Anda di halaman 1dari 5

TUGAS TUTORIAL 3

Nama Mata Kuliah : Pengantar Pend. Anak Berkebutuhan Khusus


Nama
Pengembang : Karnadi, S.Pd., M.Pd.
Masa Tutorial : 2023.2 Sumber
Jumlah Soal : 5 (Lima) Materi:
Skor Maksimal : 100
Jenis Tugas : PENGUASAAN KONSEP BMP PDGK4407
Modul 6, 7, & 8

Kompetensi Khusus:
O Menjelaskan dampak ketunagrahitaan bagi anak dan pendidikannya.
O Menjelaskan dampak tunadaksa dan tunalaras bagi anak dan pendidikannya.
O Menjelaskan dampak kesulitan belajar bagi anak dan pendidikannya.

Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan:


O Pendidikan khusus anak tunagrahita.
O Pendidikan anak tunadaksa dan tunalaras.
0 Pendidikan anak berkesulitan belajar.

Uraian Tugas
1. Sebutkan dan jelaskan lima alternatif upaya pencegahan terjadinya tunagrahita!
2. Jelaskan dampak tunagrahita terhadap kemampuan akademik,sosial/emosional,
dan fisik/kesehatan!
3. Jelaskan dampak tunadaksa terhadap kemampuan akademik, sosial/emosional,
dan fisik/kesehatan!
4. Sebutkan empat kebutuhan khusus anak tunadaksa, serta berikan masing-
masing contohnya?
5. Sebutkan dan jelaskan model pendekatan kepada anak tunalaras yang
dikemukakan oleh Kauffman (1985)!

Tutor,

Karnadi, S.Pd., M.Pd.


JAWABAN TUGAS TUTORIAL 3

Nama Mahasiswa : WIWIN WILDANINGSIH

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 859515351

Kode/Nama Mata Kuliah : PDGK4407

Kode/Nama UPBJJ : 21/JAKARTA

Masa Ujian : 2023.2

1. Usaha Pencegahan Tunagrahita dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dengan


ditemukannya berbagai penyebab ketunagrahitaan yang berasal dari faktor keturunan
maupun faktor luar keturunan maka dapat dilakukan berbagai upaya untuk pencegahannya
yang antara lain menurut Mohammad Amin (1995) sebagai berikut:
1. Diagnostik Prenatal, suatu usaha yang dilakukan untuk memeriksa kehamilan,
dengan harapan dapat dideteksi kelainan-kelainan yang ada sedini mungkin.
2. Imunisasi untuk mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang mengganggu
perkembangan bayi
3. Tes darah, dilakukan pada pasangan-pasangan yang akan menikah untuk
menghindari kemungkinan menurunnya benih-benih yang berkelainan.
4. Pemeliharaan kesehatan selama masa kehamilan
5. Program keluarga berencana, untuk mengatur kehamilan dan menciptakan keluarga
yang sejahtera baik secara fisik maupun psikis.
6. Sanitasi lingkungan.
7. Penyuluhan genetik.
8. Tindakan operasi, dilakukan apabila kelahiran berisiko tinggi.
9. Intervensi dini untuk membantu perkembangan anak.

2. Dampak Anak Tunagrahita


Menurut Jati Rinarki pada bukunya Anak Berkebutuhan Khusus menuturkan beberapa dampak
pada anak tunagrahita : (Jati Rinakri Atmaja, M.Pd – 2018)
Terhadap kemampuan Akademik
Kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas, terlebih kapasitasnya mengenai hal yang
abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan membeo dari pada dengan pengertian. Dengan
membuat kesalahan yang sama, mereka cenderung menghindar dari perbuatan berpikir, dan lapang
minatnya sedikit mereka juga
Sosial atau Emosional
Cenderung cepat lupa, sulit untuk membuat kreasi baru, serta rentang perhatiannya pendek.
Dampak sosial emosional anak tunagrahita dapat berasal dari ketidakmampuannya dalam
menerima dan melaksakan norma sosial dan pandangan masyarakat yang masih menyamakan
keberadaan tunagrahita dengan anggota masyarakat lainnya, ataupun masyarakat yang masih
menganggap bahwa anak tunagrahita tidak dapat berbuat sesuatu karena ketunagrahitaannya.
Dampak ketunangrahitaannya dalam sosial dan emosiaonalnya adalah anak tunagrahita memiliki
ketidakmampuan untuk memahami aturan sosial dan keluarga, sekolah serta masyarakat. Dalam
pergaulannya anak tunagrahita tidak dapat menngurus diri, memelihara dan memimpin diri.

3. DAMPAK TUNADAKSA
a) Dampak Aspek Akademik Pada umumnya tingkat kecerdasan anak tunadaksa yang
mengalami kelainan pada sistem otot dan rangka adalah normal sehingga dapat mengikuti
pelajaran sama dengan anak normal, sedangkan anak tunadaksa yang mengalami kelainan
pada sistem cerebral mengalami kelainan persepsi, kognisi, dan simbolisasi
b) Dampak Sosial / Emosial Karakteristik sosial/emosional anak tunadaksa bermula dari
konsep diri anak yang merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan menjadi beban orang lain
yang mengakibatkan mereka malas belajar, bermain dan perilaku salah suai lainnya.
Kehadiran anak cacat yang tidak diterima oleh orang tua dan disingkirkan dari masyarakat
akan merusak perkembangan pribadi anak.
c) Dampak Fisik / Kesehatan Karakteristik fisik/kesehatan anak tunadaksa biasanya selain
mengalami cacat tubuh adalah kecenderungan mengalami gangguan lain, seperti sakit gigi,
berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara, dan lain-lain.

4. Jenis disabilitas anak berkebutuhan khusus


 Anak-anak yang masuk ke dalam kategori kebutuhan khusus ini memang memiliki perilaku
yang berbeda jika dibandingkan dengan anak normal pada umumnya, mulai dari perilaku,
mental, emosi, serta fisik. Berikut ini beberapa jenis disabilitas anak kebutuhan khusus
beserta ciri cirinya:
Tunanetra, anak yang memiliki gangguan pada daya penglihatannya baik sebagian ataupun
menyeluruh.
 Tunarungu, anak yang memiliki gangguan pada daya pendengarannya baik sebagian atau
keseluruhan sehingga menyebabkan kurangnya kemampuan untuk melakukan komunikasi
secara verbal.
 Tunalaras, anak yang memiliki kesulitan ketika menyesuaikan diri sehingga berperilaku
yang tidak sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku di lingkungannya. Sehingga
tentunya akan merugikan diri sendiri dan orang lain di sekitarnya.
 Tunadaksa, anak yang memiliki kelainan atau cacat permanen pada bagian sistem gerak
tubuh meliputi oto, sendi, tulang.
 Tunagrahita (down syndrome), anak yang memiliki dan mengalami hambatan serta
keterbelakangan mental yang jauh dari rata-rata (IQ berada di bawah 70). Sehingga
menyebabkan anak kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik, berkomunikasi,
maupun menjalani kehidupan sosialnya. Tuna grahita terbagi menjadi 2 jenis, tuna grahita
biasa dan down syndrome.

5. Kauffman (1985) mengemukakan ada enam kondisi yang menyebabkan ketunalarasan dan
kegagalan belajar, yaitu:
 guru yang tidak sensitif terhadap kepribadian anak;
 harapan guru yang tidak wajar;
 pengelolaan belajar yang tidak konsisten;
 pengajaran keterampilan yang tidak relevan atau nonfungsional;
 pola reinforcement yang keliru, misalnya diberikan pada saat anak berperilaku tidak wajar;
 model/contoh yang tidak baik dari guru dan dari teman sebaya.
Menentukan model-model dan teknik pendekatan
1. Model pendekatan
Sehubungan dengan model yang digunakan dalam memberikan layanan kepada anak tunalaras
Kauffman (1985) mengemukakan jenis-jenis model pendekatan sebagai berikut.
 Model biogenetik
Model ini dipilih berdasarkan asumsi bahwa gangguan perilaku disebabkan oleh kecacatan
genetik atau biokimiawi sehingga penyembuhannya ditekankan pada pengobatan, diet,
olahraga, operasi, atau mengubah lingkungan.

 Model behavioral (tingkah laku)


Model ini mempunyai asumsi bahwa gangguan emosi merupakan indikasi ketidakmampuan
menyesuaikan diri yang terbentuk, bertahan, dan mungkin berkembang karena berinteraksi
dengan lingkungan, baik di sekolah maupun di rumah. Oleh karena itu, penanganannya tidak
hanya ditujukan kepada anak, tetapi pada lingkungan tempat anak belajar dan tinggal.
 Model psikodinamika
Model ini berpandangan bahwa perilaku yang menyimpang atau gangguan emosi disebabkan
oleh gangguan atau hambatan yang terjadi dalam proses perkembangan kepribadian karena
berbagai faktor sehingga kemampuan yang diharapkan sesuai dengan usianya terganggu. Ada
juga yang mengatakan adanya konflik batin yang tidak teratasi. Oleh karena itu, untuk
mengatasi gangguan perilaku itu dapat diadakan pengajaran psikoedukasional, yaitu
menggabungkan usaha membantu anak dalam mengekspresikan dan mengendalikan
perasaannya.
 Model ekologis
Model ini menganggap bahwa kehidupan ini terjadi karena adanya interaksi antara individu
dengan lingkungannya. Gangguan perilaku terjadi karena adanya disfungsi antara anak dengan
lingkungannya. Oleh karena itu, model ini menghendaki dalam memperbaiki problem perilaku
agar mengupayakan interaksi yang baik antara anak tentang lingkungannya, misalnya dengan
mengubah persepsi orang dewasa tentang anak atau memodifikasi persepsi anak dengan
lingkungannya. Rhoden (1967) menyatakan bahwa masalah perilaku adalah akibat interaksi
destruktif antara anak dengan lingkungannya (keluarga, teman sebaya, guru, dan subkelompok
kebudayaannya).

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA

Anda mungkin juga menyukai