SAMPANG Jauh sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan ke daratan madura, sekitar abad ke 7 M atau tetapnya pada tahun 835 M, di wilanyah kabupatan sampan suda di temukan adanya komunitas masyarakat. Komounitas ini masih belum berstruktur dan masih berupa padepokan agama Budha dengan seorang ‘’resi’’ sebagai titik sentralnya. Menurut Drs Ali Daud Bey, salah seorang ahli sejarah di sampang, hal ini dapat di ketahui lewat temuan ‘’Candra Sangkala’’ di situs sumur Daksa, keluruhan Dalpenang, sampang oleh para pakar sejarah dan dan arkeologi dari Mojokerto dan UGM Yokyakarta, yang di bantu oleh para pini sepuh dan ahli sejarah dari sampang sendiri. Tetap sayangnya, manurut Daud, keberadaan candra sangkala yang menjadi pride (kebanggaan) masyarakat sampan tersebut, tidak didukung oleh adanya temuan prasasti yang menggambarkan aktivitas masyarakat saat itu, sehingga tidak banyak memberikan informasi yang cukup berarti mengenai kondisi dan situasi yang terjadi pada waktu itu. Namun, berdasarkan tulisan-tulisan para ahli sejarah dan kepurbakalaan Belanda, yanga sampai saat ini masih dijadikan referensi oleh para pakar sejarah dan arkeologi Indonesia, terungkap beberapa aktivitas masyarakat pada masa kurun waktu yang terdapat pada Candra sangkala tersebut. Candra sangkala yanag di temukan di situs sumur daksan keluruhan Dalpenang tersebut berbunyi: koduk Alih Ngrangsang Ing Buto , artinya koduk =7 Alih = 5 Ngrangsang = 7 Ing =tahun caka atau sam dengan 835 M. Menurut para pakar sejarah, komunitas masyarak seperti ini terjadi pada masa pemerintah dinasti cailendra abad ke 7 M. waktu itu komunikasi masyarakatnya tidak berstruktur, berkelompok menjadi satu padu, dan biasanya di pimpin oleh seorang ‘’resi’’ yang dijadikan sebagai titik sentral dalam bengajarkan agama Budha kepada anggota