POLYETHYLENE
Disusun oleh :
Finda Dwi Lestari 117010
Natasya Devina A P 117022
Yefta Ezra Abednego 117031
1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya minyak bumi dan
gas alam. Dalam pemanfaatannya sebagai sumber energi nasional, Indonesia
mendirikan suatu industri terintregasi untuk menangani dan mengolah minyak
bumi serta gas alam menjadi banyak produk yang bermanfaat bagi kehidupan.
Industri yang menangani pengolahan bahan ini dikenal sebagai industri
petrokimia. Kementrian Perindustrian Republik Indonesia (2014) menjabarkan
industri petrokimia sebagai suatu industri berbahan baku utama produk minyak
bumi dan gas (naptha, kondensat, gas alam), batu bara, serta biomassa; yang
mengandung senyawa-senyawa olefin , aromatik, gas sintesa dan organik lainnya
yang dapat diturunkan dari bahan-bahan tersebut, untuk menghasilkan produk-
produk yang memiliki nilai tambah lebih tinggi dari pada bahan baku lainnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka diagram pohon industri petrokimia dapat
digambarkan sebagai berikut :
2. Pokok Bahasan
Berdasarkan penjelasan yang dijabarkan dalam latar belakang, polyethylene
merupakan produk turunan dari petrokimia. Polimer jenis ini memiliki sifat
termoplastik dan digunakan secara luas sebagai kantong plastik. Menurut
Sulaiman (2016), sekitar 80 juta metrik ton plastik jenis polyethylene diproduksi
tiap tahunnya.
Polyethylene adalah polimer yang terdiri dari rantai panjang monomer
ethylene (IUPAC : etena). Molekul etena C2H4 adalah CH2=CH2, dua grup CH2
bersatu dengan ikatan ganda. Menurut Billmeyer (1994), polyethylene merupakan
bahan termoplastik yang transparan, berwarna putih, memiliki titik leleh
bervariasi antara 110oC – 137oC. Umumnya polyethylene bersifat resisten
terhadap zat kimia. Pada suhu kamar, polyethylene tidak larut dalam pelarut
organik dan anorganik. Polyethylene dibentuk melalui proses polimerisasi dari
etena dengan metode polimerisasi radikal, polimerisasi adisi anionik, polimerisasi
ion koordinasi atau polimerisasi adisi kationik dan menghasilkan tipe
polyethylene yang berbeda tiap metodenya (Sulaiman, 2016).
Terdapat beberapa jenis polyethylene yang dihasilkan oleh industri
petrokimia, yaitu : HDPE, LDPE, dan LLDPE. Sebagian besar penggunaan
polimer ini adalah sebagai bahan pelapis komersial, plastik, lapisan pelindung
sabun, dan beberapa botol yang fleksibel.
Berbeda dengan polimer lainnya, polietilena memiliki jenis/grade yang
banyak dan aplikasi pemakaian yang luas. Selain dapat diaplikasikan secara
murni, polietilena dapat pula diaplikasikan dengan mencampurnya dengan
bahan/polimer lain untuk aplikasi tertentu. Kebutuhan polietilena di Indonesia
sangat tinggi dan tumbuh dengan cepat seiring dengan pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi. Berdasarkan Lastri (2007), perkembangan kebutuhan
polietilena dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2004 dapat dilihat dalam tabel 1
berikut :
Tabel 1. Kebutuhan Polietilena di Indonesia
1. Pengertian
Polietilena adalah polimer yang terdiri dari rantai panjang monomer etilena
(IUPAC: etena) dan termasuk golongan polyolefin. Di industri polimer,
polietilena ditulis dengan singkatan PE. Polietilena adalah bahan termoplastik
yang transparan, berwarna putih yang mempunyai titik leleh bervariasi antara
110-137oC. Umumnya polietilen bersifat resisten terhadap zat kimia. Pada suhu
kamar, polietilena tidak larut dalam pelarut organik dan anorganik (Billmeyer,
1994).
Adapun sifat-sifat yang dimiliki oleh polyethylene dapat dijabarkan melalui
penjelasan sebagai berikut :
1) Tidak larut dalam pelarut apa pun pada suhu kamar tetapi mengendap oleh
hidrokarbon dan karbon tetraklorida,
2) Tahan terhadap asam dan basa,
3) Dapat dirusak oleh asam sulfat pekat.
4) Tidak tahan terhadap cahaya dan oksigen.
5) Bila dipanasi secara kuat akan membentuk sambung silang yang dikuti dengan
pembelahan ikatan secara acak pada suhu lebih tinggi, tetapi dipolimerisasi
tidak terjadi.
6) Larutan dari suspensi polietilena dengari karbon tetraklorida pada suhu sekitar
60°C dapat direaksikan dengan Cl membentuk produk lunak dan kenyal.
Pemasukan atom C1 secara acak ke dalam rantai dapat menghancurkan
kekristalan polietilena.
7) Polietilena thermoplastic dapat diubah menjadi elastomer tervulkanisir yang
mengandung sekitar 30% Cl dan 1,5% belerang melalui pengklorosulfonan.
Vulkanisir pada umumnya dilakukan melalui pemanasan dengan oksida logam
tertentu. Hasil akhir yang berupa hipalon, tahan terhadap bahan kimia dan
cuaca.
Struktur polyethylene disajikan pada gambar 1.
2. Aplikasi
Polyethylene digunakan sebagai bahan dasar pembuatan plastik. Karena
jenis polyethylene sangat banyak, maka dapat dihasilkan berbagai macam produk
plastik, contohnya LDPE dapat dimanfaatkan menjadi botol kemasan air mineral
dan HDPE dapat dimanfatkan menjadi pipa-pipa pada pabrik. Selain itu
polyethylene berdensitas tinggi dapat dibuat menjadi tandon-tandon untuk
menyimpan bahan kimia. Tandon-tandon polyethylene memiliki beberapa
kelebihan misalnya, tahan sinar UV, tahan cuaca ekstrim, dan instalasi yang
mudah.
Dalam Kurniawan dan Luthfansyah (2016), PT Lotte Chemical Titan
Nusantara menghasilkan produk yang dapat digunakan untuk berbagai aplikasi.
Berdasarkan kualitas produk yang dihasilkan, kualitas polietilena dapat
digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu :
a) Prime
Merupakan produk yang mempunyai kualitas yang sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan pemesan.
b) Near Prime
Merupakan produk yang mempunyai kualitas yang sedikit menyimpang
dari spesifikasi yang diinginkan oleh pemesan.
c) Off Grade
Produk yang tidak sesuai dengan yang diinginkan ukurannya oleh
pemesan.
Tabel 2.2. Produksi HDPE pada Unit Train 2 (Sumber : PT Lotte Chemical
Titan Nusantara, 2016 dalam Kurniawan dan Luthfansyah (2016))
Tabel 2.1. Produksi LLDPE pada Unit Train 3 (Sumber : PT.Lotte Chemical
Titan Nusantara, 2016 dalam Kurniawan dan Luthfansyah (2016))
Keterangan :
RSU (Reagent Storage Unit) : Unit Penyiapan Reagen
Persiapan Katalis : CPU (Catalyst Preparation Unit) untuk
Train 1 dan CAU (Catalyst Activation
Unit) untuk Train 2
FPU (Feed Purification Unit) : Unit Pemurnian Bahan Baku
PPU (Prepolymerization Unit) : Unit Prepolimerisasi
SRU (Solvent Recovery Unit) : Unit Pemurnian Solven
PU (Polymerization Unit) : Unit Polimerisasi
APU (Additive and Pelletizing Unit) : Unit Penambahan Aditif dan
Pemotongan Pellet
PBU (Product Bagging Unit) : Unit Pengemasan Produk
Dalam Master Batch Blender (M-825 A/B) powder polimer dan additive
akan dicampur dengan menggunakan agitator dengan kecepatan 50 rpm
selama 2 jam. Master Batch Blender dijaga temperaturnya agar tidak melebihi
60oC, maka dialirkan Cooling Water di dinding jaketnya dengan suhu masuk
32oC dan suhu keluar 51 oC. Tujuan pendinginan tersebut agar powder tidak
melebihi melt point additive sehingga saat percampuran tidak meleleh.
Selanjutnya powder dan additive yang sudah tercampur akan dialirkan ke
Master Batch Silo (H-830 A/B) kemudian menuju ke Primary Master Batch
Weight Feeder (W-830 A/B) dan langsung menuju ke Secondary Master
Batch Feeder (W-835).
Powder polietilen dari Virgin Powder Weight Feeder (W-810), powder
dari Master Batch Silo (H-830 A/B) dan pellet dari Rerun Pellet Feeder (W-
855) secara bersama-sama masuk ke Feed Hopper Extruder (H-840) dengan
menggunakan screw conveying untuk menjaga kontinyuitas feed yang masuk
ke extruder. Powder dari Feed Hopper Exstruder (H-840) akan masuk ke
Extruder (X-840) dengan tipe twin screw yang berputar secara co-current
dengan kecepatan 224 rpm. Pada extruder terdapat 4 barel. Di dalam extruder
sendiri akan terjadi proses homogenisasi dan pembentukan adonan selama
bergerak sepanjang extruder dengan dilelehkan pada suhu 150-220 oC.
Kemudian powder yang sudah meleleh dialirkan ke gear pump yang menekan
molten ke die plate yang berlubang sehingga molten yang keluar berbentuk
seperti spagheti, lalu dipotong oleh cutter yang mempunyai 12 atau 14 mata
pisau yang diputar motor dengan kecepatan 1050 rpm sehingga memotong
molten menjadi bentuk pellet. Pisau tersebut berada dalam air (under water
cutter) yang bersuhu 60 oC dengan flow rate 220 m3/jam. Air tersebut berasal
dari Pellet Cooling Water Cooler (E-847). Air selain sebagai pendingin pellet
air tersebut juga sebagai media transport pellet yang sudah dipotong masuk ke
Pellet Filter (S-846) untuk dipisahkan airnya, lalu air tersebut kembalikan lagi
ke Pelletizing Water Tank (T-848). Dengan bantuan Pelletizing Water Pump
(P-848), air tersebut didinginkan lagi di Pellet Cooling Water Cooler (E-847).
Selanjutnya pellet masuk ke Spin Dryer (R-847) untuk menghilangkan air
yang masih terkandung dalam pellet.
Pellet yang sudah kering masuk ke Vibrating Classifier (S-847) yang
mempunyai ukuran 12 mesh dan 32 mesh. Pada Classifier ini terjadi
pemisahan pellet menurut ukurannya, yaitu over size (4 – 4,75 mm) dan
normal size (2,5 – 4 mm). Pellet dengan ukuran normal akan masuk ke Silo
(H-850), sedangkan pellet over size akan ditampung di surge bag sebagai
pellet berkualitas rendah. Tahap APU disajikan pada gambar 7.