Anda di halaman 1dari 9

KELUARGA SEBAGAI GARDA UTAMA PENDIDIKAN DEMOKRASI

YANG BERADAB

Oleh:

Nama :

NIM :

Kelas :

UNIVERSITAS TERBUKA

TAHUN
A. PENDAULUAN
Keluarga adalah lingkungan pertama di mana anak-anak belajar
tentang norma, nilai, dan perilaku yang menjadi dasar demokrasi. Di sini,
anak-anak pertama kali belajar tentang keadilan, kesetaraan, dan
pentingnya berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Keluarga
yang memupuk dialog terbuka, menghargai pendapat setiap anggota, dan
menanamkan rasa tanggung jawab sosial, cenderung menghasilkan
individu yang menghargai nilai-nilai demokratis.
Pendidikan demokrasi yang berawal dari rumah akan
mempengaruhi bagaimana anak-anak tumbuh menjadi warga negara yang
aktif. Keluarga yang mengedepankan dialog, menghargai perbedaan, dan
mengajarkan tentang kebebasan berpendapat, secara tidak langsung
mempersiapkan generasi masa depan untuk menjadi bagian dari demokrasi
yang beradab dan inklusif.
Di Indonesia, tantangan untuk membangun demokrasi yang
beradab sangat besar. Keluarga Indonesia, dengan keragaman budaya dan
latar belakangnya, memegang peranan penting dalam upaya ini.
Pembentukan nilai-nilai demokratis harus dimulai dari tingkat keluarga,
sebelum meluas ke masyarakat dan negara. Karakter individu yang
mendukung demokrasi, seperti kejujuran, empati, dan integritas, seringkali
dibentuk dalam lingkungan keluarga. Keluarga yang menerapkan prinsip-
prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya membentuk karakter
anggotanya tetapi juga secara tidak langsung berkontribusi pada
pembangunan demokrasi yang beradab.
Peran keluarga dalam membentuk karakter ini penting karena
demokrasi yang beradab membutuhkan lebih dari sekedar sistem yang
baik; ia membutuhkan warga negara dengan karakter yang kuat dan
berkomitmen pada nilai-nilai demokratis.
B. KAJIAN PUSTAKA
1. Keluarga sebagai Locus Demokrasi
Dari perspektif psikologi perkembangan, internalisasi ide-ide
demokrasi kepada seseorang terjadi melalui beberapa tempat: keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Dari tempat-tempat tersebut, ada semacam
konsensus umum bahwa keluarga adalah agen sosialisasi utama.
Alasannya, di dalam keluarga, setiap orang merasakan pengalaman
eksistensial, pengalaman bahagia, cinta, kepedulian, dan perhatian.
Seorang pribadi bahagia di dalam keluarga, menurut Tolstoy, akan
bertumbuh menjadi seorang warga negara yang baik. Sebaliknya, orang
yang tidak bahagia di rumah, berada dalam lingkungan keluarga buruk
dan tertekan, akan memicu persoalan dan instabilitas sosial bernegara.
Menurut Wardle, di dalam keluarga pertama kali bibit-bibit
(seedbed) demokrasi mulai bertumbuh. Tempat seseorang mengenal diri,
ruang belajar bersikap baik terhadap sesama, dan kebiasaan untuk
melakukan pendekatan dalam mengatasi masalah. Keluarga adalah
rumah demokrasi, di mana anak belajar pertama kali tentang kerja
sama, komitmen, pentingnya berbagi, pengorbanan, dan kesetiaan.
Keluarga seperti sebuah pemerintahan kecil yang mengatur diri sendiri
(self- governance). Orang tua dianggap sebagai pendidik demokrasi yang
mengajarkan anggotanya cara beradaptasi terhadap kekurangan, perasaan
peduli terhadap sesama, menjadi bahagia, kebebasan cinta, taat terhadap
kewajiban, dan belajar menjadi warga negara yang kritis, serta memiliki
keterampilan sosial dalam semangat kerja sama dan saling menghormati.
Bangsa dan negara tidak lain daripada ruang ekspresi dan manifestasi
potensi demokrasi dari dalam keluarga. Itulah sebabnya, Ringen
menegaskan bahwa keluarga “institusi politik” (political institution).

2. Pentingnya Demokrasi di Keluarga


Bukan hanya di kehidupan bermasyarakat secara luas, demokrasi
juga penting diterapkan dalam kehidupan keluarga. Dalam negara yang
menganut sistem politik demokrasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan
rakyat. Sedangkan dalam keluarga yang demokratis, musyawarah dan
mufakat untuk mencapai keputusan bersama harus diutamakan
dibandingkan pendapat individu. Di Indonesia, para pembuat kebijakan
memperhatikan seluruh aspirasi rakyat yang berkembang. Di keluarga,
orang tua yang memutuskan kesimpulan dan hasil diskusi juga harus
memperhatikan pendapat anggota keluarga lain. nIni dilakukan agar
keputusan yang diambil sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan
bersama, bukan hanya menguntungkan salah satu individu. Itulah alasan
mengapa seharusnya semua anak berhak menyampaikan apa yang mereka
inginkan dan butuhkan kepada orang tuanya.

3. Prinsip-Prinsip Etis Demokrasi dalam Keluarga


Demokrasi yang hendak dihidupkan dalam keluarga adalah
analogisasi dari anutan demokrasi di negara kita. Karena itu, visi, misi,
etika, relasi, dan peraturan yang terdapat dalam sistem negara demokratis
terdapat dalam keluarga. Pun sebaliknya, konteks demokrasi negara perlu
belajar dari praktik demokrasi dalam keluarga. Seperti halnya demokrasi
bernegara, dalam demokrasi keluarga, hubungan antar individu didasarkan
pada faktor keintiman (chemistry). Dasar dari keintiman adalah cinta
kasih. Cinta diiringi rasa percaya dan saling percaya (active trust).
Kepercayaan dan keintiman memberi ruang terbuka bagi dialog dan
komunikasi. Menurut Giddens, komunikasi dalam demokrasi keluarga
tidak akan berjalan tanpa kepercayaan. Dialog dan komunikasi akan
efektif jika diikuti rasa hormat dan kesetaraan. Dialog terbuka dan setara
merupakan ciri utama demokrasi. Itulah sebabnya Giddens
mengutarakan bahwa demokrasi keluarga justru hancur ketika sifat-
sifat dari sistem otoritarianisme seperti kekerasan dan kekuasaan masih
dipertontonkan pada hubungan setiap anggota keluarga. Prinsip-prinsip
demokrasi publik harus sama kuat dengan demokrasi keluarga jika prinsip-
prinsip etis demokrasi di atas dihayati dalam kehidupan sehari-hari di
dalam interaksi keluarga. Demokrasi menentang praktik-praktik ikatan
primordial.
Di dalam keluarga tradisional yang bersifat aristokrat-patriarkis,
sang ayah dan kaum laki-laki menganggap diri raja di istana keluarganya,
sehingga produk-produk hukum lahir dari imajinasi sepihaknya untuk
menguntungkan dirinya sendiri. Sementara, di dalam keluarga modern
demokratis, keluarga dibangun di atas etika kesetaraan, keterbukaan,
kebebasan, dan persaudaraan. Agar bertumbuhnya etika demokrasi,
pasangan keluarga perlu melakukan otokritik terhadap pola, praktik dan
komitmen kebersamaan.. Kebersamaan berarti bersama-bersaudara
(menunjukkan kekitaan, atau pada satu pihak yang sama), atau bersama-
sama berbuat sesuatu (bekerja sama). Kebersamaan mensyaratkan
kesadaran ‘saling tergantung’ dalam rangka optimasi, peluang dan sinergi
yang bermanfaat bagi mitra yang bersatu guna mencapai visi-misi bersama
melalui organisasi keluarga yang dibentuk. Optimasi, peluang, sinergi
hanya bisa dicapai bila kata ‘sama’ pada kata ‘bersama’ dikaitkan dengan
aspek kemitraan yang ‘setara’ antarpihak yang akan bersepakat untuk
bersatu. Bila kesepakatan ini tidak dibuat, bandul kekuasaan otoritarian
dapat berputar kembali dan lonceng maut perpecahan keluarga menunggu
kesempatan berdentang

C. PEMBAHASAN
Secara umum, Demokrasi bukan hanya tentang pemilihan umum
atau struktur pemerintahan. Ini adalah fondasi masyarakat yang sehat dan
beradab. Peran keluarga dalam membentuk individu yang peduli pada
demokrasi tidak boleh diabaikan. Keluarga adalah laboratorium pertama di
mana nilai-nilai, etika, dan pemahaman tentang hak dan kewajiban
dimulai. Dalam membangun demokrasi yang beradab, peran keluarga
memiliki dampak yang mendalam. Pentingnya demokrasi tak terbantahkan
dalam sebuah masyarakat. Namun, mewujudkan demokrasi yang beradab
memerlukan lebih dari sekadar struktur politik. Hal ini memerlukan
individu yang terdidik secara politik, peduli terhadap masyarakat, dan
memiliki kesadaran akan pentingnya partisipasi, Inilah mengapa keluarga
memiliki peran yang vital.
Keluarga merupakan lingkungan pertama di mana individu
mengenal nilai-nilai dan norma-norma, sehingga peran keluarga dalam
membentuk karakter individu yang mendukung demokrasi sangatlah
penting. Keluarga adalah tempat di mana anak-anak pertama kali belajar
tentang persamaan, keadilan, tanggung jawab, dan hak asasi manusia.
Ketika keluarga mampu menerapkan dan mempraktikkan nilai-nilai ini,
mereka menciptakan fondasi yang kuat bagi demokrasi yang beradab.
Peran keluarga dalam konteks demokrasi seringkali tidak mendapat
sorotan yang cukup. Namun, keluarga memiliki pengaruh besar dalam
membentuk pandangan dan perilaku anggotanya terhadap demokrasi dan
kehidupan berpolitik.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh para ahli di bidang
psikologi dan sosiologi, anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan
keluarga yang mendukung, terbuka terhadap diskusi, dan memberikan
contoh positif tentang keterlibatan politik, cenderung menjadi individu
yang lebih terlibat dalam kehidupan demokratis. Studi-studi kasus juga
menunjukkan bahwa ketika orang tua mendorong anak-anak untuk terlibat
dalam pemilihan umum sekolah atau mengizinkan mereka untuk memiliki
pendapat dan berdiskusi tentang isu-isu sosial dan politik, anak-anak
tersebut cenderung tumbuh menjadi warga yang peduli dan bertanggung
jawab terhadap masyarakat mereka.
Dalam ranah ini, keluarga tidak hanya dianggap sebagai unit
terkecil dalam struktur sosial, tetapi juga sebagai sekolah pertama bagi
warga muda untuk memahami, menghargai, dan mempraktikkan prinsip-
prinsip demokrasi. Pendidikan demokrasi, pengelolaan konflik,
penghargaan terhadap keberagaman, dan partisipasi aktif semua anggota
keluarga adalah aspek-aspek kunci yang akan diulas untuk menyusun
gambaran lengkap mengenai peran keluarga dalam membangun demokrasi
yang kokoh. Karakter individu yang mendukung demokrasi, seperti
kejujuran, empati, dan integritas, seringkali dibentuk dalam lingkungan
keluarga Keluarga yang menerapkan prinsip-prinsip ini dalam kehidupan
sehari-hari tidak hanya membentuk karakter anggotanya tetapi juga secara
tidak langsung berkontribusi pada pembangunan demokrasi yang beradab.

D. PENUTUP
Kesimpulan
Peran keluarga dalam membangun demokrasi yang beradab tak
terbantahkan. Nilai-nilai yang ditanamkan di dalam lingkungan keluarga
membentuk individu yang menjadi tulang punggung dari masyarakat yang
demokratis. Dalam memastikan keberlanjutan demokrasi yang sehat,
pendidikan politik dan nilai-nilai yang diwariskan oleh keluarga memiliki
peran yang tidak dapat digantikan. Karakter individu yang mendukung
demokrasi, seperti kejujuran, empati, dan integritas, seringkali dibentuk
dalam lingkungan keluarga. Dari situ, mereka mempelajari konsep
kompromi, negosiasi, dan pentingnya mendengarkan pandangan orang
lain, yang semua merupakan keterampilan penting dalam praktik
demokrasi yang sehat. Keluarga yang menerapkan prinsip-prinsip ini
dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya membentuk karakter anggotanya
tetapi juga secara tidak langsung berkontribusi pada pembangunan
demokrasi yang beradab. keluarga memiliki dampak yang mendalam
dalam membentuk individu dan kontribusi yang signifikan dalam
membangun fondasi demokrasi yang kuat.

Saran
Dari uraian diatas dapat disarankan keluarga dapat menjadi wadah
yang kuat untuk membangun fondasi demokrasi yang beradab. Hal ini
tidak hanya menciptakan hubungan yang sehat di dalam keluarga, tetapi
juga berkontribusi pada pembentukan individu yang peduli pada nilai-nilai
demokrasi dalam konteks masyarakat lebih luas. Dengan lebih Wujudkan
solidaritas dalam keluarga dengan menciptakan rasa saling
ketergantungan. Ini dapat dicapai melalui kerjasama, dukungan, dan
penghargaan terhadap peran masing-masing. Anak-anak perlu diberi
pemahaman tentang hak dan kewajiban mereka sebagai anggota keluarga.
Ini membantu mereka memahami arti tanggung jawab dalam konteks
demokrasi keluarga. Tekankan pada pentingnya tanggung jawab dan
keterlibatan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap anggota keluarga
memiliki peran aktif dalam membangun suasana demokratis.
DAFTAR PUSTAKA

Alfita, L., Fadillah, R., & Barus, M. I. (2019). Pola Asuh Demokrasi dan Nilai-
Nilai Agama Dalam Keluarga di Lingkungan Beragam Agama Desa Suka
Julu Dusun III Jumpa. Pelita Masyarakat, 1(1), 30-38.

Anwar, R. N. (2021). Penanaman Nilai-Nilai Islam Moderat Pada Anak Usia Dini
Dalam Keluarga Sebagai Upaya Menangkal Radikalisme. Al Fitrah:
Journal Of Early Childhood Islamic Education, 4(2), 155-163.

Edu, A. L., & Nelwan, R. A. (2021). Demokrasi dalam Keluarga di Ruang


Komunikasi Digital Masa Kini. SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-
i, 8(3), 699-710.

https://www.teknospesial.com/2023/11/peran-keluarga-dalam-membangun-
demokrasi-yang-beradap.html

Rahmawati, R., & Gazali, M. (2018). Pola komunikasi dalam keluarga. Al-
Munzir, 11(2), 327-245.

Sukiyani, F. (2014). Pendidikan karakter dalam lingkungan keluarga. SOCIA:


Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, 11(1).

Anda mungkin juga menyukai