Anda di halaman 1dari 27

A.

Pembahasan

Berdasarkann hasil penelitian ditemukan enam substansi kebutuhan

spiritual pasien, persepsi perawat terhadap kebutuhan spiritual pasien dan

persepsi perawat terhadap kebutuhan spiritual pasien. Berbagai subtema dari

masing-masing tema yang ditemukan, selanjutnya akan dibahas sebagai

berikut:

1. Kebutuhan spiritual pasien

Kebutuhan spiritual sebagai faktor yang penting untuk

mempertahankan atau memelihara hubungan pribadi yang dinamis dari

seseorang dengan Tuhan dan hubungan berkaitan dengan pengampunan,

cinta, harapan, kepercayaan dan makna serta tujuan dalam hidup


(Hodge & Horvath, 2011)
(Rudolfsson et al., 2015). Menurut terdapat

enam kebutuhan spiritual yaitu (1) makna, tujuan dan harapan; (2)

hubungan dengan Tuhan; (3) praktik spiritual; (4) kewajiban agama; (5)

hubungan interpersonal; dan (6) interaksi professional.

a. Makna, tujuan, dan harapan

Merupakan kebutuhan untuk memahami keadaan dan peristiwa

dalam kehidupan secara keseluruhan. Pasien membutuhkan penjelasan

tentang penyakitnya, mengapa penyakit ada pada dirinya, dengan

adanya penjelasan diharapkan pasien tidak putus asa, berfikir positif,

mensyukuri berkat Tuhan, fokus pada hal-hal yang baik, membuat


(Hodge & Horvath, 2011)
hidup menjadi lebih berarti . Dalam hal ini,

pasien mendapatkan penjelasan dari dokter tentang penyakitnya

105
106

prognosanya, selain itu perawat juga menjelaskan tentang proses

pengobatan yang dibutuhkan oleh pasien.

Pasien memahami kondisinya dan menyadari bahwa ini adalah

ujian, sehingga dengan pemahaman tersebut dapat mengurangi

frustrasi yang terkait dengan kondisi yang sekarang dirasakan. Pasien

juga merasakan alasan keberadaan mereka saat ini sehingga menjadi

sadar akan hal-hal positif dalam situasi mereka, fokus pada proses dan

upaya penyembuhan penyakitnya dengan menganggap bahwa dirinya

diberikan penyakit tapi juga akan diberikan obatnya. Inilah keyakinan

pasien bahwa dirinya meyakini akan kesembuhannya.

Kebutuhan aspek spiritual sangat penting selama periode sakit

karena ketika sakit, energi seseorang akan berkurang dan spirit orang

tersebut akan dapat dipengaruhi, oleh karena itu kebutuhan spiritual

pasien perlu dipenuhi (Potter & Perry, 2005). Seseorang yang

mengalami penderitaan, stres berat atau penyakit kronis, ketika ia telah

berusaha maksimal dan tidak memperoleh hasil optimal dari usahanya,

maka dia akan mencari kenyamanan dan kekuatan dari Tuhan (Yusuf,

dkk 2017). Kebutuhan akan makna, tujuan, dan harapan erat kaitannya

dengan kebutuhan akan hubungan dengan Tuhan. Kebutuhan untuk

menemukan makna, tujuan, dan harapan erat kaitannya dengan dimensi

berikutnya agar pasien menemukan keyakinan akan penyembuhannya,

sehingga kebutuhan ini harus dipenuhi oleh perawat agar dimensi

kebutuhan spiritual lainnya dapat dipenuhi.


107

Kepala Ruang menyatakan bahwa “perawat memberikan

informasi yang jelas kepada pasien maupun keluarganya, kalau

tentang diagnosa penyakit kan wewenang dokter untuk

menginformasikan. Jadi perawat memotivasi pasien dan keluarga

agar tetap bersabar dalam mencari pengobatan, tetap menjaga ibadah

sesuai dengan waktunya, berdoa agar diberikan kesembuhan. Kalau

perlu perawat ya mengajari bertayamun, sholat dengan duduk atau

tidur.” (Kr 3). Hal ini menegaskan bahwa perawat telah memenuhi

kebutuhan spiritual pasien dalam dimensi makna, tujuan dan harapan.

b. Hubungan dengan Tuhan

Hubungan dengan Tuhan merupakan sarana yang dapat

digunakan untuk memahami situasi mereka saat ini yang dianggap

sebagai realitas yang dialami secara subyektif yang dapat memberikan

makna dan tujuan menyeluruh. Hubungan pasien dengan Tuhan

memberikan harapan untuk masa depan dan akhirat


(Hodge & Horvath, 2011)
. Pasien mengungkapkan memiliki kewajiban yang

harus dijalankan yaitu perintah Allah SWT sebagai sarana

berhubungan dengan Allah SWT. Hubungan ini memberikan harapan

untuk di dunia dan akhira, ketaatan terhadap perintah ini

menumbuhkan keyakinan pasien akan membuat pasien melakukan

usaha disertai dengan berdo’a untuk mendapatkan kesembuhan.

Sebagai manusia pasien juga memiliki keyakinan dalam kondisi

apapun harus melakukan kewajiban terhadap Allah.


108

Hubungan dengan Tuhan merupakan dimensi vertikal pada

kebutuhan spirutual seseorang, sehingga harus terpenuhi secara terus


(Hamid, 2000)
menerus . Kebutuhan yang sangat penting ini dapat

membantu menghadapi masa-masa sulit, memberikan rasa yang utuh

tentang makna dan tujuan serta memberikan harapan untuk masa kini,
(Hodge & Horvath, 2011)
masa depan, dan masa akhirat . Perilaku

yang ditunjukkan pasien untuk menjaga hubungan Tuhan adalah

dengan memohon, komunikasi dengan Tuhan, menerima kehendak

Tuhan, menerima rencana Tuhan, percaya bahwa Tuhan yang

menyembuhkan penyakitnya, yakin akan kehadiran Tuhan pada masa-

masa perawatan penyakitnya dan pasien percaya Tuhan yang

memelihara dan mengawasi mereka.

Perawat melakukan perannya dengan mengajarkan pasien,

mengingatkan pasien ketika datang waktu sholat. Hal ini di validasi

dari pernyataan kepala ruang yang mengatakan: “…dengan cara

membimbing pasien tersebut ya dengan membaca doa dan

membimbingnya istighfar (Kr 3).

c. Praktik spiritual

Praktik spiritual dipahami sebagai aktivitas rutin dan spesifik

yang membina hubungan klien dengan yang transenden. Praktik

spiritual biasanya digunakan oleh pasien sebagai cara untuk

meningkatkan hubungan mereka dengan Tuhan.


(Hodge & Horvath, 2011)
. Pasien menyebutkan sejumlah praktik spiritual diantaranya
109

adalah kebutuhan untuk tetap melakukan sholat, berdzikir, berdo’a dan

membaca Al-Qur’an. Pasien memiliki kebiasaan praktik spiritual

berupa menjalankan ibadah sesuai ajaran agama Islam yang dilakukan

karena pasien memang menyadari bahwa itu adalah kewajibannya.

Dalam kondisi sedang sakit pasien tetap berusaha menjalankan

kewajiban sholat. Ketika ditanyakan apakah ada ibadah lain selain

sholat, pasien menyatakan masih melakukan dzikir dan berdo’a. namun

kadang-kadang pasien terlewat sholat karena tidak ada yang

membangunkan saat tertidur. Kebiasaan melakukan ritual spiritual ini

sudah dilakukan pasien sebelum dirawat dirumah sakit, selain sholat

pasien juga melakukan dzikir dan berdo’a setelah sholat, kemudian

mendengarkan pengajian lewat ponsel, sesekali menghadiri pengajian

yang didekat rumahnya dan juga membaca bacaan-bacaan islam di

ponsel. Dalam keadaan pusing pasien masih berusaha untuk berwudlu

ke kamar mandi, kondisi seperti ini sebetulnya beresiko jatuh. Perawat

membantunya dengan membimbing dan mengajarkan pasien untuk

bertayamum di tempat tidur saja karen jika harus ke kamar mandi bisa

terjatuh, dan akan menambah lama proses penyembuhan.

Praktik spiritual dapat memenuhi kebutuhan spiritual yang

dirasakan untuk meningkatkan hubungan dengan yang transenden,

yang akan memperkuat kemampuan pasien dalam mengatasi tantangan


(Hodge & Horvath, 2011)
yang mereka hadapi . Praktek seperti ini

mengarah pada pengalaman yang beragam seperti meminta seseorang


110

berdoa untuk anda, berdoa untuk diri sendiri, membaca buku


(Galek et al., 2005)
keagamaan, melakukan ritual keagamaan . Pasien

mempunyai keinginan untuk terlibat dalam kegiatan ibadah secara

rutin. Dengan kegiatan ibadah pasien berharap dapat meningkatkan

hubungan dengan Tuhan sehingga dapat mengatasi segala cobaan yang

mereka hadapi. Kegiatan yang dilakukan oleh pasien adalah berdoa,

membaca kitab suci, pelayanan keagamaan, mendengar musik rohani

dan membaca buku yang bertema rohani.

d. Kewajiban agama

Kebutuhan spiritual akan kewajiban agama diungkapkan

dengan melaporkan tradisi keyakinan khusus mereka. Selain praktik

spiritual yang memfasilitasi hubungan dengan yang transenden,

kebutuhan dilaporkan juga mengalir dari ajaran tradisi keyakinan

pasien. Meskipun kewajiban ini mungkin juga terkait dengan rasa

hubungan klien dengan Tuhan, kewajiban ini mungkin lebih bersifat

preskriptif daripada kebutuhan yang dijelaskan sebelumnya


(Hodge & Horvath, 2011)
. Pasien mengungkapkan praktik spiritual sesuai dengan

keyakinannya, dalam hal ini pasien melakukan menjalankan kewajiban

beragama secara rutin sebelum sakit, dan setelah sakit juga masih

berusaha menjalankan semampunya. Sehingga ini menampakkan

bahwa pasien adalah orang yang taat untuk menjalankan kewajiiban

dalam beragama yang diyakini.


111

Pasien nampak mentoleransi terlewatnya ibadah wajib yang

seharusnya dilakukan. Artinya pasien seakan tidak berusaha

melakukan dengan kuat. Ini tercerimin dalam pernyataan pasien yang

ketika tidur dan tidak dibangunkan maka sholatnya terlewatkan, tidak

berusaha mengganti di lain waktu. Karena pasien sebagai seorang

muslim, selama masih dapat bernafas, selama itu pula kewajiban

melekat pada pundaknya dan tidak dapat diwakilkan. Dalam keadaan

bagaimanapun, kapan pun, dan dimana pun, sholat harus dikerjakan.

Sebagaimana firman Allah:

‫َو َاِقْيُم وا الَّص ٰل وةَ َو ٰا ُتوا الَّز ٰك وةَ َو اْر َك ُعْو ا َم عَ الّٰر ِكِع ْين‬

yang artinya: "Dan dirikanlah sholat, dan keluarkanlah zakat,

dan tunduklah rukuk bersama orang-orang yang rukuk." (QS. Al-

Baqarah: 43)”

Dalam ayat diatas telah ditegaskan untuk melaksanakan salat

berdasarkan kewajiban sebagai seorang muslim, selama sakit kita

diwajibkan untuk tetap memohon petunjuk dan pertolongan Allah

dengan tetap menjalankan kewajiban shalat dan melakukan sunnah

diantaranya berdzikir. Jadi, meskipun pasien nampak mentoleransi,

perawat memiliki kewajiban untuk mengingatkan keluarga atau

membangunkan pasien untuk tetap menjalan kewajibannya beribadah.

e. Hubungan interpersonal

Selain hubungan dengan Tuhan, pasien juga membutuhkan

hubungan dengan orang lain, termasuk hubungan dengan kaum ulama,


112

yang sering kali dianggap berperan penting dalam penyelenggaraan


(Hodge & Horvath, 2011)
kebutuhan-kebutuhan ini dengan baik .

Hubungan spiritual dengan orang lain merupakan kebutuhan untuk

memberi maaf kepada orang lain, beradaptasi dalam menyelesaikan

masalah terkait adanya kehilangan seseorang atau objek lain, baik


(Yusuf et al., 2016)
aktual maupun kehilangan yang dipersepsikan .

Pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga maupun teman-

teman di komunitasnya. Pasien juga merasa senang di kunjungi,

kemudian tidak ada orang lain yang dilarang untuk menjenguknya. Ini

menunjukkan bahwa selain memiliki hubungan yang baik secara

vertikal dengan Allah, pasien memiliki hubungan yang baik secara

horisontal dengan orang-orang disekitarnya.

Hubungan pasien dengan diri sendiri, orang lain, dan dengan

lingkungan merupakan dimensi horizontal yang harus dijaga terus


(Hamid, 2000)
menerus . Kebutuhan ini diimplementasikan oleh pasien

dengan menerima kunjungan anggota keluarga maupun kolega lain,

menerima do’a orang lain, meminta maaf, menerima dukungan,

dihargai dan dicintai orang lain. Dalam hal pemenuhan kebutuhan ini,

kebutuhan interaksi personal pasien telah terpenuhi.

f. Interaksi Staf Profesional

Pasien menyampaikan kebutuhan spiritual berkaitan dengan

interaksi mereka dengan staf profesional, karena pasien merasakan

kebutuhan secara spesifik yang berhubungan langsung dengan kualitas


113

hubungan dengan staf profesional (Hodge & Horvath, 2011) Pasien

membutuhkan para tenaga kesehatan memiliki ekspresi wajah yang

ramah, kata-kata dan bahasa tubuh yang baik, menghormati, empati,

peduli, memberikan informasi tentang penyakitnya secara lengkap dan

akurat, dan adanya kesempatan mendiskusikan tentang pilihan

pengobatan.

Perawat adalah profesi yang berada disamping pasien

mendampingi 24 jam. Hubungan dengan perawat merupakan gambaran

koneksi interpersonal dari sistem perawatan kesehatan, pasien

merasakan hubungan dengan perawat sangat baik. Pasien menyatakaan

bahwa perawatnya baik, merupakan pernyataan atas perilaku yang

ramah dan memperhatikan terhadap kebutuhan pasien. Perawat dapat

memerankan fungsinya sebagai pendidik bagi pasien, dalam hal ini

perawat mengajarkan tata cara tayamum sebagai pengganti wudlu.

Kebutuhan spiritual ini menjadi hal yang seharusnya terus dipenuhi

oleh perawat karena menjalankan sholat merupakan kewajiban yang

menjadi keyakinan pasien dan sudah dilakukan secara rutin sebelum sakit.

2. Pemahaman Perawat dan Kepala Ruangan Terhadap Pemenuhan

Kebutuhan Spiritual Pada Pasien.

a. Bimbingan rohani
114

Bimbingan rohani adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang

mengalami kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya, agar orang

tersebut mampu mengatasinya sendiri karena timbul pada diri

pribadinya suatu harapan kebahagiaan hidup saat sekarang dan masa


(Arifin, 1991)
depan . Bimbingan Rohani Islam adalah pemberian

bantuan kepada individu agar mental dan jiwanya mampu hidup sesuai
(Tuti Awaliyah, 2016)
dengan yang telah ditentukan oleh Allah SWT .

Bimbingan rohani merupakan rangkaian kegiatan yang di dalamnya

terjadi proses bimbingan dan pembinaan rohani kepada pasien di

rumah sakit, bertujuan memberikan ketenangan dan kesejukan hati

dengan dorongan dan motivasi untuk tetap bersabar, bertawakkal, dan

senantiasa menjalankan kewajiban sebagai hamba Allah.

Penelitian ini menunjukkan bahwa perawat memahami makna

kebutuhan spiritual pasien dan bimbingan rohani tetap dilakukan

kepada pasien. Hal tersebut sesuai dengan pendapat salah satu

partisipan perawat yang mengatakan bahwa pemenuhan spiritual

merupakan pemberian bimbingan rohani pada pasien. Perawat juga

melakukan bimbingan rohani dengan cara mengajarkan tayamum,

menggingatkan waktu sholat, cara berdzikir dan kegiatan ritual

kegamaan lain. Namun pada beberapa kesempatan perawat tidak

mengingatkan pasien untuk menjalankan ibadah sholat yaitu pada saat

pasien tidur terlelap. Tidak adanya SPO yang mengatur secara khusus
115

tentang pelaksanaan perawatan spiritual, tidak adanya formulir khsus

tentang keperawatan spiritual menjadi hambatan pasien untuk tidak

melakukannya secara optimal.

Bimbingan rohani dapat mendatangkan keikhlasan, kesabaran,

dan ketenangan pasien dalam menghadapi sakit. Pemberian bimbingan

bertujuan sebagai pendampingan dan bimbingan terhadap pasien

dengan memberikan empati dan motivasi guna meringankan beban

psikis pasien. Penyakit fisik yang dialami pasien tidak hanya

mengganggu fisik, tetapi dapat membawa masalah bagi kondisi psikis

pasien, sehingga bimbingan rohani Islam sangat membantu proses

penyembuhan pasien.

Fokus pelayanan yang diberikan perawat masih pada kebutuhan

fisik, artinya tidak semua perawat memperhatikan aspek kebutuhan

spiritual tersebut, sebagaimana pernyataan kepala ruang: “eee… saya

lihat pemenuhan spiritual tidak selalu diberikan oleh perawat dimana

ee.. perawat lebih fokus terhadap perawatan fisik pasien dan masih

banyak kegiatan yang lain yang ia harus lakukan, karena dia pikir

dipenuhi dulu kebutuhan fisik pasien karena iitu yang terpenting.” (Kr

2).

Dalam kondisi pasien kritis ini sudah menjadi kebiasaan

perawat dalam membimbing pasien, sebagaimana disampaikan oleh

kepala ruang: “eee…bila pasien dalam kondisi kritis…atau pasien

menjelang ajal, perawat harus bisa membimbingnya sesuai keyakinan


116

pasien…ya mulai dari membimbing sholatnya sampai berdzikir.” (Kr

3)

Sehingga berdasarkan informasi - informasi tersebut

menunjukkan bahwa bimbingan rohani yang dilakukan kepada pasien

belum berjalan secara optimal

b. Kepercayaan

Kepercayaan merupakan penerimaan individu terhadap

kebenaran yang tidak dapat dibuktikan dengan pikiran logis.

Kepercayaan memberikan kekuatan pada individu dalam menjalani

kehidupan ketika individu mengalami kesulitan atau penyakit, hal

tersebut diungkapkan oleh beberaoa informan, pernyataan partisifan

diungkapkan sebagai berikut:

“Dari segi saya perawat ICU bahwa spiritual adalah perawatan yang

diberikan kepada pasien paliatif, atau pasien-pasien terminasi,

misalnya lebih banyak mendekatkan diri pada sang khaliq sessuai

dengan agama dan kepercayaan.” (Pr-1).

“Perawat spiritual merupakan sesuatu yang dipercayai oleh

seseorang dalam hubungan dengan sang pencipta dengan Tuhan,

terutama menyangkut keagamaan dan keyakinan yang dianut pasien”

(Pr-2).
117

“Suatu kepercayaan dan hubungan yang kuat antara seseorang pasien

dengan Tuhan sebagai sang Pencipta”. (Pr-3).

Pernyataan partisipan ini sejalan dengan pendapat Ariyani

(2013), yang mengatakan bahwa spiritual merupakan sesuatu tentang

harapan dan kekuatan, kepercayaan, makna dan tujuan, pemberian

maaf, keyakinan dan kepercayaan pada diri, orang lain dan termasuk

keyakinan pada Tuhan atau kekuatan yang lebih besar, nilai seseorang,

cinta dan hubungan, moralitas, kreativitas dan ekspresi diri (Royal

College of Nursing). Spiritualitas juga diartikan sebagai pengalaman

dan ekspresi spirit seseorang dalam suatu proses yang unik dan

dinamis yang menunjukkan kepercayaan pada Tuhan atau Yang Maha

Tinggi, keterkaitan dengan diri sendiri, alam atau Tuhan dan suatu

integrasi dengan semua dimensi manusia.

c. Agama

Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan

(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta

tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia


(Setiawan, 2019)
serta lingkungannya . Agama merupakan suatu sistem

yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang

berhubungan dengan hal yang suci.

Sebagian partisipan dalam penelitian ini mempersepsikan

spiritual sebagai perawatan yang diberikan oleh perawat kepada pasien


118

yang berhubungan dengan agama. Hasil penelitian ini sejalan dengan

persepsi kepala ruangan yang menyatakan bahwa pemenuhan spiritual

merupakan pemberian perawatan pada pasien dengan mengarahkan

pasien ke nilai- nilai spiritual agama yang mereka anut.

Spiritual bukan hanya terbatas pada perawatan tentang

keagamaan, tetapi juga menjelaskan tentang hubungan pasien dengan

orang lain, hubungan dengan diri sendiri dan hubungan dengan alam

sekitarnya. Spiritual juga memandang bahwa masalah kehidupan yang

tidak dapat diukur yaitu hal-hal yang berhubungan dengan misteri,

cinta, penderitaan, harapan, pengampunan, rahmat, perdamaian, dan

doa. Agama merupakan kebutuhan tertinggi manusia, karena manusia

bersifat lemah dan memerlukan bantuan dari yang Maha Agung dalam

menjalani kehidupan. Menurut Zakiyah Daradjat, kepentingan manusia

akan agama didasarkan dua pandangan. Pertama, agama sebagai

kebutuhan psikis yang perlu dipenuhi. Kedua, agama merupakan alat

kontrol bagi manusia dalam beraktivitas.

3. Manfaat Perawatan/Pemenuham Spiritual Pada Pasien

a. Tenang

Pada penelitian ini didapatkan hasil mengenai persepi perawat

terhadap manfaat pemenuhan spiritual yaitu, partisipan mengatakan

bahwa pemenuhan spiritual pada pasien dapat membuat pasien lebih

tenang dan tidak cemas dalam menghadapi penyakit yang sedang


119

dideritanya. Ketika klien lebih tenang dalam menghadapi penyakitnya,

dapat mencegah pasien agar tidak strers dalam menghadapi

penyakitnya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan persepsi kepala ruangan

yang menyatakan bahwa manfaat terpenuhinya kebutuhan spiritual

mampu menurungkan tingkat kecemasan pasien. Namun berbeda

dengan persepsi pasien yang mengatakan bahwa ketika spiritualnya

terpenuhi adalah merasakan ada perasaan kebanggan tersendiri yang

dia rasakan, ketika selesai melakukan kewajibannya walaupun dalam

keadaan sakit, ia tetap melaksanakan kewajibannya sebagai umat

Islam.

Stres sangat erat hubunganya dengan penyakit, pada

kenyataanaya banyak ahli menyatakan bahwa stres merupakan

penyebab dari sekitar 80% semua penyakit saat ini. Stres telah terbukti

mengganggu fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat kita

menjadi lebih rentang terhadap penyakit, sters juga menghambat

proses penyembuhan dan mempercepat proses penuaan (Claire, 2006).

b. Kesehatan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata pasien

mengatakan bahwa dampak dari terpenuhinya kebutuhan spiritual pada

pasien dapat meningkatkan proses penyembuhan dan mempertahankan

kesehatan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Kinasi (2012) yang menyatakan bahwa adanya hubungan peran


120

pendampingan spiritual terhadap motivasi kesembuhan pada pasien

lanjut usia di Instalasi Rawat Inap Dewasa Rumah Sakit Baptis Kediri.

Motivasi yang kuat untuk sembuh akan mendukung asuhan

keperawatan yang diberikan, sehingga upaya penyembuhan atau

peningkatan kesehatan pasien akan lebih mudah dicapai. Pemenuhan

spiritual juga berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien (Ariyani,

2013).

Pemenuhan kebutuhan spiritual dapat mendatangkan emosi

yang positif (kebahagiaan, sukacita, syukur, rasa tenang) sehingga

menyebabkan kelenjar-kelenjar dan otak memproduksi hormon-

hormon dan neuropeptida jenis lain yang memberi efek bermanfaat dan

cenderung menunjang kesehatan serta meningkatkan daya tahan tubuh

terhadap infeksi dan penyakit lainnya.

c. Sabar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pasien

mengatakan bahwa manfaat dari tepenuhinya kebutuhan spiritual

adalah dapat menyebabkan pasien lebih sabar dalam menjalani atau

menghadapi penyakit yang dideritanya, dan sabar dalam menjalani

pengobatan atau perawatannya yang lama di rumah sakit. Hal ini tidak

terlepas dari peran perawat yang mengatakan dan menjelaskan tentang

kondisi pasien serta mengingatkan untuk bersabar dan mendekatkan

diri kepada Allah bagi kesembuhan mereka, membantu pasien untuk


121

beribadah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang


(Rohman, 2022)
dilakukan oleh yang menyebutkan kebutuhan spiritual

pasien yang terpenuhi menjadikan pasien lebih tenang dalam

menghadapi penyakit yang dideritanya, sabar dan tidak mudah cemas.

Sabar adalah sebuah sikap mental dan emosional yang

melibatkan kemampuan untuk menghadapi tantangan, penderitaan,

atau kesulitan dengan tenang, tanpa mengeluh atau putus asa. Ini

adalah sifat positif yang mencerminkan ketenangan, ketekunan, dan

daya tahan dalam menghadapi berbagai situasi yang sulit dalam hidup.

Sabar bisa diterapkan dalam berbagai konteks, termasuk dalam

menjalani ujian hidup, menghadapi kegagalan, atau dalam menghadapi

proses yang membutuhkan waktu. Sabar bukanlah tanda kelemahan,

tetapi sebaliknya, itu adalah tanda ketahanan mental yang kuat. Ini

merupakan kualitas yang dapat membantu individu mengatasi berbagai

rintangan dalam hidup, meraih tujuan jangka panjang, dan mengatasi

ujian hidup dengan lebih baik.

Belajar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa manfat pemenuhan

spiritual pada pasien, adalah pasien bisa belajar menghadapi penyakit

yang ia deritanya. Dimana pasien menggungkapkan bahwa manfaat

pemenuhan spiritual adalah pasien bisa belajar menghadapi penyakit

yang dia derita dan mengaggap bahwa penyakit itu adalah penggugur

dosa-dosanya.
122

4. Cara Perawat dalam Memenuhi Kebutuhan Spiritual Pasien

a. Berdzikir

Dzikir dalam keadaan sakit dapat diartikan sebagai bagian dari

implementasi yang bernilai religius bagi setiap umat Islam. Tujuannya

adalah untuk mendekatkan diri kepada sang Khaliq atau pencipta.

Sebagai bentuk dan usaha mendekatkan diri, Dzikir memberikan rasa

damai bagi seorang Muslim yang sedang mengalami penyakit. Seperti

dalam uraian hasil wawancara peneliti dengan salah seorang perawat.

Dzikir sebagaimana dianjurkan dalam Islam, bahwa setiap saat

dimanapun dan dalam situasi apapun dzikir senantiasa dilantumkan

atau diucapkan baik secara nyaring maupun dalam bentuk ucapan

dalam hati. Bacaan dzikir yang paling utama adalah kalimat: Laaillaha

illallah, sedangkan do’a yang utama adalah: Alhamdulillah.

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap umat Islam diharapkan

memiliki kebiasaan berdzikir. Seperti halnya dengan pendapat

informan yang menyatakan bahwa dalam memenuhi kebutuhan

spiritual pasien dilakukan dengan caramenganjurkan pasien untuk tetap

berdzikir. Hasil penelitian ini sejalan denganpersepsi pasien yang

menyatakan bahwa salah satu cara yang dilakukan perwat dalam

memenuhi kebutuhan spiritualnya ialah dengan cara mengingatkan

pasien untuk tetap berdzikir.

b. Berdoa
123

Berdoa bagi setiap manusia khususnya yang beragama Islam

merupakan bentuk ibadah kepada Allah SWT. Dikatakan sebagai

bentuk ibadah, karena Allah SWT meminta secara langsung kepada

hamba-Nya agar berdoa kepadaNya. Seperti yang diungkapkan oleh

informan untuk tetap megajarkan dan menganjurkan berdoa kepada

pasien sesuai keyakinannya. Hasil penelitian ini sejalan dengan

persepsi kepala ruangan dan pasien yang mengatakan bahwa tindakan

yang dilakukan perawat alam memenuhi kebutuhan spiritual pasien

ialah dengan cara membimbing pasien untuk tetap berdoa kepada

Allah SWT.

Tindakan berdoa adalah bentuk dedikasi diri yang

memungkinkan individu untuk bersatu dengan Tuhan Yang Maha

Kuasa. Berdoa memberi kesempatan pada individu untuk memperbarui

kepercayaan dan keyakinan kepada Yang Maha Kuasa dalam cara

yang lebih formal (Potter & Perry, 2005).

Sejalan dengan uraian di atas Rasulullah Saw. menjelaskan

bahwa doa merupakan ibadah, bahkan dikatakan sebagai sebaik-baik

ibadah. Hal itu disebabkan karena di dalamnya terdapat sifat tunduk,

merendahkan dan menghinakan diri, juga disertai dengan pengharapan

yang begitu besar kepada Allah Ta’ala.

Dari An-Nu’man bin Basyir RA, Beliau mengatakan bahwa

Nabi SAW, bersabda yang artinya “Doa itu merupakan ibadah” (HR.
124

Abu Dawud dan At-Tirmidzi, hadist ini dishahihkan oleh Syaikh Al-

Albani dalam Sahih Al-Jami’ Ash Shaghir, no 3407).

Rasulullah SAW juga bersabda yang artinya: “Sebaik-baik

ibadah adalah do’a”, (HR At-Tirmidzi dari sahabat Ibnu Abas RA dan

hadits ini di shahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Sahih Al-Jami’

Ash Shaghir, no 1122).

Jika do’a merupakan ibadah, maka siapa saja yang

mengerjakannya pasti akan mendapatkan pahala dari Allah Ta’ala.

Tentu saja selama do’a yang dipanjatkan itu sesuai dengan tuntunan

Rasulullah Saw dan isi doa tidak mengandung kejelekan. Selain

mendapatkan apa yang dimintanya, seorang yang berdoa akan

mendapatkan pahala dari ibadah doa yang dikerjakannya. Subhanallah,

begitu besar rahmat dan kasih sayang Allah kepada hamba-hambaNya

yang mau berdoa.

c. Dituntun

Berdasarkann hasil penelitian ini, didapatkan bahwa salah satu

cara untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien adalah dengan

menganjurkan kepada pasien atau keluarganya untuk dituntun dalam

membacakan ayat suci Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai wahyu dari Allah

SWT. yang diturunkan kepada Baginda Nabi besar Muhammad Saw.

yang menjadi pedoman bagi setiap umat manusia sebagai pedoman

hidup guna menunjukkan kepada jalan kebaikan dan kebenaran,

mengingatkan manusia agar berpegang teguh pada Al-Qur’an untuk


125

selamat dunia dan akhirat. Salah satu manfaat membaca Al-Qur’an

adalah sebagai penyejuk hati bagi siapa saja yang membacanya,

mampu memotivasi diri dan pemberi semangat, Sebagai pelebur dosa,

yang mengingatkan manusia akan dosa-dosa dan mencegah dirinya

kembali dalam dosa.

d. Shalat

Shalat ialah meghadapkan jiwa kepada Allah SWT, yang biasa

melahirkan rasa takut kepada Allah dan bisa membangkitkan

kesadaran yang dalam pada setiap jiwa terhadap kebesaran dan

kekuasaan Allah SWT. Sholat dalam Islam adalah salah satu wujud

dari doa hamba kepada Allah, yang sudah menciptakannya, dan

memberinya kehidupan. Rangkaian gerakan tersebut diawali dengan

takbiratul ikhram dan d akhiri dengan salam.

e. Istigfar

Istigfar bermakna seseorang yang selalu memohon ampunan

atas kesalahan dan terus berusaha untuk menaati perintah Tuhan dan

tidak melanggarnya. Istigfar banyak dianjukan oleh perawat kepada

pasien yang beragama Islam. Beristigfar dilakukan dengan tujuan agar

Allah memberikan ampunan atas segala perbuatan yang telah

dilakukan dan keringanan atas penyakit yang diderita oleh pasien.

Hasil penelitian ini sejalan dengan persepsi kepala ruangan

yang menyatakan bahwa salah satu cara yang dilakukan oleh perwata
126

untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien yaitu dengan cara

membimbing pasien untuk tetap beristigfar kepada Allah SWT.

Dari kelima hal tersebut diatas, perawat mengatahui namun

tidak secara langsung terlibat secara keseluruhan.

5. Hambatan yang Dialami dalam Melakukan Perawatan/Pemenuhan

Spiritual

a. Pada Pasien

Informan dalam penelitian ini mengungkapkan hambatan yang

ia alami dalam melakukan pemenuhan spiritual ialah ketika

menghadapi pasien yang tidak sadar dan pasrah akan penyakit yang ia

derita. Dimana penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita

tidak sadar dalam arti tidak terjaga atau tidak terbangun secara utuh

sehingga tidak mampu memberikan respon yang normal terhadap

stimulus yang diberikan perawat, dimana dalam keadaan ini klien tidak

dapat merespon kembali apa yang dilakukan perawat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan persepsi kepala ruangan

yang menyatakan bahwa hambatan yang dialami perwat dalam

memenuhi kebutuhan spiritual pada pasien itu adalah ketika perawat

menghadapi pasien yang berbeda agama, hal ini menyebabkan perawat

ambigu, ambigu dialami oleh perawat ketika perawat dan pasien

berbeda keyakinan dan budaya, sehingga perawat merasa tidak nyaman

karena takut salah dan menganggap spiritual merupakan hak pribadi


127

pasien. Dalam penelitian ini informan mengungkapkan bahwa

hambatan yang dialami perawat dalam memenuhi kebutuhan spiritual

adalah ketika menghadapi pasien yang berbeda agama atau keyakinan.

Hal inilah yang dapat mengakibatkan rasa tidak aman, sehingga

perawat menghindar dari keadaan ini. Sianturi, (2014) mengatakan

ambigu mencakup kebingungan perawat, takut salah, dan menganggap

spiritual terlalu sensitif dan merupakan hak pribadi pasien.

b. Beban Kerja

Beberapa informan dalam penelitian ini mengungkapkan

bahwa beban kerja yang cukup tinggi menyebabkan informan tidak

memiliki waktu untuk melakukan pemenuhan spiritual. Selain

melakukan kegiatan keperawatan mereka juga dituntut untuk

melakukan pekerjaan non keperawatan, hal ini terungkap seperti

pernyataan seorang informan di bawah ini:

ee… begini, kan kita kerjanya shif ya…bisa juga pemenuhan

kebutuhan spiritual itu dihubungkan dengan tenaga yang kurang

untuk bisa membagi waktu untuk memberikan spiritual itu kurang,

bisa jadi hambatan” (Pr-2).

“Ada lagi di ICU, saat kita dinas shif sore atau malam itu perawatnya

cuma tiga orang sedagkan pasien yang ada di dalam itu

seumpamanya delapan orang jadi otomatis kita tidak bisa kepasien

untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya hanya untuk dia saja, ee dan


128

memakan waktu lama karena pasien yang lain butuh bantuan kita

juga”. (Pr-3)

Hasil penelitian ini sejalan dengan persepsi kepala ruangan

yang mengatakan bahwa pemenuhan spiritual yang dilakukan perawat

masih jarang dilakukan karena perawat lebih fokus terhadap perawatan

fisik pada pasien.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Leeuwen et al (2006) yang

menemukan bahwa pasien melihat perawat sedang sibuk dan

memahami bahwa perawat memiliki sedikit waktu dan perhatian untuk

membicarakan spiritual sebagian pasien mengaku bahwa mereka

kecewa dengan kurangnya waktu dan perhatian perawat terkait

spiritual. Perawat juga mengakui bahwa mereka kadang-kadang

memiliki sedikit atau tidak ada waktu bagi pasien untuk membicarakan

tentang spiritual. Penelitian Sartory (2010) juga menyimpulkan bahwa

hambatan terbesar dalam memberikan pemenuhan spiritual adalah

hambatan ekonomi termasuk di dalamnya beban kerja sehingga

perawat tidak memiliki waktu untuk memberikan pemenuhan spiritual,

c. Teman kerja

Teman kerja dapat juga sebagai hambatan dalam pelaksanaan

pemenuhan spiritual. Hal ini diungkapkan juga oleh informan dalam

penelitian ini dengan mengatakan bahwa adakalanya teman kerja

merasa keberatan jika informan melaksanakan pemenuhan spiritual.


129

Menurut Mc Sherry (dalam Sianturi, 2014) bahwa untuk melakukan

spiritual, perawat berharap ada kerjasama dan mengembangkan

pendekatan tim perawat untuk mampu atau efektif dalam memenuhi

kebutuhan spiritual pasien.

d. Fasilitas dan Pendukung

Hambatan lain adalah belum adanya SPO yang mengatur secara

khusus tentang pelaksanaan perawatan spiritual.

B. Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan selama jam kerja, sehigga mengakibatkan

konsentrasi informan terbagi. Jika dilakukan di luar jam kerja informan

tidak bersedia karena sudah lelah bekerja atau karena alasan rumah

jauh, sehingga dapat mengganggu konsentrasi informan tentang topik

wawancara.

2. Kesulitan dalam pemilihan informan yang sangat memahami dan

mampu menceritakan pengalamannya sehingga, dapat berdampak

terhadap kedalaman informasi yang diperoleh.

3. Peneliti masih menemukan partisipan yang kurang terbuka dalam

menceritakan pengalamannya bahkan memberikan penolakan.

Mungkin hal ini terjadi karena beberapa hal yaitu seperti hubungan

saling percaya yang belum terbina dengan baik antar peneliti dan

partisipan.
130

4. Peneliti mengalami keterbatasan dalam menemukan jurnal penelitian

kualitatif mengenai persepsi dan praktik keperawatan spiritual. Tetapi

penelitian yang bersifat kuantitatif lebih banyak ditemukan. Sehingga,

peneliti tidak mudah dalam menganalisis hasil penelitian dengan hasil

penelitian yang telah dilakukan.

Arifin, H. M. (1991). Pedoman pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan agama (Cet. 2). Golden

Terayon Press, 1991.

Galek, K., Flannelly, K. J., Vane, A., & Galek, M. a R. M. (2005). Assessing a Patient

’ s Spiritual Needs. Holistic Nursing Practice, 19(2).

Hamid, A. Y. S. (2000). Buku Ajar : Aspek Spiritual dalam Keperawatan (Cet.1).

Widya Medika.

Hodge, D. R., & Horvath, V. E. (2011). Spiritual needs in health care settings: A

qualitative meta-synthesis of clients’ perspectives. Social Work, 56(4), 306–316.

https://doi.org/10.1093/SW/56.4.306

Rohman, A. A. (2022). HUBUNGAN PENERAPAN ASPEK SPIRITUALITAS

PERAWAT DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PADA

PASIEN DI RUANG RAWAT INAP PUSKESMAS MANONJAYA


131

KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2021. Jurnal Keperawatan Galuh,

4(1). https://doi.org/10.25157/jkg.v4i1.5679

Setiawan, E. (2019). KBBI - Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa

Indonesia.

Tuti Awaliyah, M. PD. I. (2016). METODE PELAYANAN BIMBINGAN ROHANI

ISLAM RUMAH SAKIT BAGI PPL MAHASISWA JURUSAN BKI

(BIMBINGAN KONSELING ISLAM). Chest, 25(1).

Yusuf, A., Nihayati, H. E., Iswari, M. F., & Okviasanti, F. (2016). KEBUTUHAN

SPIRITUAL: Konsep dan aplikasi dalam Asuhan Keperawatan. In Mitra Wacana

Media (Edisi Pertama). Mitra Wacana Media.

Anda mungkin juga menyukai