa diikatkan. SpO2 diukur dalam bentuk
persentase dan umumnya dinyatakan dalam rentang antara
0% hingga 100%. Hasil dinilai normal jika kadar saturasi
oksigen neonatus berada dikisaran 95% hingga 100%. Ini
menunjukkan bahwa sebagian besar hemoglobin dalam darah
terikat dengan oksigen.

Hasil Pemeriksaan Klinis Menggunakan Pulse Oksimeter


Lolos:
a. SpO2 ≥ 95% di tangan kanan atau kaki DAN perbedaan ≤ 3 % ditangan kanan dan kaki
b. Tidak ada pemeriksaan lanjutan. Memberi tahu hasil pemeriksaan ke orang tua pasien
Ulang:
a. SpO2 90%- <95% di tangan kanan dan kaki ATAU perbedaan >3% di tangan kanan dan
kaki.
b. Pemeriksaan dapat diulang sebanyak 2 kali dengan total 3 kali pemeriksaan. Setelah
diulang sebanyak 3 kali, maka tentukan hasil pemeriksaan termasuk lolos atau gagal
sesuai dengan algoritma.
Gagal :
Saturasi oksigen dengan hasil <90% di tangan kanan atau kaki ATAU saturasi oksigen dengan
hasil 90% - <95% ATAU perbedaan >3% di tangan kanan DAN kaki sebanyak 3 kali
pemeriksaan dengan setiap pemeriksaan berjarak 1 jam.

2) Hal yang perlu diperhatikan


a) Posisi sensor: Pastikan sensor pulse oksimeter terpasang
dengan benar pada jari, telinga, atau area lain yang
direkomendasikan oleh produsen. Sensor yang tidak
terpasang dengan baik dapat menghasilkan pembacaan
yang tidak akurat.
50
b) Bersihkan area pengukuran: Pastikan area di sekitar sensor
bersih dari kotoran, minyak, atau zat lain yang dapat
mengganggu pembacaan. Bersihkan kulit dengan lembut
sebelum menggunakan alat.
c) Keadaan jari atau area pengukuran:
Jari yang dingin atau pucat juga dapat mempengaruhi
pembacaan. Pemanasan tangan atau jari dapat membantu
memastikan aliran darah yang baik.
d) Kondisi saat pengukuran: Upayakan agar selama
pengukuran bayi tidak bergerak terlalu banyak: Gerakan
yang berlebihan atau aktivitas fisik dapat mempengaruhi
pembacaan hasil pemeriksaan. Pastikan bayi dalam keadaan
hangat dan nyaman. Jika memungkinkan ukur saat bayi
terbangun.
e) Hindari cahaya terang langsung: Cahaya terang langsung,
seperti sinar matahari langsung atau lampu terang, dapat
mempengaruhi pembacaan. Cobalah untuk menghindari
cahaya langsung saat menggunakan alat.
f) Temperatur: Suhu tubuh juga dapat memengaruhi hasil
pengukuran SpO2. Pastikan suhu tubuh bayi dalam keadaan
normal serta tidak menggigil (kedinginan) atau kepanasan
(gerah).
g) Kondisi medis: Beberapa kondisi medis, seperti sirkulasi yang
buruk, tekanan darah rendah, atau masalah pernapasan,
dapat mempengaruhi pembacaan SpO 2. Jika bayi memiliki
kondisi medis tertentu, konsultasikan dengan dokter tentang
cara terbaik untuk menggunakan dan menginterpretasi hasil
pulse oksimeter.
51
h) Ketahui batas normal: Batasan normal SpO2 (berkisar antara
95% hingga 100%) untuk bayi umumnya sehat. Jika hasil
pengukuran berada di bawah batas normal atau petugas
Kesehatan memiliki kekhawatiran, konsultasikan dengan
dokter.
i) Pembandingan dengan tanda - tanda lain: Hasil SpO2
sebaiknya dianalisis bersama dengan tanda-tanda lain seperti
pernapasan, denyut nadi, warna kulit, dan gejala lain yang
mungkin dialami oleh bayi.
j) Konsultasikan dengan Profesional Medis: Jika Anda memiliki
kekhawatiran tentang hasil pengukuran atau kesehatan bayi
secara keseluruhan, sebaiknya konsultasikan dengan dokter
atau profesional medis. Mereka dapat memberikan
penjelasan lebih lanjut dan interpretasi yang tepat.
k) Setiap merk pulse oksimeter memiliki perbedaan confidence
indicators sehingga confidence indicators dari alat yang akan
digunakan untuk hasil yang lebih akurat. Jangan
menggunakan probe dewasa untuk bayikarena menghasilkan
hasil yang tidak akurat

l) Jika dibutuhkan monitor dalam waktu yang lama, pastikan


tidak adanya iritasi ataupun sensasi terbakar pada kulit bayi.
Lampu infrared, fototerapi, lampu bedah dapat
mempengaruhi akurasi dari hasil, sehingga matikan lampu
terlebih dahulu ataupun tutupi dengan handuk saat
melakukan pemeriksaan pada bayi yang sedang
mendapatkan tindakan medis tersebut di atas.

52
m) Hindari penggunaan plester untuk merekatkan probe pada
kulit bayi karena dapat menyebabkan iritis ataupun alergi
pada kulit bayi.

Hal-hal yang perlu diwaspadai


Tingkat saturasi oksigen (SpO2) yang rendah atau di bawah batas
normal dapat menunjukkan adanya masalah kesehatan yang
mungkin memerlukan perhatian medis.

Nah, dari pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa


kondisi bayi saat penggunaan alat pulse oksimeter perlu
diperhatikan. Bayi dalam kondisi terbangun, tenang dan nyaman
dapat memberikan penilaian yang akurat. Selain itu, teknik
penggunaan pulse oksimeter bayi yang tepat juga dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Pasien harus dirujuk apabila
skrining pulse oksimeter gagal atau positif yaitu saturasi oksigen
dengan hasil <90% di tangan kanan atau kaki ATAU saturasi
oksigen dengan hasil 90% - <95% ATAU perbedaan >3% di
tangan kanan dan kaki sebanyak 3 kali pemeriksaan dengan
setiap pemeriksaan berjarak 1 jam.

53
SEKARANG SAYA TAHU

1. Pada pemeriksaan pulse oksimeter, penting untuk


memperhatikan kondisi alat, dan kondisi bayi sebelum
pengukuran. Gunakan hanya pulse oksimeter bayi untuk
melakukan pengukuran, dan pastikan kondisi bayi dalam
keadaan terbangun, nyaman dan tenang.

2. Perhatikan langkah-langkah pemeriksaan. Bayi harus dirujuk


apabila skrining pulse oksimeter gagal atau positif yaitu
saturasi oksigen dengan hasil <90% di tangan kanan atau kaki
ATAU saturasi oksigen dengan hasil 90% - <95% ATAU
perbedaan >3% di tangan kanan dan kaki sebanyak 3 kali
pemeriksaan dengan setiap pemeriksaan berjarak 1 jam.

54
C TES FORMATIF

1. Jelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses


transisis dari sirkulasi janin ke sirkulasi neonatus?
2. Bayi laki-laki, usia 26 jam, tampak sehat, dilakukan skrining
PJB kritis dengan alat pulse oksimeter neonatus dengan hasil
tangan kanan 95%, kaki kanan 91%. Apa kesimpulan dari
hasil pemeriksaan ini dan apa tindak lanjutnya?
3. Bayi perempuan, usia 36 jam, tampak sesak nafas, dilakukan
pemeriksaan pulse oksimeter dengan hasil pada tangan
kanan 96% dan kaki kanan 94%. Apa kesimpulan dari hasil
pemeriksaan ini dan apa tindak lanjutnya?
4. Bayi perempuan, usia 32 jam, tampak sehat, dilakukan
skrining pulse oksimeter dengan hasil pada tangan kanan
89% dan kaki kanan 92%. Apa kesimpulan dari hasil
pemeriksaan ini dan apa tindak lanjutnya?

55
D KUNCI JAWABAN

1. proses oksigenasi, kematangan paru, usia gestasi dan berat


badan lahir, kadar prostaglandin yang beredar, faktor
genetik
2. Perlu dilalukan skrining ulang setelah 1 jam. Jika hasilnya
masih dijumpai perbedaan saturasi lebih dari 3% antara
tangan kanan dan kaki kanan, dilakukan skrining ulang yang
kedua. Jika hasilnya tetap dijumpai perbedaan 3% antara
tangan kanan dan kaki kanan, maka hasil skrining
dinyatakan GAGAL, bayi harus segera dirujuk. Jika hasil
ulang pemeriksaan tidak dijumpai lagi perbedaan saturasi
antara tangan kanan dan kaki kanan, maka hasil skrining
dinyatakan LOLOS, bayi tidak perlu segera dirujuk.
3. Bayi ini hasil pemeriksaan pulse oksimeter normal, namun
dijumpai sesak nafas, sebaiknya bayi segera dirujuk.
Pemeriksaan pulse oksimeter pada kasus ini, bukan dari
pemeriksaan skrining, tapi salah satu alat pemeriksaan
untuk membantu menegakkan diagnosis.
4. Hasil skrining menunjukkan saturasi oksigen di bawah 90%
pada tangan kanan dan kaki kanan, hasil dinyatakan
GAGAL, dan tindak lanjutnya bayi harus segera dirujuk

56
E DAFTAR PUSTAKA

Arlettaz R, bauschatz A, Monkhoff M, Essers B, Baurersfeld U.The


contribution of pulse oximetry to the early detection of
congenital heart disease in newborns.Eur J Pediatr 2006;165:
94-8
Bernier P, Stefanescu A, Samoukovic G, Tchervenkov CI. The
Challenge of Congenital Heart Disease Worldwide :
Epidemiologic and Demographic Facts. Pediatr Card Surg
Annu [Internet]. 2010;13(1):26–34. Available from:
http://dx.doi.org/10.1053/j.pcsu.2010.02.005
Eckersley L, Sadler L, Parry E, Finucane K, Gentles TL. Timing of
diagnosis affects mortality in critical congenital heart disease.
Arch Dis Child [Internet]. 2016 Jun 1;101(6):516 LP – 520.
Available from: http://adc.bmj.com/content/101/6/516.abstract
Engel M S, Kochilas L. Pulse oxymetry screening: a review of
diagnosing critical congenital heart disease in
newborns.Medical Devices: Evidence and Research 2016;9:
199-203
Ewer AK, Middleton LJ, Furmston AT, Bhoyar A, Daniels JP,
Thangaratinam S, dkk. Pulse oximetry screening for congenital
heart defects in newborn infants (PulseOx): a test accuracy
study. Lancet. 2011;378:785-94.
Frank L H.Bradshwa E, Beekman R, Mahle W, Martin G.Critical
Congenital Heart Disease Screening Using Pulse
Oximetry.Jpeds 2012;162:445-53.
Graneli Anne De-Wahl, Wennergren M, Sanberg K, Mellander M,
Bejlum C, Inganas L, et al. Impact of pulse oximetry screening
on the detection of duct dependent congenital heart disease: a
Swedish prospective screening study in 39 821 newborns.BMJ
2009;338:1-12.
Harold J G.Screening for critical congenital heart disease in
Newborn.Circulation 2014;130:e79-e81.
Hoffman JIE, Kaplan S. The Incidence of Congenital Heart
Disease. Am Coll Cardiol. 2002;39(12).

57
Karslen KA. The stable program in pre-transport / post-
resuscitation stabilization care of sick infants guidelines for
neonatal healthcare providers. Edisi ke-5.Park City.;Utah; 2006.
Kemper AR, Mahle WT, Martin GR, Cooley WC, Kumar P, Morrow
WR, et al. Strategies for Implementing Screening for Critical
Congenital Heart Disease. Pediatrics 2011; 128:1259-67.
Levesque.Pulse oximetry:what's normal ini newborn
nursery?.Pediatr Pulmonol 2000;30:406-12
Lhost JJ, Goetz EM, Belling JD, van Roojen WM, Spicer G,
Hokanson JS. Pulse Oximetry Screening for Critical Congenital
Heart Disease in Planned Out-of-Hospital Births. J Pediatr
2014; 165:485-89.
Linde D van der, Konings EE., Slager MA, Witsenburg M, Helbing
WA, Takkenberg JJM, et al. Birth Prevalence of Congenital
Heart Disease Worldwide A Systematic Review and Meta-
Analysis. Am Coll Cardiol [Internet]. 2011;58(21):2241–7.
Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.jacc.2011.08.025
Masic I, Begic Z, Naser N, Begic E. Pediatric Cardiac Anamnesis:
Prevention of Additional Diagnostic Tests. Int J Prev Med
2018;9:1-3.
Mitchell S., Korones S., Berendes H. Congenital Heart Disease in
56,109 Births Incidence and Natural History. Am Hear Assoc
Circ. 1970;XLIII.
Murni IK. Buku panduan skrining penyakit bawaan kritis
menggunakan pulse oksimetri. Yogyakarta:
FKKMK Universitas Gadjah Mada. 2022
Murni IK, Wibowo T, Arafuri N, Oktaria V, Dinarti LK, Panditatwa D,
Patmasari L, Noormanto N, Nugroho S. Feasibility of screening
for critical congenital heart disease using pulse oximetry in
Indonesia. BMC Pediatr. 2022;22(1):369. doi: 10.1186/s12887-
022-03404-0. PMID: 35761296; PMCID: PMC9235153.
Murni IK, Wirawan MT, Patmasari L, Sativa ER, Arafuri N, Nugroho
S, Noormanto. Delayed diagnosis in children with congenital
heart disease: a mixed-method study. BMC Pediatr
2021;21:191
Oster M E, Aucott S, Glidewell J, Hackell J, Kochilas L, Martin G, et
al. Lessons learned from newborn screening for critical
congenital heart defects. Pediatrics 2016;137:1-10.
Park, M., 2014. Park's pediatric cardiology for practitioners.
Philadelphia, Pa: Elsevier Saunders.
Peterson C, Ailes E, Riehle-colarusso T, Carmichael SL, Shaw GM,

58
Gilboa SM. Late Detection of Critical Congenital Heart Disease
Among US Infants. JAMA Pediatr 2015;168(4):361–70.
Peterson C, Ailes E, Riehle-colarusso T, Carmichael SL, Shaw GM,
Gilboa SM. Late Detection of Critical Congenital Heart Disease
Among US Infants. JAMA Pediatr. 2015;168(4):361–70.
Puri K, Allen H, Qureshi A.Congenital heart disease. Pedinreview
2017;38:471 -85.
Ramnarayan P, Intikhab Z, Spenceley N, Iliopoulos I, Duff A,
Millar J. Inter-hospital transport of the child with critical cardiac
disease. Cardiol Young 2017;27(S6): h.S40-6.
Riede FT, Worner C, Dahnert I, Mockel A, Kostelka M, Schneider
P. Effectiveness of neonatal pulse oximetry screening for
detection of critical congenital heart disease in daily clinical
routine: results from a prospective multicenter study. Eur J
Pediatr. 2010;169:975-81.
Singh Y. Evaluation of a child with suspected congenital heart
disease. Paediatrics and Child Health 2018;28: 556-61.
Smith FC, Hoke TR, Gidding SS. Role of Pulse Oximetry in
Examining Newborns for Congenital Heart Disease : A
Scientific Statement from the AHA and AAP AMERICAN
ACADEMY OF PEDIATRICS SECTION ON CARDIOLOGY.
Am Acad Pediatr. 2019;124(2).
State Advocacy Newborn Screening for Critical Congenital Heart
Disease. Am Acad Pediatr. 2011;1–2.
Walsh W. Evaluation of pulse oximetry screening in Middle
Tennessee: cases for consideration before universal screening.
J Perinat 2011; 31:125-12.

59
F DAFTAR ISTILAH

ASD : Atrial Septal Defect


CAVSD : Complete Atrio-Ventricular Septal Defect
CHD : Congenital Heart Disease
CCHD : Critical Congenital Heart Disease
DORV : Doublet Outlet Right Ventricle
EKG : Elektrokardiografi
HLHS : Hypoplastic left heart syndrome
IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia
INPOST : Indonesian Newborn Pulse Oksimetry
Screening Training
NICU : Neonatal Intensive Care Unit
PDA : Patent Ductus Arteriosus
PICU : Pediatric Intensive Care Unit
PJB : Penyakit Jantung Bawaan
TGA : Transposition of the Great Aorta
TAPVR : Total anomalous pulmonary venous return
TAVB : Total Atrioventricular Block
TOF : Tetralogy of Fallot
VSD : Ventricle Septal Defect

60
MATA PELATIHAN INTI 2

SKRINING HIPOTIROID KONGENITAL


(SHK)
DAFTAR ISI

Daftar isi ……………………………………...…………… i

A. Tentang Modul Ini ………………………..…………… 1

Deskripsi Singkat …………………..….………… 3

Tujuan Pembelajaran ……..…...…….…………. 5

Materi Pokok …………………....……….………. 6

B. Kegiatan Belajar ………………………………………. 7

Materi Pokok 1 : Konsep Skrining Hipotiroid 8


Kongenital

Materi Pokok 2 : Proses Skrining Hipotiroid 17


Kongenital

Materi Pokok 3 : Tindak Lanjut Skrining Hipotiroid 34


Kongenital

C. Tes Formatif 42

D. Kunci Jawaban 43

E. Daftar Pustaka 44

F. Daftar Istilah 45
A Tentang Modul Ini

1
DESKRIPSI SINGKAT

Deteksi dini kelainan bawaan melalui skrining bayi baru lahir merupakan hal
penting untuk mendapatkan generasi penerus Indonesia yang lebih baik.
Skrining bayi baru lahir dilakukan pada hari-hari pertama kehidupan dari bayi
tersebut. Dengan dilakukannya skrining pada bayi baru lahir untuk mendeteksi
kelainan kongenital, maka tindakan intervensi secara dini dan cepat dapat
dilakukan.
Hipotiriod kongenital (HK) merupakan salah satu penyakit kongenital yang
dapat dideteksi melalui proses skrining. Hipotiroid kongenital adalah kondisi
kekurangan hormon tiroid yang melibatkan aksis hipotalamus-pituitari-tiroid
(HPT) saat lahir. Hormon tiroid merupakan hormon yang mutlak diperlukan
untuk perkembangan otak dan pertumbuhan linier. Hormon tiroid juga
penting untuk laju metabolisme basal tubuh dan metabolisme organ-organ
penting seperti jantung, saluran cerna dan penting oksidasi lemak untuk
menghasilkan panas tubuh terutama pada bayi.
Sebagian besar bayi baru lahir dengan hipotiroid kongental tidak memiliki
gejala klinis saat baru lahir sehingga sering menyebabkan keterlambatan
diagnosis. Di Indonesia, pada tahun 2000-2013 ditemukan gangguan tiroid
pada bayi baru lahir sebanyak 1:2.736 kelahiran hidup. Sebelum adanya
program skrining, kejadian HK yakni 1:7.000 – 1.10.000 bayi baru lahir,
sementara setelah adanya program skrining, kejadian HK menjadi 1:2.000
hingga 1:3.000 bayi baru lahir.
Peningkatan angka temuan kejadian HK ini memperlihatkan semakin banyak
anak yang didiagnosis HK sejak dini, oleh karena HK merupakan salah satu
penyakit kongenital yang dapat dideteksi secara dini, dampak negatif HK bisa
dicegah dengan diagnosis dini dan tata laksana secepatnya sebelum bayi
berusia 2 minggu.
Anak dengan kekurangan hormon tiroid akan mengalami gangguan
perkembangan, gangguan pertumbuhan, dan yang paling berbahaya adalah
disabilitas intelektual yang tidak dapat diperbaiki. Hipotiroid kongenital
merupakan penyebab terbanyak disabilitas intelektual pada anak, anak dapat

2
memiliki kemampuan IQ dibawah 70 jika tidak mendapatkan pengobatan sejak
dini. Disabilitas intelektual ini nantinya dapat berdampak ke kehidupan sosial
anak maupun aspek kehidupan lainnya. Selain itu juga, anak dengan HK dapat
memberikan dampak kepada keluarga yakni dampak secara ekonomi maupun
psikososial serta terhadap negara karena akan kehilangan generasi emas
penerus bangsa.
Deteksi dini hipotiroid kongenital melalui skrining HK pada bayi baru lahir
sangat penting dilakukan untuk mencegah keterlambatan pengobatan,
dengan demikian, diharapkan semua tenaga kesehatan mampu mengetahui
langkah yang tepat untuk melakukan skrining hipotiroid kongenital (SHK) dan
mampu melakukan SHK di semua Fasilitas Layanan Kesehatan di Indonesia.

3
TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan skrining hipotiroid
kongenital.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:

1. Menjelaskan konsep skrining gangguan hipotiroid kongenital


2. Melakukan proses skrining hipotirioid kongenital
3. Melakukan tindak lanjut skrining hipotiroid kongenital

4
MATERI POKOK

Materi pokok pada pelatihan ini adalah:


1. Konsep Skrining Gangguan Hipotiroid Kongenital
2. Proses Skrining Hipotiroid Kongenital
3. Tindak Lanjut Skrining Hipotiroid Kongenital

5
B Kegiatan Belajar

6
MATERI POKOK 1
Konsep Skrining Hipotirioid
Kongenital

Pendahuluan
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Unit Koordinasi Kerja Endokrinologi Anak
dari beberapa rumah sakit di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Palembang, Medan,
Banjarmasin, Solo, Surabaya, Malang, Denpasar, Makassar, dan Manado,
ditemukan 595 kasus HK yang ditangani selama tahun 2010. Sebagian besar kasus
ini terlambat didiagnosis sehingga telah mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan motorik serta gangguan intelektual.
Kebijakan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) merupakan bagian dari arah
kebijakan program kesehatan anak secara umum. Mewujudkan anak yang sehat
sebagai modal dasar sumber daya manusia yang berkualitas melalui upaya
peningkatan derajat kesehatan anak secara optimal. Kebijakan ini diwujudkan
melalui upaya peningkatan kelangsungan hidup dan kualitas hidup anak. Skrining
Hipotiroid Kongenital merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas hidup
anak.
Dalam upaya untuk meningkatkan akses, cakupan dan kualitas layanan fasilitas
pelayanan kesehatan pelaksana SHK, maka perlu ditetapkan langkah-langkah
konkrit yang strategis untuk menjamin tercapainya tujuan program SHK.
Pada bab ini, akan dijelaskan konsep dari skrining gangguan hipotiroid kongenital,
mulai dari pengertian, gejala dan tanda kelainan akibat dari gangguan hipotiroid
kongenital, patofisiologi hipotiroid kongenital dan dampak dari gangguan hipotiroid
kongenital.

7
Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat menjelaskan konsep skrining
gangguan hipotiroid kongenital.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 1:
1. Pengertian
2. Gejala dan tanda kelainan
3. Patofisiologi
4. Dampak

8
Uraian Materi Pokok 1

Apa yang Anda ketahui tentang Konsep Skrining Gangguan Hipotiroid


Kongenital ? Untuk mengetahui lebih lanjut tentang Konsep Skrining
Gangguan Hipotiroid Kongenital pada Bayi Baru Lahir, Marilah kita
simak bersama materi dibawah ini ya, yuk.. semangat

1. Pengertian
Hipotiroid kongenital adalah keadaan menurun atau tidak
berfungsinya kelenjar tiroid yang didapat sejak bayi baru lahir.
Hal ini terjadi karena kelainan anatomi atau gangguan
metabolisme pembentukan hormon tiroid atau defisiensi
iodium.
Hormon Tiroid yaitu Tiroksin yang terdiri dari Tri-iodotironin (T3)
dan Tetra-iodotironin (T4), merupakan hormon yang diproduksi
oleh kelenjar tiroid (kelenjar gondok). Pembentukannya
memerlukan mikronutrien iodium. Hormon ini berfungsi untuk
mengatur produksi panas tubuh, metabolisme, pertumbuhan
tulang, kerja jantung, saraf, serta pertumbuhan dan
perkembangan otak. Dengan demikian hormon ini sangat
penting peranannya pada bayi dan anak yang sedang tumbuh.
Kekurangan hormon tiroid pada bayi dan masa awal kehidupan,
bisa mengakibatkan retardasi mental (keterbelakangan mental)
dan hambatan pertumbuhan (pendek/stunted). Skrining
Hipotiroid Kongenital (SHK) adalah Skrining yang dilakukan
pada Bayi Baru Lahir (BBL) untuk mendeteksi apakah terjadi
penurunan atau tidak berfungsinya kelenjar tiroid yang didapat
sejak bayi baru lahir.

9
Sekarang Anda telah mengetahui pengertian dari skrining hipotiroid
kongenital, sub materi pokok selanjutnya adalah apa gejala dan tanda
kelainan hipotiroid kongenital. Silahkan di baca ya,,

2. Gejala dan tanda kelainan


Sebagian besar bayi dengan hipotiroid kongenital tidak menunjukkan
tanda dan gejala yang jelas ketika lahir. Hal inilah yang menyebabkan
pentingnya tindakan skrining pada bayi yang baru lahir. Pada kasus
lain, gejala dan ciri-ciri hipotiroid kongenital 10orm muncul sesaat
setelah bayi lahir atau pada bulan pertama setelah kelahiran. Gejala
dan tanda kelainan yang muncul akibat hipotiroid kongenital adalah
a. Letargi (aktivitas menurun)
b. Icterus (kuning)
c. Makroglosi (lidah besar)
d. Hernia umbilikalis (bodong)
e. Hidung pesek
f. Konstipasi
g. Kulit kering
h. Skin mottling (cutis marmorata)/burik
i. Mudah tersedak
j. Suara serak
k. Hipotoni (tonus otot menurun)
l. Ubun-ubun melebar
m. Perut buncit
n. Mudah kedinginan (intoleransi terhadap dingin)
o. Miksedema (wajah sembab)
p. Gangguan tumbuh kembang (menyebabkan retardasi
mental dan pendek)

Jika sudah muncul gejala klinis, berarti telah terjadi retardasi


mental. Untuk itu penting sekali dilakukan SHK pada semua

10
bayi baru lahir sebelum timbulnya gejala klinis di atas, karena
makin lama gejala makin berat. Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan mulai tampak nyata pada umur 3–6 bulan dan
gejala khas hipotiroid menjadi lebih jelas. Perkembangan
mental semakin terbelakang, terlambat duduk dan berdiri serta
tidak mampu belajar bicara.

Bila tidak segera dideteksi dan diobati, maka bayi akan


mengalami kecacatan yang sangat merugikan kehidupan
berikutnya. Anak akan mengalami gangguan pertumbuhan fisik
secara keseluruhan, dan yang paling menyedihkan adalah
keterbelakang perkembangan mental yang tidak dapat dipulihkan.

HK pada bayi baru lahir dapat bersifat menetap (permanen) maupun


transien. HK permanen membutuhkan pengobatan seumur hidup dan
penanganan khusus. Penderita HK permanen ini akan menjadi
beban keluarga dan negara.

Lebih dari 95 % bayi dengan HK tidak memperlihatkan gejala


saat dilahirkan. Kalaupun ada sangat samar dan tidak khas.

Gambar 1. Bayi dengan gejala hipotiroid kongenital:


makroglosi, hernia umbilikalis, kulit kering bersisik, edema skrotum.

11
Setelah membaca sub materi pokok ke-2 tadi, sekarang anda
mengetahui gejala dan tanda kelainan hipotiroid kongenital.
Namun penting juga anda mengetahui patofisiologi hipotiroid
kongenital, untuk itu mari semangat melanjutkan membaca
materi selanjutnya

3. Patofisiologi

Sebelumnya perlu dipahami kerja hipotalamus – hipofisis – tiroid


(Gambar 2). Hipotalamus mengatur hipofisis/pituitari agar memproduksi
Thyroid stimulating hormone (TSH) untuk stimulasi kelenjar tiroid supaya
memproduksi hormon tiroid (T4 dan T3). Kelenjar tiroid atau kelenjar
gondok adalah kelenjar berbentuk seperti kupu-kupu yang terletak di
bagian depan leher. Kelenjar tiroid dengan bantuan iodium akan
memproduksi hormon tiroid, terutama hormon T4 (tiroksin) dan T3.
Hormon tiroid mutlak diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
otak yang normal, pertumbuhan linear (tinggi badan), mengatur produksi
panas tubuh dan diperlukan untuk kerja jantung.

Gambar 2. Aksis Hipotalamus-Pituitari/hipofisis-Tiroid

12
Selama kehamilan, plasenta berperan sebagai media
transportasi elemen-elemen penting untuk perkembangan
janin. Thyroid Releasing Hormone (TRH) dan iodium yang
berguna untuk membantu pembentukan Hormon Tiroid (HT)
janin bisa bebas melewati plasenta. Selama dalam kandungan,
hormon tiroksin (T4) dapat melewati plasenta sehingga didalam
kandungan perkembangan otak janin terlindungi dari pengaruh
hipotiroid kongenital. Namun disamping itu, antibody terhadap
TSH (TSH receptor antibody) dan obat anti tiroid yang dimakan
ibu juga dapat melewati plasenta. Sementara, TSH, yang
mempunyai peranan penting dalam pembentukan dan produksi
hormon tiroid, justru tidak dapat melewati plasenta. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa keadaan hormon tiroid dan
obat-obatan yang sedang dikonsumsi ibu sangat berpengaruh
terhadap kondisi hormon tiroid janinnya.
Lebih dari 95% bayi dengan HK tidak memperlihatkan gejala
saat dilahirkan. Kalaupun ada sangat samar dan tidak khas
karena selama dikandungan bayi masih dilindungi oleh hormon
tiroid yang didapat dari ibu melalui plasenta. Jika tidak
dilakukan deteksi dini dan tidak segera diterapi maka gejala
akan semakin tampak jelas.
Sebagian besar HK adalah HK primer yang sebabnya adalah
gangguan di kelenjar tiroidnya. Sebagian besar (90%)
disebabkan karena kelenjar tiroidnya tidak terbentuk
(agenesis tiroid), kelenjar tiroidnya berukuran kecil
(hipoplasia tiroid) atau karena letak ke lenjar tiroidnya dan
sebagian kecil disebabkan karena dishormogenesis tiroid
(gangguan pembentukan hormon didalam kelenjar tiroid).
Pada HK primer, kelenjar tiroid tidak mampu memproduksi
hormon tiroid meskipun distimulasi oleh TSH yang dihasilkan
oleh kel enjar pituitari, sehingga pada pemeriksaan akan
ditemukan kadar FT4 yang rendah dan kadar TSH yang
tinggi.

13
Setelah mengetahui pengertian, gejala dan tanda kelainan, serta
patofisiologi hipotiroid kongenital, tentunya kelainan tersebut
akan berdampak pada kehidupan, yukk dilanjutkan membaca
materi dampak hipotiroid kongenital berikut ini

4. Dampak

Secara garis besar dampak hipotiroid kongenital dapat dibagi


menjadi 3 yaitu:
1. Dampak terhadap Anak.
Bila tidak segera dideteksi dan diobati, maka bayi akan
mengalami kecacatan yang sangat merugikan kehidupan
berikutnya. Anak akan mengalami retardasi mental dan
gangguan pertumbuhan (pendek).
2. Dampak terhadap Keluarga.
Keluarga yang memiliki anak dengan gangguan hipotiroid
kongenital akan mendapat dampak secara ekonomi
maupun secara psikososial. Anak dengan retardasi mental
akan membebani keluarga secara ekonomi karena harus
mendapat pendidikan, pengasuhan dan pengawasan yang
khusus. Secara psikososial, keluarga akan lebih rentan
terhadap lingkungan sosial karena rendah diri dan menjadi
stigma dalam keluarga dan masyarakat. Selain itu
produktivitas keluarga menurun karena harus mengasuh
anak dengan hipotiroid kongenital.
3. Dampak terhadap Negara.
Bila tidak dilakukan skrining pada setiap bayi baru lahir,
negara akan menanggung beban biaya Pendidikan,
pengobatan, dan biaya hidup bayi dengan hipotiroid
kongenital seumur hidupnya. Jumlah penderita akan
terakumulasi setiap tahunnya. Selanjutnya negara akan
mengalami kerugian sumber daya manusia yang
berkualitas untuk pembangunan bangsa.

14
SEKARANG SAYA TAHU

1. Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) adalah Skrining yang


dilakukan pada Bayi Baru Lahir (BBL) untuk mendeteksi apakah
terjadi penurunan atau tidak berfungsinya kelenjar tiroid yang
didapat sejak bayi baru lahir.
2. Sebagian besar bayi dengan hipotiroid kongenital tidak
menunjukkan tanda dan gejala yang jelas ketika lahir. Gejala dan
tanda HK akan tampak makin jelas seiring dengan meningkatnya
usia jika tidak dilakukan deteksi dini melalui SHK.
3. HK permanen sebagian besar disebabkan karena kelaian primer
di kelenjar tiroid, yaitu kelenjar tiroid sama sekali tidak mampu
memproduksi hormon tiroid atau hanya mampu memproduksi
hormon tiroid yang kurang dari normal.
4. HK yang tidak dideteksi melalui program SHK berdampak
negative terhadap anak, keluarga dan Negara. Anak dapat
mengalami retardasi mental dan ganggguan pertumbuhan.
Keluarga dan negara mengalami kerugian ekonomi dan sosial
yang besar.

Anda telah menyimak tentang Konsep skrining gangguan hipotiroid


kongenital. Bagaimana kalau kita lanjutkan materi selanjutnya, Mari
kita simak Bersama materi selanjutnya tentang proses skrining
hipotiroid kongenital, selamat mengikuti.

28
good Luck 2
MATERI POKOK
Proses Skrining Hipotirioid
Kongenital (SHK)

Pendahuluan
Skrining Hipotiroid Kongenital adalah skrining untuk memilah bayi
yang kemungkinan menderita HK dan bayi yang tidak menderita HK.
Skrining Hipotiroid Kongenital terdiri atas tiga tahapan utama, yakni:
1. Praskrining: Sebelum tes laboratorium, dilakukan sosialisasi,
advokasi, dan edukasi termasuk pelatihan SHK.
2. Skrining: Proses skrining dan prosedur yang tepat,
penetapan mutu serta validitas hasil
3. Pasca-skrining: Tindak lanjut hasil tes, tes konfirmasi untuk
bayi dengan hasil positif, diagnosis dan tatalaksana HK

Dalam proses SHK, banyak pihak yang memegang peran, yakni


orang tua, penanggung jawab program, puskesmas/rumah sakit,
petugas kesehatan, pemerintah daerah, dan laboratorium
pemeriksaan. Deteksi dini HK melalui SHK merupakan strategi
paling baik dalam mendeteksi bayi dengan HK melalui pemeriksaan
kadar thyroid stimulating hormone (TSH).
Pada bab ini, akan dipelajari bagaimana melakukan seluruh proses
skrining dengan tepat, dari mulai pra-skrining, melakukan prosedur
pengambilan spesimen yang tepat serta mengetahui bagaimana
cara menyimpan dan mengolah spesimen untuk tahap selanjutnya
agar didapatkan hasil skrining yang tepat.

2
Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat menjelaskan dan
melakukan proses skrining hipotiroid kongenital dengan benar.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 2:
1. Persiapan
2. Langkah-langkah pengambilan spesimen
3. Tatalaksana spesimen
4. Pengiriman spesimen
5. Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) SHK

3
Uraian Materi Pokok 2

Apa yang Anda ketahui tentang skrining hipotiroid kongenital?


Untuk mengetahui lebih lanjut tentang skrining hipotiroid
kongenital, silahkan kita simak bersama materi dibawah ini ya,
yuk semangat!

1. Persiapan
Persiapan SHK harus dimulai dengan memberikan penjelasan
kepada orang tua mengenai pentingnya dilakukan SHK.
Penjelasan yang disampaikan kepada orang tua harus dilakukan
secara persuasif, dengan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti dengan tetap memperhatikan keadaan orang tua pada
saat memberikan penjelasan. Penjelasan yang disampaikan
terutama tentang tujuan dilakukan SHK, bagaimana proses
pemeriksaan yang akan dilakukan pada bayi, manfaat dilakukan
SHK serta dampak buruk yang akan terjadi pada bayi jika tidak
dilakukan SHK. Setelah mendapatkan persetujuan dari orang tua
bayi tidak perlu tertulis secara khusus, tetapi dicantumkan
bersama-sama dengan persetujuan tindakan medis lainnya pada
saat bayi masuk ke ruang perawatan bayi. Maka selanjutnya
pengambilan spesimen darah dapat dilakukan. Namun, jika
setelah diberikan penjelasan orang tua menolak untuk dilakukan
SHK pada bayinya, maka orang tua harus menandatangani
formulir penolakan untuk mencegah adanya tuntutan di kemudian
hari jika bayi yang bersangkutan menderita HK.
Formulir ini harus disimpan pada rekam medis bayi. Bila kelahiran
4
dilakukan di rumah, bidan/penolong persalinan harus tetap meminta
orangtua menandatangani atau membubuhkan cap jempol pada
formulir “Penolakan” yang dibawa dan harus disimpan dalam arsip di
fasilitas pelayanan kesehatan tempatnya bekerja. Penolakan dapat
terjadi terhadap skrining maupun test konfirmasi. Jumlah penolakan
tindakan pengambilan spesimen darah dan formulirnya harus
dilaporkan secara berjenjang pada koordinator Skrining BBL tingkat
provinsi/kabupaten/kota, melalui koordinator tingkat puskesmas
setempat pada bulan berikutnya.
Setelah keluarga bayi paham dan bersedia untuk dilakukan
skrining hipotiroid kongenital, persiapan selanjunya adalah
persiapan alat.
Alat yang digunakan untuk SHK adalah:
1. Sarung tangan steril
2. Lancet pediatrik (ukuran kedalaman 2 mm, dengan ujung
berbentuk pisau/blade tip lancet)
3. Kotak limbah tajam/safety box
4. Kertas saring
5. Kapas
6. Alcohol swab atau kapas alcohol 70%
7. Kassa steril
8. Rak pengering

5
6

Gambar 3. Alat untuk SHK

Nah itu tadi persiapan kita sebagai tenaga kesehatan sebelum


melakukan skrining hipotiroid kongenital, selanjutkan mari Anda
baca dan pahami langkah-langkah pengambilan specimen yang
benar dan tepat

2. Langkah-langkah Pengambilan Spesimen


Hal yang penting diperhatikan pada pengambilan spesimen ialah :
a. Waktu (timing) Pengambilan Darah
Pengambilan spesimen darah yang paling ideal adalah ketika
umur bayi 48 sampai 72 jam. Oleh karenanya perlu kerjasama
dengan dokter spesialis anak (Sp.A), dokter spesialis
kandungan dan kebidanan/obgyn (Sp.OG), dokter umum,
perawat dan bidan yang menolong persalinan untuk melakukan
pengambilan spesimen darah bayi yang baru dilahirkan pada
hari ketiga. Ini berarti ibu dapat dipulangkan setelah 48 jam

6
pasca melahirkan (perlu koordinasi dengan penolong
persalinan).
Sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama setelah
lahir karena pada saat itu kadar TSH mawsih tinggi, sehingga
akan memberikan sejumlah hasil tinggi/positif palsu (false
positive). Jika bayi sudah dipulangkan sebelum 24 jam, maka
spesimen perlu diambil pada kunjungan neonatal berikutnya
melalui kunjungan rumah atau pasien diminta datang ke
fasyankes.

b. Data / Identitas Bayi


Sebelum pengambilan spesimen, Isi identitas bayi (Gambar 4).
dengan lengkap dan benar dalam kertas saring. Data yang
kurang lengkap akan memperlambat penyampaian hasil tes.

Gambar 4. Kertas Saring untuk SHK tampak depan dan belakang


7
Berikut ini petunjuk umum pengisian identitas bayi pada kertas
saring :
1) Pastikan tangan pengisi data/pengambil spesimen darah
bersih dan kering sebelum mengambil kartu
informasi/kertas saring. Gunakan sarung tangan.
Usahakan tangan tidak menyentuh bulatan pada kertas
saring.
2) Hindari pencemaran pada kertas saring seperti air, air teh,
air kopi, minyak, susu, cairan antiseptik, bedak dan/atau
kotoran lain.
3) Pastikan data ditulis lengkap dan hindari kesalahan menulis
data. Bila data tidak lengkap dan salah, akan menghambat
atau menunda kecepatan dalam pemberian hasil tes dan
kesalahan interpretasi.
4) Isi data pasien dengan pulpen warna hitam/biru yang tidak
luntur.
5) Amankan kertas saring agar tidak kotor. Usahakan kertas
saring tidak banyak disentuh petugas lain.
6) Tuliskan seluruh data dengan jelas dan lengkap. Gunakan
HURUF KAPITAL.

Petunjuk pengisian data demografi bayi dalam kertas saring.


Harap diisi :
1) Nama rumah sakit/rumah bersalin/puskesmas/klinik bidan
2) Nomor rekam medis bayi
3) Nama ibu, suku bangsa/etnis, dan nama bayi bila sudah
ada
8
4) Nama ayah, suku bangsa/etnis
5) Alamat dengan jelas (nomor rumah, jalan/gang/blok/ RT/
RW, kode pos)
6) Nomor telepon dan telepon seluler , atau nomor telepon
yang dapat dihubungi. Lengkapi dengan email jika ada.
7) Dokter/ petugas penanggung jawab beserta no telepon
selulernya.
8) Kembar atau tidak, beri tanda √ pada kotak yang
disediakan. Bila kembar, beri tanda √ sesuai jumlah
kembar.
9) Umur kehamilan dalam minggu
10) Prematur atau tidak
11) Jenis kelamin, beri tanda √ pada kotak yang disediakan
12) Berat badan dalam gram. Pilih prematur atau tidak
13) Data lahir :
- Tanggal 2 digit (contoh tanggal 2→02)
- Bulan 2 digit (contoh bulan Maret→ 03, Desember→ 12)
- Tahun 2 digit (contoh tahun 2006 → 06 , 2012→ 12)
14) Data jam bayi lahir : jam : menit (contoh : 10:15)
Data spesimen :
- Tanggal/bulan/tahun, 2 digit (contoh : 8 Februari 2006
→ 08/02/06)
- Data jam diambil spesimen : jam : menit (contoh : 10:15)
- Spesimen diambil dari darah tumit atau vena
15) Keterangan lain, bila ada bisa ditambahkan:
- Transfusi darah (ya/tidak)
- Ibu minum obat anti tiroid saat hamil
- Ada atau tidak kelaianan bawaan pada bayi
9
- Bayi sakit (dengan perawatan di NICU)
- Bayi mendapat pengobatan atau tidak. Bila mendapat
pengobatan, sebutkan.

c. Metode dan Tempat Pengambilan Darah


Teknik pengambilan darah yang digunakan adalah melalui
tumit bayi (heel prick). Teknik ini adalah cara yang sangat
dianjurkan dan paling banyak dilakukan di seluruh dunia.
Darah yang keluar diteteskan pada kertas saring khusus
sampai bulatan kertas penuh terisi darah, kemudian setelah
kering dikirim ke laboratorium SHK. Perlu diperhatikan dengan
seksama, pengambilan spesimen dari tumit bayi harus
dilakukan sesuai dengan tata cara pengambilan spesimen
tetes darah kering. Petugas kesehatan yang bisa mengambil
darah: dokter, bidan, dan perawat terlatih yang memberikan
pelayanan pada bayi baru lahir serta analis kesehatan.
Prosedur pengambilan spesimen darah melalui tahapan
berikut:
1) Cuci tangan menggunakan sabun dengan air bersih
mengalir dan pakailah sarung tangan.
2) Posisikan bayi dengan posisi kaki lebih rendah daripada
kepala bayi.
3) Tumit bayi yang akan ditusuk dihangatkan terlebih dahulu
dengan cara menggosok-gosok dengan jari atau bayi
diletakkan di tempat penghangat bayi/infant warmer.
4) Agar bayi lebih tenang, pengambilan spesimen dilakukan
sambil disusui ibunya atau dengan perlekatan kulit bayi
dengan kulit ibu (skin to skin contact)
10
5) Tentukan lokasi penusukan yaitu bagian lateral tumit kiri atau
kanan sesuai daerah berwarna merah, (gambar 5 dan 6)

Gambar 5 Gambar 6

6) Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan antiseptik


kapas alkohol 70%, tunggu sampai kering (gambar 7)
7) Tusuk tumit dengan lanset steril sekali pakai dengan ukuran
kedalaman 2 mm. Gunakan lanset dengan ujung berbentuk
pisau (blade tip lancet) (gambar 8)

Gambar 7 Gambar 8

8) Setelah tumit ditusuk, usap tetes darah pertama dengan


kain kasa steril (gambar 9)
11
9) Kemudian lakukan pijatan lembut sehingga terbentuk tetes
darah yang cukup besar. Hindarkan gerakan memeras
karena akan mengakibatkan hemolisis atau darah
tercampur cairan jaringan. (gambar 10)

Gambar 9 Gambar 10
10) Selanjutnya teteskan darah ke tengah bulatan kertas saring
sampai bulatan terisi penuh dan tembus kedua sisi.
Hindarkan tetesan darah yang berlapis-lapis (layering).
Ulangi meneteskan darah ke atas bulatan lain. Bila darah
tidak cukup, lakukan tusukan di tempat terpisah dengan
menggunakan lanset baru. Agar bisa diperiksa, dibutuhkan
sedikitnya satu bulatan penuh spesimen darah kertas saring
(Gambar 11)

Gambar 11. Contoh tetesan darah yang tepat

12
11) Sesudah bulatan kertas saring terisi penuh, tekan bekas
tusukan dengan kasa/kapas steril sambil mengangkat tumit
bayi sampai berada diatas kepala bayi. (gambar 12). Bekas
tusukan diberi plester ataupun pembalut hanya jika
diperlukan.

Spesimen yang Salah

Berikut merupakan contoh dari spesimen yang salah.

Spesimen tidak baik Penyebab


 Tetes darah kurang
 Meneteskan darah dengan tabung kapiler
 Kertas tersentuh tangan/sarung tangan

 Kertas rusak
 Meneteskan darah dengan tabung kapiler

 Mengisim spesimen sebelum kering

 Meneteskan terlalu banyak darah


 Meneteskan darah di kedua sisi bulatan
kertas

 Darah diperas dari tempat tusukan


 Kontaminasi
 Terpapar panas

13
 Alkohol tidak dikeringkan
 Darah diperas
 Pengeringan tidak baik

Gambar 12. Spesimen yang salah

Jika terjadi kesalahan spesimen, maka harus dilakukan


pengambilan spesimen ulang sebelum dikirim ke laboratorium
SHK.

Apakah anda sekarang memahami langkah pengambilan spesimen


yang tepat? Mulai dari waktu, prosedur pengambilan serta spesimen
yang benar atau salah. Setelah spesimen didapatkan, tentunya kita
harus mengetahui bagaimana langkah selanjutnya dalam
mempersiapkan spesimen untuk dikirimkan.

3. Tata laksana spesimen


Setelah diperoleh spesimen darah di kertas saring, Sebelum
spesimen di kirim ke laboratorium, penting diperhatikan metode
pengeringan specimen. Proses setelah mendapatkan specimen
adalah
a. Segera letakkan di rak pengering dengan posisi horisontal atau
diletakkan di atas permukaan datar yang kering dan tidak
menyerap (non absorbent).,
b. Biarkan spesimen mengering (warna darah merah gelap)
Sebaiknya biarkan spesimen di atas rak pengering sebelum
dikirim ke laboratorium dan jangan menyimpan spesimen di
14
dalam laci dan kena panas atau sinar matahari langsung atau
dikeringkan dengan pengering.
c. Jangan meletakkan pengering berdekatan dengan bahan-
bahan yang mengeluarkan uap seperti cat, aerosol, dan
insektisida.

4. Pengiriman Spesimen

Setelah mengetahui langkah pengambilan spesimen sampai


pengeringan spesimen, saatnya mempelajari bagaimana pengiriman
spesimen yang tepat sampai spesimen diterima di laboratorium
untuk SHK.

Setelah spesimen kering, maka spesimen siap dikirim ke


laboratorium. Berikut tata cara pengiriman spesimen yang benar
dan tepat :
a. Ketika spesimen akan dikirim, masukkan ke dalam kantong
plastik zip lock. Satu lembar kertas saring dimasukkan ke
dalam satu plastik Dapat juga dengan menyusun kertas saring
secara berselang–seling untuk menghindari agar bercak darah

15
tidak saling bersinggungan, atau taruh kertas diantara bercak
darah.
b. Masukkan ke dalam amplop dan sertakan daftar spesimen
yang dikirim.
c. Amplop berisi spesimen dimasukkan ke dalam kantong plastik
agar tidak tertembus cairan/kontaminan sepanjang perjalanan.
d. Pengiriman dapat dilakukan oleh petugas pengumpul
specimen atau langsung dikirim melalui layanan jasa
pengiriman yang tersedia.
e. Spesimen dikirimkan ke laboratorium SHK yang telah ditunjuk
oleh kementerian kesehatan.
f. Pengiriman tidak boleh lebih dari 7 (tujuh) hari sejak spesimen
diambil. Perjalanan pengiriman tidak boleh lebih dari 3 hari.

Sekarang Anda telah mengetahui bagaimana cara pengiriman


spesimen yang benar dan tepat. Selanjutkan apakah Anda
mengetahui tentang Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE)
skrining SHK ? Untuk mengetahui lebih lanjut KIE SHK. Silahkan
kita simak bersama materi dibawah ini ya, yuk semangat

16
5. Komunikasi Informasi Edukasi SHK
Komunikasi merupakan proses pengiriman pesan dari pengirim
pesan ke penerima pesan. Komunikasi di bidang kesehatan
bertujuan untuk menyampaikan informasi, meningkatkan
kepercayaan, mempengaruhi, membantu penyembuhan, dan
mendorong perubahan perilaku.

Dalam melakukan pelayanan SHK pada bayi baru lahir, dokter,


bidan ataupun perawat harus memberikan informasi kepada orang
tua mengenai:

a. Pentingnya dilakukan SHK pada BBL yaitu untuk mencegah


terjadinya kerusakan otak yang ireversibel yang
menyebabkan terjadinya retardasi mental dan untuk
mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan. SHK ini
mendeteksi apakah terjadi penurunan atau tidak
berfungsinya kelenjar tiroid yang didapat sejak bayi baru lahir.
b. Gejala dan tanda kelainan yang timbul jika hipotiroid
kongential tidak terdeteksi dini dengan program SHK dan
akibat jika diagnosis HK terlambat (lihat Materi Pokok 1).
c. Waktu pemeriksaan dilakukan pada usia 48 sampai 72 jam.
d. Cara pengambilan spesimen pada bagian tumit bayi (lihat
Sub Materi Pokok 2).
e. Hasil pemeriksaan Skrining Hipotiroid Kongenital dan
penanganan hasil SHK positif.

Penjelasan yang disampaikan kepada orang tua harus dilakukan


secara persuasif, dengan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti dengan tetap memperhatikan keadaan orang tua pada
saat memberikan penjelasan.
17
SEKARANG SAYA TAHU

1. Persiapan diri dan alat merupakan tahap awal persiapan


dalam proses SHK.

2. Pengambilan spesimen SHK dilakukan dengan metode heel


prick di usia bayi 48-72 jam.

3. Pengeringan spesimen harus dilakukan segera di rak


pengering dan dihindarkan dari sinar matahari secara
langsung maupun bahan beruap.

4. Spesimen harus dikirim dalam tujuh hari sejak pengambilan


dan pengiriman harus dipastikan aman dari kontaminasi
atau risiko rusak di perjalanan dengan memasukkan kertas
saring ke plastik dan amplop.

5. KIE keluarga harus dilakukan dan membutuhkan


persetujuan orang tua sebelum SHK dilakukan.

Selamat Anda telah selesai menyimak bagaimana melakukan proses


skrining hipotiroid kongenital. Sebelum melakukan skrining anda harus
melakukan persiapan mulai dari persetujuan orang tua dan persiapan alat,
selanjutnya melakukan pengambilan specimen dengan memperhatikan
waktu pengambilan dan langkah-langkah pengambilan, seperti memahami
proses SHK selanjutnya, Mari kita simak Bersama materi tentang tindak
lanjut skrining hipotiroid kongenital, selamat mengikuti.
18
MATERI POKOK 3
Tindak Lanjut Skrining Hipotiroid
Kongenital (SHK)

Pendahuluan
Setelah dilakukan skrining pada bayi melalui pengambilan spesimen
darah di fasilitas kesehatan, maka spesimen tersebut akan
dikirimkan ke laboratorium yang sudah ditunjuk oleh pemerintah
untuk dilakukan pemeriksaan TSH.
Seperti diketahui, hipotiroid kongenital merupakan salah satu
penyakit yang dapat didiagnosis dini melalui SHK dan pengobatan
yang diberikan sejak dini akan memberikan luaran yang baik bila
bayi mendapat terapi sejak awal kehidupan. Dengan terapi dini,
disabilitas intelektual pada anak dengan HK dapat dicegah.
Hasil skrining yakni kadar TSH yang diperoleh berdasarkan hasil
pemeriksaan di laboratorium akan menentukan apakah anak
tersebut memiliki kadar TSH tinggi dan dinyatakan positif atau tidak.
Jika didapatkan hasil skrining positif maka diperlukan langkah
selanjutnya yakni pemeriksaan konfirmasi untuk menegakkan
diagnosis HK. Setelah ditegakkan diagnosis HK maka pasien harus
segera mendapatkan terapi pengganti hormon tiroid.

19
Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat menjelaskan
tindak lanjut skrining hipotiroid kongenital.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 3:
a. Hasil tes laboratorium
b. Pelacakan kasus
c. Tes konfirmasi

20
Uraian Materi Pokok 3

Setelah spesimen sampai di laboratorium, maka akan dinilai kadar


TSH, pada bagian ini, kita akan mempelajari hasil pemeriksaan
FT4 dan TSH pada SHK

A. Hasil tes laboratorium


Thyroid stimulating hormone (TSH) merupakan parameter yang
dinilai pada pemeriksaan SHK.

1. Kadar TSH < 20 μU/mL


Bila tes konfirmasi mendapatkan hasil kadar TSH kurang dari 20
μU/mL, maka hasil dianggap normal dan akan disampaikan kepada
pengirim spesimen dalam waktu 7 hari.

2. Kadar TSH > 20 𝝁U/mL


Dinyatakan sebagai hasil skrining positif pada SHK yang dilakukan
pada bayi. Jika hasil positif, perlu segera dilakukan pemeriksaan
konfirmasi yaitu pemeriksaan FT4 dan TSHs. Hasil pemeriksaan
nantinya disampaikan kepada koordinator fasilitas kesehatan
setempat sesegera mungkin oleh laboratorium pemeriksaan.

Anda sekarang sudah mengetahui hasil yang dianggap


positif pada SHK, maka kita akan melanjutkan pembelajaran
berikutnya yakni pelacakan kasus positif.
21
B. Pelacakan kasus

Apa yang harus dilakukan setelah ditemukan hasil positif dari


pemeriksaan SHK? Tenaga kesehatan harus melakukan pelacakan
kasus bayi positif SHK

Hasil pemeriksaan skrining setiap pasien dari laboratorium tempat


pemeriksaan SHK akan diberitahu melalui fasilitas kesehatan
pengirim sepesimen.
Setelah mendapatkan hasil pemeriksaan skrining dari laboratorium,
fasilitas kesehatan tersebut harus sesegera mungkin menghubungi
orang tua bayi tersebut untuk memberitahu hasil dan langkah
selanjutnya.
Pada pelacakan kasus, tim kesehatan harus mencari tahu tempat
tinggal bayi serta memfasilitasi tes konfirmasi untuk pemeriksaan
lanjutan dalam menegakkan diagnosis.

Anda sudah mengetahui apa yang harus dikerjakan saat pelacakan


kasus, sehingga kita akan melanjutkan ke materi berikutnya.

C. Tes konfirmasi

Tes konfirmasi dilakukan pada SHK dengan hasil skrining


positif. Tes konfirmasi yang dilakukan akan dijelaskan pada
bagian ini.

Tes konfirmasi terdiri atas pemeriksaan FT4 dan TSHs, sebaiknya


dilakukan di laboratorium tempat pemeriksaan skrining dilakukan.

22
Bila tidak memungkinkan, maka tes konfirmasi dapat dilakukan di
laboratorium klinik yang tersedia pemeriksaan FT4 dan TSH.
Berikut ini adalah interpretasi hasil pemeriksaaan tes konfirmasi
untuk mendiagnosis HK (Gambar 15):
1. Bila kadar FT4 rendah/di bawah normal (berdasarkan usia)
tanpa melihat kadar TSH (berapapun nilai TSHs) maka bayi
didiagnosis sebagai hipotiroid kongenital primer dan perlu
segera diterapi.
2. Bila kadar FT4 normal dan TSH ≥ 20 𝝁U/mL (tinggi) maka
bayi didiagnosis sebagai hipotiroid kongenital primer dan
perlu segera diterapi.
3. Bila kadar FT4 normal, tetapi kadar TSH 6-20 mU/L maka
perlu dilakukan pemeriksaan FT4 dan TSHs ulang pada 2
minggu setelah tes konfirmasi. Jika didapatkan hasil yang
sama, FT4 normal dan kadar TSH 6-20 mU/L maka bayi
didiagnosis sebagai hipotiroid kongenital primer dan perlu
segera diterapi. Dalam pemberian terapi, sebaiknya
dikonsultasikan ke dokter spesialis anak atau spesialis anak
konsultan endokrin untuk pemberian tiroksin.

23
Gambar 15. Alur diagnosis dari HK

*Keterangan:
nilai normal FT4 = 0,7 – 1,48 ng/dL, Nilai Normal TSH = 0.35 - 4.94 𝜇IU/mL

Anda sudah mencapai bagian terakhir dari bab 2 yang artinya anda
mengetahui nilai TSH yang dinyatakan positif serta langkah
selanjutnya yang harus dilakukan!

24
SEKARANG SAYA TAHU

1. Kadar TSH > 20 𝜇U/mL dinyatakan sebagai hasil skrining


positif pada SHK yang dilakukan pada bayi dan harus
dilakukan tes konfirmasi untuk memastikan diagnosis HK.
2. Pada pelacakan kasus SHK positif, tim harus mencari tahu
alamat bayi serta memfasilitasi untuk tes konfirmasi.
3. Tes konfirmasi yang dilakukan pada SHK positif adalah
pemeriksaan kadar TSH dan FT4.
a. Jika kadar FT4 yang rendah tanpa melihat kadar TSH
maka ditegakkan diagnosis HK dan harus segera
diberikan terapi.
b. Jika kadar FT4 normal dan TSH ≥ 20 𝜇U/mL (tinggi)
maka ditegakkan diagnosis HK dan perlu segera
diterapi.
c. Jika kadar FT4 normal, tetapi kadar TSH 6-20 mU/L
maka perlu dilakukan pemeriksaan FT4 dan TSHs ulang
pada 2 minggu setelah tes konfirmasi. Jika didapatkan
hasil yang sama, FT4 normal dan kadar TSH 6-20 mU/L
maka ditegakkan diagnosis HK dan perlu segera diterapi.

25
Selamat!

Anda telah menyelesaikan Materi Inti 2: Skrining Hipotiroid


Kongenital (SHK). Jika Anda belum sepenuhnya memahami
materi, silahkan dipelajari kembali modul dari awal ya!

26
C TES FORMATIF

1. Apa nama metode pengambilan spesimen darah pada SHK?


2. Sebutkan 2 hal yang harus diperhatikan dalam proses
pengeringan spesimen!
3. KIE apa saja yang harus diberikan kepada orangtua sebelum
melakukan SHK?
4. Pada usia berapa bayi cukup bulan dilakukan pemeriksaan SHK?
5. Berapa kadar TSH yang dianggap positif dalam SHK?
6. Apa pemeriksaan konfirmasi yang dilakukan pada bayi dengan
hasil SHK positif?

28
D KUNCI JAWABAN

1. Heel-prick (menusuk tumit bayi)


2. Menjauhkan kertas saring dari paparan sinar matahari langsung
dan menjauhkan dari bahan yang beruap (contoh: cat)
3. Pentingnya program SHK, tanda dan gejala hipotiroid kongenital,
waktu pengambilan dan cara pengambilan spesimen, hasil SHK
dan penanganan selanjutnya
4. Usia 48-72 jam
5. TSH > 20 𝜇U/mL
6. Pemeriksaan kadar FT4 dan TSH

29
E DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman skrining hipotiroid kongenital. Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia. 2014.
2. Rose SR. Wassner AJ, Wintergerst KA, Jones NHY, Hopkin
RJ, Chuang J, et al. Congenital hypothyroidism: Screening
and management. Pediatrics. 2023;151:1-20.
3. Pratama AA, Chairulfatah A, Novina, Faisal, Fadlyana E.
Hubungan awitan pengobatan hipotiroid kongenital dengan
gangguan perkembangan anak di Rumah Sakit Umum Pusat
Dr. Hasan Sadikin. Sari Pediatri 2019;21(1):16-23
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 78
tahun 2014 tentang skrining hipotiroid kongenital.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014.
5. Nagasaki K, Minamitani K, Nakamura A, Kobayashi A,
Numakura C, Itoh M. Guidelines for newborn screening of
congenital hypothyroidism (2021 revision). Clin Pediatr
Endocrinol. 2022;26-51.
6. Van Trotsenburg P, Stoupa A, Léger J, Rohrer T, Peters C,
Fugazzola L, et al. Congenital hypothyroidism: A 2020-2021
Consensus Guidelines Update - An ENDO-European
Reference Network Initiative Endorsed by the European
Society for Pediatric Endocrinology and the European Society
for Endocrinology. Thyroid. 2021;31:387–419.

30
F DAFTAR ISTILAH

FT4 Free thyroxine

HK Hipotiroid kongenital

SHK Skrining hipotiroid kongenital

T3 Triiodothyronine

T4 Thyroxine

TSH Thyroid stimulating hormone

BBL Bayi Baru Lahir

KIE Komunikasi, Informasi dan Edukasi

31
MATA PELATIHAN INTI 3

PENGORGANISASIAN SKRINING BAYI


BARU LAHIR
DAFTAR ISI

Daftar isi ……………………………………...…………… i

A. Tentang Modul Ini ………………………..…………… 1

Deskripsi Singkat …………………..….………… 2

Tujuan Pembelajaran ……..…...…….…………. 4

Materi Pokok …………………....……….………. 5

B. Kegiatan Belajar ………………………………………. 6

Materi Pokok 1. Algoritma Skrining PJB Kritis dan HK 7

Materi Pokok 2. Mekanisme Kerja Jejaring Skrining PJB 30


Kritis dan HK

Materi Pokok 3. Logistik Skrining PJB Kritis dan HK 44

Materi Pokok 4. Pencatatan dan Pelaporan Skrining PJB 53


Kritis dan HK

C. Tes Formatif 61

D. Kunci Jawaban 62

E. Daftar Pustaka 64

F. Daftar Istilah 66
A Tentang Modul Ini
DESKRIPSI SINGKAT

Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan anak yang


komprehensif meliputi Promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
sesuai amanat Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009
tentang kesehatan dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, maka kegiatan screening terhadap
bayi baru lahir terhadap penyakit jantung bawaan dan hipotiroid
kongenital perlu ditingkatkan demi generasi Indonesia yang
sehat dan tangguh. Skrining atau uji saring pada neonatus
(Neonatal Screening) adalah istilah yang menggambarkan
berbagai cara tes yang dilakukan pada beberapa hari pertama
kehidupan bayi yang dapat memisahkan bayi-bayi yang mungkin
menderita kelainan dari bayi-bayi yang tidak menderita kelainan.
Pelaksanaan kegiatan skrining selaras dengan program SDGs
terkait peningkatan kualitas hidup anak.

Deteksi dini melalui Skrining Neonatus merupakan Upaya


untuk mendapatkan generasi yang sehat. Bilamana dari skrining
dijumpai kelainan pada anak sedini mungkin dimana gejala klinis
belum muncul, maka pemberian intervensi sedini mungkin dapat
mencegah kecacatan atau kematian bayi sehingga tumbuh
kembang anak dapat optimal. Pelaksanaan skrining PJB kritis
diharapkan dapat menurunkan angka kematian pada bayi
dengan diagnosis PJB. Tenaga kesehatan di Puskesmas dokter,
bidan dan atau perawat diharapkan mampu memberikan
pelayanan kesehatan kepada bayi baru lahir dengan deteksi dini
skrining penyakit jantung bawaan (PJB) kritis sesuai algoritme
yang berlaku.
Deteksi dini dengan skrining hipotiroid kongenital bisa
dilakukan dengan skrining pada bayi baru lahir dengan
pengambilan darah di tumit bayi untuk selanjutnya dikirim ke
laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan TSH. Bilamana
dijumpai diagnosis hipotiroid kongenital maka bayi akan
mendapatkan pengobatan lebih awal sehingga kecacatan
intelektual pada anak dapat dicegah.
Modul ini disusun untuk mengajak peserta latih lebih paham
tentang pengorganisasian skrining bayi baru lahir melalui
pemahaman lebih lanjut tentang algoritma kerja skrining bayi
baru lahir PJB dan Hipotiroid Kongenital, mekanisme jejaring
kerja skrining bayi baru lahir PJB dan Hipotiroid Kongenital,
mekanisme jejaring kerja skrining bayi baru lahir PJB dan
Hipotiroid Kongenital, logistik skrining bayi baru lahir PJB dan
Hipotiroid Kongenital dan pencatatan skrining bayi baru lahir PJB
dan Hipotiroid Kongenital
TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan


Pengorganisasian Skrining Bayi Lahir.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:

1. Menjelaskan algoritma kerja skrining bayi baru lahir.


2. Menjelaskan mekanisme kerja jejaring skrining bayi baru
lahir

3. Menjelaskan logistik skrining bayi baru lahir skrining bayi


baru lahir

4. Melakukan pencatatan dan pelaporan skrining bayi baru lahir


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:

1. Algoritma kerja skrining bayi baru lahir

2. Mekanisme kerja jejaring skrining bayi baru lahir

3. Logistik skrining bayi baru lahir

4. Pencatatan dan pelaporan skrining bayi baru lahir


B Kegiatan Belajar
MATERI POKOK 1
Algoritma kerja skrining bayi
baru lahir

Pendahuluan

Untuk melaksanakan deteksi dini atau skrining bayi baru lahir kita
memiliki panduan Langkah yang sistematis yang dikenal sebagai
algoritma. Merujuk dari KBBI algoritma adalah prosedur
sistematis untuk memecahkan masalah matematis dalam
langkah-langkah terbatas. Alur ini sebagai urutan logis
pengambilan keputusan untuk pemecahan masalah. Unsur yang
harus dipenuhi dari sebuah algoritma yakni presisi (tepat),
keteraturan langkah dan tertentu, efektif(semua instruksi dapat
dikrjakan pemroses), terminate (harus ada kriteria berhenti), dan
output yang dihasilkan akan sesua dengan yang di harapan bila
alur langkahnya di ikuti seksama.
Pemeriksaan bayi baru lahir dilaksanakan untuk
mengetahui adanya ganngguan sejak awal kelahiran sehingga
bila dijumpai kelainan dapat di antisipasi sedini mungkin.
Kegiatan ini sebagai bagian preventif untuk kondisi penyakit yang
dapat mengganggu tumbuh kembang anak sehingga anak akan
tumbuh sesuai harapan dan berkualitas. Merujuk angka kejadian
WHO 2018 terkait angka kematian kematian neonatal akibat PJB
Kritis 15/1000 kelahiran hidup dengan cacat lahir sebagai
penyebab ke-empat terbanyak. Angka kematian neonatal akibat
PJB kritis di RSUP Dr.Sardjito yaitu 35,6%, mirip dengan angka
kematian PJB kritis di Malaysia yaitu 34,8%. Kematian PJB kritis
didapatkan lebih tinggi pada kelompok yang terlambat
didiagnosis dibandingkan yang didiagnosis awal. Untuk itu
ketrampilan skrining terhadap PJB kritis dengan oksimeter perlu
kita tingkatkan kiranya dapat berkontibusi untuk menurunkan
angka kematian akibat PJB kritis. Kondisi klinis PJB kritis
sebagian besar adalah PJB yang sianosis, yang akan tampak
kasat mata bila saturasi oksigen <80% pada bayi baru lahir.
Sehingga kemampuan skrining PHB kritis dengan oksimeter
harus kita tingkatkan dengan merujuk algoritma kerja skrining
bayi baru lahir PJB kritis dengan oksimeter.
Algoritma skrining bayi baru lahir untuk mendeteksi
hipotiroid kongenital secara garis besar meliputi 3 tahapan yakni
Pra-Skrining, Skrining dan Paska Skrining. Untuk kelancaran
proses Skrining Hipotiroid Kongenital diperlukan Kerjasama yang
erat antara orangtua, penanggung jawab program,
puskesmas/rumah sakit, petugas kesehatan, pemerintah daerah, dan
laboratorium pemeriksaan. Deteksi dini HK melalui SHK merupakan
strategi paling baik dalam mendeteksi bayi dengan HK melalui
pemeriksaan kadar thyroid stimulating hormone (TSH).
Alur yang akan tercantum dari materi ini merupakan penguatan
lebih lanjut dari materi sebelumnya.
Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat menjelaskan


algoritma kerja skrining bayi baru lahir

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 1:

a. Alogaritma skrining PJB


b. Alogaritma skrining hipotiroid kongenital
Uraian Materi Pokok 1

Apa anda sudah paham tentang algoritma skrining PJB dan SHK?
Untuk memahami lebih lanjut tentang algoritma skrining PJB dan
SHK, silahkan kita simak bersama materi dibawah ini ya,..
yuk semangat
A. Algoritma Skrining PJB
Pemeriksaan skrining bayi baru lahir untuk deteksi dini
PJB kritis menggunakan pulse oksimeter yang tersedia di
fasilitas kesehatan terbatas. Pemeriksaan pulse oksimeter
dilakukan di tangan kanan (preductal) dan salah satu kaki
(postductal).
Langkah-Langkah :
Persiapan :
1. Pemberitahuan kepada orang tua tentang pemeriksaan pulse
oksimeter yang dilakukan di tangan kanan (preductal) dan
salah satu kaki (postductal) jari dan kaki bayi.
2. Pastikan bayi tenang dan hangat. Selimuti bayi saat
pengukuran dilakukan. Kedinginan, menangis dan gerakan
akan mempengaruhi pengukuran.
3. Bila bayi sedang menjalani fototerapi, matikan fototerapi saat
dilakukan pengukuran.
4. Pastikan kulit bayi kering
5. Tidak boleh melakukan pengukuran tekanan darah
bersamaan dengan pengukuran pulse oximetry
Pemeriksaan :
1. Nyalakan alat
2. Pasang probe yang sesuai di tangan kanan dan atau kaki
3. Pilih area yang bersih dan kering pada telapak tangan
atau kaki untuk pemasangan fotodetektor.

Gambar 1. Lokasi pemeriksaan Pulse Oksimeter Bayi

4. Pasang bagian probe dengan emitter cahaya pada


punggung tangan kanan atau kaki tegak lurus dengan
bagian probe yang terdapat fotodetektor
5. Pastikan probe terpasang dengan baik
6. Pastikan sensor menempel pada kulit bayi, tidak boleh
ada celah di antaranya. Sambungkan kabel probe ke alat
pulse oximetry.
7. Periksa indikator untuk untuk memastikan alat bekerja
dengan baik. Pasang dalam waktu 30 detik untuk
mendapatkan hasil pengukuran saturasi.
8. Baca dan catat hasil pengukuran pada formulir hasil dan
rekam medis
9. Putuskan kabel dengan alat, alat tidak perlu dimatikan
10. pengukuran dapat diulang
11. Sampaikan hasil kepada orang tua secara langsung
(verbal) dan tercatat
Cara melakukan skrining pulse oksimeter menggunakan alur
berikut:
DO == Kewajiban === DON’T == Larangan ==

1. Setiap merk pulse 1. Jangan menggunakan


oximetry memiliki probe dewasa untuk
perbedaan confidence bayi karena
indicators sehingga menghasilkan hasil
confidence indicators yang tidak akurat
dari alat yang akan 2. Aliran darah
digunakan untuk hasil dibutuhkan saat
yang lebih akurat melakukan
2. Pergerakan, menggigil pemeriksaan sehingga
dan menangis dapat disarankan untuk tidak
mempengaruhi hasil melakukan
pemeriksaan sehingga pengecekan pulse
pastikan bayi dalam oximetry saat
keadaan hangat dan terpasang manset
nyaman. Jika tekanan darah
memungkinkan ukur 3. Lampu infrared,
saat bayi terbangun fototerapi, lampu
3. Jika dibutuhkan bedah dapat
monitor dalam waktu mempengaruhi akurasi
yang lama, pastikan dari hasil sehingga
tidak adanya iritasi matikan lampu terlebih
ataupun sensasi dahulu ataupun tutupi
terbakar pada kulit dengan handuk saat
bayi. melakukan
pemeriksaan
4. Jangan menggunakan
plester untuk
merekatkan probe
pada kulit bayi

CAUTION
1. Denyut nadi dibutuhkan saat melakukan pemeriksaan
sehingga pasien dengan gangguan irama jantung dapat
mempengaruhi hasil.
2. Yang perlu diingat: Tanpa nadi, tidak bisa diperiksa
3. Perlu diingatkan bahwa pembacaan pulse oximetry tidak
sekali waktu sehingga pastikan cek dalam beberapa detik
untuk dilihat yang paling tinggi.
Hasil pemeriksaan saturasi oksigen juga dapat diplot ke bagan
pemeriksaan pulse oksimeter berikut:

Gambr 2. Bagan Pemeriksaan PJB Kritis.


Hasil skrining
Hasil skrining terbagi menjadi 3 yaitu lolos, ulang dan positif.

•SpO2 ≥ 95% di tangan kanan atau kaki DAN


perbedaan ≤ 3 % di tangan kanan dan kaki
Lolos •Tidak ada pemeriksaan lanjutan. Memberi tahu
hasil pemeriksaan ke orang tua pasien

•SpO2l 90%- <95% di tangan kanan dan kaki ATAU


perbedaan >3% di tangan kanan dan kaki.
•Pemeriksaan dapat diulang sebanyak 2 kali dengan
Ulang total 3 kali pemeriksaan. Setelah diulang sebanyak 3
kali, maka tentukan hasil pemeriksaan termasuk
lolos atau gagal sesuai dengan algoritma.

•Saturasi oksigen dengan hasil <90% di tangan


kanan atau kaki ATAU saturasi oksigen dengan
Gagal hasil 90% - <95% ATAU perbedaan >3% di tangan
kanan dan kaki sebanyak 3 kali pemeeriksaan
dengan setiap pemeriksaan berjarak 1 jam.

Tatalaksana skrining positif.


Dokter segera melakukan penilaian dalam 6-8 jam setelah
hasil skrining positif. Pemeriksaan lanjutan antara lain
pemeriksaan tekanan darah di empat ekstremitas, penilaian
kekuatan pulsasi nadi di empat ekstremitas, dan pemeriksaan
penunjang foto toraks dan EKG untuk menyingkirkan penyebab
di luar jantung.
Jika hasil skrining positif, segera rujuk pasien ke dokter
anak subspesialis kardiologi untuk dilaukan pemeriksaan
ekokardiografi (baku emas). Pasien harus di rujuk apabila skrining
pulse oksimeter gagal atau positif yaitu saturasi oksigen dengan
hasil <90% di tangan kanan atau kaki ATAU saturasi oksigen
dengan hasil 90% - <95% ATAU perbedaan >3% di tangan kanan
dan kaki sebanyak 3 kali pemeriksaan dengan setiap
pemeriksaan berjarak 1 jam.
Jika hasil skrining negatif atau lolos, artinya bayi mungkin tidak
menderita PJB kritis. Namun, bukan berarti tidak mengalami PJB
karena PJB kritis hanya sekitar 25% dari seluruh PJB pada bayi.
Sekitar 75% PJB pada bayi adalah PJB yang tidak kritis, sebagian
besar tidak sianosis, sehingga tidak bisa dideteksi menggunakan
alat pulse oksimeter dan belum menimbulkan gejala segera
setelah lahir. PJB asianosis ini menimbulkan gejala sekitar usia
1-2 bulan saat tahanan vaskuler paru menurun pada bayi. Oleh
karena itu, pada saat bayi kontrol, petugas kesehatan perlu
memonitor dan evaluasi gejala dan tanda PJB. Gejala dan tanda
PJB pada bayi usia 1-2 bulan saat tahanan vaskuler paru turun,
yaitu berat badan tidak naik atau tidak sesuai kurva pertumbuhan,
batuk lebih dari 2 minggu, napas cepat, sesak napas atau
bengkak.
Skrining PJB kritis merupakan standar pelayanan medis,
pemeriksaan skrining pulse oksimeter dapat mendeteksi PJB
kritis sebelum munculnya tanda-tanda kelainan jantung.
Meskipun demikian, pasien yang terskrining negatif bukan berarti
tidak memiliki PJB (yang tidak kritis).
Berikut adalah:
FORMULIR HASIL SKRINING PJB

Nama :
Nomor rekam medis :
Tanggal lahir :
Hasil Pengukuran :
Skrining Tanggal Umur Saturasi Saturasi Perbedaan Hasil Nama
/jam bayi Tangan Kaki saturasi tangan pemeriksa
(jam) Kanan kanan dan kaki Tanda
tangan
#1
#2
#3
KESIMPULAN LOLOS / GAGAL
TINDAKAN Memberi informasi kepada orang tua, Transfer NICU,
Konsul Dokter subspesialis/konsultan Jantung Anak

Tanggal /Jam :
Tanda tangan :
Nama :
Catatan :

 Jika saturasi 89% atau lebih rendah di tangan kanan atau


kaki catat sebagai positif/gagal.
 Jika saturasi 90-94% di tangan kanan dan kaki, atau
perbedaan keduanya 4% atau lebih dan sudah dilakukan
pengukuran tiga kali catat sebagai positif/gagal.
 Jika saturasi 95% atau lebih di tangan kanan atau kaki
dengan perbedaan kurang dari 4% catat sebagai
negative/lolos.
Nah, sekarang Anda telah memhami tentang algoritma
skrining PJB Materi selanjutnya akan membahas tentang
Algoritma Skrining Hipotiroid Kongenital

B. Algoritma skrining hipotiroid kongenital


Untuk dapat melakukan skrining hipotiroid kongenital kita
perlu paham dan mampu melakukan sesuai Langkah dalam
algoritma SHK. Kita harus mampu mulai dari pra skrining,
skrining dan paska skrining. Mari kita pahami secara
saksama materi ini sehingga kita mampu melakukan
SHK...Semangat..yuks..

1. Persiapan Sebelum Skrining (Pra-Skrining)


a. Persetujuan orang tua tentang Tindakan yang telah
tercantum dalam lembar persetujuan pemeriksaan dan
Tindakan medis
b. Peralatan : Alat yang digunakan untuk SHK adalah:
1) Sarung tangan steril
2) Lancet pediatrik (ukuran kedalaman 2 mm, dengan
ujung berbentuk pisau/blade tip lancet)
3) Kotak limbah tajam/safety box
4) Kertas saring
5) Kapas
6) Alcohol swab atau kapas alcohol 70%
7) Kassa steril
8) Rak pengering
9) Kartu SHK
Gambar. 3 Peralatan SHK

2. Skrining.
a. Lengkapi kertas saring dengan identitas Bayi
Pengisian data lengkap dengan pulpen warna biru
/hitam huruf kapital. Penulisan tanggal bulan dan
tahun dengan 2 digit. (contoh 1 September 2023
ditulis 01/09/23). Hindari pencemaran di kertas
saring dari kotoran/ cairan sehingga basah. Lihat
detil di gambar 4.
Gambar 4. Kertas Saring

b. Pemeriksaan SHK untuk bayi baru lahir usia 48-72


jam untuk selanjutnya diperiksa hormon
pemeriksaan thyroid stimulating hormone (TSH) di
laboratorium. Catatan untuk bayi Berat badan <
2000 gram dilakukan pemeriksaan ulangan 1 bulan
setelah lahir karena pemeriksaan pertama bisa
memberikan hasil negatif palsu.
c. Lokasi pengambilan darah untuk SHK. Teknik
pengambilan darah adalah melalui metode heel prick
(tumit bayi) pada sisi lateral kanan atau kiri tumit
bayi. Darah yang keluar diteteskan pada kertas
saring sampai bulatan penuh terisi darah.
Gambar 5. Lokasi pegambilan specimen darah (heel
prick)

d. Prosedur Langkah Pengambilan specimen


1. Pemeriksa skrining mencuci tangan di bawah air
bersih mengalir dan menggunakan sarung tangan
2. Posisikan bayi dengan posisi kaki lebih rendah
daripada kepala bayi
3. Tumit bayi yang akan ditusuk dihangatkan terlebih
dahulu dengan cara menggosok-gosok dengan jari
atau bayi diletakkan di tempat penghangat
bayi/infant warmer
4. Tentukan lokasi penusukan yaitu bagian lateral
kanan atau kiri dari tumit bayi
5. Lokasi yang akan ditusuk dibersihkan dengan
alcohol swab atau kapas alkohol 70%, tunggu
sampai kering
6. Tusuk tumit dengan lanset steril sekali pakai
dengan ukuran kedalaman 2 mm
Gambar 6. Antiseptik dengan alcohol swab dan penusukan dengan lanset

7. Setelah tumit ditusuk, usap tetes darah pertama dengan


kassa steril
8. Lakukan pijatan lembut hingga terbentuk tetes darah yang
cukup besar (Hindari gerakan memeras karena dapat
menyebabkan hemolisis atau darah tercampur cairan
jaringan)
9. Teteskan ke tengah bulatan kertas saring sampai bulatan
terisi penuh dan tembus kedua sisi. Ulangi menetekaskan
darah ke atas bulatan lain. Jika darah tidak cukup, dapat
dilakukan penusukan di tempat terpisah dengan lanset
baru
Gambar 7. Meneteskan darah ke bulatan kertas saring

10. Setelah seluruh bulatan kertas saring terisi penuh, tekan


bekas tusukan dengan kassa steril sambil mengangkat
tumit bayi sampai berada diatas kepala bayi.

Gambar 8. Contoh spesimen yang benar


11. Pengeringan specimen darah di kertas saring, segera
diletakkan di rak pengering dengan posisi horizontal atau
diletakkan di permukaan datar yang kering, disusun
berselang seling. Spesimen dibiarkan mengering selama
3-4 jam sampai warna darah merah gelap. Spesimen
harus diletakkan di tempat yang tidak langsung terpapar
matahari dan jangan letakkan pengering dengan bahan
yang mengeluarkan uap seperti cat atau aerosol.

Gambar 9. Proses pengeringan spesimen pada rak pengeringan


Perhatikan Spesimen yang Salah

Berikut merupakan contoh dari spesimen yang salah.

Spesimen tidak baik Penyebab


 Tetes darah kurang
 Meneteskan darah dengan tabung kapiler
 Kertas tersentuh tangan/sarung tangan

 Kertas rusak
 Meneteskan darah dengan tabung kapiler

 Mengisim spesimen sebelum kering

 Meneteskan terlalu banyak darah


 Meneteskan darah di kedua sisi bulatan
kertas

 Darah diperas dari tempat tusukan


 Kontaminasi
 Terpapar panas

 Alkohol tidak dikeringkan


 Darah diperas
 Pengeringan tidak baik

Gambar 10. Spesimen yang salah


Jika terjadi kesalahan spesimen, maka harus dilakukan pengambilan
spesimen ulang sebelum dikirim ke laboratorium SHK.
3. Pengiriman Spesimen
1. Setelah spesimen kering dan siap untuk dikirim, spesimen perlu
dimasukkan ke dalam plastik zip lock. Satu plastik zip lock hanya
untuk satu lembar kertas saring.
2. Masukkan plastik kerisi kertas saring ke dalam amplop dan
sertakan daftar spesimen yang dikirim. Amplop kemudian
dimasukkan ke dalam kantong plastik agar tidak tertembus cairan
selama perjalanan.
3. Pengiriman dapat dilakukan oleh petugas yang mengambil
spesimen atau dikirim melalui layanan jasa pengiriman. Tujuan
pengiriman adalah laboratorium SHK yang sudah ditentukan oleh
kementerian kesehatan.
4. Pengiriman tidak boleh lebih dari 7 hari sejak spesimen diambil
dan perjalanan pengiriman tidak boleh lebih dari 3 hari.

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang algoritme


kerja skrining PJB Kritis dan SHK. Materi selanjutnya akan
membahas tentang mekanisme jejaring kerja skrining PJB
kritis dan SHK. Tetap semangat ya....
SEKARANG SAYA TAHU

1. Algoritme kerja skrining PJB kritis di awali penyampaian


informasi kepada orang tua tentang pemeriksaan dengan
pulse oksimeter bayi. Pemeriksaan dilaksanakan pada bayi
yang tenang sesuai dengan SOP. Hasil skrining yakni lolos,
ulang dan rujuk sesuai hasil saturasi pemeriksaaan pulse
oksimeter.

2. Algoritme kerja skrining hipotiroid kongenital kritis di awali


adanya pemberitahuan kepada orang tua melalui lembar
persetujuan pemeriksaan dan tindakan medis. Pemeriksaan
darah di tumit bayi untuk di letakkan di kertas saring SHK.
Proses pengeringan specimen darah dengan di anginkan
pada tempat tersedia dan disimpan dalam plastic zip untuk
selanjutnya di kirim ke laboratorim Kesehatan yang di tunjuk
kemenkes RI
MATERI POKOK 2
Mekanisme kerja jejaring
Skrining bayi baru lahir.

Pendahuluan

Pelaksanaan skrining bayi baru lahir merupakan deteksi dini


terhadap kelainan yang mungkin terjadi pada bayi baru lahir. Bila
hasil skrining menunjukkan adanya kelainan tindak lanjut dan
tata laksana akan segera di ambil untuk perbaikan tumbuh
kembang anak. Sebagai informasi terkait PJB Kritis. Angka
kematian neonatal akibat PJB kritis di RSUP Dr.Sardjito yaitu
35,6%, sedikit lebih tinggi dari angka kematian PJB kritis di
Malaysia yaitu 34,8%. Kematian PJB kritis didapatkan lebih tinggi
pada kelompok yang terlambat didiagnosis dibandingkan yang
didiagnosis awal.
Pencegahan melalui deteksi dini tidak mungkin bisa
dilaksanakan bila mengabaikan para pihak yang terlibat untuk
pelaksanaan skrining bayi baru lahir..Terdapat Lebih dari 95 %
bayi dengan HK tidak memperlihatkan gejala saat dilahirkan.
Kalaupun ada sangat samar dan tidak khas. Untuk itu salah satu
kunci keberhasilan pengobatan anak dengan HK adalah deteksi
dini dan pengobatan sebelum anak berumur 1- 3 bulan.
Merujuk kelompok kerja Nasional Program Skrining Bayi baru
Lahir yang tertuang pada Kepmenkes No.
829/Menkes/SK/IX/2009 yang bertugas antara lain untuk
melakukan kajian-kajian yang berkaitan dengan kebijakan
operasional dan strategis mengenai Skrining Bayi Baru Lahir
hinggga melakukan advokasi, sosialisasi, edukasi dan koordinasi
kepada masyarakat, lintas program, lintas sektor dan organisasi
profesi, termasuk organisasi pemerintah daerah provinsi
dan/atau Kabupaten/Kota. Tentunya kegiatan skrining PJB Kritis
dan SHK tidak bisa hanya dilakukan oleh tenaga Kesehatan di
Fasyankes tanpa melibatkan para pihak yang bisa mendukung
kegiatan Skrining bayi baru lahir.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat menjelaskan


mekanisme kerja jejaring skrining bayi baru lahir

Sub Materi

Berikut ini adalah sub materi pokok 2:

a. Mekanisme kerja jejaring skrining PJB


b. Mekanisme kerja jejaring skrining hipotiroid kongenital
Uraian Materi Pokok 2

Apa yang Anda ketahui mekanisme jejaring kerja skrining bayi baru
lahir ? Untuk mengetahui lebih lanjut tentang mekanisme jejaring
kerja skrining bayi baru lahir, silahkan kita simak bersama materi
dibawah ini ya, yuk semangat

A. Mekanisme jejaring kerja skrining bayi baru lahir PJB kritis


Pemeriksaaan skrining bayi baru lahir PJB dengan Pulse
oksimeter oleh tenaga kesehatan dilaksanakan untuk
menurunkan angka kematian akibat PJB kritis di Indonesia. PJB
Kritis biasanya ditandai dengan sianosis, namun sianosis akan
tampak kasat mata bila saturasi oksigen < 80% pada bayi baru
lahir. Pemeriksaan pulse oksimeter dilakukan kepada bayi baru
lahir 24-48 jam pada tangan kanan (preductal) dan salah satu
kaki (postductal). Jika bayi dipulangkan sebelum 24 jam, maka
bisa langsung diperiksa sesaat sebelum pulang. Jika ditemukan
hasil positif, maka lakukan pemeriksaan di usia 24 jam dan
dirujuk.
Siapa saja yang akan terlbat dalam pemeriksaan skrininng
bayi baru lahir PJB Kritis ? Tentunya orang tua bayi, Petugas
pelayanan kesehatan (dokter, bidan, perawat) dokter Spesialias
anak sebagai konsulen atau Fasilitas Rujukan RS.
Pelaksanaan skrining bayi baru lahir PJB Kritis tentunya di
awali dari edukasi pada masa ANC atau sesaat sebelum
bersalin sehingga orang tua dapat menerima dan berkenan
dalam pemeriksaan dan tindakan medis termasuk pulse
oksimeter. Sesuai Hasil pemeriksaaan akan menjadi tindak
lanjut dalam melaksanakan mekanisme jejaring kerja. Bila hasil
Lolos Orangtua mendapatkan informasi terkait kondisi
tersebut. Hasil ulang dilakukan pemeriksaan ulang dan bila
hasil Rujuk maka fasyankes segera melakukan rujukan ke dr
Spesialis anak di Fasyankes rujukan. Hasil pemeriksaan pulse
oksimeter di catat dan dilaporkan kepada Dinas Kesehatan
setempat untuk bahan monitoring dan evaluasi lanjutan.
Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang Mekanisme
jejaring kerja skrining bayi baru lahir Skrining PJB
Materi selanjutnya akan membahas tentang Mekanisme
jejaring kerja skrining bayi baru lahir Skrining SHK

B. Mekanisme jejaring kerja skrining bayi baru lahir skrining


hipotiroid kongenital
Rekan-rekan mari bersama kita pahami dan kenali jejaring
yang perlu dibangun dalam rangka skrining hipotiroid
kongenital. Tetap semangat ya...

Kilas balik sesaat tentang Pemeriksaan SHK. Pemeriksaan SHK


dianjurkan pada bayi baru lahir 48 - 72 jam atau hari ketiga. Ini
berarti ibu dapat dipulangkan setelah 48 jam pasca melahirkan
(perlu koordinasi dengan penolong persalinan). Namun, pada
keadaan tertentu pengambilan darah masih bisa ditolerir antara
24–48 jam. Sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama
setelah lahir karena pada saat itu kadar TSH masih tinggi,
sehingga akan memberikan sejumlah hasil tinggi/positif palsu
(false positive). Jika bayi sudah dipulangkan sebelum 24 jam,
maka spesimen perlu diambil pada kunjungan neonatal
berikutnya melalui kunjungan rumah atau pasien diminta datang
ke fasyankes.
Keterlibatan Sumber daya manusia yang menjadi bagian jejaring
dari Skrining bayi baru lahir meliputi Bidan, Dokter Umum,
Perawat, analisis kesehatan dokter spesialias anak, spesialis
patologi klinik. Adapun keterlibatan Fasilitas pelayanan meliputi
puskesmas, rumah sakit, laboratorium, praktek bidan, klinik,
RB/RSB. Tindak lanjut bila mana dijumpai hasil positif dari
Skrining Hipotiroid Kongenital tentunya menjadi tanggung jawab
dari pengelola program kesehatan anak dan laboratorium di
dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, Rumah Sakit
rujukan, laboratorium rujukan dan Kementerian Kesehatan.
Dalam mendukung kelancaran pelaksanaan SHK, perlu ada
jejaring kemitraan yang merupakan jejaring kerjasama. Oleh
karena itu, pada tahap pengembangan program, perlu dibuat
Kelompok Kerja (pokja) SHK baik di tingkat pusat maupun di
daerah. Pokja bersifat adhoc (waktu sementara saja) berfungsi
untuk mendukung kelancaran pelaksanaan program SHK di
fasilitas pelayanan kesehatan dan di laboratorium SHK serta
memperkuat upaya peningkatan program SHK sampai menjadi
program nasional. Jika SHK secara nasional telah dilaksanakan,
maka semua komponen manajemen program seperti pencatatan
dan pelaporan SHK akan masuk dalam sistim yang sudah
berjalan (existing).
Di tingkat pusat, Subdit Kewaspadaan Balita Berisiko dibawah
Direktorat Bina Kesehatan Anak, Kementerian Kesehatan
menjadi penanggung jawab program SHK. Di tingkat provinsi,
bidang yang menangani program kesehatan anak di dinas
kesehatan menjadi penanggung jawab program SHK. Demikian
halnya di tingkat kabupaten/kota, tanggung jawab sebagai
koordinator diserahkan kepada bidang yang menangani program
kesehatan anak di dinas kesehatan kabupaten/kota.
Di Tingkat Pusat Pokja SHK ditingkat pusat disebut Pokja
Nasional SHK, dibentuk melalui Surat Keputusan Menteri
Kesehatan, dan keanggotaannya terdiri dari perwakilan yang
berasal dari lintas program terkait, organisasi profesi (IDAI,
POGI, IDI, IBI) dan akademisi.
Peran Pokja Nasional SHK adalah sebagai pusat pengkajian dan
pengembangan kebijakan program SHK. Kementerian
Kesehatan melalui Direktorat Bina Kesehatan Anak Cq. Subdit
Kewaspadaan Balita Berisiko sebagai pusat koordinasi dan
konsultasi pelaksanaan program SHK yang bertanggung jawab
penuh terhadap implementasi kebijakan program SHK secara
nasional. Dalam implementasi kebijakan program, maka Subdit
Kewaspadaan Balita Berisiko menjalankan kegiatan sesuai
dengan tupoksinya, antara lain : mengkoordinasikan
pelaksanaan SHK dengan Laboratorium Rujukan dan Dinas
Kesehatan Propinsi melalui kerjasama dengan Pokja SHK
Nasional.
Kegiatan yang dilakukan meliputi :
a. Pengadaan anggaran dan fasilitas sesuai kebutuhan
program SHK melalui APBN atau sumer dana lainnya.
b. Pelatihan (ToT) fasilitator SHK untuk tenaga kesehatan
daerah.
c. Melakukan monitoring dan Evaluasi program SHK
d. Bekerjasama dengan Pokja SHK Nasional untuk
mendukung pelaksanaan program SHK, jika program
SHK belum terbentuk menjadi program nasional.
e. Menyiapkan data dan informasi tentang SHK dan
berkontribusi dalam mengembangkan dan menetapkan
kebijakan nasional program SHK.
f. Analisis data hasil pencatatan dan pelaporan serta hasil
monitoring dan evaluasi pelaksanaan program SHK di
daerah.
g. Melakukan koordinasi dengan laborarium; analisa data
untuk menetapkan/memperbaiki kebijakan nasional;
perencanaan kebutuhan, pelaksanaan serta monitoring
dan evaluasi program SHK secara nasional.
Di Tingkat Provinsi Pokja SHK ditingkat propinsi disebut
Pokjada, dibentuk melalui Surat Keputusan, dan
keanggotaannya terdiri dari perwakilan yang berasal dari
lintas program terkait dan organisasi profesi (cabang
IDAI,POGI, IDI, IBI) serta akademisi. Peran Pokjada adalah
sebagai pusat konsultasi dan koordinasi pelaksanaan
program SHK di wilayah propinsi yang bersangkutan.
Mekanisme kerjasama jejaring dalam Pokja SHK di tingkat
propinsi dibawah koordinasi Dinas Kesehatan Propinsi Cq
Bidang yang mempunyai tupoksi terkait langsung dengan
program kesehatan anak, selaku penanggung jawab
program SHK.
Kegiatan yang dilakukan oleh penanggung jawab program
SHK di Dinas Kesehatan Propinsi, meliputi :
a. Penyediaan fasilitas berdasarkan kebutuhan program
SHK melalui APBN, APBD atau sumer dana lainnya.
b. Mendukung penyiapan fasilitator SHK dan tenaga
kesehatan di kabupaten/kota untuk pelatihan SHK.
c. Melakukan monitoring dan Evaluasi program SHK.
d. Bekerjasama dengan Pokjada untuk mendukung
pelaksanaan program SHK di tingkat propinsi (untuk
sementara) yaitu : 1) Advokasi program SHK kepada
penentu kebijakan 2) Sosialisasi program SHK 3)
Koordinasi kegiatan pelacakan pada kasus yang
memerlukan test konfirmasi ulang laboratorium,
e. Melakukan kompilasi dan pengolahan data
pelaksanaan program SHK dari kabupaten/kota untuk
dilaporkan kepada Kementerian Kesehatan
Cq.Direktorat Bina Kesehatan Anak.
Di Tingkat Kabupaten/Kota Pokja SHK ditingkat kabupaten/kota
disebut sebagai Koordinator Daerah, dibentuk melalui Surat
Keputusan, dan keanggotaannya terdiri dari perwakilan yang
berasal dari Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik/Rumah Bersalin
dan Organisasi Cabang IBI. Koordinator ini bersifat sementara,
sampai terbentuk program SHK secara Nasional. Peran
Koordinator Daerah adalah sebagai pusat konsultasi dan
koordinasi pelaksanaan program SHK di wilayah kabupaten/kota
yang bersangkutan. Mekanisme kerjasama Kordinator Daerah
dalam program SHK dibawah koordinasi dan tanggung jawab
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Cq. Bidang yang mempunyai
tupoksi terkait langsung dengan program kesehatan anak.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggung jawab atas
pelaksanaan seluruh kegiatan program SHK di wilayah
kabupaten/kota. Kegiatan yang dilakukan untuk mendukung
program SHK di tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, yang
meliputi :
a. Merencanakan penyediaan fasilitas berdasarkan
kebutuhan program SHK melalui dana APBN/Dekon,
APBD atau sumber dana lainnya.
b. Mendukung pelatihan SHK bagi tenaga kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan yang berada diwilayah
kerjanya.
c. Melakukan monitoring dan Evaluasi program SHK.
d. Bekerjasama dengan Koordinator Daerah untuk
mendukung pelaksanaan program SHK di tingkat
kabupaten/kota yang yaitu 1) advokasi program SHK
kepada penentu kebijakan 2) sosialisasi program SHK
3) koordinasi kegiatan pelacakan pada kasus yang
memerlukan test konfirmasi ulang laboratorium.
e. Melakukan kompilasi dan pengolahan data
pelaksanaan program SHK dari fasilitas pelayanan,
untuk dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Propinsi.
Fungsi utama Koordinator Daerah adalah melakukan koordinasi
dan konsultasi seluruh kegiatan program SHK dengan semua
unsur terkait di tingkat kabupaten/kota dengan Pokja propinsi
dan Laboratorium Rujukan di rumah sakit.
Kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan fungsi tersebut
adalah :
a. melaporkan hasil pelaksanaan SHK di wilayah kerjanya
kepada Laboratorium Rujukan di Rumah Sakit yang sudah
ditententukan;
b. merencanakan kebutuhan program SHK; melakukan
advokasi dan sosialisasi tentang SHK di willayah
kabupaten/kota;
c. melatih tenaga kesehatan difasilitas pelayanan kesehatan
tentang program SHK;
d. melakukan pelacakan pada kasus HK yang memerlukan
test konfirmasi ulang dan mengirimkan ke laboratorium
Rujukan di Rumah Sakit;
e. mencatat dan melaporkan seluruh pelaksanaan kegiatan
program SHK dari fasilitas pelayanan kesehatan ke Pokja
Provinsi serta
f. melakukan monitoring dan evaluasi program SHK di
wilayah kerjanya. Di Tingkat Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
Peranan tenaga kesehatan di tingkat fasilitas pelayanan
kesehatan yaitu melakukan KIE tentang SHK secara perorangan
kepada ibu hamil atau ibu yang melahirkan. Selain itu, melakukan
KIE tentang SHK secara kelompok pada Kelas Ibu, kelompok
PKK, TOMA dan TOGA.

Tenaga Kesehatan bertugas untuk membuat :


a. perencanaan kebutuhan program SHK;
b. melaksanakan SHK;
c. mencatat dan melaporkan hasil SHK kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melalui Koordinator; selain
itu,
d. melakukan pelacakan kasus dan pengambilan sampel
ulang pada kasus SHK dengan hasil laboratorium positif;
e. Pengiriman sampel ke laboratorium rujukan di rumah sakit
yang telah ditentukan.

Gambar 11. Skema Koordinasi SHK

Penjelasan gambar:
1. Fasilitas kesehatan berkoordinasi dengan laboratorium
SHK untuk pengiriman spesimen dan umpan balik hasil
pemeriksaan SHK.
2. Fasilitas kesehatan berkoordinasi dengan dinkes
kabupaten/kota terkait pelaporan data hasil pemeriksaan SHK
dan pelacakan kasus dengan hasil pemeriksaan tinggi. Utk
faskes vertikal, tetap berkoordinasi dengan dinkes kab/kota,
sebagai tembusan koordinasi/surat ke dinkes provinsi
3. Dinkes kabupaten/kota berkoordinasi dengan dinkes
provinsi terkait pelaporan data hasil pemeriksaan SHK dan
pelacakan kasus dengan hasil pemeriksaan tinggi
4. Dinkes provinsi berkoordinasi dengan POKJADA terkait
pelaksanan dan pengembangan SHK
5. POKJADA berkoordinasi dengan POKJANAS terkait
pelaksanaan dan pengembangan SHK di wilayah kerjanya.
6. Dinkes provinsi berkoordinasi dengan kementerian
kesehatan terkait pelaksanaan SHK dan pencatatan dan
pelaporan hasil SHK
7. Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan POKJANAS
dan Laboratorium SHK terkait pengembangan dan
pelaksanaan SHK di Indonesia, termasuk pengambilan
kebijakan secara nasional.

Selamat rekan -rekan telah memahami mekanisme jejaring


kerja SHK. Semoga pemahaman ini akan bermanfaat di
lapangan bilamana dijumpai kasus SHK positif.
Tetap semangat ya...
SEKARANG SAYA TAHU

1. Mekanisme jejaring kerja skrining bayi baru lahir PJB kritis


melibatkan pihak dari orang tua bayi, petugas kesehatan di
fasyankes pelayanan pertama, dr Spesialis anak di
Fasyankes Rujukan dan Pemegang program di Dinas
Kesehatan setempat.
2. Hal serupa namun tak sama terkait mekanisme jejaring
kerja skrining bayi baru lahir SHK. Para pihak yang terlibat
meliputi orang tua bayi, petugas kesehatan di fasyankes
pelayanan pertama (dokter, bidan, perawat), analisis
laboratorium kesehatan, dr Spesialis Patologi Klinik dan dr
Spesialis anak di Fasyankes Rujukan beserta Pemegang
program di Dinas Kesehatan secara berjenjang sampai
dengan Kementerian Kesehatan sehingga terdapat istilah
POKJADA dan POKJANAS Untuk SHK
MATERI POKOK 3
Logistik Skrining bayi baru lahir.

Pendahuluan

Untuk mewujudkan generasi yang berkualitas dalam


kelangsungan hidupnya melalui peningkatan derajat kesehatan.
Pelaksanaan Skrining bayi baru lahir PJB kritis dan Hipotiroid
Kongenital sebagai salah satu upaya deteksi dini sehingga
mendapatkan tata laksana optimal pencegahan terhadap
peningkatan kesakitan dan kematian anak. Pelaksanaan skrining
PJB Kritis dan Hipotiroid Kongenital memerlukan dukungan dari
pihak pihak yang ada beserta adanya peralatan medis maupun
bahan habis pakai dalam pelaksanaan skrining. Ketersediaan
peralatan dan daya dukung merupakan bagian dari strategik
logistik skrining PJB Kritis dan Hipotiroid Kongenital.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat menjelaskan


logistik skrining bayi baru lahir

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 3.

a. Logistik skrining PJB kritis


b. Logistik skrining hipotiroid kongenital
Uraian Materi Pokok 3

Apa yang Anda ketahui tentang logistik skrining PJB dan SHK ?
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang logistik skrining PJB dan SHK

silahkan kita pahami bersama materi dibawah ini ya, yuk semangat

A. Logistik Skrining PJB


Logistik skrining hipotiroid kongenital meliputi peralatan pulse
oksimeter beserta bahan habis pakai dan pendukung dalam
pelayanan skrining PJB Kritis di fasilitas pelayanan kesehatan.
Berikut peralatan yang digunakan :
1. Pulse oksimeter bayi
2. Alat penghitung waktu (timer, HP, Jam Tangan, Jam Dinding)
3. Bagan Pemeriksaan PJB Kritis
4. Form Pencatatan dan peralatan tulis
Adanya logistik tersebut sebagai dukungan sarana dalam
layanan kesehatan untuk pemeriksaan skrining PJB Kritis.
Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang logistik
skrining PJB Materi selanjutnya akan membahas tentang
logistik Skrining HK

B. Logistik skrining hipotiroid kongenital


Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal
dibutuhkan Ketersediaan peralatan kesehatan
sebagai bagian dari logistik.
Mari kita pahami terkait logistik skrining hipotiroid
kongenital.
Logistik skrining hipotiroid kongenital meliputi obat dan alat
kesehatan serta sarana penunjang yang dibutuhkan dalam
melaksanakan skrining hipotiroid kongenital di fasilitas
pelayanan kesehatan. Obat dan Alat kesehatan yang
dipergunakan dalam skrining hipotiroid kongenital adalah :
1. Kertas saring dengan plastik zip lock -5
2. Lanset,
3. Kapas alkohol 70%, alcohol swab
4. Kasa steril
5. Sarung tangan
6. Rak pengering spesimen darah
7. safety box/kotak limbah tajam

Adapun Sarana penunjang untuk skrining hipotiroid


kongenital adalah:
a. Amplop untuk mengirim spesimen darah
b. Formulir pencatatan dan pelaporan

Untuk menjamin ketersediaan logistik SHK diperlukan


kegiatan pengelolaan yang terstruktur. Pengelolaan tersebut
adalah perencanaan kebutuhan, pemeliharaan,
pemantauan, pencatatan, dan evaluasi penggunaannya.
Secara singkat bisa kita pahami sebagai berikut :
1. Perencanaan

Perencanaan kebutuhan logistik dilaksanakan sesuai


dengan sifat logistik, termasuk dalam barang habis pakai
atau dapat digunakan dalam jangka panjang. Untuk logistik
yang masuk dalam kriteria barang habis pakai maka
penghitungan kebutuhan dilakukan sesuai dengan jumlah
sasaran bayi baru lahir di fasilitas pelayanan kesehatan
ditambah dengan sejumlah 10% sebagai cadangan.
Cadangan diperhitungkan berdasarkan peluang
kemungkinan kerusakan kertas saring/alat akibat
kesalahan/kegagalan dalam pengambilan spesimen darah.
Kebutuhan kertas saring, dan lancet dalam satu tahun
dihitung dengan rumus :

A= B+ (10%*B)
A= Jumlah kertas saring dan lancet

B= Jumlah target sasaran bayi akan dilakukan skrining di


fasilitas pelayanan kesehatan dalam satu tahun.

Target sasaran bayi yang akan dilakukan skrining dalam satu


tahun di fasilitas pelayanan kesehatan dihitung berdasarkan
rata rata bayi yang diskrining dalam satu tahun di fasilitas
pelayanan kesehatan tersebut, dalam tiga tahun terakhir.
Contoh : jumlah bayi baru lahir pada tahun 2020 di
fasyankes A adalah 75 orang, tahun 2021 adalah 69 orang
dan tahun 2022 adalah 88 orang.
Maka target sasaran bayi baru lahir fasyankes A tahun 2023
adalah(75 + 69 + 88) : 3 = 77,3. Karena hasil rata-rata adalah
pecahan, maka dilakukan pembulatan ke atas. Sehingga
target sasaran fasyankes adalah 74 orang.

Masa Kadaluarsa
Perhitungan kebutuhan juga memperhatikan jumlah kertas
saring dan lancet yang masih bersisa dari tahun
sebelumnya.dan masa pakai (kadaluarsa) alat kesehatan.
Masa kadaluarsa kertas saring dan lancet rata-rata dua
tahun Misalnya :kertas saring yang tersisa dari tahun 2022
adalah sebanyak 12 dengan masa kadaluarsa masih 3 bulan
kedepan. Maka penghitungan jumlah kebutuhan kertas
saring tahun 2023 bila memperhatikan sisa kertas saring
tahun 2022 adalah 74 – 12 = 62 buah. Namun bila
memperhatikan kadaluarsa sisa kertas saring, maka harus
dihitung pula kemungkinan sisa kertas saring tersebut dapat
dipergunakan sebelum habis masa pakainya.Yaitu dengan
menghitung rata-rata bulanan penggunaan kertas saring =
74 : 12 = 6,16.

Jadi penggunaan rata-rata kertas saring perbulan 6-7 buah.


Bila masa kadaluarsa masih 3 bulan kedepan maka ke 12
kertas saring tersebut masih tetap dapat dipergunakan
sebelum habis masa pakai apabila dalam penggunaan
kertas saring dengan menggunakan prinsip “First In First Out
dan Early Expired First Out” (FIFO dan EEFO). Yang lebih
dulu masuk dan lebih dulu kadaluarsa, lebih dulu
dipergunakan.
Kapas alkohol, kassa steril dan sarung tangan dihitung
sesuai dengan pedoman penghitungan kebutuhan alat
kesehatan.
Rak pengering specimen darah, termasuk dalam alat yang
dapat dipergunakan dalam jangka waktu lama. Maka
penghitungan kebutuhannya sesuai dengan rata-rata masa
pakai, yaitu 1 tahun. Rak pengering dapat dipergunakan
untuk mengeringkan specimen darah secara bersamaan
sebanyak 10 specimen darah. Kebutuhan rak pengering
dihitung berdasarkan jumlah kelahiran di fasyankes dengan
memperhatikan maksimal jumlah kertas saring di dalam rak
pengering Kantong plastik pembungkus specimen darah
dibutuhkan untuk mengirim specimen darah kelaboratorium
SHK, agar tidak rusak bila terkena air/cairan saat proses
transportasi.
Jumlah kebutuhan kantong plastik sama dengan jumlah
kebutuhan amplop pengirim specimen darah. Satu amplop
untuk satu kali pengiriman berisi paling banyak 10 kertas
saring.
2. Formulir Pencatatan Dan Pelaporan
Kegiatan pencatatan dan pelaporan SHK membutuhkan
formulir berupa :
1) Register bayi yang mendapat pelayanan SHK
2) Data individu, hasil SHK, tindak lanjut
3) Pencatatan logistik
4) Jumlah stok, pemakaian, sisa, masa kadaluarsa
5) Laporan penyelenggaraan SHK ke Dinas Kesehatan.
6) Jumlah bayi yang mendapat SHK, jumlah yang positif,
jumlah yang gagal dilacak, jumlah specimen darah yang
rusak/tidak dapat diperiksa.
Formulir pencatatan dan pelaporan dapat dipergunakan lebih
dari satu tahun, tergantung banyaknya bayi yang mendapat
layanan SHK di fasyankes tersebut.
3. Pemeliharaan Alat kesehatan umumnya mempunyai masa
habis pakai (kadaluarsa). Bila alat kesehatan tidak disimpan
dengan baik sesuai dengan aturan pemeliharaan produk,
maka kemungkinan alat kesehatan dapat rusak sebelum
masa kadaluarsa. Tentunya akan terjadi pemborosan bila hal
ini terjadi, dan bila menggunakan kertas saring yang sudah
rusak, kemungkinan dapat terjadi hasil normal palsu.
Oleh karena itu perlu kedisiplinan dan hati-hati dalam
pemeliharaan alat kesehatan. Alat dan bahan disimpan di rak
tertutup dengan kaca agar mudah dilihat dan terpisah dari
bahan lain yang dapat mengontaminasi. Dalam rak tersebut
dimasukkan juga silica gel atau pengering lainnya.
Aturan penyusunan alat dan bahan berdasarkan urutan
masa kadaluarsa. Alat dan bahan dengan masa kadaluarsa
yang lebih pendek, diletakkan paling atas/paling mudah
dijangkau supaya dapat dipergunakan lebih dahulu.
Demikian juga dengan penyimpanan lanset. Kertas saring
dapat disimpan dalam suhu ruangan, tidak boleh disimpan
pada tempat yang lembab, dan mudah terkontaminasi bahan
kimia lain.
4. Pemantauan dan Evaluasi Logistik Pemantauan logistik
dilakukan untuk menjamin agar logistik selalu tersedia dalam
kondisi baik. Evaluasi logistik dilakukan agar kesalahan-
kesalahan dalam pengelolaan logistik tidak terulang.
Tujuannya adalah logistik tersedia dalam kondisi baik, jumlah
cukup, tidak terjadi kelebihan pasokan, dan tidak terjadi
kerusakan logistik sebelum masa kadaluarsa berakhir serta
meminimalkan logistik yang terbuang akibat
kesalahan/kegagalan dalam pengambilan spesimen darah .
Selamat...

Rekan - rekan telah melalui materi pokok tentang logistik


pemeriksaan skrining PJB Kritis dan Hipotiroid Kongenital.
SEKARANG SAYA TAHU

1. Peralatan pemeriksaan skrining PJB Kritis harus tersedia


dan layak pakai sesuai ketentuannya. Ketersediaan ini
merupakan bagian dari logistik beserta pengelolaannya
yang efektif dan efisien.
2. Logistik dari SHK meliputi peralatan kesehatan, bahan
habis pakai, kertas saring beserta penunjangnya.
Pengelolaan logistik SHK perlu dicermati disesuaikan
target capaian dari masing masing fasyankes.
Pengelolaan logistik meliputi perencanaan kebutuhan,
pemeliharaan, pemantauan, pencatatan, dan evaluasi
penggunaannya
MATERI POKOK 4
Pencatatan dan Pelaporan

Pendahuluan

Pencatatan merupakan kegiatan atau proses pendokumentasian


kegiatan dalam bentuk tulisan. Sajian dari kegiatan dapat berupa
tulisan, grafik, gambar dan suara yang menunjukkan proses atau
hasil dari kegiatan tersebut. Pelaporan merupakan catatan dari
akhir kegiatan tertentu sehingga dapat disampaikan kepada
pihak yang berwenang. Pelaporan merupakan salah satu
komunikasi petugas kesehatan yang dapat disampaikan secara
lisan ataupun tulisan tentang hasil atau intervensi sebuah
kegiatan. Pencatatan dan pelaporan merupakan alat bantu untuk
melihat keberhasilan kegiatan. Bila kegiatan tanpa pencatatan
dan pelaporan niscaya akan kesulitan melihat hasil atau
hambatan dari sebuah kegiatan.
Pencatatan dan pelaporan skrining PJB Kritis dan Hipotiroid
Kongenital merupakan kegiatan yang melekat dari pelaksanaan
skrining terhadap bayi baru lahir. Data dan informasi hasil
skrining kiranya akan menjadi hasil sekaligus bahan kajian untuk
tata laksana berikutnya terhadap skrining PJB Kritis dan
Hipotiroid Kongenital. Materi pokok 4 akan mengupas lebih
dalam terkait pencatatan dan pelaporan dalam skrining PJB Kritis
dan Hipotiroid Kongenital..
Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat menjelaskan


pencatatan dan pelaporan

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 4:

a. Pencatatan dan Pelaporan skrining PJB


b. Pencatatan dan Pelaporan skrining Hipotiroid Kongenital.
Uraian Materi Pokok 4

Apa yang Anda ketahui tentang pencatatan dan pelaporan skrining


PJB dan hipotiroid Kongenital ? Untuk mengetahui lebih lanjut
tentang pencatatan dan pelaporan skrining PJB dan hipotiroid
Kongenital , silahkan kita simak bersama materi dibawah ini ya, yuk
semangat

A. Pencatatan dan Pelaporan Skrining PJB


Pemeriksaan skrining bayi baru lahir PJB Kritis telah
dilaksanakan oleh petugas kesehatan yakni dokter, perawat
dan atau bidan di Fasyankes. Hasil dari pemeriksaan di sajikan
dalam tulisan sebagai pencatatan yang tercantum dalam form
tersebut dibawah ini ( Gambar 12 )
Selanjutnya rekapan dari hasil pemeriksaan skrining PJB kritis
akan dituliskan dalam format (gambar 13)

Gambar 13. Format Pencatatan Skrining PJB Kritis


Gambar 12. Formulir Hasil Skrining PJB

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang pencatatan


dan pelaporan skrining PJB Materi selanjutnya akan
membahas tentang pencatatan dan pelaporan hipotiroid
kongenital
B. Pencatatan dan Pelaporan skrining hipotiroid kongenital
Hasil dari pemeriksaan skrining hipotiroid Kongenital yang
tercatat akan menjadi bahan pelaporan yang nantinya akan
menjadi bahan pertimbangan tata laksana sesuai hasil
SHK. Mari pahami sehingga mampu melakukan pencatatan
dan pelaporan SHK

Pencatatan SHK oleh tenaga kesehatan perlu memperhatikan


dan mempersiapkan data yang akan dimanfaatkan dalam
melakukan evaluasi program SHK dan sebagai bahan untuk
kebijakan program SHK.Pencatatan program SHK dibagi atas:

a. Pencatatan Pengambilan dan Hasil Spesimen Darah di


Fasilitas Pelayanan Kesehatan seperti di Puskesmas,
Rumah Sakit, Klinik/Rumah Bersalin, Praktik dokter atau
bidan swasta.
Hasil dari pemeriksaan SHK di catat dalam format berikut

Selanjutnya dilakukan Pencatatan pemantauan status


kesehatan dan pelayanan kesehatan setiap bayi
menggunakan kohort bayi. Pencatatan pengambilan dan
hasil spesimen darah SHK dimasukkan pula dalam kohort
bayi di puskesmas. Data yang dimasukkan adalah tanggal
pengambilan spesimen SHK, hasil SHK (normal, perlu tes
konfirmasi, tes gagal), hasil tes konfirmasi diagnostik
(normal, tinggi), tanggal mendapatkan pengobatan HK, pada
kolom keterangan dapat diisi keterangan bila bayi tidak
berhasil sesuai format berikut

Format
Pencatatan Skrining Bayi Baru Lahir
di Fasilitas Kesehatan

Format pencatatan skrining terlampir di atas merupakan rekapan


gabungan dari hasil pemeriksaan skrining PJB Kritis dan
Hipothyroid Kongenital di Fasyankes.

Hasil pencatatan selanjutnya dilaporkan secara berjenjang


kepada pemegang program skrining bayi baru lahir di Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Provinsi dan Kementerian
Kesehatan. Laporan hasil pelaksanaan program SHK Hasil
pelaksanaan program SHK secara keseluruhan akan dilakukan
oleh Kordinator SHK di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi program SHK di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang berada di wilayah kerjanya.
Data hasil monitoring dan evaluasi ini selanjutnya diolah dan
dikirim ke Dinas Kesehatan Propinsi Cq. Pokja SHK Propinsi.
Selanjutnya, Dinas Kesehatan Propinsi melakukan kompilasi
hasil laporan pelaksanaan program SHK dari masing-masing
Kabupaten/Kota kemudian mengirim ke Kementerian
Kesehatan. Hasil laporan tersebut akan diolah untuk menjadi
bahan kebijakan dalam rangka peningkatan program SHK.

Selamat rekan -rekan peserta latih, materi Inti 3


Pengorganisasian Skrining Bayi Baru Lahir PJB Kritis dan
HK telah selesai di baca, di pahami dan kiranya nanti
mampu dilaksanakan saat memberikan pelayanan skrining
bayi baru lahir di masing -masing Fasyankes.

Tetap semangatss,,

Untuk Generasi Indonesia yang sehat dan cemerlang 😊


SEKARANG SAYA TAHU

1. Pencatatan Skrining PJB Kritis untuk menjadi bahan


laporan hasil kegiatan dan dilaporkan untuk evaluasi
dan tindak lanjut terhadap hasil skrining PJB Kritis di
Fasyankes. Pencatatan dan Pelaporan merujuk
format yang tersedia.

2. Pencatatan dan Pelaporan SHK secara berjenjang


disampaikan dari Fasyankes kepada pemegang
program di Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota
dilanjutkan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kementerian Kesehatan.

Selamat.. Tabik... !!!

Anda telah menyelesaikan Materi Inti 3 : Pengorganisasian


Skrining Bayi Baru Lahir. Jika Anda belum sepenuhnya
memahami materi, silakan pelajari modul dari awal
C TES FORMATIF

1. Kapan waktu yang tepat untuk pemeriksaan skrining bayi baru


lahir PJB Kritis?
2. Kapan kondisi yang paling tepat saat pengukuran pulse
oksimeter dalam rangka skrining PJB Kritis?
3. Kapan waktu yang tepat untuk pemeriksaan skrining bayi baru
lahir Hipotiroid Kongenital?
4. Dimanakah lokasi pengukuran pulse oksimeter pada skrining
PJB Kritis?
5. Dimana lokasi pengambilan spesimen yang tepat untuk
skrining bayi hipotiroid kongenital?
6. Siapa yang termasuk jejaring dalam pemeriksaan pulse
oksimeter PJB Kritis ?
7. Siapa yang termasuk jejaring dalam pemeriksaan Hipothyroid
Kongenital ?
8. Apa yang perlu dipersiapkan dalam logistik skrining PJB Kritis
?
9. Apa yang perlu dipersiapkan dalam logistik skrining Hipotiroid
Kongenital ?
10. Mengapa ada pencatatan dan pelaporan skrining PJB Kritis
dan SHK ?
1. Waktu optimal pemeriksaan pulse oxymeter adalah 24-48
jam.
2. Pemeriksaan dilakukan saat bayi dalam keadaan tenang,
hangat, nyaman dan tidak sedang menangis dan tidak
saat tidur.
3. Pemeriksaan TSH dilakukan pada bayi di usia 48-72 jam.
Karena skrining sebelum 48 Jam akan memberikan positif
palsu akibat TSH surge (kadar TSH tinggi) pada bayi baru
lahir
4.. Pemeriksaan pulse oksimeter dilakukan di tangan kanan
(preductal) dan salah satu kaki (postductal).
5. Pada heel prick (tumit bayi) pada sisi lateral kanan atau
kiri tumit bayi.
6. Orang tua bayi, petugas kesehatan di fasyankes
pelayanan pertama, dr Spesialis anak di Fasyankes
Rujukan dan Pemegang program di Dinas Kesehatan
setempat.
7. Orang tua bayi, petugas kesehatan di fasyankes
pelayanan pertama (dokter, bidan, perawat), analisis
laboratorium kesehatan, dr Spesialis Patologi Klinik dan
dr Spesialis anak di Fasyankes Rujukan beserta
Pemegang program di Dinas Kesehatan secara
berjenjang sampai dengan Kementerian Kesehatan.
8. Logistik dalam skrining PJB kritis adalah : Pulse oksimeter
bayi, Bagan Pemeriksaan PJB Kritis dan Form Pencatatan
dan peralatan tulis.
9. Logistik skrining hipotiroid kongenital adalah :
a. Kertas saring dengan plastik zip lock -5
b. Lanset,
c. Kapas alkohol 70%, alcohol swab
d. Kasa steril
e. Sarung tangan
f. Rak pengering spesimen darah
g. safety box/kotak limbah tajam
Adapun Sarana penunjang untuk skrining hipotiroid
kongenital adalah:
a. Amplop untuk mengirim spesimen darah
b. Formulir pencatatan dan pelaporan
10. Data dan informasi hasil skrining akan menjadi hasil
sekaligus bahan kajian untuk tata laksana berikutnya
terhadap skrining PJB Kritis dan Hipotiroid Kongenital.
1. American Academy of Pediatrics, Rose SR; American
Thyroid Association, Brown RS; Lawson Wilkins Pediatric
Endocrine Society. Clinical report: Update of Newborn
Screening and Therapy for Congenital Hypothyroidism,
Pediatrics, 1172006.
2. Finnemore A, Groves A. Physiology of the fetal and
transitional circulation Semin Fetal Neonatal Med.
2015;20:210-6.
3. Mahle WT, Newburger JW, Matherne GP, dkk. Role of
pulse oximetry in examining newborns for congenital heart
disease: a scientific statement from the American Heart
Association and American Academy of Pediatrics.
Circulation. 2009;120:447-58.
4. Modul Pelatihan Skrining Hipotiroid Kongenital, 2014
5. Pasquali M, Longo N. Newborn Screening and Inborn
Erroros of metabolism. In Rifai N, Horvarth AR, Wittwer CT
(Eds) Tietz Fundamentals of Clinical Chemistry and
molecular diagnostics. Elsevier St Louis 8th ed 2019:pp.
882-97
6. Algoritma: Pengertian, Ciri-Ciri, dan Jenis-jenisnya"
selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d62
60104/algoritma-pengertian-ciri-ciri-dan-jenis-jenisnya
7. Permenkes No. 25 Tahun 2014 tentang Upaya Pelayanan
Kesehatan Anak dan Permenkes No. 78 Tahun 2014
tentang Skrining Hipotiroid Kongenital.
8. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus versi
online/daring (dalam jaringan) https://kbbi.web.id/
F DAFTAR ISTILAH

1. Algoritme : prosedur sistematis untuk memecahkan


masalah matematis dalam langkah-langkah terbatas.
2. EEFO : Early Expired First Out
3. Fasyankes : Fasilitas Pelayanan Kesehatan
4. FIFO : First In First Out
5. IBI : Ikatan Bidan Indonesia
6. IDI: Ikatan Dokter Indonesia
7. IDAI : Ikatan dokter Anak
8. Jejaring : jaring-jaring:
9. KIE : Komunikasi Informasi Edukasi
10. Logistik : pengadaan, perawatan, distribusi, dan
penyediaan (untuk mengganti) perlengkapan,
perbekalan, dan ketenagaan
11. Mekanisme : cara kerja suatu organisasi (perkumpulan
dan sebagainya)
12. Pencatatan : proses, cara, perbuatan mencatat
13. Pelaporan : proses, cara, perbuatan melaporkan
14. PJB : Penyakit Jantung Bawaan
15. SHK : Skrining Hypotiroid Kongenital
16. TSH : Thyroid Stimulating Hormon
17. POGI : Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
18. POKJADA : Kelompok Kerja Daerah
19. POKJANAS : Kelompok Kerja Nasional

Anda mungkin juga menyukai