Anda di halaman 1dari 22

PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK/REMAJA PADA POLA ASUH

OTORITER (STRICT PARENT)

Dosen Pengampu : Dr. Ariefa Efianingrum, M. Si.

Oleh:

Ahmad Ilyasa

22112141048

DEPARTEMEN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2023
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 3

A. Latar Belakang Masalah........................................................................ 3

B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 5

C. Pembatasan Masalah ............................................................................. 5

D. Rumusan Masalah ................................................................................. 6

E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6

F. Manfaat Penelitian ................................................................................ 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 7

A. Teori ...................................................................................................... 7

B. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 14

C. Kerangka Berpikir ................................................................................. 16

D. Pertanyaan Penelitian ............................................................................ 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 18

A. Pendekatan Penelitian ........................................................................... 18

B. Tempat/Lokasi/Setting Penelitian ......................................................... 18

C. Subjek Penelitian................................................................................... 18

D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 19

E. Instrumen Pengumpulan Data ............................................................... 19

F. Analisis Data ......................................................................................... 19

G. Validitas Data ........................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 22

2
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan sesosok individu yang memerlukan peranan orang
dewasa dalam proses perkembangannya, proses perkembangan sendiri
merupakan sebuah hal yang sangat kompleks yang terjadi di setiap kehidupan
manusia. Setiap individu sejak lahir hingga akhir hayatnya mengalami sebuah
tahapan perkembangan yang mempengaruhi kemampuan individu dalam
menghadapi serangkaian konflik psikososial yang muncul sepanjang rentang
waktu kehidupan individu. Menurut teori Erikson dalam masa remaja dengan
rentang usia 12-18 tahun disebut sebagai masa pembentukan identitas. Pada ada
masa ini individu diperhadapkan untuk menemukan eksistensi dirinya (biasa
disebut dengan pencarian jati diri). Selama periode ini umunya anak akan lebih
banyak menghabiskan waktu bersama temannya dibanding dengan lingkungan
keluarganya. Akan muncul berbagai permasalahan yang harus dihadapi sang
anak agar dapat menemukan identitasnya, seorang remaja apabila bergaul di
lingkungan yang baik maka akan tercipta identitas yang baik dan juga sebaliknya
(Kitchens & Abell, 2020).
Akhir-akhir ini sering terjadi perilaku anak remaja yang malas melakukan
interkasi sosial dan bahkan menarik diri dari lingkungan sosialnya, anak lebih
memilih menghabiskan waktunya untuk bermain game dirumah, dan kurang
memiliki simpati terhadap temannya sehingga mereka tidak peka terhadap
kondisi lingkungan sekitarnya. Hal tersebut menunjukan bahwa anak memiliki
ketrampilan sosial yang buruk dan tentunya mempengaruhi tahap
perkembangan sang anak. Keluarga selaku lingkungan sosial pertama memiliki
tangung jawab besar atas perilaku sang anak. Pola asuh merupakan serangkaian
perilaku yang ditujukan pada anak secara konsisten dari waktu ke waktu, peran
pola asuh orang tua sangatlah besar dalam menentukan kehidupan anak ketika

3
dewasa, namun masih banyak orang tua yang kurang menyadari akan
konsekuensi dari setiap tindakan yang diberikan kepada sang anak. Banyak dari
mereka yang menerapkan pola asuh hanya berbekal dari pengalaman yang
pernah mereka rasakan dulu seperti peran orang tua yang memberikan aturan,
larangan, serta ancaman ketika anak menyalahi aturan, mirisnya pola asuh yang
demikian masih banyak diterapkan yang tentunya hanya akan berdampak buruk
pada perkembangan sang anak.
Pada dasarnya terdapat tiga macam pola asuh diantaranya seperti pola asuh
otoriter, pola asuh permesif dan pola asuh demokratis. Pola asuh otoriter memiliki
dampak yang signifikan terhadap anak, orang tua selalu meminta untuk dipatuhi
serta pemberian aturan dan larangan yang tanpa disadari akan berkorelasi negatif
pada perkembangan sang anak. Dampak yang dapat diamati kerap kali anak
menarik diri darilingkungan sosialnya, tidak memiliki keberanian dan memiliki
kepercayaan diriyang rendah, selain itu mereka juga kadang menjadi sosok yang
pembangkang akibat kurangnya kebebasan dalam melakukan sesuatu serta
berpendapat. Menyikapi hal tersebut akhir-akhir ini muncul sebuah fenomena
kritikan yang dilontarkan kalangan anak remaja terhadap sikap otoriter orang
tuanya, istilah strict parents tentunya sudah tidak asing terdengar dan bahkan
telah menjadi topik perbincangan sehari-hari khususnya di kalangan remaja.
Strict parent sama halnya dengan pola asuh yang otoriter, mereka yang strict
parent memiliki orangtua yang menempatkan posisi tertinggi di keluarga dan
berperan memberikan aturan pada sang anak. Tugas perkembangan anak remaja
yang seharusnya menemukan kosep jati dirinya dengan mengekplorasi dunia
luar menjadi terhambat akibat aturan serta larangan yang diberikan orang tua.
Maka dari itu anak mengalami sebuah kondisi yang dinamakan hambatan
perkembangan yangnantinya akan berdampak pada kehidupan sehari-hari sang
anak. Mirisnya lagi banyak orang tua yang membiarkan anaknya mengalami
kondisi yang demikian,

4
mereka cinderung justru membiarkan anaknya berproses secara mandiri, dan
menunggu mereka menjadi sosok yang lebih dewasa dengan mulai menyadari
akan kesalahannya, padahal pada saat demikian hal tersebut tentunya telah
terlambat. Hambatan perkembangan tersebut telah berubah menjadi suatu hutang
perkembangan yang harus dibayar oleh anak agar anak dapat melanjutkan tahap
perkembangan selanjutnya tanpa mengalami permasalahan. Disisi lain mereka
yang merupakan korban strict parent juga kerap kali menunjukan perilaku yang
berkonotasi negatif seperti mengurung diri serta regulasi emosi yang buruk dan
tidak stabil sehingga besar kemungkinan pola asuh yang demikian juga
berdampak pada kesehatan mental sang anak. Dengan melihat besarnya dampak
dari pola asuh otoriter atau strict parent ini, serta mengingat hal tersebut juga
banyak terjadi di lingkungan sang penulis, hal ini lah yang melatarbelakangi
penulis untuk meneliti lebih mendalam terkait permasalahan tersebut melalui
penelitian yang berjudul : “Perkembangan Sosial Anak Remaja pada Pola Asuh
Otoriter (Strict Parent)”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat terlihat beberapa identifikasi
masalah yang muncul, yaitu:
1. Apa dampak dari pola asuh otoriter
2. Faktor yang menyebabkan gagalnya penyesuaian sosial anak remaja
3. Bagaimana perkembangan psikososial anak remaja dengan pola asuh otoriter
C. Pembatasan Masalah (Fokus)
Dalam penelitian ini berfokus memahami masalah-masalah yang akan
menjadi tujuan peneliti yang berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan
masalah. Agar penelitian ini dapat lebih fokus dan mendalam maka penulis
membatasi diri hanya yang berkaitan dengan pola asuh otoriter, penyesuaian
sosial, dan pengaruh yang terjadi.
D. Rumusan Masalah

5
Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pemahaman remaja terkait pola asuh orang tuanya?
2. Bagaimana pola asuh otoriter mempengaruhi perkembangan psikososial
anak/remaja?
3. Apa dampak yang didapat dari pola asuh otoriter?
E. Tujuan Penelitian
Adanya tujuan penelitian yaitu untuk mendapatkan suatu rumusan masalah
ataumendapatkan hasil dari sebuah penelitian. Adapun tujuan di dalam penelitian
iniadalah untuk mengali pemahaman lebih lanjut terkait pola asuh otoriter dan
pengaruhnya dalam perkembangan psikososial anak/remaja.
F. Manfaat Penelitian
Signifikasi atau manfaat penelitian ialah dampak dari pencapaian suatu
tujuan, baik secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat Penelitian ini yakni :

1. Secara Teoritis penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber refrensi serta
dapat mengembangkan mengenai kajian mengenai Dampak Strict Parents
terhadap Perkembangan Sosial Anak Remaja.
2. Secara Praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
kepada masyarakat luas khususnya orang tua mengenai strict parents terhadap
perkembangan sosial anak.

6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Teori
1. Pola Asuh
a) Pengertian pola asuh
Dalam menjalankan perannya orang tua menggunakan suatu model atau
bentuk pengasuhan yang sering kita dengar dengan istilah pola asuh. Pola
asuh terdiri dari kata “pola” dan “asuh”. Ditinjau dari Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) pola memiliki artian sebuah model, sistem, atau cara kerja
sedangkan asuh berarti merawat, menjaga, mendidik, membimbing, melatih
dan sebagainya.
Menurut Danang Baskoro yang dikutip oleh Debby (2023 : 15) pola asuh
merupakan serangkaian perilaku yang diterapkan terhadap anak secara
konsisten dari waktu ke waktu. Perilaku ini meliputi pemenuhan kebutuhan
anak baik secara fisik dan psikologis juga terkait pengajarana akan norma
yang berlaku di masyarakat.
Hurlock (1999) menyatakan bahwa pola asuh dapat diartikan sebagai
kedisiplinan, disliplin merupakan cara mesyarakat mengajarkan perilaku
moral kepada anak sehingga dapat diterima oleh kelompoknya. Tujuan
kedisiplinan sendiri adalah memberitahukan kepada anak sesuatu yang baik
dan buruk serta mengajarkan kepada anak untuk berperilaku sesuai standar
norma di masyarakatnya.
Darling yang dikutip oleh Widia (2020) mengartikan pola asuh sebagai
aktivitas yang kompleks yang mencakup banyak perilaku yang spesifik yang
dilakukan secara individu maupun bersama yang nantinya dapat
mempengaruhi kepribadian sang anak.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh orang
tua adalah tentang bagaimana cara orang tua memperlakukan anaknya secara
konsisten dari waktu ke waktu dengan berbagai upaya seperti merawat,
menjaga, membimbing, serta mendidik anaknya agar dapat hidup selaras
dengan norma di masyarakatnya dan memiliki kecakapan untuk menjalani
hidup.
b) Jenis-jenis pola asuh
Orang tua tentunya mengingikan anaknya dapat tumbuh berkembang
menjadi sosok individu yang dewasa secara sosialnya, namun mereka kerap
kali menemukan kesulitan tentang bagaimana hendaknya mereka bersikap
terhadaap anak. Untuk itu para pakar psikolog telah merumuskan sebuah teori
unruk menghasilkan perkembangan sosial yang tepat bagi remaja. Braumid
menjelaskan jenis-jenis pola asuh dibagi menjadi tiga yaitu pola asuh otoriter,
7
permesif, dan demokratif.
1. Otoriter (Autoritarian)
Merupakan pola asuh orang tua yang memposisikan diri menjadi
sosok yang tertinggi di keluarga, mereka memberikan asuhan kepada
anaknya dengan menerapkan kontrol yang tinggi terhadap anak namun
orang tua kurang memiliki tangung jawab atas tindakannya, mereka tidak
memikirkan konsekuensi atas tindakan yang diberikan. Anak yang
memiliki orang tua yang otoriter berkemungkinan tinggi untuk memiliki
sifat yang pemalu, pendendam, sulit untuk terbuka dan memiliki
kemampuan menyesuaikan diri yang buruk.
Orang tua dengan pola asuh otoriter memiliki aturan yang ketat
terhadap anak mereka kerap kali membatasi anak dan memberi
pengawasan yang ketat yang biasanya di iringi oleh kecaman dan ancaman,
ciri- ciri pola asuh ini dapat dilihat dimana anak wajib menurut kepada
orang tua, anak tidak pernah diberikan pujian oleh orang tua, pola
komunikasi keluarga bersifat satu arah yaitu hanya dari orang tua ke anak,
serta orang tua tidak pernah melakukan diskusi terhadap anaknya dan
anak tidak diperbolehkan mengungkapkan pendapat.
Pola asuh yang demikian memberikan dampak negatif terhadap anak,
pola asuh ini menimbulkan perilaku anak yang agresif, suka
membangkang, manja, anak bergantung diri pada orang tua, memiliki
kepercayaan diri yang rendah dan anak memiliki ketrampilan sosial yang
buruk.
2. Demokratif (Autoritative)
Pola asuh demokratif merupakan gaya pengasuhan dimana anak
diberi kebebasan untuk membuat keputusan namun tetap dalam kontrol
orang tua. Tipe komunikasi dalam pola asuh ini berlangsung secara dua
arah yaitu dariorang tua terhadap anak dan juga dari anak terhadap orang
tua. Tipe pola asuh ini dapat dilihat ketika orang tua memberikan atau
menerapkan suatu aturan terhadap anak mereka terlebih dahulu melihat
pendapat dari sang anak.
Pola asuh demokratif diangap sebagai tipe pola asuh yang memberi
kebebasan kepada sang anak, meski demikian kebebasan tersebut
tidaklah mutlak. Orang tua tetap memberikan bimbingan kepada sang
anak, mendidik, mengawasi, dan bertangung jawab atas perilaku sang
anak.
Dampak pola asuh yang satu ini ditandai anak memiliki ketrampilan
sosial yang baik, anak memiliki rasa percaya diri yang tinggi, ramah
tamah, dapat meregulasi emosinya secara baik dan anak cinderung
memiliki ambisiyang tinggi terhadap pencapaian prestasi.
3. Permesif (permessive)
Pola asuh permesif merupakan gaya asuhan yang terpusat pada anak
(childern centered). Pola asuh yang satu ini dilakukan dengan mendidik
8
anak yang mana mengutamakan keinginan sang anak. Anak seakan
memiliki kebebasan atas semua perilakunya dan ciri lain dapat dilihat dari
orang tua yang kurang memberikan pengawasan terhadap anak. Dampak
pola asuh yang demikian anak kerap kali memiliki sifat yang agresif
dan tidak kenal akan aturan, hal ini disebabkan sejak kecil anak tidak
diajarkan untuk mengikuti aturan norma yang berlaku di sekitarnya selain
itu anak juga memiliki emosi yang tidak stabil, anak akan bersifat
individualis dan kurang menghormati orang lain
c) Faktor yang mempengaruhi pola asuh
1. Umur orang tua
Terdapat sebuah aturan perundang undangan dimana telah ditetapkan
batas minimal untuk melangsungkan pernikahan baik terhadap wanita
maupun pria, aturan tersebut ditetapkan dengan tujuan agar individu dapat
siap secara fisik maupun secara psikososial. Apabila individu terlalu muda
maupun terlalu tua akan kurang optimal dalam memberi asuhan kepada
anaknya karena diperlukan kekuatan fisik dan psikososial yang optimal
2. Pendidikan orang tua
Berbagai penelitian menunjukan bahwasanya orangtua yang bersikap
demokratis terhadap anaknya cinderung memiliki tingkat pendidikan yang
tinggi. Orang tua dengan latar pendidikan yang tinggi dalam praktek pola
asuhnya seringkali mendalami dan mempelajari terkait kemajuan ilmu
pengetahuan terkait pola asuh anak. Sehingga mereka lebih siap dan
memahami cara yang terstruktur dalam menangani setiap tahap
perkembangan anak. Sebaliknya, orang tua dengan pendidikan yang rendah
memiliki pengetahuan yang terbatas akan kebutuhan perkembangan anak.
Mereka kerap kali memberikan pola asuhan sesuai pengalaman yang
mereka rasakan juga cinderung mendominasi anak dalam pengasuhannya.
3. Faktor ekonomi
Beberapa penelitian menunjukan bahwasanya orang tua dengan kelas
sosial atas cenderung dapat memberi asuhan yang hangat dibanding orang
tua kelas ekonomi menengah kebawah. Mereka dengan ekonomi menengah
kebawah lebih cenderung suka memberi hukuman kepada sang anak. Dan
orang tua dengan golongan menengah keatas lebih menekankan
perkembangan anak pada peningkatan pengetahuan anak, kemampuan
kontrol diri yang baik, kemampuan berfikir jangka panjang, dan
kemampuan untuk menjalin hubungan baik dengan orang lain.
4. Hubungan suami istri
Hubungan suami istri yang harmonis akan berpengaruh positif dalam
pemberian pola asuh terhadap anaknya, hal ini disebabkan karena mereka
9
dapat memainkan peranya secara totalitas dalam membimbing sang anak
dan tentunya dapat saling memberi dukungan dalam menghadapi segala
rintangan yang akan ditemui nantinya. Sebaliknya lingkungan keluarga
yang dikatakan broken home akan berdampak negatif pada kehidupan
sanga anak, orang tua kurang mampu secara baik memberikan asuhanya
kepada sang anak. Bahkan dalam kondisi tertentu sang anak justru
ditelantarkan oleh orang tuanya.
2. Strict Parent
a) Pengertian strict parent
Strict parent adalah istilah yang diggunakan untuk mengambarkan orang
tua yang menerapkan pola asuh yang ketat atau tegas terhadap anaknya.
Orangtua memiliki sikap yang sangat membatasi, tidak mengizinkan dan
memberi alasan yang kurang jelas atas aturan yang mereka buat.
Istilah ini tentunya tak asing untuk kita dengar, istilah strict parent
muncul sebagai suatu bentuk kritik yang muncul atas sikap otoriter orang tua
terhanap anaknya, sehingga dengan demikian strict parent sama halnya
dengan pola asuh otoritatif orang tua.
Ketika kita kaji dalam psikologi, istilah strict parent adalah tipe orangtua
yang memposisikan dirinya dalam tahta tertinggi di keluarga, pola asuh strict
parent ini dapat dilihat dengan adanya aturan yang ketat, kontrol yang kuat
terhadap anak, dan penyertaan ancaman ketika anak tidak mengikuti aturan.
Menurut psikologi kriteria strict parent ini adalah menuntut namun
kurang responsif, bersikap dingin, acuh, dan kasar terhadap anak, mereka
tidak ragu untuk memberi hukuman baik secara fisik maupun mental, mereka
tidak menerima pendapat atau suara dari anak, tidak memberi penjelasan,
tidak mau berdiskusi dengan anak dikarnakan ketidak percayaan mereka
kepada sang anak, mereka juga tidak memandang anak sebagai sosok individu
yang memiliki pikirannya sendiri.
b) Macam-macam strict parent
1. Menuntut tapi tidak responsif
Salah satu ciri strict parent adalah memberikan tuntutan pada sang
anak, orang tua juga banyak memberikan aturan pada sang anak dengan
tanpa memberikan alasan yang jelas.
2. Menerapkan banyak aturan
Orang tua strict parent banyak memberlakukan aturan kepada
anaknya, sang anak tentunya merasa terkekang dan mengalami kesulitan
dalam beraktifitas sehari-hari. Akan lebih bijak apabila orangtua
menerapkan hanya sejumlah aturan namun dapat konsistenditerapkan.
3. Tidak memberi pilihan terhadap anak

10
Orang tua yang strict cinderung tidak banyak memberi pilihan kepada
sang anak. Mereka selalu membuat aturan tanpa mendiskusikannya
terleboh dahulu kepada sang anak, sehingga sang anak pun merasa
terkekang dan tidak memiliki space untuk melontarkan pendapatnya.

c) Dampak strict parent


Tentunya di setiap tipe pola asuh orang tua mempunyai kelebihan dan
kelemahannya masing-masing. Termasuk juga pola asuh yang otoriter tadi
atau strict parent, pola asuh ini pastinya memberikan dampak yang positif
maupun negatif terhadap perilaku sang anak. Dampak negatif pola asuh yang
demikian seperti yang banyak disebutkan sebelumnya seperti anak yang
menjadi pendiam, kurang memiliki kepercayaan diri, menarik diri dari
lingkungan sosial, bisa juga anak tersebut justru menjadi pembangkang atas
banyaknya aturan yang ditetapkan. Dengan demikian banyaknya dampak
negatif dari strict parent sebenarnya terdapat juga dampak positif bagi sang
anak yaitu anak menjadi lebih disiplin, anak menjadi penurut dengan orang
tua, dapat membagi waktu sehingga produktivitas belajar pun juga
meningkat. Namun yang perlu di ingat strict parent ini lebih banyak
membawa dampak negatif sehingga hendaknya masyarakat mulai mengkritisi
atas perilaku otoriter orang tua ini.
3. Remaja
a) Pengertian Remaja
Remaja merupakan masa peralihan yang mana masa ini bermula ketika
saat anak mulai matang secara seksual dan berakhir ketika anak matang secara
hukum. Terdapat beberapa tahap remaja diantaranya kisaran usia 12-15 tahun
sebagai masa awal remaja, kemudian usia 15-18 tahun sebagai masa remaja
pertengahan, dan 18-21 sebagai masa remaja akhir. Tokoh psikologi Piaget
menyatakan masa remaja merupakan masa individu melakukan ekplorasi dan
berintegrasi kepada masyarakat sekitar. Pada masa ini individu tidak lagi
merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan mereka
merasa sejajar dan merasa pada tingkatan yang sama.
b) Ciri-ciri remaja
Jika ditinjau dari usianya sebenarnya anak remaja dapat digolongkan
sebagai kalangan yang transaksional dimana mereka berada diantara masa
kanak-kanak dan dewasa. Hurlock menyebut ciri-ciri anak remaja sebagai
berikut:
1. Masa peralihan
Disebut demikian karena pada masa ini individu bukan lagi seorang
anak-anak dan bukan pula sebagai seorang dewasa. Hal tersebut
menyebabkan sebuah keraguan dan ketidakjelasan akan peran yang harus
11
mereka lakukan
2. Masa remaja sebagai periode paling penting
Pada masa ini perkembangan fisik berlangsung sangat cepat di iringi
dengan perkembangan mental yang pesat juga sehingga sangat diperlukan
sebuah kemampuan penyesuaian agar terbentuk sikap, minat, dan tujuan
yang terstruktur.
3. Masa remaja sebagai usia yang bermasalah
Remaja seringkali tidak mempu mengatasi masalahnya sendiri,
kemampuan regulasi emosi yang belum stabil juga di iringi tekanan sosial
dalam menghadapi situasi baru menyebabkan remaja kerap mengalami
kegagalan dalam penyelesaian masalahnya.
4. Perkembangan Psikososial Erikson
a) Pengertian perkembangan psikososial
Psikososial merupakan suatu kondisi yang terjadi pada manusia yang
mencakup aspek psikologis sosial atau sebaliknya. Psikososial ini berkaitan
pada hubungan yang dinamis antara kondisi psikologis dan sosial yang saling
mempengaruhi satu dengan lainnya.psikososial ini berasal dari kata psiko dan
sosial yangmana psiko memiliki arti sebuah aspek psikologis dari individu
berupa perasaan, perilaku, dan pikiran individu dan sosial mengacu pada aspek
eksternal individu terhadap masyarakat disekitarnya. Sehingga ditarik
kesimpulan bahw aistilah psikososial berarti sebuah hubungan sosial terhadap
masyarakat sekitar yang mencakup faktor-faktor psikologis
b) Teori perkembangan psikososial
Erik erickson merupakan tokoh psikologi yang dikenal akan teorinya
tentang delapan tahap perkembangan manusia, teori ini ditemukan erikson
dengan mengembangkan teori Freud yang menekankan pada dorongan seksual
dan kemudian dikembangkan Erickson dengan menekankan pada aspek
perkembangan sosial individu. Erickson mengembangkan teori tersebut
dengan dinamakan theory of psychosocal development yang mana ia membagi
tahap perkembangan manusia menjadi delapan tahapan. Sebenarnya banyak
teori mengenai tahap perkembangan manusia namun teori Erickson lah yang
paling populer. Teori psikososial Erickson mencakup delapan tahap
perkembangan berurutan yang akan dialami manusia. Hasil dari setiap tahap
sangat dipengaruhi oleh keberhasilan tahap sebelumnnya dan kesuksesan
individu dalam melewati tiap tahap penting agar individu tersebut dapat
tumbuh secara optimal. Delapan tahap tersebut diantaranya 1. Trust vs Mitrust
(0-1 tahun), 2. Autonomy vs Shame/Doubt (18 bulan- 3 tahun), 3. Initiative vs
Guilt (3-5 tahun), 4. Industry vs Inferiority (5-13 tahun), 5. Identity vs
12
Confusion (13-21 tahun), 6, Intimacy vs Isolation (21-29 tahun), 7.
Generativity vs Stagnation (40-65 tahun), 8. Integrity vs Despair (65 tahun
keatas).
Dasar dari teori ini adalah sebuah konsep yang memiliki tingkatan,
seperti yang tertulis terdapat delapan tingkatan yang akan dilalui manusia,
manusia dapat terus meningkat ke tingkat berikutnya meski di tingkatan
sebelumnya belum tuntas. Namun perlu digaris bawahi apabila setiap
tingkatan dapat dijalani dengan baik oleh individu, maka individu tersebut
akan merasa hidupnya bermaknya dan juga sebaliknya, apabila individu
meningkat ke tingkat berikutnya namun tahap tahap sebelumnya belum tuntas
akan menjadi hutang perkembangan sehingga kelak akan muncul rasa
ketidakbermaknaan pada diri individu. Erickson percaya bahwa individu akan
mengalami sebuah konflik dalam tiap tahap perkembangan yang nantinya
konflik ini lah yang akan menjadi alasan berkembangnya atau kegagalan
kualitas psikologi pada manusia.
c) Perkembangan masa remaja
Identity vs Confusion merupakan tahap psikososial kelima dalam teori
Erik erickson yang berkisar antara usia 13-21 tahun atau bisa disebut juga pada
masa remaja. Tahap ini lebih ditekankan Erickson karema merupakan masa
peralihan dari remaja ke dewasa . Di tahap perkembangan ini remaja
dihadapkan denga tugas pencarian jati diri, keberhasilan perkembangan ini
ditandai dengan individu mulai menyadari akan sifat yang melekat pada
dirinya seperti tentang apa yang dia suka dan apa yang dia tidak suka, mulai
memahami akan tujuan yang akan dicapai di masa depan, memiliki kontrol
akan kehidupan pribadinya dan siap menjalankan perannya di lingkungan
masyarakat. Dari krisis identitas inilah nantinya muncul kesetiaan (fidelity)
dan kekuatan dasar pada remaja. Erickson menangap perkembangan identitas
merupakan tugas dari ego, Erickson mempercayai bahwa kreativitas dan
potensi untuk menangani masalah adalah kemampuan ego, hal tersebut lah
yang menjadi alasan dimana salah satu tugas perkembangan remaja adalah
untuk menyelesaikan krisis identitas. Remaja diharapkan dapai mengapai
suatu identitas yang stabil sehingga nantinya mereka akan memahami dan
memiliki pandangan yang jelas dengan dirinya sendiri, berani membuat
keputusan penting, dan mulai menjalankan perannya di lingkungan
masyarakat. Perlu digaris bawahi bahwa kegagalan di tahap ini akan sangat
berpengaruh dan membahayakan masa depan sang individu.
d) Peran keluarga dalam perkembangan psikosial anak/remaja
Keluarga sebagai lingkungan sosial pertama anak memiliki tangung
jawab besar atas bagaimana perilaku sang anak nantinya sehingga orang tua
memiliki peranan yang vital dalam tahap perkembangan ini, hubungan
harmonis antara remaja dan orangtuanya menjadi dasar bagi perkembangan
sosial dan emosional sang anak. Beberapa ahli percaya bahwa pengasuhan dan
13
kasih sayang dalam awal tahun kehidupan sang anak menjadi sebuah kunci
dari kesuksesan perkembangan sosial sang anak. Salah satu aspek penting
menyangkut hubungan orang tua dan anak adalah pola asuh, pola asuh yang
baik akan turut membantu remaja dalam proses perkembangannya dan begitu
pula. Sesuai dengan teori psikososial masa remaja merupakan masa ekplorasi
demi proses menemukan jati diri setiap individu remaja, pada masa ini remaja
hendaknya lebih banyak menghabisnkan waktunya untuk eksplor bermain
dengan temannya dibanding dengan keluarganya. Pola asuh yang otoriter
dengan banyak memberi aturan dan batasan kepada anak tentunya akan
berdampak negatif pada kalangan anak remaja, mereka dalam proses pencarian
jati dirinya akan merasa terhambat akibat banyaknya larangan-larangan yang
diberikan. Maka dari itu upaya pemberian pola asuh yang baik serta sejalan
dengan tahap perkembangan yang sedang dilalui anak sangat diperlukan,
melalui pola asuh keteladanan dan kebiasaan hidup sehari-hari dapat
diberikam secara konsisten terhadap anak. Baik buruknya keteladanan yang
diperoleh serta bagaimana kebiasaan sehari-hari orangtua dalam mengasuh
anak akan mempengaruhi perkembangan jiwa serta psikososial sang anak.
B. Tinjauan Pustaka
Dari pembahasan diatas peneliti menemukan kajian penelitian terdahulu yang
ada aitannya dengan judul yang penulis teliti. Penelitian mengenai pengaruh pola
asuh otoriter terhadap kemampuan penyesuaian sosial remaja, antara lain:
1. Penelitian oleh Gusti Ayu yang berjudul “Dampak Pola Asuh Orang Tua
yang Otoriter Terhadap Psikologis Remaja di Kelurahan Salo Kecamatan
Watang Sawitto Kabupaten Pinrang”. Pada skripsi ini persoalan yang dikaji
membahas tentang pola asuh otoriter dan dampaknya terhadap psikologis
remaja. Pola asuh otoriter dapat mempengaruhi perilaku agresif, kurangnya
motivasi, ketakutan berpendapat, dan egoisme pada remaja. Penelitian ini
juga membahas tentang perbedaan pendapat dan preferensi antara orang tua
dan anak dalam memilih institusi pendidikan, serta efek negatif pola asuh
otoriter seperti perilaku pasif dan kurangnya kemandirian pada anak.
Adapun perbandingan dengan penelitian penulis yaitu penulis tidak
membahas lebih lanjut terkait dampak dari pola asuh otoriter terhadap
kondisi psikologis remaja, melainkan berfokus pada kemampuan sosialnya.
2. Penelitian oleh Deby Ivana yang berjudul “Dampak Strict Parent Terhadap
Hubungan Anak dengan Orang Tua Perspektif Hukum Islam”. Pada skripsi
ini persoalan yang dikaji adalah menganalisis dampak ketegasan orang tua
14
terhadap hubungan anak dan orang tua dalam perspektif hukum Islam.
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pola asuh yang ketat berdampak
buruk terhadap hubungan antara anak dan orang tua dalam perspektif hukum
Islam. Penelitian menemukan bahwa orang tua yang tegas cenderung
otoriter dan mengontrol, sehingga dapat menyebabkan kurangnya
komunikasi dan kepercayaan antara orang tua dan anak. Penelitian tersebut
juga menemukan bahwa pola asuh yang ketat dapat menimbulkan efek
psikologis negatif pada anak, seperti kecemasan, depresi, dan rendahnya
harga diri. Dari perspektif hukum Islam, penelitian ini menyimpulkan bahwa
orang tua harus menerapkan pendekatan pengasuhan yang seimbang dengan
mempertimbangkan kebutuhan dan hak orang tua dan anak. Adapun
perbandingan dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian
ini membahas efek dari penerapan pola asuh otoriter dan dampaknya
terhadap hubungan antar anak dengan orang tua sedangkan peneliti
melakukan penelitian terbaru mengenai pengaruh pola asuh otoriter dan
dampaknya terhadap ketrampilan sosial remaja, persamaan penelitian ini
yaitu membahas dampak pola asuh otoriter.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Fildzah dan Fivi yang berjudul “Hubungan
Pola Asuh Otoriter terhadap Perilaku Perundungan pada Remaja”.
Penelitian ini dilakukan untuk mendalami lebih lanjut mengenai pengaruh
pola asuh otoriter terhadap perilaku bullying pada remaja di Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh otoriter
dengan perilaku bullying pada remaja usia 16-19 tahun dari lima sekolah
berbeda di Jakarta. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pola asuh otoriter
berpengaruh signifikan terhadap perilaku bullying di kalangan remaja. Studi
ini menemukan bahwa 11% perilaku intimidasi dibentuk oleh pola asuh
otoriter, penelitian ini menemukan bahwa pola asuh otoriter, yang ditandai
dengan penggunaan hukuman dan aturan ketat, merupakan faktor paling
kuat dalam membentuk perilaku bullying. penelitian ini menunjukkan
bahwa praktik pengasuhan yang tepat dapat membantu mencegah perilaku
intimidasi, dan bahwa orang tua harus menghindari penggunaan pola asuh

15
otoriter sebagai cara untuk mendisiplinkan anak-anak mereka. Adapun
perbandingan dengan penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian ini
membahas terkait dampak dari pola asuh otoriter dengan kaitannya terhadap
perilaku bullying, penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian
penulis yaitu terkait dampak pola asuh otoriter (strict parent).
C. Kerangka Berpikir
Pola asuh orang tua memainkan peran penting dalam pembentukan perilaku
sang anak, pola asuh yang dimaksud merupakan serangkaian perilaku yang
diterapkan kepada anak secara konsisten dari waktu ke waktu yang mencakup
berbagai upaya dalam merawat, menjaga, membimbing, dan mendidik anaknya.
Pemberian pola asuh yang baik akan berdampak baik bagi perkembangan sang
anak, begitu pula sebaliknya. Seringkali yang menjadi permasalahan adalah pola
asuh otoriter yang mana orangtua banyak memberi aturan kepada anak serta
membatasi perilaku sang anak. Dengan banyaknya dampak yang ditimbulkan
muncul sebuah fenomena kritikan dengan istilah strict parent terhadap sikap
otoriter orang tua terhadap anaknya. Dampak ini akan lebih dirasakan oleh anak
remaja yang mana pada teori psikososial Erickson menyebutkan masa remaja
sebagai masa ekplorasi dan penemuan jati diri. Dengan banyaknya aturan serta
larangan yang diberikan terntunya akan menghambat proses anak remaja dalam
menemukan jati dirinya. Hal ini juga menjadikan individu remaja tidak tuntas
menjalani tugas tahapan perkembangan di usianya sehingga memungkinkan
sebuah resiko yang ditimbulkan diantaranya anak mungkin akan menjadi pendiam,
hilang kepercayaan dirinya, dan menarik diri dari lingkungan sosialnya.

16
Masa Remaja

Perkembangan Psikososial
Erickson

Masa Pencarian Masa Ekplorasi


Jati Diri

Strict Parent

Hambatan
Perkembangan

Gambar 1. Kerangka Berpikir

D. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana pemahaman remaja terkait pola asuh orang tuanya?
2. Bagaimana pola asuh otoriter mempengaruhi perkembangan psikososial
anak/remaja?
3. Apa dampak yang didapat dari pola asuh otoriter?

17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang diggunakan dalam penekitian ini adalah penelitian


kualitatif deskriptif, yaitu mengkaji objek yang mengungkapkan fenomena-
fenomena yang ada secara kontekstual melalui pengumpulan data yang diperoleh.
penelitian kualitatif dalam penulisan ini dimaksudkan untuk menggali suatu fakta,
kemudian memberikan penjelasan terkait berbagai realita yang ditemukan. Melalui
metode ini diharapkan memperoleh data yang akurat serta lengkap berdasarkan
fakta sebenarnya, oleh karena itu penulis akan melakukan wawancara terhadap
beberapa subjek untuk menganalisis lebih lanjut tentang keterkaitan pola asuh
otoriter dengan ketrampilan sosial anak remaja.

B. Setting Penelitian
Adapun penelitian ini akan dilakukan peneliti di kecamatan Kasihan. Alasan
penelitian lokasi ini didasari oleh pertimbangan dimana peneliti mendapati masih
banyak orang tua yang masih menerapkan pola asuh otoriter kepada anaknya.

C. Subjek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah beberapa remaja penduduk kecamatan
Kasihan yang akan diambil dengan teknik purposive sampling. Penentuan sampel
ini dilakukan berdasarkan tujuan dan pertimbangan tertentu. Adapun pertimbangan
yang penulis tetapkan seperti

1. Remaja berusia 13-18 tahun agar sesuai dengan perkembangan sosial yang
signifikan

2. Remaja yang mengalami pola asuh otoriter (strict parent)

3. Remaja yang bersedia berpartisipasi tanpa melalui paksaan atau unsur tertentu
untuk mengikuti wawancara secara jujur.

18
D. Teknik Pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data merupakan prosedur yang sangat menentuka


baik tidaknya suatu penelitian. Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-
cara yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Adapun tekhnik
pengumpulan data yang digunakan penulis adalah dengan melakukan wawancara.
Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan data yang dilakukan secara
tatap muka dengan mengajukan pertanyaan oleh pewawancara kepada informan
yang diberikan secara lisan dan jawabannya diterima secara lisan pula. Peneliti
akan melakukan wawancara terhadap subjek untuk mendalami lebih lanjut terkait
dampak dari pola asuh strict parent.

E. Instrumen Pengumpulan Data


Pengumpulan data akan dilakukan dengan melakukan wawanca terhadap
subjek terpilih yang akan diberikan beberapa pertanyaan. Berikut ini beberapa
pertanyaan inti yang sekiranya akan diajukan dalam wawancara penelitian ini:

1. Apa yang anda pahami tentang pola asuh otoriter? Bagaimana anda
merasakannya dalam keluarga anda?

2. Bisakah memberi contoh ketika anda merasa dibatasi oleh pola asuh otoriter
orang tua anda?

3. Bagaimana kondisi hubungan interaksi sosial dengan teman anda? Apakah


ada kendala akibat pola asuh ini?

4. Apakah anda merasa ada perbedaan dalam ketrampilan sosial dibanding


teman sebaya anda?

F. Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif, di mana data yang
diperoleh dari wawancara dianalisis secara mendalam dan diinterpretasi untuk
mengidentifikasi pola dan makna yang muncul dari data tersebut. Berikut cara yang
digunakan untuk menganalisis data:

1. Langkah pertama adalah mentranskripsi seluruh wawancara. Ini melibatkan

19
mengubah catatan tertulis wawancara menjadi teks tertulis yang dapat
dianalisis.

2. Membaca transkripsi wawancara secara menyeluruh untuk memahami


konteks dan isinya. Ini membantu dalam memahami keseluruhan narasi dan
ide yang diungkapkan oleh responden.

3. Identifikasi kategori atau tema yang muncul secara alami dalam data. Ini
bisa berupa ide, konsep, atau pola-pola yang muncul berulang kali dalam
wawancara.

4. Setelah mengidentifikasi kategori, mengembangkan sistem pengkodean


yang akan digunakan untuk mengorganisasi data. Ini dapat berupa kode-
kode unik yang diberikan pada bagian teks yang relevan dengan kategori
atau tema tertentu.

5. Mulai mengkode data dengan menerapkan kode-kode yang telah dibuat


pada bagian-bagian yang sesuai dalam transkripsi wawancara. Setiap
kutipan atau segmen teks yang berkaitan dengan kategori tertentu akan
diberi kode yang sesuai.

6. Menggunakan analisis tematis untuk mengidentifikasi, mengelompokkan,


dan memahami pola dan tema yang muncul dalam data. Tema-tema ini
adalah pola berulang yang muncul dalam wawancara dan memberikan
wawasan tentang pertanyaan penelitian.

7. Membuat Laporan yang berisi deskripsi tema-tema utama, kutipan-kutipan


penting, dan interpretasi Anda terhadap data.

G. Validitas Data
Dalam penelitian ini teknik keabsahan data menggunakan teknik Triangulasi.
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau perbandingan
terhadap data, dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:

1. Triangulasi sumber, yaitu membandingkan dan mengecek derajat


kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama (informan
20
lain).

2. Triangulasi metode, yaitu melakukan perbandingan dan pengecekan


kebenaran dan kesesuaian data penelitian melalui metode yang berbeda.

3. Triangulasi waktu, yaitu untuk validasi data yang berkaitan dengan


perubahan sustu proses dan perilaku manusia. Karena perilaku manusia
berubah dari waktu ke waktu, pengamatan dilakuakn dengan beberapa kali.

4. Triangulasi teori, adalah memanfaatkan dua teori atau lebih untuk diadu atau
dipadu. Untuk itu diperlukan rancangan penelitian pengumpulan data
analisis yang lebih lengkap. Dengan demikian akan memberikan hasil yang
lebih komprehensif.

Dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi sumber karena


pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara. Dengan membandingkan
data melalui informan yang berbeda diharapkan akan memberikan hasil yang lebih
komprehensif.

21
DAFTAR PUSTAKA

DEBBY, I. A. (2023). DAMPAK STRICT PARENTS TERHADAP HUBUNGAN ANAK


DENGANORANG TUA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Pada Mahasiswa
Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung) (Doctoral dissertation, UIN
RADEN INTAN LAMPUNG).
Emiliza, T. (2019). Konsep Psikososial Menurut Teori erik h. Erikson Terhadap
Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Tinjauan Pendidikan Islam Konsep
Psikososial Menurut Teori Erik H. Erikson Terhadap Pendidikan Anak Usia
Dini Dalam Tinjauan Pendidikan Islam (Doctoral dissertation, Iain Bengkulu).
Hurlock, EB. 1999. “Perkembangan Anak”, .Jilid 1, Edisi Keenam. Alih bahasa: dr.
Med Meitasari Tjandrasa. Jakarta : Erlangga
Kitchens, R., & Abell, S. (2020). Ego identity versus role confusion. Encyclopedia of
personality and individual differences, 1254-1257.
Mokalu, V. R., & Boangmanalu, C. V. J. (2021). Teori Psikososial Erik Erikson:
Implikasinya Bagi Pendidikan Agama Kristen Di Sekolah. VOX EDUKASI:
Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 12(2), 180-192.
Santrock, John W. (2011). Life - Span Development : Perkembangan Masa Hidup,
Edisi 13, Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Sari, C. W. P. (2020). Pengaruh pola asuh otoriter orang tua bagi kehidupan
sosial anak. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 2(1), 76-80.

22

Anda mungkin juga menyukai