Anda di halaman 1dari 75

PENERAPAN TERAPI PIJAT OKSITOSIN TERHADAP

PRODUKSI ASI PADA IBU POST PARTUM DI RUANG


MELATI RS PMC

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Oleh :

RATU FITRIA GEMINTANG, S.KEP


NIM: 2203027

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PEKANBARU MEDICAL CENTER.
TAHUN 2023

i
PENERAPAN TERAPI PIJAT OKSITOSIN TERHADAP
PRODUKSI ASI PADA IBU POST PARTUM DI RUANG
MELATI RS PMC

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Ners (Ners)

Oleh :

RATU FITRIA GEMINTANG, S.KEP


NIM : 2203027

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PEKANBARU MEDICAL CENTER.
TAHUN 2023

ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : Ratu Fitria Gemintang, S.Kep


NIM : 2203027
Judul Skripsi : Penerapan Terapi Pijat Oksitosin Terhadap Produksi Asi
Pada Ibu Post Partum di ruang Melati Rs PMC

Menyatakan bahwa dalam Karya Ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber, baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan

dengan benar

Pekanbaru, 04 Juli 2023

Yang membuat Pernyataan

Ratu Fitria Gemintang, S.Kep

1
LEMBAR PENGESAHAN

PENERAPAN TERAPI PIJAT OKSITOSIN TERHADAP


PRODUKSI ASI PADA IBU POST PARTUM DI RUANG
MELATI RS PMC

LAPORAN TUGAS AKHIR

Ratu Fitria Gemintang, S.Kep


NIM : 2203027

Telah diuji dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Kian


Pada Tanggal 10 Juli 2023 dan
Dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

Pembimbing

Ns. Dwi Elka Fitri, S.Kep, M.K.M


NIDN : 1019068703

Penguji I Penguji II

Isna Ovari, S.Kp, M.Kep Ns. Hidayati, S.Kep


NIDN: 1007027001

Pekanbaru, 07 Agustus 2023


Ketua Program Studi Profesi Ners
STIKes Pekanbaru Medical Center Pekanbaru

Ns. Awaliyah Ulfah Ayudytha E, S.Kep, MARS


NIDN : 1016048704

2
PERSETUJUAN PEMBIMBING

JUDUL KIAN : PENERAPAN TERAPI PIJAT OKSITOSIN


TERHADAP PRODUKSI ASI PADA IBU POST
PARTUM DI RUANG MELATI RS PMC
NAMA : RATU FITRIA GEMINTANG, S.KEP
NIM : 2203027
PEMINATAN : KEPERAWATAN MATERNITAS
PROGRAM STUDI : PROFESI NERS

Pekanbaru, 04 Juli 2023


Mengetahui,
Pembimbing

(Ns. Dwi Elka Fitri, S.Kep, M.K.M)


NIDN : 1019068703

3
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Pekanbaru Medical Center .
Program Profesi Ners
Kian Juli 2023

Ratu Fitria Gemintang

Penerapan Terapi Pijat Oksitosin Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Post
Partum di Ruang Melati Rs Pmc
Xii + halaman, 8 tabel, 1 lampiran

ABSTRAK/INTISARI

Asi adalah makanan pertama yang alami untuk bayi. Asi menyediakan
semua energi dan nutrisi yang dibutuhkan bayi untuk bulan-bulan pertama
kehidupan. Penurunan produksi dan pengelaran Asi pada hari-hari pertama setelah
melahirkan dapat disebabkan oleh kurangnya rangsangan hormone prolaktin dan
oksitosin yang sangat berperan dalam kelancaran produksi dan pengeluaran Asi.
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah mengetahui penerapan terapi pijat
oksitosin terhadap meningkatkan kelancaran Asi pada ibu postpartum diruang
Melati Rs Pmc. Penelitian studi kasus ini mengambil kasus pada ibu post partum
di ruang melati Rs Pmc. Peneliti mengambil sejumlah 15 pasien sebagai
responden dengan kriteria inklusi yaitu pasien post partum non abortus tanpa
komplikasi post partum, dan mengalami kesulitan menyusui karena
ketidakadekuatan suplai Asi. Sedangkan kriteria ekslusi yaitu pasien post partum
yang direncanakan pulang 1 hari post partum. Berdasarkan hasil wawancara,
didapatkan seluruh responden berusia antara 20 hingga 30 tahun. Sebagian
responden merupakan ibu multipara sedangkan sebagian lainnya primipara. Dari
hasil pengkajian terhadap responden, didapati kelima belas responden mengalami
kesulitan untuk menyusui. Hasil pemberian pijat oksitosin pada kedua responden
yaitu waktu pengeluaran ASI lebih cepat dan pengeluaran ASI meningkat
terutama pada hari kedua implementasi, serta membuat klien rileks. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pijat oksitosin merupakan teknik non
farmakologis yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah ketidakefektifan
menyusui akibat ketidaklancaran pengeluaran ASI pada ibu post partum.
Kata Kunci : Asi, Terapi Pijat Oksitosin, Post partum

4
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat Rahmat dan BimbinganNya saya dapat menyelesaikan Skripsi/karya tulis
ilmiah dengan judul “Penerapan Terapi Pijat Oksitosin Terhadap Produksi Asi
Pada Ibu Post Partum di Ruang Melati RS PMC”. Penulisan skripsi/karya tulis
ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Ners pada Program Studi Ners STIKES Pekanbaru Medical Center.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan karya ilmiah ini, sangatlah sulit
bagi saya untuk menyelesaikan semua proses tepat pada waktunya. Oleh karena
itu, perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dengan
hati yang tulus kepada :
1. Prof. dr. H.K. Suheimi, SpOG, K. (Fer), selaku Ketua STIKes Pekanbaru
Medical Center
2. dr. Ihsan Suheimi, SpOG, selaku Ketua STIKes Pekanbaru Medical Center
3. Ns. Dwi Elka Fitri, S.Kep,M.KM, selaku Pembimbing yang telah
meluangkan waktu dan pikiran beliau dalam memberikan bimbingan,
petunjuk dan saran kepada Peneliti sehingga penelitian ini dapat
diselesaikan.
4. Ibu Isna Ovari, S.Kp, M.Kep selaku penguji I dan Ibu Ns.Hidayati, S.kep

selaku penguji II.

5. Kepada Ketua Program Studi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Pekanbaru

Medical Center beserta seluruh Staf Dosen dan Tata Usaha Program Studi

Keperawatan Pekanbaru Medical Center.

6. Kepada Kepala Rumah Sakit beserta seluruh Staf Rumah Sakit Pekanbaru

Medical Center.

7. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, papa Muslim dan mama Yatri

Lusida yang selalu memberikan dukungan, dan doa yang tulus serta

5
memberi semangat dan pengorbanan baik secara moral maupun materil

kepada peneliti.

8. Terimakasih kepada kaka saya Rindu Rahmatul Fitri dan adik saya Restu

Alya’a Putri serta saudara sepupu saya yang telah banyak membantu dan

memberikan motivasi kepada saya.

9. Terimakasih kepada sahabat yang selalu memberikan dukungan, motivasi

dan rela begadang dan menangis bersama, Yul, Mellan.

10. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2018 STIKes Pekanbaru Medical

Center yang selama ini telah membantu dan memberikan semangat dalam

penyelesaian tugas akhir ini.

Dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian Laporan Tugas


Akhir ini, semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas kebaikan kita
semua dan skripsi/karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
ilmu.

Pekanbaru,04 Juli 2023

Peneliti

6
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Ratu Fitria Gemintang, S.Kep

NIM : 2203027

Program Studi : Profesi Ners

Dengan ini menyetujui dan memberikan hak kepada STIKes Pekanbaru


Medical Center atas karya ilmiah saya yang berjudul :
“Penerapan Terapi Pijat Oksitosin Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Post
Partum di Ruang Melati RS PMC”

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak ini, STIKes
Pekanbaru Medical Center berhak menyimpan, mengalih media/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis dan pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Pekanbaru, 04 Juli 2023

Yang menyatakan

Ratu Fitria Gemintang, S.Kep

7
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL LUAR........................................................................i


HALAMAN SAMPUL DALAM...................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN....................................1
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................2
PERSETUJUAN PEMBIMBING..................................................................3
ABSTRAK/INTISARI...................................................................................4
KATA PENGANTAR....................................................................................5
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.........................7
DAFTAR ISI..................................................................................................8

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................9
A. Latar Belakang.....................................................................................9
B. Rumusan Masalah..............................................................................12
C. Tujuan................................................................................................13
D. Manfaat Penelitian.............................................................................13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................15
A. Konsep Postpartum............................................................................15
B. Konsep Pijat Oksitosin.......................................................................32
C. Asuhan Keperawatan Postpartum......................................................38
BAB III PROSES PRAKTIK NERS............................................................47
A. Gambaran Kasus Kelolaan.................................................................47
B. Evidence Based Nursing....................................................................61
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................64
A. Analisis dan Diskusi Hasil.................................................................64
B. Keterbatasan Peneliti.........................................................................67
BAB V PENUTUP.......................................................................................68
A. Kesimpulan........................................................................................68
B. Saran..................................................................................................68
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................69
DOKUMENTASI.........................................................................................71

8
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ASI adalah makanan pertama yang alami untuk bayi. ASI

menyediakan semua energi dan nutrisi yang dibutuhkan bayi untuk bulan-

bulan pertama kehidupan. Menyusui adalah cara yang sangat baik dalam

menyediakan makanan ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi

yang sehat. Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian

bayi, World Health Organization (WHO) merekomendasikan sebaiknya

bayi hanya disusui air susu ibu (ASI) selama paling sedikit 6 bulan, dan

pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berumur dua tahun (WHO, 2018)

(Sary & Kes, 2021).

ASI (Air Susu Ibu) telah terbukti banyak manfaat bagi bayi,

maupun ibu menyusui. ASI mengandung berbagai macam nutrisi yang

dibutuhkan bayi, maupun ibu menyusui. ASI mengandung berbagai

macam nutrisi yang dibutuhkan bayi yaitu lemak, karbohidarat, protein,

vitamin, dan mineral yang efisien dan mudah dicerna. Selain itu, ASI juga

mengandung faktor – faktor bioaktif yang dapat meningkatkan sistem

imun bayi yang masih imatur sehingga bayi dapat terhindar dari infeksi.

Bagi ibu menyusui, ASI dapat mengurangi resiko perdarahan postpartum

serta meningkatkan ikatan antara ibu dan bayi. Berdasarkan banyaknya

manfaat berdasarkan dari ASI tersebut, Word Health Organization (WHO)

dan UNICEF merekomendasikan pemberian ASI ekslusif kepada bayi

9
selama 6 bulan. Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah membuat

peraturan no. 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI ekslusif demi

menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI ekslusif.

Meskipun ASI telah terbukti memiliki banyak manfaat setelah dukungan

oleh adanya peraturan pemerintah, namun rendahnya perilaku menyusui

masih menjadi masalah di Indonesia (Sary & Kes, 2021).

Di Indonesia hampir 9 dari 10 ibu pernah memberikan ASI, namun

penelitian IDAI (Yohmi dkk, 2015) menemukan hanya 49,8% yang

memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan sesuai rekomendasi WHO. Hal

ini dipengaruhi oleh beberapa faktor dari pengetahuan, dukungan suami,

keberhasilan IMD dan pekerjaan karena aktifitas kerja ibu yang berfokus

kepada pencapaian karir. Hak ibu untuk memberikan ASI Eksklusif dan

menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui hak ini tertuang pada bab V

pasal 30 .

Manfaat ASI yaitu bayi mendapatkan kekebalan tubuh serta

perlindungan dan kehangatan melalui kontak kulit dengan ibunya,

mengurangi perdarahan serta konservasi zat besi, protein dan zat

lainnya, dan ASI Ekslusif dapat menurunkan angka kejadian alergi,

terganggunya pernapasan, diare dan obesitas pada anak (Riskani, 2012).

Bila bayi tidak diberi ASI Eksklusif memiliki dampak yang tidak baik

bagi bayi. Adapun dampak memiliki risiko kematian karena diare 3,94 kali

lebih besar dibandingkan bayi yang mendapat ASI Eksklusif

(Kemenkes, 2010). Bayi yang diberi ASI akan lebih sehat

dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula. Pemberian ASI

10
akan lebih sehat dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula.

Pemberian susu formula pada bayi dapat meningkatkan risiko infeksi

saluran kemih, saluran nafas dan telinga. Bayi juga mengalami diare,

sakit perut (kolik), alergi makanan, asma, diabetes dan penyakit saluran

pencernaan kronis (Salamah & Prasetya, 2019).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan wajib ASI selama

enam bulan untuk bayi baru lahir. Tetapi, hal tersebut tidak selalu

terpenuhi karena ASI yang dihasilkan sedikit. WHO telah menetapkan

tujuan pada tahun 2025 bahwa setidaknya kurang dari 50% bayi baru lahir

hingga enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif (WHO, 2013).

Secara nasional ASI eksklusif di indonesia tahun 2019 cakupan pemberian

ASI ekslusif mencapai 54% mengacu pada target rentstra yaitu 42%,maka

cakupan pemberian ASI ekslusif pada bayi kurang dari 6 bulan sudah

mencapai target (Kemenkes RI,2019). Pencapaian ASI Eksklusif di

Provinsi Kepulauan Riau masih rendah sedangkan target Kementerian

Kesehatan telah menerbitkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

450/Menkes/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI secara eksklusif pada

bayi di Indonesia sebesar 80%, Tetapi tidak semua ibu post partum

langsung mengeluarkan ASI karena pengeluaran ASI merupakan suatu

interaksi yang sangat komplek antara rangsangan mekanik, saraf dan

bermacam-macam hormon yang berpengaruh terhadap pengeluaran

oksitosin. Pengeluaran hormon oksitosin selain dipengaruh oleh isapan

bayi juga dipengaruhi oleh reseptor yang terletak pada sistem duktus, bila

duktus melebar atau menjadi lunak maka secara reflektoris dikeluarkan

11
oksitosin oleh hipofise yang berperan untuk memeras air susu dari alveoli

(Wulandari et al., 2014).

Penurunan produksi dan pengelaran ASI pada hari-hari pertama

setelah melahirkan dapat disebabkan oleh kurangnya rangsangan hormone

prolaktin dan oksitosin yang sangat berperan dalam kelancaran produksi

dan pengeluaran ASI. Usaha untuk merangsang pengeluaran hormone

oksitosin dapat dilakukan dengan melakukan pijat oksitosin. Pijat

oksitosin adalah rangsangan yang dirancang untuk mempertahankan atau

mendorong menyusui dan mencegah infeksi, sehingga mampu memberi

ASI eksklusif untuk bayinya (Ulin,dkk,2015).

Pijat oksitosin ialah salah satu cara untuk menanggulangi

ketidaklancancaran produksi ASI. Pijat oksitosin dilaksanakan

menginduksi reflek let down. Pijat oksitosin dikerjakan dengan memijat

bagian sepanjang punggung tulang belakang yang menyebabkan ibu akan

rileks dan bugar setelah melahirkan. Rasa nyaman, san tai dan bugar yang

dirasakan ibu akan menginduksi produksi hormone oksitosin. Sebaiknya

pijat ini dilaksanakn sebelum proses menyusui (Kiftia, 2015).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka dapat

dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah: “Penerapan Terapi Pijat

Oksitosin Terhadap Produksi ASI Pada Ibu Postpartum diruang Melati RS

PMC”.

12
C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah mengetahui penerapan terapi

pijat oksitosin terhadap meningkatkan kelancaran ASI pada ibu

postpartum diruang Melati RS PMC.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi kelancaran ASI pada ibu postpartum

diruang Melati RS PMC sebelum diberikan terapi pijat oksitosin.

b. Untuk mengidentifikasi kelancaran ASI pada ibu postpartum

diruang Melati RS PMC sesudah diberikan terapi pijat oksitosin.

c. Untuk menganalisa Penerapan terapi pijat oksitosin pada ibu

postpartum diruang Melati RS PMC.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Responden

Hasil penelitian ini dapat menambah perkembangan pengetahuan

khususnya tentang

keperawatan maternitas tentang kelancaran ASI pada ibu postpartum.

2. Bagi Perawat Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu contoh

intervensi mandiri tenaga medis dalam penatalaksanaan untuk

merangsang produksi ASI pada ibu dengan menggunakan pijat.

3. Bagi Institut Pendidikan

Sebagai bahan tambahan pengetahuan dalam memberikan materi

tentang keperawatan maternitas.

13
4. Bagi Peneliti Lain

Sebagai informasi serta referensi ilmiah pada penelitian lebih lanjut

untuk menyempurnakan pembahasan dan penggunaan perlakuan atau

metode lain untuk meningkatkan kelancaran ASI.

14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Postpartum

a. Defenisi Postpartum

Post Partum merupakan masa sesudah melahirkan atau persalinan.

Masa beberapa jam sesudah lahirnya plasenta atau tali pusat sampai

minggu ke enam setelah melahirkan, setelah kelahiran yang meliputi

minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali

keadaan yang normal pada saat sebelum hamil (Marmi, 2012).

Postpartum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, wakt kembali

pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian pada hadirnya anggota

keluaga baru (Mitayani, 2012). Postpartum adalah masa setelah

keluarnya plancenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum

hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau

40 hari (NOFITRI, 2019).

Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut

postpartum. Masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan

yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya

6 minggu. PostPartum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai

organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum

hamil (Bobak, 2010). Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai

dari persalinan selesai sampai alat-alat reproduksi kembali seperti

sebelum hamil. Nifas disebut juga peurperium. Peurperium berasal dari

bahasa latin. Peur berarti bayi dan parous berarti melahirkan. Jadi

15
dapat disimpulkan peurperium atau masa nifas merupakan masa

setelah melahirkan. Masa nifas juga dapat diartikan sebagai masa Post

Partum normal atau masa sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar

lepas dari rahim sampai enam minggu berikutnya disertai pemulihnya

organ- organ yang berkaitan dengan kandungan yang mengalami

perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya yang berkaitan (Sari,

2015).

b. Tahapan Masa Nifas

Adapun tahapan masa nifas (postpartum puerperium) menurut

(Kurniati et al., 2015) adalah:

1) Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri

dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan

boleh bekerja setelah 40 hari.

2) Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat

genetelia yang lama 6-8 minggu.

3) Remote Puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan

sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan

mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa

berminggu-minggu, bulan atau tahunan.

16
c. Fisiologis

1) Fiologis pada post partum

a) Proses Involusi

Pelepasan plasenta dan membrannya dari dinding uterus

berlangsung di bagian luar lapisan spons desidua. Sisa lapisan

ini tetap berada di uterus yang sebagian akan dikeluarkan

dalam rabas vagina yang disebut lokia. Dalam 2 samapi 3 hari

setelah persalinan, bagian desidua yang masih tertinggal ini

dibedakan menjadi dua lapisan, yang meninggalkan lapisan

yang lebih dalam atau lapisan yang tidak mengalami perubahan

menempel pada dinding otot uterus tempat lapisa endometrium

baru akan tumbuh kembali. Lapisan yang berdekatan dengan

rongga uterus mengalami nekrosis dan dikeluarkan menjadi

lokia. Proses ini seperti proses penyembuhan di permukaan

mana pun : darah mengalir keluar dari pembuluh darah kecil

permukaan ini. Perdarahan dari pembuluh darah yang besar

dikendalikan oleh kompresi serat-serat otot uterus yang

beretraksi.

b) Uterus

Segera setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa

jaringan yang hampir padat. Dinding belakang dan depan

uterus yang tebal saling menutup, yang menyebabkan rongga di

bagian tengah merata. Ukuran uterus akan tetap sama selama 2

hari pertama setelah pelahiran, tetapi kemudia secara cepat

17
ukurannya berkurang oleh involusi. Keadaan ini disebabkan

sebagian oelh kontraksi uterus dan mengecilnya ukuran

masing-masing sel-sel miometrium dan sebagian lagi oleh

proses otolisis, yaitu sebagian material protein dinding uterus

dipecah menjadi komponen yang lebih sederhana yang

kemudian diabsorbsi (Reeder, 2012).

c) Tempat Plasenta

Segera setelah plasenta dan membran plasenta dikeluarkan,

tempat plasenta menjadi area yang menonjol, nodular, dan

tidak beraturan. Konstriksi vaskuler dan trombus menyumbat

pembuluh darah yang ada dibawah tempat plasenta. Kondisi ini

menyebabkan homeostatis (untuk mengontrol perdarahan pasca

partum) dan menyebabkan beberapa nekrosis daerah

endometrium. Involusi terjadi karena adanya perluasan dan

pertumbuhan ke arah bawah endometrium tepi dan karena

regenerasi endometrium dari kelenjar dan stroma pada daerah

desidua basalis. Kecuali pada tempat palsenta, yang proses

involusinya belum komplet sampai 6 hingga 7 minggu setelah

pelahiran, proses involusi di rongga uterus yang lain komplet

pada akhir minggu ketiga pascapartum (Reeder, 2012).

d) Lochea

Lochea adalah rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir

terjadi dalam tiga tahap:

18
(1) Lokia rubra adalah rabas berwarna merah terang ini

berlangsung selama 3 hari dan terutama terdiri atas darah

dengan sejumlah kecil lendir, partikel desidua, dan sisa sel

dari tempat plasenta.

(2) Lokia serosa yaitu rabas cair berwarna merah muda terhadi

seiring dengan perdarahan dari endometrium berkurang,

kondisi ini berlangsung sampai 10 hari setelah melahirkan

dan terjadi atas darah yang sudah lama, serum, lekosit, dan

sisa jaringan.

(3) Lokia alba adalah rabas berwarna cokelat keputih-putihan

yang lebih encer dan lebih transparan ini terjadi setelah hari

ke 10 dan berisi leukosit, sel-sel epitel, lendir, serum, dan

desidua. Pada akhir minggu ketiga, rabas biasanya hilang,

walaupun rabas mukoid berwarna kecokelatan mungkin

terjadi sampai 6 minggu (Reeder, 2012).

e) Serviks

Segera setelah pelahiran, serviks mendatar dan sedikit tonus,

tampak lunak dan edema serta mengalami banyak laserasi

kecil. Serviks ukurannya dapat mencapai dua jari dan

ketebalannya sekitar 1 cm. Dalam 24 jam, serviks dengan cepat

memendek dan menjadi lebih keras dan lebih tebal. Mulut

serviks secara bertahap menutup, ukurannya 2 sampai 3 cm

setelah beberapa hari dari 1 cm dalam 1 minggu (Reeder, 2012)

f) Vagina dan Perineum

19
Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan

mucosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula

sangat teregang akan kembali secara bertahap keukuran

sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir . Rugae akan

kembali terlihat pada sekitar minggu keempat (Bobak, 2016).

g) Payudara

Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan

payudara selama wanita hamil (estrogen, progesteron, human

chrorionic gonadotropin, prolaktin, dan insulin) menurun

dengan cepat setelah bayi lahir. Hari ketiga atau keempat

pascapartum terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara

bengkak, keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika diraba

(kongesti pembuluh darah menimbulkan rasa hangat).

Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak

nyaman berkurang dalam 24 jam sampai 36 jam. Apabila bayi

belum menghisap (atau dihentikan), laktasi berhenti dalam

beberapa hari sampai satu minggu. Ketika laktasi terbentuk,

teraba suatu massa (benjolan), tetapi kantong susu yang terisi

berubah dari hari kehari. Sebelum laktasi dimulai, payudara

terasa lunak dan keluar cairan kekuningan, yakni kolostrum,

dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai, payudara

terasa hangat dan keras waktu disentuh. Rasa nyeri akan

menetap selama 48 jam, susu putih kebiruan (tampak seperti

susu skim) dapat dikeluarkan dari puting susu (Bobak, 2016).

20
h) Laktasi

Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan

pada kelenjar-kelanjar untuk menghadapi masa laktasi. Proses

ini timbul setelah ari-ari atau plasenta lepas. Ari-ari

mengandung hormone penghambat prolaktin (hormon

placenta) yang menghambat pembentukan ASI. Setelah ari-ari

lepas, hormone placenta tak ada lagi sehingga terjadi produksi

ASI. Sempurnanya ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan.

Namun sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum

yang bagus sekali untuk bayi, karena mengandung zat kaya

Gizi dan antibodi pembunuh kuman.

i) Sistem Endokrim

Selama postpartum terjadi penurunan hormon human placenta

latogen (HPL), estrogen dan kortisol serta placental enzime

insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga

kadar gula darah menurun pada masa puerperium. Pada wanita

yang tidak menyusui, kadar estrogen meningkat pada minggu

kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari wanita yang

menyusui pascapartum hari ke-17 (Bobak, 2016).

j) Sistem Urinarius

Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang

tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungís ginjal,

sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan

akan mengalami penurunan fungsi ginjal selama masa

21
pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1

bulan setelah wanita melahirkan. Trauma terjadi pada uretra

dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu

bayi melewati hiperemis dan edema. Kontraksi kandung kemih

biasanya akan pulih dalam 5-7 hari setelah bayi lahir (Bobak,

2016).

k) Sistem Cerna

Ibu biasanya lapar setelah melahirkan sehingga ia boleh

mengkonsumsi makanan ringan. Penurunan tonus dan motilitas

otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah

bayi lahir. Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama

tiga hari setelah ibu melahirkan yang disebabkan karena tonus

otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal

masa pasca partum. Nyeri saat defekasi karena nyeri

diperinium akibat episiotomi, laserasi, atau hemoroid (Bobak,

2016).

l) Sistem Kardiovaskuler

Pada minggu ke-3 dan 4 setelah bayi lahir, volume darah

biasanya turun sampai mencapai volume sebelum hamil.

Denyut jantung, volume sekuncup dan curah jantung

meningkat sepanjang hamil. Setelah wanita melahirkan

meningkat tinggi selama 30-60 menit, karena darah melewati

sirkuit uteroplasenta kembali ke sirkulasi umum. Nilai curah

22
jantung normal ditemukan pemeriksaan dari 8-10 minggu

setelah wanit melahirkan (Bobak, 2016).

m) Sistem Neurologi

Perubahan neurologi selama puerperium kebalikan adaptasi

neourologis wanita hamil, disebabkan trauma wanita saat

bersalin dan melahirkan. Rasa baal dan kesemutan pada jari

dialami 5% wanita hamil biasanya hilang setelah anak lahir.

Nyeri kepala pascapartum disebabkan hipertensi akibat

kehamilan , strees dan kebocoran cairan serebrospinalis. Lama

nyeri kepala 1-3 hari dan beberapa minggu tergantung

penyebab dan efek pengobatan.

n) Sistem Muskuloskeletal

Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu terjadi selama hamil

berlangsung terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi

membantu relaksasi dan hipermeabilitas sendi dan perubahan

pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi

lengkap pada minggu ke 6-8 setelah wanita melahirkan (Bobak,

2016).

o) Sistem Integumen

Kloasma muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat

kehamilan berakhir; hiperpigmentasi di aerola dan linea tidak

menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Kulit meregang pada

payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar tapi

tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh darah seperti

23
spider angioma (nevi), eritema palmar dan epulis berkurang

sebagai respon penurunan kadar estrogen.Pada beberapa wanita

spider nevi bersifat menetap (NOFITRI, 2019).

2) Perubahan-perubahan psikologi ibu nifas

Perubahn peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus

dijalani. Tanggung jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang

baru lahir. Dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya

merupakan dukungan positif untuk ibu. Dalam menjalani adaptasi

setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut

(Sulistyawati, 2015).

a) Fase taking in

Adalah periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari

hari pertama sampai kedua setelah melahirkan. ibu sedang

berfokus terutama pada dirinya sendiri.

b) Fase taking hold

Adalah periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah

melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa kawatir akan

ketidakmampuan dan tanggung jawab dalam merawat bayi.

c) Fase letting go

Adalah periode menerima tanggung jawab akan peran barunya.

Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan.

24
d. Anatomi Fisiologis

Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang

terletak di dalam rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan

genetalia eksterna, yang terletak di perineum. Struktur reproduksi

interna dan eksterna berkembang menjadi matur akibat rangsang

hormon estrogen dan progesteron (Arma, 2015).

1) Struktur Eksterna

a) Mons Veneris (Mons Pubis)

Mons pubis adalah jaringan lemak subkutan berbentuk

lunak dan padat serta mengandung banyak kelenjar sebasea

(minyak) yang ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar, dan

ikal pada masa pubertas, mons berperan dalam sensualitas dan

melindungi simfisis pubis selama koitus.

25
b) Labia Mayora

Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung

yang menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan

mons pubis. Sensitivitas labia mayora terhadap sentuhan, nyeri

dan suhu tinggi, hal ini di akibatkan adanya jaringan saraf yang

menyebar luas yang juga berfungsi selama rangsangan seksual.

Pada wanita yang belum pernah melahirkan anak

pervaginam, kedua labia mayora terletak berdekatan di garis

tengah, menutupi stuktur-struktur di bawahnya. Setelah

melahirkan anak dan mengalami cedera pada vagina atau pada

perineum, labia sedikit terpisah dan bahkan introitus vagina

terbuka.

c) Labia Minora

Labia minora adalah lipatan kulit panjang, sempit dan tidak

berambut yang memanjang ke arah bawah klitoris dan menyatu

dengan fourchette, terdapat banyak pembuluh darah sehingga

tampak kemerahan, dan memungkankan labia minora

membengkak, bila ada stimulus emosional atau stimulus fisik.

Kelenjar-kelenjar di labia minora juga melumasi vulva. Suplai

saraf yang sangat banyak membuat labia minora sensitif,

sehingga meningkatkan fungsi erotiknya.

26
d) Klitoris

Klistoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan

erektil, mengandung banyak pembuluh darah dan saraf sensoris

sehingga sangat sensitive. Fungsi utama klitoris adalah

menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.

e) Vestibulum

Vestibulum merupakan rongga yang berada diantara bibir

kecil (labia minora) dibatasi oleh klitoris dan perinium.

Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra,

vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang

tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia.

Kelenjar vestibulum mayora adalah gabungan dua kelenjar di

dasar labia mayora, masing-masing satu pada setiap sisi

orifisium vagina.

f) Fourchette

Fourchette adalah lipatan jaringan tranversal yang pipih dan

tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan

minora di garis tengah di bawah orifisium vagina.

g) Perineum

Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara

introitus vagina dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm.

27
2) Struktur Internal

a) Vagina

Vagina merupakan suatu tuba berdinding tipis yang dapa

melipat dan mampu meregang secara luas. Mukosa vagina

berespon dengan cepat terhadap stimulai esterogen dan

progesteron. sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus

menstruasi dan selama masa hamil. Cairan vagina berasal dari

traktus genetalis atas ataum bawah. Cairan sedikit asam,

interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen

mempertahankan keasaman. Apabila pH naik diatas lima,

insiden infeksi vagina meningkat. Cairan yang terus mengalir

dari vagina mempertahankan kebersihan relatif vagina.

b) Uterus

Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih,

cekung yang tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus

normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila di tekan, licin dan

teraba padat. Uterus terdiri dari tiga bagian, fudus yang

28
merupakan tonjolan bulat di bagian atas dan insersituba fallopi,

korpus yang merupakan bagian utama yang mengelilingi

cavum uteri, dan istmus, yakni bagian sedikit konstriksi yang

menghubungkan korpus dengan serviks dan dikenal sebagai

sekmen uterus bagian bawah pada masa hamil. Tiga fungsi

uterus adalah siklus menstruasi dengan peremajaan

endometrium, kehamilan dan persalinan.

c) Tuba Falopii

Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini

memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen

lebardan berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang

tuba ini kira-kira 10 cm dengan berdiameter 0,6 cm. Tuba

fallopi merupakan jalan bagi ovum.

d) Ovarium

Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah

dandi belakang tuba falopi. Dua ligamen mengikat ovarium

pada tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar

uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis

lateral kira-kira setinggi krista iliaka antero superior, dan

ligamentum ovary proprium, yang mengikat ovarium ke uterus.

Dua fungsi ovarium adalah menyelenggarakan ovulasi dan

memproduksi hormon.

29
e. Patofisiologi

Masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna

maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan

sebelum hamil dan terjadinya perubahan fisikologis serta perubahan

psikologis. Perubahan fisikologis ini terdapat involusi uterus yaitu

proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah

melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat

kontraksi otot- otot polos uterus. Perubahan – perubahan alat genetalia

ini dalam keseluruhannya disebut “involusi”. Involusi terjadi

perubahan perubahan penting yakni mengkonsentrasi dan timbulnya

laktasi yang terakhir karena pengaruh hormon laktogen dari kelenjar

hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamae (Ariyani 2017).

Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum, pembuluh-

pembuluh darah yang ada antara nyaman otot-otot uterus akan terjepit.

Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir.

Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks adalah segera post

partum bentuk serviks agak menganga seperti corong, bentuk ini

disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin. Perubahan-

perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis,

degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada har pertama

endometrium yang kira-kira setebal 2-5mm itu mempunyai permukaan

yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi

endometrium terjadi dari sisasisa sel desidua basalis yang memakai

waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis

30
serta fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan perlu setelah

janin lahir berangsur-angsur kembali seperti semula (Ariyani 2017).

f. Komplikasi

Komplikasi menurut sugesti (Astuti, 2015) :

1) Pendarahan Post Partum (apabila kehilangan darah lebih 500 ml

selama 24 jam pertama setelah kelahiran bayi).

2) Infeksi

a) Endometritis (radang endometrium)

b) Miometritis atau metritis (radang otot-otot uterus)

c) Perimetritis (radang peritoneum sekitar uterus)

d) Caket breast / bendungan asi (payudara mengalami distensi,

menjadi keras dan berbenjol-benjol)

e) Mastitis (mamae membesar dan terasa nyeri dan pada suatu

tempat, kulit akan merah, dan membengkak sedikit, dan nyeri

pada perabaan, jika tidak ada pengobatan bisa terjadi abses)

f) Trombophlebitis (terbentuknya pembekuan pada darah dalam

vena varicose superficial yang menyebabkan stasis dan

hiperkoagulasi kehamilan dan nifas).

g) Luka perineum (ditandai nyeri local, disuria, temperatur naik

38,3oc, nadi <100x/menit, edema, peradangan dan kemerahan

pada tepi, bengkak atau nanah warna kehijauan, luka

kecokletan atau lembab, lukanya meluas).

31
g. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang diperlukan untuk ibu Post Partum menurut

(Sukma, 2017) ialah sebagai berikut:

1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologi

2) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,

mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu.

3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan

diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi

kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.

h. Pathway

B. Konsep Pijat Oksitosin

a. Defenisi Pijat Oksitoksin

Menurut Ummah (2014), pijat oksitosin adalah pijat relaksasi

untuk merangsang hormon oksitosin. Pijat yang lakukan disepanjang

32
tulang vertebre sampai tulang costae kelima atau keenam. Pijat

oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran

produksi ASI. Menurut Depkes RI (2007 dalam Setiowatii, 2017), pijat

okitosin dilakukan dengan cara memijat pada daerah punggung

sepanjang kedua sisi tulang belakang sehingga diharapkan ibu akan

merasakan rileks dan kelelahan setelah melahirkan akan hilang.

b. Mekanisme Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin adalah pijat yang dilakukan disepanjang tulang

belakang (vertebre) sampai costae ke lima atau keenam (Ummah,

2014). Melalui pemijatan pada tulang belakang, neurotransmitter akan

merangsang medulla oblongata langsung mengirim pesan ke

hipotalamus untuk mengeluarkan oksitosin. Dengan pijat oksitosin ini

juga akan merileksasi ketegangan dan menghilangkan stress serta

meningkatkan rasa nyaman (Perinasia, 2007 dalam Wulandari, 2014)

Saat ibu merasa nyaman atau rileks, tubuh akan mudah melepaskan

hormon oksitosin.

Hormon oksitosin diproduksi oleh kelenjar hipofisi posterior.

Setelah diproduksi oksitosin akan memasuki darah kemudian

merangsang sel-sel meopitel yang mengelilingi alveolus mammae dan

duktus laktiferus. Kontraksi sel-sel meopitel mendorong ASI keluar

dari alveolus mammae melalui duktus laktiferus menuju ke sinus

laktiferus dan disana ASI akan disimpan. Pada saat bayi menghisap

33
puting susu, ASI yang tersimpan di sinus laktiferus akan tertekan

keluar kemulut bayi (Widyasih, 2013).

Hasil penelitian Setiowati pada tahun 2017, tentang tentang

hubungan pijat oksitosin dengan kelancaran produksi ASI pada ibu

post partum fisiologis hari ke 2 dan ke 3, menyatakan ibu post partum

setelah diberikan pijat oksitosin mempunyai prosduksi ASI yang

lancar. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Ummah (2014),

tentang pijat oksitosin untuk mempercepat pengeluaran ASI pada

pasca salin normal di dusun Sono, didapatkan hasil rata-rata ASI pada

ibu post partum yang diberikan pijat oksitosin lebih cepat

dibandingkan ibu post partum yang tidak diberi pijat oksitosin.

c. Manfaat Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin mempunyai beberapa manfaat yang sangat

membantu bagi ibu setelah persalinan. Seperti yang dilajelaskan oleh

Mulyani (2009, dalam Wulandari, 2014), pijat oksitosin dapat

mengurangi ketidak nyamanan fisik serta memperbaiki mood. Pijat

yang dilakukan disepanjang tulang belakang ini juga dapat

merileksasikan ketegangan pada punggung dan menghilangkan stres

sehingga dapat memperlancar pengeluaran ASI. Sedangkan menurut

Depkes RI (2007, dalam Wijayanti, 2014), pijat oksitosin dapat

mengurangi bengkak, mengurangi sumbatan ASI dan mempertahankan

produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit.

34
d. Indikasi Pijat Oksitosin

Indikasi pijat oksitosin dalah ibu post partum dengan gangguan

produksi ASI. KontraIndikasi Pijat Oksitosin:

1) Dalam keadaan menderita infeksi yang khas dan menular.

2) Dalam keadaan demam atau suhu tubuh lebih dari 38C.

3) Dalam keadaan menderita sakit yang berat atau tubuh

memerlukan istirahat yang sempurna.

4) Dalam keadaan menderita artheroma atau artheriosclerosis.

e. Pelaksanaan Tindakan Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin dilakukan dua kali sehari, setiap pagi dan sore. Pijat

ini dilakukan selama 15 sampai 20 menit (Sari, 2015). Pijat ini tidak

harus selalu dilakukan oleh petugas kesehatan. Pijat oksitosin dapat

dilakukan oleh suami atau keluarga yang sudah dilatih. Keberadaan

suami atau keluarga selain membantu memijat pada ibu, juga

memberikan suport atau dukungan secara psikologis, membangkitkan

rasa percaya diri ibu serta mengurangi cemas. Sehingga membantu

merangsang pengeluaran hormon oksitosin.

Langkah-langkah yang dilakukan yaitu yang pertama ibu melepas

pakian bagian atas dan bra, pasang handuk di pangkuan ibu, kemudian

posisi ibu duduk dikursi (gunakan kursi tanpa sandaran untuk mem

udahakan penolong atau pemijat), kemudian lengan dilipat diatas meja

didepannya dan kepala diletakkan diatas lengannya, payudara

tergantung lepas tanpa baju. Melumuri kedua telapak tangan

35
menggunakan minyak atau baby oil Selanjutnya penolong atau pemijat

memijat sepanjang tulang belakang ibu dengan menggunakan dua

kepal tangan, dengan ibujari menunjuk ke depan dan menekan kuat-

kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakan-gerakan

melingkar kecil-kecil dengan kedua ibujari. Pada saat bersamaan, pijat

ke arah bawah pada kedua sisi tulang belakang, dari leher kearah

tulang belikat. Evaluasi pada pemijatan oksitosin dilakukan (Depkes

RI, 2007 dalam Trijayati, 2017).

Prosedur tindakan Pijat oksitosin,pijat oksitosin digunakan dengan

melakukan pemijatan melingkar menggunakan kedua ibu jari pada aera

punggung untuk menstimulasi produksi ASI.

1) Sapa klien.

2) Jelaskan pada klien prosedur tindakan serta manfaat tindakan,

manfaat tindakan ini adalah untuk membantu pengeluaran ASI.

3) Menjaga privasi klien.

4) Persiapkan alat & bahan :

- Minyak Zaitun

- Handuk

- Sabun cuci tangan

- Air mengalir

5) Mencuci tangan 6 langkah dibawah air mengalir.

6) Bantu klien melepaskan pakaian atas klien.

7) Pasangkan handuk dengan cara dililit untuk tetap menjaga

privasi ibu.

36
8) Bantu ibu duduk dengan posisi bersandar kedepan dan melipat

lengan diatas meja atau sandaran kursi.

9) Oleskan kedua tangan dengan minyak zaitun.

10) Carilah tulang yang menonjol pada tengkuk/leher bagian

belakang.

11) Dari titik tonjolan tulang turun ±2 cm ke bawah, dan ±2 cm k

kanan dan ke kiri.

12) Pemijatan dapat dilakukan dengan ibu jari maupun punggung

telunjuk jari, untuk ibu yang gemuk bisa dengan cara posisi

tangan di

13) kepal lalu gunakan tulang-tulang di sekitar punggung tangan.

14) Lakukan pemijatan dengan gerakan memutar perlahan-lahan

lurus kebawah sampai diarea punggung costae 5-6 (batas garis

bra) selama 10-15 menit.

15) Keringkan punggung dengan handuk kering.

16) Rapikan pasien dan alat.(Rini & Kumala, 2017).

37
C. Asuhan Keperawatan Postpartum

a. Pengkajian

Langkah awal yang dapat dilakukan sebelum memberikan asuhan

keperawatan adalah melakukan pengkajian. Data yang dikaji meliputi

data subjektif dan objektif. Data subjektif adalah data yang diperoleh

langsung dari pasien maupun keluarga. Data objektif adalah data yang

diperoleh melalui penngkajian fisik, baik pemeriksaan khusus,

pemeriksaan umum maupun pemeriksaan penunjang (Widyasih, 2013).

Metode yang dilakukan dalam pengkajian terdiri dari pemeriksaan

fisik, observasi, wawancara dan studi dokumen. Sumber pengkajian

adalah pasien, keluarga pasien dan petugas kesehatan lain.

Pengkajian fisiologis post partum difokuskaan pada involusi proses

organ reproduksi, perubahan biofisik sistem lainnya, dan mulainya

atau hambatan proses laktasi. Pengkajian psikologis difokuskan pada

interaksi dan adaptasi ibu, bayi baru lahir dan keluarga. Status

emosional dan respon ibu terhadap pengalaman kelahiran, interaksi

dengan bayi baru lahir, menyusui bayi baru lahir, penyesuaian

terhadap peran, hubungan baru dalam keluarganya juga dikaji (Reeder,

2012). Pengkajian data dalam asuhan masa nifas normal meliputi:

1) Pengkajian Data Dasar Klien Bobak, (2005)

a) Identitas klien meliputi : nama, usia, perkawinan, pekerjaan,

agama, pendidikan, suku, bahasa yang digunakan, sumber

biaya, tanggal masuk rumah sakit, alamat, tanggal penggakian.

38
b) Identitas penanggung jawab meliputi : nama, usia pekerjaan,

agama, hubungan dengan klien, pendidikan.

2) Riwayat Keperawatan

Riwayat keperawatan yang dikaji menurut Bobak (2005), meliputi:

a) Riwayat kesehatan

Data yang perlu dikaji antara lain : keluhan saat masuk rumah

sakit, faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi.

b) Riwayat Kehamilan

Informasi yang dibutuhkan adalah pra dan gravida, kehamilan

yang direncanakan, masalah kehamilan saat hamil atau Ante

Natal Care (ANC) dan imunisasi yang diberikan ibu selama

hamil.

c) Riwayat Melahirkan

Data yag harus dikaji meliputi : tanggal melahirkan, lamanya

persalinan, posisi fetus, tipe melahirkan, analgetik, masalah

selama melahirkan jahhitan perinium dan perdarahan.

d) Data bayi

Data yang harus dikaji meliputi : jenis kelamin, berat badan

bayi, kesulitan dalam melahirkan, apgar score dan kelainan

kongenital yang tampak saat dilakukan pengkajian.

3) Pengkajian Fisiologis

Pengkajian fisiologis setelah persalinan meliputi, keadaan uterus,

jumlah perdarahan, kandung kemih dan berkemih, tanda-tanda

vital dan perinium (Reeder, 2012).

39
a) Tanda-tanda Vital

Suhu tubuh diukur setiap empat sampai 8 jam selama beberapa

hari karena demam biasanya merupakan gejala awal infeksi.

Suhu tubuh 380C mungkin disebabkan dehidrasi pada 24 jam

pertama setelah persalinan. Demam yang menetap lebih dari 4

hari setelah melahirkan dapat menandakan adanya infeksi.

Bradikardi merupakan fisiologi normal selama enam sampai 10

hari pascapartum dengan frekuensi nadi 40-70 kali per menit.

Frekuensi nadi lebih dari 100 kali per menit dapat menunjukan

adanya infeksi, hemoragi, nyeri, atau kecemasan. Nadi yang

cepat dan dangkal yang dihubungkan dengan hipotensi dapat

menunjukan hemoragi, syok, atau emboli. Peningkatan tekanan

darah pada pascapartum akan menunjukan hipertensi akibat

kehamilan, yang muncul pertama kali pada masa pascapartum.

Nadi dan tekanan darah diukur setiap empat sampai 8 jam,

kecuali jika ada penyimpangan dari nilai normal, sehingga

perlu diukur atau dipantau lebih sering (Reeder, 2012).

b) Involusi Uteri

Kemajuan involusi yaitu proses uterus kembali keposisi dan

kondisi semula seperti sebelum masa kehamilan. Involusi uteri

diukur dengan mengkaji tinggi dan konsistensi fundus uterus.

Fundus uterus setelah persalinan akan turun 1cm atau satu jari

perhari. Segera setalah persalinan puncak fundus kira-kira dua

pertiga hingga tiga perempat diantara simfisis pubis dan

40
umbilicus. Kemudian secara bengangsur-angsur turun ke pelvis

yang secara abdominal tidak dapat terpalpasi setelah sepuluh

hari ( Sukarni, 2013 dan Reeder, 2012).

c) Lokia

Karakter dan jumlah lokia secara tidak langsung

menggambarkan kemajuan penyembuhan endometrium. Pada

proses penyembuhan normal, jumlah lokia dan perubahan

warna khas menjukan komponen darah dalam aliran lokia.

Lokia berwarna merah gelap (lokia rubra) pada satu sampai 3

hari setelah persalinan biasanya jumlahnya sedang. Sekitar hari

keempat pascapartum lokia akan berwarna merah muda (lokia

serosa) dengan aliran yang lebih sedikit atau sering. Setelah

satu minggu sampai 10 hari, lokia akan berwarna putih

kekuningan (lokia alba) dengan jumlah aliran sangat sedkit.

Munculnya kembali perdarahan merah segar setelah lokia alba

menunjukan adanya infeksi atau hemoragi yang lambat. Bau

lokia sama dengan bau menstruasi normal. Lokia rubra yang

41
banyak, lama dan bau, khususnya disertai demam menandakan

adanya kemungkinan infeksi atau bagian plasenta masih

tertinggal (Reeder, 2012).

d) Eliminasi Urine

Wanita pascapartum dianjurkan untuk segera berkemih setelah

melahirkan guna menghindari distensi kandung kemih.

Pengkajian kondisi kandung kemih dilakukan dengan palpasi,

perkusi, dan pengamatan terhadap abdomen. Distensi kandung

kemih berat menyebabkan atonia otot-otot kandung kemih

yang menyebabkan pengosongan kandung kemih tidak

adekuatdan terjaadi retensi urin. Retensi urin merupakan faktor

presdisposisi infeksi saluran kemih (Reeder, 2012).

e) Perineum

Pengkajian pada daerah perineum untuk mengidentifikasi

karakteristik normal atau deviasi dari normal, seperti hematom,

edema, eritema, dan nyeri tekan. Jika ada jahitan luka kai

keutuhan, perdarahan, dan tanda-tanda infeksi (Reeder, 2012).

f) Eliminasi Feses

Konsitipasi sering terjadi karena penurunan tonus usus akibat

relaksasi otot abdomen dan pengaruh hormon progesteron pada

otot polos. Kurangnya asupan makanan dan dehidrasi saat

melahirkan berperan terhadap terjadinya konstipasi. Pengkajian

melipusi palpasi, auskultasi, inspeksi apa ada distensi abdomen.

Nyeri perineum yang signifikan sering mengakibatkan rasa

42
nyeri saat defekasi, sehingga defekasi terhambat (Reeder,

2012).

g) Ekstermitas bawah

Ekstremitas dikaji untuk mengetahui adanya tromboflebitis.

Pengkajian dilakukan dengan inspeksi ukuran bentuk,

kesimetrisam, edema dan varises. Suhu dan pembengkakan

dirasakan dengan palpasi. Tanda-tanda tromboflebitis adalah

bengkak uniseluler, kemerahan, panas dan nyeri (Reeder,

2012).

h) Payudara

Pengkajian payudara dilakukan dengan inspeksi, ukuran bentuk

warna dan kesimetrisan serta palpasi konsistensi dan adakah

nyeri tekan untuk menentukan status laktasi. Pada saat ASI

mulai diproduksi payudara akan terasa besar, keras, dan hangat

serta mungkin terasa berbenjol-benjol. Ketika menyusui

dimulai dapat diamati puting dan areola adakah kemerahan dan

pecah-pecah serta menanyakan pada ibu apakah ada nyeri tekan

(Reeder, 2012).

4) Pengkajian Psikologis

Pengkajian emosional, perilaku dan sosial pada masa pascapartum

dapat memungkinkan perawat mengidentifikasi kebutuhan ibu dan

keluarga terhadap dukungan, penyuluhan, dan perawatan

pascapartum. Perawat juga mengkaji tingkat pengetahuan dan

kemampuan ibu merawat diri dan bayi bari lahir (Reeder, 2012).

43
5) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan

darah lengkap hematokrit atau hemoglobin untuk mengetahu

adakah anemia setelah melahirkan. Sel darah putih yang melebihi

nilai normal merupakan tanda-tanda terjadinya infeksi (Reeder,

2012).

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai

respon klien terhadap masaalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialami baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis yang

muncul pada ibu post partum yang berhubungan dengan produksi ASI

menurut PPNI(2017), adalah :

1) Menyusui tidak efektif

a) Defenisi

Ketidakpuasan atau kesulitan ibu, bayi atau anak menjalan

proses pemberian ASI

b) Batasan karakteristik

Ketidakadekuatan suplai ASI, bayi menangis pada payudara,

ketidakcukupan pengosongan setiap payudara setela menyusui,

c) Faktor yang berhubungan

Ketidakefektifan suplai ASI, anomali payudara ibu,

ketidakadekuatan reflek oksitosin, ketidakadekuatan reflek

menghisap bayi, kurang terpapar informasi tentang pentingnya

44
menyusui dan/atau metode menyusui, kurangnya dukungan

keluarga.

2) Ketidakefektifan pemberian ASI

a) Defenisi

Kesulitan Pemberian susu pada bayi atau anak secara langsung

dari payudara, yang dapat mempengaruhi status nutris

bayi/anak.

b) Batasan karakteristik

Bayi menangis dalam jam pertama setelah menyusu, bayi

menangis pada payudara, bayi menolak lacthing on

ketidakadekuatan defekasi bayi, ketidakcukupan pengosongan

setiap payudara setelah menyusui, luka pputing yang menetap

setelah minggu pertama menyusui, tidak mengisap payudar

terus menerus

c) Faktor yang berhubungan

Ambivalensi ibu, anomali payudara, ansietas ibu, keletihan ibu,

diskontinuitas pemberian ASI, keluarga tidak mendukung,

keterlambatan laktogen II, kurang pengetahuan orang tu

tentang pentingnya pemberian ASI.

3) Kesiapan meningkatkan pemberian ASI

a) Defenisi

Suatu pola pemberian susu pada bayi atau ana langsung dari

payudara, yang dapat ditingkatkan

b) Batasan karakteristik

45
Ibu menyatakan keinginan untuk memiliki kemampuan untuk

memberi ASI untuk kebutuhan bayinya, ibbu menyatakan

keinginan untuk meningkatkan kemampuan memberi ASI

ekslusif.

46
BAB III
PROSES PRAKTIK NERS

A. Gambaran Kasus Kelolaan


1. Gambaran Penelitian
Penelitian studi kasus ini mengambil kasus pada ibu post partum di ruang
melati RS PMC. Peneliti mengambil sejumlah 15 pasien sebagai responden
dengan kriteria inklusi yaitu pasien post partum non abortus tanpa komplikasi
post partum, dan mengalami kesulitan menyusui karena ketidakadekuatan
suplai ASI. Sedangkan kriteria ekslusi yaitu pasien post partum yang
direncanakan pulang 1 hari post partum. Peneliti mengambil lokasi penelitian
di RS PMC, dimulai dari tanggal 4 Juli sampai dengan 8 Juli 2023.
2. Pengkajian
a. Identitas
Tabel 3.1 Biodata Responden Pasien Post partum dengan Ketidakadekuatan
Suplai ASI di RS PMC Tahun 2023

Riwayat Riwayat Tanggal


Nam Usi Agam Pendidika
Data Kehamila Persalinan Pengkajia
a a a n
n n

Klie Ny. B 26 Islam S1 G2P2A0 SC tgl 04/07/2023


n1 03/07/2023
th

Klie Ny. R 23 Islam SMA G1P1A0 SC tgl 05/07/2023


n2 04/07/2023
th

Klie Ny. D 21 Islam SMA G1P1A0 SC tgl 05/07/2023


n3 04/07/2023
th

Klie Ny. A 27 Islam SMA G1P1A0 SC tgl 06/07/2023


n4 05/07/2023
th

Klie Ny. S 30 Islam SMA G3P0A0 SC tgl 07/07/2023


n5 06/07/2023
th

Klie Ny. R 26 islam SMA G1P1A0 SC tgl 04/07/2023

47
n6 th 03/07/2023

Klie Ny. E 23 islam SMA G1P1A0 SC tgl 04/07/2023


n7 03/07/2023
th

Kllie Ny. D 30 kristen SMA G3P2A0 SC tgl 05/07/2023


n8 04/07/2023
th

Klie Ny. T 25 islam SMP G1P1A0 SC tgl 05/07/2023


n9 04/07/2023
th

Klie Ny. R 27 islam S1 G2P1A0 SC tgl 06/07/2023


n 10 05/07/2023
th

Klie Ny. 26 islam SMP G1P1A0 SC tgl 06/07/2023


n 11 05/07/2023
M th

Klie Ny. I 28 islam SMA G2P2A0 SC tgl 07/07/2023


n 12 06/07/2023
th

Klie Ny. T 25 kristen SMP G2P2A0 SC tgl 07/07/2023


n 13 06/07/2023
th

Klie Ny. S 24 Islam SMA G1P1A0 Normal tgl 08/07/2023


n 14 07/07/2023
th

Klie Ny. N 26 islam SMA G2P2A0 SC tgl 08/07/2023


n 15 07/07/2023
th

b. Keluhan Utama
Klien 1: Klien 1 mengatakan masih merasa ngilu pada area luka operasi
SC, tetapi masih bisa berjalan ke kamar mandi dan beraktivitas. Sejak hari
pertama melahirkan klien juga mengatakan nyeri pada payudaranya dan
ketika menyusui bayinya, ASI hanya keluar sedikit sehingga bayi diberi
susu formula.
Klien 2: Klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi SC, dan
bertambah nyerinya jika bergerak. Pada hari kedua, klien mengatakan air
susunya tidak memancar dan keluar sangat sedikit sehingga payudaranya

48
bengkak. Klien juga mengatakan anaknya tidak tidak menyusui dengan
maksimal, dan tidak mengetahui bagaimana cara menyusui yang benar.
Klien 3: Klien mengatakan nyeri pada area luka SC. Pada hari kedua, klien
mengatakan air susunya tidak memancar dan keluar sangat sedikit
sehingga payudaranya bengkak. Klien juga mengatakan anaknya tidak
tidak menyusui dengan maksimal, dan tidak mengetahui bagaimana cara
menyusui yang benar. ASI hanya keluar sedikit sehingga diberi susu
formula.
Klien 4: Pada hari kedua, klien emngatakan nyeri pada luka SC berkurang.
Klien mengatakan air susunya tidak memancar dan keluar sangat sedikit
sehingga payudaranya bengkak. Klien juga mengatakan anaknya tidak
tidak menyusui dengan maksimal, dan tidak mengetahui bagaimana cara
menyusui yang benar.
Klien 5: Klien mengatakan nyeri pada luka operasi mulai terasa. Sejak hari
pertama melahirkan klien juga mengatakan nyeri pada payudaranya dan
ketika memberi IMD pada bayinya, ASI hanya keluar sedikit sehingga saat
ini bayi diberi susu formula.

c. Data Bayi
Tabel 3.2 Biodata Bayi dari Responden Post Partum dengan
Ketidakadekuatan Suplai ASI di RS PMC Tahun 2023

Berat Kelainan
Nama Jenis APGAR Tanggal
Data Badan kongenital
Bayi Kelamin Score Pengkajian
Lahir

Klien Bayi 2890 P 9 Tidak ada 04/07/2023


1 Ny. B gr

Klien Bayi 3050 L 10 Tidak ada 05/07/2023


2 Ny. R gr

KLie Bayi 3000 L 10 Tidak ada 05/07/2023


n3 Ny. D

Klien Bayi 2840 P 10 Tidak ada 06/07/2023


4 Ny. A

KLie Bayi 3400 P 10 Tidak ada 07/07/2023


n5 Ny. S

49
d. Pengkajian Fisiologis
a) Tanda-tanda Vital

Tabel 3.2 Tanda-tanda Vital Responden Post Partum dengan


Ketidakadekuatan Suplai ASI di RS PMC Tahun 2023

Tekana Pernapasa SpO2 Tanggal


Data Nadi Suhu
n Darah n Pengkajian

Klien 93 123/70 36,0c 16 x/menit 99% 04/07/2023


1 x/menit mmHg

Klien 76 112/67 36,5c 18 x/menit 99% 05/07/2023


2 x/menit mmHg

Klien 85 104/82 36,7c 16x/menit 98% 05/07/2023


3 x/menit mmHg

Klien 89 120/80 36,0c 20 x/menit 98% 06/07/2023


4 x/menit mmHg

Klien 112 121/83 36,8c 21 x/menit 98% 07/07/2023


5 x/menit mmHg

Klien 100 120/20 37,0c 20x/menit 99% 04/07/2023


6 x/menit mmHg
Klien 100 123/70 36,0c 16x/menit 99% 04/07/2023
7 x/menit mmHg

Kllie 90 112/67 36,8c 20 x/menit 98% 05/07/2023


n8 x/menit mmHg

Klien 93 104/82 37,0c 21 x/menit 98% 05/07/2023


9 x/menit mmHg

Klien 76 120/80 36,0c 20x/menit 99% 06/07/2023


10 x/menit mmHg

Klien 85 121/83 36,5c 16 x/menit 99% 06/07/2023


11 x/menit mmHg

Klien 89 121/83 36,7c 18 x/menit 98% 07/07/2023


12 x/menit mmHg

Klien 112 120/80 36,0c 16x/menit 98% 07/07/2023


13 x/menit mmHg

Klien 100 121/83 36,8c 20 x/menit 98% 08/07/2023


14 x/menit mmHg

Klien 93 120/20 37,0c 21 x/menit 99% 08/07/2023


15 x/menit mmHg

50
b) Involusi Uteri
Klien 1: 1 cm di bawah pusat
Klien 2: 1 cm di bawah pusat
Klien 3: Sepusat
Klien 4: Sepusat
Klien 5: 1 cm di bawah pusat
c) Lokia
Klien 1: Lokia rubra (merah pekat dengan volume ± 20 cc)
Klien 2: Lokia rubra (merah pekat dengan volume ± 20 cc)
Klien 3: Lokia rubra (merah pekat dengan volume ± 20 cc)
Klien 4: Lokia rubra (merah pekat dengan volume ± 20 cc)
Klien 5: Lokia rubra (merah pekat dengan volume ± 20 cc)
d) Eliminasi Urine
Klien 1: Tidak ada distensi kandung kemih
Klien 2: Tidak ada distensi kandung kemih
Klien 3: Tidak ada distensi kandung kemih
Klien 4: Tidak ada distensi kandung kemih
Klien 5: Tidak ada distensi kandung kemih
e) Perineum
Klien 1: Tidak ada laserasi episiotomi
Klien 2: Tidak ada laserasi episiotomi
Klien 3: Tidak ada laserasi episiotomi
Klien 4: Tidak ada laserasi episiotomi
Klien 5: Tidak ada laserasi episiotomi
f) Eliminasi Feses
Klien 1: bising usus 5 x/menit, klien mengatakan belum BAB sejak
melahirkan 1 hari yang lalu, tidak ada hemorhoid.
Klien 2: bising usus 10 x/menit, klien mengatakan belum BAB sejak
melahirkan 1 hari yang lalu, tidak ada hemorhoid.
Klien 3: bising usus 10 x/menit, klien mengatakan belum BAB sejak
melahirkan 1 hari yang lalu, tidak ada hemorhoid.

51
Klien 4: bising usus 10 x/menit, klien mengatakan belum BAB sejak
melahirkan 1 hari yang lalu, tidak ada hemorhoid.
Klien 5: bising usus 10 x/menit, klien mengatakan belum BAB sejak
melahirkan 1 hari yang lalu, tidak ada hemorhoid.
g) Ekstermitas bawah
Klien 1: edema (-), nyeri (-), kemerahan (-), varises (-)
Klien 2: edema (-), nyeri (-), kemerahan (-), varises (-)
Klien 2: edema (-), nyeri (-), kemerahan (-), varises (-)
Klien 2: edema (-), nyeri (-), kemerahan (-), varises (-)
Klien 2: edema (-), nyeri (-), kemerahan (-), varises (-)
h) Payudara
Klien 1: bentuk simetris, areola berwarna kecoklatan, tidak ada benjolan,
putting keluar, klien mengatakan nyeri saat anaknya menyusu, terdapat
nyeri tekan, payudara teraba keras, ASI tidak memancar saat dipijat.
Klien 2: bentuk simetris, areola berwarna kecoklatan, tidak ada benjolan,
putting keluar, klien mengatakan nyeri saat anaknya menyusu, terdapat
nyeri tekan, payudara teraba keras, ASI tidak memancar saat dipijat.
Klien 3: bentuk simetris, areola berwarna kecoklatan, tidak ada benjolan,
putting keluar, klien mengatakan nyeri saat anaknya menyusu, terdapat
nyeri tekan, payudara teraba keras, ASI tidak memancar saat dipijat.
Klien 4: bentuk simetris, areola berwarna kecoklatan, tidak ada benjolan,
putting keluar, klien mengatakan nyeri saat anaknya menyusu, terdapat
nyeri tekan, payudara teraba keras, ASI tidak memancar saat dipijat.
Klien 5: bentuk simetris, areola berwarna kecoklatan, tidak ada benjolan,
putting keluar, klien mengatakan nyeri saat anaknya menyusu, terdapat
nyeri tekan, payudara teraba keras, ASI tidak memancar saat dipijat.

52
e. Pengkajian Pola Kebutuhan Dasar
Tabel 3.3 Pengkajian Pola Lebutuhan Dasar Pasien Post Partum dengan
Menyusui Tidak Efektif di RS PMC Tahun 2023

Klien 1 Klien 2 Klien 3 Klien 4 Klien 5

Nutrisi
&
Cairan Nasi Nasi Nasi Nasi
Nasi TKTP
Jenis 3x sehari. TKTP 3x TKTP TKTP 3x TKTP
sehari. 3x sehari. 3x
Teratur, 3x sehari. Teratur, sehari.
sehari. Teratur, Teratur, 3x sehari. Teratur,
Frekuensi Minum 2L 3x sehari. 3x Minum 3x
sehari Minum sehari. 2L sehari sehari.
2L sehari Minum Minum
2L 2L
sehari sehari
Eliminas
i BAK

Warna Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning


bening bening bening bening bening
Frekuensi
4-6 x sehari 4-6 x 4-6 x 4-6 x 4-6 x
Keluhan
sehari sehari sehari sehari
Tidak ada
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
BAB Belum BAB Belum Belum Belum Belum
sejak BAB BAB BAB BAB
melahirkan sejak sejak sejak sejak
melahirk melahi melahirk melahi
an rkan an rkan

Istirahat
dan
Tidur 3-5 jam/hari 3-6 3-5 3-6 3-5
jam,/hari jam/hari jam,/har jam/hari
Frekuensi i
Sulit untuk
tidur karena Sulit Sulit Sulit
Keluhan
bayinya untuk untuk Sulit untuk untuk
menangis di tidur tidur tidur tidur

53
malam hari karena karena karena karena
terutama bayinya bayinya bayinya bayinya
saat disusui, menangis menangis menangis menangis
sehingga saat di malam saat di malam
hari disusui, hari
klien merasa disusui,
terutama sehingga terutama
kelelahan sehingga saat klien saat
klien disusui, merasa disusui,
merasa sehingga mengantuk sehingga
mengantu klien di siang klien
k di siang merasa hari merasa
hari kelelahan kelelahan

Ambulansi Miring Miring Miring Miring Miring


kanan-kiri, kanan-kiri kanan- kanan-kiri kanan-
sudah bisa kiri kiri
duduk

Klien 6 Klien 7 Klien 8 Klien 9 Klien 10

Nutrisi
&
Cairan Nasi Nasi Nasi Nasi
Nasi TKTP
Jenis 3x sehari. TKTP 3x TKTP TKTP 3x TKTP
sehari. 3x sehari. 3x
Teratur, 3x sehari. Teratur, sehari.
sehari. Teratur, Teratur, 3x sehari. Teratur,
Frekuensi Minum 2L 3x sehari. 3x Minum 3x
sehari Minum sehari. 2L sehari sehari.
2L sehari Minum Minum
2L 2L
sehari sehari
Eliminas
i BAK

Warna Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning


bening bening bening bening bening
Frekuensi
4-6 x sehari 4-6 x 4-6 x 4-6 x 4-6 x
Keluhan
sehari sehari sehari sehari
Tidak ada
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
BAB Belum BAB Belum Belum Belum Belum
sejak BAB BAB BAB BAB

54
melahirkan sejak sejak sejak sejak
melahirk melahi melahirk melahi
an rkan an rkan

Istirahat
dan
Tidur 3-5 jam/hari 3-6 3-5 3-6 3-5
jam,/hari jam/hari jam,/har jam/hari
Frekuensi i
Sulit untuk
tidur karena Sulit Sulit Sulit
Keluhan
bayinya untuk untuk Sulit untuk untuk
menangis di tidur tidur tidur tidur
karena karena karena
malam hari karena
bayinya bayinya bayinya
terutama bayinya menangis menangis
menangis
saat disusui, menangis di malam di malam
saat
sehingga saat hari disusui, hari
klien merasa disusui, terutama sehingga terutama
kelelahan sehingga saat klien saat
klien disusui, merasa disusui,
merasa sehingga mengantuk sehingga
klien di siang klien
mengantu
merasa hari merasa
k di siang kelelahan kelelahan
hari

Ambulansi Miring Miring Miring Miring Miring


kanan-kiri, kanan-kiri kanan- kanan-kiri kanan-
sudah bisa kiri kiri
duduk

Klien 11 Klien 12 Klien Klien 14 Klien 15


13

Nutrisi
&
Cairan Nasi Nasi Nasi Nasi
Nasi TKTP
Jenis 3x sehari. TKTP 3x TKTP TKTP 3x TKTP
sehari. 3x sehari. 3x
Teratur, 3x sehari. Teratur, sehari.
sehari. Teratur, Teratur, 3x sehari. Teratur,
Frekuensi Minum 2L 3x sehari. 3x Minum 3x
sehari Minum sehari. 2L sehari sehari.
2L sehari Minum Minum

55
2L 2L
sehari sehari
Eliminas
i BAK

Warna Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning


bening bening bening bening bening
Frekuensi
4-6 x sehari 4-6 x 4-6 x 4-6 x 4-6 x
Keluhan
sehari sehari sehari sehari
Tidak ada
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
BAB Belum BAB Belum Belum Belum Belum
sejak BAB BAB BAB BAB
melahirkan sejak sejak sejak sejak
melahirk melahi melahirk melahi
an rkan an rkan

Istirahat
dan
Tidur 3-5 jam/hari 3-6 3-5 3-6 3-5
jam,/hari jam/hari jam,/har jam/hari
Frekuensi i
Sulit untuk
tidur karena Sulit Sulit Sulit
Keluhan
bayinya untuk untuk Sulit untuk untuk
menangis di tidur tidur tidur tidur
karena karena karena
malam hari karena
bayinya bayinya bayinya
terutama bayinya menangis menangis
menangis
saat disusui, menangis di malam di malam
saat
sehingga saat hari disusui, hari
klien merasa disusui, terutama sehingga terutama
kelelahan sehingga saat klien saat
klien disusui, merasa disusui,
merasa sehingga mengantuk sehingga
klien di siang klien
mengantu
merasa hari merasa
k di siang kelelahan kelelahan
hari

Ambulansi Miring Miring Miring Miring Miring


kanan-kiri, kanan-kiri kanan- kanan-kiri kanan-
sudah bisa kiri kiri
duduk

56
f. Pengkajian Psikososial
Klien 1: Klien mengatakan merasa senang setelah anaknya lahir, dan sudah
tahu bagaimana cara menyusui yang benar. Tetapi ia masih tidak tahu apa
yang harus dilakukan jika ASI keluar sedikit dan hanya bisa mengganti ASI
dengan susu formula karena bayinya terkadang menolak untuk menghisap
putting.
Klien 2: Klien mengatakan merasa senang setelah anaknya lahir, dan merasa
deg-degan saat hendak melahirkan. Klien mengatakan ia menerima
perubahan perannya sebagai ibu, hanya saja ia merasa butuh bantuan orang
tua karena ia masih belum tahu tentang bagaimana merawat anak
pertamanya. Klien mengatakan ia masih belum tahu bagaimana cara
menyusui yang baik dan benar.
Klien 3: Klien mengatakan merasa senang setelah anaknya lahir, dan merasa
deg-degan saat hendak melahirkan. Klien mengatakan ia menerima
perubahan perannya sebagai ibu.
Klien 4: Klien mengatakan merasa senang setelah anaknya lahir, dan merasa
deg-degan saat hendak melahirkan. Klien mengatakan ia menerima
perubahan perannya sebagai ibu
Klien 5: Klien mengatakan merasa senang setelah anaknya lahir, dan merasa
sedikit deg-degan saat hendak melahirkan. Klien mengatakan ia khawatir
karena baru kali ini ASI nya tidak mengalir lancer.

57
g. Analisa Data
Tabel 3.5 Analisa Data Responden Post Partum dengan Ketidakadekuatan
Suplai ASI di RS PMC Tahun 2023

Data Etiologi Masalah

DS: Perubahan pada payudara Menyusui tidak efektif


ibu
− Sebanyak 15

responden
Prolactin meningkat
mengatakan
kesulitan dalam ↓
menyusui bayinya
Ketidakadekuatan refleks
karena ASI tidak
oksitosin
keluar

− Sebanyak 15
responden Saluran ASI sempit
mengatakan nyeri ↓
tekan pada
Menyusui tidak efektif
payudaranya
− Satu responden
mengatakan kurang
mengetahui
bagaiamana cara
menyusui yang benar
− Satu responden
mengatakan bayinya
menolak menyusui
dari putingnya dan
hanya bisa diberi
susu formula
DO:

− Payudara teraba
keras pada kelima
responden
− ASI tidak memancar
saat payudara dipijat

58
h. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama berdasarkan pengkajian pada kelima klien di
atas yaitu Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan
refleks oksitosin ASI ditandai dengan ASI tidak memancar, ibu merasa
kelelahan, bayi menangis saat disusui, bayi menolak untuk menghisap, nyeri
tekan pada payudara (PPNI, 2018).

i. Rencana Keperawatan pada Pasien dengan Menyusui Tidak Efektif


Tabel 3.6 Rencana Keperawatan pada Pasien Post Partum dengan
Menyusui Tidak Efektif di RS PMC Tahun 2023

Perencanaan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi

Menyusui tidak efektif Setelah diberikan Edukasi Menyusui (I.12393)


berhubungan dengan intervensi keperawatan
Observasi:
ketidakadekuatan refleks selama 1x24 jam,
oksitosin ASI ditandai diharapkan Status 1. Identifikasi tujuan atau
dengan ASI tidak menyusui membaik keinginan menyusui
memancar, ibu merasa dengan kriteria hasil: Terapeutik:
kelelahan, bayi menangis 1. Perlekatan bayi pada 2. Sediakan materi dan media
saat disusui, bayi payudara ibu Pendidikan kesehatan
menolak untuk meningkat 3. Berikan Kesempatan untuk
menghisap, nyeri tekan bertanya
pada payudara 2. Tetsan/pancaran ASI 4. Dukung ibu meningkatkan
meningkat kepercayaan diri dalam
3. Waktu pengeluaran menyusui
ASI lebih cepat 5. Libatkan system
pendukung: suami dan
4. Payudara ibu kosong keluarga
setelah menyusui Edukasi:
meningkat 6. Jelaskan manfaat menyusui
5. Bayi rewel menurun bagiibu dan bayi
7. Ajarkan 4 posisi menyusui
6. Kelelahan maternal dan perletakan dengan benar
menurun 8. Ajarkan perawatan payudara
(breast care) dengan kompres
air hangat dan minyak kelapa
9. Ajarkan pijat oksitosin

59
j. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Pertemuan Tanggal/
ke- Implementasi Evaluasi
Jam

1 05/07/2 S:
Observasi: - Semua klien
023
1. Mengidentifikasi tujuan mengatakan lebih relaks
Pukul atau keinginan menyusui setelah dilakukan pijat
07.00 Terapeutik: oksitosin
- Satu klien mengatakan
2. Menyeediakan materi payudaranya tidak sakit
dan media Pendidikan lagi setelah
kesehatan mempraktikkan
3. Memberikan perlekatan bayi yang
kesempatan untuk benar
bertanya
O:
4. Mendukung ibu - Semua Klien melakukan
meningkatkan pijat oksitosin
kepercayaan diri dalam
menyusui Sebelum dilakukan pijat
oksitosin ASI keluar :
5. Melibatkan sistem selang 4 jam.
pendukung: suami dan
keluarga Setelah diberikan pijat
Edukasi: oksitosin ASI keluar :
6. Menjelaskan manfaat selang waktu 1 jam.
menyusui bagi ibu dan
- Semua klien dapat
bayi menjelaskan kembali
7. Mengajarkan 4 posisi manfaat menyusui bagi
menyusui dan perletakan ibu dan bayi
dengan benar - Semua klien dapat
mempraktikkan kembali
8. Mengajarkan perawatan 4 posisi menyusui
payudara (breast care) dengan benar
dengan kompres air hangat - Semua klien dapat
dan minyak kelapa menjelaskan dan
9. Mengajarkan pijat mempraktikkan kembali
perawatan payudara
oksitosin - ASI menetes sedikit
setelah pijat oksitosin
dilakukan
- Bayi dapat menyusui
sebentar tetapi masih
menangis saat menyusui

A: Menyusui tidak efektif


teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi

60
2 08/07/2 Terapeutik: S:
023 1. Memberikan - Semua klien
mengatakan lebih relaks
kesempatan untuk
Pukul setelah dilakukan pijat
bertanya oksitosin
07.30
2. Mendukung ibu - Semua klien
meningkatkan mengatakan ASI lebih
kepercayaan diri dalam banyak keluar daripada
menyusui sebelumnya dan
bayinya dapat menyusui
3. Melibatkan sistem meskipun ASI belum
pendukung: suami dan memancar deras
keluarga
Edukasi: O:
- ASI memancar saat
4. Mengajarkan pijat payudara dipijat
oksitosin pada klien dan - Waktu keluar ASI
keluarga lebih cepat daripada
sebelum dipijat
oksitosin

Sebelum diberikan
pijat oksitosin ASI
keluar selang waktu 4
jam

Setelah diberikan pijat


oksitosin ASI keluar
selang waktu 1 jam.

- Bayi dapat menyusui


tanpa menangis
- Keluarga klien dapat
mempraktikkan
kembali pijat oksitosin
A: Menyusui tidak efektif
dapat teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
dengan mandiri

B. Evidence Based Nursing


Intervensi pada penelitian ini mengikuti intervensi yang ada pada penelitian
(Saputri et al., 2019) yang berjudul “Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap
Produksi Asi Pada Ibu Postpartum”. Manfaat dari pijat oksitosin adalah untuk
meningkatkan pengeluaran ASI pada ibu post partum. Teknik pijat oksitosin
adalah tindakan pijat pada bagian tulang belakang (vertebra) mulai dari costa ke-
7 hingga 5-6 skapula yang akan mempercepat kerja saraf parasimpatis untuk
mengirimkan perintah ke bagian belakang otak untuk menghasilkan oksitosin.
Intervensi ini dilakukan selama 2 x, dengan durasi 30 menit, dan dilakukan 1

61
hari 1 kali. Dilakukan evaluasi waktu lamanya pengeluaran ASI sesudah
dilakukan intervensi pada setiap kali pertemuan.
1. Analisa PICOT
Aspek yang Dianalisis Keterangan pada Penelitian
Judul penelitian Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap
Produksi Asi Pada Ibu Postpartum
Nama peneliti Ika Nur Saputri, Desideria Yosepha
Ginting, Ilusi Ceria Zendato
Populasi/problem Populasi adalah seluruh Ibu postpartum
di Klinik Nining Pelawati pada bulan
Juni 2019 dengan sampel 10 responden.
Intervensi Teknik Pijat Oksitosin
Comparasion/Perbandingan Tidak ada perbandingan
Outcome/hasil Ada pengaruh yang signifikan terhadap
produksi ASI sebelum dan sesudah
dilakukan pijat oksitosin pada Ibu
Postpartum di Klinik Pratama Nining
Pelawati Tahun 2019 dengan nilai p-
value = 0,008 (p ≤ 0,05).
Time/Waktu Dilaukan tahun 2019

2. Pelaksanaan Evidence Based Nursing


a. Persiapan
1) Identifikasi kebutuhan pengembangan terkait perawatan klien dengan
menyusui tidak efektif
2) Mencari jurnal terkait tentang penerapan terapi pijat oksitosin pada pasien
dengan menyusui tidak efektif
3) Menganalisa masalah dengan menggunakan PICOT (Problem,
Intervention, Comperation, Outcome dan Time).
4) Mahasiswa menyiapkan lembar observasi sebagai alat ukur dari evidence
based nursing.
b. Pelaksanaan
1) Implementasi dilaksanakan di RS PMC
2) Pelaksanaan pijat oksitosin dilaksanakan pada tanggal 04 sampai dengan
tanggal 08 Juli 2023.
3) Jumlah responden yang diberikan pijat oksitosin ini yaitu sebanyak 15
klien. Responden dipilih berdasarkan kriteria inklusi.

62
4) Sebelum intervensi dimulai, penulis memberikan penjelasan terlebih
dahulu kepada klien mengenai tujuan dan manfaat dari intervensi yang
dilakukan.
5) Setelah mendapat persetujuan responden kemudian dilakukan pre-test
dengan memberikan pertanyaan langsung.
6) Setelah hasil pengukuran tingkat pengetahuan didapatkan, penulis
mengkontrak waktu ke klien untuk melakuakan intervensi pijat oksitosin.
c. Evaluasi
Respon responden terhadap terapi pijat oksitosin adalah menjadi lebih
nyaman dan rileks, serta waktu pengeluaran ASI semakin cepat.

63
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Analisis dan Diskusi Hasil


Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan seluruh responden berusia
antara 20 hingga 30 tahun. Sebagian responden merupakan ibu multipara
sedangkan sebagian lainnya primipara. Dari hasil pengkajian terhadap responden,
didapati kelima belas responden mengalami kesulitan untuk menyusui. Menurut
Delima et al (2016) dalam Saputri et al. (2019), umur merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi produksi ASI. Ibu yang berusia muda (21-35 tahun)
akan lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu yang berusia lebih
tua (>35 tahun). Selain itu beberapa hal lainnya juga turut mempengaruhi
produksi ASI seperti makanan, frekuensi penyusuan, umur kehamilan saat
melahirkan dan berat lahir bayi, stres dan penyakit akut, konsumsi rokok,
konsumsi alkohol, pil kontrasepsi, dsb (Rukiyah, 2015 dalam Saputri et al, 2019).
Faktor kesulitan menyusui pada kedua responden yaitu kurangnya perlekatan bayi
saat menyusui (latch on) dan kurangnya hormon oksitosin yang menyebabkan
menyempitnya saluran ASI pada payudara sehingga pancaran ASI sedikit.
Peneliti melakukan teknik pijat oksitosin terhadap 15 ibu post partum.
Peneliti mendemosnstrasikan sekaligus mengajarkan teknik pijat oksitosin kepada
klien sebanyak 1 kali perhari sebanyak 2 kali, dimulai dari tanggal 04 Juli 2023
hingga 8 Juli 2023. Implementasi teknik pijat oksitosin dilaksanakan selama 15-
30 menit. Hasil pemberian pijat oksitosin pada kedua responden yaitu waktu
pengeluaran ASI lebih cepat dan pengeluaran ASI meningkat terutama pada hari
kedua implementasi, serta membuat klien rileks. Hal ini sejalan dnegan hasil
penelitian (Ismanti & Musfirowati, 2021; Munir et al., 2019; Saputri et al., 2019)
yang menyebutkan bahwa pijat oksitosin mampu meningkatkan pengeluaran ASI
pada ibu post partum. Selain itu, pijat Oksitosin dapat meningkatkan waktu
keluarnya ASI dan kenyamanan pada ibu post partum (Purnamasari, 2020).
Penelitian Ramadhini & Kurniati (2019) juga menyebutkan bahwa pijat oksitosin
dan breast care dapat meningkatkan pengeluaran ASI pada ibu post partum.

64
Pijat okstosin dilakukan untuk merangsang refleks Let Down saat bayi
mengisap aerola yang akan mengirimkan stimulus ke neurohipofisis untuk
memproduksi dan melepaskan oksitosin secara intermiten. Oksitosin akan masuk
ke aliran darah ibu dan merangsang sel otot disekeliling alveoli sehingga
berkontraksi dan membuat ASI yang telah terkumpul didalamnya mengalir ke
saluran ductus (Purnamasari, 2020). Manfaat lain dari pijat oskitosin adalah untuk
mempercepat penyembuhan luka bekas implantasi plasenta, mencegah terjadinya
perdarahan post partum, dapat mempercepat terjadinya infolusi uterus,
meningkatkan produksi ASI dan meningkatkan rasa nyaman pada ibu menyusui
(Ismanti & Musfirowati, 2021).
Menurut (Munir et al., 2019), pemijatan adalah salah satu terapi non
farmakologis untuk mengurangi ketidaknyamanan pada pasien dan membantu
pasien relaksasi. Ketika ibu merasa rileks maka akan menurunkan kadar epinefrin
dan non-epinefrin dalam darah sehingga ada keseimbangan. Hal ini sesuai dengan
yang disebutkan oleh Ricci (2017), bahwa pijat yang dilakukan dibagian
punggung dapat merangsang pengeluaran hormon endorphin, hormon ini
berfungsi untuk memberikan rasa santai dan menimbulkan ketenangan sehingga
pemijatan dapat menurunkan ketegangan otot. Pada bagian punggung sering
sekali terjadi ketegangan otot, tetapi dengan dilakukannya pijat oksitosin maka
akan memberikan kenyamanan pada daerah punggung dan meningkatkan
produksi ASI.
Dengan memperhatikan beberapa penelitian mengenai pijat oksitosin
untuk meningkatkan waktu pengeluaran volume ASI, penelitian ini membuktikan
bahwa pijat oksitosin efektif untuk meningkatkan pengeluaran ASI. Hal ini sangat
bermanfaat bagi praktisi ilmu keperawatan untuk dapat menerapkan teknik non
farmakologis ini dalam mengatasi menyusui tidak efektif. Penerapan teknik pijat
oksitosin juga mudah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari karena
merupakan teknik tanpa biaya dan peralatan khusus. Klien hanya perlu mengatur
posisi duduk dengan nyaman, kemudian mengatur pernafasan agar merasa rileks,
dan dilakukan pijat oksitosin oleh keluarga klien (Purnamasari, 2020).
LDR disebut juga refleks pengaliran atau refleks oksitosin atau pelepasan
ASI. Refleks ini sebenarnya bekerja sebelum ibu menyusui bayinya (Rochmawati,

65
2009). Sebelum dilakukan pemijatan terdapat sebanyak 20 responden (66,7%)
yang memiliki LDR kurang aktif. LDR sangat dipengaruhi oleh adanya hormon
oksitosin. Hormon ini sejak mulai kehamilan mengalami peningkatan yang
signifikan (Wulanda, 2011). Ibu post partum pada hari pertama dan kedua masih
dalam masa pemulihan organ gentalia (early puerperium) sehingga ibu masih
cenderung fokus dengan pemulihan terhadap dirinya sendiri (NOFITRI, 2019)
Menurut Lawrence (2011) faktor yang menghambat munculnya LDR yaitu
terjadinya stress. Stres disebabkan oleh faktor biologi (pemulihan organ
reproduksi) dan faktor psikologis (fase taking in). Bila ada stres dari ibu yang
menyusui maka akan terjadi suatu blokade dari refleks let down. Ini disebabkan
oleh karena adanya pelepasan dari adrenalin (epinefrin) yang menyebabkan
vasokontriksi dari pembuluh darah alveoli, sehingga oksitosin sedikit harapannya
untuk dapat men-capai target organ mioepitelium. Akibat dari tidak sempurnanya
refleks let down maka akan terjadi penumpukan air susu di dalam alveoli yang
secara klinis tampak payudara membesar. Payudara yang besar dapat berakibat
abses, gagal untuk menyusui dan rasa sakit. Rasa sakit ini akan merupakan stres
lagi bagi seorang ibu sehingga stres akan bertambah.
Asumsi peneliti, adanya pengaruh pijat stimulus oksitosin terhadap let
down reflex pada ibu nifas, dikarenakan banyak dari ibu yang awalnya mengalami
let down reflex yang kurang aktif sebelum dilakukan pemijatan stimulus oksitosin.
Hal ini dipengaruhi oleh riwayat paritas ibu yang mayoritas merupakan ibu
primipara dengan usia ibu yang masih rata-rata dalam kategori tidak resiko tinggi
(antara 20 sampai 35 tahun). Setelah dilakukan pemijatan stimulus oksitosin,
banyak dari responden yang mengalami perubahan let down reflex sehingga
pengeluaran air susu ibu lancar. Selain itu bidan dan peneliti juga memberikan
edukasi saa tmelakukan pemijatan sehingga menyebabkan ibu menjadi rileks
sehingga menimbulkan let down reflex yang baik dan aktif (Wulandari et al.,
2014).

66
B. Keterbatasan Peneliti
Keterbatasan pada penelitian ini adalah peneliti tidak dapat menempatkan

posisi pasien kurang membungkuk dikarnakan pasien 24 jam setelah section

ceasar dan perut pasien masih terasa nyeri.

67
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Air Susu Ibu (ASI) merupakan suatu jenis makanan yang
mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologis, sosial
maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan
pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Pengkajian yang dilakukan
pada kedua responden menunjukkan bahwa klien mengalami menyusui
tidak efektif sehingga diberikan intervensi pijat oksitosin. Berdasarkan
hasil penelitian ini, penerapan pijat oksitosin secara nyata mampu
memperlancar dan memperbanyak ASI serta meningkatkan waktu
pengeluaran ASI setelah pemijatan kali kedua. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pijat oksitosin merupakan teknik non farmakologis
yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah ketidakefektifan menyusui
akibat ketidaklancaran pengeluaran ASI pada ibu post partum.

B. Saran
1. Bagi Penelitian Selanjutnya
Dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya untuk dapat
mengembangkan penelitian lebih lanjut terkait terapi non farmakologis
untuk meningkatkan pengeluaran ASI.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat di jadikan sebagai referensi kepustakaan
dalam mata kuliah keperawatan maternitas.
3. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi terkait
pelaksanaan implementasi keperawatan tentang pijat oksitosin kepada
masyarakat umum.

68
DAFTAR PUSTAKA

Ismanti, R., & Musfirowati, F. (2021). PENGARUH PIJAT OKSITOSIN


TERHADAP PRODUKSI ASI PADA IBU POSTPARTUM. Jurnal Rumpun
Ilmu Kesehatan, 1(1).
Munir, Z., Astutik, L. Y., & Jadid, N. (2019). Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap
Pengeluaran ASI Pada Ibu Post Partum Primipara Di RSIA Srikandi IBI. 7.
Purnamasari, K. D. (2020). GAMBARAN PENERAPAN TERAPI PIJAT
OKSITOSIN Copyright. 2(1), 31–36.
Ramadhini, M., & Kurniati, C. H. (2019). The Effect of Breast Care and Oxytocin
Massage on Breast Milk Production in Postpartum Mothers in the Working
Area of Pataruman Public Health Center III Banjar City. Proceedings Series
on Health & Medical Sciences, 2. https://doi.org/10.30595/pshms.v2i.227
PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Ricci, S. S. (2017). Essentials of maternity, newborn & women’s health nursing
(4th Editio). Wolters Kluwer.
Saputri, I. N., Ginting, D. Y., & Zendato, I. C. (2019). PENGARUH PIJAT
OKSITOSIN TERHADAP PRODUKSI ASI PADA IBU POSTPARTUM.
Jurnal Kebidanan Kestra (JKK), 2(1).
Kiftia, M. (2015). Pengaruh Terapi Pijat Oksitosinterhadap Produksi ASI pada Ibu
Post Partum The Effect of Oxytocin Massage on Breast Milk Production of
Postpartum Mothers Latar Belakang Ekslusif ( Pofil Kesehatan Aceh Besar
adanya upaya pembangunan inovatif yaitu yang dida. Ilmu Keperawatan
Universitas Syiah Kuala, 3(1), 42–49.
www.jurnal.unsyiah.ac.id/JIK/article/view/5128/4307
Kurniati, I. D., Setiawan, R., Rohmani, A., Lahdji, A., Tajally, A., Ratnaningrum,
K., Basuki, R., Reviewer, S., & Wahab, Z. (2015). Buku Ajar.

69
NOFITRI. (2019). Karya Ilmiah Akhir Ners Asuhankeperawatan. 1–13.
Salamah, U., & Prasetya, P. H. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kegagalan Ibu Dalam Pemberian Asi Eksklusif. Jurnal Kebidanan
Malahayati, 5(3), 199–204. https://doi.org/10.33024/jkm.v5i3.1418
Sary, M., & Kes, M. (2021). YANG BENAR DI RUANG KEBIDANAN RSUD
RADEN MATTAHER KOTA JAMBI TAHUN 2021. 11(2).
Wulandari, F. T., Aminin, F., & Dewi, U. (2014). Pengaruh pijat oksitosin
terhadap pengeluaran kolostrum pada ibu post partum di Rumah Sakit Umum
Daerah Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Kesehatan, 5(2), 173–178.

70
DOKUMENTASI

71
72
73

Anda mungkin juga menyukai