Anda di halaman 1dari 6

Khotbah, 10 November 2020

Lukas 7:1-10

Jemaat Tuhan yang terkasih,

Dalam bacaan kali ini, kita akan belajar tentang salah satu pelayanan yang Yesus
lakukan. Lebih tepatnya berkaitan dengan hal mujizat. Pada kesempatan ini, Yesus
melakukan pelayanan di Kapernaum. Jadi, setelah Yesus mengajar para murid (dapat kita
lihat pada pasal-pasal terdekat sebelumnya tentang ucapan bahagia dan peringatan,
tentang mengasihi musuh, hal menghakimi, perumpamaan pohon dan buahnya, dan juga
tentang dua macam dasar), Yesus kembali ke kota Kapernaum. Mungkin setelah
mendengar Yesus mengajar, para murid pulang ke rumah masing-masing ketika Yesus
mengadakan pelayanan di sekitar itu. Hal ini karena dalam Injil Lukas dilaporkan bahwa
tempat ini merupakan rumah dari sejumlah murid Yesus: Petrus, Andreas, Yakobus,
dan Yohanes, dan juga Matius si pemungut cukai sehingga dalam bacaan ini, tidak nampak
murid-murid dilaporkan ikut dalam pelayanan Yesus.
Penulis Injil Lukas menceritakan tentang seorang perwira Romawi yang tidak
disebut namanya, namun dengan terperinci Lukas menggambarkan sifat-sifat mulia dari
perwira ini. Kisah ini mau mengajarkan kita tentang apa itu iman yang besar seperti yg
dimiliki perwira itu kepada Yesus. Perwira ini merupakan satu-satunya laki-laki di dalam
Perjanjian Baru yang mendapat pujian dari Yesus, “Iman sebesar ini tidak pernah Aku
jumpai, sekalipun di antara orang Israel”. Mengapa Lukas sampai memasukkan perwira
Romawi ini dalam Injil sebagai teladan bagi kita? Padahal kita tahu bangsa Romawi
bukanlah bangsa yang mengenal Allah, mereka adalah bangsa yang tidak mengenal Allah,
penyembah berhala. Apalagi ditambah dengan jabatannya sebagai seorang perwiraa
dengan latar belakang militer yang keras, yang biasa berperang? Untuk itu, pada
kesempatan ini, saya mengajak untuk mari kita lihat beberapa sifat dari perwira Romawi
ini yg patut kita teladani :
1. Sekalipun dia seorang perwira tinggi, dia menghargai hambanya yang sedang sakit
keras dan hampir mati (hamba dari Bahasa Yunani, doulos yang berarti hamba)
(Ay.1-2). Kata Perwira dalam teks Alkitab Bahasa Inggris disebut dengan kata
Centurion yang artinya komandan dari seratus tentara. Ini menunjukkan bahwa ia
mempunyai kedudukan, dia mempunyai jabatan yang tinggi. Para perwira
merupakan tulang punggung tentara Romawi. Perwira ini rupanya berbeda dengan
perwira Romawi lainnya yang keras. Kita tahu bahwa perwira Romawi itu terkenal
dengan sifat mereka yang kasar dan juga keras. Namun, dalam Alkitab mencatat
setidaknya ada empat perwira yang dikatakan baik hati, yaitu perwira di
Kapernaum, Kornelius seorang Perwira yang tulus hati dan takut akan Allah, dan
dua perwira lainnya yang menyelamatkan Paulus pada Kisah Para Rasul 23 dan 27.
Nah kita lanjut. Sekarang yang menjadi pertanyaan adaalah mengapa perhatian
perwira ini kepada budaknya yang sedang sakit keras dan hampir mati ini
merupakan sifat yang mulia? Dalam sejarah perbudakan di kekaisaran Romawi pada
zaman Yesus, umumnya pemilik budak sering memperlakukan budak, hamba
ataupun pembantu seperti barang dan bukan diperlakukan sebagai manusia.
Misalnya, pada zaman itu kalau setiap tahun para pemilik tanah pertanian (para
tuan) memeriksa alat-alat pertaniannya, kalau ada yg rusak maka harus dibuang.
Begitu juga dengan budak-budak mereka. Nah, bisa saja perwira ini membiarkan
hambanya terus sekarat dan mati, dan dibuang begitu saja karena memang begitu
kebiasaannya. Namun, dari cerita ini kita lihat bahwa ia peduli dan mengasihi
hambanya itu sehingga ketika dia mendengar tentang Yesus yang telah
menyembuhkan banyak orang, dia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi
kepada Yesus untuk meminta supaya Yesus datang dan menyembuhkan hambanya
(ay.3). Hamba perwira ini pastilah pembantu yang rajin, jujur, bisa menyenangkan
tuannya dengan baik sehingga perwira ini sangat sayang, dan mengistimewakannya.
Padahal secara status sosial sangat jauh berbeda. Secara sepintas kita melihat
bahwa perwira ini memandang hambanya sebagai sesama ciptaan Tuhan yang
mulia, yang patut diperlakukan dengan baik, tanpa memandang status.
Dalam kehidupan setiap hari, khususnya dalam kehidupan rumah tangga
misalnya, ada ayah, ibu, dan anak-anak. Jadi secara status, kita lihat ada tingkatan
perbedaan. Ayah dan Ibu atau bapamama (1) secara tingkatan umur berbeda
dengan anak mereka (2) secara pengalaman, bapa dan mama punya pengalaman
kehidupan lebih banyak (3) Bapa dan mama adalah wakil Allah di dunia, artinya
mereka adalah orangtua yang melahirkan dan membesarkan dan merawat anak-
anak. Mereka pantas untuk dihargai. Mereka pantas untuk kita hormati serta taati.
Namun, banyak kejadian atau fenomena yang terjadi berbeda dengan yang
seharusnya. Ada orangtua yang bermasalah, ada anak yang bermasalah. Ada anak
yang tidak menghargai orangtua, melakukan hal-hal yang tidak seharusnya
dilakukan, melawan orangtua dan sebagainya. Bahkan kita pernah menonton
ataupun membaca berita ada anak yang membunuh orangtua kandungnya sendiri
karena dilarang bermain game online.
Nah apa yang harus kita lakukan sebagai orangtua? Dilihat dari point
pertama ini, satu hal yang bisa dipetik sebagai pelajaran ialah : jangan menciptakan
jarak atau ruang antara orangtua dan anak. Sama seperti kedekatan Perwira
Romawi dan hambanya. Kebanyakan orangtua merasa bahwa dengan pola
pendidikan yang keras sudah cukup membentuk watak anak menjadi seorang
penurut, padahal ajaran seperti itu akan membentuk anak menjadi pribadi yang
melawan, tidak taat bahkan tidak nyaman di dalam rumah. Anak lebih mencari
kesenangan di luar rumah dan juga bersama-sama dengan teman dibanding dengan
orangtua. Untuk itu, sebagai orangtua kita harus menjadi sahabat bagi anak. Jadikan
mereka rekan bercerita sehingga mereka menjaadikan kita teman curhat, ajak
mereka untuk bertukar pendapat agar melatih mereka mampu berpikir kritis
menghadapi dunia. Jangan berpikir bahwa orangtua lahir lebih dahulu jadi lebih
banyak pengalaman. Tidak tentu seperti itu. Orangua juga dapat belajar dari anak-
anak. Misalnya dalam penggunaan teknologi. Banyak anak-anak yang lebih dahulu
mengetahui cara penggunaan berbagai aplikasi di Hp dibanding dengan orangtua.
Sehingga dari poin pertama ini, hal yang dipetik dari ayat 1-2 adalah pentingnya
sikap menghargai antar sesama walaupun kita berbeda, entah status, umur,
pengalaman hidup dan sebagainya sama seperti perwira romawi yang mengasihi
hambanya yang sedang sakit. Menghargai dalam ayat ke dua ini berarti menilai
tinggi, dianggap tinggi, yang disayanginya dan yang artinya ‘berharga’ atau
‘dihormati)
2. Sekalipun Perwira itu berasal dari bangsa Romawi yang menjajah bangsa Yahudi,
namun perwira itu menjalin hubungan baik bahkan menyayangi bangsa Yahudi. (ay.
3-6). Pada zaman Perjanjian Baru, hubungan antara orang Romawi dan Yahudi tidak
akur. Hal ini disebabkan karena di Romawi Kuno, agama adalah bagian integral atau
yang tidak terpisahkan dari pemerintahan sipil. Beberapa Kaisar diproklamasikan
menjadi dewa atas Dunia, dan dituntut agar disembah di seluruh Kekaisaran
Romawi sebagai dewa-dewa berhala. Hal ini tentunya bertentangan dengan ajaran
agama Yahudi. Orang Yahudi dilarang oleh perintah-perintah kitab suci mereka
untuk menyembah allah lain selain yang ada di Taurat atau lebih tepatnya dalam 10
hukum taurat itu. Karena orang Yahudi dan agama Yudaisme dikenal sebagai orang
atau agama yang paling taat dalam menjalankan Taurat. Bangsa Romawi pada
jaman itu sangat anti Yahudi, selain karena alasan perbedaan agama, ternyata
bangsa Yahudi juga sudah terbiasa menganggap atau mencap bangsa-bangsa lain
(selain bangsa Yahudi) itu kafir. Jadi kedua bangsa ini memang saling bermusuhan
antara penjajah (romawi) dan yang dijajah (Yahudi). Namun perwira Romawi ini
berbeda lain daripada yg lain. Dikatakan oleh orang tua-tua Yahudi kepada Yesus
bahwa dia layak Yesus tolong karena dia mengasihi bangsa Yahudi. Apakah perwira
ini sudah pindah agama (proselit) menjadi agama Yahudi? Lukas tidak menjelaskan
namun sepertinya dia telah menyadari bahwa keselamatan memang datang dari
bangsa Yahudi seperti yang diajarkan dalam ajaran agama Yahudi saat itu. Bukti
kasih perwira itu kepada bangsa umat pilihan Allah bukanlah basa-basi, sekedar
toleransi, tapi benar-benar dibuktikannya dengan rela menanggung sepenuhnya
biaya pembangunan rumah ibadah umat Allah bangsa Yahudi yang disebut dengan
sinagoge. Perwira ini tidak mengasihi hanya dengan kata-kata saja tapi dengan bukti
tindakan yang nyata.
3. Sekalipun orang lain menganggapnya layak tapi dia dengan rendah hati
menganggap dirinya sendiri tidak layak bertemu Yesus ( ay. 4-7). Pada ayat yang
keempat, dikatakan bahwa orang tua-tua Yahudi berkata kepada Yesus “ Ia layak
engkau tolong”, sebab ia mengasihi bangsa kita dan menanggung pembangunan
rumah ibadat kami”. Jadi menurut pandangan sesama (dalam hal ini pandangan atau
penilaian orang Yahudi pada bacaan ini terhadap Perwira Romawi adalah ia adalah
seseorang yang layak. Layak dalam hal apa ? layak karena ia telah membantu orang
Yahudi membangun rumah ibadah mereka, layak karena dia adalah seorang yang
memiliki tingkat ekonomi yang bagus. Biasanya seperti itu yah, orang yang punya
kedudukan atau kaya, selalu dipandang layak untuk memliki dan menerima segala
sesuatu). Namun pada ayat ke 6-7, memperlihatkan bahwa perwira itu menyuruh
sahabat-sahabatnya berkata: Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak
menerima Tuan di dalam rumahku” sebab itu aku juga tidak menganggap diriku
tidak layak untuk datang kepada-Mu. Jadi kalau kita lihat, ada yang kontras disini.
Ada kerendahan hati yang tulus dari perwira ini. Perwira ini bisa saja mengungkit-
ungkit kebaikannya kepada bangsa Yahudi bahkan sampai membiayai
pembangunan rumah ibadah mereka sehingga sebenarnya ia layak bertemu Yesus.
Namun, dia tidak melakukan hal itu. Tidak ada pamrih dari kedermawanannya. Dia
tidak butuh pujian manusia. Dia tidak perlu dianggap pejabat istimewa. Sehingga
yang menjadi pertanyaan di sini adalah apakah perwira ini menyadari budaya
Yahudi yang berlaku saat itu melarang orang Yahudi (Yesus) masuk ke rumah
bangsa kafir (Romawi) yang masih menyembah dewa-dewa? Namun yang pasti
perwira yang sudah terbiasa maju di medan perang ini merasa tidak berani bertemu
Yesus karena ia menganggap dirinya tidak layak. Dia menyadari keberdosaannya di
hadapan Yesus. Perwira itu menganggap dirinya tidak layak menerima Yesus ke
rumahnya dan datang bertemu Yesus tapi Yesus malah memuji imannya yang layak
dipuji.
4. Sekalipun dia bukan dari bangsa Israel tapi memiliki iman yang besar kepada Yesus
(ay. 6b-9). Yesus tidak berkata apa-apa kepada perwira itu karena dia mengasihi
hambanya yang sakit, Yesus juga tidak berkata apa-apa ketika diberitahu oleh tua-
tua Yahudi bahwa perwira itu mengasihi bangsa Yahudi dan menanggung
pembangunan rumah ibadah tetapi Yesus kagum dan langsung berkomentar ketika
perwira itu melalui sahabat-sahabatnya berkata: (baca Ayat 6b-8) .Setelah Yesus
mendengar perkataan itu, Ia heran (lebih tepatnya : takjub) akan iamn perwira itu
dan sambil berpaling kepada orang banyak yang mengikuti Dia, Ia berkata : “ Aku
berkata kepadamu iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun diantara
orang Israel!”.
Disini dapat kita lihat bahwa perwira itu merasa dirinya tidak layak karena ia juga
adalah seorang bawahan. Seorang bawahan akan mengikuti setiap perintah
atasannya. Ia menyadari bahwa sekalipun ia adalah atasan daripada prajurit, tetapi
ia adalah bawahan atau hamba dari Yesus sehingga ia menempatkan dirinya sebagai
seseorang yang tidak layak dihadapan Tuhan karena berbagai dosa. Di sini dapat
kita lihat bahwa Yesus sangat menghargai setiap manusia yang menyadari akan
keberdosaan dirinya. Yesus menghargai apa yang diminta oleh perwira itu. Yesus
salut dengan pengakuan dan penyadaran diri Perwira tersebut.
Apa yang dilihat perwira itu dari Yesus? Perwira itu dengan mata imannya
bisa melihat Yesus adalah jenderal dari segala jenderal, Jenderal besar agung
Kerajaan Allah yang berkuasa mutlak atas segala penyakit, hidup dan mati, apa pun
yang Yesus perintahkan pasti terjadi. Tanpa dibatasi ruang dan waktu. Kenyataan
rohani ini yang tidak bisa dilihat orang Israel. Perwira itu percaya otoritas Yesus
atas penyakit ,sama seperti yang dia alami sendiri dalam pekerjaannya di militer
yang memakai sistim komando dimana otoritas dalam militer yang harus dan pasti
ditaati oleh bawahan. Kalau seorang komandan memerintahkan cukup satu kata
saja; Maju ! prajurit pasti maju, Tembak! Prajurit pasti menembak. Sehingga ketika
Yesus bilang sembuh, maka pasti akan sembuh. Seandainya kita hidup pada jaman
Yesus apakah iman kita akan dipuji oleh—Nya? Atau saat ini setelah ikut Yesus
sekian lama, setelah jadi orang Kristen sekian lama, apakah iman kita saat ini
membuat YESUS KAGUM? Tidak salah Penulis Lukas memuat kisah perwira romawi
ini sebagai pelajaran yg keras bagi orang Israel dan kita saat ini yang “katanya”
adalah orang-orang percaya : Apakah kita mentaati Yesus Kristus sepenuh-Nya,
mengakui otoritas-Nya dalam hidup kita? Apakah gaya hidup kita sehari-hari
menunjukkan atau membuktikan kita mempunyai iman kepada Yesus yang
menyelamatkan?Jawabannya ada pada masing-masing kita.
Mulai sekarang bisakah kita berdoa, Tuhan, apapun yang Kau perintahkan, sekalipun satu
kata saja, aku percaya itu yang terbaik bagiku, aku tunduk akan otoritas-Mu dalam
hidupku, seperti seorang tentara yang taat kepada komandannya, karena engkaulah
Tuhanku, penguasa dalam hidupku., Engkaulah Tuhan Penebus ku, Engkau telah membeli
aku lunas dari budak Iblis dengan darah-Mu yang suci. Amin

Anda mungkin juga menyukai