Anda di halaman 1dari 4

Nama : dr.

Khoirunnisa 02 November 2023


NIM : C065231002

Prodi : Psikiatri

TUGAS FILSAFAT

1. Enam Moda (mode) / cara berpikir


Pendekatan topi berpikir (six thinking hats) Edward de Bono ini terdiri dari kategori enam topi
, melakukan implementasi keputusan dan melakukan proses berdasarkan warna. Masing-
masing warna mewakili perspektif unik. Topi bisa “dipakai” secara individual maupun
bersama-sama.
• Hijau identik dengan alam, bisa juga diartikan sebagai keunikan. Pemakai topi hijau
berperan melahirkan inovasi-inovasi kreatif yang bisa menawarkan solusi bagi masalah.
• Merah melambangkan emosi dan amarah. Berpikir menggunakan topi merah berarti
mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan emosi. Atau istilah lainnya melalui intuisi.
Pemakainya melihat masalah melalui kacamata emosional, seseorang perlu berpikir
bagaimana orang akan bereaksi secara intuisi ketika dihadapi persoalan tersebut. Dengan
begitu, si pemakai paham bagaimana berada di posisi mereka dan mengapa mereka
bereaksi demikian.
• Warna kuning melambangkan optimisme dan kepercayaan diri. Sehingga pemakainya
dapat menggunakan pendekatan positif dalam menyelidiki masalah. Sesuai dengan
prinsip optimisme, pemakai topi kuning menanamkan mindset bergerak maju meski
keadaan sangat sulit.
• Hitam sering diartikan sebagai warna yang suram dan pesimisme, kebalikan dari topi
kuning. Pemakai topi hitam akan melihat segala sesuatu dari sisi buruknya. Kita mungkin
diajarkan untuk selalu melihat masalah dari sisi baiknya.
• Warna putih menggambarkan kesucian dan kemurnian. Mereka yang menggunakan topi
putih bertugas sebagai analis. Mereka diminta untuk membuahkan hasil analisis
berdasarkan observasi lingkungan sekitar.
• Warna biru melambangkan warna langit, yaitu sesuatu yang posisinya paling tinggi. Topi
biru merujuk pada kontrol proses, pemakainya adalah pemimpin diskusi. Topi biru
diharapkan dapat mengatur jalannya diskusi. Sebagai contoh, ketika terjadi kevakuman ide,
mereka akan mengerahkan Topi Hijau.
2. What is Critical Thinking?

Critical Thinking (Berpikir Kritis) merupakan cara yang dilakukan manusia untuk berfikir
secara jernih dan rasional untuk merespons suatu hal dengan melakukan analisa terhadap fakta
sebelum sampai pada kesimpulan. Kemampuan individu dalam berpikir secara rasional
berdasarkan pada data yang telah dianalisis sehingga menghasilkan keputusan yang bijak.
Kemampuan berpikir kritis ini merupakan keahlian mandiri dari individu. Individu yang
memiliki kemampuan berpikir kritis ini berbeda dengan seseorang yang senang menyangkal
atau mendebat. Namun justru seorang yang berpikir secara lebih mendalam sehingga berusaha
memahami antara satu pendapat dengan yang lainnya sehingga diperoleh kemungkinan
pandangan baru dari pendapat yang telah ada.

3. Critical Thinking elements

Berdasarkan toeri Paul & Elder, terdapat beberapa elemen berpikir, di antaranya:

1) Tujuan (purpose), setiap orang yang berpikir memiliki tujuan dan mengetahui apa yang
hendak dicapainya dari proses berpikir kritisnya.
2) Pertanyaan terhadap masalah (questions), dengan mempertanyakan segala aspek yang
terkait penyelesaian masalah.
3) Asumsi (assumptions), yaitu dengan memperkirakan semua dampak yang timbul dari
langkah-langkah penyelesaian masalah yang akan dilakukan.
4) Sudut Pandang (points of view), artinya cara berpikir kritis selalu melihat masalah dari
beragam sudut pandang.
5) Informasi (information), artinya cara berpikir kritis harus selalu berdasarkan informasi-
informasi yang mendukung penyelesaian masalah.
6) Konsep atau ide (concepts), yang melakukan cara berpikir kritis mempunyai konsep atau
berbagai gagasan yang jelas terkait pemecahan masalahnya.
7) Penyimpulan (inferences), yakni mengambil kesimpulan setelah menyelesaikan persoalan
yang ada.
8) Implikasi (implications), artinya mengidentifikasi semua kemungkinan terbaik dan
terburuk pada akhir penyelesaian suatu masalah.

4. Argumen dan Konstruksi Reasoning

Dalam konteks filsafat, sebuah argumen adalah suatu rangkaian premis (proposisi yang
dianggap benar atau diterima sebagai dasar) yang digunakan untuk mencapai suatu
kesimpulan. Setiap argumen harus memiliki premis yang kuat dan valid agar kesimpulannya
dianggap kuat dan valid pula.
Reasoning (Penalaran) adalah Proses kognitif dimana individu menarik kesimpulan
berdasarkan informasi yang tersedia. Proses menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip atau
bukti-bukti.

Jenis jenis penalaran :

• Induktif
• Deduktif
• Abduktif
• Sebab akibat
• Komparatif
• Dekomposisi
• Baik dan buruk
• Analogi
5. Alur Pikir : Induktif vs Deduktif
Alur pikir induktif dan deduktif Alur pikir deduktif adalah cara berpikir dengan melihat hal-
hal secara umum terlebih dahulu sebelum akhirnya mengerucut menjadi lebih spesifik atau
khusus sehingga menghasilkan suatu kesimpulan. Sebaliknya alur pikir induktif adalah
sistematika pengambilan kesimpulan sesuai dengan teori atau premis yang sudah ada
sebelumnya.

6. Kesalahan dalam berpikir (Fallacies):

Kesalahan berpikir merupakan sebuah argumen melakukan kesalahan ketika alasan yang
ditawarkan, pada kenyataannya, tidak mendukung kesimpulan. Pembelajaran pemecahan
masalah merupakan cara yang tepat dalam melatih berpikir dan hal ini sudah dibuktikan para
ahli melalui sejumlah penelitian yang telah dilakukan. Kesalahan dalam berpikir, atau yang
dikenal dengan istilah “Logical Fallacy” atau “Sesat Pikir”, adalah pola penalaran yang salah,
atau kekeliruan dalam pemikiran logis. Sehingga argumen yang disampaikan menjadi tidak
valid dan tak relevan. Berikut adalah beberapa contoh dari kesalahan berpikir yaitu,

a. Strawman: Kesalahan ini terjadi ketika seseorang mengubah argumen lawan menjadi lebih
mudah untuk diserang.
b. Circular Argument: Kesalahan ini terjadi ketika kesimpulan suatu argumen didasarkan
pada premis yang membutuhkan kesimpulan itu sendiri untuk benar.
c. Ad Hominem: Kesalahan ini terjadi ketika seseorang menyerang pribadi dari orang yang
melontarkan sebuah argumen, bukan argumennya itu sendiri.
d. False Dilemma: Kesalahan ini terjadi ketika seseorang menghadapi pilihan yang dibatasi
hanya pada dua pilihan, padahal sebenarnya ada pilihan lain.
e. Gambler’s Fallacy: Kesalahan ini terjadi ketika seseorang berpikir bahwa hasil dari suatu
kejadian acak di masa depan dipengaruhi oleh hasil kejadian acak di masa lalu.
f. Slippery Slope: Kesalahan ini terjadi ketika seseorang berargumen bahwa suatu tindakan
akan memicu serangkaian peristiwa yang mengarah pada hasil yang tidak diinginkan,
tanpa memberikan bukti yang cukup bahwa serangkaian peristiwa tersebut akan terjadi.

Anda mungkin juga menyukai