Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

IKLIM DAN BUDAYA PROFESIONAL DALAM LEMBAGA


ORGANISASI PENDIDIKAN

Dikerjakan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Manajemen Organisasi Lembaga Pendidikan Islam

Disusun oleh:
Dina Ayustina NIM 222006056
Muhammad Sidiq NIM 2220060110

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Jaja Jahari, M.Pd

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah
Subhawata’ala yang telah memberika kenikmatan berpikir dan telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah


berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah yang berjudul
“Iklim dan Budaya Profesional Dlama Lembaga Organisasi Pendidikan” ini bisa
disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …….……...…………………………………………….. 2

DAFTAR ISI ……………….…..………………………………………….……. 3

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………….………… 4

BAB II PEMBAHASAN

KONSEP DASAR IKLIM ORGANISASI PENDIDIKAN …..........................….6

BUDAYA ORGANISASI PENDIDIKAN …………………………………..….. 7

PENERAPAN KONSEP BUDAYA PROFESIONAL ORGANISASI DI

SEKOLAH…..................................................................................................….... 9

BAB III KESIMPULAN …………..........………………………………...…....16

DAFTAR PUSTAKA…………..........…………………......……………...…....17

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di
Indonesia. Salah satunya yang cukup marak akhir-akhir ini adalah kasus
kekerasan atau agresivitas baik oleh guru terhadap siswa, maupun antar
sesama siswa sendiri. Kekerasan yang ditemui tersebut tak hanya secara
fisik namun juga secara psikologis. Kekerasan seperti ini kekerasan yang
dilakukan oleh pihak yang merasa diri lebih berkuasa atas pihak yang
dianggap lebih lemah adalah fenomena iklim organisasi yang tak sehat bagi
pendidikan. ensekolah.Perubahan sistem pendidikan terjadi dalam proses
yang relatif cepat sehingga membuatbanyak pendidik/guru perlu
beradaptasi diri terutama pada budaya organisasisekolah.
Budaya organiasi sekolah dengan sistem tradisional masih
melekat pada perilaku sumberdaya manusia yang ada. Selain kepala
sekolah, dan budaya organisasi sekolah, guru termasuk salah satu
komponen penting yang berperan dalam keberhasilan peningkatan
kualitas produktivitas sekolah. Kinerja guru sering dipertanyakan oleh
masyarakat ketika terjadi ketidakpuasan pada hasi lpendidikan peserta
didik seperti hasil Ujian Nasional (UN) siswa yang rendah dan SDM
lulusan sekolah kalah kualitasnya dengan negara lain.
Namun demikian kinerja guru tidak hanya dipengaruhi oleh
kualifikasi dan kompetensinya tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai factor
lain yang secara langsung maupun tidak langsung ikut berperan. Oleh
karena itu untuk mengubah budaya organisasi sekolah yang modern dan
profesional dalam waktu singkat merupakan hal yang berat bagi guru
maupun kepala sekolah. Hal tersebut juga disebabkan oleh adanya
dukungan berbagai pihak termasuk dinas pendidikan suatu saat sebagai
pembina terkait tidak sesuai dengan apa yang harap oleh guru maupun
kepala sekolah. Pemahaman tentang budaya organisasi sesungguhnya tidak

4
lepas dari konsep dasar tentang budaya itu sendiri, yang merupakan salah
satu terminologi yang banyak digunakan dalam bidang antropologi.
B. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana Konsep Dasar Iklim Organisasi Pendidikan?
B. Bagaimana Budaya Organisasi Pendidikan?
C. Bagaimana Penerapan Konsep Budaya Profesional Organisasi di
Sekolah?
C. TUJUAN
A. Mengetahui Konsep Dasar Iklim Organisasi Pendidikan
B. Mengetahui Budaya Organisasi Pendidikan
C. Mengetahui Penerapan Konsep Budaya Profesional Organisasi di
Sekolah

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Iklim Organisasi Pendidikan
Iklim organisasi memiliki banyak definisi. Namun demikian
untuk memudahkan dan menyamakan persepsi maka definisi iklim
organiasi menurut Davis dan Newstrom (2001:25) adalah
kepribadian sebuah organisasi yang membedakan dengan organisasi
lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam
memandang organisasi.
Iklim atau Climate berasal dari bahasa Yunani yaitu incline,
kata ini tidak hanya memberikan arti yang terbatas pada hal-hal fisik
saja seperti temperatur atau tekanan, tetapi juga memiliki arti
psikologis bahwa orang-orang yang berada di dalam organisasi
menggambarkan tentang lingkungan internal organisasi tersebut.
Istilah iklim organisasi (organizational climate) pertama kali
dipakai oleh Kurt Lewin pada tahun 1930-an, yang menggunakan
istilah iklim psikologi (psychological climate). Kemudian istilah
iklim organisasi dipakai oleh R. Tagiuri dan G. Litwin. Tiaguri
mengemukakan sejumlah istilah untuk melukiskan perilaku dalam
hubungan dengan latar atau tempat (setting) dimana perilaku
muncul: lingkungan (environment), lingkungan pergaulan (milieu),
budaya (culture), suasana (atmosphere), situasi (situation), pola
lapangan (field setting), pola perilaku (behaviour setting) dan
kondisi (conditions) Definisi mengenai iklim organisasi
dikemukakan oleh beberapa ahli
Para ahli Barat mengartikan iklim sebagai unsur fisik,
dimana iklim sebagai suatu atribusi dari organisasi atau sebagai
suatu atribusi daripada persepsi individu sendiri. Menurut Lussier
(2005:486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi
pegawai mengenai kualitas lingkungan internal organisasi yang

6
secara relatif dirasakan oleh anggota organisasi yang kemudian akan
mempengaruhi perilaku mereka berikutnya.
Kemudian dikemukakan oleh Simamora (2004:81) bahwa
iklim organisasi adalah lingkungan internal atau psikologi
organisasi. Sedangkan menurut Stinger (2002:122) mendefenisikan
iklim sebagai “...collection and pattern of environmental
determinant of aroused motivation”, iklim organisasi adalah sebagai
suatu koleksi dan pola lingkungan yang menentukan motivasi.
Wirawan (2008:122) mendefenisikan iklim secara luas. Ia
menjelaskan bahwa iklim organisasi adalah persepsi anggota
organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara
tetap berhubungan dengan organisasi mengenai apa yang ada atau
terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang
mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota
organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi.
Dari pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa iklim
organisasi merupakan suatu konsep yang menggambarkan tentang
kualitas lingkungan internal organisasi yang mempengaruhi perilaku
anggota organisasi dalam melaksanakan pekerjaannya.
Iklim organisasi di sekolah merupakan sesuatu yang penting
karena dapat menjembatani praktik-praktik pengelolaan sumber
daya manusia dan produktivitasnya. Perubahan iklim yang terjadi di
sekolah pada gilirannya akan mempengaruhi motivasi kinerja dan
perilaku kepala sekolah dan guru di sekolah dalam mencapai target
yang akan dicapai.
B. Budaya Organisasi Pendidikan
Budaya organisasi adalah keseluruhan kepercayaan,
perasaan, perilaku, dan simbol yang mengkarakteristikkan suatu
organisasi. Lebih spesifiknya, budaya organisasi didefinisikan
sebagai berbagai filsafat, ideology, kepercayaan, perasaan, asumsi,
harapan, sikap, norma, dan nilai. Budaya organisasi merupakan apa

7
yang dipersepsikan oleh para karyawan dan bagaimana persepsi ini
menciptakan pola-pola kepercayaan, nilai-nilai, dan harapan-
harapan. Budaya organisasi dianggap penting karena akan
berpengaruh pada hasil akhir yang diharapkan kantor serta menjadi
pondasi dalam pelaksanaan kegiatan dalam organisasi sekolah.
Sweeney & McFarlin (2002:334) mengemukakan bahwa
budaya secara ideal mengkomunikasikan secara jelas pesan-pesan
tentang bagaimana kita melakukan sesuatu atau bertindak,
berperilaku disekitar sini (“how we do things around here”). Dari
pemikiran tersebut dapatlah diinterprestasikan bahwa budaya
memberikan arahan mengenai bagaimana seseorang harus
berperilaku, bersikap, bertindak dalam suatu komunitas, kata
“here”dalam pengertian di atas mengacu kepada suatu komunitas
tertentu, baik itu berbentuk organisasi, perusahaan, atau masyarakat.
Rees dan McBain (2007:190) mengatakan kefasihan budaya
merupakan salah satu kompetensi manajerial yang bisa
ditumbuhkan pada berbagai tingkat strategis, operasional, dan
personal. Menurut Sagala (2008:122), “Budaya organisasi adalah
suatu sistem nilai dari makna bersama yang menekankan pentingnya
norma-norma kelompok kerja, sentimen-sentimen, nilai-nilai dan
interaksi-interaksi yang muncul di tempat kerja pada saat mereka
menggambarkan sifat dan fungsi-fungsi organisasi mengacu kesuatu
sistem makna bersama yang dianut anggota-anggota yang
membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain”.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa budaya organisasi adalah pemaknaan bersama seluruh
anggota organisasi disuatu organisasi yang berkaitan dengan nilai,
norma, keyakinan, tradisi dan cara berfikir unik yang dianutnya dan
tampak dalam perilaku mereka, sehingga membedakan antara satu
organisasi dengan organisasi lainnya.

8
Fungsi budaya organisasi, menurut Robert Kreitner dan
Angelo Kinicki (dalam Wibowo, 2010:49) adalah:
(1) Memberi anggota identitas organisasional, menjadikan
perusahaan diakui sebagai perusahaan yang inovatif dengan
mengembangkan produk baru,
(2) Memfasilitasi komitmen kolektif, perusahaan mampu
membuat pekerjanya bangga menjadi bagian daripadanya,
(3) Meningkatkan stabilitas sistem sosial sehingga
mencerminkan bahwa lingkungan kerja dirasakan positif dan
diperkuat, konflik dan perubahan dapat dikelola secara
efektif,
(4) Membentuk perilaku dengan membantu anggota
menyadari atas lingkungannya.
C. Penerapan Konsep Budaya Profesional Organisasi di Sekolah
Budaya organisasi dapat dikatakan baik jika mampu
menggerakkan seluruh personal secara sadar dan mampu
memberikan kontribusi terhadap keefektifan serta produktivitas
kerja yang optimal. Dengan demikian budaya organisasi sekolah
sebagai bagian kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling
berinteraksi dengan struktur formulanya untuk menciptakan norma
perilaku pelaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara
keseluruhan dalam rangka mencapai tujuan organisasi sekolah.
Dengan merujuk pada pemikiran Fred Luthan, dan Edgar
Schein, dibawah ini akan diuraikan tentang karakteristik budaya
organisasi di sekolah, yaitu tentang (1) obeserved behavioral
regularities; (2) norms; (3) dominant value (4) philosophy; (5) rules
dan (6)organization climate.
1. Obeserved behavioral regularities
Budaya organisasi di sekolah ditandai dengan adanya
keberaturan cara bertindak dari seluruh anggota sekolah yang
dapat diamati. Keberaturan berperilaku ini dapat berbentuk

9
acara-acara ritual tertentu, bahasa umum yang digunakan
atau simbol-simbol tertentu, yang mencerminkan nilai-nilai
yang dianut oleh anggotasekolah.
Keberaturan cara bertindak dari para anggota yang tampak
teramati, ketika anggota organisasi berinteraksi dengan
anggota lainnya, mereka mungkin menggunakan bahasa
umum, istilah, atau ritual tertentu.
2. Norms
Budaya organisasi di sekolah ditandai pula oleh adanya
norma-norma yang berisi tentang standar perilaku dari
anggota sekolah, baik bagi siswa maupun guru. Standar
perilaku ini bisa berdasarkan pada kebijakan intern sekolah
itu sendiri maupun pada kebijakan pemerintah daerah dan
pemerintah pusat. Standar perilaku siswa terutama
berhubungan dengan pencapaian hasil belajar siswa, yang akan
menentukan apakah seorang siswa dapat dinyatakan lulus/naik
kelas atau tidak. Sedangkan berkenaan dengan standar
perilaku guru, tentunya erat kaitannya dengan standar
kompetensi yang harus dimiliki guru, yang akan menopang
terhadap kinerjanya (Kompetensi pedagogik, Kompetensi
kepribadian, Kompetensi social, dan Kompetensi
professional). Berbagai standar perilakuyang ada, termasuk di
dalamnya tentang pedoman sejauh mana suatu pekerjaan
harus dilakukan.
3. Dominant values
Adanya nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh seluruh
anggota organisasi, misalnya tentang kualitas produk yang
tinggi, absensi yang rendah atau efisiens yang tinggi. Jika
dihubungkan dengan tantangan pendidikan Indonesia dewasa
ini yaitu tentang pencapaian mutu pendidikan, maka budaya
organisasi di sekolah seyogyanya diletakkan dalam kerangka

10
pencapaian mutu pendidikan di sekolah. Nilai dan
keyakinanakan pencapaian mutu pendidikan di sekolah
hendaknya menjadi hal yang utama bagiseluruh warga
sekolah. Adapun tentang makna dari mutu pendidikan itu
sendiri, Jiyono sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan
Danim (2002) mengartikannya sebagai gambaran keberhasilan
pendidikan dalam mengubah tingkah laku anak didik yang
dikaitkan dengan tujuan pendidikan. Sementara itu, dalam
konteks Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(Depdiknas, 2001), mutu pendidikan meliputi aspek input,
proses dan output pendidikan.
4. Philosophy
Adanya kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan
keyakinan organisasi dalam memperlakukan pelanggan dan
karyawan. Budaya organisasi ditandai dengan adanya keyakinan
dari seluruh anggota organisasi dalam memandang tentang
sesuatu secara hakiki, misalnya tentang waktu, manusia, dan
sebagainya, yang dijadikan sebagai kebijakan organisasi.
Dalam konteks Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah, Depdiknas (2001) mengemukakan bahwa :
“pelanggan, terutama siswa harus merupakan fokus dari
semua kegiatan di sekolah. Artinya, semua input proses yang
dikerahkan di sekolah tertuju utamanya untuk meningkatkan
mutu dan kepuasan peserta didik . Konsekuensi logis dari ini
semua adalah bahwa penyiapan input proses belajar mengajar
harus benar-bena rmewujudkan sosok utuh mutu dan kepuasan
yang diharapkan siswa.”
5. Rules
Budaya organisasi ditandai dengan adanya ketentuan dan aturan
main yang mengikat seluruh anggota organisasi. Setiap
sekolah memiliki ketentuan dan aturan main tertentu, baik

11
yang bersumber dari kebijakan sekolah setempat, maupun
dari pemerintah, yang mengikat seluruh warga sekolah dalam
berperilaku dan bertindak dalam organisasi. Aturan umum di
sekolah ini dikemas dalam bentuk tata-tertib sekolah (school
discipline), didalamnya berisikan tentang apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan oleh warga sekolah, sekaligus
dilengkapi pula dengan ketentuan sanksi, jika melakukan
pelanggaran.
6. Organization climate
Budaya organisasi ditandai dengan adanya iklim organisasi
perasaan keseluruhan (an overall “feeling”) yang tergambarkan
dan disampaikan melalui kondisi tata ruang, cara berinteraksi
para anggota organisasi, dan cara anggota organisasi
memperlakukan dirinya dan pelanggan atau orang lain.
Hay Resources Direct (2003) mengemukakan bahwa
“organizational climate is the perception of how it feels to work
in aparticular environment. It is the “atmosphere of the
workplace” and people’s perceptions of“the way we do things
here.
Budaya organisasi dapat dipandang sebagai sebuah sistem.
Mc Namara (2002) mengemukakan bahwa dilihat dari sisi input,
budaya organisasi mencakup umpan balik (feedback) dari masyarakat,
profesi, hukum, kompetisi dan sebagainya. Sedangkan dilihat dari
proses, budaya organisasi mengacu kepada asumsi, nilai dan norma,
misalnya nilai tentang : uang, waktu, manusia, fasilitas dan ruang.
Sementara dilihat dari output, berhubungan dengan pengaruh budaya
organisasi terhadap perilaku organisasi, teknologi, strategi, image, produk
dan sebagainya.
Disekolah terjadi interaksi yang saing mempengaruhi
antara individu dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun
sosial. Lingkungan ini akan dipersepsi dan dirasakan oleh individu

12
tersebut sehingga menimbulkan kesan dan perasaan tertentu. Dalam
halini, sekolah harus dapat menciptakan suasana lingkungan kerja yang
kondusif dan menyenangkan bagi setiap anggota sekolah, melalui
berbagai penataan lingkungan, baik fisik maupun sosialnya.
Moh Surya (1997) mengemukakan bahwa :“Lingkungan kerja yang
kondusif baik lingkungan fisik, sosial maupun psikologis dapat
menumbuhkan dan mengembangkan motif untuk bekerja dengan baik
dan produktif. Untuk itu, dapat diciptakan lingkungan fisik yang sebaik
mungkin, misalnya kebersihan ruangan, tata letak, fasilitas dan
sebagainya. Demikian pula, lingkungan sosial psikologis, seperti
hubungan antarpribadi, kehidupan kelompok, kepemimpinan,
pengawasan, promosi, bimbingan, kesempatan untuk maju, kekeluargaan
dan sebagainya.
Menurut Vijay Sathe dengan melihat asumsi dasar yang
diterapkan dalam suatu organisasi yang membagi “Sharing Assumption”
(loc.cit Vijay Sathe, p. 18), Sharing berarti berbagi nilai yang sama
atau nilai yang sama dianut oleh sebanyak mungkin warga organisasi.
Asumsi nilai yang berlaku sama ini dianggap sebagai faktor-faktor
yang membentuk budaya organisasi yang dapat dibagi menjadi :
a) Share thing, misalnya pakaian seragam seperti pakaian Korpri
untuk PNS, batik PGRI yang menjadi ciri khas organisasi tersebut.
b) Share saying, misalnya ungkapan-ungkapan bersayap, ungkapan
slogan, pemeo seperti didunia pendidikan terdapat istilah Tut
wuri handayani, Baldatun thoyibatun wa robbun ghoffur di
perguruan tinggi.
c) Share doing, misalnya pertemuan, kerja bakti, kegiatan sosial
sebagai bentuk aktifitas rutin yang menjadi ciri khas suatu
organisasi seperti istilah mapalus di Sulawesi, nguopin di Bali.
d) Share feeling, turut bela sungkawa, aniversary, ucapan selamat,
acara wisuda mahasiswa dan lain sebagainya.

13
Selain share assumption dari Sathe, faktor value dan integrasi
dari Bennet ada beberapa faktor pembentuk budaya organisasi
lainnya dari hasil penelitian David Drennan selama sepuluh tahun
telah ditemukan dua belas faktor pembentuk budaya
organisasi/perusahaan/budayakerja/budaya akademis (Republika, 27
Juli 1994:8) yaitu :
1) Pengaruh dari pimpinan /pihak yayasan yang dominan
2) Sejarah dan tradisi organisasi yang cukup lama
3) Teknologi, produksi dan jasa
4) Industri dan kompetisinya/ persaingan antar perguruan tinggi
5) Pelanggan/stakehoulder akademis
6) Harapan perusahaan/organisasi
7) Sistem informasi dancontrol
8) Peraturan dan lingkungan perusahaan
9) Prosedur dan kebijakan
10) Sistem imbalan dan pengukuran
11) Organisasi dan sumber daya
12) Tujuan, nilai dan motto.
Dalam rangka peningkatan kultur akademis dan profesionalisme
kerjaperlu adanya pengelolaan guru (Sufyarma, 2004:183), antara lain :
a) Meningkatkan kualitas komitmen guru terhadap pengembangan ilmu
yang sejalan dengantugas pendidikan dan pengabdian pada masyarakat
b) Menumbuhkan budaya akademik yang kondusif untuk meningkatkan
aktifitas intelektual
c) Mengusahakan pendidikan lanjut dan program pengembangan lain
yang sesuai dengan prioritas program studi
d) Menata ulang penempatan guru yang sesuai dengan keahlian yang
dimilikinya agar profesionalisme dan efisiensi dapat ditingkatkan
e) Melakukan pemutakhiran pengetahuan guru secara terus menerus dan
berkesinambungan

14
Sedangkan Mahfud MD (1998:4) antara lain menunjukan beberapa
karakteristik budaya akademis yang berpengaruh terhadap profesionalisme
guru sebagai berikut :
1) Bangga atas pekerjaannya sebagai dosen dengan komitmen pribadi
yang kuat dan berkualitas
2) Memiliki tanggungjawab yang besar, antisipatif dan penuh inisiatif
3) Ingin selalu menegrjakan pekerjaan dengan tuntas dan ikut terlibat
dalam berbagai peran diluar pekerjaannya
4) Ingin terus belajar untuk meningkatkan kemampuan kerja dan
kemampuan melayani
5) Mendengar kebutuhan pelanggan dan dapat bekerja dengan baik dalam
suatu tim
6) Dapat dipercaya, jujur, terus terang dan loyal
7) Terbuka terhadap kritik yang bersifat konstruktif serta selalu siap
untuk meningkatkan dan menyempurnakan dirinya.
Pentingnya membangun budaya organisasi di sekolah terutama
berkenaan dengan upaya pencapaian tujuan pendidikan sekolah dan
peningkatan kinerja sekolah. Sebagaimana disampaikan oleh Stephen
Stolp (1994) tentang School Cultureyang dipublikasikan dalam ERIC
Digest, dari beberapa hasil studi menunjukkan bahwa budaya organisasi
di sekolah berkorelasi dengan peningkatan motivasi dan prestasi
belajar siswa serta kepuasan kerja dan produktivitas guru.
Budaya organisasi di sekolah juga memiliki korelasi dengan sikap guru
dalam bekerja. Studi yang dilakukan Yin Cheong Cheng membuktikan
bahwa “stronger school cultures had better motivated teachers. In an
environment with strong organizational ideology, shared participation,
charismatic leadership, and intimacy, teachers experienced higher job
satisfaction and increasedproductivity”.

15
BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan budaya


organisasi di sekolah sangat menunjang kompetensi guru yang salah satunya
adalah profesionalisme. Budaya organisasi dapat meningkatkan kinerja guru,
sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan dan
mampu mendorong motivasi guru dan peserta didik. Peningkatan kualitas
kinerja seorang pendidik bisa dilakukan dengan memperhatikan kepuasan kerja
secara intensif baik kepuasan intrinsik maupun kepuasan ekstrinsik dan
memperbaiki budaya organisasi yang hanya berorientasi tugas semata dengan
menerapkan budaya kerja yang berorientasi kinerja, persaingan, yang di
sinergiskan dengan upaya re-inveting organisasi dan pengembangan jenjang
karier secara berkala atau memperbaiki budaya organisasi yang berpola
paternalistik dengan budaya organisasi berpola profesionalisme.

16
DAFTAR PUSTAKA

Wirawan, 2007, Budaya dan iklim organisasi, Salemba Empat, Jakarta.

Davis, Keith dan Newstrom, 2000, Perilaku Dalam Organisasi, Edisi ketujuh,
PenerbitErlangga, Jakarta.

Jurnal Administrasi Pendidikan. Nadya Putri. Budaya Organisasi Pada Sekolah


Dasar Negeri Kenagarian Panyakalan Kecamatan Kubung Kabupaten Solok.
Volume 2 Nomor 1, Juni 2014. Bahana Manajemen Pendidikan Islam. Halaman
440 ‐ 831.

Siti Zubaidah, Aih Ervanti Ayuningtyas, Budaya Organisasi untuk Meningkatkan


Profesionalisme Guru di Sekolah. Prosiding Semiar Nasional Pendidikan Ekonomi
& Bisnis Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta. 2015.

17

Anda mungkin juga menyukai