Anda di halaman 1dari 12

Hakekat Filsafat Ilmu Bagi Pengakomodiran Persetujuan Terhadap

Akta Notaris Selain Tanda Tangan Bagi Penghadap Difabel Tanpa


Sidik Jari

Savira Ramadhanty – 01657220036

BAB I Pendahuluan
Dasar dari filsafat adalah berfikir yang mana berfikir merupakan tindakan manusia yang
memiliki sifat eksistensial, utuh, dan menyejarah. Dengan demikian, usaha mendekati arti
filsafat sendiri tidak hanya mengandalkan sebuah pengertian yang kemudian tidak direnungkan
kembali. Dasar pemikiran filsafati ini yang akhirnya membentuk cabang-cabang ilmu.
Kemampuan untuk berfikir secara filsafati merupakan salah satu dasar yang penting bagi
perkembangan dan terbentuknya suatu ilmu. Dasar pemikiran filsafati tersebut juga muncul
dari fenomena-fenomena sekitar yang memicu pemikiran yang mendalam hingga pada
akhirnya terbentuklah ilmu tersebut.

Agar dapat memahami hakikat filsafat ilmu, maka perlu dipahami pengertian dari filsafat ilmu
terlebih dahulu. Cornelius Benjamin manyatakan bahwa filsafat ilmu merupakan cabang dari
filsafat yang secara sistematis menelaah sifat dasar ilmu, khususnya mengenai metoda, konsep-
konsep, dan pra-anggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang-cabang
pengetahuan intelektual.1 Menurut Conny Semiawan, filsafat ilmu pada dasarnya adalah ilmu
yang berbicara tentang ilmu pengetahuan yang kedudukannya di atas ilmu lainnya.2 Dapat
diartikan bahwa filsafat ilmu merupakan dasar terbentuknya suatu ilmu, yakni suatu pemikiran
yang mendasari terbentuknya ilmu yang pada akhirnya dipergunakan oleh masyarakat yang
menggunakan ilmu tersebut secara luas.

1
“Makalah Filsafat Ilmu the Liang Gie - i Makalah Filsafat Ilmu the Liang Gie Mata Kuliah Filsafat.” Studocu,
www.studocu.com/id/document/universitas-jenderal-soedirman/filsafat-ilmu-pengetahuan/makalah-filsafat-
ilmu-the-liang-gie/45683285. Accessed 22 May 2023.
2
Semiawan, Conny R., et al. Dimensi Kreatif Dalam Filsafat Ilmu. PT Remaja Rosdakarya, 1988. Hal. 45.
Selanjutnya, filsafat ilmu memiliki karakter sebagai berikut:3
1. Cabang dari filsafat;
2. Upaya penelaahan ilmu secara filosofis dengan menggunakan landasan ontologis,
epistemologis, dan aksiologis.
Berdasarkan karakter filsafat ilmu tersebut, dapat dipahami bahwa karakter-karakter tersebut
mengakar pada pembentukan suatu ilmu yang mana ilmu tersebut dapat berujung juga menjadi
pembentukan suatu kebijakan.

Dalam kaitannya dengan ilmu kenotariatan, tentu filsafat ilmu berperan besar dalam
terbentuknya ilmu kenotariatan yang mana ilmu tersebut dipraktikkan melalui praktik
kenotariatan sehingga membentuk suatu kebijakan di bidang kenotariatan. Khususnya pada
praktik pemberian persetujuan terhadap akta notaris selain tanda tangan bagi penghadap difabel
tanpa sidik jari.

Pada dasarnya, pembuatan akta notaris harus tunduk pada ketentuan Undang-Undang Jabatan
Notaris No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris (“UUJN”). Pasal 44 UUJN mengatur bahwa setiap akta yang dibuat di hadapan
notaris harus ditandatangani oleh para pihak, saksi-saksi dan notaris. Oleh karena itu, tindakan
pembubuhan tanda tangan merupakan tindakan hukum yang lekat dan tidak dapat dilepaskan
dari tugas notaris yang memiliki kewenangan dalam pembuatan akta autentik. Lebih lanjut,
Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN menguatkan dasar terkait pembubuhan tanda tangan yang
mengatur bahwa setiap penutup akta notaris dibuatkan kalimat “Setelah saya, notaris
membacakan akta ini kepada para penghadap dan para saksi, maka segera para penghadap,
para saksi dan saya, notaris menandatangani akta ini”.

UUJN menyatakan bahwa dalam pembuatan akta, akta tersebut harus ditandatangani oleh
penghadapnya, namun apabila penghadap tidak dapat membubuhkan tanda tangannya pada
akta, Pasal 44 ayat (1) UUJN lebih lanjut mengatur bahwa alasan tidak dapat dibubuhkannya
tanda tangan harus dinyatakan secara tegas dalam akta. Hal ini merupakan suatu hasil kebijakan
dari filsafat ilmu, yang mana didasari dengan suatu pemikiran yang bersifat antisipatif,

3
Reorientasi Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi Sebagai Wahana Sistemik Peningkatan
Integritas Sosial, media.neliti.com/media/publications/83907-ID-reorientasi-pendidikan-kewarganegaraan-d.pdf.
Accessed 22 May 2023.
bagaimana apabila penghadap yang bersangkutan tidak dapat membubuhkan tanda tangannya
pada akta.

UUJN telah mengatur tindak antisipatif apabila tanda tangan tidak dapat dibubuhkan pada akta,
namun secara garis besar, pengaturan pada UUJN belum secara komprehensif mengatur
pembuatan akta secara inklusif. Dalam artian, UUJN hanya mengakomodir pembuatan akta
secara umum dengan penghadap yang tidak memiliki keterbatasan fisik. Berdasarkan hal
tersebut dan melalui tulisan filsafat singkat ini, akan dilihat lebih lanjut mengenai hakekat
filsafat ilmu yang dapat membantu mengembangkan praktik kenotariatan menjadi lebih
inklusif.

Rumusan Masalah:
1. Sejauh mana peran filsafat ilmu dalam mendasari praktik kenotariatan untuk
mengakomodir persetujuan terhadap akta notaris selain tanda tangan bagi penghadap
difabel tanpa sidik jari?
2. Bagaimana kaitan filsafat ilmu dalam membantu mendasari praktik kenotariatan untuk
mengakomodir persetujuan terhadap akta notaris selain tanda tangan bagi penghadap
difabel tanpa sidik jari?

BAB II Tinjauan Pustaka


Tinjauan Teori
Filsafat berasal dari kata philo dan sophia, philo berarti cinta atau suka sedangkan sophia
berarti kebijaksanaan.4 Dengan demikian, filsafat berarti kebijaksanaan atau cinta hikmah
(wisdom). Filsafat ilmu pengetahuan memperoleh pemahaman tentang ilmu pengetahuan
secara jelas, benar, lengkap, dan mendasar untuk menemukan kerangka pokok serta unsur-
unsur hakiki yang kiranya menjadi ciri khas dari ilmu pengetahuan yang sebenarnya.5 Filsafat
ilmu pengetahuan tidak hanya membatasi pembahasannya hanya pada beberapa unsur dan satu
segi saja, namun berusaha membahasnya secara menyeluruh agar dipeoleh pemahaman yang
utuh.6

4
Anhar. (n.d.). Pengertian Filsafat Ilmu. PENGERTIAN FILSAFAT ILMU. https://anhar.dosen.iain-
padangsidimpuan.ac.id/2022/07/pengertian-filsafat-ilmu.html
5
Perpustakaan universitas Sanata Dharma. (n.d.). http://library.usd.ac.id/web/index.php
6
Ibid.
Filsafat adalah sesuatu yang lazim dapat dilakukan oleh siapapun yang mampu dan memiliki
kemauan dalam menggunakan akal fikirannya untuk berfikir tentang pengetahuan atau
kepercayaan.7 Filsafat mencakup upaya berfikir untuk menjelaskan ide-ide yang telah ada,
menciptakan ide-ide baru, dn menilai secara kritis kekuatan argument yang diajukan untuk
mendukung suatu pandangan tertentu yang dianggap benar.8

Selanjutnya, filsafat juga memiliki fungsi. Fungsi-fungsi filsafat adalah sebagai berikut:9
1. Menolong, mendidik, dan membangun diri dengan fikiran yang lebih mendalam serta
membantu mengalami dan menyadari kerohanian individu;
2. Memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan persoalan-
persoalan dalam hidup sehari-hari;
3. Memberikan pandangan yang luas, membendung akuisme dari akusentrisme (dalam
segala hal hanya melihat dan mementingkan kepentingan dan kesenangan si aku);
4. Latihan untuk memiliki fikiran sendiri yang otentik sehingga tidak hanya mengikuti
pemikiran orang lain; dan
5. Memberikan dasar untuk hidup terutama dalam etika dan ilmu-ilmu pengetahuan
lainnya.
Fungsi-fungsi dalam filsafat inilah yang menjadi landasan dan dasar terbentuknya suatu ilmu
serta pemikiran baru. Selain fungsi-fungsi filsafat tersebut, filsafat juga dapat dipahami dalam
dua bentuk:10

Dalam filsafat ilmu pengetahuan, terdapat tiga landasan yang digunakan untuk membahas
secara filosofis ilmu pengetahuan tersebut yakni landasan ontologis, epistemologis, dan
aksiologis. Landasan ontologis mempersoalkan ciri khas dari ilmu pengetahuan yang
mempersoalkan lingkup wilayah kerja ilmu pengetahuan sebagai obyek dan sasarannya.11
Landasan epistemologis memberi dasar pembahasan mengenai cara kerja ilmu pengetahuan
untuk mewujudkan kegiatan ilmiah, pada landasan episteomolgis, diperlukan adanya
penjelasan atas langkah-langkah, metode-metode pengetahuan, dan sarana yang relevan
dengan sasaran serta target kegiatan ilmiah yang dilakukannya.12 Landasan aksiologis menjadi

7
Materi Kuliah Prof. Dr. Jur. Udin Silalahi, SH, LLM, tanggal 1 April 2023 , di Universitas Pelita Harapan,
Semanggi.
8
Perpustakaan universitas Sanata Dharma, loc.cit.
9
Materi Kuliah Prof. Dr. Jur. Udin Silalahi, SH, LLM, loc.cit.
10
Ibid.
11
Perpustakaan universitas Sanata Dharma, loc.cit.
12
Ibid.
dasar pembahasan untuk menemukan nilai-nilai yang terkait bagaimana seseorang
mempergunakan ilmunya.

Melalui landasan-landasan filsafat ilmu tersebut, selanjutnya dapat dipahami pula manifestasi
dari filsafat. Terdapat dua bentuk manifestasi filsafat sebagai berikut:13
1. Sebagai proses atau aktivitas berfilsafat; dan
2. Sebagai produk.
Filsafat sebagai proses berarti aktivitas berfikir secara filsafati, sedangkan filsafat sebagai
produk adalah pemahaman yang terbentuk dari pemikiran yang telah dilakukan sehingga dari
yang semula tidak dipahami, menjadi lebih dipahami. Hal ini yang akan dikaitkan antara
filsafat dengan topik yang diangkat dalam tulisan ini, yakni pengakomodiran persetujuan
terhadap akta notaris selain tanda tangan bagi penghadap difabel tanpa sidik jari.

Filsafat ilmu merupakan pemikiran yang menjawab hakikat ilmu. Dalam mencapai pemikiran
atas hakikat ilmu tersebut, suatu sistem filosofis utama, induk, atau payung dikemukakan
sebagai berikut:
1. Ontologi;
2. Epistemologi; dan
3. Aksiologi.

Tinjauan Konseptual
Filsafat memiliki objek yang lebih luas serta universal, sedangkan ilmu memiliki objek yang
terbatas. Filsafat ilmu adalah kemampuan berfikir secara filsafati atas suatu cabang ilmu, yang
dalam hal ini, ilmu hukum. Ilmu hukum terdiri atas beberapa konsentrasi yang salah satunya
merupakan ilmu kenotariatan.

Dalam praktik kenotariatan, terdapat banyak bidang yang digeluti, namun umumnya praktik
kenotariatan melibatkan pembuatan akta. Akta notaris berdasarkan Pasal 44 UUJN, harus
ditandatangani oleh para pihak, saksi-saksi dan notaris. Hal ini apabila difikirkan secara lebih
lanjut dalam telaah filsafati dapat mengakar kepada bagaimana apabila penghadap tidak
memiliki sidik jari, sehingga tidak dapat membubuhkan tanda tangan dan/atau cap sidik
jarinya.

13
Materi Kuliah Prof. Dr. Jur. Udin Silalahi, SH, LLM, loc.cit.
Tujuan dari pengaitan antara bagaimana telaah pemikiran filsafati dapat menelaah tentang
apabila penghadap tidak memiliki sidik jari, akhirnya dapat membentuk sebuah solusi baru
yang komprehensif. Dalam hal ini, praktik kenotariatan yang lebih inklusif dapat terbentuk dari
adanya telaah filsafati tersebut.

BAB III Metode Penelitian


Paradigma merupakan cara memandah hal atau persitiwa tertentu yang membentuk suatu
pandngan tertentu.14 Berdasarkan paradigma konstruktivisme, fenemona dapat dipahami
dengan baik dalam cara yang berbeda. Paradigma konstruktivisme pada tulisan ini dipilih
denan tujuan agar penulis dapat memahami konstruksi sosial yang sudah ada saat ini pada
praktik kenotariatan serta kaitannya dengan pengakomodiran persetujuan selain tanda tangan
dan/atau sidik jari bagi penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dan/atau sidik
jarinya. Peneliti juga akan mengkaji secara kualititif dengan menggunakan studi kasus yang
ada pada praktik kenotariatan itu sendiri.

BAB IV Hasil Penelitian dan Analisis


Jawaban Rumusan Masalah Pertama
Pada praktik kenotariatan saat ini, berdasarkan pernyataan yang didukung oleh Lieke Tukgali,
dalam hal penghadap adalah penyandang difabel tanpa sidik jari, maka notaris wajib
menuliskan keterangan pada akhir akta secara jelas mengapa tanda tangan ataupun cap sidik
jari tidak dapat dibubuhkan.15 Lieke Tukgali berpendapat bahwa apabila ada difabel tanpa sidik
jari yang datang sebagai penghadap, maka kemungkinan besar, tidak secara keseluruhan sidik
jari tersebut tidak dimiliki oleh penghadap, sehingga ada kemungkinan bahwa tangan lainnya
masih dapat membubuhkan tanda tangan maupun cap sidik jari.16 Simbol-simbol sesederhana
tanda silang ‘X’ dapat dikatakan tanda tangan sehingga apabila terdapat penyandang difabel
tanpa sidik jari yang memiliki kekuatan tangan yang lemah namun masih dapat memberikan
tanda tangan, maka notaris tetap mengupayakan pembubuhan tanda tangan pada akta.17
Berdasarkan keterangan dan penjelasan yang telah dikemukakan oleh Lieke Tukgali tersebut,

14
Bab III Metodologi Penelitian - Universitas Multimedia Nusantara, kc.umn.ac.id/17955/8/BAB_III.pdf.
Accessed 22 May 2023.
15
Hasil wawancara dengan Lieke Tukgali, Notaris, tanggal 11 November 2022, Pukul
19:00 WIB, di Universitas Pelita Harapan, Semanggi.
16
Ibid.
17
Ibid.
maka penulis berpendapat bahwa pemberian persetujuan hukum yang sah oleh penyandang
difabel tanpa sidik jari dapat berupa:
1. Tanda tangan, apabila tidak sepenuhnya sidik jari tersebut tidak ada ataupun seluruh
sidik jari tidak ada namun masih dapat diupayakan pembubuhan tanda tangan, maka
tanda tangan sederhana harus dibubuhkan terhadap akta oleh penghadap difabel tanpa
sidik jari; atau
2. Keterangan pada akhir akta, apabila penghadap penyandang difabel sama sekali tidak
memungkinkan untuk membubuhkan tanda tangan maupun cap sidik jarinya pada akta,
maka keterangan pada akhir akta harus dituliskan oleh notaris dengan jelas dan tegas.
Keterangan tersebut berisi penyebab tidak dapat dibubuhkannya tanda tangan maupun
cap sidik jari pada suatu akta.

Dalam hal ini, filsafat ilmu memiliki kaitan yang erat pada terbentuknya praktik kenotariatan
sebagaimana yang telah diuraikan pada paragraf di atas. Ilmu kenotariatan merupakan bidang
ilmu yang terus berkembang beriringan dengan praktik kenotariatan, tentu saja UUJN saat ini
tidak dapat mengakomodir perubahan-perubahan tersebut secara komprehensif karena UUJN
hanya menjelaskan bagaimana apabila tanda tangan tidak dapat dibubuhkan pada akta
sebagaimana diatur dalam Pasal 44 UUJN, sehingga mekanisme lebih lanjut tidak secara
komprehensif diatur. Namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan praktik di bidang
kenotariatan, para praktisi dapat mempergunakan pemikiran filsafatinya dalam mengaitkan
fenomena yang ada pada praktik dengan kesesuaian pada UUJN dan dapat pula melakukan
pendekatan lainnya seperti pendekatan historis dengan berdiskusi bersama rekan sejawat
notaris lainnya yang sebelumnya pernah mengalami kasus yang serupa, secara politis dengan
mempertimbangkan kepentingan klien tanpa mengesampingkan ketentuan pada peraturan
perundang-undangan, dan dengan memahami betul hasil keluaran dari solusi yang akan
ditawarkan untuk mengatasi adanya kekosongan hukum pada UUJN.

Filsafat ilmu berperan penting bagi seorang praktisi di bidang kenotariatan dalam menentukan
solusi atas perkembangan ilmu dan praktik kenotariatan yang selalu berkembang dan yang
belum dapat diiringi dengan perubahan maupun perkembangan pada UUJN. Melalui filsafat
ilmu dan dengan dasar paradigma konstruktivisme seorang praktisi kenotariatan, maka
penerapan solusi atas kekosongan peraturan perundang-undangan terhadap praktik dan
keilmuan yang semakin berkembang dapat diidentifikasi lebih lanjut lagi dengan juga
mempertimbangkan kepentingan stakeholder secara menyeluruh.
Jawaban Rumusan Masalah Kedua
Filsafat ilmu pengetahuan bukanlah seperangkat fakta dan konsep yang ada. Ilmu pengetahuan
lahir atas konstruksi pengetahuan dan memberi makna melalui pengalaman yang nyata.
Paradigma konstruktivisme memliki hakikat ilmu relativisme dengan realitas yang
dikonstruksi, lokal, dan spesifik. Secara epistemologis, atau relasi penelaah dengan ilmu,
penelaah dan ilmu terkait secara interaktif dengan temuan-temuan yang dicipatakan dalam
paradigma konstruktivisme. Pada tahap penelaahan ilmu/metodologis, konstruktivisme
terbentuk atas interaksi sesama/antara penelaah dan ilmu untuk membangun konstruksi ilmu,
dengan teknik hermeneutis dan pertukaran dialektis konstruksi tersebut diinterpretasi,
dibandingkan, dan ditandingkan. Tujuannya adalah dengan mendistilasi konstruksi konsensus.
Sifat ilmu dalam konstruktivisme direkonstruksi oleh individual dan disatukan oleh konsensus,
dengan akumulasi konstruksi yang semakin informed dan sophisticated melalui proses
hermeneutis dan dialektis manakala beragam konstruksi berada pada juxtaposition.
Konstruktivisme memiliki kriteria trustworthiness, kredibilitas, transferabilitas, dependability,
dan conformability dengan kriteria authenticity. Nilai yang terkandung dalam konstruktivisme
dibatasi dengan nilai yang turut disertakan dan nilai yang bersifat formatif. Sikap
penelaah/ilmuwan dalam konstruktivisme ialah passionate participant, fasilitator rekonstruksi
multivoice, serta orchestrator.

Filsafat ilmu berdasarkan paradigma konstruktivisme dibentuk dari konsep yang telah
mengakar kuat di masyarakat dan lahir atas konstruksi pengetahuan serta pemikiran banyak
pihak. Sebagai contoh, terdapat beberapa akademisi ilmu hukum seperti Prof. Dr. Jur. Udin
Silalahi, SH, LLM dan Prof. Erlyn Indarti, SH, MA, PhD yang mengutarakan berbagai macam
pandagan mengenai filsafat ilmu hukum. Dengan berbagai penjelasan yang telah dikemukakan
oleh para akademisi dan penggagas ilmu hukum, terbentuklah suatu pemikiran dan makna yang
lahir dari konstruksi ilmu hukum dari banyak orang yang menghasilkan suatu pengertian
filsafat ilmu secara menyeluruh oleh mahasiswa dan/atau siapapun yang merenungkan filsafat
ilmu berdasarkan ajaran dan paham-paham yang mengakar serta beredar dari banyak akademisi
dan penggagas ilmu hukum.

Persetujuan terhadap akta notaris selain tanda tangan bagi penghadap difabel tanpa sidik jari
dalam konstruktivisme dapat dipandang dari berbagai macam jenis praktik yang dianut oleh
praktisi di bidang kenotariatan. Salah seorang notaris menyatakan bahwa apabila seorang
penghadap tidak dapat membubuhkan tanda tangannya dan hal tersebut telah dilengkapi
dengan keberadaan surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa penghadap tidak dapat
membubuhkan tanda tangan dan/atau sidik jari, maka penghadap tersebut tidak perlu
membubuhkan tanda tangannya.18 Namun lain halnya dengan notaris lain yang berbeda,
apabila seorang penghadap tidak dapat membubuhkan tanda tangannya pada akta, maka perlu
diupayakan terlbih dahulu pembubuhan tanda tangan dan/atau cap sidik jarinya menggunakan
organ tubuh lainnya yang masih dapat berfungsi dalam membantu membubuhkan tanda tangan
dan/atau cap sidik jari.19 Hal ini kemudian membentuk makna yang lain lagi bahwa
pembubuhan tanda tangan dan/atau cap sidik jari harus diupayakan, karena tanda tangan
sesederhana lambang “X” tetap akan diterima pada akta notaris dan tidak menghalangi
keabsahan akta tersebut.20

Ilmu pengetahuan secara konstruktivis membentuk bagaimana praktik kenotariatan harus


berlangsung dan diterapkan oleh berbagai praktisi di bidang kenotariatan untuk mencapai suatu
kesimpulan mengenai praktik kenotariatan yang ideal. Ilmu pengetahuan yang lahir atas
konstruksi pengetahuan dan memberi makna melalui pengalaman yang nyata, terbentuk atas
adanya fenomena terlebih dahulu yakni dengan adanya penghadap yang datang di hadapan
notaris dan tidak bisa membubuhkan sidik jari maupun tanda tangannya. Melalui diskusi
dengan para praktisi kenotariatan, sehingga terbentuklah suatu ilmu dan/atau paham baru
mengenai bagaimana penandatanganan akta oleh penghadap yang tidak memiliki sidik jari
dapat dilakukan. UUJN yang belum mengatur hal ini terlalu jauh akhirnya mendorong para
praktisi kenotariatan untuk memberikan solusi yang tidak dapat diakomodir oleh peraturan
perundang-undangan, namun tanpa melanggar ketentuan pada peraturan perundang-undangan
itu sendiri.

BAB V
Kesimpulan
Mengacu pada dua rumusan masalah sebagai berikut:
1. Sejauh mana peran filsafat ilmu dalam mendasari praktik kenotariatan untuk
mengakomodir persetujuan terhadap akta notaris selain tanda tangan bagi penghadap
difabel tanpa sidik jari?

18
Hasil wawancara dengan Mawar, Notaris, tanggal 15 November 2022, Pukul
15:00 WIB, melalui telepon.
19
Hasil wawancara dengan Lieke Tukgali, Notaris, tanggal 11 November 2022, Pukul
19:00 WIB, di Universitas Pelita Harapan, Semanggi.
20
Ibid.
2. Bagaimana kaitan filsafat ilmu dalam membantu mendasari praktik kenotariatan untuk
mengakomodir persetujuan terhadap akta notaris selain tanda tangan bagi penghadap
difabel tanpa sidik jari?
Maka pada kesimpulan akan dijabarkan secara ringkas mengenai jawaban atas rumusan
masalah yang telah dikemukakan tersebut.

Kesimpulan Rumusan Masalah Pertama


Dalam hakekat filsafat ilmu, peran filsafat ilmu yang ditelaah berdasarkan paradigma
konstruktivisme memiliki peran yang besar dalam mendasari praktik kenotariatan. Dengan
UUJN yang saat ini masih belum dapat mengakomodir persetujuan terhadap akta notaris selain
tanda tangan bagi penghadap difabel tanpa sidik jari secara komprehensif, maka bantuan
mengenai kemampuan merenungkan dan mengkonstruksi fenomena ini yang berperan penting
serta menjadi akar untuk mendasari praktik kenotariatan.

Secara tidak sadar, tentu para praktisi kenotariatan telah melakukan telaah praktik
kenotariatannya dengan berfikir secara filsafati dan menelaah lebih jauh mengenai ilmu itu
sendiri. Sehingga terciptalah suatu pedoman pada praktik kenotariatan yang dapat
mengakomodir penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dan/atau cap sidik
jarinya pada akta agar tetap bisa memberikan persetujuan hukumnya terhadap akta tersebut.

Kesimpulan Rumusan Masalah Kedua


Filsafat ilmu menjadi jembatan yang mendasari praktik kenotariatan agar bisa dikonstruksi
dan/atau direkonstruksi menjadi lebih inklusif. Dengan UUJN yang saat ini masih belum
diubah sehingga pengaturannya masih belum inklusif, filsafat ilmu dari masing-masing praktisi
kenotariatan membantu memberikan solusi bagaimana penghadap yang tidak memiliki sidik
jari tetap dapat mempergunakan haknya untuk berkontrak dan membuat akta di hadapan
notaris.

Kemampuan berfikir para praktisi di bidang kenotariatan, walaupun ada sedikit perbedaan pada
pedoman yang masing-masing mereka lakukan, tetap ada benang merah pada pengakomodiran
pada persetujuan terhadap akta notaris selain tanda tangan bagi penghadap difabel tanpa sidik
jari. Filsafat ilmu memiliki kaitan yang sangat erat dalam membantu mengatasi adanya
kekosongan UUJN yang masih belum inklusif, dengan praktik di lapangan yang dilakukan oleh
para praktisi, sehingga membentuk suatu pemahaman mengenai praktik kenotariatan yang
inklusif yang mana dapat diterapkan dalam praktik kenotariatan seorang notaris sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

“Makalah Filsafat Ilmu the Liang Gie - i Makalah Filsafat Ilmu the Liang Gie Mata
Kuliah Filsafat.” Studocu, www.studocu.com/id/document/universitas-jenderal-
soedirman/filsafat-ilmu-pengetahuan/makalah-filsafat-ilmu-the-liang-gie/45683285.
Accessed 22 May 2023.

Semiawan, Conny R., et al. Dimensi Kreatif Dalam Filsafat Ilmu. PT Remaja
Rosdakarya, 1988.

Reorientasi Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi Sebagai Wahana


Sistemik Peningkatan Integritas Sosial, media.neliti.com/media/publications/83907-ID-
reorientasi-pendidikan-kewarganegaraan-d.pdf. Accessed 22 May 2023.

Anhar. (n.d.). Pengertian Filsafat Ilmu. PENGERTIAN FILSAFAT ILMU.


https://anhar.dosen.iain-padangsidimpuan.ac.id/2022/07/pengertian-filsafat-ilmu.html

Perpustakaan universitas Sanata Dharma. (n.d.). http://library.usd.ac.id/web/index.php

Materi Kuliah Prof. Dr. Jur. Udin Silalahi, SH, LLM, tanggal 1 April 2023 , di
Universitas Pelita Harapan, Semanggi.

Bab III Metodologi Penelitian - Universitas Multimedia Nusantara,


kc.umn.ac.id/17955/8/BAB_III.pdf. Accessed 22 May 2023.

Hasil wawancara dengan Lieke Tukgali, Notaris, tanggal 11 November 2022, Pukul
19:00 WIB, di Universitas Pelita Harapan, Semanggi.

Hasil wawancara dengan Mawar, Notaris, tanggal 15 November 2022, Pukul


15:00 WIB, melalui telepon.

Anda mungkin juga menyukai