Anda di halaman 1dari 12

TUGAS BESAR

PEMANFAATAN DAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM


MINYAK MENJADI PET

Oleh:

Muhammad Ramdhany (18/428885/TK/47387)


Hilal Amirul Hanif (18/431244/TK/47837)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2021
MINYAK MENJADI PET
I. Pendahuluan
1. Polyethylene Terepthalate (PET)
Polyethylene Terepthalate (PET) sering dikenal dengan nama polyester
yang memiliki rumus struktur sebagai berikut:

Gambar 1. Struktur PET


Polyethylene Terepthalate adalah suatu resin polimer termoplastik dari
kelompok poliester. Penggunaan PET dalam industri kimia digunakan untuk
pembuatan serat sintetis, botol minuman, wadah makanan, aplikasi
thermoforming, dan engineering resin yang sering dikombinasikan dengan serat
kaca.
PET adalah salah satu bahan mentah terpenting dalam industri tekstil.
Sekitar 60% dari produksi PET dunia digunakan untuk serat sintetis dan 30%
untuk produksi botol plastik. Dalam penggunaannya di bidang tekstil PET sering
disebut dengan polyester. PET terdiri dari polimerisasi unit-unit monomer etilen
tereptalat dengan pengulangan unit C10H8O4.
PET umumnya didaur ulang dan diberi angka “1” yang merupakan simbol
dapat didaur ulang.

Gambar 2. Contoh Penggunaan PET


2. Purified Terephtalat Acid (PTA)/Poliester
Poliester adalah polimer yang mengandung gugus fungsional ester dalam
rantai utamanya. Meskipun terdapat banyak sekali poliester, istilah “poliester”
digunakan pada bahan yang spesifik lebih sering merujuk pada polietilena
tereftalat (PET). Poliester termasuk zat kimia alami, seperti kitin dari kulit ari
tumbuhan, ataupun zat kimia sintetis seperti polikarbonat dan polibutirat.
Produk dari poliester dapat dibentuk seperti lembaran maupun 3 dimensi.
Poliester bersifat termoplastik sehingga bisa berubah bentuk sehabis dipanaskan.
Walapun mudah terbakar pada suhu tinggi, poliester bersifat berkerut menjauhi
api dan memadamkan diri sendiri saat terjadi pembakaran. Serat poliester
memiliki kekuatan dan modulus elastisitas yang tinggi serta penyerapan air yang
rendah dan pengerutan minimal jika dibandingkan dengan serat industri lain.
Produk poliester juga dapat berbentuk kain tertenun yang digunakan untuk
pembuatan pakaian serta perlengkapan rumah seperti seprei ranjang, penutup
tempat tidur, tirai dan korden. Pada industri, poliester digunakan dalam penguatan
ban, tali, kain untuk sabuk pengantar (conveyor), sabuk pengaman, kain berlapis
dan penguatan plastik dengan penyerapan energi yang tinggi. Fiber fill poliester
juga dapat digunakan untuk mengisi bantal dan selimut penghangat.
Kain dari poliester disebut terasa “tak alami” bila dibangingkan dengan
kain tenunan yang sama dari serat alami (misalnya kapas untuk tekstil). Namun,
kain poliester memiliki kelebihan seperti peningkatan ketahanan dari pengerutan.
Jadi, kadang serat poliester terkadang dipintal bersama-sama dengan serat alami
untuk menghasilkan baju dengan sifat-sifat gabungan.
Poliester juga digunakan untuk membuat botol, film, tarpaulin, kano,
tampilan kristal cair, hologram, penyaring, saput (film) dielektrik untuk
kondensator, penyekat saput untuk kabel dan pita penyekat.
Poliester kristalin cair merupakan salah satu polimer kristalin cair yang
digunakan industri dan digunakan karena sifat mekanis dan ketahanan terhadap
panasnya. Kelebihan tersebut penting karena dalam penggunaannya sebagai segel
mampus kikis dalam mesin jet.
Poliester keraspanas (thermosetting) digunakan sebagai bahan pengecoran
dan resin poliester chemosetting digunakan sebagai resin pelapis kaca serat dan
dempul badan mobil yang non logam. Poliester tak jenuh yang diperkuat kaca
serat banyak digunakan dalam bagian badan dari kapal pesiar serta mobil.
Poliester juga digunakan secara luas sebagai penghalus (finishing) pada
produk kayu berkualitas tinggi seperti pada gitar, piano, dan bagian dalam
kendaraan/perahu pesiar. Perusahaan Burns London, Rolls-Royce, dan Sunseeker
merupakan beberapa perusahaan yang menggunakan poliester untuk
memperhalus produk-produk mereka. Sifat tiksotropi dari poliester yang bisa
dipakai sebagai semprotan membuatnya ideal untuk digunakan pada kayu
gelondongan bijian-terbuka karena mampu mengisi biji kayu dengan cepat
dengan ketebalan saput yang terbentuk dengan kuat per lapisan. Poliester yang
diawetkan bisa diampelas dan dipoleskan ke produk akhir.
3. Etilen Glikol
Etilen (etena H2C=H2) senyawa dengan berat molekul 28,0536 gram adalah
senyawa hidrokarbon olefinik yang paling ringan, berupa cairan tidak berwarna,
dalam bentuk gas mudah terbakar, dan berbau manis. Senyawa ini terdapat dalam
gas alam, minyak bumi kotor, atau deposit bahan bakar fosil lainnya. Etilen juga
diperoleh dalam jumlah besar dari berbagai proses thermal dan katalitik suhu
tinggi dengan fraksi-fraksi gas alam dan minyak bumi sebagai bahan bakunya.
Etilen glikol dihasilkan dari reaksi etilen oksida dengan air. Senyawa ini
merupakan agent anti-beku yang digunakan pada mesin-mesin dan juga untuk
bahan baku produksi PET dan sebagai cairan penukar panas. Etilen glikol adalah
senyawa organik yang dapat menurunkan titik beku pelarutnya dengan
mengganggu pembentukan kristal es pelarut. Etilen glikol berupa cairan jenuh,
tidak berwarna, tidak berbau, berasa manis, dan larut sempurna dalam air.
Secara komersial etilen glikol di Indonesia digunakan sebagai bahan baku
pembuatan polyester (tekstil) sebesar 97,34%. Etilen glikol (1,2-etandiol,
HOCH2CH2OH) memiliki Mr 62,07 dan merupakan senyawa diol yang simpel.
Etilen glikol merupakan cairan tak berwarna dengan aroma yang manis. Senyawa
ini higroskopis dan larut sempurna dalam berbagai pelarut polar, seperti air,
alkohol, eter glikol, dan aseton. Senyawa ini sedikit larut dalam pelarut nonpolar,
seperti benzene, toluene, dikloroetan, dan klorofom. Etilen glikol sulit
dikristalkan ketika dingin dan akan berbentuk senyawa yang sangat kental
(viscous).
II. Potensi (Ketersediaan Bahan Baku)
Proses produksi dalam pabrik sangat bergantung pada keberadaan bahan baku,
keuntungan yang didapat akan lebih besar jika lokasi pabrik dekat dengan sumber
bahan baku. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan PET adalah Purified
Terephtalat Acid (PTA). Indonesia memiliki 5 pabrik penghasil PTA dengan total
kapasitas 2.025.000 ton per tahun yang dapat dilihat secara rinci sebagai berikut.
Tabel 1. Produsen PTA di Indonesia
Bahan baku lain untuk pembuatan PET adalah Mono Ethylene Glycol (MEG)
yang dapat diperoleh dari PT Gajah Tunggal Petrochemical Industries Terbuka. Pabrik
ini adalah satu-satunya produsen MEG di Indonesia dengan produksi sebesar 220.000
ton per tahun.
Bahan baku pembuatan PET, yaitu PTA dan MEG diperoleh dari dalam negeri.
Jadi, dalam pembuatan PET bebas ketergantungan dari negara lain.
III. Proses Pembuatan PET
1. Pembuatan Para-xylene sebagai Bahan Baku Pembuatan Asam Tereftalat
(PTA)
Para-xylene merupakan bahan baku pembuatan Therepthalic acid yang
kemudian dimurnikan dalam bentuk bubuk menjadi Purified Therepthalic Acid
(PTA). Dalam industri serat sintetis bubuk PTA dipolimerisasi dengan proses
polikondensasi yang kemudian melalui proses ekstraksi dan dibentuk menjadi
serat sintetis. Serat sintetis adalah bahan baku industri tekstil hilir yang
memproduksi produk-produk tekstil.
Proses pembuatan para-xylene dari fraksi minyak (naphta) ditunjukkan
dalam gambar berikut.

Gambar 3. Proses Pembuatan Para-xylene


Beberapa unit proses yang terlibat dalam pembuatan para-xylene yang
dikembangkan UOP adalah berikut:
a. Naphtha Hydrotreating (NHT) Unit
Heavy naphtha dari crude distilling unit (atau disebut sour naphtha)
masih banyak mengandung senyawa seperti sulfur, nitrogen, oksigen,
halida, dan sebagainya. Unit ini berfungsi untuk menghilangkan senyawa-
senyawa tersebut dengan cara hidrogenasi. Tujuan menghilangkan
senyawa-senyawa tersebut adalah untuk mengurangi atau mencegah
terjadinya peracunan katalis di dalam platforming unit. Gas hidrogen yang
dipakai diharapkan mempunyai komposisi sebagai berikut:
Komponen Kemurnian, %Volume
H2 90,36
C1 2,95
C2 2,04
C3 1,54
C4 0,91
C5 2,00
HCl -
H2O -
Sweet naphta yang dihasilkan diinginkan memiliki spesifikasi berikut:
Densitas, kg/dm3 : 0,766
Berat Molekul : 102,3
Kadar Sulfur, ppm : 0,5
Kadar Nitrogen, ppm: 0,5
Angka Bromine :1
b. CCR/Platorming Unit
Unit CCR atau platforming unit berfungsi untuk mengubah senyawa
paraffinic dan naphthenic yang terdapat pada heavy naphtha menjadi
senyawa aromatik yang optimum untuk dijadikan para-xylene dan benzene
pada proses berikutnya. Produk utama dari unit ini disebut platformat yang
disertai hasil samping lain berupa gas kaya hidrogen dan LPG. Gas kaya
hidrogen akan digunakan pada unit-unit lain yang memerlukannya seperti
naphtha hydrotreater, tatory, dan isomar. LPG akan dipisahkan dari
platformat pada kolom debutanizer. Hasil bawah dari kolom debutanizer
dipisahkan pada platformer deheptanizer untuk memisahkan fraksi
benzene/toluene dan xylene. Pada reaksi pengubahan paraffine dan
naphthene menjadi aromatik dipakai katalis yang dapat diregenerasi setiap
saat dalam Continous Catalist Regeneration (CCR) unit.
c. Tatory Unit
Tatory unit berfungsi untuk mengubah/mengkonversi toluene dan C9
aromatik menjadi gugus xylene dan benzene dengan bantuan hidrogen yang
diproduksi dari platforming unit. Tatory unit ini membuat produksi para-
xylene dapat dicapai secara optimum dan dapat dihasilkan para-xylene
dengan yield yang cukup tinggi. Umpan untuk tatory unit adalah toluene
dari kolom benzene/toluene, C9 dari heavy aromatic column unit dan
finishing column unit.
d. Sulfolane Unit
Sulfolane unit berfungsi untuk memisahkan senyawa benzene, toluene
dan aromatik dengan kemurnian yang tinggi. Umpannya berupa light
reformate, benzene dari tatory extract. Metode yang digunakan adalah
ekstraksi dengan memakai solvent jenis sulfolane yang bertujuan untuk
memisahkan campuran antara paraffine dan aromatik. Aromatik yang
terlarut ke dalam solvent (ekstrak) dapat terpisah dengan mudah melalui
proses stripping fractionator. Pada proses stripping tersebut solvent yang
masih tertinggal dapat dibersihkan sehingga diperoleh produk campuran
benzene dan toluene dengan kemurnian yang tinggi.
e. Xylene Fractionation Unit
Xylene frationation unit berfungsi untuk mengolah tiga feed yang
difraksinasikan menjadi dua produk. Umpan/feed tersebut adalah platformat
dari platforming unit, bottom deheptanizer isomar unit, bottom toluene dari
kolom sulfolane unit. Unit ini memproduksi umpan/feed untuk parex unit
(campuran antara para-xylene, orho-xylene, metha-xylene, ethyl benzene
dan sedikit C8 naphtene) dan heavy aromatic. Heavy aromatic dipisahkan
antara C9 aromatic untuk umpan/feed tatory unit dan heavy aromatic
column C10+ aromatic dialirkan ke dalam fuel oil component.
f. Parex Unit
Proses parex adalah suatu proses pemisahan secara kontinyu dengan
metode adsorpsi. Proses pada unit ini bertujuan untuk memisahkan
senyawa-senyawa secara selektif.
Para-xylene dari campuran yang terdiri dari ortho-xylene, metha-
xylene, ethyl benzene, dan non-aromatik hidrokarbon lainnya. Proses
adsoropsi pada unit ini menggunakan adsorben padat, desorben cair, dan
pengaturan aliran pada masing-masing bed dengan menggunakan rotary
valve. Produk yang diproduksi disebut ekstrak, yaitu fraksi yang memiliki
kandungan tinggi para-xylene dan raffinat (ortho-xylene, meta-xylene, ethyl
benzene, dan non-aromatik hidrokarbon lainnya). Raffinat yang diproduksi
digunakan sebagai umpan untuk isomar unit. Ekstrak yang didapatkan
berupa campuran para-xylene dan desorben dipisahkan untuk memperolah
para-xylene pada desorben filter dan fraksionator akhir. Campuran toluene
dan fraksi ringan lainnya diolah kembali ke dalam tatory unit.
g. Isomar Unit
Para-xylene dipisahkan dari campuran C8 aromatik pada parex unit
dan parex raffinat yang merupakan non-equilibrium mixed xylenes
diisomerisasikan pada isomar unit dimana kesetimbangan antara para-
xylene, ortho-xylene, dan metha-xylene akan diperoleh kembali. Di dalam
reaktor isomar ethylene benzene juga akan diubah/dikonversi menjadi tiga
macam xylene isomar dan cracking senyawa-senyawa jenuh. Fungsi utama
dari isomar unit adalah untuk mencapai “near equilibrium distribution” dari
berbagai C8 aromatik isomar dari umpan yang telah diproduksi oleh para-
xylene (para-xylene depleted).
Katalis yang digunakan pada isomar unit adalah bi-fungsional sprical
catalist yang mengandung gugus asam (zeolit) dan gugus metal (platinum).
Umpan untuk isomar unit berupa para-xylene depleted raffinate dari parex
unit. Umpan yang berupa cairan ini dicampur dengan recycle gas yang kaya
hidrogen yang diuapkan dan dimasukkan ke dalam fixed bed radial flow
reactior. Effluent dari reaktor dikondensasikan untuk memisahkan recycle
gas dari produk cair.
2. Pembuatan Terephthalic Acid [C6H4(COOH)2]
Terephthalic acid dibuat dari para-xylene melalui “Amoco process”, yaitu
proses oksidasi p-xylene pada larutan acetic acid pada suhu 200℃ dan tekanan
20 atm. Katalis yang dipakai berupa bromida yang berasal dari logam berat dan
garam. Reaksinya sebagai berikut:
C6H4(CH3)2 + 3 O2 → C6H4(COOH)2 + 2 H2O
Namun, produksi dengan cara di atas cenderung mengandung zat pengotor
seperti p-formylbenzoic acid dan zat pengotor ini dapat dikonversikan menjadi p-
methylbenzoic acid.
C6H4COOHCHO + 2 H2 → C6H4COOHCH3 + H2O
Dengan cara kristalisasi terephthalic acid yang diproduksi dapat mencapai
kemurnian hingga 99,9%. Dimethyl terephthalate dapat diproduksi dari
terephthalic acid dengan cara menambah methanol pada suhu 100℃ dengan
katalis sulfuric acid.
+¿
C6H4(COOH)2 + 2 CH3OH H

¿ C6H4(COOCH3)2 + H2O

Selain itu, juga dapat dilakukan produksi langsung dengan cara oksidasi p-
xylene dengan katalis kobalt.
C6H4(CH3)2 + 5/2 O2 + CH3OH → C6H4(COOCH3)2 + 2 H2O
3. Pembuatan Polyethylene Terephthalate (PET)
a. Tahap Persiapan Bahan Baku
Pada pabrik PTA berbentuk bubuk diangkut dari tempat penyimpanan
dengan bucket elevator dan dimasukkan ke dalam tangki pencampur. Disaat
yang sama dimasukkan juga etilen glikol (EG) dari tangki penyimpanan
yang dialirkan dengan pompa. Perbandingan molar antara PTA dan EG
adalah 1:2. Proses pencampuran dilakukan dengan tangki pengaduk yang
berlangsung dalam waktu 10 menit pada temperatur 800℃ serta tekanan 1
atm. Campuran yang dihasilkan berupa slurry.
b. Tahap Reaksi
1) Reaksi Pembentukan
Pada reaktor esterifikasi berpengaduk berlangsung proses
esterifikasi, yaitu terbentuknya gugus isomer dari reaksi antara PTA
dan EG dengan konversi PTA sebesar 90%. Hasil produk dari reaksi
tersebut adalah bihydroxyethyl terepthalate (BHET), air, dan PTA
yang tidak bereaksi. Reaksi ini berlangsung secara eksotermis.
Kondisi operasi reaktor esterifikasi ini pada suhu 250℃ dan
bertekanan 1 atm dalam waktu 100 menit. Uap air dan EG yang
keluar dari reaktor esterifikasi memiliki suhu 250℃ dialirkan menuju
unit pengolahan lanjut (UPL). BHET yang dihasilkan dan PTA yang
tidak bereaksi serta katalis dialirkan dari bagian bawah reaktor
esterifikasi ke dalam reaktor prepolimerisasi dengan popa.
C8H6O4 + 2 C2H6O2 → C12H14O6 + 2 H2O
PTA + EG → BHET + Air
2) Proses Polimerisasi
Proses prepolimerisasi berjalan pada reaktor prepolimerisasi
berpengaduk pada temperatur 270℃ dan tekanan 1 atm dengan
konversi BHET sebanyak 95%. Proses ini memproduksi monomer
yang memiliki derajat polimerisasi 20 (PET20), EG, dan BHET yang
tidak bereaksi. Sebagian EG dan air yang tidak bereaksi akan menjadi
uap dan dialirkan ke unit pengolahan lanjut. Kemudian monomer dari
reaktor prepolimerisasi yang dihasilkan dialirkan ke reaktor
polikondensasi dengan pompa.
21 C12H14O6 → C2H6O2(C10H8O5)20 + C2H6O2
BHET → (PET)20 + EG
3) Proses Polikondensasi
Proses polikondensasi akan membentuk ikatan monomer-
monomer menjadi polimer yang cukup panjang dengan derajat
polimerisasi yang semakin besar. Proses ini berjalan pada suhu 290℃
dan tekanan 1 atm dengan konversi prepolymer 99% pada reaktor
polikondensasi. Pada proses ini uap EG yang tidak bereaksi dialirkan
ke dalam unit pengolahan lanjut.
5 C2H6O2(C10H8O5)20 → C2H6O2(C10H8O5)100 + C2H6O2
(PET)20 → (PET)100 + EG
c. Tahap Pemisahan Produk
Cairan PET yang diproduksi dari reaktor polikondensasi dialirkan
dengan pompa ke cooler (1) untuk menurunkan suhu dari 290℃ menjadi
190℃. Cairan dari cooler (1) dipompa ke dalam cooler (2) untuk
menurunkan suhu dari 190℃ menjadi 90℃. Cairan yang sudah bersuhu
90℃ dipompa ke dalam dekanter (1) untuk dipisahkan dari katalis Sb 2O3
dan sisa PTA. Dekanter (1) akan menghasilkan cairan kental PET dan
dipompa ke dalam dekanter (2) untuk memisahkan BHET dan PET20.
Dekanter (2) akan menghasilkan cairan PET100 dan dipompa ke cooler
untuk menurunkan suhunya menjadi 30℃. PET100 kemudian dialirkan ke
dalam kristaliser untuk mengkristalkannya. Dihasilkan kristal PET yang
kemudian diangkut ke dalam tangki penyimpanan dengan belt conveyor.

IV. Analisis Kebutuhan Pasar


1. Kebutuhan PET di Indonesia
Kebutuhan PET di indonesia dari tahun ketahun terus mengalami kenaikan,
Peningkatan ini terjadi karena semakin berkembangnya industri hilir dari PET ini,
yaitu berkembangnya industri tekstil di Indonesia. hal ini dapat kita lihat dari Tabel
2.
Tabel 2.Kebutuhan PET di Indonesia

(sumber : Dirjen industri logam, mesin dan kimia, Jakarta 2008)


Walaupun pabrik PET sudah ada di Indonesia, akan tetapi pabrik yang ada
dalan negeri ini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan PET dari Indonesia,
sehingga dibutuhkan impor PET dari luar.Data import PET Indonesia dapat kita
lihat pada tabel 3.
Tabel 3. Data Impor PET di indonesia

tahun Kumulatif berat Bersih(Ton)


2014 189,812
2015 145,330
2016 245,766
2017 231,902
2018 306,114
(sumber : Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor 2018)
Dengan menggunakan data yang terdapat pada Tabel 3, didapati grafik
pada Gambar 3 sebagai berikut berserta persamaannya.

Gambar 3. Tren Kebutuhan Impor PET di Indonesia


Berdasarkan data impor PET di Indonesia, didapatkan persamaan
hubungan antara kebutuhan impor dan tahun yang diasumsikan bersifat linear.
Persamaan keduanya dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan impor PET di
tahun 2021, yaitu 400,658 ton.
2. Potensi Produksi PET dari Minyak di Indonesia
Untuk mengurangi angka impor dari PET, dapat di buat plant produksi
PET dari minyak. Potensi sumber daya alam minyak mentah yang melimpah di
Indonesia dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Kapasitas pabrik untuk yang direncanakan memiliki kapasitas sebesar
100000 ton/tahun atau 25 % kebutuhan impor PET. Penentuan kapasitas ini
mempertimbangkan pertumbuhan kapasitas pabrik PET secara keseluruhan yaitu
sebesar 109000 ton/tahun. Pertimbangan lain adalah kebutuhan PET di Indonesia
terjadi naik turun, hal ini dikarenakan lebih banyak PET yang diekspor oleh
Indonesia dibandingan PET yang dikonsumsi sendiri, maka untuk memenuhi
kebutuhan Indonesia pabrik pembuatan PET ini diambil kapasitas sebesar 100.000
ton/tahun.
Harga plastik PET di pasar berkisar antara Rp.7000 – Rp.10000/kg.
Potensi peningkatan nilai ekonomi dari pabrik penghasil PET ini adalah sebesar
Rp.700 miliar hingga Rp.1 triliun per tahunnya. Nilai keekonomian pabrik ini
tidak hanya hasil penjualan PET, tetapi juga mengurangi ketergantungan
Indonesia terhadap impor.
Daftar Pustaka
Chandra, F., Rizky, M.. 2018. “Polietilen Tereftalat Dengan Kapasitas 100.000 Ton/Tahun”.

Universitas Islam Indonesia.

Suhariyanto, 2019(a), Buletin Statistik Perdagangan LuarNegeri Ekspor 2018. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai