Mengelola kemampuan sosial-emosional dalam dalam lingkup kelas, lingkungan sekolah, dan
masyarakat
a. Pengelolaan Kemampuan Sosial-Emosional Dalam Dalam Lingkup Kelas
Pengelolaan pembelajaran secara sederhana diartikan proses yang dilakukan oleh guru
untuk menciptakan kondisi belajar yang kondusif sebelum memulai kegiatan
pembelajaran. Umumnya, indikator pengelolaan pembelajaran sosial emosional di kelas
yang mencakup rencana pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi
pembelajaran.
Berikut ini langkah-langkah dalam menyusun pengelolaan pembelajaran sosial
emosional di kelas, yaitu:
1. Kegiatan Awal
Guru dapat menyisipkan kegiatan rutin sebelum melakukan kegiatan pembelajaran,
untuk membentuk karakter positif, juga kesadaran dan pengelolaan diri peserta didik.
Pada tahap ini, guru juga dapat menerapkan teknik STOP (menarik napas perlahan)
untuk diri sendiri juga untuk melatih konsentrasi peserta didik dan membuat mereka
rileks sebelum memulai pembelajaran. Teknik STOP dapat dimulai dengan awalan
S/Stop (berhenti), T/Take a breath (ambil napas), O/Observe (observasi), dan
P/Proceed (proses). Keempat langkah ini dapat dilakukan dengan berurutan.
2. Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam kegiatan inti pembelajaran, guru mengintegrasikan konten materi dengan
kompetensi sosial emosional yang ingin diperoleh seperti kesadaran diri dan
kesadaran sosial dengan memahami perspektif orang lain. Hal tersebut agar
mendukung pelaksanaan pembelajaran yang efektif dan kondusif.
3. Evaluasi Pembelajaran
Guru memberikan refleksi dan mendorong peserta didik untuk mampu membuat
keputusan yang bertanggung jawab dan memiliki alasan logis. Pembelajaran sosial
emosional akan memberikan kenyamanan dan ruang yang aman bagi peserta didik
untuk memperoleh pengalaman belajar yang dimulai dengan penerapan pengelolaan
lingkup kelas yang telah diatur oleh guru.
Pada umumnya, pembelajaran sosial emosional berfokus pada kesejahteraan peserta
didik dan peran guru sebagai pendidik. Pembelajaran sosial emosional akan membantu
peserta didik dalam mengelola emosi dan memelihara hubungan sosial serta mendukung
keputusan yang bertanggung jawab.
Penerapan pembelajaran sosial emosional juga memerlukan strategi pengelolaan kelas,
sebagai berikut:
1. Menciptakan Suasana Belajar yang Menyenangkan
Saat memasuki ruangan belajar, peserta didik bisa jadi membawa beban dari
aktivitas sebelumnya, entah dari tempat lain atau pengajar lain yang memberi
dampak kepada mereka dalam memulai pembelajaran baru. Guru dapat menciptakan
suasana belajar yang menyenangkan dengan cara menyambut peserta didik secara
ramah ketika mereka memasuki ruang belajar. Dengan demikian, tidak ada beban
yang tersisa dan mereka bisa mengekspresikan kebebasan dalam berkreasi saat
proses belajar berlangsung.
Adapun untuk membuat kelas menjadi lebih ramah, guru dapat menerapkan hal-hal
seperti berikut:
Menyapa peserta didik sesuai namanya ketika masuk kelas. Hal ini diharapkan
dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan saling memiliki bagi peserta didik dan
guru
Memeriksa kesehatan peserta didik sebelum mulai belajar, baik kesehatan fisik
maupun psikis
Mengucapkan jargon kelas. Memulai kelas dengan mengucapkan jargon yang
disepakati secara bersamaan dapat mendorong fokus peserta didik terhadap apa
yang seharusnya dilakukan.
Menerapkan aturan yang konsisten. Ketika memasuki kelas, guru hendaknya
menerapkan aturan secara konsisten seperti tempat atau tempat menyimpan tas
dan lainnya untuk menghindari intruksi yang kurang jelas dan peserta didik
menjadi ragu-ragu.
2. Menumbuhkan Rasa Bertanggung Jawab
Strategi dalam mengelola pembelajaran sosial emosional di kelas juga penting untuk
memberdayakan peserta didik agar lebih sadar akan potensi mereka yang mengarah
pada pengambilan keputusan bertanggung jawab. Ketika siswa diberdayakan untuk
menjadi anggota aktif komunitas kelas, mereka dapat menjadi lebih sadar diri akan
potensi mereka masing-masing. Ini dapat mengarah pada pengambilan keputusan
yang bertanggung jawab berdasarkan keputusan yang logis.
3. Menerapkan Model Apologies (Minta Maaf)
Permintaan maaf mungkin jarang terdengar dalam proses pengelolaan kelas. Meski
begitu, model permintaan maaf ini akan dijadikan contoh oleh siswa bahwa bukanlah
suatu masalah besar apabila mereka mau mengakui telah membuat kesalahan. Guru
yang menerapkan model seperti ini dalam pengelolaan pembelajaran sosial
emosional di kelas, secara langsung telah mencontohkan sikap self-
awareness (kesadaran diri) dan kemampuan membuat keputusan yang logis dan
bertanggung jawab yang bisa dilihat dan diterapkan oleh peserta didik di masa
mendatang.
Pembelajaran sosial dan emosional memerlukan tindakan kolaboratif dari berbagai
aspek untuk bisa mewujudkan tercapainya pengetahuan, sikap yang positif,
penguasaan keterampilan, dan kompetensi sosial emosional bagi peserta didik.
Untuk mengimplementasikan pembelajaran sosial emosional dapat dilakukan dengan
mengajarkan secara spesifik kompetensi yang ingin dilatih, mengintegrasikan
kompetensi dengan proses belajar, mengubah ekspektasi sekolah terhadap peserta
didik serta memengaruhi pola pikir peserta didik terkait persepsi pribadi, orang lain,
dan lingkungan.
b. Pembelajaran Sosial Dan Emosional Di Lingkungan Sekolah
Menurut Itje Chodidjah "Sebagai seorang pendidik, jadilah seperti air. Teguh
pendiriannya namun juga siap untuk menyesuaikan diri dalam menjalani proses belajar.
Guru sebagai pendidik yang memiliki kompetensi sosial dan emosional yang baik lebih
efektif dan cenderung lebih tangguh dan merasa nyaman di kelas karena mereka dapat
bekerja lebih baik dengan murid. Hal ini disebabkan adanya keterkaitan antara kecakapan
sosial dan emosional yang diukur ketika TK dan hasil ketika dewasa di bidang
pendidikan, pekerjaan, aktivitas kriminal, dan kesehatan mental.
Sejalan dengan Filosofi Ki Hajar Dewantara yang mengatakan bahwa Pendidik adalah
penuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia
dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-
tingginya.
Kekuatan kodrat pada anak-anak sebagai wujud pentingnya memanusiakan manusia
sebagai individu yang memilki potensi dan bakat yang berbeda-beda untuk menjadi
manusia yang merdeka. Dan mendapatkan hak pengalaman untuk dapat mengeksplorasi
dan mengaktualisasikan seluruh potensi dalam setiap siswa setingi-tingginya. baik sebagai
manusia maupun anggota masyarakat agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Tujuan pada Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) merupakan menciptakan
pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses
kolaborasi ini memungkinkan anak dan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah
memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek
sosial dan emosional agar dapat:
Memahami, menghayati, dan mengelola emosi (kesadaran diri)
Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)
Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi)
Membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab.
Pendekatan pembelajaran sosial dan emosional melalui kemitraan/kerjasama sekolah-
keluarga-komunitas untuk membentuk lingkungan belajar dan pengalaman yang bercirikan
hubungan/relasi yang saling mempercayai dan berkolaborasi, kurikulum dan instruksi
belajar yang jelas dan bermakna, dan evaluasi secara berkala, yang meliputi ;
1. Kesadaran Diri:
Kemampuan untuk memahami perasaan, emosi, dan nilai-nilai diri sendiri, dan
bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam berbagai situasi dan konteks
kehidupan.
2. Manajemen Diri:
Kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif dalam
berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi
3. Kesadaran Sosial:
Kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain
termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya, dan konteks yang berbeda-
beda
4. Keterampilan Berelasi: Kemampuan untuk membangun dan mempertahankan
hubungan-hubungan yang sehat dan suportif.
5 Kompetensi Sosial dan Emosional yang telah kita bahas berhubungan erat dengan 6
(enam) dimensi Profil Pelajar Pancasila. Menurut Sri Wahyaningsih, Pendiri Salam
(Sanggar Anak Alam) Yogyakarta, yang diwawancarai September 2021, lingkungan
sekolah yang aman dan nyaman adalah lingkungan yang membangun persepsi bahwa
setiap orang memiliki potensi yang berbeda-beda dan orang lain adalah mitra, bukan
saingan.
Tugas guru sebagai pendidik adalah membantu anak-anak menemukan jati diri dan
mengembangkan potensinya. Persepsi tersebut akan mendorong kentalnya kolaborasi antar
murid, guru, maupun orang tua. "Orang tua akan ikut mendukung teman-teman anaknya,
karena tidak dilihat sebagai saingan anaknya. Guru-guru pun menjadi lebih produktif dan
suportif, saling mendorong rekan sejawat untuk mengembangkan diri."