Anda di halaman 1dari 8

Konseling Pranikah dan Konseling Nikah (Mentoring)

Daniel Budiantoro dan Willyanto Halim

Abstrak

Penelitian ini menjelaskan secara deskriptif tentang konseling pranikah dan konseling nikah (mentoring)
yang dilakukan setelah pernikahan. Penulis melakukan penelitian ini dengan menggunakan sumber-
sumber penelitian dan juga pustaka yang berhubungan dengan topik dimaksud. Hasilnya menunjukkan
bahwa konseling pranikah sangat penting untuk diadakan oleh gereja. Konseling nikah ternyata juga
tidak kalah penting untuk diadakan dan dikembangkan oleh gereja. Konseling pranikah dan konseling
nikah akan banyak membantu pasangan suami-istri dan keluarga dalam mencapai tujuan Allah melalui
adanya pernikahan.

Kata kunci: konseling, konseling pranikah, konseling nikah, mentoring.

Kamus psikologi daring1 mendefinisikankan konseling pranikah sebagai


“konseling yang diberikan oleh terapis perkawinan dan anggota klerus untuk membantu
pasangan mempersiapkan pernikahan.” Stahmann (2002) 2 mendefinisikan konseling
pranikah sebagai “proses yang dirancang untuk meningkatkan dan memperkaya
hubungan pranikah yang mengarah ke perkawinan yang lebih memuaskan dan stabil
untuk mencegah perceraian.” Konseling pranikah bertujuan untuk membantu pasangan
yang ingin menikah untuk memeriksa masalah-masalah yang belum terselesaikan di
antara mereka, memperjelas nilai-nilai pribadi masing-masing, dan menyampaikan
harapan yang ingin dicapai dalam hubungan pasangan demi meningkatkan peluang
untuk sukses dalam hidup pernikahan. Melalui konseling pranikah, pasangan didorong
untuk meningkatkan kualitas komunikasi mereka dan memanfaatkan kekuatan
hubungan mereka demi meningkatkan kepuasan hubungan. Gereja-gereja biasanya
mengharuskan pasangan untuk menjalani konseling pranikah sebelum pernikahan. Di
Amerika, gereja-gereja bahkan membuat Community Marriage Policy yang
mempersyaratkan pasangan harus menunggu selama empat bulan untuk mengikuti
konseling pranikah.3

1
Konseling Pranikah atau Premarital Counseling. (n.d.). di glosarium daring Alleydog.com's. Diambil dari:
https://www.alleydog.com/glossary/definition-cit.php?term=Premarital+Counseling pada 29 April 2020,
pukul 17.19 WIB.
2
Stahmann, Robert. (2002). Premarital counselling: A focus for family therapy. Journal of Family
Therapy. 22. 104-116. https://doi.org/10.1111/1467-6427.00140.
3
Wright, Norman H. (1992). The Premarital Counseling Handbook. Chicago: Moody Publishing, hlm. 24.

1
Konseling Pranikah diperlukan supaya calon pasangan yang akan menikah siap
secara mental/rohani dalam memasuki babak baru dalam kehidupan mereka agar siap
meninggalkan ayah dan ibu masing-masing dan bersatu dengan pasangannya4. Dengan
konseling pranikah, masing-masing individu dapat mengenal pasangannya lebih
mendalam, kelebihan dan kekurangannya dan dapat diajarkan bagaimana menerima
semuanya itu dalam kehidupan pernikahannya nanti. Pendekatan yang dilakukan dalam
konseling pranikah biasanya bersifat edukatif, terapetik, dan preventif. 5 Pernikahan
sendiri merupakan tempat pendidikan di mana pasangan saling mengasah sehingga ada
kinerja yang lebih mendalam, lebih lancar, lebih saling melengkapi, dan lebih menyatu. 6
Konseling pranikah merupakan persiapan ke arah itu. Konseling pranikah terbukti dapat
memberikan kepuasan pada hidup pernikahan pasangan suami-istri. 7 Pasangan yang
mengikuti konseling pranikah memiliki potensi kepuasan pernikahan lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak mengikutinya.8

Selain itu, mereka juga dapat saling mengetahui apa tujuan mereka menikah, apa
yang mereka harapkan dari pernikahan itu. Mereka juga bisa diarahkan bahwa tujuan
menikah adalah lebih kepada memberi kebahagiaan atau melayani pasangannya. 9
Mereka diharapkan dapat bahu-membahu dan berjalan bersama dalam kehidupan
pernikahannya nanti dan secara efektif memenuhi kehendak Tuhan bagi kehidupan
bersama mereka.10 Tujuan khusus konseling pranikah11 adalah: (1) memudahkan transisi
dari lajang ke pernikahan; (2) meningkatkan stabilitas dan kepuasan pasangan baik
jangka pendek maupun jangka Panjang; (3) meningkatkan keterampilan pasangan
dalam berkomunikasi; ( 4) meningkatkan persahabatan dan komitmen terhadap

4
Kejadian 2:24, “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”
5
Doss, B. D., Rhoades, G. K., Stanley, S. M., Markman, H. J., & Johnson, C. A. (2009). Differential use of
premarital education in first and second marriages. Journal of Family Psychology, 23(2), 268–
273. https://doi.org/10.1037/a0014356
6
Wright, Norman H. (1992). Hlm. 9.
7
Parhizgar, Ozra & Esmaelzadeh, Sara & Akbari Kamrani, Mahnaz & Rahimzadeh, Mitra & Tehranizadeh,
Maryam. (2017). Effect of Premarital Counseling on Marital Satisfaction. Shiraz E-Medical Journal. Dalam
Press. https://doi.org/10.5812/semj.44693.
8
Kepler, Amanda. (2015). Marital Satisfaction: The Impact of Premarital and Couples Counseling.
Diperoleh dari Sophia, situs web repositori St.Catherine University:
https://sophia.stkate.edu/msw_papers/474
9
1 Korintus 7:3, “Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya, demikian pula isteri
terhadap suaminya.”
10
Efesus 5:21-33.
11
Stahmann, Robert. (2002). Hlm. 105.

2
hubungan; (5) meningkatkan keintiman pasangan; (6) meningkatkan keterampilan
dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan di bidang-bidang seperti peran
perkawinan dan keuangan. Pernikahan dirancang Tuhan 12 sehingga tidak ada yang bisa
menceraikan suami dan istri selain dari Tuhan yang merancangnya. 13Karena itu,
konseling pernikahan dengan tujuan khusus di atas bisa melanggengkan pernikahan, 14
sekaligus demi mempersiapkan orang-orang yang kelak akan mengajar generasi
selanjutnya.15

Pada 2018, angka perceraian di Indonesia telah mencapai 408.202 kasus atau
telah meningkat 19% dari tahun sebelumnya. 16 Sebanyak 44,85% atau 183.085 kasus
disebabkan perselisihan dan pertengkaran terus-menerus antarpasangan. Kurangnya
komunikasi yang efektif dalam pernikahan memang merupakan masalah paling banyak
dalam konseling paskanikah atau konseling nikah. 17 Dalam menghadapi meningkatnya
kasus perceraian dalam pernikahan, konseling pranikah menjadi salah satu sarana terapi
yang efektif untuk mencegah terjadinya perceraian itu. Konseling pranikah bisa
dikatakan sebagai suatu fondasi dasar untuk memperlengkapi pasangan dalam
menghadapi kehidupan pernikahan yang begitu kompleks, dengan berbagai suka dan
duka, perbedaan pendapat, pertentangan, konflik dan lain sebagainya. Tuhan sendirilah
yang membangun pernikahan itu sehingga konseling pernikahan sangat vital bagi
pasangan yang ingin menikah.18

Selain konseling pranikah, yang juga perlu menjadi perhatian adalah perlunya
monitoring terhadap kehidupan setelah menikah. Ini menjadi konseling paskanikah atau
bisa disebut konseling pernikahan saja. Konseling pernikahan merupakan suatu cara
bagi pasangan untuk mengingat komitmen seumur hidup mereka di hadapan Tuhan. 19
Konseling pernikahan adalah suatu bentuk terapi yang dilakukan psikiater atau psikolog
terhadap kedua pasangan bersama-sama untuk menyelesaikan masalah dalam hubungan

12
Kejadian 2:18-24.
13
Matius 19:6.
14
Maleakhi 2:14-16.
15
Titus 2:1-6.
16
Badan Pusat Statistik (BPS), 2019 yang dimuat dalam
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/02/20/ramai-ruu-ketahanan-keluarga-berapa-angka-
perceraian-di-indonesia# diakes 30 April 2020, 08.20 WIB.
17
Parhizgar, Ozra, et al, (2017), hlm. 1.
18
Mazmur 127:1.
19
1 Korintus 7:39.

3
mereka.20 Menurut kamus medis21, konseling pernikahan adalah proses di mana
konselor terlatih membantu pasangan yang sudah menikah untuk menyelesaikan
masalah yang timbul dan mengganggu mereka dalam hubungan mereka; suami dan istri
diobservasi oleh konselor yang sama dalam sesi konseling terpisah dan bersama dengan
berfokus pada masalah keluarga yang sedang mereka hadapi. Banyak pasangan yang
sebenarnya sudah memiliki masalah dalam perjalanan kehidupan pernikahannya, yang
terkadang dianggap remeh, dan tidak diselesaikan dengan tuntas, seperti fenomena
gunung es, di mana kehidupan pernikahan pasangan-pasangan itu kelihatannya baik-
baik saja, tetapi sebenarnya banyak hal atau masalah yang tidak terlihat di permukaan.
Kemudian, pada waktunya nanti, masalah-masalah yang semakin menumpuk itu
akhirnya akan menjadi suatu pemicu ledakan konflik hebat yang akhirnya mengarah
kepada perceraian pasangan-pasangan itu.

Masalah yang sering dihadapi oleh pasangan yang baru dan sudah menikah
meliputi banyak hal. Ada sepuluh masalah yang dihadapi pasangan yang baru
menikah22: (1) Menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga; (2) Frekuensi
hubungan seksual; (3) Keuangan—utang yang dibawa dalam pernikahan; (4) Keuangan
—pekerjaan suami; (5) Situasi keuangan; (6) Ekspektasi atas tugas-tugas rumah tangga;
(7) Pertengkaran konstan dengan pasangan; (8) Komunikasi; (9) Tantangan dengan
orangtua dan mertua; (10) Waktu yang dipakai bersama pasangan. Moen, et al. (2015)23
menyebutkan bahwa masalah pasangan yang baru saja melewati masa bulan madu
diantaranya adalah (1) Pembuatan keputusan; (2) Aktivitas-aktivitas; (3) Afeksi; (4)
Konflik; (5) Konflik atas masalah finansial; (6) Stabilitas; dan (7) Nilai-nilai. Masalah-
masalah ini, jika diabaikan, akan memengaruhi hidup perkawinan dan kepuasan
pernikahan.24 Masalah-masalah itu sebenarnya adalah masalah-masalah kecil yang jika

20
Lorna L. Hecker dan Joseph L. Wetchler. (2003). An Introduction to Marriage and Family Therapy. New
York: Routledge, hlm. 7
21
marital counseling. (n.d.) Farlex Partner Medical Dictionary. (2012). Diakses pada 29 April 2020, pukul
10.00 WIB dari https://medical-dictionary.thefreedictionary.com/marital+counseling.
22
Risch, G. S., Riley, L. A., & Lawler, M. G. (2003). Problematic Issues in the Early Years of Marriage:
Content for Premarital Education. Journal of Psychology and Theology, 31(3), 253-269.
10.1177/009164710303100310.
23
Daniel Moen, Kay Bradford, Thomas R. Lee, Victor William Harris & J. Wade Stewart. (2015). After the
Honeymoon: The Evolution of Problem Issues in Utah LDS Marriages, Marriage & Family Review, 51:5,
396-417, DOI: 10.1080/01494929.2015.1059787
24
Schramm, David & Marshall, James & Harris, Victor & Lee, Thomas. (2005). After “I Do”: The
Newlywed Transition. Marriage and Family Review - MARRIAGE FAM REV. 38. 45-67.
10.1300/J002v38n01_05

4
dibiarkan akan merusak ‘kebun anggur.’25 Sangat bijak jika ketika masalah itu muncul,
pasangan segera melakukan konseling pernikahan dan sangat baik pula jika arahan yang
benar diberikan sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan.26

Untuk itu, sebagai kelanjutan dari konseling pranikah, konseling pernikahan


sangat perlu untuk diadakan oleh gembala ataupun konselor gereja dan bukan hanya
dilakukan oleh psikolog atau psikiater saja,27 karena gembala atau konselor gereja bisa
memberikan arahan yang benar sesuai Firman Tuhan. Konseling pernikahan ini
hendaknya bisa dilakukan secara periodik. Umumnya, pasangan yang sudah menikah,
yang telah mengikuti konseling pranikah, merasa tidak memerlukan bimbingan lanjutan
setelah mereka menikah. Biasanya pasangan baru mencari bantuan konseling setelah
mengalami masalah yang kompleks, atau sudah di stadium konflik yang cukup berat.
Banyak pasangan baru meminta konseling pernikahan setelah masalah berlangsung
selama beberapa bulan bahkan hingga bertahun-tahun. Akibatnya, masalah tersebut
makin sulit untuk diselesaikan. Menurut John Gotmann, pasangan biasanya mencari
pertolongan atau melakukan konseling setelah mengalami masalah atau tidak bahagia
selama enam tahun.28 Padahal, waktu menjadi sangat penting untuk menyelamatkan
hubungan pernikahan.

Semestinya, saat sudah ada masalah yang mengganjal dua belah pihak, ada
baiknya segera mencari pertolongan atau bimbingan dari yang berkompeten, sehingga
permasalahan dapat cepat diatasi dengan lebih efektif dan efisien. Pace (2019)29
menyatakan bahwa setidaknya ada sepuluh tanda-tanda pasangan membutuhkan
konseling pernikahan: (1) Sebagai Tindakan pencegahan; (2) Hal-hal kecil menjadi
perdebatan; (3) Masalah-masalah teknologi—kecanduan pornografi, mengirim pesan
mesra pada orang bukan pasangan, kecanduan media sosial, dan lain-lain; (4) Masalah
khusus—alkohol dan narkoba; (5) Komunikasi yang buruk; (6) Menyembuhkan
25
Kidung Agung 2:15.
26
2 Timotius 3:16-17.
27
Hook, Joshua & Worthington, Everett. (2009). Christian Couple Counseling by Professional, Pastoral,
and Lay Counselors from a Protestant Perspective: A Nationwide Survey. The American Journal of Family
Therapy. 37. 169-183. 10.1080/01926180802151760.
28
Terry Gaspard. (2015). Timing Is Everything When It Comes To Marriage Counseling. Diambil dari
https://www.gottman.com/blog/timing-is-everything-when-it-comes-to-marriage-counseling/, diakses 1
Mei 2020, pukul 06.23 WIB.
29
Rachael, Pace. (2019) . 10 Most Common Reasons Couples Need Marriage Counseling. Diambil dari
https://psiloveyou.xyz/10-most-common-reasons-couples-need-marriage-counseling-39f9e77d1462,
diakses 30 April 2020, 16.59 WIB.

5
pengkhianatan; (7) Masalah-masalah seks; (8) Masalah-masalah keuangan; (9) Tidak
ada hormat dalam pernikahan; (10) Salah satu menginginkan perceraian. Meskipun ada
beberapa persamaan dengan tanda-tanda di atas, White (2019) 30 menyebutkan bahwa
pasangan harus segera melakukan konseling pernikahan ketika salah satu dari tujuh hal
berikut ini terjadi dalam pernikahan: (1) Komunikasi menjadi negatif; (2) Saat
seseorang atau kedua pasangan berselingkuh; (3) Jika pasangan hanya “sekadar mengisi
ruangan rumah;” (4) Saat pasangan tidak tahu cara menanggapi perbedaan; (5) Saat
pasangan menunjukkan emosi negatif; (6) Saat satu-satunya solusi adalah perpisahan;
(7) Ketika pasangan hanya bertahan demi anak-anak. Saat tanda-tanda di atas muncul
dalam suatu hubungan pernikahan, itulah saat yang tepat untuk mengikuti konseling
pernikahan. Seorang psikolog, John Gotmann, dengan menggunakan metafora “The
Four Horsemen of the Apocalypse” dalam Perjanjian Baru,31 menyatakan adanya
“empat penunggang kuda” yang mengancam pernikahan menuju perceraian. Keempat
“penunggang kuda” itu adalah (1) Criticism; (2) Contempt; (3) Defensiveness; (4)
Stonewalling. Itu semua harus diwaspadai sebagai tanda perlunya pasangan meminta
konseling pernikahan.

Konseling pernikahan bisa dilakukan dalam lima langkah, yaitu: Pertama,


evaluasi, yang meliputi evaluasi kehidupan pernikahan setelah pasangan menikah, apa
saja yang tidak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan dan yang sudah dibicarakan
dalam konseling pranikah, kesepakatan dalam hal apa saja yang sudah tidak dijalankan
oleh masing-masing atau kedua belah pihak, apa saja yang sudah tidak sesuai dengan
prediksi, kondisi apa saja yang sudah berubah, dan ekspektasi apa saja yang diharapkan.
Kedua, penyesuaian, yang meliputi hal-hal apa saja yang harus kembali disesuaikan
sejalan dengan perkembangan yang ada, apa saja yang harus ditoleransi oleh masing-
masing pasangan terhadap satu sama lain, apa saja yang harus diubah, apa saja yang
diharapkan untuk dapat berubah. Ketiga, pembaruan perencanaan, yaitu pasangan
kembali melakukan perencanaan yang baru (apabila diperlukan) sesuai dengan
perkembangan atau perubahan yang telah terjadi. Keempat, komuikasi yang lebih

30
Donna M. White. (20019) 7 Reasons to Seek Marriage Counseling. Diambil dari
https://psychcentral.com/lib/7-reasons-to-seek-marriage-counseling/ diakses pada 30 April 2020, pukul
17.42 WIB.
31
Ellie Lisitsa. 2013. The Four Horsemen: Criticism, Contempt, Defensiveness, and Stonewalling. Diambil
dari https://www.gottman.com/blog/the-four-horsemen-recognizing-criticism-contempt-defensiveness-
and-stonewalling/ , diakses pada 1 Mei 2020, pukul 06.56 WIB

6
intensif dan efektif, yaitu pasangan harus menata kembali komunikasi yang intensif dan
penuh kasih satu sama lain. Di sini perlu dikaji apa saja yang menjadi halangan dalam
berkomunikasi selama ini. Pasangan kembali harus berkomitmen untuk saling terbuka
satu sama lain. Di sini mungkin juga perlu diungkapkan hal-hal apa saja yang sempat
disembunyikan dari pasangan. Tentunya keterbukaan adalah awal dari pemulihan.
Kelima, monitoring, yaitu proses di mana pasangan dengan dibantu konselor,
memonitor perkembangan kehidupan pernikahannya. Monitoring ini penting sekali
untuk dapat mendeteksi secara dini apabila ada hal-hal yang dapat mengganggu
hubungan pernikahan itu, yang dapat menciptakan konflik berat yang semakin susah
diselesaikan atau diatasi. Di sini perlu kerjasama yang baik antara pasangan dan
konselor. Keterbukaan dan kerendahhatian pasangan sangat diperlukan dalam proses
ini.

Dengan menjalankan konseling pranikah dan konseling pernikahan, masalah dan


konflik yang mengarah pada perceraian diharapkan dapat dideteksi sedini mungkin dan
dapat diatasi dengan baik, sehingga pasangan tidak sampai pada tahap yang
menyakitkan dan yang melanggar apa yang diperintahkan oleh Tuhan, yaitu
perceraian.32

Kesimpulan

Konseling pranikah diadakan sebelum dilaksanakannya pernikahan. Konseling ini


perlu diadakan oleh gereja karena sangat penting untuk membekali calon mempelai
dalam memahami maksud pernikahan yang sesuai dengan Alkitab. Konseling pranikah
perlu diadakan secara cukup waktu sehingga pasangan benar-benar dipersiapkan guna
memasuki biduk rumah tangga mereka.

Konseling nikah tentunya sangat perlu juga diadakan setelah pasangan menikah.
Ini menjadi sarana mentoring bagi pasangan tersebut karena setelah menikah akan ada
banyak hal baru yang mungkin saja bisa menimbulkan gejolak dalam hidup keluarga.
Gereja perlu menyediakan konselor dan waktu khusus untuk konseling ini. Pengabaian
konseling nikah ini kemungkinan akan banyak merugikan pertumbuhan jemaat.

Daftar Pustaka
32
Matius 19:6

7
________. Alkitab. (2004). Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia
Doss, B. D., Rhoades, G. K., Stanley, S. M., Markman, H. J., & Johnson, C. A. (2009).
Differential use of premarital education in first and second marriages. Journal of Family
Psychology, 23(2), 268–273. https://doi.org/10.1037/a0014356
Hook, Joshua & Worthington, Everett. (2009). Christian Couple Counseling by
Professional, Pastoral, and Lay Counselors from a Protestant Perspective: A Nationwide
Survey. The American Journal of Family Therapy. 37. 169-183. 10.1080/01926180802151760.
Lorna L. Hecker dan Joseph L. Wetchler. (2003). An Introduction to Marriage and
Family Therapy. New York: Routledge.
Moen, Daniel, Bradford, Kay, Lee, Thomas R., Harris, Victor William & Stewart, J.
Wade. (2015). After the Honeymoon: The Evolution of Problem Issues in Utah LDS Marriages,
Marriage & Family Review, 51:5, 396-417, DOI: 10.1080/01494929.2015.1059787
Parhizgar, Ozra & Esmaelzadeh, Sara & Akbari Kamrani, Mahnaz & Rahimzadeh, Mitra
& Tehranizadeh, Maryam. (2017). Effect of Premarital Counseling on Marital Satisfaction.
Shiraz E-Medical Journal. Dalam Press. https://doi.org/10.5812/semj.44693.
Risch, G. S., Riley, L. A., & Lawler, M. G. (2003). Problematic Issues in the Early Years
of Marriage: Content for Premarital Education. Journal of Psychology and Theology, 31(3),
253-269. 10.1177/009164710303100310.
Schramm, David & Marshall, James & Harris, Victor & Lee, Thomas. (2005). After “I
Do”: The Newlywed Transition. Marriage and Family Review - MARRIAGE FAM REV. 38. 45-
67. 10.1300/J002v38n01_05
Stahmann, Robert. (2002). Premarital counselling: A focus for family therapy. Journal of
Family Therapy. 22. 104-116. https://doi.org/10.1111/1467-6427.00140.
Wright, Norman H. (1992). The Premarital Counseling Handbook. Chicago: Moody
Publishing, hlm. 24.
https://medical-dictionary.thefreedictionary.com/marital+counseling
https://www.gottman.com/blog/timing-is-everything-when-it-comes-to-marriage-
counseling/
https://psiloveyou.xyz/10-most-common-reasons-couples-need-marriage-counseling-
39f9e77d1462
https://sophia.stkate.edu/msw_papers/474
https://www.alleydog.com/glossary/definition-cit.php?term=Premarital+Counseling
https://psychcentral.com/lib/7-reasons-to-seek-marriage-counseling/
https://www.gottman.com/blog/the-four-horsemen-recognizing-criticism-contempt-
defensiveness-and-stonewalling/
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/02/20/ramai-ruu-ketahanan-keluarga-
berapa-angka-perceraian-di-indonesia#

Anda mungkin juga menyukai