Anda di halaman 1dari 14

Genetika Hutan Medan, Oktober 2023

PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL

Dosen Penanggungjawab:
Dr. Arida Susilowati S.Hut., M.Si

Oleh :
Theodora Louisa Simbolon
211201112
BDH 5

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
kasih karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas paper Genetika
Hutan yang berjudul “Penyimpangan Hukum Mendel” ini dengan baik dan lancar.
Dalam menulis laporan ini saya juga ingin mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Arida Susilowati S.Hut., M.Si. selaku Dosen Penanggungjawab yang
telah membantu dan membimbing saya dalam memberikan pembelajaran dan
pemahaman pada mata kuliah ini.
Saya menyadari bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, saran dan kritik dari berbagai pihak dalam upaya memperbaiki isi laporan ini
akan sangat saya terima dan hargai. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
siapapun yang membacanya.

Medan, Oktober 2023

Penulis
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Genetika adalah salah satu cabang ilmu dalam biologi yang masih sulit
dipahami karena mengandung konsep yang abstrak sehingga masih banyak
ditemukan miskonsepsi Diluar semua kesulitan yang telah ditemukan, konsep-
konsep genetika memiliki peranan penting untuk memahami cabang ilmu biologi
lainnya. Misalnya, beberapa materi biologi yang dipelajari di SMA kelas XII
seperti bioteknologi dan evolusi mengharuskan siswa untuk menguasai konsep-
konsep yang terdapat pada materi genetika dengan benar. Oleh karena itu, konsep
genetika dijadikan sebagai konsep dasar yang harus dikuasai untuk memahami
konsep biologi lainnya Selain itu, memahami konsep genetika juga akan
membantu siswa memahami perkembangan permasalahan permasalahan penting
dalam masyarakat seperti pengujian genetik suatu penyakit dan perubahan
makanan. Seiring dengan itu, ilmu yang berhubungan dengan genetika juga telah
banyak berkembang, seperti teknologi DNA rekombinan dan munculnya rekayasa
genetika pada pangan dan makhluk hidup (Waskito et al., 2020).
Serangkaian ide filsafat sains tentang evolusi atau revolusi paradigma,
normal sains, falsifikasi dan tradisi ilmiah penelitian merupakan satu set alat
pendeteksi kemajuan keilmuan sains. Diperlukan pemahaman yang memadai
terhadap proses sains yang berlangsung agar mampu meletakkan sebuah konsep
pada puzzle ilmu pengetahuan yang ada dan salah satu konsep yang menjadi
perdebatan menarik hingga saat ini ialah teori hereditas. Penemuan hukum
hereditas oleh Mendel (1866) pada perkembangan mempengaruhi cabang ilmu
dan konsep penting dalam biologi seperti evolusi, perkembangan embrio makhluk
hidup dan biologi molekuler bahkan bidang sosial. Diskusi hereditas yang paling
panas dibidang sosial terjadi pada tahun 1970-an sampai 1980-anpada topik IQ
dan ras. Salah satu cabang ilmu Biologi yang berpengaruh besar setelah
ditemukannya hukum Mendel ialah teori evolusi Darwin (Meilinda, 2017).
Besar kecilnya peranan faktor genetik terhadap fenotip dinyatakan dengan
heritabilitas (Heritability) atau sering disebut dengan daya waris. Heritabilitas
adalah nilai yang menggambarkan seberapa jauh fenotip yang tampak merupakan
refleksi dari genotipnya. Jika nilai heritabilitasnya tinggi, maka sebagian besar
variabilitas fenotipnya disebabkan oleh variasi genetik, sebaliknya jika nilai
heritabilitasnya rendah maka ragam fenotip yang terlihat pada keturunan lebih
dipengaruhi oleh lingkungan. Penentuan indeks seleksi juga penting dilakukan.
Seleksi dilakukan untuk pemilihan karakter dengan nilai variabilitas dan
heritabilitas yang tinggi. Seleksi dilakukan hanya dibatasi pada dua atau tiga sifat
yang paling diinginkan. Oleh karena itu untuk mengetahui lebih jauh karakter
fenotip organ vegetatif baik secara kualitatif maupun kuantitatif maka diperlukan
penelitian mengenai pewarisan karakter fenotip generasi F1 untuk mengetahui
hasil persilangan (Prabowo et al., 2020).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari Paper Genetika Hutan yang berjudul “Penyimpangan
Hukum Mendel” ini adalah untuk mengetahui arti Hukum Mendel beserta apa saja
yang termasuk kedalam penyimpangan Hukum Mendel.
BAB II ISI

2.1 Hukum Mendel


Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat
pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam
karyanya Percobaan mengenai Persilangan Tumbuhan. Hukum ini terdiri dari
dua bagian, yakni Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal
sebagai Hukum Pertama Mendel, dan Hukum berpasangan secara bebas
(independent assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Kedua
Mendel. Pada Hukum Mendel 1, Mendel memulai percobaannya dengan
melakukan persilangan dua kacang ercis yang memiliki satu perbedaan sifat,
dikenal dengan persilangan monohibrid. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk
menjawab sebuah pertanyaan dasar "apakah karakter dari individu berasal dari
salah satu orang tuanya atau merupakan campuran kedua orang tuanya?" Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, Mendel menyilangkan dua ercis galur mumi
(homozigot) dengan karaktersitik yang berbeda yaitu satu berbiji kuning dan
lainnya berbiji hijau. Kedua induk galur murni ini dikenal dengan istilah generasi
parental (P). Seluruh keturunan dari hasil persilangan tersebut, dikenal dengan
filiall (Fl) memiliki biji bulat. Fenotip Fl menunjukkan seolah-olah sifat dari
individu hanya berasal dari salah satu induknya saja.
Pada Hukum Mendel 2, Mendel menyilangkan dua galur murni dengan
dua karakter berbeda (dihibrid) yaitu ercis Biji bulat berwarna kuning dengan
ercis biji kisut berwarna hijau. Seluruh keturunan F1 menghasilkan biji bulat
berwarna kuning. Persilangan sesama F1 menghasilkan keturunan F2 bulat
kuning, bulat hijau, kisut kuning dan kisut hijau dengan perbandingan 9:3:3:1.
Hasil persilangan dihibrid yang dilakukan oleh Mendel menunjukkan pewarisan
sifat bentuk biji tidak dipenga ruhi oleh pewarisan sifat warna biji. F1 pada
persilangan memiliki genotip heterozigot untuk kedua gen (BbKk). Pada
pembentukan garnet, alel B akan terpisah ke garnet yang berbeda dengan garnet b
dan aiel K berpindah ke garnet yang berbeda dengan aiel k (law of segregation).
Perpindahan aiel B tidak bergantung pada K atau k begitu juga dengan b, sehingga
terdapat 4 jenis garnet yang dapat diproduksi dengan peluang yang sama yaitu 1/4
BK, % Bk, 1 /4 bK dan 1/4 bk. Persilangan sesama F1 kemudian akan
menghasilkan fenotip dengan perbandingan 9 Bulat kuning (B-K-): 3 bulat hijau
(B-kk): 3 kisut kuning (bbk-): 1 kisut hijau (bbkk). Persilangan dihibrid
menghasilkan hukum Mendel II yang dikenal dengan principle of independent
assortment. Hukum Mendel II menyatakan bahwa pada pembentukan gamet, aiel
dari gen yang berbeda terpisah secara independent (tidak bergantung satu sama
lain).
Dari kenyataan adanya ciri yang menang terhadap yang lainnya, J.G.
Mendel menyimpulkan bahwa pada individu-individu (atau pada ciri-ciri
heterozygot, satu alel dominan sedangkan yang lainnya resesif). Dari
kenyataannya bahwa ciri-ciri induk muncul kembali pada turunan tanaman ercis
yang tumbuh dari biji heterozygote, J.G. Mendel menyimpulkan bahwa kedua
faktor untuk kedua ciri tidak bergabung (tidak bercampur) dalam cara apapun
kedua faktor itu tetap berdiri sendiri selama hidupnya individu dan memisah pada
waktu pembentukan gamet-gamet. Dalam hubungan ini separuh gamet
membawahi satu faktor, sedangkan separuhnya yang lain membawahi faktor
lainnya. Kesimpulan terakhir inilah yang dikenal dengan hukum pemisahan
Mendel (Firdauzi,2014).
2.2 Penyimpangan Hukum Mendel
Penyimpangan semu hukum Mendel merupakan bentuk persilangan
yangmenghasilkan rasio fenotipe yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut
hukumMendel. Meskipun tampak berbeda sebenarnya rasio fenotipe yang
diperolehmerupakan modifikasi dari penjumlahan rasio fenotipe hukum Mendel
semula. Penyimpangan semu dari hukum Mendel merujuk pada situasi di mana
hasil dari persilangan organisme tidak sesuai dengan prediksi yang dibuat
berdasarkan hukum Mendel. Hukum Mendel, yang dirumuskan oleh ahli genetika
Austria Gregor Mendel pada abad ke-19, menggambarkan bagaimana sifat-sifat
pewarisan genetik ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya
melalui faktor-faktor genetik yang disebut alel.
Penyimpangan semu dari hukum Mendel dapat terjadi karena beberapa
alasan, termasuk:
1. Interaksi Alel: Salah satu penyimpangan semu yang paling umum terjadi
ketika alel-alel yang mengontrol sifat tertentu tidak bersifat dominan atau
resesif seperti yang dijelaskan dalam hukum Mendel. Sebagai contoh,
dalam beberapa kasus, alel-alel dapat menunjukkan dominansi sebagian
atau bersifat kodominan, sehingga tidak sesuai dengan pola yang
diharapkan.
2. Interaksi Gen: Kadang-kadang, beberapa gen yang terletak di berbagai
kromosom dapat berinteraksi satu sama lain dalam cara yang kompleks,
menghasilkan fenotip yang tidak sesuai dengan prediksi yang dibuat
berdasarkan hukum Mendel.
3. Efek Lingkungan: Faktor lingkungan seperti nutrisi, paparan zat-zat kimia,
atau kondisi pertumbuhan dapat mempengaruhi ekspresi genetik, yang
dapat menyebabkan penyimpangan dari hukum Mendel. Misalnya,
beberapa sifat genetik mungkin hanya muncul dalam kondisi lingkungan
tertentu.
4. Mutasi Genetik: Mutasi genetik dapat menghasilkan perubahan dalam gen-
gen yang mengontrol sifat-sifat tertentu. Jika mutasi ini terjadi dalam salah
satu alel yang terlibat dalam persilangan, itu dapat menyebabkan
penyimpangan dari hukum Mendel.
5. Pembuahan Acak: Dalam beberapa kasus, pembuahan acak dari sel-sel
kelamin jantan dan betina dapat menghasilkan variasi genetik yang lebih
besar daripada yang dijelaskan oleh hukum Mendel.
6. Efek Genetik Epigenetik: Modifikasi epigenetik pada gen-gen dapat
memengaruhi cara gen-gen diekspresikan tanpa mengubah urutan DNA.
Ini juga dapat menyebabkan penyimpangan dari hukum Mendel.
Contoh konkret dari penyimpangan semu dari hukum Mendel termasuk pola
pewarisan sifat manusia seperti warna kulit, warna mata, dan kerutan sifat-sifat
kompleks lainnya yang tidak selalu mengikuti pola dominan-resesif yang
sederhana yang dijelaskan oleh hukum Mendel. Penyimpangan ini seringkali
merupakan hasil dari interaksi genetik yang lebih kompleks atau faktor-faktor
lingkungan yang memengaruhi ekspresi genetik.
2.3 Down Syndrome
Down syndrome adalah kelainan yang disebabkan oleh abnormalitas pada
kromosom, biasanya pada kromosom 21, yang tidak dapat memisahkan diri
selama meiosis sehingga terbentuk individu dengan 47 kromosom, lebih 1
kromosom dari manusia pada umumnya yang memiliki 46 kromosom. Down
Syndrome merupakan sebuah kelainan perkembangan pada manusia yang
disebabkan adanya kromosom ekstra atau biasa disebut dengan sebutan trisomi di
pasangan kromosom nomor 21 pada manusia. Sindrom Down merupakan kelainan
genetika pada manusia yang terjadi ketika masa embrio yang disebabkan adanya
kesalahan pembelahan sel yang disebut nondisjunction embrio yang harusnya
melahirkan dua Salinan kromosom 21 justru menghasilkan tiga kromosom 21
yang menyebabkan bayi memiliki 47 kromosom yang lazimnya hanya memiliki
46 kromosom.
Kelainan down syndrome pertama kali diidentifikasi oleh John Langdon
Down di tahun 1866, meskipun diduga peristiwa ini sudah ada jauh sebelum tahun
tersebut, bahkan mungkin sudah ditemukan di abad ke-7. Penyandang down
syndrome memiliki beberapa ciri-ciri di antaranya yaitu memiliki tubuh yang
pendek, mata yang agak miring ke atas, lipatan kulit kelopak mata atas yang
menutupi sudut bagian dalam mata atau istilahnya (epicanthal fold), jembatan
hidung agak lebar, telinga yang mungil, pendengaran rendah, leher yang pendek,
tangan yang gemuk dan pendek, dan memiliki satu garis lurus pada telapak tangan
atau (simian crease) (Metavia dan Rahma, 2022).
Down syndrome adalah kondisi genetik yang disebabkan oleh keberadaan
tambahan salinan kromosom 21 pada individu. Kondisi ini disebabkan oleh
peristiwa non-disjunction, yaitu ketika kromosom tidak terpisah dengan benar
selama pembelahan sel yang menghasilkan sel kelamin atau embrio. Karena ini
adalah sebuah kelainan kromosom, Down syndrome merupakan contoh
penyimpangan dari hukum Mendel. Hukum Mendel, yang menggambarkan pola
pewarisan alel-alel pada satu pasangan kromosom homolog, tidak berlaku untuk
kasus-kasus seperti Down syndrome yang melibatkan perubahan dalam jumlah
kromosom.Biasanya, manusia memiliki dua salinan (pasangan) dari masing-
masing kromosom, satu yang diwarisi dari ibu dan satu lagi dari ayah. Dalam
kasus individu dengan Down syndrome, mereka memiliki tiga salinan kromosom
21, bukan dua. Kondisi ini juga dikenal sebagai trisomi 21.
Ketika non-disjunction terjadi selama pembelahan sel yang menghasilkan
sel kelamin (proses meiosis), maka sel kelamin yang terbentuk akan memiliki
jumlah kromosom yang tidak normal. Jika sel kelamin yang membawa tambahan
kromosom 21 bertemu dengan sel kelamin lain yang juga membawa kromosom
21, maka hasilnya adalah embrio dengan tiga salinan kromosom 21. Kondisi ini
menyebabkan karakteristik fisik dan perkembangan yang khas dari individu
dengan Down syndrome.
Jadi, penyimpangan hukum Mendel yang terkait dengan Down syndrome
adalah bahwa ini adalah kelainan kromosom yang disebabkan oleh perubahan
dalam jumlah kromosom, bukan perubahan dalam alel-alel individu yang
mengikuti pola pewarisan yang dijelaskan oleh hukum Mendel. Sebagai
tambahan, hukum Mendel lebih berfokus pada pewarisan sifat-sifat spesifik dari
satu generasi ke generasi berikutnya, sedangkan kondisi seperti Down syndrome
lebih berkaitan dengan perubahan besar dalam struktur kromosom.
DAFTAR PUSTAKA

Artadana IBM, Wina DS. 2018. Dasar Dasar Genetika Mendel dan
Pengembangannya. Graha Mulia, Yogyakarta.

Firdauzi NF. 2014. Rasio Perbandingan F1 dan F2 pada Persilangan Strain N x b


dan Strain N x tx serta Resiproknya. Jurnal Biologi Science Education,
3(2) : 197 – 204.

Meilinda. 2017. Teori Hereditas Mendel: Evolusi atau Revolusi (Kajian Filsafat
Sains). Jurnal Pembelajaran Biologi, 4(1): 62 – 70.

Metavia HM, Rahma W. 2022. Pengaruh Down Syndrome terhadap


Perkembangan Akademik Anak di Indonesia. Jurnal Wacana Kesehatan,
7(2): 54 – 60.

Prabowo AN, Genesiska, Bambang HI. 2020. Pewarisan Karakter Fenotip


Generasi F1 Hasil Persilangan Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Tinggi
Antosianin dan Kaya Amilopektin dengan Metode Single Cross. Jurnal
Pertanian, 1(1) : 1 – 16.

Waskito P, Wolly C, Yokhebed. 2020. Analisis Pemahaman Siswa SMA di Kota


Pontianak mengenai Materi Genetika. Jurnal Biologi dan Kependidikan
Biologi, 1(1) : 33 – 38.
terkait peristiwa
pembentukan sel kelamin
(gamet), pasangan-
pasangan alel memisah
secara bebas. Berlaku
untuk pembastaran dengan
satu sifat beda
(monohibridisasi), baik
dominansi maupun
intermediet. Hukum
Mendel II yaitu hukum
kebebasan Mendel
(prinsip berpasang-
pasangan secara bebas).
Peristiwa pembentukan
gamet merupakan
peristiwa dimana alel-
alel mengadakan
kombinasi secara bebas
sehingga kombinasi
sifat-sifat yang muncul
dalam keturunannya
beraneka raga
penyimpangan hukum
Mendel. Atavisme adalah
interaksi antar gen yang
menghasilkan
filia atau keturunan dengan
fenotip yang berbeda dari
induknya. Uji chi-square
adalah
salah satu uji statistic non
parametik yang cukup
sering digunakan dalam
penelitian. Uji
chi-square ini biasa
diterapkan untuk pengujian
kenormalan data,
pengujian data yang
berlevel nominal atau
untuk menguji perbedaan
dua atau lebih proporsi
sampel. Uji chi-
square diterapkan pada
kasus dimana akan diuji
apakah frekuensi yang
akan di mati
(data observasi) bebeda
secara nyata ataukah tidak
dengan frekuensi yang
diharapkan
(expected value). Chi-
square Test atau Uji
Chi-square adalah teknik
analisis yang
digunakan untuk
menentukan perbedaan
frekuensi observasi (Oi)
dengan frekuensi
ekspektasi atau frekuensi
harapan (Ei) suatu kategori
tertentu. Uji ini
dapatdilakukan
pada data diskrit atau
frekuensi.
penyimpangan hukum
Mendel. Atavisme adalah
interaksi antar gen yang
menghasilkan
filia atau keturunan dengan
fenotip yang berbeda dari
induknya. Uji chi-square
adalah
salah satu uji statistic non
parametik yang cukup
sering digunakan dalam
penelitian. Uji
chi-square ini biasa
diterapkan untuk pengujian
kenormalan data,
pengujian data yang
berlevel nominal atau
untuk menguji perbedaan
dua atau lebih proporsi
sampel. Uji chi-
square diterapkan pada
kasus dimana akan diuji
apakah frekuensi yang
akan di mati
(data observasi) bebeda
secara nyata ataukah tidak
dengan frekuensi yang
diharapkan
(expected value). Chi-
square Test atau Uji
Chi-square adalah teknik
analisis yang
digunakan untuk
menentukan perbedaan
frekuensi observasi (Oi)
dengan frekuensi
ekspektasi atau frekuensi
harapan (Ei) suatu kategori
tertentu. Uji ini
dapatdilakukan
pada data diskrit atau
frekuensi

Anda mungkin juga menyukai