Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH PEMANTAPAN PANAS AWAL, TENGAH, AKHIR

TERHADAP SIFAT FISIKA KAIN POLIESTER

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Teknologi
Pembuatan Serat

Disusun oleh:

Nama : Leni Rohqimah (18020050)


Sandi Mumin Pratama (18020079)
Sarah Samira Nada (18020080)
Siska Nopita Putri (18020081)
Zulfiqri Siddik Masyhuri (18020096)
Kelompok :8
Group : 2K3K4
Dosen : Dr. Noerati, S.Teks., M.T

POLITEKNIK STTT BANDUNG

KIMIA TEKSTIL

2019
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I

PEMBUATAN SERAT POLIESTER

1.1 Bahan Baku Pembuatan Serat Poliester


A. Bahan Baku Chips
Proses pembuatan chips pada umumnya dimulai dengan reaksi
polimerisasi dari monomer membentuk polimer yang dilanjutkan dengan
pembentukan polimer hasil reaksi menjadi bentuk butiran chips, untuk
serat polyester chips berasal dari dua monomer yaitu etilena glikol
dengan asam tereftalat atau dimetiltereftalat serta bahan pembantu
diantaranya adalah katalis, stabilisator dan zat pemburam.
1. Etilena Glikol
Etilena glikol dibentuk dari penguraian minyak bumi (Petrokimia
Olefin) yang dioksidasikan dengan udara dan katalisator (silver
catalyst) sehingga menjadi etilena oksida dan kemudian dihidrasi
menjadi etilena glikol. Etilena oksida dapat mengadakan reaksi
dengan air dan akan terhidrasi menjadi etilena glikol.

Menurut wutrz, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Gambar 1.1 Reaksi Pembentukan Etilena Glikol

2. Asam Tereftalat Murni


Monomer yang kedua adalah asam tereftalat yang dibuat dari
para Xilena yang merupakan bagian dari destilasi minyak bumi
(Pertokimia Olefin) yang dioksidasi dengan asam nitrat sehingga
menjadi asam tereftalat.
Proses pembuatan asam tereftalat murni (PTA) yang memenuhi
syarat untuk chips polyester biasanya mencakup dua tahapan proses :
- Proses oksidasi pasa xilena menjadi asam tereftalat
- Proses pemurnian asam tereftalat menjadi tereftalat murni
Reaksi pembuatan asam tereftalat murni :

Gambar 1.2 Pembuatan Asam Tereftalat Murni

3. Zat Pembantu
a. Katalis
Katalis yang umumnya digunakan untuk metoda esterifikasi
langsung adalah antimontrioksida atau antimontriasetat. Pada
beberapa kondisi reaksi esterifikasi dapat berlangsung tanpa
penambahan katalis dari luar. Reaksi esterifikasi berlangsung
dengan menggunakan katalis yang berasal dari ujung gugus
asam dari asam tereftalat.
b. Zat Penstabil (Stabilisator)
Pengaruh panas terhadap lelehan polietilena terftalat sangat
berhubungan dengan proses pembentukan polimer. Suhu tinggi
pada proses polimerisasi dapat menyebabkan degradasi terhadap
monomer monomer pembentuk polimer. Suhu polimerisasi
harus dijaga konstan (tetap) untuk mendapatkatkan chips yang
seragam dan berkualitas. Dengan demikian keberadaan zat
penstabil dalam proses polimerisasi menjadi sangat penting
untuk mencegah terjadinya aksi degradasi lebih lanjut. Pada
umumnya senyawa yang digunakan untuk proses polimerisasi
ini adalah senyawa fosfor.
c. Zat Pemburam (Dulling Agent)
Zat pemburam adalah zat yang secara sengaja ditambahkan
untuk memberikan kenampakan luar dari serat polyester
sehingga mempunyai beberapa warna. Serat polyester tanpa
pemburaman akan tidak memberikan warna atau transparan.
Oleh karena itu diberikan penambahan zat pemburam yang
umunya adalah senyawa titanium oksida (TiO2), senyawa
tersebut dapat merubah kenampakan poliester menjadi suram
(dull) dan setengah suram (semidull).
d. Zat Pewarna Lainnya
Persyaratan pewarna dalam pemintalan leleh adalah ketahan
warna terhadap panas pada saat polimerisasi, mempunyai sifat
larut dalam etilena glikol dan mempunyai ukuran partikel yang
kecil sehigga dapat menghindari penyumbatan pada lubang
spinneret.
1.2 Proses Pembuatan
Poliester dibuat berdasarkan reaksi antara etilena glikol dengan asam
tereftalat atau dimetil ester asam tereftalat. Reaksi berlangsung pada
temperatur tinggi dan tekanan rendah hingga tercapai berat molekul yang
diperlukan untuk membentuk serat. Poliester dibuat dengan cara pemintalan
leleh.
Reaksi pembuatan poliester terjadi dalam dua tahap utama yaitu pra-
polimerisasi dan polimerisasi sesungguhnya. Pada tahap pertama, terbentuk
sebuah ester yang cukup sederhana dari asam dan dua molekul etilena glikol.
Dapat dilihat pada reaksi dibawah ini:
Pada tahap polimerisasi, ester sederhana ini dipanaskan pada temperatur
260oC dan pada tekanan rendah. Dalam hal ini diperlukan sebuah katalis
semisal antimoni (III) oksida. Poliester terbentuk dan setengah dari etilena
glikol diperbaharui. Etilena glikol selanjutnya dilepaskan dan disiklus ulang.
Reaksi polimerisasi:

Tahapan pembuatan serat poliester :


1) Persiapan polimer yang akan dilelehkan atau lelehan polimer
yang akan dipintal
2) Ekstruksi lelehan polimer melalui lubang spinneret melalui spin
filter menggunakan spin pump.
3) Pengeluaran lelehan polimer dari lubang spinneret
4) Pemadatan (solidifikasi) dengan hembusan udara dan penarikan
filamen yang telah di padatkan keluar dari lubang spinneret
5) Penggulungan filamen pada roll take up
1.3 Diagram Alir

Bahan Baku (chips)

Pelelehan polimer

Pemintalan leleh

Pemadatan polimer

Penarikan filamen

Penggulungan filamen
BAB II
TINJAUAN KHUSUS

2.1 Proses Pemantapan Panas Pada Kain Poliester


Salah satu sifat penting poliester adalah kemampuan untuk dibentuk atau
distabilkan dengan panas. Sifat termoplastis ini digunakan sebagai dasar
untuk menstabilkan lilitan benang, dimensi dari bahan tekstil dan
mempertinggi daya tahan kusutnya. Dalam proses pemantapan panas terjadi
perubahan fisik disertai dengan gerakan-gerakan antar molekul di dalam
struktur serat. Gerakan-gerakan antar molekul menyebabkan terjadinya
perubahan susunan letak molekul. Perubahan bentuk ini akan terjadi
permanen jika dipertahankan sampai beberapa waktu dan diberikan tarikan ke
arah lebar kain kemudian didinginkan secara tiba-tiba. Proses pendinginan
sangat penting agar didapatkan hasil yang permanen, karena ikatan-ikatan
antar molekul yang berubah dalam proses pemantapan panas menjadi stabil
karena pendinginan.
Pemantapan panas adalah penyusunan letak molekul dan fiksasi molekul
tersebut dengan cara pemanasan. Bila serat dipanaskan, maka rantai
molekulnya akan aktif bergerak dan konfigurasinya cenderung akan berubah.
Perubahan yang pertama kali terjadi adalah pada bagian amorf yang dikenal
sebagai titik transisi gelas yang terjadi pada temperatur 70-130 oC, tergantung
dari jenis seratnya. Dan pabila temperatur pemanasan terus dinaikkan sampai
150-210oC, maka akan terjadi konfigurasi baru yang lebih stabil dari bagian
kristalin serat poliester, karena bagian kristalin ini pada temperatur tersebut
akan mulai aktif bergerak membentuk konfigurasi baru yang sifatnya lebih
stabil. Sehingga dapat mempertahankan dimensinya pada saat pencelupan
temperatur tinggi dan dalam pengerjaan panas lainnya. Faktor yang
berpengaruh dalam proses pemantapan panas yaitu :
1) Temperatur
Temperatur yang dipakai harus lebih rendah dari titik leleh
bahannya ( titik leleh poliester 265oC ) tetapi harus lebih tinggi dari titik
transisi gelasnya.

2) Waktu
Waktu yang digunakan begantung pada tinggi rendahnya
temperatur, medium dan alat pemantapan panas yang dgunakan. Apabila
temperatur semakin tinggi, maka waktu pemantapan panasnya harus lebih
singkat untuk mencegah terjadinya kerusakan pada bahan.

3) Medium
Medium yang dapat digunakan untuk pemantapan panas adalah air,
uap air, rol panas, dan udara panas. Untuk poliester umumnya medium
yang digunakan adalah udara panas tetapi untuk kain-kain dengan
konstruksi berat digunakan rol-rol panas.

2.2 Pengaruh Metoda Pemantapan Panas Terhadap Sifat Fisik Kain


Poliester
Pemantapan panas berfungsi untuk memperbaiki stbilitas dimensi bahan.
Stabilitas dimensi adalah sifat suatu bahan yang menunjukkan kemampuan
bahan untuk menahan setiap perubahan bentuk yang dikenakan terhadapnya.
Stabilitas dimensi dapat diperbaiki dengan cara serat direorientasi molekulnya
menjadi lebih sejajar terhadap sumbu serat sehingga daerah kristalin serat
yang terbentuk lebih banyak. Hal ini mengakibatkan air lebih sukar masuk
kedalam serat dan gaya yang diterima oleh serat dapat didistribusikan secara
lebih merata. Air dapat menggembungkan seat ke arah diameter sehingga
dapat merubah kerapatan benang pada kain dan ketika air di dalam serat
tersebut telah keluar kembali dapat menyebabkan mengkeret kain lebih besar.
Selain bahan menjadi lebih stabil dimensinya, dengan lebih sejajarnya
orientasi molekul terhadap sumbu serat akan mempengaruhi sifat fisk lainnya
seperti daya tarik, mulur sebelum putus, kelangsaian, ketauaan dan kerataan
hasil pencelupan. Bahan yang memiliki serat dengan kondisi seperti ini, dapat
meningkatkan kekuatan tariknya dikarenakan gaya yang diterima oleh bahan
tersebut didistribusikan secara lebih mereta pada arah gaya yang diterima.
Namun, sifat mulur sebelum putus akan berbanding terbalik dengan kekuatan
tariknya. Hal ini disebabkan karena struktur molekul serat yang lebih sejajar
menyebabkan baneng menjadi gelas sehingga mulur sebelu putusnya menjadi
semakin kecil. Sifat fisik kain lain yang terpengaruhi adalah kelangsaian kain.
Semakin banyaknya daerah kristalin maka daerah kosong pada serat akan
semakin sedikit sehingga bahan akan semakin kaku yang mengakibatkan sifat
langsainya menjadi lebih jelek.
Satu sifat yang diperoleh dari pengerjaan proses pemantapan panas adalah
terjadinya penurunan ketuaan warna hasil pencelupan zan warna dispersi.
Menurut M.D. Teli dan N.M. Prasad adany proses pemantapan panas
menyebabkan meningktnya derajat kristalin, sehingga struktur molekul di
dalam serat menjadi lebih sejajar dengan sumbu serat dan bagian amorf
menjadi lebih berkurang, akibatnya bagian yang dapat ditempati zat warna
pun akan berkurang. Namun menurut W.M. Maynard ketersediaan ruang
untuk ditempati zat warna dispersi akan berkurang seiring dengan kenaikkan
temperatur pemantapan panas hingga 190oC akan tetapi pemantapan panas
pada temperatur diatas 190oC ketersediaan ruang pada serat untuk ditempati
zat warna dispersi akan kembali naik.
Adapun kerataan warna hasil pencelupan pada bahan yang telah dilakukan
proses pemantapan panas akan lebih baik. Hal ini disebabkan karena
banyaknya daerah kristalin sehingga orientasi molekulnya lebih sejajar
dengan sumbu serat dan apabila ada cahaya yang mengenai bahan, cahaya
tersebut sebagian akan dipantulkan kembali dengan besaran cahaya yang
dipantulkan relatif sama pada setiap daerah pada bahan yang terkena cahaya.
Besar kecilnya reorientasi molekul yang terjadi dapat dipengaruhi oleh
metoda pemantapan panas yang dilakukan. Pada pemantapan panas awal,
proses pemantapan panas dilakukan sebelum kain diproses penghilangan
kanji, pemasakan, relaksasi, pengurangan berat, pencelupan dan
penyempurnaan kimia, sehingga kain memiliki sifat termoplastis yang baik
yang mengakibatkan reorientasi molekul lebih mudah terjadi sehingga daerah
kristalin yang terbentuk lebih banyak dan orientasi molekul lebih sejajar
terhadap sumbu serat.
Pada pemantapan panas tengah, kain yang akan diproses telah mengalami
pengerjaan panas awal dari proses pemasakan dan relaksasi sehingg sifat
termoplastis berkurang dibandingkan kain yang diproses pemantapan panas
awal. Demikian juga terhadap kain yang diproses pemantapan panas akhir,
kain yang dikerjakan telah mengalami pengerjaan panas yang berasal dari
proses pemasakan, relaksasi, pengurangan berat, pencelupan dan pengerjaan
kimia, sehingga sifat termoplastisnya lebih berkurang lagi akibatnya daerah
kristalin yang terbentuk lebih sedikit.
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Berasarkan tinjauan khusus dapat disimpulakan bahwa pemantapan panas
dilakukan pada suhu diatas suhu transisi gelas tetapi dibawah titik leleh
bahan. Pemantapan panas dapat mempengaruhi sifat fisika dari kain poliester
yaitu:
1) Kain menjadi stabil dimensinya
2) Meningkatkan kekuatan tariknya
3) Mulur sebelum putusnya semakin kecil
4) Kelangsaian kain lebih jelek
5) Kerataan warna hasil celup lebih baik

selain itu, perbedaan antara pemantapan panas dilakukan di awal, tengah


dan di akhir yaitu pada sifat termoplastisnya. Jika dilakukan di awal memiliki
sifat termoplastis yang baik dan juga terbentuk lebih banyak daerah
kristalinnya, jika pemantapan panas dilakukan di tengah sifat termoplastisnya
berkurang dan jika dilakukan diakhir sifat termoplastisnya lebih berkurang
lagi yang mengakibatkan daerah kristalin yang terbentuk sedikit.
DAFTAR PUSTAKA

Erik Y. 2013. Pengaruh Pemantapan Panas Awal, Tengah, Akhir Terhadap Sifat
Fisika Kain Poliester. Kimia Tekstil. Politeknik Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil

Anda mungkin juga menyukai