Indonesia pada saat ini sedang dalam mengalami masa pembangunan, termasuk
pembangunan dalam bidang industri yang salah satunya adalah industri polyester.
Terephthalic Acid merupakan salah satu bahan baku utama pada industri polyester,
sehingga dengan bertambahnya pabrik pabrik polyester tersebut maka kebutuhan akan
Terepthalic Acid juga meningkat. Produksi Terepthalic Acid di Indonesia masih belum
dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri, sehingga masih dilakukan impor dari luar
negeri.
Benang adalah salah satu bahan baku industri tekstil, baik itu berasal dari serat
alam maupun serat sintetis. Namun demikian, serat alam semakin terbatas, maka untuk
memenuhi keterbatasan itu, kebutuhan bahan baku tekstil benang harus dipenuhi dengan
serat sintetik yang sebagian besar terbuat dari polyester. Konsumsi serat polyester ini terus
mengalami peningkatan dan telah mengalahkan kapas. Kecenderungan ini akan terus
berkembang di masa yang akan datang. Hal ini disebabkan produksi polyester lebih
cepat, aman, ringan, dantidak menunggu panen kapas.
Polyester ini diperoleh dari pengolahan serat benang sintetis (synthetic fibre) dari
hasil proses Ethylene Glycol (EG) terephthalic acid. Terepthalic Acid sendiri berasal
dari paraxylene (Px) yang merupakan produk aromatik dengan bahan baku heavy
naphtha yang berasal dari minyak bumi.
A. PENGERTIAN POLIESTER
Poliester merupakan bahan baku produksi plastik jenis termoset. Poliester memiliki
berat molekul yang tinggi dan titik lebur yang tinggi. Poliester sering digabungkan
dengan polimer lain untuk menambah kualitasnya, seperti pada poliester resin yang
digabungkan dengan gelas fiber, dapat diperoleh polimer plastik yang kuat, kokoh,
tahan terhadap suhu atau tidak mudah meleleh. Contoh pada perahu boat, alat-alat
olah raga, dan alat-alat listrik (Bhatnagar, 2004). Salah satu jenis poliester adalah
polifenil ester. Polimer ini di proses melalui metode polimerisasi kondensasi
dengan reaksi sebagai berikut:
HOOROH + R’(COCl)2 → H [OROCOR’CO]nCl +HCl
Dengan R’ merupakan aril radikal.
Jenis reaksi ini termasuk dalam step-growth polymerization dan polimer yang dihasilkan
melalui reaksi ini disebut dengan step-growth polymer.
Sebagian besar reaksi dalam polimerisasi kondensasi melibatkan reaksi
kondensasi seperti esterifikasi, pertukaran ester, atau amidasi. Pada proses pembentukan
poliester aromatik seperti poly(ethylene terephthalate) atau PET, terdapat dua rute reaksi
yaitu poliesterifikasi antara terephthalic acid dan ethylene glycol atau reaksi poli-inter-
esterifikasi antara dimethyl terephthalate dengan ethylene glycol. Kedua jenis reaksi
tersebut terjadi dengan melibatkan monomer yang bersifat bifungsional dan memiliki
gugus fungsi yang sama di setiap ujungnya. Oleh karena itu terdapat istilah A-A/B-B
step-growth condensation- polymerization.
1.
2.
Jenis reaksi yang lain, misalnya reaksi pembentukan polyester alifatik seperti
polycaprolactone, terjadi melalui self-condensation dari ω-hydrocaproic acid. Pada reaksi
ini, monomer yang digunakan hanya satu jenis yang memiliki gugus fungsi berbeda di
kedua ujungnya. Sehingga untuk reaksi ini kadang disebut juga dengan A-B step-growth
condensation-polymerization.
3.
C. JENIS-C.
JENIS POLIESTER
Adapun jenis-jenis polyester, yaitu:
1. Polietilena Tereftalat (PET)
Polietilena tereftalat (disingkat PET, PETE atau dulu PETP, PET-P)
adalah suatu resin polimer plastik termoplast dari kelompok poliester. PET
banyak diproduksi dalam industri kimia dan digunakan dalam serat sintetis,
botol minuman dan wadah makanan, aplikasi thermoforming, dan
dikombinasikan dengan serat kaca dalam resin teknik. PET merupakan salah
satu bahan mentah terpenting dalam kerajinan tekstil.
PET dapat berupa padatan amorf (transparan) atau sebagai bahan semi kristal
yang putih dan tidak transparan, tergantung kepada proses dan kondisi
termalnya. Monomer nya dapat diproduksi melalui esterifikasi asam tereftalat
dengan etilen glikol dan air sebagai hasil sampingnya. Monomer PET juga
dapat dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi etilen glikol dengan dimetil
tereftalat dengan metanol sebagai hasil samping. Polimer PET dihasilkan
melalui reaksi polimerasi kondensasi dari monomernya. Reaksi ini terjadi
sesaat setelah esterifikasi/transesterifikasinya dengan etilen glikol sebagai
produk samping (dan etilen glikol ini biasanya didaur ulang).
Kebanyakan (sekitar 60%) dari produksi PET dunia digunakan dalam serat
sintetis, dan produksi botol mencapai 30% dari permintaan dunia. Dalam
penggunaannya di bidang tekstil, PET biasanya disebut dengan poliester saja.
Densitas : + 1,4 g/cm3: 1,370 g/cm3 (amorf): 1,455 g/cm3 (kristal)
Modulus young (E) : 2800-3100 Mpa
Tensile strength (σt) : 55-75 Mpa
Temperatur glass (Tg) : 75 oC
Titik leleh : 260 oC
Konduktivitas thermal : 0,24 W /(m.K)
Kapasitas panas spesifik : 1,0 kJ / (kg.K)
Penyerapan air (ASTM) : 0,16
Viscositas intrinsik : 0,629 dl/g
Index rerfraksi (nD) : 1,57 – 1,58
Batas elastisitas : 50 – 150 %
PET mudah larut dalam asam sulfat, asam nitrat, trifluoro asetat,
fenol, meta kresol, dan tetrakloroetan.
Bila dipanaskan pada suhu tinggi dengan adanya air, PET akan
terhidrolisa. PET unggul karena titik leleh yang relatif tinggi,
kesetabilan dimensi baik, kekakuan-kekuatan mekanik-ketahanan
impact tinggi, serapan air-koefisien ekspansi termal rendah.
Adalah suatu resin polimer termoplastik dari kelompok poliester. PET banyak diproduksi
dalam industri kimia dan digunakan dalam serat sintetis, botol minuman, wadah
makanan, aplikasi thermoforming, dan resin teknik yang sering dikombinasikan dengan
serat kaca. PET merupakan salah satu bahan mentah terpenting dalam industri tekstil.
Kebanyakan (sekitar 60%) dari produksi PET dunia digunakan dalam serat sintetis, dan
produksi botol mencapai 30% dari permintaa dunia. Dalam penggunaannya di bidang
tekstil, PET biasanya disebut dengan poliester saja. PET terdiri dari polimerisasi unit –
unit monomer etilen tereptalat, dengan pengulangan unit C10H8O4. PET umumnya
didaur ulang, dan diberi angka “1”, yang menandakan simbol dapat didaur ulang.
E. PROSES PRODUKSI
Polyethylene Terepthalate (PET) dapat diperoleh dengan 2 cara, yaitu melalui
reaksi ester exchange antara dimethylterepthalate (DMT) dengan ethylene glycol
(EG) dan melalui reaksi esterifikasi langsung antara terepthalate acid (TPA) dan
ethylene glycol (EG).
a. Persiapan monomer Bis-Hydroxyethyl Terephthalate
1) DMT dengan EG
2) TPA dengan EG
b. Reaksi prepolimerisasi
c. Reaksi polikondensasi
Reaksi samping:
Dari reaksi yang telah dijelaskan maka akan dibahas lebih lanjut Industri
Pembuatan Polietilen Tereptalat dengan proses/reaksi esterifikasi langsung, dengan
pertimbanagan sebagai berikut :
Parameter Proses
Ester exchange Esterifikasi langsung
Bahan baku DMT dan EG TPA dan EG
Konversi 90—95% 95-99%
Waktu reaksi 4-6 jam 4-8 jam
Deskripsi Pembuatan PET cara Batch dengan Sistem Slurry:
Tranportasi TPA
TPA yang berasal dari kontainer bulk dengan bantuan N2 bertekanan
dikirim ke storage tank, kemudian menuju scale tank untuk ditimbang,
kemudian masuk ke Cyclone untuk dipisahkan TPA dan N2 pembawa. TPA
turun ke bawah masuk ke dalam TPA Hoper, sedangkan N2 masuk ke Bag
Filter dan sebagian TPA yang terbawa disaring dengan Filter Clothes.
Distribusi EG
EG ditransfer dengan menggunakan pompa menuju EG measuring, setelah
ditimbang EG turun dan masuk ke dalam mixing vessel agar bercampur
dengan TPA dan membentu slurry.
Persiapan Katalis Sb2O3
Sb2O3 mempunyai bentuk berupa serbuk kristal yang mudah larut dalam
EG panas, berfungsi untuk mempertahankan stabilitas thermal dari reaksi
pada proses polikondensasi.
Persiapan Zat Pemburam (Dulling Agent)
Persiapan TiO2 dibuat mencapai konsentrasi tertentu sesuai yang
diinginkan.
Proses Mixing
Semua bahan baku dari TPA hoper dan EG measuring dicampur sedikit
demi sedikit dalam Tangki Pencampuran dengan Anchor Agitator
dilengkapi Pemecah aliran secara konstan dengan kecepatan 50-60 rpm.
Kemudian slurry dimasukan kedalam slurry tank yang dilengkapi jacket
pendingin.
Reaksi Esterifikasi
Semua bahan baku yang sudah berbentuk slurry dimasukan ke dalam reaktor
esterifikasi (reaktor jenis CSTR yang dilengkapi dengan pengaduk, jacket, dan
isolasi. Dengan kondisi Tempratur 250 oC, Tekanan 1 Kg/cm2G , Waktu
tinggal 4 jam, Fase Cair, Konversi 97,5 %. Reaksi yang terjadi antara TPA dan
EG membentuk BHET dan Air. Reaksi dikatakan selesai apabila H 2O pada
splitter box mencapai 97,5%. Hasil reaksi berupa uap air dan EG berlebih naik
menuju kolom distilasi yang tersambung di bagian atas reaktor. Uap air keluar
dari bagian atas kolom dan menuju kondenser, sedangkan EG yang
terkondensasi dalam kolom dikembalikan kedalam reaktor. BHET dari
bangian bawah reaktor esterifikasi dikeluarkan secara grafitasi dengan
bantuan gas N2 sebagai pendorong.
Reaksi Polymerisasi
Merupakan tahap penggabungan molekul-molekul BHET menjadi PET
dengan bantuan katalis. Proses polymerisasi berlangsung pada tekanan vakum
dan perbedaan tempatur dengan menggunakan reaktor CSTR yang dilengkapi
jacket, pengaduk, isolasi. Tempratur awal reaktor 260 oC, dengan adanya
panas dari dowtherm dan pengadukan 44 rpm sehingga tempratur menjadi 300
o
C. BHET dalam reaktor sedikit demi sedikit berpolimerisasi membentuk PET
sedangkan uap EG yang dihasilkan akan terhisap oleh steam ejector dengan
tekanan MPS (Medium Pressure Steam) dan LPS (Low Pressure Steam),
sedangkan air yang terbentuk di tampung di hot well. Steam ejector
menghisap uap EG juga berfungsi memvakumkan reaktor polykondensasi. EG
yang sudah divakumkan dipisahkan dengan condensor (pendingin air) dan
eliminator sehingga EG yang telah dipisahkan turun kembali dengan gaya
grafitasi menuju primary EG receiver dan secondary EG receiver lalu masuk
ke dalam tangki R-EG untuk di recovery dan dipakai kembali sebagai bahan
baku bersama EG murni pada R-Esterifikasi. Pengambilan EG dengan
memvakumkan, mengakibatkan pembentukan rantai molekul, semakin
panjang rantai molekul maka berat molekul semakin tinggi, sehingga nilai
viskositas intrisik akan naik sesuai dengan angka yang diinginkan.
Hasil samping
Diethylene Glycol (DEG) merupakan hasil reaksi samping dari EG berlebih
dalam suasana asam. Pembentukan DEG sangat sulit dihilangkan , namun
jumlahnya dapat diperkecil dengan mongontrol tempratur atau
menambahkan katalis Tetra Ethylene Amonium Hidroksida (TEAH). Proses
polimerisasi berlangsung 2-3 jam diakhiri dengan kondisi suhu 300 oC. PET
yang dihasilkan selanjutnya dialiri ke tahap extrusi.
Tahap Ektrusi
PET dalam bentuk lelehan yang dihasilkan dari reaktor polimerisasi
dimasukan ke dalam die head. Disini terjadi proses perubahan fisik dari
lelehan menjadi strand (serat dengan ukuran cukup besar). Dengan batuan N2
bertekanan tinggi lelehan PET ditekan melalui celah spineret yang ada dalam
die head pada tempratur 291 oC. Strand keluar dari die head (lubang spineret)
setelah mengalami pendinginan secara tiba-tiba dengan air pada suhu 17oC.
Selanjutnya strand masuk USG (Under Strand Granulator) Cutter untuk
dipotong kecil-kecil dengan ukuran 3 x 3 x 5 mm. untuk mengurangi kadar air
chips PET diseprotkan dengan udara bertekanan 3 kg/cm2G.
F. APLIKASI POLIESTER
Poliester dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat serat kain, jaket, baju, botol,
dan lain sebagainya.
G. PENGERTIAN POLIAMIDA
Polyamide (Poliamida) adalah polimer yang terdiri dari monomer amida yang
tergabung dengan ikatan peptida. Poliamida dapat terbentuk secara alami ataupun
buatan. Salah satu bentuk poliamida alami yaitu protein, seperti wol dan sutra.
Poliamida dapat dibuat secara artifisial melalui polimerisasi atau sintesis (fase padat).
Contoh poliamida buatan diantaranya nilon, aramid dan sodium poly(aspartat).
Poliamida biasanya digunakan dalam industri tekstil, otomotif, karpet dan pakaian
olahraga karena memiliki sifat kuat dan daya tahan yang ekstrim. (Dewi,A 2012).
H. PEMBENTUKAN DARI MONOMER
Ikatan amida dihasilkan dari reaksi kondensasi gugus amino dan asam karboksilat
atau gugus asam klorida. Suatu molekul kecil, biasanya air atau hidrogen klorida
dieliminasi. Kelompok amino dan kelompok asam karboksilat bisa berada pada
monomer yang sama, atau polimer dapat dibentuk dari dua monomer bifungsional
yang berbeda. Satu dengan dua gugus amino, dan yang lain dengan dua asam
karboksilat atau gugus asam klorida. Asam amino dapat diambil dari monomer
tunggal (jika perbedaan antara kelompok R diabaikan) bereaksi dengan molekul
identik untuk membentuk poliamida. Persamaan reaksinya dapat terlihat pada gambar
berikut :
Rea
ksi Pembentukan Aramid (aromatic polyamide)
I. TENTANG POLIAMIDA
1) Sifat poliamida
Sifat poliamida tergantung dari senyawa penyusunnya. Secara umum, serat poliamida
mempunyai penampang membujur berbentuk silinder dan penampang melintang
bulat. Serat nylon dibuat untuk berbagai tujuan, seperti untuk keperluan industri
dibuat serat dengan kekuatan tinggi dan mulur kecil, sedangkan untuk tekstil pakaian
dibuat dengan kekuatan yang tidak terlalu tinggi dan mulur yang agak tinggi.
Serat poliamida tahan terhadap serangan jamur, bakteri dan serangga. Serat ini juga
sangat tahan basa, rusak dalam asam kuat.dandapat dicelup dengan zat warna dispersi
asam dan basa. (Dewi,A 2012)
2) Morfologi Serat Poliamida
Serat poliamida dipintal dengan pemintalan leleh, seperti halnya serat buatan lainnya.
Poliamida mempunyai penampang melintang yang bermacam-macam, tetapi yang
paling umum bentuk trilobal dan bulat.
NH2(CH2)6NH2+COOH(CH2)4COOH →
NH2(CH2)6NHCO(CH2)4COOH+H2O
b) Kopolimer:
PA6/66: [NH(CH2)6−NH−CO−(CH2)4−CO]n−[NH−(CH2)5−CO]m
terbentuk dari caprolactam, hexamethylenediamine dan asam adipic.
PA66/610: [NH−(CH2)6−NH−CO−(CH2)4−CO]n−[NH−(CH2)6−NH−CO−
(CH2) −CO]m
terbentuk dari hexamethylenediamine, asam adipic dan asam sebacic.
Berdasarkan kristalinitasnya, poliamida dibedakan menjadi :
1) Semi-kristalin:
kristalinitas tinggi: PA46, PA 66.
Kristalinitas rendah: PA mXD6 terbentuk dari m-xylylenediamine dan
asam adipic.
2) Amorf: PA 6I terbentuk dari hexamethylenediamine dan asam isophthalic.
P
H2NOC(CH2)4CONH2 2 O3 NC(CH2)4CN + 2H2O
dehidratas (adiponitril)
katalis
NC(CH2)4CN + 4H2 H2NCH2(CH2)4CH2NH2
(heksametilena diamina)
Heksametilena diamina dan asam adipat masing masing dilarutkan secara terpisah
dalam methanol untuk membentuk garam nilon pada saat dicampurkan. Garam nilon
itu dilelehkan dalam atmosfir nitrogen pada suhu 285–2900C kemudian disemprotkan
membentuk suatu pita dan didinginkan dengan air dingin untuk mengurangi ukuran
kristal.Pita pita nilon tadi dipotong potong menjadi serpih serpihan nilon yang
kemudian dipintal dengan cara pemintalan leleh.
Serat nilon
Serat nylon akan menyerrap (mengikat) ion ion hydrogen (HT)dari larutan yang
mengandung asam ,dimana ion ion hydrogen tersebut akan diikat oleh gugus
amida ,amina atau gugus gugus karboksilat dengan membentuk ikatan garam yang
dapat mengikat anion dari molekul zat warna asam dengan ikatan elektrovalen.
+
H3N - CONH – COOH + ZW- ZW- + H3N- CONH – COOH
+
H3N – CONH2+ – COOH + 2ZW- ZW +H3N – CONH2+ - COOH
Pemberian elektrolit yang menghambat penyerapan zat warna asam pada serat nilon
disebabkan karena anion elektrolitmemiliki stuktur yang lebih sederhana sehingga
lebih mudah bergerak dan berikatan dengan serat.Akan tetapi karena ikatan tersebut
lemah ,padaakhirnya ikatan tersebut digantikan dengan ikatan antara zat warna
dengan seratnya.