Anda di halaman 1dari 124

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS DIABETIK

PADA TN. E DENGAN APLIKASI PERAWATAN LUKA


MENGGUNAKAN MADU TERHADAP PROSES
PENYEMBUHAN LUKA DI RUANGAN TOPAS RSUD DR.
SLAMET KABUPATEN GARUT

KARYA TULIS ILMIAH - NERS

Di Ajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ners Pada Program
Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karsa Husada Garut

TAUFIK AULIANA RAHMAN


KHGD 22021

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2023
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG

JUDUL : ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS DIABETIK


PADA TN. E DENGAN APLIKASI PERAWATAN LUKA
MENGGUNAKAN MADU TERHADAP PROSES
PENYEMBUHAN LUKA DI RUANGAN TOPAS RSUD DR.
SLAMET KABUPATEN GARUT
NAMA : TAUFIK AULIANA RAHMAN
NIM : KHGD 22021

Menyatakan Bahwa Mahasiswa Diatas Layak Untuk Melaksanakan Sidang Akhir


Karya Tulis Ilmiah Ners
Garut, September 2023
Menyetujui,

Pembimbing

(Rudy Alfiansyah,S.Kep.,Ners.,M.Pd)
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS DIABETIK


PADA TN. E DENGAN APLIKASI PERAWATAN LUKA
MENGGUNAKAN MADU TERHADAP PROSES
PENYEMBUHAN LUKA DI RUANGAN TOPAS RSUD DR.
SLAMET KABUPATEN GARUT
NAMA : TAUFIK AULIANA RAHMAN
NIM : KHGD 22021

KARYA ILMIAH AKHIR-NERS


KIA-Ners ini telah disidangkan dihadapan Tim Penguji Program Studi Profesi
Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karsa Husada garut
Garut, September 2023
Menyetujui,
Penguji I Penguji II

(EV.Rilla S.Kep.,Ners.,M.Kep) (Susan Susyanti, S.Kp.,M.Kep)


Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Ners Pembimbing

(Sri Yekti Widadi, S.Kp., M.Kep) (Rudy Alfiansyah S.Kep.,Ners.,M.Pd)


Program Studi Profesi Ners

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karsa Husada Garut Garut, Juli 2023

Taufik Auliana Rahman1),Rudy Alfiasyah2)

1) Mahasiswa STIKes Karsa Husada Garut


2) Dosen STIKes Karsa Husada Garut

ABSTRAK

Analisis Asuhan Keperawatan Ulkus Diabetikum Pada TN. E Dengan Aplikasi


Perawatan Luka Menggunakan Madu Terhadap Proses Penyembuhan Luka Di
Ruang Topas RSUD dr.Slamet Garut

Latar Belakang : Perubahan pola dan gaya hidup masyarakat saat ini yang lebih
menyukai makanan siap saji, makanan berlemak dan lain sebagainya, membawa
dampak banyaknya permasalahan terhadap kejadian Penyakit Diabetes Melitus.
Oleh sebab itu, perlu adanya penanganan yang komprehensif dengan cara
pengobatan secara teratur. Kadar gula darah yang tinggi secara berkepanjangan
pada penderita DM dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi. Ulkus
Diabetikum sebagai salah satu komplikasi tersering dari diabetes melitus tipe-II
menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit yang disebabkan oleh
gangguan sirkulasi perifer sehingga jaringan sekitar luka akan mati atau nekrotik
dan mengalami pembusukan. Tujuan : Studi kasus ini bertujuan untuk menguji
efektifitas perawatan luka menggunakan madu terhadap proses penyembuhan
ulkus diabetikum. Metode : Metode yang digunakan adalah studi kasus dengan
melakukan anamnesa, obsevasi, pemeriksaan fisik dan catatan medis. Partisipan
dalam penelitian ini adalah Tn. E dengan penyakit ulkus diabetikum. Hasil : Hasil
studi kasus ini menunjukan bahwa perawatan luka dengan menggunakan madu
dapat mempercepat terhadap proses penyembuhan luka gangrene untuk
mengurangi jaringan nekrosis. Maka dari itu, penggunaan madu untuk perawatan
luka sudah terbukti secara empiris sebagai percepatan penyembuhan ulkus
diabetikum. Rekomendasi : Perawatan luka dengan menggunakan madu dapat
dilakukan pada pasien dengan ulkus diabetikum dengan karakteristik tertentu.

Kata Kunci : Diabetes Melitus, Perawatan Luka menggunakan Madu, Ulkus


Diabetikum
Ners Professional Study Program

Karsa Husada Garut Garut College of Health Sciences, July 2023

Taufik Auliana Rahman1),Rudy Alfiasyah2)

1. Students of STIKes Karsa Husada Garut


2. Lecturer of STIKes Karsa Husada Garut

ABSTRACT

Analysis of Diabetic Ulcer Nursing Care in TN. E With The Application Of


Wound Care Using Honey To The Wound Healing Process In The Topaz Room
Of RSUD dr. Slamet Garut

Background: Changes in the pattern and lifestyle of today's people who prefer
ready-to-eat foods, fatty foods and so on, have an impact on many problems with
the incidence of Diabetes Mellitus. Therefore, there is a need for comprehensive
handling by means of regular treatment. Prolonged high blood sugar levels in
people with diabetes can cause various complications. Diabetic ulcer as one of the
most common complications of type-II diabetes mellitus causes damage to the
integrity of the skin caused by impaired peripheral circulation so that the tissue
around the wound will die or necrotic and decay. Objective: This case study aims
to test the effectiveness of wound treatment using honey on the healing process of
diabetic ulcers. Method: The method used is a case study by conducting
anamnesis, observation, physical examination and medical records. The
participant in this study was Mr. E with diabetic ulcer disease. Results: The
results of this case study show that wound care using honey can accelerate the
healing process of gangrene wounds to reduce tissue necrosis. Therefore, the use
of honey for wound care has been empirically proven as an acceleration of
diabetic ulcer healing. Recommendation: Wound care using honey can be done
in patients with diabetic ulcers with certain characteristics.

Keywords : Diabetes Mellitus, Wound Care using Honey, Diabetic Ulcer


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Dengan memanjatkan puji serta syukur ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam semoga selalu

tecurahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya,

sahabatnya serta sampai kepada kita selaku umatnya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini dengan judul “Analisis Asuhan

Keperawatan Ulkus Diabetikum Pada Tn. E Dengan Aplikasi Perawatan Luka

Menggunakan Madu Terhadap Proses Penyembuhan Luka Di Ruang Topas

RSUD dr.Slamet Garut”.

Karya Ilmiah Akhir-Ners ini diajukan sebagai tugas akhir untuk

menempuh pendidikan Proram Studi Profesi Ners di Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Karsa Husada Garut. Dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir- Ners ini

penulis telah mendapat bantuan dan dukungan dari beberapa pihak yang terlibat,

maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar –

besarnya kepada :

1. Bapak DR H.Hadiat,MA, selaku Ketua Pembina Yayasan Dharma Husada

Insani Garut.

2. Bapak H.Engkus Kusnadi,S.Kep.,M.Kes., selaku Ketua Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Karsa Husada Garut.

3. Ibu Sri Yekti Widadi,S.Kp.,M.Kep., selaku Ketua Program Studi Profesi

Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karsa Husada Garut.

vi
4. Bapak Rudy Alfiansyah,S.Kep.,Ners.,M.Pd, selaku pembimbing utama yang

telah memberikan arahan dan bimbingannya dalam penyusunan KIA ini.

5. Staf dan Dosen Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Karsa Husada Garut yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan

KIA ini.

6. Kedua Orang Tua yang saya cintai dan saya sayangi, Alm.Bapak Asep

Saprudin dan Ibu Ina Resnia, kakak saya serta keluarga besar yang selalu

memberikan dukungan dengan sepenuh hati kepada putra-Nya baik secara

moril maupun materi.

7. Seluruh sahabat penulis yang selalu memberikan semangat dan dukungan

selama proses penyusunan karya ilmiah akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Ilmiah Akhir ini masih

terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis

sangat mangharapkan segala masukan baik berupa saran maupun kritik demi

perbaikan penelitian selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap Karya Ilmiah Akhir

ini dapat berguna dan bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca.

Garut, Juli 2023

Penulis,

Taufik Auliana Rahman

vii
viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG.................................................................ii


LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
ABSTRAK.............................................................................................................iv
ABSTRACT............................................................................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
DAFTAR TABEL.................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................4
1.3.1 Tujuan Umum...........................................................................4
1.3.2 Tujuan Khusus...........................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................5
1.4.1 Manfaat Teoritis........................................................................5
1.4.2 Manfaat Praktis.........................................................................5
1.5 Sistematika Penulisan............................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................7
2.1 Konsep Dasar........................................................................................7
2.1.1 Definisi Diabetes Melitus..........................................................7
2.1.2 Definisi Ulkus Diabetikum........................................................8
2.1.3 Klasifikasi Ulkus Diabetikum...................................................8
2.1.4 Derajat Luka Ulkus...................................................................9
2.1.5 Proses Terjadinya Luka.............................................................9
2.1.6 Etiologi Diabetes Melitus........................................................10

ix
2.1.7 Manifestasi Klinis...................................................................11
2.1.8 Patofisiologi............................................................................14
2.1.9 Komplikasi..............................................................................18
2.1.10 Pemeriksaan Penujang.............................................................19
2.1.11 Penatalaksanaan......................................................................20
2.2 Konsep Dasar Perawatan Luka...........................................................23
2.2.1 Definisi Perawatan Luka.........................................................23
2.2.2 Tujuan Perawatan Luka...........................................................24
2.2.3 Perawatan Luka Dengan Madu...............................................24
2.2.4 Sifat zat yang terkandung dalam madu...................................25
2.2.5 Manfaat Madu Untuk Luka.....................................................28
2.2.6 Cara Menggunakan Madu Saat Perawatan Luka....................28
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan.............................................................29
2.3.1 Pengkajian Keperawatan.........................................................29
2.3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................42
2.3.3 Intervensi Keperawatan...........................................................42
2.3.4 Implementasi Keperawatan.....................................................57
2.3.5 Evaluasi Keperawatan.............................................................58
2.4 Eviden Base Practice...........................................................................59
2.4.1 Definisi....................................................................................59
2.4.2 Tujuan......................................................................................59
2.4.3 Langkah – Langkah Pembuatan EBP......................................59
2.4.4 Seleksi Data.............................................................................60
2.4.5 Analisa Data............................................................................61
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEBAHASAN..........................................62
3.1 Laporan Asuhan Keperawatan............................................................62
3.1.1 Pengkajian...............................................................................62
3.2 Pembahasan.........................................................................................85
3.2.1 Pengkajian Data dan Analisa Data..........................................86
3.2.2 Diagnosa Keperawatan............................................................86
3.2.3 Intervensi Keperawatan...........................................................88

x
3.2.4 Implementasi Keperawatan.....................................................91
3.2.5 Evaluasi Keperawatan.............................................................93
3.3 Pembahasan Evidence Based Practice................................................94
BAB IV PENUTUP............................................................................................101
4.1 Kesimpulan.......................................................................................101
4.2 Saran 101
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................103

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah............................................................................19


Tabel 2.2 Analisa Data..........................................................................................35
Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan.........................................................................42
Tabel 3.1 Aktivitas sehari-hari (activity daily living)...........................................65
Tabel 3.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG..........................................................70
Tabel 3.3 Terapi Farmakologi...............................................................................70
Tabel 3.4 ANALISA DATA.................................................................................70
Tabel 3.5 INTERVENSI KEPERAWATAN........................................................74
Tabel 3.6 Implementasi dan Evaluasi....................................................................80

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pathway............................................................................................17

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1...........................................................................................................105

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kencing manis (Diabetes melitus) merupakan salah satu penyakit

tidak menular (PTM) dimana kadar gula darah meningkat (hiperglikemia). DM

merupakan penyakit kronis yang akan menetap seumur hidup. Semakin tinggi

prevalensi DM dapat menyebabkan komplikasi seperti kerusakan pembuluh darah

ke otak, jantung, perifer, sel saraf, mata, ginjal, dan bahkan berujung kematian.

(Febrinasari,dkk, 2020) Penyakit ini ditandai dengan hiperglikemia kronis dan

mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. DM dalam jangka

waktu lama menimbulkan komplikasi akut hipoglikemi dan rangkaian gangguan

metabolik yang menyebabkan kelainan patologis makrovaskular dan

mikrovaskular seperti ulkus diabetik (gangren) (Azrimaidaliza, 2018)

Prevalensi DM menurut International Diabetes Federation (IDF)

merupakan PTM yang tertinggi di dunia dengan jumlah kasus 537 juta, di

Indonesia itu sendiri dengan jumlah kasus penderita DM yaitu 19,47 juta,

sedangkan di Provinsi Jawa Barat yaitu sekitar 32.162 kasus. Menurut hasil

survey Dinas Kesehatan Garut (2021) bahwa penyakit DM di Kabupaten Garut

mencapai 6.377 kasus, dimana penderita lebih banyak terjadi pada perempuan

3.394 orang dibanding laki-laki sebnayak 2.242 orang.

1
2

Ulkus diabetik adalah luka yang terjadi pada kaki penderita DM, dimana

terdapat kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes melitus yang tidak

terkendali. Kelainan kaki DM dapat disebabkan adanya gangguan pembuluh

darah, gangguan persyarafan dan adanya infeksi. Luka diabetik disebabkan oleh

infeksi sebagai akibat dari tingginya glukosa darah, sehingga meningkatkan

proliferasi bakteri, dan ditambah adanya defisiensi sistem imun yang

menyebabkan masa inflamasi luka berlangsung lama (Maryunani, 2021).

Tanda dan gejala pada ulkus diabetik yaitu ada sering kesemutan, nyeri

kaki saat beristirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan (nekrosis),

penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, kuku menebal, dan kulit kering.

terjadinya luka ulkus diabetik pada penderita DM yaitu berhubungan dengan

pengetahuan penderita maupun keluarga tentang penyakit DM, ketidaktahuan

akan cara menjaga kestabilan gulah darah, dan terjadinya salah satu kompliksi

yaitu luka ulkus diabetik, terjadinya komplikasi luka ulkus diabetik memerlukan

pengobatan dan perawatan luka yang baik. sehingga peran perawat sangat penting

dalam mencegah terjadinya komplikasi maupun sudah terjadi komplikasi seperti

luka ulkus diabetik untuk melakukan perawatan luka yang baik.

Perawatan luka diabetik Pada umumnya, dilakukan dengan antiseptik

menggunakan cairan fisiologis NaCL 0.9%, melakukan debridement pada luka

dengan menggunakan kasa steril, dan beberapa jenis antibiotik seperti gentamisin

sulfat, mafenide acetate yang semuanya dapat menyebabkan efek nyeri dan

sensitif dikarenakan terjadinya peningkatan jumlah koloni pada luka. Seiring

perkembangan zaman, beberapa ahli telah melakukan berbagai penelitian terkait


3

pengobatan pada luka gangrene yang dikolaborasikan dengan pengobatan

konvensional menggunakan madu efektif dalam proses penyembuhan luka

(Sundari & Djoko, 2021).

Madu yang sering digunakan dalam perawatn luka diabetik di Indonesia

biasanya yaitu madu murni nusantara, dalam penelitian RSCM (2010) yang

membandingkan potensi antibacterial madu lokal Indonesia dengan madu

manuka, di dapatkan hasil bahwa madu lokal indonesia efektif mengatasi infeksi

P.aeroginusa dan S.aereus, meskipun konsentrasi minimum untuk mendapatkan

efek inhibisi madu murni nusantara lebih tinggi dibandingkan dengan madu

manuka (Gunawan,2017). Menurut Sari & Maritta (2020) bahwa untuk

pengobatan gangren dengan menggunakan metode konvensional madu efektif

dalam proses penyembuhan luka menjadi lebih cepat. Kandungan pH madu yang

asam serta kandungan H2O2 (hydrogen perroxida) mampu membunuh bakteri

dan mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh menjadi antibakteri untuk

menjaga luka agar tidak terdapat perluasan jaringan nekrosis. Berdasarkan hasil

penelitian yang di lakukan oleh (Sundari,2021) dengan judul “Pengaruh Terapi

Madu Terhadap Luka Diabetik Pada Pasien Dengan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di

Rw 011 Kelurahan Pegirian Surabaya” menyebutkan bahwa ada pengaruh

pemberian madu terhadap derajat luka dari kategori berat menjadi kategori

sedang.

Observasi yang telah dilakukan peneliti di Rsud dr Slamet Garut

prevalensi Ulkus Diabetikum pada 1 bulan terakhir di berbagai ruangan yaitu

sebanyak 29 kasus, dan untuk ruang rawat inap marjan atas yaitu sebanyak 7
4

kasus teramasuk Tn.E yang mengalami luka ulkus diabetik pada jari kaki kirinya

yang sudah di lakukan debridement pengangkatan jaringan nekrotik. Berdasarkan

fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk mengaplikasikan riset mengenai

pemberian madu terhadap luka diabetik yang di tuangkan dalam Karya Ilmiah

Akhir-Ners yang berjudul “Analisis Asuhan Keperawatan Ulkus Diabetik Pada

Tn.E dengan Aplikasi Perawatan Luka Menggunakan Madu Terhadap Proses

Penyembuhan Luka Di Ruangan Topas RSUD dr. Slamet Kabupaten Garut”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah

penelitian adalah Aplikasi Perawatan Luka Menggunakan Madu Pada Pasien Tn.E

Dengan Diagnosa Ulkus Diabetik Terhadap Proses Penyembuhan Luka Di Ruang

Topas RSUD Dr.Slamet Garut Jawa Barat.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ini Bertujuan Untuk Melakukan Analisis

Asuhan Keperawatan Pada Tn. E Dengan Diagnosa Ulkus Diabetik Di Ruang

Topas RSUD Dr. Slamet Garut Jawa Barat.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. E dengan diagnosa

Ulkus diabetik.
5

2. Mampu melakukan dan menganalisis asuhan keperawatan pada Tn. E

dengan diagnosa Ulkus diabetik dengan pemberian perawatan luka

menggunakan madu

3. Mampu menganalisis dan mengaplikasikan hasil Evidanced Based Practice

ke dalam asuhan keperawatan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Studi kasus ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam proses pembelajaran

mengenai implementasi pada asuhan keperawatan pasien Ulkus diabetik

1.4.2 Manfaat Praktis

Studi kasus ini diharapkan dapat digunakan dalam pemberian intervensi

pada proses asuhan keperawatan dengan masalah keperawatan Ulkus diabetik.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada karya ilimah akhir ini disusun menggunakan

metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus dimana penulisan melakukan

analisis asuhan keperawatan pada pasien dengan luka ulkus diabetik untuk

menerapkan intervensi yang sesuai berdasarkan Evidence Based Practice (EBP).

Pengumpulan data dalam studi kasus ini menggunakan data primer dan sekunder

Diana data diperoleh berdasarkan anamnesa serta dari status/rekam medis klien

selama sakit. Adapun susunan penulisan dalam karya iliah ini adalah sebagai

berikut:
6

 BAB I Pendahuluan

Yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, manfaat

penulisan dan sistematika penulisan.

 BAB II Tinjauan Pustaka

Terdiri dari konsep dasar luka ulkus diabetik, perawatan luka,

manfaat perawatan luka menggunakan madu dan konsep asuhan

keperawatan pada pasien DM dengan luka ulkus diabetik.

 BAB III Tinjauan kasus dan pembahasan

Meliputi proses asuhan keperawatan yang berisi: laporan askep

dengan luka ulkus diabetik pada kasus yang diambil dan disajikan sesuai

dengan sistematika dokumentasi proses keperawatan, terdiri dari

pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi, evaluasi keperawatan.

Evidence Based Practice (EBP) terkait intervensi minimal 5 jurnal.

 BAB IV terdiri dari kesimpulan dan saran

Berisikan kesimpulan dan dari pelaksanaan asuhan keperawatan

dan saran atau rekomendasi yang operasional.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai

dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada

sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (smelzel dan Bare,2015). Diabetes

melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan metabolik dengan

karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi urin, kerja insulin,

atau kedua – duanya (ADA,2017).

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas

tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien

menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula

darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah, adalah efek yang tidak

terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang

serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya pada pembuluh darah jantung

(penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi

gagal ginjal) (WHO, 2016).

Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan

peningkatan glukosa darah diatas normal. Dimana kadar diatur tingkatannya oleh

hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas (Shadine, 2017).

7
8

2.1.2 Definisi Ulkus Diabetikum

Luka diabetes (diabetic ulcers) sering kali disebut diabetics foot ulcers, luka

neuropati, luka diabetik neuropathi (Maryunani, 2016). Luka diabetes atau

neuropati adalah luka yang terjadi pada pasien yang diabetik melibatkan gangguan

pada saraf perifer dan otonomik (Suriadi, 2010 dalam Maryunani, 2016).

Luka diabetes adalah luka yang terjadi pada kaki penderita diabetes,

dimana terdapat kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes melitus yang tidak

terkendali. Kelainan kaki diabetes mellitus dapat disebabkan adanya gangguan

pembuluh darah, gangguan persyarafan dan adanya infeksi (Maryunani, 2016).

2.1.3 Klasifikasi Ulkus Diabetikum

1. Berdasarkan Kedalaman Jaringan

a. Partial Thickness adalah luka mengenai lapisan epidermis dan dermis.

b. Full Thickness adalah luka mengenai lapisan epidermis, dermis dan

subcutaneous dan termasuk mengenai otot, tendon dan tulang (Ekaputra,

2017).

2. Berdasarkan Waktu dan Lamanya

a. Luka akut merupakan luka trauma yang biasanya segera mendapat

penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi

komplikasi (Ekaputra, 2017).

b. Luka kronik yang berlangsung lama atau sering timbul kembali

(rekuren), terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya

disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita. Pada luka kronik

luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik
9

terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali (Moreau,

2011 dalam Ekaputra, 2017).

2.1.4 Derajat Luka Ulkus

Derajat 0 : Tidak ada lesi yang terbuka, Bisa terdapat deformitas atau

selulitis (dengan kata lain: kulit utuh, tetapi ada kelainan bentuk kaki akibat

neuropati).

Derajat 1 : luka superficial terbatas pada kulit.

Derajat 2 : luka dalam sampai menembus tendon, atau tulang

Derajat 3 : luka dalam dengan abses, osteomielitis atau sepsis persendian

Derajat 4 : Gangren setempat, di telapak kaki atau tumit (dengan kata lain:

gangren jari kaki atau tanpa selulitis)

Derajat 5 : Gangren pada seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah.

(Muryunani, 2016).

2.1.5 Proses Terjadinya Luka

Luka diabetes melitus terjadi karena kurangnya kontrol diabetes melitus

selama bertahun-tahun yang sering memicu terjadinya kerusakan syaraf atau

masalah sirkulasi yang serius yang dapat menimbulkan efek pembentukan luka

diabetes melitus (Maryunani, 2016). Ada 2 tipe penyebab ulkus kaki diabetes

secara umum yaitu:

1. Neuropati

Neuropati diabetik merupakan kelainan urat syaraf akibat diabetes

melitus karena kadar gula dalam darah yang tinggi yang bisa merusak urat

syaraf penderita dan menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada
10

kaki, sehingga apabila penderita mengalami trauma kadang kadang tidak

terasa. Gejala- gejala neuropati meliputi kesemutan, rasa panas, rasa tebal di

telapak kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari (Maryunani,

2016).

2. Angiopathy

Angiopathy diabetik adalah penyempitan pembuluh darah pada

penderita diabetes. Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang

besar pada tungkai, maka tungkai akan mudah mengalami gangren diabetik,

yaitu luka pada kaki yang merah kehitaman atau berbau busuk. Angiopathy

menyebabkan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotik terganggu sehingga

menyebabkan kulit sulit sembuh (Maryunani, 2016).

2.1.6 Etiologi Diabetes Melitus

Menurut Smeltzer ( 2015), Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan ke

dalam 2 kategori klinis yaitu :

1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)

a. Genetik

Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun

mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan genetik

kearah terjadinya diabetes type 1. Kecendurungan genetik ini

ditentukan pada individu yang memiliki type antigen HLA (Human

Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang

bertanggung jawab atas antigen tranplantasi & proses imunnya.

(Smeltzer, 2015)
11

b. Immunologi

Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon

autoimum. Ini adalah respon abdomal dimana antibodi terarah pada

jaringan normal tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggapnya sebagai jaringan asing. (Smeltzer, 2015)

c. Lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang

menimbulkan destruksi selbeta. (Smeltzer, 2015)

2. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II)

Menurut Smeltzel (2015), Mekanisme yang tepat yang menyebabkan

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih

belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya

resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65

tahun)

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

2.1.7 Manifestasi Klinis

Menurut PERKENI (2015) , penyakit diabetes melitus ini pada awalnya

seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari penderita. Tanda awal yang dapat

diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat


12

langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula

dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing

manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau

dikerubuti semut.

Menurut PERKENI gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan

menjadi 2 yaitu:

A. Gejala akut penyakit DM

Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak

menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala yang

ditunjukan meliputi:

1. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (poliphagi)

Pada diabetes, karena insulin bermasalah pemaasukan gula

kedalam sel sel tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk pun

kurang itun sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena itu,

tubuh berusaha meningkatkan asupan makanan dengan

menimbulkan rasa lapar sehingga timbulah perasaan selalu ingin

makan

2. Sering merasa haus (polidipsi)

Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air atau

dehidrasi.untu mengatasi hal tersebut timbulah rasa haus sehingga

orang ingin selalu minum dan ingin minum manis, minuman manis

akan sangat merugikan karena membuat kadar gula semakin tinggi.

3. Jumlah urin yang dikeluarkan banyak (poliuri)


13

Jika kadar gula melebihi nilai normal , maka gula darah akan

keluar bersama urin,untu menjaga agar urin yang keluar, yang

mengandung gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air sebanyak

mungkin ke dalam urin sehingga volume urin yang keluar banyak dan

kencing pun sering.Jika tidak diobati maka akan timbul gejala banyak

minum, banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan

turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah

lelah dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI,

2015).

B. Gejala kronik penyekit DM

Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM (PERKENI, 2015)

adalah:

1. Kesemutan

2. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum

3. Rasa tebal dikulit

4. Kram

5. Mudah mengantuk

6. Mata kabur

7. Biasanya sering ganti kaca mata\Gatal disekitar kemaluan terutama

pada wanita

8. Gigi mudah goyah dan mudah lepas

9. Kemampuan seksual menurun

10. Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
14

dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.

2.1.8 Patofisiologi

Menurut Smeltzer, Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat

ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel sel beta prankreas telah

dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi

glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping glukosa yang berasal dari

makanan tidak dapat disimpan dihati meskipun tetap berada dalam darah

menimbulkan hiperglikemia prospandial.jika kosentrasi glukosa daram darah

cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring

keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine (glikosuria). Ketika

glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam urine,ekresi ini akan disertai

pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan

diuresis ostomik,sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan

mengalami peningkatan dalam berkemih (poliurea), dan rasa haus (polidipsi)

(Smeltzer,2015).

Difisiensi insulin juga akan menganggu metabilisme protein dalam lemak

yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan

selera makan (polifagia), akibat menurunan simpanan kalori. Gejala lainya

kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan

glikogenolisis (pemecahan glikosa yang tersimpan) dan glukoneogenesis

(pembentukan glukosa baru dari asam asam amino dan subtansi lain). Namun

pada penderita difisiensi insulin, proses ini akan terjadi tampa hambatan dan lebih

lanjut akan turut menimbulkan hipergikemia. Disamping itu akan terjadi


15

pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang

merupakan produk smping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang

menganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebih.

Ketoasidosis yang disebabkan dapat menyebabkan tanda tanda gejala seperti

nyeri abdomen mual, muntah, hiperventilasi , nafas berbau aseton dan bila tidak

ditangani akan menimbulkan penurunan kesadaran, koma bahkan kematian.

Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan

memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala

hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula

darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. (Smeltzer,2015).

DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik

utama adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula pewarisannya

belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting

dalam munculnya DM tipe II. Faktor genetik ini akan berinterksi dengan faktor

faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas,rendah aktivitas fisik, diet, dan

tingginya kadar asam lemak bebas (Smeltzer,2015).

Mekanisme terjadinya DM tipe II umunya disebabkan karena resistensi

insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus

pada permukaan sel.sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor

tersebut,terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.

Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel. Dengan

demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa

oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya


16

glukosa dalam darah,harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.

(Smeltzer, 2015).

Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat

sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada

tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel sel B tidak

mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan

meningkat dan terjadinya DM tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin

yang berupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah

yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang

menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe II,

meskipun demikian, DM tipe II yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah

akut lainya seperti sindrom Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik (HHNK).

(Smeltzer,2015) Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat(selama

bertahun tahun) dan progesif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.

Jika gejalannya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan, seperti:

kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh,

infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi.).

(Smeltzer,2015).
17

PATHWAY DM
18

Gambar 2.1 Pathway


19

2.1.9 Komplikasi

Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada penderita DM tipe II akan

menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe II terbagi menjadi dua

berdasarkan lama terjadinya yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik

(Smeltzel, 2015)

1. Komplikasi Akut

a. Ketoasidosis Diabetik (KAD)

KAD merupakan komplikasi akut DM yang di tandai dengan

peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai

dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat.

Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/Ml) dan terjadi

peningkatan anion gap (PERKENI,2015).

b. Hipoglikemi

Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah

hingga mencapai <60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala

adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala

neuro- glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma)

(PERKENI, 2015).

c. Hiperosmolar Non Ketonik (HNK)

Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi

(600- 1200 mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis,osmolaritas plasma

sangat meningkat (330-380 mOs/ml),plasma keton (+/-), anion gap

normal atau sedikit meningkat (PERKENI, 2015).


20

2. Komplikasi Kronis (Menahun)

Menurut Smeltzer 2015,kategori umum komplikasi jangka panjang

terdiri dari:

a. Makroangiopati: pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi,

pembuluh darah otak

b. Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati

diabetik) dan Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik)

c. Neuropati : suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di mana

serat-serat saraf menjadi rusak sebagai akibat dari cedera atau

penyakit

d. Komplikasi dengan mekanisme gabungan: rentan infeksi, contohnya

tuberkolusis paru, infeksi saluran kemih,infeksi kulit dan infeksi kaki.

dan disfungsi ereksi.

2.1.10 Pemeriksaan Penujang

1) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

a. Pemeriksaan darah

Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah

No Pemeriksaan Normal

1 Glukosa darah sewaktu <200 mg/dl


2 Glukosa darah puasa <140 mg/dl
3 Glukosa darah 2 jam setelah makan <200 mg/dl

(Menurut WHO (World Health Organization) ,2015)


21

2) Pemeriksaan fungsi tiroid

Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa

darah dan kebutuhan akan insulin.

3) Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat

dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ),

merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).

4) Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik

yang sesuai dengan jenis kuman.

2.1.11 Penatalaksanaan

1) Terapi dengan Insulin

Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak

berbeda dengan pasien dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari

monoterapi untuk terapi kombinasi yang digunakan dalam

mempertahankan kontrol glikemik. Apabila terapi kombinasi oral

gagal dalam mengontrol glikemik maka pengobatan diganti menjadi

insulin setiap harinya. Meskipun aturan pengobatan insulin pada

pasien lanjut usia tidak berbeda dengan pasien dewasa, prevalensi

lebih tinggi dari faktor-faktor yang meningkatkan risiko hipoglikemia


22

yang dapat menjadi masalah bagi penderita diabetes pasien lanjut usia.

Alat yang digunakan untuk menentukan dosis insulin yang tepat yaitu

dengan menggunakan jarum suntik insulin premixed atau predrawn

yang dapat digunakan dalam terapi insulin. 16 Lama kerja insulin

beragam antar individu sehingga diperlukan penyesuaian dosis pada

tiap pasien. Oleh karena itu, jenis insulin dan frekuensi

penyuntikannya ditentukan secara individual. Umumnya pasien

diabetes melitus memerlukan insulin kerja sedang pada awalnya,

kemudian ditambahkan insulin kerja singkat untuk mengatasi

hiperglikemia setelah makan. Namun, karena tidak mudah bagi pasien

untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia campuran tetap dari kedua

jenis insulin regular (R) dan insulin kerja sedang ,Idealnya insulin

digunakan sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin

diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin

prandial untuk kebutuhan setelah makan. Namun demikian, terapi

insulin yang diberikan dapat divariasikan sesuai dengan kenyamanan

penderita selama terapi insulin mendekati kebutuhan fisiologis.

2) Obat Antidiabetik Oral

a. Sulfonilurea

Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD

generasi kedua yaitu glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih

cepat, karena adanya non ionic-binding dengan albumin sehingga

resiko interaksi obat berkurang demikian juga resiko


23

hiponatremi dan hipoglikemia lebih rendah. Dosis dimulai dengan

dosis rendah. Glipizid lebih dianjurkan karena metabolitnya tidak

aktif sedangkan 18 metabolit gliburid bersifat aktif.Glipizide dan

gliklazid memiliki sistem kerja metabolit yang lebih pendek atau

metabolit tidak aktif yang lebih sesuai digunakan pada pasien

diabetes geriatri. Generasi terbaru sulfoniluera ini selain

merangsang pelepasan insulin dari fungsi sel beta pankreas juga

memiliki tambahan efek ekstrapankreatik.

b. Golongan Biguanid Metformi

Pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia jika

digunakan tanpa obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati

pada pasien lanjut usia karena dapat menyebabkan anorexia dan

kehilangan berat badan. Pasien lanjut usia harus memeriksakan

kreatinin terlebih dahulu. Serum kretinin yang rendah disebakan

karena massa otot yang rendah pada orangtua.

c. Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose

Obat ini merupakan obat oral yang menghambat

alfaglukosidase, suatu enzim pada lapisan sel usus, yang

mempengaruhi digesti sukrosa dan karbohidrat kompleks. Sehingga

mengurangi absorb karbohidrat dan menghasilkan penurunan

peningkatan glukosa postprandial.Walaupun kurang efektif

dibandingkan golongan obat yang lain, obat tersebut dapat

dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami diabetes


24

19 ringan. Efek samping gastrointestinal dapat membatasi terapi

tetapi juga bermanfaat bagi mereka yang menderita sembelit.

Fungsi hati akan terganggu pada dosis tinggi, tetapi hal tersebut

tidak menjadi masalah klinis.

d. Thiazolidinediones

Memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat

meningkatkan efek insulin dengan mengaktifkan PPAR alpha

reseptor. Rosiglitazone telah terbukti aman dan efektif untuk

pasien lanjut usia dan tidak menyebabkan hipoglekimia. Namun,

harus dihindari pada pasien dengan gagal jantung.

Thiazolidinediones adalah obat yang relatif .

2.2 Konsep Dasar Perawatan Luka

2.2.1 Definisi Perawatan Luka

Perawatan luka pada pasien diawali dengan pembersihan luka selanjutnya

tindakan yang dilakukan untuk merawat luka dan melakukan pembalutan yang

bertujuan untuk mencegah infeksi silang serta mempercepat proses penyembuhan

luka. (Luaianah, 2018)

Perawatan luka adalah membersihkan luka, mengobati danmenutup luka

dengan memperhatikan teknik steril. Perawatan luka dilakukan dengan cara

menutup luka dengan balutan basah dan kering. Bagian yang basah dari balutan

secara efektif membersihkan luka terinfeksi dari jaringan nekrotik. Kasa lembab

dapat mengabsorbsi semua eksudat dan debris luka. Lapisan luar kering
25

membantu menarik kelembapan dari luka ke dalam balutan dengan aksi kapiler.

(Ghofar, 2017)

Dapat disimpulkan bahwa perawatan luka adalah suatu tindakan yang

dilakukan untuk membersihkan luka, mengobati luka serta menutup luka dengan

balutan basah dan kering sehingga terhindar dari infeksi.

2.2.2 Tujuan Perawatan Luka

Menurut (Andarmoyo & Sulistyo, 2015) tujuan perawatan luka adalah :

1. Mencegah masuknya kuman dan kotoran ke dalam luka

2. Mencegah penyebaran oleh cairan dan kuman yang berasal dari luka

ke daerah sekitar

3. Mengobati luka dengan obat dan prosedur yang telah ditentukan

4. Meningkatkan dan mempercepat proses penyembuhan luka dan

mengurangi rasa nyeri

5. Untuk memberikan rasa aman dan nyaman

2.2.3 Perawatan Luka Dengan Madu

Penggunaan madu sebagai obat telah dikenal sejak puluhan ribu tahun yang

lalu, dan digunakan sebagai pengobatan untuk penyakit lambung, batuk, dan mata

(Subrahmanyam et al., 2015). Selain itu madu juga dapat digunakan sebagai terapi

topikal untuk luka bakar, infeksi, dan luka ulkus. Sampai saat ini telah banyak

hasil penelitian yang melaporkan bahwa madu efektif untuk perawatan luka baik

secara klinis maupun laboratorium. Ada beberapa hasil penelitian yang

melaporkan bahwa madu sangat efektif digunakan sebagai terapi topikal pada

luka, yang menghasilkan terjadinya peningkatan jaringan granulasi dan kolagen


26

serta periode epitelisasi secara signifikan (Suguna, 2015).

Menurut Lusby PE (2017) madu juga dapat meningkatkan waktu kontraksi

pada luka. Madu efektif sebagai terapi topikal, ini dikarenakan kandungan nutrisi

yang terdapat di dalam madu dan hal ini sudah di ketahui secara luas. Bergman et

al. (2015) menyatakan secara umum madu mengandung 40% glukosa, 40%

fruktosa, 20% air dan asam amino, vitamin Biotin, asam Nikotinin, asam Folit,

asam Pentenoik, Proksidin, Tiamin, Kalsium, zat besi, Magnesium, Fosfor dan

Kalium. Madu juga mengandung zat antioksidan dan H2O2 (Hidrogen Peroksida)

sebagai penetral radikal bebas. Tujuan tulisan ini adalah memberikan gambaran

dari kandungan dan sifat madu sehingga madu dapat digunakan sebagai alternatif

terapi topikal pada perawatan luka.

2.2.4 Sifat zat yang terkandung dalam madu

Kandungan dan sifat madu dapat berbeda tergantung dari sumber madu

(Gheldof et al., 2018). Pada saat ini salah satu madu yang cukup dikenal luas

dalam perawatan luka adalah Manuka Honey. Manfaat madu tidak hanya dapat

diperoleh dari madu Manuka yang telah terdaftar dan tersertifikasi sebagai salah

satu komponen perawatan luka tetapi juga dimiliki oleh madu local Indonesia.

Dalam penelitian di RSCM (2010) yang membandingkan potensi antibacterial

madu local Indonesia (Madu Murni Nusantara) dan madu Manuka, disimpulkan

bahwa madu local Indonesia efektif mengatasi infeksi P.aeroginusa.MRSA, dan

S.aureus. Meskipun demikian, konsentrasi minimum untuk mendafatkan efek

inhibisi madu local lebih tinggi dibandingkan dengan madu Manuka. (Gunawan,

2017).
27

Madu lebih efektif digunakan sebagai terapi topikal dikarenakan kandungan

nutrisi dan sifat dari madu. Kandungan yang ada di dalam madu antara lain:

a) Osmolaritas yang tinggi

Madu merupakan larutan yang mengalami supersaturasi dengan

kandungan gula yang tinggi yang mempunyai interaksi kuat dengan molekul

air sehingga akan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan

mengurangi aroma pada luka. Salah satunya pada luka infeksi dengan

Staphylococcus Aureus. Seperti yang dilaporkan Cooper et al (2015), hasil

studi laboratorium menunjukkan madu memiliki efek anti bakteri pada

beberapa jenis luka infeksi salah satunya akibat bakteri Staphylococcus

Aureus. Hasil penelitian lain melaporkan madu alam dapat membunuh

bakteri Pseudomonas Aeruginosa dan Clostritidium (Efem & Iwara, 2016).

Luka dapat mengalami steril terhadap kuman bila menggunakan madu

sebagai dressing untuk terapi topikal. Selain itu pH yang rendah (3,6-3,7)

dari madu dapat mencegah terjadi penetrasi dan kolonisasi dari kuman

(Efem, 2018). Kandungan gula yang tinggi pada madu jika kontak dengan

cairan luka khususnya luka kronis, cairan luka akan akan terlarut, sehingga

luka menjadi lembap dan ini baik untuk proses penyembuhan.

b) Hedrogen peroksida

Bila madu dilarutkan dengan cairan (eksudat) pada luka, hidrogen

peroksida akan dihasilkan. Hal ini terjadi akibat adanya reaksi enzim
28

glukosa oksidase yang terkandung di dalam madu, sehingga memiliki sifat

antibakteri tetapi tidak menyebabkan kerusakan pada jaringan luka dan akan

mengurangi bau yang tidak enak pada luka khususnya luka kronis. Hidrogen

peroksida yang dihasilkan dalam kadar rendah dan tidak panas sehingga

tidak membahayakan kondisi luka (Molan, 2017). Selain itu hidrogen

peroksida yang dihasilkan tergantung dari jenis dan sumber madu yang

digunakan

c) Aktivitas limfosit dan fagosit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas sel darah lymphosit B

and lymphosit T dapat distimulus oleh madu dengan konsentrasi 0.1%

(Abuharfeil et al.,2018). Adanya aktivitas limfosit dan fagosit ini

menunjukkan respon imun tubuh terhadap infeksi khususnya pada luka.

Berdasarkan penelitian Haryanto (2016) bahwa madu hutan (Apis Dorsata)

yang berasal dari Indonesia pada percobaan menggunakan tikus

menunjukkan pada hari ketiga telah terbentuk sel darah baru (angiogenesis)

dan ini efektif untuk perawatan luka. Selain itu Madu ini sama efektifnya

dalamakut maupun kronis. perawatan luka baik dengan madu Manuka yang

terkenal berasal dari New Zewland

d) Sifat asam dari madu

Madu yang bersifat asam dapat memberikan lingkungan yang asam

pada luka sehingga akan dapat mencegah bakteri melakukan penetrasi dan

kolonisasi. Selain itu dari kandungan air yang terdapat dalam madu akan

dapat memberikan kelembapan pada luka, ini sesuai dengan prinsip


29

perawatan luka moderen yaitu "Moisture Balance". Hasil penelitian Gethin

GT et al (2018) melaporkan madu dapat menurunkan pH dan mengurangi

ukuran luka kronis (ulkus vena/arteri dan luka dekubitus) dalam waktu 2

minggu secara signifikan. Hal ini akan memudahkan terjadinya proses

granulasi dan epitelisasi pada luka. Selain itu hasil penelitian yang

dilakukan Haryanto dalam Wound Journal, 2016 didapatkan bahwa madu

Apis Dorsata ini memiliki ketebalan kolagen yang sama dengan Madu

Manuka.

2.2.5 Manfaat Madu Untuk Luka

Madu dapat digunakan untuk terapi topikal sebagai dressing pada luka ulkus

kaki, luka dekubitus, ulkus kaki diabet, infeksi akibat trauma dan pasca operasi

serta luka bakar. Madu dapat meningkatkan waktu penyembuhan luka bakar

(Evan and Flavin, 2015). Hasil studi kasus yang dilakukan bahwa madu dapat

menyembuhkan luka kronis khususnya luka diabetik. Menurut Gunawan (2017)

madu memiliki beberapa karakteristik penting dalam proses penyembuhan luka

seperti aktivitas antiinflamasi, aktivitas antibacterial, antioksidan, kemampuan

menstimulasi proses pengangkatan jaringn mati, mengurangi bau pada luka, serta

mempertahankan kelembaban luka yang akhirnya dapat membantu mempercepat

penyembuhan luka.

2.2.6 Cara Menggunakan Madu Saat Perawatan Luka

Ada beberapa tips yang dapat digunakan saat merawat luka menggunakan

madu ( Molan, 2015):


30

a. Gunakan jumlah madu sesuai dengan jumlah cairan atau eksudat yang

keluar dari luka.

b. Frekuensi penggantian balutan tergantung pada cepatnya madu

terlarut dengan eksudat luka. Jika tidak ada cairan luka, balutan dapat

di ganti 2 kali seminggu supaya komponen antibakteri yang

terkandung di dalam madu dapat terserap ke dalam jaringan luka.

c. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, sebaiknya menggunakan

second dressing yang bersifat absorbent. Jika madu digunakan

langsung pada luka, madu akan meleleh sehingga keluar area luka.

Hal ini tidak akan efektif untuk merangsang proses penyembuhan

luka.

d. Gunakan balutan yang bersifat "oklusif" yaitu menutup semua

permukaan luka untuk mencegah madu meleleh keluar dari area luka.

e. Pada cairan luka yang sedang, sebaiknya gunakan transparan film

sebagai second dressing.

f. Pada abses (nanah) dan undermining (luka berkantong) perlu lebih

banyak madu untuk mencapai jaringan didalamnya. Dasar luka harus

diisi dengan madu sebelum ditutup dengan second dressing seperti

kasa atau dressing pad lainnya.

g. Untuk memasukan madu pada luka berkantong sebaiknya gunakan

kasa atau dressing pad sehingga kerja kandungan madu lebih efektif

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian Keperawatan


31

Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal proses keperawatan dan

merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai

sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien

(Ernawati, 2016).

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi yang

sistematik tentang klien termasuk kekuatan dan kelemahan klien.

Data di kumpulkan dari klien, keluarga, orang terdekat, masyarakat

(Sugiono, 2015).

1) Identitas

Terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, suku

bangsa, agama, dan pekerjaan.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada pemeriksaan riwayat kesehatan pada pasien dengan

Diabetes Melitus pada umumnya didapat klien menegeluh

seperti peningkatan berkemih, rasa haus berlebih, rasa lapar

yang jelas rentan terhadap infeksi. Penglihatan kabur yang

diakibatkan dari efek hiperglikemi pada lensa okular.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Apakah klien mempunyai masalah kesehatan seperti hipertensi,

hiperlipoproteinemia terdiri dari peningkatan serum kolesterol

atau klien memiliki kebiasan mengonsumsi makan yang tidak


32

sehat yang dapat menimbulkan masalah seperti salah satunya

Diabetes Melitus.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Untuk mengetahui apabila keluarga mempunyai penyakit

kardiovaskuler, menular, serta faktor predisposisi genetik,

seperti Asma, Diabetes Melitus, Hipertensi , dan lain-lain.

5) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi,

dan auskultasi.

a) Tanda-tanda Vital

Biasanya pada klien yang mengalami Diabetes Melitus

tidak terjadi peningkatan Tanda-tanda Vital. Tekanan

darah, Nadi, Suhu, Respirasi dalam batas normal.

b) Sistem Penginderaan

Tedapat gangguan penglihatan seperti penglihatan

menurun, buta total, kehilangan daya lihat sebagain

(kebutuhan monokuler), penglihatan ganda (diplopia) atau

gangguan yang lain. Ukuran reaksi pupil tidak sama,

kesulitan untuk melihat objek, warna dan wajah yang

pernah dikenali dengan baik. Biasanya pada masalah

Dibetes Melitus ini tidak ditemukan gangguan pada telinga,

hidung dan mulut.


33

c) Sistem Pernafasan

Biasanya tidak terjadi peningkatan pernafasan, tidak ada

pernafasan cuping hidung, bunyi nafas vesikuler, tidak

terdapat retraksi dinding dada.

d) Sistem Kardiovaskuler

Tidak terjadi perubahan irama jantung, irama jantung

reguler. Tekanan Darah dan nadi pada klien dengan

Diabetes Melitus biasanya normal tidak terjadi

peningkatan. Tidak terjadi peningkatan JVP, tidak ada

pembesaran kelenjar tyroid.

e) Sistem Pencernaan

Biasanya terjadi penurunan berat badan, nafsu makan

kurang, rasa haus meningkat (polidipsia), tidak terdapat

nyeri tekan pada abdomen, bising usus normal.

f) Sistem Perkemihan

Terjadi peningkatan frekuensi berkemih (poliuria).

g) Sistem Integumen

Tidak terjadi perubahan pada kulit.

h) Sistem Muskuloskeletal

Kaji kekuatan dan gangguan tonus otot, pada klien dengan

Diabetes melitus biasaya bagian ekstermitas kesemutan

atau kebas.
34

i) Sistem Neurologi

- Nervus I (Olfactorius)

Fungsi saraf sensorik, untuk penciuman.

Cara pemeriksaan : Klien memejamkan mata, disuruh

membedakan bau yang di rasakan (kopi,teh,, dll).

- Nervus II (Opticus)

Fungsi saraf motorik, gerakan mata kebawah dan

kedalam.

Cara pemeriksaan : dengan snelend card, dan periksa

lapang pandang.

- Nervus III (Oculomotoris)

Fungsi saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata

keatas, kontraksi pupil, dan sebagian gerakan

ekstraokuler.

Cara periksaan : Tes putaran bola mata, menggerakan

konjungtiva, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.

- Nervus IV (Throclearis)

Fungsi saraf motorik, gerakan mata kebawah dan

kedalam.

Cara Pemeriksaan : Tes putaran bola mata, menggerakan

konjungtiva, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.

- Nervus V (Abdusen)
35

Fungsi saraf motorik, deviasi mata ke lateral.

Cara Pemeriksaan : Tes putaran bola mata, menggerakan

konjungtiva, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.

- Nervus VI (Trigeminus)

Fungsi saraf motorik, gerakan mengunya, sensasi wajah,

lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks kedip.

Cara Pemeriksaan : Menggerakan rahang kesemua sisi,

klien memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi

atau pipi, menyentuh permukaan kornea dengan kapas.

- Nervus VII (Facialis)

Fungsi saraf motorik, untuk ekspresi wajah.

Cara pemeriksaan : Senyum, bersiul, mengangkat alis

mata, menutup kelopak mata dengan tahanan.

- Nervus VIII (Vestibulococlear)

Fungsi saraf sensorik, untuk pendengaran dan

keseimbangan

Cara Pemeriksaan : Test webber dan rinne.

- Nervus IX (Glosofaringeus, vagus)

Fungsi saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa.

Cara Pemeriksaan : membedakan rasa manis dan asam

- Nervus X (Hipoglosus)

Fungsi saraf motorik, untuk gerakan lidah.


36

Cara Pemeriksaan : Klien disuruh menganjurkan lidah

dan menggerakan sisi ke sisi.

- Nervus XI (Acesorius)

Fungsi saraf motorik, untuk menggerakan bahu.

Cara Pemeriksaan : Klien disuruh untuk menggerakan

bahu dan lakukan tahanan sambil klien melawan tahanan

tersebut.

6) Analisa Data

Tabel 2.2 Analisa Data

Data Etiologi Masalah

Gejala dan tanda Faktor pencetus Ketidakstabilan kadar


Mayor (obesitas,genetic,usia) glukosa darah
Subjektif :
- Hipoglikemia DM tipen I / II
- Mengantuk
- Pusing Sel epancreas hancur
- Hiperglikemia
- Palpitasi Difisiensi insulin
37

- Mengeluh lapar
Objektif : Metabolisme protein
menurun
- Hipoglikemia
- Gangguan koordinasi
Lipopisis meningkat
- Kadar glukosa dalam
darah/urin rendah
- Hiperglikemia Penurunan pemakaian
glukosa
- Kadar glukosa dalam
darah/urin tinggi
Hiperglikemi
Gejala dan Tanda
Minor
Ketidakstabilan kadar
Subjektif : glukosa darah
- Hipoglikemia
- Palpitasi
- Mengekuh lapar
- Hiperglikemia
- Mulut kering
- Haus meningkat
Objektif :
- Hipoglikemia
- Gemetar
- Kesadaran menurun
- Perilaku aneh
- Sulir bicara
- Berkeringat
- Hiperglikemia

Gejala dan Tanda Nyeri akut


Mayor
38

Subjektif : Mengeluh Insulin menurun


nyeri
Objektif :
Glukosa tidak dapat masuk
- Tampak meringis ke sel
- Bersikap protektif
(mis. waspada, posisi
menghindari nyeri) Proses penyembuhan luka
terhambat
- Gelisah
- Frekuensi nadi
meningkat Luka tidak mendapatkan
suplai O2
- Sulit tidur
Gejala dan Tanda
Minor Kerusakan dan kematian
jaringan
Subjektif : (tidak
tersedia)
Objektif : Nyeri akut

- Tekanan darah
meningkat
- Pola napas berubah
- Nafsu makan
berubah
- Proses berpikir
terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri
sendiri

Gejala dan tanda Insulin menurun Gangguan integritas


mayor jaringan
Subjektif : -
Objektif : Glukosa tidak dapat masuk
ke sel
- Kerusakan jaringan
dan/atau lapisan
kulit
Proses penyembuhan luka
39

Gejala Dan Tanda terhambat


Minor
Subjektif : -
Objektif : Luka tidak mendapatkan
suplai O2
- Nyeri
- Perdarahan
Kerusakan dan kematian
- Kemerahan jaringan
- Hermatoma
Gangguan integritas
jaringan

Gejala dan Tanda Insulin menurun Defisit nutrisi


Mayor
Subjektif : (tidak
tersedia) Glukosa tidak dapat masuk
ke sel
Objektif :
- Berat badan menurun
minimal 10% di
bawah rentang ideal .
Sel tubuh kekurangan
Gejala dan Tanda glukosa
Minor
Subjektif :
Peningkatan penggunaan
- Cepat kenyang setelah protein dan glukogen oleh
makan jaringan
- Kram/nyeri abdomen
- Nafsu makan menurun Penurunan BB
.
Objektif :
Defisit nutrisi
- Bising usus
hiperaktif
- Otot pengunyah
lemah
- Otot menelan lemah
40

- Membran mukosa
pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok
berlebihan
- Diare

Gejala dan Tanda Defisiensi insulin Perfusi perifer tidak


Mayor efektif
Subjektif : -
Anabolisme protein
Objektif : menurun
- Pengisian kapiler >3
detik.
Kerusakan pada antibodi
- Nadi perifer menurun
atau tidak teraba.
- Akral teraba dingin.
- Warga kulit pucat.
- Turgor kulit menurun. Kekebalalan tubuh menurun

Gejala dan Tanda Neuropati sensori perifer


Minor
Subjektif :
Tidak merasa nyeri pada
- Parastesia. luka

- Nyeri ekstremitas
(klaudikasi
Gangrene
intermiten).
Objektif :
Iskemik jaringan
- Edema
- Penyembuhan luka
lambat Perfusi perifer tidak efektif
- Indeks ankle-brachial
41

< 0,90
- Bruit femoral.

Gejala dan Tanda Defisiensi insulin Hypovolemia


Mayor
Subjektif : -
Penurunan pemakaian
Objektif : glukosa
- Frekuensi nadi
meningkat
Hiperglikemia
- Nadi teraba lemah
- Tekanan darah
menurun Glycosuria

- Tekanan Nadi
menyempit
Osmotic diuresis
- Turgor kulit
Polyuria
menyempit
- Membran mukosa
kering
- Voluem urin menurun Dehidrasi
- Hemtokrit meningkat
Gejala dan Tanda Hypovolemia
Minor
Subjektif :
- Merasa lemah
- Mengeluh haus
Objektif :
- Pengisian vena
menurun
- Status mental berubah
- Suhu tubuh
meningkat
- Konsentrasi urin
42

meningkat
- Berat badan turun
tiba-tiba

Gejala dan Tanda Defisiensi insulin Intoleransi Aktivitas


Mayor
Subjektif :
Sel tubuh kekurangan
- Mengeluh lelah glukosa
Objektif :
- Frekuensi jantung Tubuh produksi sortisol
meningkat >20% dari
kondisi sehat
BB turun, tubuh makin
kurus,mudah lelah dan letih
Gejala dan Tanda
Minor
Subjektif : Intoleransi Aktivitas

- Dispnea saat/setelah
aktivitas
- Merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas
- Merasa lemah
Objektif :
- Tekanan darah
berubah >20% dari
kondisi istirahat
- Gambaran EKG
menunjukan aritmia
saat/setelah aktivitas
- Gambaran EKG
menunjukan iskemia
- Sianosis

Subjektif : Tidak tersedia Insulin menurun Resiko infeksi


Objektif :
43

Terdapat luka terbuka Glukosa tidak dapat masuk


ke sel

Proses penyembuhan luka


terhambat

Luka tidak mendapatkan


suplai O2

Kerusakan dan kematian


jaringan

Luka lama sembuh

Resiko infeksi

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

a) Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi

insulin

b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera pisiologis

c) Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi

d) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan

e) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia

f) Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

g) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas


44

h) Resiko infeksi

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI) Rasional
(SDKI)

1 (D.0027) Kestabilan Kadar Manajemen - Monitor kadar


Ketidakstabilan Glukosa Darah hiperglikemia glukosa darah akan
glukosa darah (L.03022) (I.03115) memberikan hasil
berhubungan yang memuaskan
dengan resistensi Setelah dilakukan Observasi : (stabil) jika
insulin tindakan keperawatan digunakan dengan
selama 3 x 24 jam - Identifikasi
kemungkinan benar dan dipelihara
maka ketidakstabilan dengan baik.
kadar glukosa darah penyebab
menigkat dengan hiperglikemia - Tanda awal
kriteria hasil : - Monitor tanda dan hiperglikemia pada
gejala diabetes antara lain
 Kestabilan kadar peningkatan rasa
hiperglikemia
glukosa darah haus, sakit kepala,
membaik (5) Terapeutik : lemah, sering BAK,
 Status nutrisi dan mudah lapar
- Berikan asupan
membaik (5) cairan oral - Terjadi atau tidak
komplikasi
 Tingkat Edukasi :
ketoadosis diabetik
pengetahuan
meningkat (1) - Ajurkan kepatuhan
- Tergantung pada
terhadap diet dan
kesempatan
olahraga
kehilangan cairan,
Kolaborasi : perbedaan
ketidakseimbangan
- Kolaborasi elektrolit / metabolik
pemberian insulin 6 mungkin ada /
Iu memerlukan
perbaikan.

- Untuk bisa
Edukasi Program
menentukan
Pengobatan
hipovolemia dapat
45

Observasi : dimanifestasikan
oleh hipotensi dan
- Identifikasi takikardi
pengobatan yang
direkomendasi - Pemberian insulin
berfungsi untuk
Terapeutik : mempertahankan
- Berikan dukungan jumlah glukosa
untuk menjalani dalam darah tetap
program normal.
pengobatan - Mempertahankan
dengan baik dan hidrasi/volume
benar sirkulasi
Edukasi : - Memberikan
- Jelaskan manfaat perkiraan kebutuhan
dan efek samping
pengobatan

- Anjurkan
mengkonsumsi obat
sesuai indikasi.

2 (D.0077) Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri - Untuk membantu


Nyeri akut (L.08066) (I.12391) memilih intervensi
berhubungan yang cocok dan
dengan agen Setelah dilakukan Observasi : untuk mengevaluasi
cedera pisiologis tindakan keefektifan dari
Keperawatan 3 x24 - Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, terapi yang diberikan
jam diharapkan
tingkat nyeri frekuensi, kualitas, - Membantu dan
menurun dengan intensitas nyeri mengidentifikasi
kriteria hasil : - Identifikasi skala skala nyeri
nyeri yangdirasakan pasien
- Keluhan nyeri
menurun (5) - Identifikasi respons - Teknik non
nyeri non verbal farmakologi
- Meringis menurun bermanfaat untuk
(5) - Identifikasi faktor menurunkan rassa
- Sikap protektif yang nyeri dan dapat
menurun (5) mendorong komponen
memperberat dan
46

- Gelisah (5) memperingan nyeri psikoemosional dan


spiritual
- Kesulitan tidur - Identifikasi
menurun (5) pengetahuan dan - Memberikan
keyakinan tentang ketenangan pada
- Mual muntah nyeri pasien sehingga nyeri
menurun (5) tidak bertambah
- Identifikasi
- Frekuensi nadi pengaruh budaya - Menggunakan strategi
membaik (5) terhadap respon ini sejalan dengan
- Pola napas nyeri analgetik dapat
membaik (5) menghasilkan
- Identifikasi peredaan lebih efektif
- Tekanan darah pengaruh nyeri pada
membaik (5) kualitas hidup - Analgetik lebih
efektif bila diberikan
- Monitor pada awal siklus nyeri
keberhasilan terapi
komplementer yang - Analgetik berfungsi
sudah diberikan untuk meningkatkan
ambang nyeri
- Monitor efek
samping

penggunaan
analgetik

Terapeutik :

- Berikan teknik

nonfarmakologis
untuk

mengurangi rasa
nyeri (mis.TENS,
hypnosis,
akupresur, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi
terbimbing,
47

kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)

- Kontrol lingkungan
yang

memperberat rasa
nyeri (mis.suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)

- Fasilitasi istirahat
dan tidur

- Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri

Edukasi :

- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri

- Jelaskan strategi
meredakan nyeri

- Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri

- Anjurkan
menggunakan

analgetik secara
tepat

- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
48

untuk

mengurangi rasa
nyeri

Kolaborasi :

- Kolaborasi
pemberian analgetik

3 (D.0129) Integritas Kulit dan Perawatan Luka - Untuk mengetahui


Gangguan Jaringan (L.12125) (I.14564) kondisi luka
integritas
jaringan Setelah dilakukan Observasi : - Untuk mengetahui
berhubungan tindakan keperawatan luka terinfeksi atau
dengan diharapkan gangguan - Monitor karakteristik tidak
integritas kulit / luka (mis.drainase,
perubahan warna, ukuran, bau) - Agar pasien merasa
sirkulasi jaringan meningkat
dengan kriteria hasil : nyaman
- Monitor tanda-tanda
-Kerusakan Jaringan infeksi - Untuk mencegah
menurun (5) infeksi
Terapeutik :
-Nyeri menurun (5) - Merangsang
- Lepaskan balutan penyembuhan luka
-Kemerahan Menurun dan plester secara lebih cepat
(5) perlahan
- Mempercepat
-Nekrotis menurun - Cukur rambut kesembuhan luka
(5) disekitar daerah luka,
jika perlu - Mempercepatkan
kesembuhan luka
- Bersihkan dengan
cairan NaCl atau - Mencegah infeksi
pembersih nontoksik,
sesuai kebutuhan - Untuk mencegah
kontaminasi
- Bersihkan jaringan mikroorganisme
nekrotik
- Mencegah infeksi
- Berikan salep yang
sesuai ke kulit/lesi, - Mencegah dekubitus
jika perlu - Mempercepat
- Pasang balutan kesembuhan luka
49

sesuai jenis luka - Mempercepat


kesembuhan luka
- Pertahankan teknik
steril saat melakukan - Untuk menghilangkan
perawatan luka nyeri

- Ganti balutan sesuai - Menambah informasi


jumlah eksudat dan terkait penyakit yang
drainase diderita

- Jadwalkan perubahan - Untuk mempercepat


posisi setiap 2 jam kesembuhan luka
atau sesuai kondisi
pasien - Agar keluarga dan
pasien mampu secara
- Berikan diet dengan mandiri melakukan
kalori 30-35 perawatan luka
kkal/kgBB/hari
dengan protein 1,25- - Membantu
1,5g/kgBB/hari mempercepat
penyembuhan luka
- Berikan suplemen
vitamin dan mineral - Mencegah infeksi
(mis. vitamin A,
vitamin C, Zinc,
asam amino), sesuai
indikasi

- Berikan terapi TENS


(stimulasi saraf
transkutaneous), jika
perlu

Edukasi :

- Jelaskan tanda dan


gejala infeksi

- Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi
kalori dan protein

- Anjurkan prosedur
50

perawatan luka
secara mandiri

Kolaborasi :

- Kolaborasi prosedur
debridement (mis.
enzimatik, biologis,
mekanis,

- autolitik), jika perlu

- Kolaborasi
pemberian antibiotik,
jika perlu

4 (D.0019) Status Nutrisi Manajemen Nutrisi - Untuk mengetahui


Defisit nutrisi (L.03030) (I.03119) jumlah input dan
berhubungan output makanan dan
dengan Setelah dilakukan Observasi ciran
ketidakmampuan tindakan keperawatan
mencerna diharapkan status - Identifikasi status - Membantu
nutrisi membaik nutrisi membentu koping
makanan
dengan kriteria hasil: - Identifikasi alergi positif terkait
dan intoleransi pemenuhan nutrisi
-Porsi makan yang
dihabiskan (5) makanan - Modifikasi diet
- Identifikasi makanan untuk
-Perasaan cepat mempertahankan
kenyang menurun (5) yang disukai
nutrisi
-Berat badan membaik - Identifikasi
kebutuhan kalori - Untuk mencegai
(5) terjadinya konstipasi
dan jenis nutrien
-IMT membaik (5)
- Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastrik

- Monitor asupan
makanan

- Monitor berat badan

- Monitor hasil
51

pemeriksaan
laboratorium

Terapeutik

- Lakukan oral
hygienis sebelum
makan, jika perlu

- Fasilitasi
menentukan
pedoman diet (mis.
piramida makanan)

- Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai

- Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi

- Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein

- Berikan suplemen
makanan, jika perlu

- Hentikan pemberian
makanan melalui
selang nasogastrik
jika asupan oral
dapat ditoleransi

Edukasi

- Anjurkan posisi
duduk, jika mampu

- Ajarkan diet yang


diprogramkan

Kolaborasi
52

- Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antlemetik), jika
perlu

- Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika
perlu

Edukasi Kesehatan

Observasi

- Identifikasi kesiapan
dan kemampuan
menerima informasi

- Identifikasi faktor-
faktor yang dapat
meningkatkan dan
menurunkan
motivasi perilaku
hidup bersih dan
sehat

Terapeutik

- Sediakan materi dan


media pendidikan
kesehatan

- Jadwalkan
pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan

- Berikan kesempatan
53

untuk bertanya

Edukasi

- Jelaskan faktor
risiko yang dapat
mempengaruhi
kesehatan

- Ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat

- Ajarkan strategi
yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan
perilaku hidup
bersih dan sehat

5 (D.0009) Perfusi Perifer Perawatan Sirkulasi - Untuk mengetahui


Perfusi Perifer (L.02011) (I.14570) kemungkinan adanya
Tidak Efektif gangguan pada
Setelah dilakukan Observasi : perfusi perfier
tindakan keperawatan
diharapkan perfusi - Periksa sirkulasi - Beberapa penyakit
perifer meningkat perifer (mis. Nadi seperti diabetes ,
dengan kriteria hasil: perifer, edema, hipertensi ,
pengisian kapiler, hiperkolesterol dapat
-Warna kulit pucat warna, suhu, menyebabkan
menurun (5) anklebrachialindex). gangguan sirkulasi
-Parastesia meurun (5) - Identifikasi faktor perifer
risiko gangguan - Mengetahui adanya
-Akral membaik (5) sirkulasi (mis. masalah atau
-Turgor kulit membaik Diabetes Melitus gangguan yang
(5) Tipe II, perokok, terjadi pada bagian
orang tua, hipertensi perifer tubuh
dan kadar kolesterol
tinggi). - Untuk mencegah
kekurangan /
- Monitor panas, perubahan sirkulasi
kemerahan, nyeri/
54

kesemutan, atau perifer


bengkak pada
ekstremitas - Sirkulasi perfier
yang terganggu
Terapeutik : dapat
memperlambatpenye
- Hindari pengukuran mbuhan luka pada
tekanan darah pada area yang cedera
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi. - Untuk mencegah
munculnya infeksi
- Hindari penekanan akibat invasi bakteri
dan pemasangan
tourniquet pada area - Mencegah terjadinya
yang cedera. luka pada kaki

- Lakukan perawatan - Merokok merupakan


kaki dan kuku. salah satu pemicu
terjadinya ganggaun
- Lakukan hidrasi. perfusi perifer
Edukasi : - Untuk memperlanjar
- Anjurkan berhenti sikulasi perfusi
merokok. perifer

- Anjurkan olahraga
rutin.

- Anjurkan mengecek
air mandi untuk
menghindari kulit
terbakar.

- Anjurkan
melakukan
perawatan kulit
yang tepat (mis.

- Melembabkan kulit
kering pada

kaki).
55

- Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus
dilaporkan (mis.
Rasa sakit yang
tidak hilang saat
istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya
rasa)

6 (D.0023) Keseimbangan Manajemen - Untuk mengetahui


Hypovolemia Cairan (L.03020) hypovolemia (I.03114) adanya tanda-tanda
b.d dehidrasi dan
hiperglikemia Setelah dilakukan Observasi : mencegah syok
tindakan keperawatan - Periksa tanda dan hipovolemik
selama 3 x 24 jam gejala hipovolemia. - Untuk mengumpulkan
status cairan membaik dan menganalisis data
dengan kriteria hasil : - Monitor intake dan
output cairan. pasien untuk mengatur
- Membrane mukosa keseimbangan cairan
lembap/membaik (5) Terapeutik :
- Untuk memberikan
- Frekuensi nadi - Berikan asupan hidrasi cairan tubuh
membaik(5) cairan oral secara parenteral

- Tekanan darah Edukasi : - Untuk


membaik(5) mempertahankan
- Anjurkan
cairan
- Turgor kulit membaik memperbanyak
(5) asupan cairan oral. - Untuk mencegah
dehidrasi
- Anjurkan
menghindari - Untuk memprediksi
perubahan posisi perbaikan
mendadak. hemodinamik pasien
dalam pemberian
Kolaborasi :
resusitasi cairan
Kolaborasi peberian
- Untuk mengatasi
cairan IV
dehidrasi

- Untuk membantu
meningkatkan cairan
56

yang hilang dari dalam


tubuh

- Untuk menghindari
terjadi nya syok

- Untuk menambah
cairan dan darah di
dalam tubuh

7 (D.0056) Toleransi Aktivitas Manajemen Energi - Untuk mengetahui


Intoleransi (L.05047) (I.05178) gangguan fungsi
Aktivitas tubuh yang dialami
berhubungan Setelah dilakukan Observasi : pasien akibat
dengan tintdakan kelelahan
keperawatan selama - Identifikasi gangguan
imobilitas fungsi tubuh yang
3 x 24 jam toleransi - Untuk mengetahui
aktivitas meningkat mengakibatkan tingkat kelelahan
dengan kriteria hasil : kelelahan fisik dan emosional
- Monitor kelelahan pasien.
 Frekuensi nadi
fisik dan emosional - Untuk mengetahui
meningkat (5)
- Monitor pola tidur pola tidur pasien
 Kemudahan dalam apakah teratur atau
melakukan aktivitas - Monitor lokasi dan tidak.
sehari-hari meningkat ketidaknyamana
(5) selama melakukan - Untuk mengetahui
aktivitas lokasi dan tingkat
 Keluhan lelah ketidaknyamanan
menurun (5) Terapeutik : pasien selama
melakukan aktivitas.
 Perasaan lelah - Sediakan lingkungan
menurun (5) nyaman dan rendah - Untuk memberikan
stimulus rasa nyaman bagi
(mis.cahaya,suara,ku pasien
njung an)
- Untuk meningkatkan
- Lakukan latihan dan melatih massa
gerak rentang pasif otot dan gerak
dan/atau aktif ektremitas pasien
mengalihkan rasa
- Berikan aktivitas
ketidaknyamanan
distraksi yang
menenangkan
57

- Fasilitasi duduk disisi yang dialami pasien.


tempat tidur,jika tidak
dapat berpindah atau - Untuk melatih gerak
berjalan mobilisasi pasien
selama dirawat.
Edukasi :
- Untuk memberikan
- Anjurkan tirah kenyamanan pasien
baring saatberistirahat

- Anjurkan - Agar perawat bisa


melakukan aktivitas dengan segera
secara bertahap mengkaji dan
merencanakan
- Anjurkan kembali tindakan
menghubungi keperawatan yang
perawat jika tanda bisa diberikan.
dan gejala kelelahan
tidak berkurang - Agar pasien dapat
mengatasi
Kolaborasi : kelelahannya secara
- Kolaborasi dengan mandiri dengan
ahli gizi tentang mudah.
cara meningkatkan - Untuk
asupan makanan. memaksimalkan
proses penyembuhan
pasien

8 (D.0142) Kontrol Resiko Pencegahan - Agar mengurangi


Resiko infeksi (L.14137) Infeksi terjadinya
Setelah dilakukan (I.14539) kontaminasi akibat
tindakan keperawatan Obsevasi : bakteri
selama 3 x 24 jam, - Monitor tanda dan
- Agar perawat dan
tingkat infeksi gejala infeksi
pasien terhindar
menurun dengan lokal dan sistemik
dari paparan bakteri
kriteria hasil : Terapeutik :
maupun agen
1. Kemampuan - Berikan perawatan
penyebab penyakit
mencari informasi kulit pada area luka
infeksi lainnya
tentang faktor resiko
meningkat (5) - Cuci tangan sebelum
- Agar mencegah
dan setelah kontak
penyebaran/
2. Kemampuan dengan pasien dan
58

mengidentifikasi lingkungan pasien melindungi pasien


faktor resiko dari proses infeksi
meningkat (5) - Pertahankan teknik lain\
aseptic
3. Kemampuan - Dengan pemberian
melakukan strategi Edukasi : antibiotic dapat
kontrol resiko - Jelaskan tanda dan membunuh
meningkat (5) gelaja infeksi mikroorganisme
penyebab infeksi
4. Kemampuan - Ajarkan cara
modifikasi gaya memeriksa kondisi
hidup meningkat (5) luka operasi
5. Kemampuan - Anjurkan
mengenali meningkatkan
perubahan status asupan nutrisi.
kesehatan
meningkat (5)

6. Demam menurun
(5)

7. Kemerahan
menurun (5)

8. Nyeri menurun (5)

9. Bengkak menurun
(5)

10. Kultur darah


membaik (5)

2.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang

dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2017).

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
59

kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang

diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan

pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi

implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah

kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat

dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila,2018).


60

2.4 Eviden Base Practice

2.4.1 Definisi

Menurut Greenberg & Pyle (2016) dalam Keele (2019),

“Evidence-Based Practice adalah penggunaan bukti untuk mendukung

pengambilan keputusan di pelayanan kesehatan”. Menurut Melnyk &

Fineout-Overholt (2018) Evidence Based Practice in Nursing adalah

penggunaan bukti eksternal, bukti internal (clinical expertise), serta

manfaat dan keinginan pasien untuk mendukung pengambilan keputusan

di pelayanan kesehatan

2.4.2 Tujuan

Tujuan utama di implementasikannya evidance based practice di

dalam praktek keperawatan adalah untuk meningkatkan kualitas

perawatan dan memberikan hasil yang terbaik dari asuhan keperawatan

yang diberikan. Selain itu juga, dengan dimaksimalkannya kualitas

perawatan tingkat kesembuhan pasien bisa lebih tepat dan lama

perawatan bisa lebih pendek serta biaya perawatan bisa ditekan

(Madarshahian et al. 2012 dalam nofi 2019).

2.4.3 Langkah – Langkah Pembuatan EBP

1. Menumbuhkan semangat menyelidiki

2. Menanyakan pertanyaan klinik dengan menggunakan PICO/PICOT

format

3. Mencari dan mengumpulkan bukti -bukti (artikel penelitian) yang

paling relevan dengan PICO/PICOT


61

4. Melakukan penelitian kritis terhadap bukti – bukti (artikel penelitian)

5. Mengintegrasikan bukti – bukti (artikel penelitian) terbaik dengan salah

satu ahli di klinik serta memperhatikan keinginan dan manfaatnya

bagi pasien dalam memuat keputusan atau perubahan.

6. Mengevaluasi outcome dari perubahan yang telah diputuskan

berdasarkan bukti – bukti

7. Menyebarluaskan hasil EBP

2.4.4 Seleksi Data

Seleksi data adalah memilih jurnal yang akan ditelaah. Pencarian

jurnal menggunakan keyword atau kata kunci untuk memperluas atau

menspesifikan pencarian, sehingga mempermudah dalam penentuan

jurnal yang digunakan.

Langkah-langkah seleksi artikel studi literature dapat

digambarkan dalam diagram alir di bawah ini :


62

Bagan 2.1
Diagram Seleksi Artikel

Diagram Seleksi Artikel

Jurnal dicari di google scholar, perpusnas dan garuda sesuai tema, n = ?

Jurnal ditemukan sesuai tema, n = ?

Diseleksi sesuai
tahun terbit n = ? Eksklusi : karena
tidak sesuai kriteria
tahun
Artikel sesuai tahun dan
memiliki abstrak, n= ? Eksklusi : karena
tidak sesuai tahun
dan tidak ada
Artikel sesuai tema, tahun
dan fulltext, n = ? abstrak
Eksklusi : karena tidak
sesuai tema, tahun dan
Diproses dan tidak ada fulltext
dianalisis lebih
lanjut, n = ?

2.4.5 Analisa Data

Peneliti akan melakukan beberapa analisa terhadap jurnal terpilih

yang sesuai tema yang mendukung pada penelitian. Jurnal penelitian

sesuai kriteria inklusi kemudian dikumpulkan dan dibuat ringkasan jurnal

meliputi nama, tahun terbit jurnal, negara peneliti, judul penelitian, metode

dan ringkasan hasil atau temuan ringkasan jurnal tersebut dimasukan ke

dalam tabel berisi judul, tahun terbit, nama penulis, populasi sampel,

metode, kesimpulan dan alamat pencarian artikel.


BAB III

TINJAUAN KASUS DAN PEBAHASAN

3.1 Laporan Asuhan Keperawatan

3.1.1 Pengkajian

A. Biodata

1. Identitas Klien

Nama : Tn. E

Umur : 61 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Sintok, Darajat

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Sunda

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Petani

No.cm : 01355390

Diagnose medis : Ulkus Diabetikum + DM

Tanggal Masuk RS : 17 Juni 2023

Tanggal Pengkajian : 19 Juni 2023

2. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. R

Umur : 29 Tahun
64

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Sintok, Darajat

Pendidikan : SD

Pekerjaan : IRT

Hubungan dg Klien : Anak

B. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama

Klien mengeluh ada luka pada kaki kiri

2. Riwayat Kesehatan Sekarang

Saat dilakukan pengajian pada tanggal 19 Juni 2023 klien

mengatakan ada luka di punggung dan jari kaki sebelah kiri, bentuk

luka bagian punggung seperti lingkaran tak beraturan, kedalaman <1

cm dan luka pada bagian jari kaki berbentuk lonjong tidak beraturan,

kedalaman luka <1 cm, tepi luka bewarna hitam, adanya pus , terdapat

jaringan nekrosis pada jari kaki, terdapat hematoma sekitaran luka,

juga adanya edema, derajat luka I. Klien merasa lemas, pusing, mual,

tidak mau makan.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu

Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 19 Juni 2023 klien

mengatakan klien mempunyai riwayat diabetes sejak 7 tahun yang lalu

dan klien juga mempunyai riwayat gastritis, untuk awal mula adanya

luka klien mengatakan dirinya jatuh dan terdapat luka kecil pada kaki
65

kiri nya kurang lebih 2 bulan yang lalu, luka tersebut tidak sembuh-

sembuh semakin lama semakin membesar dan terdapat adanya nanah.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien mengatakan dalam keluarganya hanya ibunya yang memiliki

riwayat penyakit yang sama dengan klien yaitu diabetes, dan tidak ada

yang memiliki riwayat penyakit lain seperti jantung dan hipertensi

5. Data Psikososial Spiritual

a. Status emosi

b. Aspek sosial

1) Pola koping

Klien mengatakan saat ada masalah di keluarganya dia

selalu membicarakannya dengan anggota keluarga yang lain

untuk mengatasi masalahnya bersama

2) Pola interaksi

Klien dapat berinteraksi dengan keluarga maupun

lingkungannya dengan baik

3) Pola komunikasi

Klien dapat berkomuniksi dengan keluarga atapun

lingkugan sekitarnya dengan baik. Komunikasi klien mudah

dipahami, klien berkomunikasi menggunkan bahasa sunda.


66

c. Aspek spiritual

1) Falsafah hidup

2) Konsep ketuhanan

Klien mengatakan sakitnya datang dari Allah dan dia selalu

berdoa untuk kesembuhan dan ketabahan dirinya

6. Aktivitas sehari-hari (activity daily living)

Tabel 3.1 Aktivitas sehari-hari (activity daily living)

No ADL Sebelum Sesudah


1 NUTRISI
MAKAN
 Jenis Nasi lembek, lauk, sayur Bubur, lauk, sayur
3-4x/hari
 Frekuensi 1 porsi 1-2x/hari
 Porsi Tidak ada Sedikit (5 sendok)
 Keluhan Nafsu makan menurun,
mual
MINUM
 Jenis minum Air putih Air putih
 Frekuensi ± 10 gelas/hari ± 1 gelas/hari
2500 ml/hari ± 200 ml/hari
 Jumlah
Tidak ada Tidak ada
 keluhan
2 ISTIRAHAT&TIDUR
SIANG
 Berapa jam ± 1-2 jam ± 1-2 jam
 Kesulitan Tidak ada Tidak ada
MALAM
 Berapa jam ± 6-7 jam ± 6-7 jam
 Kesulitan Tidak ada Tidaak ada
3 ELIMINASI
BAK
 Frekuensi 5x/hari 4-6x/hari
 Warna Kuning khas urin Kuning khas urin
 Keluhan Tidak ada Tidak ada
BAB
 Frekuensi 1-2x/hari 1x/hari
 Konsistensi Padat Padat
 Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
Tidak ada Tidak ada
 Kesulitan
67

4 PERSONAL HYGIEN
MANDI
 Frekuensi 1-2x/hari 1x/hari
 Frekuensi gosok gigi 2x/hari -
 Gangguan Tidak ada Tidak ada
BERPAKAIAN
 Frekuensi ganti pakaian 2x/hari Kadang 1x/hari
5 MOBILITAS&AKTIVITAS
 Aktivitas yang dilakukan Aktivitas di rumah mandiri ADL sebagian dibantu
 Kesulitan Tidak ada Tidak ada

7. Pemeriksaan Fisik

a. Penampilan Umum

- Kondisi umum : lemah

- Tingkat Kesadaran : Composmentis GCS 15 (E:4 V:5

M:6)

- Tekanan Darah : 120/80 mmHg

- Nadi : 98x/mnt

- Respirasi : 23x/mnt

- Saturasi : 98%

- Suhu : 36,6 C

b. Sistem Pernapasan

Hidung simetris, tdiak ada sumbatan, septum ada, lesi tidak ada,

tidak ada pernafasan cuping hidung, pengembangan paru-paru

simetris, lesi tidak ada, RR = 23x/menit, SPO2 = 98%, tidak ada

nyeri tekan, tidak ada pembesaran sinus, tidak ada krepitasi, taktil

fremitus teraba kanan dan kiri sama, perkusi sonor, bunyi nafas

vesikuler, tidak ada bunyi nafas tambahan,


68

c. Sistem Kardiovaskuler

Bentuk dada simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, tidak

ada krepitasi, nadi kuat, N = 98x/menit, CRT > 3 detik ,perkusi

redup, bunyi jantung S1S2 lupdup, TD: 120/80 mmHg.

d. Sistem Pencernaan (ABDOMEN)

Mukosa bibir kering, gigi tampak ada karies dan sudah tidak

komplit, leher simetris, tidak ada lesi, abdomen simetris, tidak ada

lesi, bising usus 10x/menit, tidak ada nyeri tekan di mulut dan

leher, tidak ada pemesaran tiroid, tidaka ada nyeri tekan di perut,

tidak ada pembesaran organ, perkusi timpani

e. Sistem persyarafan

Refleks patella baik

I. Nervus Olfaktorius (Penciuman)

Kemampuan penciuman baik

II. Nervus Optikus (Ketajaman penglihatan dan lapang pandang)

Visus dan lapang pandang berkurang

III. Nervus Okulomotorius (Mengkaji ukuran pupil)

Pupil isokor, bulat dan pupil mengecil saat terkena cahaya

IV. Nervus Trochlearis (Gerakan mata)

Klien dapat menggerakan mata sesuai perintah

V. Nervus Trigeminus (Saraf sensori dan motorik : membuka

mulut)
69

Klien dapat membuka mulut dengan baik

VI. Nervus Abdusen (Mengontrol pergerakan mata)

Klien dapat menggerakan mata dengan baik

VII. Nervus Fasialis : sensori dan motorik (mengerutkan dahi,

menutup mata, meringis, memperlihatkan gigi, bersiul)

Klien dapat tersenyum, mengangkat alis, dapat

memperlihatkan giginya

VIII. Nervus Vestibulokoklearis : Pendengaran

Klien dapat mendengar dengan baik, terbukti ketika

berkomunikasi dapat merespon dengan baik.

IX. Nervus Glosafaringeal : daya mengecap dan reflek muntah

Daya mengecap baik dan reflek muntah ada

X. Nervus Vagus : bersuara dan menelan

Klien dapat berbicara dengan jelas dan fungsi menelan baik.

XI. Nervus Aksesorius : kekuatan otot

Kekuatan otot klien baik

5 5

5 5

XII. Nervus Hipoglasus (mengeluarkan lidah)

Klien dapat menjulurkan lidahnya

f. Sistem Panca Indra

Klien dapat melihat dengan baik, lapang pandang

berkurang, penciuman baik, pengecapan klien baik, pendengaran


70

klien baik, klien dapat merasakan sentuhan kecuali pada luka di

kaki kiri yang tidak terasa sakit.

g. Sistem Perkemihan

Warna urin kuning khas urin, BAK 6 x/hari, kandung kemih

lembek (kosong).

h. Sistem integument

Warna kulit agak pucat, tidak ada lesi, terpasang infus pada lengan,

kulit mengendur, decubitus (-), akral dingin, kulit sedikit kasar,

turgor > 3 detik

i. Sistem musculoskeletal

Terapat luka pada kaki kiri bagian punggung kaki dan jari kaki

digiti 3, edema di kaki kiri, terdapat luka ulkus diabetic di bagian

kaki kiri menjalar ke jari kaki tengah,terdapat jaringan kulit

nekrosis, terdapat PUS, luka tertutup perban, adanya hematom

sekitar luka.

Kekuatan otot 5 5

5 5

j. Sistem Endokrin

Tidak ada benjolan dan edema, tidak ada pembesaran kelenjar,

tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada pembesaran tiroid

k. Sistem reproduksi dan genetalia

Klien mengatakan tidak ada masalah pada system reproduksinya

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
71

Tanggal : 19 Juni 2023

Tabel 3.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Flag/satuan Nilai Normal


HEMATOLOGI
Hemoglobin 9,2 g/dL 13-16
Hematoktrit 27 % 35-47
Jumlah Leukosit 15.580 /mm3 3.800-10.600
Jumlah Trombosit 232.000 /mm3 150,000-440,000
Jumlah Eritrosit 3,24 Juta/mm3 4,5 – 6,5
MCV 82 Fi 80 – 100
MCH 28 Pg/cel 26 - 34
MCHC 35 g/dl 31 – 37
Basophil 0 % 0–1
Eosinophil 0 % 1–6
Batang 1 % 3–5
Neutrophil 88 % 50 – 70
Limfosit 6 % 30 45
Monosit 5 % 2 – 10
GDS 382 Mg/dl < 140

9. Terapi Farmakologi

Tabel 3.3 Terapi Farmakologi

Nama Obat Rute Pemberian Riwayat/Keterangan Obat


Cefotaxime IV 1x2 Antibiotic untuk mengobati
berbagai macam infeksi
Ketorolac IV 3 x 30 Obat untuk meredakan nyeri
sedang hingga nyeri berat
Omeprazole IV 2 x 40 Untuk mengatasi asam lambung
Mecobalamin IV 2x1 Untuk mengatasi kekuranga B12
Metronidazole IV 3 x 500 Antibiotic untuk mengobati
berbagai macam infeksi
Fletaal IV 1x1 Untuk megurangi nyeri otot
Sansulin IM 0-0-24 Untuk mengurangi kadar gula
darah
Novorapid IV 3x8 Untuk mengontrol pengobatan
pada pasien DM
Ondansetron IV 2x4 Untuk mencegah mual dan muntah

C. ANALISA DATA
72

Tabel 3.4 ANALISA DATA

Etiologi Masalah
Data
Ds : Klien mengeluh ada DM tipe 2 Gangguan integritas kulit
luka di kaki sebelah kiri ↓ dan jaringan
Do : Hiperglikemia (D.0129)
- Tampak adanya luka ↓
ulkus diabetikum pada Viskositas darah meningkat
kaki kiri menjalar ke ↓
jari kaki Aliran darah melambat
- Adanya hematom ↓
sekitar luka Perubahan sirkulasi
- PUS (+) ↓
- Terdapat jaringan Iskemik jaringan
nekrosis ↓
- Edema sekitar luka Nekrotik
- Kedalaman luka <1cm ↓
Gangrene

Gangguan integritas kulit dan
jaringan
Ds : DM tipe 2 Ketidakstabilan kadar
Klien mengeluh lemas ↓ glukosa darah
Do : Kerusakan sel beta pancreas (D.0027)
- Mukosa bibir kering ↓
- GDS : 382 mg/dl Resistensi insulin
- HB : 9,2 g/dl ↓
Hiperglikemia

Ketidakstabilan kadar glukosa
darah
Ds : DM tipe 2 Perfusi perifer tidak efektif
- Klien mengatakan badan ↓ (D.0009)
terasa lemas Hiperglikemia
- Klien mengatakan ↓
mempunyai Riwayat DM Viskositas darah meningkat
sejak ± 7 tahun yang lalu ↓
Do : Aliran darah melambat
- Akral dingin ↓
- Warna kulit pucat Perubahan sirkulasi
-TD : 120/80 mmHg ↓
-N : 98x/menit Perfusi perifer tidak efektif
-RR : 23x/menit
-CRT > 3 detik
-GDS : 382 mg/dl
-Turgor kulit lambat
73

Ds : DM tipe 2 Resiko deficit nutrisi


- Klien mengatakan mual ↓
dan tidak mau makan Kerusakan sel beta pancreas
Do : ↓
-Klien tampak lemas Resistensi insulin
-Porsi makan tidak habis ↓
Glukosa tidak masuk kedalam
sel

Hiperglikemi

Glukosa tidak dapat diubah
menjadi ATP

Resiko deficit nutrisi

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan perubahan

sirkulasi yang ditandai dengan :

Ds : Klien mengeluh ada luka di kaki sebelah kiri

Do :

- Tampak adanya luka ulkus diabetikum pada kaki kiri menjalar ke

jari kaki

- Luka nekrosis

- Adanya hematom sekitar luka

- PUS (+)

- GDS : 382 mg/dl

- Edema sekitar luka

2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan restensi

insulin yang ditandai dengan :

Ds :
74

Klien mengeluh lemas

Do :

- Mukosa bibir kering

- GDS : 382 mg/dl

- HB : 9,2 g/dl

3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemi yang

ditandai dengan :

Ds :

- Klien mengatakan badan terasa lemas

- Klien mengatakan mempunyai Riwayat DM sejak ± 7 tahun yang lalu

Do :

- TD : 120/80 mmHg

- N : 98x/menit

- RR : 23x/menit

- CRT > 3 detik

- GDS : 382 mg/dl

- Turgor kulit lambat

- Akral dingin

- Warna kulit pucat

4. Risiko deficit nutrisi ditandai dengan :

Ds :

- Klien mengatakan mual dan tidak mau makan

Do :
75

- Klien tampak lemas

- Porsi makan tidak habis

E. INTERVENSI KEPERAWATAN

Tabel 3.5 INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa
Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI) Rasional
keperawatan
Gangguan integritas Setelah dilakukan Perawatan Luka (I.14564) - Untuk mengetahui
kulit dan jaringan Tindakan >Observasi kondisi luka
berhubungan keperawatan 3x24 - Monitor karakteristik - Untuk mengetahui luka
dengan perubahan jam diharapkan luka (mis. drainase, terinfeksi atau tidak
sirkulasi integritas kulit dan warna, ukuran, bau) - Agar pasien merasa
jaringan meningkat - Monitor tanda-tanda nyaman
dengan kriteria infeksi - Untuk mencegah infeksi
hasil : >Terapeutik - Merangsang
- Elastisitas - Lepaskan balutan dan penyembuhan luka
meningkat plester secara lebih cepat
- Kerusakan perlahan - Mempercepat
lapisan kulit - Cukur rambut di kesembuhan luka
menurun sekitar daerah luka, - Mempercepatkan
- Hematom jika perlu kesembuhan luka
menurun - Bersihkan dengan - Mencegah infeksi
cairan NaCl atau - Untuk mencegah
pembersih nontoksik, kontaminasi
sesuai kebutuhan mikroorganisme
- Bersihkan jaringan - Mencegah infeksi
nekrotik - Mencegah dekubitus
- Berikan salep yang - Mempercepat
sesuai ke kulit atau kesembuhan luka
Lesi, jika perlu - Mempercepat
- Pasang balutan sesuai kesembuhan luka
jenis luka - Untuk menghilangkan
- Pertahankan teknik nyeri
steril saat melakukan - Menambah informasi
perawatan luka terkait penyakit yang
- Ganti balutan sesuai diderita
jumlah eksudat, - Untuk mempercepat
drainase, lalu balut kesembuhan luka
dengan di baluri madu - Agar keluarga dan
(menggunakan madu pasien mampu secara
nusantara) mandiri melakukan
- Jadwalkan perubahan perawatan luka
posisi setiap 2 jam - Membantu
76

atau sesuai kondisi mempercepat


pasien penyembuhan luka
- Berikan diet dengan - Mencegah infeksi
kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
- Berikan suplemen
vitamin dan mineral
(mis. vitamin A,
vitamin C, Zinc, asam
amino), sesuai
indikasi
- Berikan terapi TENS
(stimulasi saraf
transkutaneus), jika
perlu
>Edukasi
- Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
- Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
- Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
>Kolaborasi
- Kolaborasi prosedur
debridement (mis.
enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik), jika
perlu
- Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu

Ketidakstabilan Setelah dilakukan Manajemen - Monitor kadar glukosa


kadar glukosa darah Tindakan Hiperglikemia (I.03115) darah akan
berhubungan keperawatan 3x24 > Observasi memberikan hasil yang
dengan restensi jam diharapkan - Identifikasi memuaskan (stabil)
insulin kesetabilan kadar kemungkinan penyebab jika digunakan dengan
glukosa dara hiperglikemia benar dan dipelihara
membaik dengan - Identifikasi situasi yang dengan baik.
kriteria hasil : menyebabkan - Tanda awal
- Kadar glukosa kebutuhan insulin hiperglikemia pada
membaik meningkat (mis. diabetes antara lain
77

- Pusing penyakit kambuhan) peningkatan rasa haus,


menurun - Monitor kadar glukosa sakit kepala, lemah,
- Lelah menurun darah, Jika perlu sering BAK, dan
- Monitor tanda dan mudah lapar
gejala hiperglikemia - Terjadi atau tidak
(mis. poliuria, komplikasi ketoadosis
polidipsia, polifagia, diabetik
kelemahan, malaise, - Tergantung pada
pandangan kabur, sakit kesempatan kehilangan
kepala) cairan, perbedaan
- Monitor intake dan ketidakseimbangan
output cairan elektrolit / metabolik
- Monitor keton urine, mungkin ada /
kadar analisa gas darah, memerlukan
elektrolit, tekanan perbaikan.
darah ortostatik dan - Untuk bisa
frekuensi nadi menentukan
>Terapeutik hipovolemia dapat
- Berikan asupan cairan dimanifestasikan oleh
oral hipotensi dan takikardi
- Konsultasi dengan - Pemberian insulin
medis jika tanda dan berfungsi untuk
gejala hiperglikemia mempertahankan
tetap dan ada atau jumlah glukosa dalam
memburuk darah tetap normal.
- Fasilitasi ambulans jika - Mempertahankan
ada hipotensi ortostatik hidrasi/volume
>Edukasi sirkulasi
- Anjurkan menghindari - Memberikan perkiraan
olahraga saat kadar kebutuhan
glukosa darah lebih dari
250 mg/dL
- Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara
mandiri
- Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara
mandiri
- Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga
- Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian
keton urin, Jika perlu
- Ajarkan pengelolaan
diabetes (mis.
78

penggunaan insulin,
obat oral, monitor
asupan cairan,
penggantian
karbohidrat, dan
bantuan profesional
kesehatan)
>Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
insulin, Jika perlu
- Kolaborasi pemberian
cairan IV, Jika perlu
- Kolaborasi pemberian
kalium, Jika perlu

Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi - Untuk mengetahui


efektif berhubungan Tindakan (I.14570) kemungkinan adanya
dengan keperawatan 3x24 >Observasi gangguan pada perfusi
hiperglikemi jam diharapkan - Periksa sirkulasi perifer perfier
perfusi ferifer - Identifikasi faktor - Beberapa penyakit
meningkat dengan risiko gangguan seperti diabetes ,
kriteria hasil : sirkulasi hipertensi ,
- Kelemahan otot - Monitor panas, hiperkolesterol dapat
menurun kemerahan, nyeri, atau menyebabkan
- Pengisian bengkak pada gangguan sirkulasi
kapiler ekstrimitas perifer
membaik >Terapeutik - Mengetahui adanya
- Hindari pemasangan masalah atau
infus atau pengambilan gangguan yang terjadi
darah di area pada bagian perifer
keterbatasan perfusi tubuh
- Hindari pengukuran - Untuk mencegah
tekanan darah pada kekurangan /
ekstremitas dengan perubahan sirkulasi
keterbatasan berfungsi perifer
- Hindari penekanan dan - Sirkulasi perfier yang
pemasangan tourniquet terganggu dapat
pada area yang cedera memperlambatpenyem
- Lakukan pencegahan buhan luka pada area
infeksi yang cedera
- Lakukan perawatan - Untuk mencegah
kaki dan kuku munculnya infeksi
- Lakukan hidrasi akibat invasi bakteri
>Edukasi - Mencegah terjadinya
- Anjurkan berhenti luka pada kaki
merokok - Merokok merupakan
79

- Anjurkan berolahraga salah satu pemicu


rutin terjadinya ganggaun
- Anjurkan mengecek air perfusi perifer
mandi untuk - Untuk memperlanjar
menghindari kulit sikulasi perfusi perifer
terbakar
- Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan,
dan penurunan
kolesterol, jika perlu
- Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan
darah secara teratur
- Anjurkan menghindari
penggunaan obat
penyakit beta
- Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat
- Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
- Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi
- Informasikan tanda dan
gejala darurat yang
harus dilaporkan
Risiko deficit Setelah dilakukan Manajemen Gangguan - Untuk mengetahui
nutrisi ditandai Tindakan Makan (I.03111) jumlah input dan
dengan keperawatan 3x24 >Observasi output makanan dan
jam diharapkan - Monitor asupan dan ciran
status nutrisi keluarnya makanan dan - Membantu membentu
terpenuhi dengan cairan serta kebutuhan koping positif terkait
kriteria hasil : kalori pemenuhan nutrisi
- Porsi makan >Terapeutik - Modifikasi diet untuk
yang - Timbang berat badan mempertahankan
dihabiskan secara rutin nutrisi
meningkat - Diskusikan perilaku - Untuk mencegai
- Frekuensi makan dan jumlah terjadinya konstipasi
makan aktivitas fisik (termasuk
meningkat olahraga) yang sesuai
- Nafsu makan - Lakukan kontrak
meningkat perilaku (mis. target
berat badan, tanggung
jawab perilaku)
80

- Dampingi ke kamar
mandi untuk
pengamatan perilaku
memuntahkan kembali
makanan
- Berikan penguatan
positif terhadap
keberhasilan target dan
perubahan perilaku
- Berikan konsekuensi
jika tidak mencapai
target sesuai kontrak
- Rencanakan program
pengolahan untuk
perawatan di rumah
(mis. medis, konseling)
>Edukasi
- Anjurkan membuat
catatan harian tentang
perasaan dan situasi
pemicu pengeluaran
makanan (mis.
pengeluaran yang
disengaja, muntah,
aktivitas berlebih)
- Ajarkan pengaturan diet
yang tepat
- Ajarkan keterampilan
kopi untuk
penyelesaian masalah
perilaku makan
>Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang target berat
badan kebutuhan kalori
dan pilihan makanan

F. Implementasi dan Evaluasi


81

Tabel 3.6 Implementasi dan Evaluasi

No
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Dx
1 19/6/23 - Memonitor karakteristik luka S : Klien mengatakan terdapat luka di Taufik
(warna, ukuran, bau) kaki sebelah kiri AR
07.00- - Memonitor tanda-tanda infeksi
14.00 - Melepaskan balutan dan O:
plester secara perlahan
- Tampak adanya luka diabetikum
- Membersihkan dengan cairan
pada kaki kiri (Tarsal Sinistra)
NaCl
- Luka tampak pucat dan terdapat
- Membersihkan jaringan
pus
nekrotik
- Luka tampak berbau
- Memasang balutan sesuai jenis
A : Masalah belum teratasi
luka
- Mempertahankan teknik steril P : Lanjutkan intervensi
saat melakukan perawatan luka
- Mengganti balutan sesuai -
jadwal (Setiap Pagi
menggunakan madu nusantara)
- Memberikan Terapi Obat
(Metronidazole 1 x 500mg)
2 19/6/23 - Memonitor kadar glukosa S : klien mengeluh lemas Taufik
darah, AR
07.00- Memberikan terapi Insulin ( O:
14.00 Novorapid 8 unit )
- Mukosa bibir kerimg
- GDS : 382 mg/dl
A : Masalah belum teratasi
- P : Lanjutkan intervensi
3 19/6/23 - Memeriksa sirkulasi perifer S : klien mengatakan badannya masih Taufik
(nadi perifer, edema, terasa lemas AR
07.00- pengisapan kapiler, warna,
14.00 suhu,) O:
- Mengidentifikasi faktor risiko
- Turgor lambat
gangguan sirkulasi (diabetes,
- CRT > 3 detik
perokok, orang tua, hipertensi
A : Masalah belum teratasi
dan kadar kolesterol tinggi)
- Memonitor panas, - P : Lanjutkan intervensi
kemerahan, nyeri, atau
bengkak pada ekstrimitas
- Melakukan pencegahan
infeksi (Perawatan Luka
menggunakan madu
nusantara)
4 19/6/23 - Memonitor asupan dan S : klien mengatakan merasa mual dan Taufik
82

keluarnya makanan dan cairan tidak mau makan AR


serta kebutuhan kalori (Pasien
07.00- Mual Muntah, tidak masuk O:
14.00 makan)
- Porsi makan sedikit
- Memberikan Terapi Obat
- Klien tampak lemas
(Omeprazole 1 X 40 mg )
A : Masalah belum teratasi
- Memberikan Terapi Obat
(Ondansentron 1 x 4mg) P : Lanjutkan intervensi
No Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Dx
1 20/6/23 -Mengobservasi TTV S : Klien mengatakan terdapat luka di Taufik
kaki sebelah kiri AR
21.00- TD: 110/80 mmhg
O:
07.00 N; 82x/mnit
- Tampak adanya luka diabetikum
R: 20x/menit pada kaki kiri
- Luka tercium bau
S: 36,5
- TTV :
Spo2: 97% - TD : 125/80 mmhg
- N: 88x/mnit
-Memberikan Terapi Obat - S: 36,2
- R: 20x/menit
(Metronidazole 1 x 500mg) - Spo2 : 97%
-Menjadwalkan perubahan posisi A : Masalah belum teratasi
tiap 2 jam jika tirah P : Lanjutkan intervensi
-
2 20/6/23 -Memberikan terapi Insulin S : klien mengeluh lemas Taufik
AR
21.00- ( Novorapid 8 unit ) O:
07.00
Klien Tampak lemas
-Memberikan terapi Sansulin A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
3 20/6/23 -Memeriksa sirkulasi perifer (nadi S : klien mengatakan badannya masih Taufik
perifer, edema, , warna, suhu,) terasa lemas AR
21.00-
-Memonitor panas, kemerahan, O:
07.00 nyeri, atau bengkak pada
ekstrimitas - Turgor lambat
- CRT > 3 detik
-Melakukan pencegahan infeksi A : Masalah belum teratasi
-(Mencuci tangan sebelum dan P : Lanjutkan intervensi
83

sesudah kontak dengan pasien)

4 20/6/23 -Memonitor asupan dan keluarnya S : klien mengatakan tidak mau makan Taufik
makanan dan cairan serta AR
21.00- kebutuhan kalori O:
07.00 (Pasien tidak mau makan) - Porsi makan sedikit
- Klien tampak lemas
-Memberikan Terapi Obat A : Masalah belum teratasi
(Omeprazole 1 X 40 mg ) P : Lanjutkan intervensi
-Memberikan Terapi Obat
(Ondansentron 1 x 4mg)

No
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Dx
1 22/6/23 -Memonitor karakteristik luka S : Klien mengatakan terdapat luka di Taufik
kaki sebelah kiri AR
07.00- (warna, ukuran, bau)
14.00 O:
-Memonitor tanda-tanda infeksi
- Tampak adanya luka diabetikum
-Melepaskan balutan dan plester pada kaki kiri
secara perlahan - Luka tampak pucat dan terdapat
pus
-Membersihkan dengan cairan
- Luka tercium berbau
NaCl
A : Masalah belum teratasi
-Membersihkan jaringan nekrotik
P : Lanjutkan intervensi
-Memasang balutan sesuai jenis
luka
-Mempertahankan teknik steril
saat melakukan perawatan luka
-Mengganti balutan sesuai jadwal
(Setiap Pagi menggunakan madu
nusantara)
-Memberikan Terapi Obat
(Metronidazole 1 x 500mg)
2 22/6/23 -Memonitor kadar glukosa darah, S : klien mengeluh lemas Taufik
AR
07.00- -Memberikan terapi Insulin O:
14.00
( Novorapid 8 unit ) - Mukosa bibir kerimg
84

- GDS : 241 mg/dl


A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
3 22/6/23 -Memeriksa sirkulasi perifer (nadi S : klien mengatakan badannya masih Taufik
perifer, edema, pengisapan terasa lemas AR
07.00- kapiler, warna, suhu,)
14.00
-Mengidentifikasi faktor risiko
gangguan sirkulasi (diabetes, O:
perokok, orang tua, hipertensi dan
- Turgor lambat
kadar kolesterol tinggi)
- CRT > 3 detik
-Memonitor panas, kemerahan, A : Masalah belum teratasi
nyeri, atau bengkak pada
P : Lanjutkan intervensi
ekstrimitas
-Melakukan pencegahan infeksi
(Perawatan Luka menggunakan
madu nusantara)
4 22/6/23 -Memonitor asupan dan keluarnya S : klien mengatakan merasa mual dan Taufik
makanan dan cairan serta tidak mau makan AR
07.00- kebutuhan kalori
14.00 O:
(Pasien Mual Muntah, tidak
masuk makan) - Porsi makan sedikit
- Klien tampak lemas
-Memberikan Terapi Obat A : Masalah belum teratasi
(Omeprazole 1 X 40 mg ) P : Lanjutkan intervensi
-Memberikan Terapi Obat
(Ondansentron 1 x 4mg)

G. Catatan Perkembangan

No Tgl/
Catatan Perkembangan Paraf
DX Jam
1. 23/06/ S : Klien mengatakan terdapat luka di kaki sebelah kiri Taufik
85

23 O: AR
- Tampak adanya luka diabetikum pada kaki kiri menjalar ke
jari kaki tengah
- Hematom sekitar luka berkurang
- Luka tampak masih pucat
- PUS berkurang
- Edema berkurang
- Jaringan nekrosis berkurang
- Luka tercium bau
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
I:
-Memonitor karakteristik luka
(warna, ukuran, bau)
-Memonitor tanda-tanda infeksi
-Melepaskan balutan dan plester secara perlahan
-Membersihkan dengan cairan NaCl
-Membersihkan jaringan nekrotik
-Memasang balutan dengan madu sesuai jenis luka
-Mempertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
-Mengganti balutan sesuai jadwal
-Memberikan Terapi Obat
E: Gangguan Integritas Kulit/ Jaringan teratasi sebagian
R: Rencana pulang hari ini
-Kontrol Luka ke Paskes terdekat
-Bersihkan Luka Setiap Hari 1 Kali sehari
2. 23/06/ S : klien mengeluh lemas Taufik
23 O: AR
- Klien tampak lemas
- GDS : 236 mg/dL
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
I:
-Mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
-Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
meningkat (mis. penyakit kambuhan)
-Memonitor kadar glukosa darah, Jika perlu
-Memonitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis. poliuria,
polidipsia, polifagia, kelemahan, malaise, pandangan kabur, sakit
kepala)
-Memonitor intake dan output cairan
E : Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Belum Teratasi
R : Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. penggunaan insulin, obat
oral, penggantian karbohidrat,)
3. 23/06/ S : klien mengatakan badannya masih terasa lemas Taufik
23 O: AR
86

- Turgor lambat
- CRT > 3 detik
A : Masalah teratasi Sebagian
P : Lanjutkan intervensi
I:
-Memeriksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer, edema, pengisapan
kapiler, warna, suhu, ankle-brachial index)
-Memonitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
ekstrimitas
E : Perfusi Perifer Tidak efektif teratasi sebagian
R: -Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis.
rendah lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
4. 23/06/ S : Klien mengatakan mual hilang Taufik
23 O: AR
- Porsi makan ½
- Klien tampak lemas
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
I : -Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan
kebutuhan kalori dan pilihan makanan
E : Resiko Defisit Nutrisi teratasi sebagian
R : Sajikan pilihan makanan yang disukai pasien.

3.2 Pembahasan

Dalam bab ini penulis akan melihat apakah asuhan yang telah di berikan

kepada Tn. dengan diagnose medis Ulkus Diabetikum di Ruangan TOPAS RSUD

dr. SLAMET GARUT yang dilakukan mulai 19 Juni 2023 sesuai dengan tinjauan

pustaka.

Pembasan ini dibuat berdasarkan teori dan asuhan yang nyata dengan

pendekatan proses keperawatan, dengan ini penulis akan membahas melalui

tahapan-tahapan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnose keperawatan,

intervensi, implementasi dan evaluasi.

3.2.1 Pengkajian Data dan Analisa Data


87

Pengkajian keperawatan merupakan proses pengumpulan data.

Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang dilakukan

secara sisteatis untuk menentukan masalah – masalah, serta kebutuhan –

kebutuhan keperawatan, dan kesehatan klien. Pengumpulan informasi merupakan

tahapan awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang terkumpul,

didapatkan tentang masalah – masalah yang dihadapi klien (Kemenkes RI, 2017).

Pengkajian dilakukan dimulai dari biodata klien, riwayat penyakit,

pengkajian pola fungsional kesehatan, pemeriksaan fisik head to toe, dan

didukung hasil laboratorium, hasil pemeriksaan penunjang dan terapi pengobatan.

Pengkajian dilakukan pada hari Senin, 19 Juni 2023 pada pukul 09.30 WIB di

ruang TOPAS RSUD DR. SLAMET GARUT.

Pada saat pengkajian pada tanggal 19 Juni 2023, Tn. klien mengatakan

merasa lemas, mual, tidak mau makan dan mengeluh ada luka di kaki sebelah kiri,

klien juga mengatakan mempunyai riwayat diabetes sejak 7 tahun yang lalu.

Keadaan umum klien tampak lemah, kesadaran klien composmentis dengan nilai

GCS 15, dan nadi : 198 x/m, tekanan darah :120/80 mmHg, suhu : 36,6,

respirasi : 23 x/m, serta SPO2 : 98%.

3.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap

pengalaman/respon dari masalah kesehatan seseorang. Diagnosa keperawatan juga

merupakan bagian vital dalam menentukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk

membantu klien mencapai kesehatan yang optimal (PPNI, 2016).


88

Penulisan pernyataan diagnosis keperawatan pada umumnya meliputi tiga

komponen yaitu P (problem), E (etiologi), dan S (symptom). Maka dari itu,

diagnosa keperawatan yang muncul pada klien adalah sebagai berikut :

1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi,

Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan data bahwa luka nekrosis di

bagian kaki kiri menjalar ke jari kaki, terdapat pus, hematoma sekitar

luka, dan hasil pemeriksaan GDS didapatkan 382mg/dL. Menurut riset

yang dilakukan Rachmawati (2022) kerusakan integritas kulit

merupakan keadaan dimana individu berisiko mengalami kerusakan

jaringan epidermis dan dermis pada lapisan kulit. Dalam hal ini, klien

mengalami kerusakan kulitas akibat dari komplikasi diabetes melitus

yaitu adanya ulkus diabetikum pada bagaian ektremitas bawah bagian

kiri

2) Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan restensi

insulin berdasarkan hasil pengkajian ditemukan kondisiklien lemas

dengan mukosa bibir kering dan untuk hasil GDS 382 mg/dL.

Ketidakstabilan glukosa darah adalah variasi dimana kadar glukosa

darah mengalami kenaikan atau penurunan dari rentan normal yaitu

mengalami hiperglikemi atau hipoglikemi (PPNI, 2016)

3) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemi

berdasarkan hasil pengkajian pada pasien didapatkan hasil bahwa klien

mengatakan badan terasa lemas dengan tanda tanda vital

TD :120/80mmhg, N : 98x/menit, RR : 23x/menit, CRT > 3 detik,


89

GDS : 382mg/Dl, juga tugor kulit lambat. Perfusi Perifer Tidak Efektif

adalah penurunan darah level kapiler yang dapat mengganggu

etabolisme tubuh, yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah,

kurang terpapar inforasi tentang proses penyakit, kurang aktivitas fisik

(SDKI, 2016)

4) Risiko deficit nutrisi ditandai dengan klien mengatakan mual dan tidak

mau makan dengan keadaan umum klien lemah dan untuk porsi makan

klien tidak habis dikarenakan merasakan mual. Resiko deficit nutrisi

merupakan suatu keadaan dimana asupan nutrisi tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme pada tubuh, dengan penyebab yaitu

ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan mencerna

makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient, peningkatan

kebutuhan metabolisme, adanya faktor ekonomi misalkan finansial yang

tidak mencukupi, dan adanya faktor psikologis seperti stress dan

keengganan untuk makan (PPNI, 2017)

3.2.3 Intervensi Keperawatan

Pada tahap ini, intervensi yang peneliti rumuskan disesuaikan dengan

diagnosa keperawatan yang muncul pada klien. Langkah-langkah perencanaan

disesuaikan dengan buku pedoman Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

(SIKI) dalam menentukan sasaran, tujuan, rencana dan implementasi keperawatan

yang akan dilakukan untuk mengevaluasi tindakan yang telah diberikan kepada

klien. Segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
90

pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang telah

ditetapkan (Vally & Irhuma, 2016).

Adapun rencana tindakan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

1) Kerusakan Integritas Kulit Berhubungan dengan perubahan sirkulasi.

Berdasarkan diagnosa yang telah dirumuskan, intervensi utama yang

dilakukan yaitu perawatan integritas kulit. Adapun rencana tindakan

yang akan dilakukan adalah identifikasi penyebab gangguan integritas

kulit, ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring, lakukan pemijatan pada

area penonjolan tulang, jika perlu, anjurkan menggunakan pelembab

(mis. Lotin, serum), anjurkan minum air yang cukup, anjurkan

meningkatkan asupan nutrisi (PPNI, 2018). Kriteria hasil yang

diharapkan dari intervensi yang akan dilakukan adalah elastisitas kulit

meningkat, hidrasi meningkat, kerusakan lapisan kulit menurun,

perdarahan menurun, tidak ada pus, pertumbuhan jarngan meningkat,

kulit lembab, dan turgor kulit membaik.

2) Ketidakstabilan Glukosa Darah Berhubungan Dengan retensi insulin

Berdasarkan diagnosa ini, intervensi utama yang dilakukan yaitu

manajemen hiperglikemia. dalam hal ini, rencana tindakan yang akan

dilakukan yaitu identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia,

identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat

(mis. penyakit kambuhan), monitor kadar glukosa darah, jika perlu,

monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis. poliuria, polidipsia,

polifagia, kelemahan, malaise, pandangan kabur, sakit kepala), berikan


91

asupan cairan oral, konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala

hiperglikemia tetap dan ada atau memburuk, anjurkan menghindari

olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl, anjurkan

monitor kadar glukosa darah secara mandiri, anjurkan kepatuhan

terhadap diet dan olahraga, kolaborasi pemberian insulin. perfusi perifer

tidak efektif. Dengan begitu, diharapkan glukosa darah membaik (PPNI,

2018)

3) Perfusi Perifer Tidak Efektif Berhubungan Dengan Hiperglikemi

Berdasarkan diagnosa ini, intervensi utama yang dilakukan yaitu

intervensi utama perawatan sirkulasi dengan tindakan,memeriksa

sirkulasi perifer, identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi, monitor

panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstrimitas, lakukan

pencegahan infeksi, lakukan perawatan kaki dan kuku, anjurkan berhenti

merokok, anjurkan berolahraga rutin. Dengan begitu, diharapkan dapat

mempercepat terhadap proses penyembuhan penyakit yang diderita klien

(PPNI, 2018).

4) Risiko Deficit Nutrisi

berdasarkan diagnosa ini, intervensi utama yang dilakukan yaitu

intervensi utama manajemen gangguan makan dengan tindakan yaitu,

memonitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan serta kebutuhan

kalori, timbang berat badan secara rutin, diskusikan perilaku makan dan

jumlah aktivitas fisik (termasuk olahraga) yang sesuai, lakukan kontrak

perilaku (mis. target berat badan, tanggung jawab perilaku), berikan


92

penguatan positif terhadap keberhasilan target dan perubahan

perilaku,ajarkan keterampilan koping untuk penyelesaian masalah

perilaku makan, kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan

kebutuhan kalori dan pilihan makanan. Dengan begitu, diharapkan dapat

mempercepat terhadap proses penyembuhan penyakit yang diderita klien

(PPNI, 2018).

3.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan yaitu tindakan pelaksanaan dari rencana

keperawatan untuk mencapai kriteria hasil atau tujuan yang telah ditetapkan

(PPNI, 2018). Dalam tahap ini, penulis melakukan implementasi sesuai intervensi

yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu sebagai berikut :

1) Gangguan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan perubahan

sirkulasi

Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini meliputi, pertama –

tama peneliti memonitor karakteristik luka (warna, ukuran, bau),

memonitor tanda-tanda infeksi, melakukan perawatan luka menggunakan

madu untuk mempercepat proses penyembuhan luka, untuk langkah yang

pertama melepaskan balutan dan plester secara perlahan, membersihkan

dengan cairan NaCl, membersihkan jaringan nekrotik, memasang balutan

sesuai jenis luka, mempertahankan teknik steril saat melakukan perawatan

luka, mengganti balutan sesuai jadwal (setiap pagi menggunakan madu

nusantara), dan memberikan terapi obat (metronidazole 1 x 500mg)

2) Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan restensi insulin


93

Berdasarkan rencana tindakan untuk mengatasi masalah ini, maka peneliti

mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia, mengidentifikasi

situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat (mis. Penyakit

kambuhan), selain itu, peneliti memonitor tanda dan gejala hiperglikemia

(mis. Poliuria, polidipsia, polifagia, kelemahan, malaise, pandangan kabur,

sakit kepala), memonitor intake dan output cairan, serta memberikan terapi

insulin ( novorapid 8 unit )

3) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemi

Berdasarkan rencana tindakan untuk mengatasi masalah ini, maka peneliti

melakukan pemeriksaan sirkulasi perifer (nadi perifer, edema, pengisapan

kapiler, warna, suhu,),lalu mengidentifikasi faktor risiko gangguan

sirkulasi (diabetes, perokok, orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol

tinggi), memonitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada

ekstrimitas, dan tentunya melakukan pencegahan infeksi (perawatan luka

menggunakan madu nusantara).

4) Risiko deficit nutrisi

Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi risiko deficit nutrisi yang

telah dirumuskan, peneliti memonitor asupan dan keluarnya makanan dan

cairan serta kebutuhan kalori juga memonitor asupan dan keluarnya

makanan dan cairan serta kebutuhan kalori, peneliti juga menyarakan

untuk menimbang berat badan secara rutin, lalu peneliti mengajarkan

pengaturan diet yang tepat, dan memberikan terapi obat (omeprazole 1 x

40 mg ), memberikan terapi obat (ondansentron 1 x 4mg)


94

3.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan bagian akhir dari proses keperawatan

dengan tujuan menentukan keberhasilan atau tidak rencana keperawatan yang

telah dirumuskan. (Melizza, 2018).

Selain itu, evaluasi keperawatan juga adalah tindakan untuk melengkapi

proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,

rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Kemenkes RI,

2017). Adapun evaluasi akhir dari kasus yang dikelola adalah sebagai berikut :

1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi

Berdasarkan hasil studi kasus yang dilakukan dengan melakukan

implemen tasi selama 3 hari, didapatkan bahwa masalah keperawatan ini

masih belum teratasi sepenuhnya karena pada saat hari terakhir

melakukan evaluasi keperawatan klien mengatakan masih terdapat luka

di kaki sebelah kiri. Dari hasil pemeriksaan, masih tampak adanya luka

diabetikum pada kaki kiri klien, luka tampak masih pucat juga terdapat

pus berkurang, edema berkurang, terdapat masih ada jaringan nekrosis

namun sudah berkurang dan luka tercium bau. Klien rencana pulang

pada tanggal 23 Juni 2023 dengan control luka ke pelayanan kesehatan

terdekat dan bersihkan luka setiap 1 hari sekali.

2) Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan retensi insulin

Berdasarkan studi kasus yang telah dilakukan dengan melakukan

implementasi selama 3 hari, didapatkan bahwa masalah keperawatan ini

belum teratasi sepenuhnya karena berdasarkan hasil evaluasi


95

keperawatan didapatkan klien masih mengeluh lemas dengan keadaan

umum juga tampak lemas, dan hasil pemeriksaan GDS 236 mg/Dl,

dihari terakhir sebelum pulang klien di ajarkan cara pengelolaan

diabetes misalnya penggunaan insulin secara mandiri, obat oral yang

sesuai dengan kondisi, dan penggantian karbohidrat atau asupan

makanan untuk di rumah

3) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemi

Berdasarkan studi kasusu yang telah dilakukan dengan melakukan

implementasi selama 3 hari, didapatkan bahwa masalah keperawatan ini

teratasi sebagian ditandai dengan hasil evaluasi kondisi klien masih

terasa lemas dengan tugor klien lampat dan juga CRT < 2 detik, dengan

rencana pulang maka dari itu sebelumnya klien diajarkan program diet

untuk memperabaiki sirkulasi.

4) Deficit nutrisi

Berdasarkan studi kasusu yang telah dilakukan dengan melakukan

implementasi selama 3 hari, didapatkan bahwa masalah keperawatan ini

teratasi sebagian ditandai dengan klien mengatakan mual hilang, untuk

porsi makan klien ½ porsi juga klien tampak masih lemas dengan

rencana sebelum pulang konsultasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan

kalori dan pilihan makanan.

3.3 Pembahasan Evidence Based Practice

Tabel 3.7 Eviden Based Practice Perawatan Luka Menggunakan Madu


96

No Nama Judul Metode Sampel Hasil Penelitian


Peneliti

1 Muhammad A Survey Sampel Hasil menunjukan madu


Imran, Randomize analitik sejumlah 348 lebih efektif dalam
Muhammad d, dengan dipilih dengan penyembuhan luka dan
Barkaat, Controlled quasi menggunakan waktu penyembuhan,
Hussain Clinical experiment Teknik dibandingkan dengan
Mukhtiar Trial of al pre-test random dressing normal selain
Baig (2016) Honey dan post- sampling yang secara tradisiolan pada kaki
Impregnat test sesuai diabetic.
ed Dessing berdasarkan
For Namun masih ada
kriteria yang
Treating kebutuhan untuk lebih
ditentukan
Diabetic dirancang dengan baik,
Foot Ulcer RCT besar dan double blind
untuk menguatkan temuan
penelitian ini

2 Noori S, Al Honey For Randim ed Jumlah sampel Data menunjukan bahwa


Waili, Wound trials, dalam sifat penyembuhan luka
Khelod Healing, cohort penelitian ini madu termasuk stimulasi
Salom, Ulcer, and studies, sebanyak 22 pertumbuhan jaringan,
Ahmad A, Burns, before peserta dengan epitelisasi ditingkatkan, dan
Al-Gamdi Data after Teknik pembentukan parut
(2015) Supporting studies random diminimalkan. Efek ini
Its Use In and case sampling dianggap berasal dari
Clinical control dipilih sesuai kesamaan madu, kandungan
Practice studies berdasarkan hydrogen peroksida, efek
were kriteria osmotic, nutrisi dan
included kandungan antioksidan,
stimulasi kekebalan, dan
senyawa tak dikenal.

Data yang disajikan di sini


menunjukan bahwa madu
dari wilayah geografis yang
memiliki efek terapeutik
yang cukup besar pada luka
kronis, bisul, dan luka .
Hasil mendorong
penggunaan madu dalam
97

praktik klinis sebagai


penyembuhan luka yang
alami

3 Pengaruh survei 10 pasien ulkus Hasil penelitian


Pemberian analitik diabetikum menunjukkan bahwa ada
Nengke Topikal dengan dengan rincian perbedaan signifikan
Puspita Sari, Madu pendekat 10 orang antara jumlah dan jenis
Maritta Sari Kaliandra an quasi sebagai jaringan nekrotik sebelum
(2020) Terhadap eksperim kelompok dan setelah dilakukan
Pengurang ent al kontrol dan 10 terapi. Terapi madu
an orang sebagai kaliandra efektif dalam
Jaringan kelompok penyembuhan jaringan
Nekrotik eksperimen. nekrotik pada ulkus
pada Luka diabetikum.
Diabetes
Melitus

4 Aida Sri Pengaruh teknik Sampel Saus madu efektif dalam hal
rachnawati terapi random sejumlah 348 jumlah bisul sembuh dan
(2022) madu sampling di pilih dengan waktu penyembuhan,
terhadap menggunakan disbanding dengan dressing
penyembu teknik random normal seline tradisional
han luka sampling yang pada kaki diabetic, namun
sesuai kriteria masih ada kebutuhan untuk
yang lebih dirancang dengan baik,
ditentukan RCT besar dan double blind
untuk menguatkan temuan
penelitian ini

5 Nurul Hudha, Al Pengaruh Pra Consecutive Hasil rata-rata jumlah


Anshori, Nur Perawatan eksperim sampling kolonasi bakteri
Widayanti, Luka en one dengan staphylococcus aureus
Anisah, Ardiana Mengguna grup sebnyak 7 setelah dilakukan perawatan
(2014) kan Madu pretest responden luka menggunakan madu
Terhadap and aladah 178,71 efu/ml.
Kolonasi posttest terdapat pengaruh perawatan
Bakteri luka menggunakan madu
Staphyloc terhadap kolonasi bakteri
occus, staphylococcus aureus pada
Aureus luka diabetic pasien DM di
98

pada luka wilayah kerja PKM


Diabetik Rambipuji Kabupaten
Pasien Jember
DM Di
Wilayah
Kerja
PKM
Rambipuji
Kabupaten
Jeber

Ulkus diabetikum disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati,

trauma, deformitas kaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit vaskuler

perifer. Penyebab neuropati perifer pada diabetes adalah multifaktorial dan

diperkirakan merupakan akibat penyakit vaskuler yang menutupi vasa nervorum,

disfungsi endotel, defisiensi mioinositol perubahan sintesis mielin dan

menurunnya aktivitas Na-K ATPase, hiperosmolaritas kronis yang menyebabkan

nyeri disertai edema pada area sekitar luka (Ningsih et al, 2019).

Menurut Ningsih et al (2019), menambahkan, bahwa perubahan neuropati

yang telah diamati pada kaki diabetik merupakan akibat langsung dari kelainan

pada sistem persarafan motorik, sensorik dan autonomik. Hilangnya fungsi

sudomotor pada neuropati otonomik menyebabkan anhidrosis dan hiperkeratosis.

Kulit yang terbuka akan mengakibatkan masuknya bakteri dan menimbulkan

infeksi, sehingga akan menyebabkan berkurangnya sensibilitas kulit pada

penonjolan tulang dan sela-sela jari bagian luka gangrene. Oleh karena itu, untuk

mecegah hal tersebut diperlukan perawatan luka dengan menggunakan madu


99

agar dapat menghambat perluasan jaringan nekrotik dan mempercepat proses

penyembuhan luka.

Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sari &

Maritta (2020), bahwa kontrol luka perlu dilakukan sebagai upaya dalam

menghambat pertumbuhan jaringan nekrotik, karena dapat menghambat proses

penyembuhan luka. Maka dari itu, proses penyembuhan luka akan berlangsung

apabila pengangkatan dan pembuangan jaringan nekrotik berhasil.

Beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anshori et al (2014),

mengatakan bahwa madu memiliki efektivitas yang baik dibuktikan dengan

proses penyembuhan luka yang cepat, bersih, nekrotik berkurang, granulasi,

epitelisasi meningkat serta penyembuhan luka minim jaringan parut. Penggunaan

madu dalam perawatan luka terbukti efektif, pada sebuah penelitian di Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia pada 33 klien yang lukanya dilakukan

perawatan menggunakan madu, 29 klien menunjukkan kesuksesan yang ditandai

dengan proses penyembuhan yang baik dan dirawat selama 5-6 minggu.

Sedangkan, 4 orang tidak menunjukkan hasil yang baik karena klien dalam

keadaan immunodefisiensi (Ningsih et al, 2019).

Madu banyak digunakan dalam berbagai penelitian karena memiliki sifat

lembab/moist yang sangat baik untuk penyembuhan luka. Madu juga memiliki

sifat yang asam dan mengandung zat H2O2 (Hidrogen peroksida) yang berfungsi

sebagai agen antimikroba Madu hanya memiliki sedikit kandungan air dan

memiliki sifat osmotik yang disebut sebagai anti inflamasi. Sifat osmosis ini

akan memperlancar peredaran darah, sehingga area luka mendapat nutrisi yang
100

adekuat. Selain itu karena sifatnya yang osmosis, saat balutan dengan madu

dilepas tidak terjadi perlengketan sehingga tidak merusak jaringan baru yang

sudah tumbuh. Dibandingkan dengan perawatan dengan normal salin, perawatan

dengan madu lebih efektif untuk meningkatkan granulasi dan epitelisasi (Imran

et al, 2016).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ratarata kolonisasi Staphylococcus

aureus setelah dilakukan perawatan luka adalah 178,71 cfu/ml. Kolonisasi pada

posttest menunjukkan adanya penurunan rata-rata jumlah kolonisasi

Staphylococcus aureus setelah dilakukan perawatan luka menggunakan madu.

Madu merupakan terapi non farmakologis yang biasa diberikan dalam perawatan

luka Diabetes Mellitus. Madu dapat digunakan untuk terapi topikal sebagai

dressing pada luka ulkus kaki, luka dekubitus, ulkus kaki diabet, infeksi akibat

trauma dan pasca operasi, serta luka bakar. Sebagai agen pengobatan luka

topikal, madu mudah diserap kulit, sehingga dapat menciptakan kelembaban

kulit dan memberi nutrisi yang dibutuhkan. Madu terbukti mempunyai

kemampuan membasmi sejumlah bakteri di antaranya bakteri gram positif dan

gram negatif. Madu menyebabkan peningkatan tekanan osmosis di atas

permukaan luka. Hal tersebut akan menghambat tumbuhnya bakteri kemudian

membunuhnya (Anshori et al, 2014).

Menurut asumsi Rachmawati (2022), dari yang sudah dibahas sebelumnya,

madu terbukti efektif dalam perawatan luka kaki diabetik. Dimana dari hasil

beberapa penelitian adanya peningkatan derajat luka, epitelisasi dan granulasi.

Hal tersebut dapat diukur dengan format pengkajian DESIGN atau BJWAT.
101

Proses pelaksanaan perawatan luka menggunakan madu dapat dilakukan dengan

beberapa cara yaitu ditetes, dioles, dikompres dan dikombinasikan dengan

habbatus sauda dan minyak zaitun. Penggantian balutan luka dapat dilakukan

tergantung kondisi luka dan kenyamanan pasien. Apabila tidak terdapat

cairan/eksudat banyak (tidak rembes ke kasa) dapat dilakukan 3-4 hari sekali,

dan jika banyak cairan/eksudat (rembes) perawatan luka dapat dilakukan 1-2 hari

sekali.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari studi kasus yang dilakukan pada TN.E yang menderita Ulkus

Diabetikum di ruang Topas RSUD dr.Slamet Garut dengan masalah

keperawatan utama gangguan integritas kulit dengan melakukan

perawatan luka menggunakan madu, untuk masalah ini teratasi sebagian

hal ini ditandai dengan masih terdapat luka ulkus diabetic, granulasi belum

membaik, hematoma sekitar luka berkurang, tampak masih ada jaringan

nekrotik di sekitar luka, pus berkurang, edema berkurang dan luka tidak

terlalu bau. Maka dari itu, perawat menyarankan terus perawatan luka

menggunakan madu karena dapat dikatakan sudah terbukti dalam

Evidence Base Practice dan secara empiris sebagai intervensi untuk

mempercepat proses penyembuhan luka.

4.2 Saran

4.2.1 Rumah Sakit

Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan

informasi, pengetahuan dan bahan referensi untuk perkembangan ilmu

pengetahuan di pelayanan kesehatan, dan dapat menerapkan tindakan

keperawatan perawatan luka menggunakan madu sebagai intervensi untuk

mempercepat proses penyembuhan luka pada pasien ulkus diabetikum

102
103

4.2.2 Instansi Perguruan Tinggi

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu

bagian dari pembelajaran asuhan keperawatan pada pasien ulkus

diabetikum dengan melakukan perawatan luka menggunakan madu.

4.2.3 Mahasiswa dan Peneliti Selanjutnya

Diharapkan bagi mahasiswa khususnya peneliti selanjutnya agar

dapat mmengaplikasikan tindakan perawatan luka menggunakan madu ini

pada pasien ulkus diabetikum agar dapat mempercepat proses

penyembuhanluka.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA), (2017). Diakses tgl 5 April 2023


Diabetes bacic. Http://www.diabetes.org/ diabetes-bacics

Anshori, N.H.A.,Widayati, Nur .,Anisah, Ardiana (2014). Pengaruh Perawatan


Luka Menggunakan Madu terhadap Kolonisasi Bakteri Staphylococcus
Aureus pada Luka Diabetik Pasien Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja
Puskesmas Rambipuji Kabupaten Jember. e-Jurnal Pustaka Kesehatan,
vol. 2 (no. 3)
Azrimaidaliza & Purnakarya Idral. (2018). Analisis Pemilihan Makanan pada
Remaja di Kota Padang, Sumatera Barat. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional. Vol. 6 No. 1.
http://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/view/114
Dinkes Garut. (2017). Prevalensi Kejadian Penyakit Tidak Menular : Ulkus
Diabetikum Pada Tahun 2017.
Dougherty, L & Lister,S (2015). Manual of clinical nursing procedure (9th ed).
UK : The marsden NHS Foundation Trust
Ekaputra, E. (2017). Evolusi Manajemen Luka. Jakarta: Trans Info Media.
Febrinasari, R.P., dkk. 2020. Buku Saku Diabetes Melitus Untuk Awam. Ed. ke-
1. Surakarta: Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press).
Fundamentals of nursing (3rd ed) .Philadelphia : F.A. Davis Company
Imran, D., Hussain, B & Pratiwi, R. D. (2016). A Randomized, Controlled
Clinical Trial of Honey-Impregnated Dressing for Treating Diabetic Foot
Ulcer. A Randomized, Controlled Clinical Trial of Honey-Impregnated
Dressing for Treating Diabetic Foot Ulcer
Kemenkes RI. (2018). Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan Ri.
Ulkus Diabetikum, 1(6), 2018. Www.Kemenkes.Go.Id
Lynn, P.& LeBon, M. (2011). Skill Checklist For Taylor’s Clinical Nursing
Skills,A Nursing Process Approach (3rd ed). USA Lippincott Williams &
Wilkins
Maryunani, Anik. (2016). Perawatan Luka (Modern Woundcare) Terlengkap
dan Terkini. Jakarta : In Media
Melizza, N. (2018). Pengaruh Intervensi Perawatan Luka Memberikan Madu
Terhadap Proses Penyembuhan Luka Pada Penderita Ulkus Diabetikum
[Universitas Airlangga].In

104
105

Nuraisyah, F., Kusnanto, H., & Rahayujati, T. B. (2017). Dukungan keluarga


dan kualitas hidup pasien diabetes mellitus. Journal of Community
Medicine and Public Health, 33(1), 25.
https://doi.org/10.22146/bkm.7886
Noori S, Al-Waili, Khelod Salom,Ahmad A,A.G. (2015). Honey for wound
healing, ulcer, and burns, data supporting its use in Clinical Practice
PERKERNI.(2015).Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia. Jakarta :PERKERNI
Perry, A.G.&Potter,P.A.(2015). Nursing Skills & Procedure (8th ed). St. Louis :
Mosby Elsevier PPNI DPP SDKI Pokja Tim, 2018. Standar Diagnosia
Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta DPP PPNI
PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) (1 Ed., Vol. 1).
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) (1 Ed., Vol. 1).
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) (2 Ed., Vol. 1).
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI DPP SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI
PPNI DPP SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi
1 : Jakarta: DPP PPNI
Primadani, A. F., & Safitri, D. N. P. (2021). Proses Penyembuhan Luka Kaki
Diabetik Dengan Perawatan Luka Metode Moist Wound Healing. Ners
Muda, 2(1), 9. https://doi.org/10.26714/nm.v2i1.6255
Rachmawati, A.S (2022). Pengaruh Terapi Madu Terhadap Penyembuhan Luka
Kaki Diabetik. Healthcare Nursing Journal - vol. 4 no. 1 (2022) Hal
236-242
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas ).2017. Badan penelitian dan pengembangan
Kesehatan
Rusminah, E & Andriani (2023). Pemberian madu nusantara pada luka diabetes
mellitus. Desain penelitian pupose sampling. In Media
Sari, N P., & Maritta Sari (2020). Pengaruh Pemberian Topikal Madu Kaliandra
Terhadap Pengurangan Jaringan Nekrotik pada Luka Diabetes Melitus.
Journal of Health Studies. Vol 4, No. 2, September 2020, pp. 33-37
Shadine, M. 2017. Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke & Serangan
Jantung. Cetakan I.Jakarta: KEENBOOKS Sundari, F., & Djoko, H.
106

(2021). Pengaruh pemberian terapi madu terhadap luka diabetik. Metode:


Desain penelitian menggunakan pra eksperimental dengan pendekatan.
Pengaruh Terapi Madu Terhadap Luka Diabetik Pada Pasien Diabetes
Mellitus, 023, 1–8.

(IDF). (2015) . Idf diabetes altas sixth edition. Diakses pada tanggal 5
April 2023 dari http://www.idf.org/sites/default/files/Atlas-poster-
2015_EN.pdf
Smeltzer & Bare. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan.
Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC.
Sundari, F., & Djoko, H. (2021). Pengaruh pemberian terapi madu terhadap luka
diabetik. Metode: Desain penelitian menggunakan pra eksperimental
dengan pendekatan. Pengaruh Terapi Madu Terhadap Luka Diabetik
Pada Pasien Diabetes Mellitus, 023, 1–8.
Thesis. Http://Repository.Unair.Ac.Id/77030/2/Tkp 27_18 Mel P.Pdf
Vally, M & Irhuma, MOE. (2016). Management of Ulkus Diabetikum: a
practical approach (58(4):35-39). South African Family Practice
Wilkinson, J. M., Treas. L. S., Barnett, K.& Smith, M. H (2016).
107
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
(SOP)
108
PERAWATAN LUKA MENGGUNAKAN MADU
Tanggal dibuat : 15 Juli 2023
Halaman : 1/3
STIKes Karsa
Husada Garut
Revisi :-

Definisi Suatu penanganan luka diabetik menggunakan madu yang


terdiri atas debridemen luka, membersihkan luka,
mengoleskan madu, menutup dan membalut luka sehingga
dapat membantu proses penyembuhan luka
Diagnosa 1. Perfusi perifer tidak efektif
Keperawatan 2. Nyeri Akut
Terkait 3. Kerusakan Integritas kulit
Tujuan 1. Mencegah kontaminasi oleh kuman
2. Meningkatkan proses penyembuhan luk
3. Mengurangi inflamasi
4. Mempertahankan kelembaban
5. Memberikan rasa nyaman
6. Mempertahankan integritas kulit
Luaran 1. Perfusi perifer meningkat
Keperawatan 2. Nyeri berkurang
3. Integritas kulit membaik
Prosedur A. Tahap Persiapan
Pelaksanaan Persiapan Alat
Set steril :
• Bak instrumen
• Pinset anatomis
• Pinset cirurgis
• Kasa steril
• Kom steril
• Gunting jaringan
• Sarung tangan bersih
• Masker
• Normal Salin/NaCl 0,9 %
• Madu
• Spuit
• Korentang
• Kasa gulung
• Gunting Verban
• Bengkok
• Alkohol
• Klorin
• Pengalas plastik/perlak
• Kantong sampah
Persiapan Pasien
a. Pastikan identitas klien;
b. Jelakan prosedur yang akan dilakukan
c. Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab pertanyaan
klien
d. Pastikan pasien pada posisi yang aman dan nyaman;
e. Kaji kondisi luka yang akan dilakukan perawatan dengan
madu;
f. Lakukan uji alergi dengan mengoleskan madu pada kulit
klien;
g. Jaga privasi klien.
B. Tahap Kerja
109
110

Anda mungkin juga menyukai