Anda di halaman 1dari 6

Koneksi Antar Materi - Modul 2.2.

Tirza Singkoh – CGP Angkatan 9 – SDN 7 Pagal II Tayak Kec. Tempunak, Kab. Sintang - KALBAR

Pada kesempatan kali ini, mari kita bersama mengenal tentang Pembelajaran Sosial dan
Emosional dari Modul 2.2. di Program Pendidikan Guru.

A. Pemahaman Sebelum dan Sesudah di Pembelajaran Sosial dan Emosional


Sebelum mempelajari modul ini, saya berpikir bahwa kompetensi sosial dan emosional
anak terpisah. Sikap yang dinilai, yang nampak dan tercantum dalam RPP dan Buku Pelajaran
yang menjadi harapan bisa di temukan oleh murid, itu semua tergantung kepada murid. Selain
mengajar tentang ilmu yang dibutuhkan oleh murid di setiap jenjangnya, guru menilai sikap
murid menjadi suatu pekerjaan tambahan guru dikelas.
Saya percaya, bahwa karakteristik emosional murid, merupakan suatu karakteristik
murid yang lahir dari kodrat alamnya. Baik itu cara mengendalikan diri, memanajemen diri dan
mengendalikan emosi, itu tergantung dari anak, dan saya sebagai guru tidak ada andil dalam
perkembangannya, karena itu adalah bagian dari murid yang bersifat permanen, saya sebagai
guru tidak perlu mengintervensi itu, cukup saya perhatikan membekali murid dengan ilmu –
ilmu yang esensial dan kata – kata motivasi yang harapannya bisa diingat dalam mereka terus
bertumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya.
Bicara soal analogi petani, sebelumnya saya berpikir bahwa bibit dari buah yang baik
akan tumbuh dan menghasilkan buah yang baik, dan bibit dari buah yang kurang baik akan
tumnuh dan menghasilkan buah yang kurang baik juga.
Namun setelah saya mempelajari modul ini, saya menyadari bahwa pemahaman kurang
tepat. Seorang murid masuk ke dalam kelas kita dalam bentuk utuh, tidak terkotak – kotak.
Bukan hanya mengutamakan pada cipta murid, yang menyangkut ilmi pengetahuan atau
tentang kognitif, tetapi juga dalam rasa dan karsa yang ada dalam BUDInya. Dan yang nampak
pada PEKERTInya.
Karena dalam pendidikan bukan hanya sekedar melalui proses pengajaran yang
berbicara tentang ilmu pengetahuan, tetapi mengenai prinsip melakukan perubahan Budi
Pekerti murid kita.
Ternyata, guru juga harus memperhatikan dan merencanakan untuk perkembangan
kompetensi sosial dan emosional murid, seperti memperhatikan dalam ilmu pengetahuan.
Dari modul ini saya menyadari, bahwa apa yang terlihat, sikap murid dalam kehidupan
sosial itu lahir dari kompetensi emosionalnya. Apa yang dari dalam diri, nampak dari kehidupan
sosial. Dan guru sebagai pendidik bukan hanya pengajar yang mengajarkan materi, harus
memberikan perhatian yang sama, karena tentang sosial dan emosional murid, itu penting,
bahkan lebih penting melebihi pemahaman dalam pengetahuan.
Secara umum, karena pemahaman pengetahuan bisa diukur dan datanya bisa dianalisis,
guru cenderung lebih mengarahkan pandangannya ke aspek tersebut. Dan itu dinilai lebih
mendesak. Namun tentang kompetensi sosial dan emosional, yang sulit diukur, sering
diabaikan. Padahal itu penting. Untuk 2-3 materi tentang ilmu pengetahuan, bisa jadi tidak
terlalu dibutuhkan nanti dalam kehidupan murid, tetapi kalau soal kompetensi sosial dan
emosional, itu akan mempengaruhi kehidupan murid, baik sekarang ataupun di masa akan
datang. Saya menyadari bahwa seharusnya saya guru lebih memperhatikan aspek ini.
Bagaimana cara yang dapat saya lakukan, untuk mengembangkan 5 kompetensi sosial dan
emosional murid.
Dan yang menjadi dasar/fondasi yang perlu di perhatikan adalah tentang KESADARAN
PENUH (mindfulness). Hal ini merupakan hal baru bagi saya. Sejak dulu saya tertarik mendalami
tentang psikologis murid yang perlu diperhatikan, untuk memenuhi peran saya sebagai guru.
Sebagai guru, saya harus menyiapkan pembelaran yang memperhatikan aspek ini. Karena ketika
murid dalam dalam kesadaran penuh, tentu bukan hanya sekedar mengembangkan kompetensi
sosial dan emosional, tetapi juga berpengaruh pada pemahaman tentang ilmu pengetahuan.

B. Kaitan dengan Kebutuhan Belajar dan Lingkungan yang Aman


Kaitannya dengan kebutuhan belajar dan lingkungan yang aman dan nyaman untuk
memfasilitasi seluruh individu di sekolah agar dapat meningkatkan kompetensi akademik
maupun kesejahteraan psikologis (wel-being), 3 hal mendasar dan penting menurut saya yaitu
sebagai berikut.
1. Dimulai dari Saya
Hal yang paling penting dan mendasar menurut saya, yang paling pertama yaitu dimulai
dari saya. Saya sebagai suatu individu yang merupakan bagian dari sekolah, harus menjadi
bukti nyata, saya ada dalam keadaan well-being. Karena pengalaman/praktik baik yang
sederhana, lebih berdampak daripada teori.
Tentunya saya mulai memupuk kelima kompetensi sosial dan emosional dengan fondasi
kesadaran penuh. Dan tentunya disertai dengan konsistensi. Dan memupuk efikasi diri
menghadapi setiap tantangan yang ada.
Yang penting yang harus dilakukan yaitu, saya harus mengenali kompetensi mana yang
dibutuhkan murid dalam kaitannya dengan kebutuhan belajarnya. Dalam setiap keadaan
yang tidak sesuai ekspektasi, dengan keragaman murid, saya perlu untuk belajar mengambil
jeda, dan merespon dengan lebih sadar (tidak reaktif / spontan). Saya perlu bertanya dengan
sikap terbuka dan rasa ingin tahu, bukan dengan nada menghakimi atau mengendalikan.
Dengan ketulusan, kepedulian dan kasih sayang, bisa menumbuhkan koneksi, rasa aman,
dan percaya dari murid.
Dalam kelas saya perlu untuk mengarahkan murid untuk memiliki kesadaran penuh yang
baik. Seperti pendapat Hawkins(2017), Latihan kesadaran penuh dapat membangun
keterhubungan diri atau self-awareness dengan berbagai kompetensi sosial dan emosional.
Karena dengan kesadaran penuh, murid memiliki kemampuan lebih tinggi dalam
 Mencapai prestasi akademik,
 Kesehatan mental dan fisik,
 Memiliki ketangguhan mengelola stress, dan
 Terlibat dalam perilakuk sosial yang bertanggung jawab.
Jadi, jika saya ditanyakan apa yang paling penting dan mendasar, yaitu mulai dari saya
sendiri, untuk menerapkan kompetensi sosial emosional dengan konsisten dan sikap yang
tepat yaitu tulus, peduli dan penuh kasih sayang.

2. Segala sesuatu ternyata terhubung satu sama lain


Mulai dari sekarang, saya perlu dengan secara sengaja dan sadar, mulai menarik benang
merah dari setiap kegiatan yang dilakukan dalam kelas dan sekolah, supaya saya bisa melihat
gambaran yang lebih luas dan jelas mengenai keterhubungan antara aspek – aspek yang ada
dalam pendidikan yang menyangkut diri saya secara pribadi, keterhubungan dengan orang
lain, yaitu murid saya, dan setiap warga sekolah.
Saya perlu untuk merobohkan sekat – seka pembatas dahulu, dari pemahaman saya
sebelum memperlajari modul ini.
Dimulai dari peran saya sebagai fasilitator di kelas, setiao perencanaan yang saya
lakukan, tanpa sadar itu sudah terhubung. Selama ini saya membuat RPP tidak menyertakan
KSE, dan kita sering menyepelekan penilaian sikap, ternyata itu sudah ada dan terhubung
dengan prosesnya.
Tinggal dari kita yang menebalkan hal tersebut, lebih merencakan tentang KSE untuk
menciptakan kesejahteraan psikolog, mulai dari diri sendiri sebagai guru yang menjadi
teladan, dalam diri murid – murid di dalam kelas, dan mulai ke teman sejawat dan
lingkungan sekolah, sampai di bawah ke lingkungan keluarga dan sampai kepada komunitas
– komunitas kita atau masyarakat.
Untuk menciptakan suatu lingkungan yang aman dan nyaman untuk setiap indovidu
dalam lingkungan sekolah, tentunya kita memerlukan keterlibatan dari segal a pihak. Untuk
menciptakan well-being/kesejahteraan psikologis kita bisa melihat kerterkaitannya pada
Piramida K-for-Catanese dari Hawkins(2017).
Dari piramida tersebut kita bisa menyadari, untuk menciptakan kesejahteraan
psikologis, perlu dimulai dari kesadaran penuh, dan mulai masuk ke kompetensi sosial
emosional, yang di mulai dari kesadaran diri, manajemen diri dan kesadaran sosial, dan
menuji ke keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab,
menuju ke well-being. Dan mencapai dalam lingkungan sekolah perlu untuk ada kolaborasi
seluruh warga sekolah. Pentingnya untuk terhubung dan berkolaborasi.

Bisa kita lihat pada gambar diatas, Gambar Pembelajaran Sosial Emosional Kolaboratif
Seluruh Komunitas Sekolah CASEL. Setiap SEL mengembangkan KSE baik guru maupun murid. Dari
dalam kelas, ketika setiap kelas dalam suatu sekolah sudah memperhatikan tentang KSE yang
bicara tentang Budaya, Praktik dan Kebijakan yang mengarahkan kepada well-being ditingkat
sekolah, karena bisa dirasakan itu bisa memberikan rasa aman dan nyaman.
Intinya semua terhubung, tidak ada kotak – kotak atau sekat – sekat yang membuat lebih
spesifik atau detail. Mungkin ini yang membedakan pembelajaran sosial emosional dan
pembelajaran akademik.
Dalam pembelajaran akademik, di buat sespesifik mungkin, bahkan sengaja membangun sekat
– sekat dalam ilmu pengetahuan, supaya bisa memahami materi yang ada.
Berbeda dengan pembelajaran sosial emosional, lebih melihat segala aspek terhubung,
memandang segala sesuatu memiliki keterkaitan yang perlu disadari untuk melengkapi gambaran
besar mengenai Kesejahteraan Psikologis (well – being) sepenuhnya.
3. Berkesinambungan
Hal yang ketiga menurut saya, yang penting dan mendasar yaitu berkesinambungan.
Pembelajaran Sosial Emosional ini, harus dilakukan berkesinambungan atu konsisten. Perlu
untuk guru untuk tetap konsisten, biarpun pada kenyataannya hasilnya belum terlihat.
Iterasi itu perlu, karena dalam proses perulangan dalam pembelajaran sosial emosional
berbeda dengan pembelajaran akademik. Dalam pembelajaran sosial emosional jika ada
iterasi, kedalaman yang dialami murid berbeda. Berbeda dengan pemahaman yang memiliki
batas, tidak dengan KSE yang makin direfleksikan makin dalam. Karena dalam KSE itu luas,
tidak ada sekat. Dan dalam pelaksanaannya, bisa jadi saat di lakukan di kesempatan 1, 2
tidak sesuai dengan keadaan yang dialami murid, tapi di kesempatan 3, 4, bi sa membantu
murid, karena ada kesesuaian dengan pengalaman murid. Sebagai guru kita tidak maha tahu,
tapi dengan melakukan secara berkesinambungan / konsisten, kita membekali murid untuk
menghadapi tantangan/ perstiwa yang terjadi di masa depan.
Dengan terus melatih kesadaran penuh murid secara konsisten, kita dapat membantu
mereka dalam menyingkapi, memproses, dan merespon permasalahan yang dihadapi untuk
fokus pada situasi saat ini, bukan pada kekhawatiran akan masa depan yang tidak berarti
atau penyesalan di masa lalu yang membuat terpuruk dan membuat tidak produktif. Jadi,
kesadaran penuh bukan hanya sebagai solusi pemecahan masalah, tapi lebih dari itu.
Dengan dilakukan berkesinambungan, pembelajaran sosial emosional ini menjadi
penolong utama yang membantu guru mengarahkan murid menjadi Pelajar Pancasila.

C. Perubahan
Walaupun masih tingkat pemahaman saya mengenai pembelajaran sosial dan emosional
masih belum dalam, karena saya baru dalam mempelajari bagian ini, adapun perubahan yang
bisa lakukan mengenai Pembelajaran Sosial Emosional, yaitu saya akan lebih memperhatikan
tentang KSE, tidak lagi menyepelkannya. Dalam setiap proses pembelajaran, akan saya
integrasikan dengan KSE. Dan berkolaborasi dengan selurug warga sekolah terkait dengan
Pembelajaran Sosial dan Emosional.
1. Perubahan di Kelas
Terkait dengan Kompentensi Sosial dan Emosional (KSE) murid, adapun hal dapat saya
lakukan adalah sebagai berikut.
 Membiasakan diri saya untuk mengekspresikan ketulusan, kepedulian dan kasih
sayang saya kepada murid dalam setiap kesempatan untuk koneksi, rasa aman
dan percaya dari murid
 Menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman dalam proses
pembelajaran
 Mengintegrasikan KSE dalam setiap praktek mengajar guru dan kurikulum
akademik yang dilakukan di kelas.
 Menyiapkan media yang dapat membantu murid dalam mengekspresikan apa
yang dirasakan
 Secara konsisten dan berkala melakukan pengembangan dan memperbanyak
referensi dalam pembelajaran sosial dan emosional

2. Perubahan di Sekolah dengan rekan sejawat


Tindakan yang dapat saya upayakan dalam lingkungan sekolah terkait dengan
Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah sebagai berikut.
 Bersama – sama dengan rekan sejawat mendalami konsep tentang Kompetensi
Sosial Emosional (KSE)
 Membiasakan pengembangan KSE bersama melalui kegiatan yang melatih
mindfulness bagi rekan sejawat
 Membuat kesepakatan bersama mengenai penerapan kompetensi sosial dan
emosional di kelas dan di lingkungan sekolah
 Berkolaborasi dengan rekan sejawat dalam penerapan kompetensi sosial
emosional di kelas dan di lingkungan sekolah
 Bertukar pendapat dan berbagi praktik baik secara konsisten di setiap rapat yang
dilakukan

Anda mungkin juga menyukai