Anda di halaman 1dari 30

KONSEP DASAR DESENTRALISASI

Sebagai respon terhadap semakin sengitnya tekanan persaingan, banyak organisasi


mengubah cara mereka mengorganisasikan dan mengoperasikan usahanya. Salah satu
sistem yang dikembangkan perusahaan adalah akuntansi pertanggungjawaban yang pada
sistem ini terjadi pemisahan yang jelas dan tegas antara wewenang dan tanggung jawab
di antara pusat-pusat pertanggungjawaban. Pembentukan wewenang dan tanggung jawab
secara normal dapat timbul sebagai konsekuensi alami dari fungsi manajemen.
Organisasi yang terdesentralisasi adalah organisasi yang pengambilan keputusannya
tidak hanya atau mutlak diserahkan kepada beberapa eksekutif puncak saja, tetapi juga
disebarkan ke elmanajemen pada berbagai tingkat sehingga manajemen pada tingkat
yang lebih rendah dapat mengambil beberapa keputusan penting yang berhubungan
dengan lingkup tanggung jawab mereka. Dari sini kita bisa memahami bahwa dalam
desentralisasi, organisasi memberikan kebebasan kepada manajer atau karyawan pada
tingkat yang lebih rendah untuk mengambil keputusan. Perusahaan yang memiliki
beberapa pusat pertanggungjawaban biasanya memilih salah satu dari dua pendekatan
pengambilan keputusan untuk mengelola kegiatan mereka yang rumit dan beragam. Dua
pilihan itu adalah sentralisasi atau desentralisasi yang digambarkan dalam gambar
berikut ini.

Gambar 6.1. Sentralisasi dan Desentralisasi

Pada pengambilan keputusan tersentralisasi seperti Gambar 6.1, berbagai keputusan


dibuat pada tingkat manajemen puncak dan manajer pada jenjang yang lebih rendah
hanya bertanggungjawab atas implementasi keputusan. Sebaliknya, pengambilan
keputusan terdesentralisasi memperkenankan manajer pada jenjang yang lebih rendah
untuk membuat dan sekaligus mengimplementasikan keputusan- keputusan penting yang
berkaitan dengan pertanggungjawaban mereka.

Desentralisasi yang efektif memerlukan pelaporan segmental. Sebagai tambahan


pada laporan laba rugi perusahaan secara keseluruhan, laporan dibutuhkan untuk setiap
segmen di dalam organisasi itu. Kami akan menjelaskan beberapa alasan di balik
keputusan perusahaan untuk melakukan desentralisasi, antara lain:

1. Kemudahan terhadap pengumpulan dan pemanfaatan informasi lokal.


Kualitas keputusan dipengaruhi oleh kualitas informasi yang tersedia.
Ketika ukuran perusahaan mengalami pertumbuhan dan perusahaan beroperasi
pada wilayah dan pasar yang berbeda dan semakin luas, manajemen pusat
mungkin tidak memahami kondisi-kondisi lokal di tempat perusahaan itu
beroperasi. Sebaliknya, manajer pada jenjang yang lebih rendah mempunyai
akses ke informasi karena selama ini memang langsung terjun dan menangani
persoalan organisasi secara langsung. Akibatnya, manajer lokal mempunyai
keunggulan dalam membuat keputusan yang lebih baik.
Pada organisasi yang beroperasi dalam berbagai pasar yang berbeda dengan
ratusan atau ribuan produk yang berbeda, sangat sulit menemukan seorang yang
memiliki segala keahlian dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk memproses
dan menggunakan informasi yang berbeda tersebut. Pada sistem sentralisasi,
diperlukan waktu untuk mengirim informasi lokal ke kantor pusat dan dari
kantor pusat mengirim keputusan kembali ke unit lokal. Selain itu, proses kirim
dan terima informasi tersebut akan sangat mungkin ditafsirkan atau
diterjemahkan secara keliru oleh manajer yang bertanggung jawab atas
pengimplementasian keputusan tersebut. Hal ini bisa berdampak mengurangi
efektifitas dari tanggapan manajer lokal. Sebaliknya, pada organisasi yang
terdesentralisasi, manajer lokal memiliki wewenang mengambil dan
mengimplementasikan keputusan sehingga masalah seperti ini tidak akan
muncul.
2. Fokus manajemen pusat.
Dengan mendesentralisasi sebagian keputusan operasinya, manajemen
pusat lebih fokus pada upaya perumusan rencana dan pengambilan keputusan
strategis. Manajemen pusat lebih menekankan pada aspek kelangsungan operasi
jangka panjang perusahaan dibandingkan aktivitas operasi sehari-hari.

3. Melatih dan memotivasi manajer.


Sistem desentralisasi memberikan dampak positif bagi manajer agar
mereka lebih termotivasi dan terlatih. Organisasi selalu membutuhkan manajer
yang terlatih untuk menggantikan posisi manajer pada jenjang yang lebih tinggi.
Dalam konteks ini, manajer yang dipromosikan adalah manajer yang
menghasilkan keputusan terbaik. Manajer yang menerima tanggung jawab yang
lebih besar akan mampu memberikan kepuasan kerja yang lebih tinggi dan
memotivasi manajer untuk menjadi lebih baik. Dengan adanya desentralisasi
inisiatif dan kreativitas yang lebih tinggi dari manajemen pada level yang lebih
rendah akan muncul. Namun, disini yang perlu dicatat adalah sejauh yang
berkaitan dengan perilaku tersebut dapat direalisasikan akan sangat tergantung
pada cara yang ditempuh perusahaan dalam mengevaluasi dan menghargai
kinerja para manajernya.
4. Meningkatkan daya saing.
Pada perusahaan yang sangat tersentralisasi, marjin laba secara
keseluruhan mampu menutupi ketidakefisienan berbagai divisi. Perusahan-
perusahaan besar sekarang menyadari bahwa mereka tidak akan mampu
bertahan apabila tetap mengoperasikan divisi yang tidak berdaya saing.
Pendelegasian otoritas dan tanggung jawab kepada individu yang berada pada
posisi terbaik atas situasi dan kondisi tertentu dalam pengambilan keputusan.
Johnson and Kaplan (1991) mengemukakan bahwa perusahaan yang
tersentralisasi mempunyai 2 (dua) hambatan utama yaitu kompleksitas usaha
dan ketidakpedulian manajemen terhadap sasaran pemilik (pemegang saham).
Pada tahun 1920-an, perusahaan tersentralisasi mengembangkan sistem
desentralisasi karena mempunyai dua hambatan tersebut. Keberhasilan
perusahaan yang menerapkan desentralisasi tergantung pada sistem akuntansi
manajemen yang dapat melakukan 3 (tiga) tugas yaitu (1) memberikan insentif
laba yang kuat bagi manajer; (2) melakukan audit internal untuk mengetahui
kinerja divisi atau bagian dan penyebabnya; dan (3) mengembangkan prosedur
monitoring dan pengukuran untuk membantu mengalokasikan aliran kas dan
mengukur efektifitas penggunaan modal. Dengan menerapkan ketiga tugas ini
dalam sistem desentralisasi, diharapkan perusahaan dapat meningkatkan daya
saing nya di industri tempat perusahaan berada.

A. DAMPAK DESENTRALISASI
Desentralisasi mempunyai manfaat dan kelemahan bagi organisasi yang
melaksanakannya. Kami akan menjelaskan terlebih dahulu manfaat desentralisasi bagi
perusahaan.
1. Para manajer tingkat yang lebih rendah mempunyai pengetahuan yang terbaik
tentang kondisi setempat. Oleh karena itu mereka memiliki kemampuan atau
pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan manajer pada level di atas.
Disini terjadi apa yang dinamakan dengan informasi yang tidak simetris
(asymmetri information) antara manajer tingkat atas dan manajer di tingkat yang
lebih bawah dalam hal pengetahuan mengenai kondisi lokal.
2. Desentralisasi memberikan kesempatan bagi para manajer tingkat yang lebih
rendah mempersiapkan diri untuk memperoleh jabatan yang lebih tinggi setelah
berlatih mengelola unit organisasi pada tingkat yang lebih rendah.
3. Desentralisasi memberikan kebebasan bagi para manajer dalam pengambilan
keputusan, sehingga mereka dapat merasakan status yang lebih tinggi. Hal ini
berbeda dibandingkan jika mereka tidak memiliki kebebasan dalam pengambilan
keputusan. Nah dengan adanya hal tersebut dapat memberikan motivasi bagi para
manajer untuk berprestasi secara lebih baik.

Selain memberikan manfaat, desentralisasi juga mengandung beberapa kelemahan


diantaranya adalah:
1. Para manajer kemungkinan membuat keputusan yang hanya menguntungkan divisi
yang dipimpinnya saja. Nah seperti yang sudah dijelaskan tadi bahwa desentralisasi
ini memberikan kesempatan untuk semua manajer dari tingkat atas sampai tingkat
bawah untuk memberikan keputusan jadi setiap seorang manajer ini merasa bahwa
mereka memiliki wewenang untuk membuat keputusan. Kebebasan itu membuat
semua kalangan manajer tetutama tingkat bawah memiliki kontrol penuh terhadap
divisi yang dipimpinnya. Jadi intinya manajer tingkat bawah memikirkan
bagaimana divisi yang mereka pimpin bisa bekerja lebih baik, meskipun
sebenarnya berdampak negative terhadap perusahaan.
2. Para manajer mempunyai kecenderungan untuk memiliki sendiri unit organisasi di
bawah tanggung jawabnya sehingga dapat berakibat pengelolaan usaha yang boros
dan tidak efisien, bahkan biayanya akan lebih murah jika usaha tersebut disediakan
secara terpusat. Ketika manajer merasa memiliki unit organisasi seperti milik
pribadi, mereka mungkin cenderung memprioritaskan kepentingan pribadi atau unit
mereka sendiri tanpa memperhatikan kepentingan keseluruhan perusahaan. Hal ini
dapat mengakibatkan penggunaan sumber daya yang tidak efisien, seperti
pengeluaran yang berlebihan untuk unit mereka, alokasi tenaga kerja yang tidak
sesuai, atau kebijakan pembelian yang tidak rasional.
3. Dalam menjalankan desentralisasi dibutuhkan biaya cukup mahal yang
berhubungan dengan pengumpulan dan pengelolaan informasi. Para manajer
memerlukan informasi untuk menilai akibat dari keputusan-keputusan yang telah
diambilnya dan informasi lain yang berhubungan dengan divisi yang dipimpinnya.

Selain seperti dijelaskan di atas, persoalan terbesar sistem desentralisasi adalah


bagaimana otonomi divisi pada sistem ini selaras atau sesuai dengan pencapaian
keselarasan tujuan antara divisi tersebut dan organisasi secara keseluruhan. Keputusan
yang diambil oleh manajer dapat memengaruhi manajer lainnya dalam cara yang dapat
merusak profitabilitas perusahaan secara keseluruhan. Bila di organisasi tertentu
ditekankan kepedulian terhadap evaluasi kinerja manajer individu atau segmen, ini bisa
menimbulkan persoalan yang memotivasi manajer segmen untuk mengambil keputusan
yang tidak sejalan dengan kepentingan terbaik perusahaan. Kelemahan lainnya sistem
bisnis yang terdesentralisasi adalah kemungkinan duplikasi aset dan biaya dalam
mengoperasikan divisi-divisi perusahaan. Keduanya juga merupakan masalah serius
yang dihadapi perusahaan yang menerapkan desentralisasi.

Meskipun demikian, terdapat beberapa kiat yang bisa dilakukan untuk


menanggulangi kelemahan-kelemahan desentralisasi tersebut, yaitu:

1. Sebagian keputusan saja yang disentralisasikan. Tidak semua keputusan


didesentralisasi, dan bahkan keputusan-keputusan strategis tertentu harus
dipusatkan. Sebagai contoh, segala keputusan menyangkut pertanggung asuransi
yang menguntungkan perusahaan secara keseluruhan haruslah dilakukan pada
tingkat pusat atau korporat. Ini hanya sebagian contoh saja.
2. Desentralisasi berdasarkan daerah (geographical decentralization). Dalam
organisasi yang melakukan desentralisasi berdasarkan daerah, manajemen puncak
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada manajemen tingkat yang lebih
rendah berdasarkan daerah geografis.
3. Desentralisasi berdasarkan laba (profit decentralization). Dalam organisasi yang
mengadakan desentralisasi berdasarkan pusat laba, manajemen puncak
mendelegasikan wewenangnya kepada manajer tingkat yang lebih rendah
berdasarkan pusat laba. Proses pembentukan unit organisasi sebagai pusat laba ini
disebut dengan divisionalisasi. Selanjutnya dalam setiap pusat laba tersebut,
pendelegasian wewenang dilakukan atas dasar fungsi.

B. DEFINISI DAN TUJUAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN


Akuntansi pertanggungjawaban merupakan salah satu konsep akuntansi
manajemen dan sistem akuntansi yang dikaitkan dan disesuaikan dengan pusat
pertanggungjawaban yang ada dalam organisasi. Akuntansi pertanggungjawaban
menekankan pada proses akuntansi yang melaporkan sampai sejauh mana manajer setiap
pusat pertanggungjawaban dapat mengelola pekerjaan yang langsung di bawah
pengawasannya dan tanggungjawaban atau sebagai sistem yang mengukur rencana dan
tindakan setiap pusat pertanggungjawaban.
Definisi akuntansi pertanggungjawaban dijelaskan oleh Hansen dan Mowen (2009)
bahwa akuntansi pertanggungjawaban adalah sistem yang mengukur berbagai hasil yang
dicapai oleh setiap pusat pertanggungjawaban menurut informasi yang dibutuhkan oleh
para manajer untuk mengoperasikan pusat pertanggungjawaban mereka.”
Akuntansi pertanggungjawaban juga didefinisikan oleh LM Samryn (2001: 258)
sebagai sistem akuntansi yang digunakan untuk mengukur kinerja setiap pusat
pertanggungjawaban sesuai dengan informasi yang dibutuhkan manajer untuk
mengoperasikan pusat pertanggungjawaban mereka sebagai bagian dari sistem
pengendalian manajemen. Dari beberapa definisi tersebut, beberapa intisari penting dari
konsep akuntansi Pertanggungjawaban adalah:
1. Akuntansi pertanggungjawaban merupakan sistem akuntansi yang disusun
berdasarkan struktur organisasi yang secara tegas memisahkan tugas, wewenang
dan tanggung jawab tiap-tiap tingkat manajemen.
2. Akuntansi pertanggungjawaban mendorong para individu, terutama para manajer
untuk berperan aktif dalam mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien.
3. Penyusunan anggaran dalam akuntansi pertanggungjawaban adalah berdasarkan
pusat pusat pertanggungjawaban. Dari laporan pertanggungjawaban dapat
diketahui perbandingan antara realisasi dengan anggarannya, sehingga
penyimpangan yang terjadi dapat dianalisis dan dicari solusinya oleh manajer pusat
pertanggungjawabannya.
4. Akuntansi pertanggungjawaban melaporkan hasil evaluasi dan penilaian kinerja
yang berguna bagi manajemen puncak dalam penyusunan rencana kerja periode
mendatang, baik untuk tiap-tiap pusat pertanggungjawaban maupun untuk
kepentingan perusahaan secara keseluruhan.
Akuntansi pertanggungjawaban adalah sistem yang disusun sedemikian rupa
sehingga pengumpulan dan pelaporan biaya dan penghasilan dilakukan dengan bidang
pertanggungjawaban dalam organisasi dengan tujuan agar dapat ditunjuk orang atau
kelompok yang bertanggungjawab terhadap penyimpangan biaya dan penghasilan yang
dianggarkan (Mulyadi, 1983). Dalam pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa syarat
untuk dapat menerapkan akuntansi pertanggungjawaban ada lima, yaitu adanya struktur
organisasi, anggaran, penggolongan biaya, sistem akuntansi, dan sistem pelaporan biaya.
Tiap-tiap syarat akan dijelaskan disini dimulai dengan sistem akuntansi.
1. Struktur organisasi (organization structure). Dalam akuntansi pertanggungjawaban
struktur organisasi harus menggambarkan aliran tanggungjawab, wewenang, dan
posisi yang jelas untuk setiap unit kerja dari setiap tingkat manajemen. Selain itu,
struktur organisasi harus menggambarkan pembagian tugas dengan jelas. Dengan
adanya struktur organisasi, organisasi disusun sedemikian rupa sehingga
wewenang dan tanggungjawab setiap bagian menjadi jelas. Dengan demikian kita
dapat mengatakan bahwa wewenang mengalir dari tingkat manajemen atas ke
bawah, sementara tanggungjawab adalah sebaliknya naik dari tingkat manajemen
bawah ke atas.
2. Anggaran (budget). Dalam akuntansi pertanggungjawaban setiap pusat
pertanggungjawaban harus ikut serta dalam penyusunan anggaran karena anggaran
merupakan gambaran rencana kerja para manajer yang akan dilaksanakan dan
sebagai dasar penilaian kerjanya. Peran serta secara aktif semua level manajer
dalam penyusunan anggaran atau yang lebih dikenal dengan istilah partisipative
budgeting merupakan salah satu syarat dapat diterapkannya akuntansi
pertanggungjawaban.
3. Penggolongan biaya (cost classification). Seperti yang sudah kita pahami bahwa
tidak semua biaya yang terjadi dalam suatu bagian dapat dikendalikan oleh
manajer, maka hanya biaya yang dapat dikendalikan (controllable cost) yang harus
dipertanggungjawabkan oleh manajer. Sebaliknya, biaya yang tidak dapat
dikendalikan (uncontrollable cost) oleh manajer bukan merupakan tanggung jawab
dari manajer. Pemisahan biaya ke dalam biaya dapat dikendalikan dan biaya yang
tidak dapat dikendalikan menjadi syarat diterapkannya akuntansi
pertanggungjawaban. Biaya terkendali adalah biaya yang dapat secara langsung
dapat dikendalikan atau dipengaruhi oleh manajer dalam jangka waktu tertentu.
Sebaliknya, biaya tidak terkendali adalah biaya yang tidak dapat dikendalikan oleh
manajer sehingga biaya ini diabaikan dalam proses pertanggungjawaban manajer.
4. Sistem akuntansi (accounting system). Biaya yang terjadi diakumulasi untuk setiap
tingkatan manajer dan diberi kode (coding) sesuai dengan tingkatan manajemen
dalam struktur organisasi. Setiap tingkatan manajemen merupakan pusat biaya
(cost center) dan bertanggungjawab terhadap biaya yang terjadi di dalamnya dan
adanya pemisahan antara biaya terkendali dan biaya tidak terkendali seperti uraian
sebelumnya. Kode perkiraan atau rekening (account) diperlukan untuk
mengklasifikasikan rekening di neraca maupun laporan rugi laba.
5. Sistem pelaporan biaya (cost reporting system). Laporan pertanggungjawaban
dihasilkan secara berkala setiap bulan oleh bagian akuntansi biaya pada setiap
pusat biaya. Setiap awal bulan dibuat rekapitulasi biaya didasarkan atas total biaya
bulan lalu yang tercantum dalam kartu biaya (cost sheet). Selanjutnya, laporan
pertanggungjawaban biaya dibuat atas dasar rekapitulasi biaya tersebut Konten
laporan pertanggungjawaban disesuaikan dengan kebutuhan tingkatan manajemen
yang akan menerimanya.
Jadi kami dapat menyimpulkan secara ringkas bahwa persyaratan yang harus
dipenuhi dalam implementasi akuntansi pertanggungjawaban seperti dikemukak Mulyadi
(1983) adalah :
1. Struktur organisasi yang menggambarkan pembagian tugas, wewenang dan
tanggung jawab secara jelas dan tegas untuk setiap unit dalam struktur organisasi.
2. Penyusunan anggaran yang dilakukan oleh tiap tingkatan manajemen dalam
organisasi.
3. Adanya pemisahan biaya antara biaya terkendali dan biaya tidak terkendali.
4. Adanya klasifikasi dan kode rekening yang disesuaikan dengan tingkatan
manajemen dalam perusahaan.
5. Sistem pelaporan biaya pada setiap tingkatan perusahaan.
Dalam penerapan akuntansi pertanggungjawaban, hal yang sangat penting yang
harus diketahui terlebih dahulu adalah apa yang menjadi tujuan akuntansi
pertanggungjawaban. Robert N. Anthony dan Roger H. Hermanson (2001)
mengemukakan bahwa tujuan akuntansi pertanggungjawaban adalah membebani pusat
pertanggungjawaban dengan biaya yang dikeluarkannya. Dari sini kita dapat mengetahui
bahwa tujuan diterapkannya akuntansi pertanggungjawaban adalah melakukan evaluasi
hasil kerja suatu pusat pertanggungjawaban dalam rangka meningkatkan efisiensi dan
efektifitas operasi perusahaan di waktu yang akan datang. Selain itu, dengan akuntansi
pertanggungjawaban setiap individu dalam organisasi ikut berperan serta secara aktif
dalam mencapai sasaran perusahaan secara efektif dan efisien. Pengaruh positif lain dari
akuntansi pertanggungjawaban adalah sebagai dasar penyusunan anggaran, menilai
kinerja manajer pusat pertanggungjawaban, memotivasi manajer, dan digunakan sebagai
alat untuk memantau efektivitas program pengelolaan aktivitas.

C. PUSAT PERTANGGUNGJAWABAN
Pusat pertanggungjawaban ialah setiap unit kerja dalam organisasi yang dipimpin
oleh seorang manajer yang bertanggungjawab atas aktivitas yang dilakukan oleh unit
organisasi yang dipimpinnya. Organisasi adalah kumpulan dari beberapa pusat
pertanggungjawaban. Keseluruhan pusat pertanggungjawaban ini membentuk jenjang
hirarki dalam organisasi tersebut. Pada tingkatan yang terendah, bentuk pusat
pertanggungjawaban dapat berupa bagian, seksi, serta unit kerja lainnya, sementara pada
tingkatan yang lebih tinggi pusat pertanggungjawaban bisa diwujudkan dalam bentuk
departernen ataupun divisi. Dalam konteks ini, istilah pusat pertanggungjawaban hanya
kita terapkan untuk unit-unit kecil dalam organisasi ataupun unit-unit kerja yang terletak
pada tingkat bawah dalam lingkup organisasi tertentu. Kami paparkan disini beberapa
definisi pusat pertanggungjawaban menurut pakar atau ahli akuntansi manajemen yaitu :
1. Pusat pertanggungjawaban adalah segmen bisnis dimana manajernya bertanggung
jawab terhadap serangkaian kegiatan-kegiatan tertentu (Hansen dan Mowen, 2005).
2. A Responsibility center is an activity on collection of activities supervised by a
single Individu (Moriarty dan Allen, 1991)
Dari kedua definisi tersebut dapat berupa segmen bisnis atau aktivitas tertentu yang
dipimpin dan disupervisi Dari kedua definisi tersebut dapat dipahami bahwa pusat
pertanggungjawaban oleh pimpinan yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab
atas aktivitas atau unit yang dipimpinnya. Pusat pertanggungjawaban secara lebih luas
dan umum dapat mencakup unit organisasi seperti seksi, segmen, departemen, divisi
perusahaan atau aktivitas atau kegiatan yang dipimpin dan disupervisi oleh individu
tunggal.

Jenis-jenis Pusat Pertanggungjawaban


Pusat pertanggungjawaban pada dasarnya diciptakan untuk mencapai sasaran
tertentu. Dalam pusat pertanggungjawaban diharapkan terjadi kondisi dimana sasaran
setiap individu dalam pusat pertanggungjawaban harus selaras, serasi, dan seimbang
dalam usaha mencapai sasaran umum organisasi secara keseluruhan. Dalam
implementasi kegiatannya, setiap pusat pertanggungjawaban jelas membutuhkan
masukan yang berupa bahan baku, tenaga kerja, overhead pabrik, ataupun biaya
pendukung (supporting cost) yang akan di proses dalam pusat pertanggungjawaban untuk
menghasilkan keluaran berupa produk ataupun jasa. Ada empat tipe pusat
pertanggungjawaban yang didasarkan pada sifat pertanggungjawabannya pada biaya atau
pendapatan atau keduanya, yaitu:
1. Pusat pendapatan (revenue center)
2. Pusat biaya (cost center) Pusat laba (profit center)
3. Pusat investasi (investment center)
Berikut kami jelaskan satu per satu setiap pusat pertanggungjawaban yang dimulai
dari pusat biaya.
1. Pusat biaya (cost center)
Pusat biaya adalah pusat pertanggungjawaban yang hanya bertanggungjawab
mengendalikan semua biaya yang terjadi di dalam lingkup pusat pertanggung-
jawabannya, tanpa menghubungkan dengan pendapatan yang diterima atau
diperolehnya. Dalam konsep ini, pusat biaya tidak mengendalikan penjualan atau
aktivitas perusahaan, jadi hanya mengendalikan biaya saja. Tujuan manajer pusat
biaya ini adalah meminimalkan perbedaan antara realisasi biaya dengan
anggarannya, karena dengan inilah mereka dievaluasi kinerjanya oleh manajer
yang lebih tinggi. Pusat biaya dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a. Pusat biaya teknik. Pusat biaya teknik adalah pusat biaya yang sebagian
besar biayanya berupa biaya teknik, yaitu biaya yang masukannya
mempunya hubungan yang nyata dan erat dengan keluarannya. Contoh
pusat tenaga teknik adalah departemen produksi atau operasinal.
Dalam mengukur prestasi kerja manajer pusat biaya, biaya-biaya
yang dapat diukur biasanya telah mengadopsi biaya standar. Penilaian
efisiensi pusat biaya teknik dilakukan dengan membandingkan masukan
dengan keluarannya, artinya biaya yang sesungguhnya terjadi pada pusat
biaya ini dibandingkan dengan biaya standarnya, kemudian dihitung dan
dianalisa selisih atau penyimpangan (turiance) yang terjadi.
b. Pusat biaya kebijakan. Pusat biaya kebijakan adalah pusat biaya yang
sebagian besar biayanya berupa biaya kebijakan, yaitu biaya yang antara
masukan dan keluarannya tidak memiliki hubungan yang nyata dan erat.
Pusat biaya ini keluarannya tidak dapat diukur dengan besaran nilai uang,
disebabkan karena keluarannya itu sulit diukur secara kuantitatif atau tidak
mempunyai hubungan yang nyata dengan masukannya. Contoh pusat biaya
kebijakan adalah departemen administrasi dan umum (misalnya departemen
akuntansi, personalia, hukum, departemen penelitian dan pengembangan,
departemen pemasaran).

Semua pusat biaya menjalankan tugas yang penting untuk meningkatkan


kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dan meningkatkan penjualan secara
tidak langsung. Manajer dan karyawan dari pusat biaya tidak dimintai
pertanggungjawaban atas keputusan laba dan investasi yang dibuatnya, tetapi
mereka bertanggung jawab atas keputusan biaya yang telah mereka keluarkan.
Secara umum, manajer dari pusat biaya ini bertanggung jawab untuk: (1)
mengendalikan biaya dalam anggaran mereka; (2) melacak atau menelusuri aset
yang digunakan oleh pusat biaya; dan (3) mengelola karyawan, tugas dan
kompensasinya.
Kinerja dari manajer pusat ini dinilai dengan membandingkan biaya yang
sesungguhnya (actual expense) dengan biaya standar atau yang dianggarkan
untuk pusat biaya tersebut. Selain pembagian sebelumnya, pusat biaya juga
terbagi menjadi dua jenis utama yaitu: pusat biaya produksi dan pusat biaya jasa.
Pusat biaya produksi bertugas untuk memproduksi atau memproses produk
misalnya bagian perakitan (assembly area), sementara pusat biaya jasa
memberikan jasa kepada pusat biaya lainnya seperti departemen personalia dan
kantin. Beberapa manfaat dari pusat biaya diantaranya adalah:
1) Efisiensi pengawasan (monitoring)
Pusat biaya memungkinkan efektivitas semua aspek dalam perusahaan
karena adanya monitoring atau pengawasan secara ketat.
2) Meningkatkan kepercayaan diri karyawan
Pendelegasian wewenang kepada karyawan membuat karyawan
karyawan menjadi lebih bertanggungjawab terhadap tugas yang
dibebankan kepadanya sehingga selanjutnya dapat meningkatkan
kepercayaan diri karyawan.
3) Menghindari dan mencegah kerugian
Pusat Biaya berupaya untuk memperbarui proses agar lebih efektif
menghemat uang untuk mengurangi biaya. Pusat biaya berupaya untuk
menutupi semua biaya dengan cara meng-offset pendapatan melalui
pengurangan biaya dan perolehan pendapatan yang tidak diperkirakan
sebelumnya, sehingga dapat mencegah kerugian.
4) Meningkatkan laba
Jika satu dari pusat biaya dihapus maka dapat berdampak negatif pada
marjin laba perusahaan secara keseluruhan. Sebagai contoh, jika sebuah
departemen HR dihapus maka dapat mempengaruhi keuntungan
perusahaan.
5) Membuat manajer Menjadi lebih efisien
Manajer membandingkan data biaya dari periode waktu yang berbeda
untuk melihat apakah pusat biaya menjadi lebih menguntungkan atau
tidak. Pada umumnya orang tertentu yang bertanggung jawab atas biaya
yang dikeluarkan di bawah kekuasaannya, akan termotivasi menjadi
lebih produktif.
2. Pusat Pendapatan (Revenue Center)
Pusat pendapatan adalah pusat pertanggungjawaban yang keluarannya dapat
diukur dengan satuan nilai moneter, sedangkan masukannya tidak terukur. Contoh
pusat pendapatan adalah bagian pemasaran. Oleh karenanya prestasi manajernya
dinilai atas dasar jumlah atau nilai pendapatan pada pusat pertanggungjawaban
yang dipimpinnya. Dalam pusat pendapatan, keluaran (dalam bentuk pendapatan)
diukur dengan satuan moneter, tetapi tidak terdapat hubungan yang erat dan nyata
antara masukan (biaya) dengan pendapatan. Artinya, dalam pusat pendapatan ini,
biaya tidak menjadi ukuran evaluasi kinerja dari pusat ini. Contoh biaya yang sulit
untuk dihubungkan dengan pendapatan adalah biaya penelitian pemasaran,
pengumpulan informasi tentang iklan dan hubungan masyarakat.
Bila kita cermati pengukuran kinerja pusat pendapatan yang hanya
berdasarkan tingkat penjualan tersebut kelihatan terlalu sempit dan perlu ditambah
dengan penilaian prestasi atas dasar laba atau kontribusi laba bruto, yaitu dengan
menganalisis laba kotor dengan laba bruto yang diharapkan atau dianggarkan.
Penilaian dengan cara ini dipandang lebih baik dan menghasilkan evaluasi kinerja
yang lebih objektif.
3. Pusat Laba (Profit Center)
Pusat laba adalah pusat pertanggungjawaban dimana baik masukan (biaya
yang dikonsumsi) maupun keluarannya (pendapatan yang berhasil dicapai) dapat
diukur dengan satuan nilai moneter. Selisih antara pendapatan dengan biaya adalah
laba yang diperoleh atau rugi yang diderita. Pembentukan pusat laba memerlukan
perincian tugas, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab, serta dukungan
informasi agar manajer yang bersangkutan dapat merencanakan kegiatan-kegiatan
pada unit kerjanya dengan baik. Pusat pertanggungjawaban ini dipandang lebih
baik dibandingkan dengan pusat biaya dan pusat pendapatan.
4. Pusat Investasi (Investment Center)
Pusat Investasi adalah pusat pertanggungjawaban yang paling luas dibanding
ketiga pusat lainnya, karena manajer punya wewenang mengendalikan pendapatan
untuk memperoleh sumber daya dan barang modal yang akan dibeli. Masalah dan
biaya, baik biaya operasi maupun biaya yang timbul sehubungan dengan usaha
utama pusat investasi adalah laba yang dihasilkan dan harta yang digunakan untuk
memperoleh laba tersebut, yaitu apakah yang dihasilkan telah sebanding dengan
modal yang diinvestasikan. Manajemen pusat investasi diharapkan memperoleh
laba sebesar jumlah yang ditetapkan untuk setiap nilai rupiah yang diinvestasikan.
Prestasi pusat investasi ini diukur dengan menilai tingkat residual income maupun
tingkat return on investment (ROI).
Berikut ini adalah ringkasan jenis-jenis pusat pertanggungjawaban dan
informasi akuntansi yang digunakan untuk mengukur kinerja.
Tabel 1. Informasi akuntansi untuk mengukur kinerja pusat pertanggungjawaban
D. AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN SEBAGAI ALAT PENGENDALIAN
MANAJEMEN
Manajemen dari berbagai jenjang organisasi suatu perusahaan memerlukan
informasi keuangan untuk mengambil keputusan mengenai perusahaan atau bagiannya.
Informasi keuangan ini merupakan masukan yang penting bagi para manajer dalam
mengelola perusahaan atau bagiannya. Berbeda dengan pihak luar yang memerlukan
informasi keuangan dalam rangka mengambil keputusan bisnisnya, para manajer
memerlukan informasi keuangan sebagai dasar untuk mengambil keputusan internal
mengenai perusahaan atau bagian yang dipimpin oleh manajer yang bersangkutan.
Informasi keuangan yang dibutuhkan oleh para manajer tersebut diolah dan disajikan
melalui pemberian informasi akuntansi. Karena karakteristik keputusan yang dibuat oleh
pihak luar berbeda dengan karakteristik keputusan yang dibuat oleh para manajer, maka
hal ini berdampak terhadap karakteristik sistem pengolahan informasi akuntansi
menghasilkan informasi keuangan tersebut.
Informasi akuntansi pertanggungiawaban merupakan informasi biaya, pendapatan,
dan aktiva yang dihubungkan dengan manajer yang bertanggungjawab terhadap pusat
pertanggungjawaban tertentu. Dalam penyusunan anggaran, tiaptiap manager dalam
organisasi merencanakan biaya dan pendapatan yang menjadi tanggungjawabnya di
bawah koordinasi manajemen puncak. Implementasi anggaran tersebut memerlukan
informasi akuntansi guna memantau sampai sejauh setiap manajer melaksanakan
rencananya. Informasi akuntansi pertanggungjawaban merupakan dasar untuk
mengevaluasi kinerja manager dan sekaligus memotivasi para manager dalam
menjalankan rencana mereka yang tertuang dalam anggaran masing-masing.
Informasi akuntansi pertanggungjawaban berguna dalam pengendalian manajemen,
karena menekankan pada hubungan antara informasi dengan manajer yang
bertanggungjawab terhadap perencanaan dan pelaksanaannya. Pengendalian dapat
dilakukan dengan memberikan tanggung jawab kepada tiap-tiap manajer untuk
merencanakan pendapatan dan atau biaya, dan berusaha mengevaluasi realisasi
pendapatan dan biaya tersebut di bawah pengendaliannya dibandingkan dengan yang
sudah dianggarkan. Dengan demikian anggaran harus disusun untuk tiap-tiap pusat
pertanggungjawaban, yang dibebani tanggungjawab atas pendapatan dan biaya.
Disamping itu, dari setiap pusat pertanggungjawaban akan dibandingkan realisasi biaya
atau pendapatan dengan anggarannya untuk menentukan selisih (variance) dan anggaran.
Selanjutnya selisih ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menilai kinerja manager
tiap-tiap pusat pertanggungjawaban.
Akuntansi pertanggungjawaban sangat penting dalam proses perencanaan dan
pengendalian kegiatan suatu organisasi. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara
memberikan peran bagi manager untuk merencanakan pendapatan dan atau biaya yang
menjadi tanggungjawabnya dan kemudian menyajikan informasi realisasi pendapatan
dan biaya itu. Dengan demikian informasi yang ada melalui akuntansi
pertanggungjawaban dapat mencerminkan nilai yang dibuat oleh setiap manager dalam
menggunakan berbagai sumber ekonomi untuk melaksanakan peran manager tersebut
dalam mencapai tujuan perusahaan.
1. Anggaran
Rencana yang dinyatakan secara kuantitatif biasanya dalam satuan uang yang
berjangka waktu tertentu dan pada umumnya satu tahun. Penyusunan anggaran
pada dasarnya merupakan proses penetapan peran tiaptiap manajer dalam
melaksanakan program. Dalam proses penyusunan anggaran ditetapkan siapa yang
bertanggungjawab untuk melaksanakan sebagian kegiatan untuk pencapaian tujuan
perusahaan dan ditetapkan dana sumber ekonomi yang disediakan memungkinkan
disediakan bagi pemegang tanggungjawab tersebut untuk memungkinkan
melaksanakan tanggungjawabnya. Sumber ekonomi yang disediakan
memungkinkan manager bertangggungjawab untuk mencapai tujuan perusahaan
yang diukur dengan satuan nilai moneter. Penyusunan anggaran dilakukan hanya
jika tersedia informasi akuntansi pertanggungjawaban yang mengukur berbagai
sumber ekonomi disediakan bagi setiap manajer yang bertanggungjawab dalam
usaha mencapi tujuan yang ditetapkan dalam satu tahun anggaran.
2. Akuntansi Pertanggungjawaban sebagai Alat Ukur Kinerja Manager
Informasi akuntansi adalah salah satu informasi terpenting bagi perusahaan.
Namun informasi akuntansi bukanlah merupakan satu-satunya informasi formal
yang digunakan oleh perusahaan ini. Selain informasi akuntansi, perusahaan juga
menggunakan informasi manajemen yang bertujuan menyajikan informasi yang
berguna bagi manajer dalam proses pengambilan keputusan.
Informasi akuntansi sangat berguna bagi pihak internal maupun eksternal
perusahaan. Bagi pihak internal, informasi akuntansi sangat diperlukan untuk
mengetahui hasil kinerja setiap manager, yang disusun dalam bentuk laporan.
Sistem pelaporan pertanggungjawaban menyajikan informasi untuk pengendalian
manajemen. Pada hakikatnya, sistem pelaporan pertanggungjawaban juga dikenal
sebagai sistem akuntansi pertanggungjawaban yang terdiri dari seperangkat laporan
suatu perusahaan.
3. Pengukuran Kinerja Manager Pusat Pertanggungjawaban
Prestasi kerja atau yang biasa juga disebut kinerja adalah kontribusi yang dapat
diberikan oleh suatu bagian terhadap pencapaian tujuan perusahaan. Oleh karena
itu penilaian kinerja mengukur bagaimana kontribusi yang dapat diberikan oleh
suatu bagian bagi pencapaian tujuan perusahaan. Dalam mengevaluasi kinerja
manager pusat pertanggungjawaban, ada tiga kriteria yang digunakan, yaitu
efisiensi, efektivitas, dan ekonomis. Efisiensi adalah perbandingan antara output
yang dihasilkan dengan besarnya input yang digunakan, sementara efektivitas
adalah hubungan antara output suatu pusat pertanggungjawaban dengan sasaran
yang harus dicapai. Perbedaannya adalah, efektivitas selalu mengkaitkan dengan
tujuan organisasi sementara efisiensi dihubungkan dengan penggunaan sumber
dana organisasi seminimal mungkin. Adapun ekonomis, secara sederhana mengacu
pada perolehan sumber daya pada kemungkinan harga yang paling rendah. Dalam
kaitan dengan kriteria ekonomis, kendala kualitas (quality constraints) dan
ketepatan waktu (timeliness) tetap harus dipertimbangkan. Hubungan antara
ketiganya adalah bahwa efisiensi tidak dapat dicapai tanpa ekonomis dan
efektifitas tidak dapat dicapai tanpa efisiensi. Selanjutnya, ekonomis dan efisiensi
tidak selalu menghasilkan efektifitas. Pusat pertanggungjawaban dalam
melaksanakan operasinya harus memenuhi ketiga kriteria di atas.
Dari uraian mengenai berbagai tipe pusat pertanggungjawaban tersebut di
atas, karakteristik masukan dan keluarannya. Biaya merupakan tolok ukur prestasi
manajer pusat pertanggungjawaban diukur kinerja atau prestasinya berdasarkan
bagi manajer pusat biaya, sedangkan pendapatan merupakan tolok ukur prestasi
bagi manajer pusat pendapatan. Adapun rasio laba dengan investasi atau residual
income dipakai sebagai tolok ukur prestasi manajer pusat investasi. Perlu diingat
bahwa manajer pusat pertanggungjawaban tidak hanya diukur prestasinya dengan
menggunakan tolok ukur keuangan (financial indicators) saja, namun masih ada
tolok ukur non-keuangan (non-financial indicators) yang digunakan untuk
mengukur prestasi manajer pusat pertanggungjawaban.

E. PENGUKURAN KINERJA PUSAT INVESTASI


Beberapa alat ukur kinerja dari pusat investasi adalah ROI, laba residu dan
economic value-added. Berikut akan diterangkan masing-masing.
1. Pengembalian atas Investasi (Return on Investment)
ROI adalah ukuran kinerja yang paling lazim bagi pusat investasi. ROI
dihitung dari laba operasi bersih dibagi dengan aktiva operasi rata-rata. Semakin
tinggi pengembalian atas investasi (ROI) suatu segmen usaha, maka semakin besar
laba yang dihasilkan dari setiap dolar atau rupiah yang diinvestasikan dalam aktiva
operasi segmen tersebut. Ingat bahwa yang digunakan dalam rumus ROI adalah
laba operasi bersih, bukan laba bersih. Laba operasi bersih (net operating income)
adalah laba sebelum bunga dan pajak dan kadang-kadang disebut sebagai laba
sebelum bunga dan pajak (earnings before interest and taxes, EBIT). Laba operasi
bersih digunakan dalam rumus tersebut karena dasar perhitungan (yaitu
denominator) terdiri atas aktiva operasi. Jadi, agar tetap konsisten maka yang
digunakan sebagai pembilangnya adalah laba operasi bersih.
Aktiva operasi (operating assets) mencakup kas, piutang, persediaan, pabrik,
dan peralatan, dan aktiva-aktiva lain yang dipertahankan untuk penggunaan
produktif di dalam organisasi. Contoh aktiva yang tidak tercakup di dalam kategori
aktiva operasi (yaitu contoh aktiva nonoperasi) mencakup tanah yang
dipertahankan untuk penggunaan masa depan, investasi di perusahaan lain, atau
bangunan pabrik yang disewakan pada orang lain. Aktiva-aktiva ini tidak dimiliki
untuk keperluan operasi, sehingga dikeluarkan dari kelompok aktiva operasi. Dasar
aktiva operasi yang digunakan dalam rumus itu pada umumnya diperhitungkan
sebagai rata-rata aktiva operasi antara awal dan akhir tahun.
Kebanyakan perusahaan menggunakan nilai buku bersih (yaitu biaya akuisisi
dikurangi dengan akumulasi depresiasi) dari aktiva yang dapat didepresiasikan
untuk menghitung rata-rata aktiva operasi. Pendekatan ini memiliki kekurangan.
Nilai buku bersih aktiva akan menurun dari waktu ke waktu, sedangkan akumulasi
depresiasi meningkat. Selanjutnya denominator perhitungan ROI juga akan
menurun, sehingga ROI meningkat. Akibatnya, secara otomatis ROI juga akan
meningkat dari waktu ke waktu. Selain itu, penggantian peralatan lama yang
terdepresiasi dengan peralatan baru akan meningkatkan nilai buku aktiva yang
dapat didepresiasikan sehingga menurunkan nilai ROI. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa penggunaan nilai buku bersih dalam perhitungan rata-rata aktiva
operasi akan menghasilkan pola peningkatan ROI dari waktu ke waktu yang dapat
diprediksikan, karena akumulasi depresiasi bertambah dan menghambat
penggantian peralatan lama dengan peralatan yang baru.
Sebagai pengganti nilai buku bersih dapat digunakan biaya perolehan kotor
aktiva, yang mengabaikan akumulasi depresiasi. Biaya kotor akan tetap konstan
dari waktu ke waktu karena depresiasi diabaikan; oleh karena itu, ROI tidak
bertumbuh secara otomatis dari waktu ke waktu; dan penggantian aktiva yang
terdepresiasi dengan aktiva yang berharga cukup seimbang.
Meskipun demikian, kebanyakan perusahaan menggunakan pendekatan nilai
buku bersih untuk menghitung rata-rata aktiva operasi karena dianggap konsisten
dengan praktik pelaporan keuangan perusahaan yaitu mencatat nilai buku bersih
aktiva di neraca dan memasukan depresiasi sebagai beban operasi di laporan rugi
laba.
Pengukuran dengan ROI memberikan beberapa keunggulan di antaranya (1)
mendorong manager untuk memfokuskan pada hubungan antara penjualan, beban,
dan investasi, seperti yang diharapkan dari manager pusat investasi; (2) mendorong
manager memfokuskan pada efisiensi biaya; dan mendorong manager
memfokuskan pada efisiensi aktiva operasi. Selain mendatangkan keuntungan,
penekanan yang berlebihan pada ROI dapat menghasilkan pemikiran yang sempit.
ROI mengakibatkan perusahaan berfokus secara sempit pada profitabilitas divisi
dengan mengorbankan atau mengabaikan profitabilitas perusahaan secara
keseluruhan. ROI juga berdampak negatif karena mendorong para manager untuk
berfokus pada kepentingan jangka pendek dengan mengorbankan kepentingan
jangka panjang. Kritik terhadap ROI akan diterangkan pada subbab berikutnya
secara lebih rinci.
Untuk menggambarkan bagaimana ROI dipengaruhi oleh berbagai tindakan kan
diberikan contoh CV ANALOGI dimana manajer puncak mendelegasikan Untuk
menggambarkan bagaimana ROI dipengaruhi oleh berbagai tindakan, keputusan
operasi termasuk keputusan mengenai investasi di aktiva operasi seperti persediaan
kepada manajer operasional. Manajer ini dievaluasi terutama berdasarkan ROI
yang dihasilkan oleh usaha tersebut.
Data berikut ini menunjukkan hasil operasi untuk bulan yang terakhir:

Penjualan Rp100.000.000
Beban operasi Rp90.000.000
Laba Operasi bersih Rp10.000.000
Rata-rata aktiva operasi Rp50.000.000

Imbal hasil atas investasi (ROI) untuk bulan tersebut dihitung sebagai
berikut:

LabaOperasi Bersih Penjualan


ROI = x
Penjualan Rata−rata AktivaOperasi
Rp 10.000 .000 Rp 100.000 .000
= x
Rp 100.000 .000 Rp 50.000 .000
= 10% x 2
= 20%
Contoh Kasus: Meningkatkan Penjualan tanpa Kenaikan Aktiva operasi
Misalkan manajer mampu meningkatkan penjualan sebesar 10% tanpa adanya
kenaikan aktiva operasi. Kenaikan penjualan akan memerlukan beban operasi
tambahan, namun selama biaya tetap tidak dipengaruhi oleh kenaikan penjualan
dan manajer dapat menjalankan pengendalian biaya yang efektif, maka beban
operasi bersih akan lebih dari 10%. Misalkan kenaikan beban operasi sebesar 7,8%
dan bukan 10%. Laba operasi bersih yang baru akan menjadi sebesar
Rp12.980.000, yang merupakan kenaikan sebesar 29,8%, yang dihitung sebagai
berikut:
Penjualan (1,10 x Rp100.000.000)……………………………. $110.000
Beban operasi (1,078 × Rp90.000.000)……………………….. 97.020
Laba operasi bersih…………………………...……………. Rp12.980.000
Dalam kasus ini, ROI yang baru adalah:
LabaOperasi Bersih Penjualan
ROI = x
Penjualan Rata−rata AktivaOperasi
Rp 12.980 .000 Rp 110.000 .000
= x
Rp 110.000 .000 Rp 50.000 .000
= 11,8% x 2,2
= 25,96% (dibandingkan dengan awalnya sebesar 20%)

2. Laba Residu
Dalam rangka mengatasi kecenderungan ROI untuk menciptakan investasi
yang menguntungkan bagi perusahaan tetapi mengurangi ROI divisi, beberapa
perusahaan telah mengadopsi ukuran kinerja alternatif yang disebut laba residu
(residual income) atau dengan istilah lain nilai tambah ekonomi (economic value
added) atau disngkat EVA.
Laba residu (EVA) adalah laba operasi setelah pajak dikurangi dengan total
biaya modal tahunan. EVA yang positif menunjukkan bahwa perusahaan telah
menciptakan kekayaan bagi dirinya. Sebaliknya EVA yang positif menunjukkan
bahwa perusahaan telah menyia-nyiakan modalnya. Dalam jangka panjang, hanya
perusahaan-perusahaan yang menghasilkan modal atau kekayaan yang dapat
bertahan. Untuk menghitung biaya tertimbang rata-rata atas modal, perusahaan
harus mengidentifikasi seluruh sumber dari dana yang diinvestasikan. Sumber dana
perusahaan berasal dari pinjaman diterbitkan.
Untuk lebih mempermudah, kita buat dalam bentuk formula untuk ketiga
yang pengukuran ini seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.
Table 2. Formula Ukuran Kinerja Pusat Investasi

Keterangan Formula
ROI (1) LabaOperasi
( Aktiva Operasi Rata−rata )

yakni
Aktiva operasi rata-rata dihitung dari

nilai buku bersih awal +nilai buku akhir


( 2
)
ROI (2) (Margin x Perputaran)

dirinci menjadi :
LabaOperasi Penjualan
( Penjualan ) x ( Aktiva Operasi )

atau lebih ringkas, dirumuskan dengan :


Laba Operasi
( Aktiva Operasi )
Laba Residu (EVA) Laba operasi setelah pajak – (Biaya tertimbang
rata-rata atas Modal x total modal (terpakai))

F. KALKULASI BIAYA VARIABEL DAN BIAYA ABSORPSI


Ada dua metode perhitungan laba, yaitu berdasarkan kalkulasi biaya variabel
(variable cosing) dan berdasarkan kalkulasi biaya penyerapan penuh (full absorption
costing). Kedua metode tersebut merupakan metode kalkulasi biaya, yang digunakan
untuk menentukan biaya produk. Konsep yang perlu dicatat adalah biaya produk
(product cost) dicatat dan diinvestasikan, sedangkan biaya periode (period cost)
dibebankan pada saat biaya itu dikeluarkan. Letak perbedaan signifikan antara kedua
metode tersebut adalah bagaimana perlakuannya terhadap biaya overhead pabrik
(overhead cost).
1. Kalkulasi biaya variabel (variabel costing)
Dalam sistem kalkulasi biaya ini, hanya biaya manufaktur variabel yang
dibebankan ke produk. Biaya manufaktur variabel meliputi biaya bahan langsung,
tenaga kerja langsung, dan overhead variabel. Sebaliknya, biaya overhead tetap
pada periode tertentu dipandang sebagai beban periode berjalan (period
costlexpense), yang ditandingkan secara total terhadap pendapatan periode
tersebut, dan tidak dimasukkan ke dalam penentuan biaya produk (cost of product).
Hal ini karena overhead tetap merupakan biaya untuk memanfaatkan kapasitas
yang ada, atau selalu ada dalam bisnis, bukan sebagai komponen yang membentuk
produk. Selain biaya overhead tetap, biaya administrasi dan pemasaran (variabel
dan tetap) juga diperlakukan sebagai beban periode berjalan (period cost/expense).
Kalkulasi biaya variabel mampu memberikan informasi biaya yang penting untuk
pengambilan keputusan (decision making) dan pengendalian (control). Selain itu,
kalkulasi biaya variabel juga merupakan alat manajerial yang bermanfaat. Hal ini
akan dibahas dalam pengambilan keputusaan taktis yang melibatkan sistem
kalkulasi biaya variabel.
2. Kalkulasi biaya absorpsi (absorption costing).
Dalam kalkulasi biaya ini, biaya manufaktur dibebankan seluruhnya ke
produk, yang meliputi biaya bahan langsung (direct material), tenaga kerja
langsung (direct labor), overhead variabel (variable overhead) dan overhead tetap
(fixed overhead). Selain biaya produksi seperti biaya administrasi dan penjualan
(variabel dan tetap) diperlakukan sebagai beban periode berjalan (period cost!
Expenses). Menurut kalkulasi biaya absorpsi, penggunaan overhead tetap telah
ditentukan (dianggarkan) sebelumnya oleh perusahaan dan pembebanan overhead
tetap (applied overhead) ke produk ketika produk tersebut terjual. Oleh karena itu,
penting bagi perusahaan untuk mempunyai daftar inventaris dari biaya overhead
tetap. Bila kalkulasi biaya variabel sering digunakan untuk pengambilan keputusan
manajerial, kalkulasi biaya penyerapan penuh dipersyaratkan atau diwajibkan
untuk pelaporan keuangan eksternal (exter financial reporting) dan pelaporan pajak
penghasilan (income tax reporting).
Berikut ini akan dijelaskan klasifikasi biaya sebagai biaya produk ataukah biaya
periode menurut perhitungan biaya variabel dan absopsi.
Tabel 3. Klasifikasi biaya menurut variable costing dan absorption costing

Kedua metode di atas dapat memengaruhi penilaian persediaan dan penetapan laba.
Metode kalkulasi biaya produk yang berbeda akan memengaruhi nilai barang yang
tersimpan dalam persediaan. Biaya produk per unit merupakan dasar bagi perhitungan
harga pokok penjualan, maka metode kalkulasi variabel dan absorpsi dapat menghasilkan
nilai laba bersih yang berbeda. Namun, kedua metode tersebut memperlakukan biaya
overhead tetap dalam cara yang sama, yaitu mencatatnya sebagai beban. Sebagai contoh,
untuk menunjukkan secara jelas cara penilaian persedian dan laporan laba rugi menurut
biaya variabel dan absorpsi, berikut ini akan kita berikan contoh data yang berkaitan
dengan produksi dari CV. KOSTING.
Tabel 4. Data Produksi CV KOSTING bulan Agustus 2014

Berdasarkan data produksi tersebut, bagian akuntan biaya perusahaan melakukan


perhitungan dan perbandingan biaya berdasarkan kalkulasi biaya variabel dan biaya
absorpsi.
a. Berikut adalah perhitungan biaya per unit:

Tabel 5. Laporan Perhitungan per unit CV KOSTING bulan Agustus 2014

Kalkulasi biaya variabel hanya membebankan biaya produksi variabel saja


(bahan langsung, tenaga kerja langsung dan overhead variabel) dan mengeluarkan
biaya Overhead tetap dari biaya produk maka dari tabel 5 di atas dapat diketahui
bahwa biaya per unit produk adalah sebesar Rp9.000. Adapun menurut kalkulasi
biaya absorpsi yang membebankan semua biaya manufaktur (bahan langsung.
Tenaga kerja langsung, overhead variabel dan overhead tetap) maka biaya per
unit produk adalah sebesar Rp13.000 dengan persediaan akhir sejumlah 1.000 unit,
yang didapat dari selisih antara unit yang diproduksi (6.000 unit) dengan unit yang
dijual (5.000 unit). Nilai persediaan akhir menurut kalkulasi biaya variabel sebesar
Rp9.000.000 (Rp9.000x1000) dan nilai persediaan akhir menurut kalkulasi biaya
absorpsi sebesar Rp13.000.000 (13×1000).
b. Dan laporan laba rugi untuk kedua sistem kalkulasi biaya ditunjukkan dalam tabel
berikut ini:

Tabel 6. Laporan Laba Rugi Menurut Kalkulasi Biaya Variabel – CV KOSTING

Tabel 7. Laporan Laba Rugi Menurut Kalkulasi Biaya Penuh – CV KOSTING


Dari Tabel 6 dan Tabel 7 dapat diketahui bahwa angka laba bersih dari kedua
sistem kalkulasi menunjukkan hasil yang berbeda. Laba bersih berdasarkan metode
kalkulasi biaya penuh menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan laba
bersih pada kalkulasi biaya variabel. Laba bersih pada kalkulasi biaya penuh sebesar
Rp16.000.000, sementara berdasarkan kalkulasi biaya variabel hanya sebesar
Rp2.000.000. Hal ini disebabkan kalkulasi biaya variabel membebankan biaya
overhead tetap sebagai beban periode berjalan, sementara kalkulasi biaya variabel
memperlakukan biaya overhead pabrik sebagai biaya produk. Perbedaan perlakuan
terhadap biaya overhead pabrik tetap inilah yang mengakibatkan angka laba bersih pada
kalkulasi biaya variabel lebih rendah dibandingkan dengan pada kalkulasi biaya
absorpsi penuh.

G. KALKULASI BIAYA VARIABEL UNTUK PERENCANAAN DAN


PENGENDALIAN
Pemahaman terhadap perilaku biaya adalah penting bagi pencapaian hasil. Biaya
tetap seperti yang sudah kita pahami tidak berubah apabila tingkat penjualan berubah.
Dengan memahami perbedaan antara biaya tetap dan biaya variabel kita dapat
melakukan penilaian atau pengukuran biaya secara akurat pada berbagai volume
penjualan yang mungkin. Setelah manajemen memilih satu tingkat penjualan dan
produksi yang diharapkan untuk tahun berikutnya, biaya produksi yang akan terjadi bisa
ditentukan.
Rencana keuangan nantinya akan terdiri dari tingkat aktivitas yang diharapkan dan biaya
terkait yang diperkirakan.
Rencana ini dapat digunakan untuk memonitor kinerja aktual. Sebagai contoh,
rencana keuangan mengharapkan tingkat produksi 12.000 unit selama satu tahun dan
biaya utilitis yang direncanakan untuk setiap tahun tersebut adalah Rp18.000.000. Pada
akhir bulan pertama, perusahaan memproduksi 3.000 unit dan membelanjakan
Rp4.500.000 untuk utilitas. Apakah biaya utilitas yang terjadi sesuai dengan yang
direncanakan?
Menurut pendekatan kalkulasi biaya absorpsi, rencana biaya utilitas untuk setiap
unit yang diproduksi = Rp1.500. Maka untuk 3.000 unit, biaya utilitasnya sebesar
Rp4.500.000 (3000 unit Rp1.500) dan biaya aktual sebesar Rp4.500.000. Kalkulasi biaya
ini mengabaikan perilaku biaya karena semua biaya dianggap bersifat variabel.
Kenyataan menunjukkan bahwa biaya utilitas terdiri dari biaya tetap Rp1.000.000 per
bulan ditambah Rp500 per kilowatt jam listrik. Apabila dibutuhkan 1 kilowatt jam untuk
memproduksi satu unit output, maka biaya untuk 3.000 unit dalam satu bulan dengan
memperhitungkan biaya tetap dan variabel maka nilainya sebesar Rp2.500.000. Angka
ini dihitung dari biaya tetap sebesar Rp1.000.000 ditambah dengan biaya variabel
sebesar Rp1.500.000 (Rp500 x 3.000 unit). Berdasarkan perhitungan ini, perusahaan
seharusnya mengeluarkan biaya utilitas sebesar Rp2.500.000 untuk memproduksi 3.000
unit, tetapi mereka mengeluarkan Rp4.500.000. Oleh karena itu rencana tidak berjalan
seperti yang diharapkan. Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa kalkulasi biaya
variabel lebih unggul atau lebih baik daripada kalkulasi biaya absorpsi untuk keperluan
internal.

H. HUBUNGAN ANTARA PRODUKSI, PENJUALAN DAN LABA


Hubungan antara laba menurut kalkulasi biaya variabel dengan laba menurut biaya
absorpsi berubah ketika hubungan antara produksi dan penjualan berubah. Jika penjualan
lebih banyak daripada unit yang diproduksi, berarti bahwa persediaan habis terjual.
Dalam kondisi ini, laba menurut kalkulasi biaya variabel lebih tinggi daripada laba
menurut kalkulasi biaya absorbsi, karena sejumlah overhead tetap, mengalir keluar dari
persediaan awal. Selain itu unit-unit yang diproduksi dan dijual mengandung overhead
tetap berjalan.
Hubungan antara produksi, penjualan dan laba dapat digambarkan:

Laporan laba rugi menurut kalkulasi biaya variabel memisahkan beban menurut
perilaku biaya. Biaya-biaya seperti beban manufaktur, pemasaran dan administrasi
variabel dikurangkan dari penjualan untuk mendapatkan marjin kontribusi. Selanjutnya
semua beban tetap dikurangkan dari marjin kontribusi untuk mendapatkan laba bersih.
Adapun dalam laporan laba rugi menurut kalkulasi biaya absorpsi, beban
dipisahkan menurut fungsi. Harga pokok penjualan (semua biaya produksi dari produk
yang terjual) dikurangkan dari penjualan untuk mendapatkan laba kotor (marjin kotor).
Selanjutnya, beban pemasaran dan administrasi dikurangkan dari laba kotor untuk
mendapatkan laba bersih.
Kunci untuk menjelaskan perbedaan dari kedua laba tersebut adalah analisis
terhadap overhead tetap. Apabila jumlah yang diproduksi berbeda dengan jumlah yang
dijual, overhead tetap akan mengalir ke luar dan ke dalam persediaan. Apabila jumlah
overhead dalam persediaan meningkat, maka laba menurut biaya absorpsi lebih besar
dari biaya variabel dengan menghitung kenaikan bersih. Sebaliknya, apabila persediaan
tetap atau berkurang, maka laba menurut kalkulasi biaya variabel lebih besar dari

kalkulasi biaya absorpsi. Selisih antara laba bersih menurut kalkulasi biaya absorbsi dan
kalkulasi biaya variabel dapat dinyatakan sebagai berikut:

I. PELAPORAN SEGMEN
Pelaporan segmen adalah laporan kontribusi laba dari berbagai aktivitas atau unit-
unit lain di organisasi tertentu. Untuk mengevaluasi berbagai aktivitas yang berbeda di
perusahaan tertentu, manajer membutuhkan ikhtisar informasi pada laporan laba rugi. Di
perusahaan yang mempunyai berbagai divisi yang beroperasi di berbagai pasar yang
berbeda, manajer ingin mengetahui bagaimana profitabilitas tiap-tiap divisinya. Salah
satu alasan mengapa manajer ingin mengetahui profitabilitas berbagai segmen di
perusahaannya adalah agar manajer bisa mengevaluasi dan membuat keputusan yang
berkelanjutan di setiap segmen.
1. Pelaporan Segmen: Dasar Kalkulasi Biaya Variabel
Laporan laba rugi segmen menggunakan sistem kalkulasi biaya variabel yang
mempunyai keunggulan dibandingkan dengan sistem kalkulasi biaya absorpsi
seperti yang sudah kita bahas. Beban tetap dapat dikategorikan menjadi beban tetap
langsung dan beban tetap umum. Bagian yang tetap dari biaya ini terbagi menjadi
biaya yang dapat dikendalikan (controllable cost) dan biaya yang tak dapat
dikendalikan (uncontrollable cost). Pengetahuan tentang perilaku biaya ini
bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan manajer untuk mengevaluasi setiap
kontribusi segmen terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan. Berikut
penjelasan mengenai beban tetap langsung dan beban tetap umum.
- Beban tetap langsung (direct fixed expenses) adalah beban tetap yang secara
langsung dapat ditelusuri ke salah satu segmen tertentu. Beban ini kadang-
kadang disebut beban tetap yang dapat dihindari atau ditelusuri karena beban
ini akan hilang apabila segman ditutup atau dihapus.
- Beban tetap umum (commen fixed expense) adalah beban tetap yang
digunakan secara bersama-sama oleh dua atau lebih segmen. Beban ini sering
muncul apabila salah satu segman ditutup atau dilepas.
- Kontribusi laba setiap segmen setelah penutupan biaya tetap umum
perusahaan disebut margin segmen.
Setiap segmen harus mampu menutup minimalnya biaya variabel dan biaya
tetap langsung, Laba segmen yang negatif dapat mengurangi total laba perusahaan
sehingga menimbulkan pertimbangan untuk menghapus segmen tersebut. Dengan
mengabaikan setiap pengaruh yang dimiliki suatu segmen terhadap penjualan
segmen lainnya, marjin segmen dapat mengukur perubahan laba perusahaan yang
mungkin terjadi bila segmen dieliminasi. Berikut akan diberikan contoh laporan
laba rugi segmen A dan segmen B.
Tabel 8. Laporan Laba Rugi Segmen A dan Segmen B

Untuk lebih mempermudah aplikasi pelaporan segmen, kita akan berikan


contoh disini. Audiomatronics memproduksi dua produk, yaitu alat pemutar MP3
dan pemutar DVD. Audiomatronics menyediakan informasi berikut ini untuk tahun
depan:

Selain informasi di atas, beberapa informasi lainnya ditunjukkan sebagai


berikut:

- Komisi penjualan 5% dari penjualan.


- Beban penjualan dan administrasi tetap langsung diperkirakan untuk produk
MP3 sebesar $10.000, sementara produk DVD sebesar $20.000.
- Overhead tetap umum untuk pabrik diperkirakan sebesar $100.000. Beban
penjualan & administrasi umum diperkirakan sebesar $20.000.
Pada Tabel 6.9 ditunjukkan bahwa segmen produk MP3 mempunyai marjin
segmen sebesar $140.000, yang lebih tinggi dibandingkan dengan marjin segmen
produk DVD yang sebesar $90.500. Kedua marjin segmen tersebut berkontribusi
terhadap laba perusahaan secara keseluruhan. Dari tabel tersebut, perlu dicatat pula
bahwa beban tetap langsung dapat ditelusuri ke tiap-tiap segmen sehingga dapat
dibebankan ke tiap-tiap segmen tersebut. Adapun beban tetap umum tidak dapat
ditelusuri ke tiap-tiap segmen, tetapi dilaporkan secara langsung mengurangi laba
bersih perusahaan. Untuk lebih jelasnya ditunjukkan dalam Tabel 6.9.

Tabel 9. Laporan Segmen-Variabel Coasting

2. Pelaporan Segmen: Pendekatan ABC


Sistem ABC (Activity-based Costing) sebagaimana telah diuraikan di Bab 5
sebelumnya dapat diterapkan pada pelaporan segmen. Dalam sistem biaya ini,
terdapat keterkaitan yang sangat kuat dengan biaya aktivitas tingkat unit (unit level
activity), biaya aktivitas tingkat kelompok produk (batch level activity), biaya
aktivitas tingkat produk (product level activity) dan biaya aktivitas tingkat fasilitas
(facility level activity) sehingga memberikan penilaian yang lebih akurat terhadap
laba yang dihasilkan dari berbagai macam produk. Misalkan bahwa overhead tetap
umum mencakup biaya penanganan bahan dan pemeliharaan, sedangkan overhead
tetap langsung mencakup persiapan. Untuk itu, kita dapat mengungkapkan bahwa
terdapat 3 (tiga) jenis aktivitas yaitu:
1) Aktivitas Penanganan bahan
2) Aktivitas Pemeliharaan
3) Aktivitas Persiapan
Aktivitas penanganan bahan adalah aktivitas bernilai tambah. Aktivitas
persiapan meskipun bernilai tambah, tetapi masih dapat dilakukan dengan cara y
lebih efisien artinya biaya dari aktivitas persiapan mencakup biaya bernilai tambah
dan biaya tidak bernilai tambah. Efisiensi dapat dilakukan dengan menurunkan
biaya persiapan yang tidak bernilai tambah. Setiap penggunaan pada kedua
aktivitas (penanganan bahan dan persiapan) akan berpengaruh pada laba.

Anda mungkin juga menyukai