Anda di halaman 1dari 129

HUBUNGAN PERAWATAN KAKI DENGAN RESIKO

DIABETIC FOOT ULCER PADA PASIEN DIABETES


MELITUS TIPE 2
(Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya)

SKRIPSI

Oleh
LUKLUIL MAQNUN
NIM. 18142010109

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKes NGUDIA HUSADA MADURA
2022
HUBUNGAN PERAWATAN KAKI DENGAN RESIKO
DIABETIC FOOT ULCER PADA PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2
(Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya)

HALAMAN SAMPUL DALAM

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Menjadi Sarjana


Keperawatan

Oleh:
LUKLUIL MAQNUN
NIM. 18142010109

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKes NGUDIA HUSADA MADURA
2022

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul:

HUBUNGAN PERAWATAN KAKI DENGAN RESIKO


DIABETIC FOOT ULCER PADA PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2
(Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya)
Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Keperawatan pada
Program Studi Keperawatan STIKes Ngudia Husada Madura. Skripsi ini telah
diperiksa, dikonsulkan dan siap untuk diujikan pada sidang ujian skripsi pada
tanggal 19 Agustus 2022 dan dinyatakan memenuhi syarat sah sebagai skripsi pada
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Ngudia Husada Madura.

Bangkalan, 11 Agustus 2022


Pembimbing

Rahmad Wahyudi, S. Kep., Ns., M. AP., M. Kep


NIDN. 0705079003

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul :

HUBUNGAN PERAWATAN KAKI DENGAN RESIKO


DIABETIC FOOT ULCER PADA PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2
(Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Bangkalan)

Di buat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Keperawatan pada


Program Studi Keperawatan STIKes Ngudia Husada Madura. Skripsi ini telah
diseminarkan pada tanggal 19 Agustus 2022 Di hadapan tim penguji Skripsi
Program Studi S1 Keperawatan STIKes Ngudia Husada Madura, dan telah di
perbaiki sesuai dengan saran dan masukan yang di berikan selama seminar.
Bangkalan, 25 April 2022
Tim Penguji

Ketua : Ulva Noviana, S.Kep., Ns, M.Kep (…………..............)

Anggota : Nisfil Mufidah, S.Kep., Ns, M.Kep (…………….…….)

Anggota : Rahmad Wahyudi, S.Kep., Ns, M.AP., M.Kep (……………..........)

Mengetahui,
Ketua Program Studi Keperawatan
STIKES Ngudia Husada Madura

Merlyna Suryaningsih, S.Kep., Ns., M.Kep


NIDN. 0731018304

iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

HUBUNGAN PERAWATAN KAKI DENGAN RESIKO


DIABETIC FOOT ULCER PADA PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2
(Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya)

Yang dibuat untuk melengkapi sebagian persayaratan menjadi sarjana keperawatan


pada program studi ilmu keperawatan STIKes Ngudia Husada Madura, sejauh yang
saya ketahui bukanlah merupakan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang sudah di
publikasikan dan atau pernah di pakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di
lingkungan STIKes Ngudia Husada Madura maupun di perguruan tinggi atau
instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya di cantumkan sebagai
mestinya.

Pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab dan saya bersedia menerima
konsekuensi apapun sesuai aturan yang berlaku apabila dikemudian hari di ketahui
bahwa pernyataan ini tidak benar.

Bangkalan, 11 Agustus 2022

Lukluil Maqnun
18142010109

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan rasa syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala
rahmat, karunia, magfirah dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini dengan judul “Hubungan Perawatan Kaki Dengan Resiko Diabetic
Foot Ulcer Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2” ini sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu
Keperawatan STIKes Ngudia Husada Madura.

Dengan selesainya penulisan ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan
berbagai pihak, maka melalui kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan
ucapan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada yang terhormat :

1. Dr. Mustofa Haris, S.Kp.,M.Kes Selaku Ketua Yayasan Ngudia Husada Madura
yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan
menyelesaikan Pendidikan di Program Studi Ilmu Keperawatan.
2. Dr. Fitriah, S.Kep.,Ns.,M.Pd.,M.Kep Selaku Pembina Yayasan Ngudia Husada
Madura yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan
menyelesaikan Pendidikan di Program Studi Ilmu Keperawatan.
3. Dr. M. Hasinuddin, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku ketua STIKes Ngudia Husada
Madura yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan di STIKes Ngudia Husada Madura.
4. Merlyna Suryaningsih, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku ketua Program Studi S1
Keperawatan STIKes Ngudia Husada Madura.
5. Rahmad Wahyudi.,S.Kep.,Ns.,M.AP.,M.Kep Selaku Pembimbing yang telah
memberikan kontribusi dalam penyusunan Skripsi ini.
6. Ahmad Masfi., S.Kep.,Ns.,M.Kep Selaku wali kelas yang telah memberikan
arahan, kritik serta semangat dalam proses penyelesaian Skripsi dan bimbingan
selama perkuliahan.
7. Semua dosen pengajar dan staff STIKes Ngudia Husada Madura yang telah
memberikan kesempatan dan fasilitas untuk menyelesaikan Pendidikan.
8. Untuk kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan dan
bantuan dari segi materi dan spiritual.
9. Teman-teman satu pembimbing yang banyak membantu dan memberikan
semangat dan motivasi agar skripsi ini dapat terselesaikan.

v
10. Teman-teman kelas 8C Keperawatan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Penulis berusaha dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan sebaik-baiknya.


Namun penulis menyadari bahwa didunia ini tidak yang sempurna sebab
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, sehingga penulis menyadari bahwa
Skripsi ini masih banyak kekurangan.

Bangkalan, 1 April 2022


Penulis

LUKLUIL MAQNUN
NIM 18142010109

vi
CURRICULUM VITAE

BIODATA
Nama : Lukluil Maqnun
Tempat, Tanggal Lahir : Bangkalan, 12 Mei 1999
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Madura/Indonesia
Alamat : Kmp. Leban Kel. Bancaran Kab. Bangkalan
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SDN 1 Bancaran : Lulus Tahun 2011
2. SMP Ar-Raudhah Sebaneh : Lulus Tahun 2014
3. SMA Ar-Raudhah Sebaneh : Lulus Tahun 2017

vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan SKRIPSI ini kepada:

1. Allah S.W.T atas segala rahmat, maghfiroh, karunia, inayah serta hidayah-
Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu.
2. Kedua orang tua dan keluarga yang tiada henti mendoakan saya,
memberikan motivasi, semangat, nasehat, Mensupport tanpa pamrih
memberikanku kesempatan meraih cita-cita saya dengan gelar S. Kep.
3. Kampus Ngudia Husada Madura yang telah memberikan segala bentuk
fasilitas dan pendidikan yang tak akan pernah saya lupakan sepanjang hidup
saya.
4. Pembimbing saya Rahmad Wahyudi, S.Kep., Ns., M. A. P., M.Kep yang
selalu membimbing dengan penuh kesabaran dan ketelitian serta selalu
memberikan motivasi dalam menyelasaikan SKRIPSI ini. Juga untuk Bapak
dan ibu dosen, karyawan dan semua saudara-saudara STIKes yang
memberikan motivasi untukku dalam keadaan suka maupun duka.

viii
Lukluil Maqnun Dosen Pembimbing
NIM. 18142010109 Rahmad Wahyudi, S. Kep.,Ns.,M.Kep
Program Studi Keperawatan NIDN. 0705079003
HUBUNGAN PERAWATAN KAKI DENGAN RESIKO
DIABETIC FOOT ULCER PADA PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2
(Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya)
ABSTRAK

Perawatan kaki merupakan salah satu bagian dari praktik dalam perawatan
diri diabetes. Perilaku perawatan kaki perlu dilakukan secara teratur untuk
mencegah dan menunda potensi komplikasi luka ulkus karena tingginya resiko
diabetic foot ulcer pada pasien diabetes melitus. Tujuan dari penelitian ini untuk
menganalisis hubungan perawatan kaki dengan resiko diabetic foot ulcer di
wilayah kerja puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya.
Penelitian ini menggunakan desain analitik korelasi dengan pendekatan
Cross Sectinal. Variabel independen perawatan kaki dan variabel dependen
resiko diabetic foot ulcer. Penelitian dilakukan di wilayah kerja puskesmas
arosbaya Kecamatan Arosbaya, populasi penelitian adalah pasien diabetes
melitus yang beresiko luka, dengan responden sebanyak 37 pasien menggunakan
purposive sampling. Penelitian ini menggunakan kuesioner Nottingham
Assesment Of Fungtional Foot Care (NAFF) dan kuesioner Inlow’s 60-Second
Diabetic Foot Screen Screening Tool (DFST) dan uji statistik menggunakan
Spearman Rank.
Hasil analisis menunjukkan hasil p Value = 0.001 berarti nilai p Value < α
(0.05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan perawatan kaki dengan
resiko diabetic foot ulcer dengan nilai korelasi sebesar 0.535 dengan kekuatan
sedang.di wilayah kerja puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya. Perilaku
kepatuhan pasien dalam merawat kaki berpengaruh terhadap kejadian ulkus kaki
diabetes dan apabila aktivitas perawatan kaki yang dilakukan masih belum
maksimal dapat menimbulkan faktor resiko terjadinya ulkus kaki diabetik.
Berdasarkan hasil diatas disarankan untuk melakukan tindakan perawatan
kaki yang sangat baik pada pasien diabetes melitus. Perawatan kaki merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh penderita diabetes melitus yang terdiri dari
memeriksa keadaan kaki setiap hari, memotong kuku dengan benar, menjaga
kaki agar tetap bersih, memilih alas kaki yang tepat, pencegahan trauma pada
kaki, dan penanganan awal trauma pada kaki.
Kata Kunci: Diabetes Melitus, Perawatan Kaki, Resiko Diabetic Foot Ulcer

HALAMAN ABSTRAK

ix
Lukluil Maqnun Advisor
NIM. 18142010109 Rahmad Wahyudi, S. Kep.,Ns.,M.Kep
S1 Nursing Study Program NIDN. 0705079003
THE RELATIONSHIP OF FOOT CARE WITH DIABETIC FOOT ULCER
RISK IN TYPE 2 DIABETES MELLITUS PATIENTS
(Study in the Work Area of Arosbaya Health Center, Kecamatan Arosbaya)
ABSTRACT

Foot care is one part of the practice in diabetes self-care. Foot care
behavior needs to be done regularly to prevent and delay potential wound
complications due to the risk of diabetic foot ulcers in patients with diabetes
mellitus. The purpose of this study is to analyze the relationship between foot
care and the risk of diabetic foot ulcers in the working area of Arosbaya Health
Center, Kecamatan Arosbaya.
This study used a correlation analytic design with a Cross Sectinal
approach. The independent variable was foot care and the dependent variable
was the risk of diabetic foot ulcers. The research was conducted in the working
area of Arosbaya Health Center, Kecamatan Arosbaya, the research population
was diabetes mellitus patients who were at risk of injury, with 37 patients as
respondents using purposive sampling. This study used the Nottingham
Assessment Of Functional Foot Care (NAFF) questionnaire and the Inlow's 60-
Second Diabetic Foot Screen Screening Tool (DFST) questionnaire.
The results of the analysis showed that the p Value = 0.001 means the p
Value α < (0.05). So it can be concluded that there was a relationship between
foot care and the risk of diabetic foot ulcers with a correlation value of 0.535
with moderate strength. In the working area of Arosbaya Health Center,
Kecamatan Arosbaya. Patient obedience behavior in caring for the feet had an
effect on the incidence of diabetic foot ulcers and if the foot care activities carried
out were still not optimal, it can cause risk factors for diabetic foot ulcers.
Based on the results above, it is recommended to perform excellent foot care
measures in patients with diabetes mellitus. Foot care is an activity carried out
by people with diabetes mellitus which consists of checking the condition of the
feet every day, trimming the nails properly, keeping the feet clean, choosing the
right footwear, preventing trauma to the feet, and early treatment of trauma to
the feet.
Keywords: Foot Care, Risk of Diabetic Foot ulcer, Diabetes Mellitus

x
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ........................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ....................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
CURRICULUM VITAE ....................................................................................... vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..................................................................... viii
HALAMAN ABSTRAK ...................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR TABEL............................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN, ISTILAH, DAN ARTI LAMBANG .................... xviii
BAB 1...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ...................................................................................... 4
1.3 Batasan masalah ............................................................................................ 5
1.4 Rumusan masalah .......................................................................................... 6
1.5 Tujuan penelitian ........................................................................................... 6
1.5.1 Tujuan Umum ...................................................................................... 6
1.5.2 Tujuan Khusus...................................................................................... 6
1.5 Manfaat penelitian ......................................................................................... 7
1.6.1 Manfaat Teoritis ................................................................................... 7
1.6.2 Manfaat Praktis .................................................................................... 7
1.6 Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 8
BAB 2.................................................................................................................... 10
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 10

xi
2.1 Konsep Dasar Diabetes Melitus................................................................... 10
2.1.1 Definisi Diabetes Melitus ................................................................... 10
2.1.2 Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Melitus .......................................... 10
2.1.3 Patofisiologi ....................................................................................... 13
2.1.4 Kriteria Diagnosis .............................................................................. 15
2.1.5 Faktor Resiko Diabetes Melitus ......................................................... 16
2.1.6 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus .................................................. 19
2.1.7 Pilar Penatalaksanaan Diabetes Melitus ............................................. 25
2.2 Konsep Dasar Perawatan Kaki .................................................................... 28
2.2.1 Definisi Perawatan Kaki..................................................................... 28
2.2.2 Masalah Umum Pada Kaki Diabetes .................................................. 29
2.2.3 Cara Perawatan Kaki Penderita Diabetes ........................................... 29
2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perawatan Kaki : ..................... 32
2.2.5 Indikator Perawatan kaki .................................................................... 32
2.3 Konsep Dasar Diabetic Foot Ulcer ............................................................. 34
2.3.1 Definisi Diabetic Foot Ulcer.............................................................. 34
2.3.2 Luka Gangren ..................................................................................... 34
2.3.3 Patofisiologi Gangren Kaki Diabetik................................................. 35
2.3.4 Klasifikasi Diabetic Foot Ulcer ......................................................... 39
2.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Diabetic Foot Ulcer .................. 39
2.3.6 Pemeriksaan ....................................................................................... 41
2.3.7 Pencegahan ......................................................................................... 42
2.3.8 Indikator Inlow’s 60 Second Diabetic foot Screen Screening Tool ... 43
2.4 Hubungan Perawatan Kaki dengan Resiko Diabetic Foot Ulcer ................ 45
2.5 Kerangka Konsep ........................................................................................ 47
2.6 Hipotesis ...................................................................................................... 48
BAB 3.................................................................................................................... 49
METODE PENELITIAN ................................................................................... 49
3.1 Metode Penelitian ........................................................................................ 49
3.2 Identifikasi Variabel .................................................................................... 49
3.2.1 Variabel Independent (Bebas) ............................................................ 49
3.2.2 Variabel Dependen (Terikat) .............................................................. 50

xii
3.3 Definisi Operasional .................................................................................... 50
3.4.1 Desain Sampling .......................................................................................... 52
3.4.1 Populasi .............................................................................................. 52
3.4.2 Sampel ................................................................................................ 52
3.4.3 Besar Sampel ...................................................................................... 53
3.4.4 Teknik Sampling ................................................................................ 53
3.4.2 Tempat Dan Waktu Penelitian ..................................................................... 54
3.4.3 Tempat Penelitian............................................................................... 54
3.4.4 Waktu Penelitian ................................................................................ 54
3.4.5 Alat Pengumpulan Data ............................................................................... 54
3.4.6 Validitas Dan Reabilitas .............................................................................. 55
3.4.7 Uji Validitas ....................................................................................... 55
3.4.8 Uji Reabilitas ...................................................................................... 55
3.4.9 Etika Penelitian ............................................................................................ 55
3.4.10 Nilai Sosial ......................................................................................... 55
3.4.11 Nilai Ilmiah ........................................................................................ 56
3.4.12 Pemerataan Beban Dan Manfaat ........................................................ 56
3.4.13 Potensi Manfaat Dan Resiko .............................................................. 57
3.4.14 Bujukan / Ekspolitasi (Undak) ........................................................... 57
3.4.15 Rahasia / Privasi ................................................................................. 57
3.4.16 Informed Consent ............................................................................... 58
3.9.1 Cara Pengumpulan Data .............................................................................. 58
3.10 Pengelolaan Data ......................................................................................... 59
3.10.1 Pemeriksaan Data (Editing) ............................................................... 59
3.10.2 Pemberian Skor (Scoring) .................................................................. 60
3.10.3 Pemberian Code (Coding) .................................................................. 60
3.10.4 Tabulasi (Tabulating) ......................................................................... 61
3.11 Analisa Data ................................................................................................ 61
3.12 Kerangka Kerja ............................................................................................ 62
BAB 4.................................................................................................................... 64
HASIL PENELITIAN ........................................................................................ 64
4.1 Data Umum.................................................................................................. 64

xiii
4.1.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia ............................... 64
4.1.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin ................ 65
4.1.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan.................... 65
4.2 Data Khusus ................................................................................................. 65
4.2.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan perawatan kaki....................... 65
4.2.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan resiko diabetic foot ulcer ....... 66
4.3 Tabulasi Silang Hubungan Perawatan Kaki Dengan Resiko Diabetic Foot
Ulcer ............................................................................................................ 66
BAB 5.................................................................................................................... 70
PEMBAHASAN .................................................................................................. 70
5.1 Perawatan Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja
Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya ................................................ 70
5.2 Resiko Diabetic Foot Ulcer Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah
Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya ...................................... 72
5.3 Hubungan Perawatan Kaki Dengan Resiko Diabetic Foot Ulcer Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan
Arosbaya ...................................................................................................... 74
BAB 6.................................................................................................................... 76
KESIMPULAN .................................................................................................... 76
6.1 Kesimpulan .................................................................................................. 76
6.2 Saran ............................................................................................................ 76
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 78

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Identifikasi Penyebab Masalah ......................................................... 4


Gambar 2.1 Langkah-langkah Diagnostik Diabetes Melitus.................................16
Gambar 2. 3 Kerangka Konsep............................................................................ 47
Gambar 3. 1 Kerangka Kerja................................................................................63

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Penelitian Terdahulu.............................................................................. 8


Tabel 2. 1 Perbedaan DM Tipe 1 dan DM Tipe 2..................................................13
Tabel 3. 1 Definisi Operasional Hubungan Perawatan Kaki dengan Resiko Diabetic
Foot Ulcer pada Pasien Diabetes Melitus...............................................................51
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Wilayah
Kerjapuskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya Di Bulan Juni
2022........................................................................................................................64
Tabel 4. 2 Distribusi responden berdaarkan jenis kelamin di Wilayah Kerja
Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya di bulan Juni 2022 ........................... 65
Tabel 4.3 Distribusi responden berdasarkan jenis pendidikan di Wilayah Kerja
Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya di bulan Juni 2022 ........................... 65
Tabel 4. 5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan perawatan kaki di Wilayah
Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya di bulan Juni 2022 ................. 65
Tabel 4. 6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan resiko diabetic foot ulcer di
Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya di bulan Juni 2022 .. 66
Tabel 4.7 Tabulasi silang hubungan perawatan kaki dengan resiko diabetic foot
ulcer di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya di bulan Juni
2022 ....................................................................................................................... 66

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Uji Kelaikan Etik ............................................................................... 81


Lampiran 2 Surat Ijin Pendahuluan....................................................................... 82
Lampiran 3 Surat Balasan Studi Pendahuluan ...................................................... 83
lampiran 4 Surat Rekomendasi Penelitian ............................................................ 84
Lampiran 5 Surat Balasan Studi Penelitian ........................................................... 85
Lampiran 6 Lembar Persetujuan Menjadi Responden .......................................... 86
Lampiran 7 Kuesioner .......................................................................................... 88
Lampiran 8 Analisa Data .................................................................................... 101
Lampiran 9 Lembar Konsul ................................................................................ 109

xvii
DAFTAR SINGKATAN, ISTILAH, DAN ARTI LAMBANG

Daftar Singkatan

WHO : Word Health Organization


IDF : International Diabetes Federation
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
CRH : Corticotropin-releasing hormone
ACTH : Adrenocorticotropic hormone
HDL : High-density lipoprotein
LDL : Low Density Lipoprotein
UKD : Ulkus Kaki Diabetik
Daftar Istilah
Cognitive Behavior Therapy : Terapi Perilaku Kognitif
Regimen : Aturan hidup
A1C atau HbA1c : Hemoglobin terglikasi
Outcome : Hasil
Buffer : Penyangga
Evidence : Bukti
Length Of Stay (LOS) : Lama hari rawat
Daftar Simbol
≥ : Lebih besar dari atau sama dengan
≤ : Lebih kecil dari atau sama dengan
> : Lebih Besar
< : Lebih kecil
. : Titik
, :Koma

xviii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

gangguan kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai

komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Oktavianti,

Dewi siti, 2021). Peningkatan kadar gula darah yang tidak terkontrol dalam

jangka waktu yang lama dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi

antara lain penyakit jantung dan pembuluh darah yang akan menyebabkan

serangan jantung, stroke, gagal jantung, peripheral arteri disease (insufisiensi

aliran darah arteri), kerusakan saraf mata (retinopati), penyakit ginjal

(nefropati), dan kerusakan saraf (neuropathy) yang akan mengakibatkan

infeksi dan luka kaki diabetes, ganggguan kaki diabetes, hingga amputasi

mayor. Luka kaki diabetes merupakan komplikasi kronik diabetes berupa

luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian

jaringan setempat (Amelia, 2018).

Data WHO tahun (2021) 537 juta hidup dengan diabetes. Dan

diprediksi akan terus meningkat di tahun 2030 sebanyak 643 juta dan di tahun

2045 sebanyak 783 juta. Angka itu meningkat 81,8% dibandingkan 2019.

Data terbaru International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2021 di

Indonesia terjadi sebanyak 19,46 juta penderita Diabetes Melitus. Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan peningkatan angka kejadian

diabetes yang cukup

1
2

signifikan, yaitu dari 6,9% di tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018.

(Riskesdas Jatim, 2018).

Prevalensi pasien pengidap Ulkus Diabetes di Indonesia mencapai

32.5%. Ulkus Diabetik akan menjadi lebih kronik dan menyebabkan infeksi

jika tidak dilakukan dengan tindakan yang tepat. Perawatan modern dengan

tercapainya penyembuhan luka yang baik adalah salah satu tujuan utama

pelaksanaan perawatan luka ulkus diabetik (Nisak, 2021). Berdasarkan hasil

studi pendahuluan penderita diabetes melitus pada bulan November hingga

bulan Desember 2021, jumlah pasien diabetes melitus di Wilayah Kerja

Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya sebanyak 54 pasien didapatkan 1

dari 10 pasien mengalami resiko kaki diabetik sangat rendah, 3 pasien rendah,

1 pasien sedang, 1 pasien tinggi, dan 4 pasien sangat tinggi, dan ditemukan 4

dari 10 pasien perawatan kaki baik, 3 pasien perawatan kaki cukup dan 3 pasien

perawatan kaki rendah.

Seorang penderita diabetes melitus yang sekali terkena ulkus

diabetikum, mereka akan semakin beresiko mengalami komplikasi lanjutan,

seperti infeksi dan amputasi, hingga harus dilakukan rawat inap (Tjomiadi,

2020). Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko diabetic

foot ulcer pada pasien diabetes melitus, diantaranya umur, jenis kelamin, lama

menderita diabetes melitus, obesitas, perawatan kaki, dan riwayat ulkus

sebelumnya (Hardiaanti et al., 2018).

Salah satu komplikasi kronik yang dapat terjadi pada diabetes melitus

tipe 2 yaitu neuropati. Neuropati adalah gangguan pada sistem saraf pada kaki

dan alirah darah perifer. Gangguan ini yang merupakan pintu awal terjadinya
3

kaki diabetik (Oktavianti, Dewi siti, 2021). Untuk proses ulkus diabetik pada

kaki di mulai dengan cedera di jaringan lunak kaki. Pembentukan fisura

antara jari-jari kaki atau didaerah kulit yg kering atau pembentukan sebuah

kalus (Ose et al., 2018). Tingginya kadar gula darah dan pada pasien diabetes

melitus, menyebabkan luka berkembang menjadi ulkus dan apabila

terkontaminasi oleh kuman bakteri bakteri, tidak segera dilakukan tindakan

perawatan dan pengobatan akan menyebabkan terjadinya infeksi, peningkatan

keparahan dan perluasan luka hingga tindakan amputasi (Nisak, 2021). Kondisi

ulkus diabetikum akan memperburuk keadaan pasien diabetes melitus dari

berbagai aspek yaitu fisik, emosional, sosial ekonomi, dan spiritual. Hal ini

disebabkan karena proses penyembuhan luka yang berlangsung lama, bisa

beberapa minggu hingga berbulan-bulan (Tjomiadi, 2020). Posisi luka ulkus

yang berada di daerah bawah pergelangan kaki dapat mengakibatkan

peningkatan mortalitas, morbilitas, dan mengurangi kualitas hidup (Chrisanto

& Agustama, 2020).

Salah satu upaya pencegahan terjadinya luka kaki diabetik diperlukan

tindakan perawatan kaki yang sangat baik pada pasien diabetes melitus

(Anggeria & Siregar, 2019). Perawatan kaki merupakan kegiatan yang

dilakukan oleh penderita diabetes melitus yang terdiri dari memeriksa keadaan

kaki setiap hari, memotong kuku dengan benar, menjaga kaki agar tetap bersih,

memilih alas kaki yang tepat, pencegahan trauma pada kaki, dan penanganan

awal trauma pada kaki. Perawatan kaki yang dilakukan dengan baik bisa

mencegah dan mengurangi komplikasi kaki diabetes hingga 50% (Susanti et

al., 2020).
4

1.2 Identifikasi Masalah

Sesuai yang tercantum pada latar belakang, banyak faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku perawatan kaki diabetik pada pasien diabetes tipe 2.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu antara lain:

Faktor-faktor yang mempengaruhi


resiko diabetic foot ulcer:
Tingginya pasien resiko
1. Umur diabetic foot ulcer pada
2. Jenis Kelamin pasien diabetes melitus di
3. Lama Menderita Diabetes wilayah kerja puskesmas
Melitus Arosbaya
4. Obesitas
5. Perawatan Kaki
6. Riwayat Ulkus
Sebelumnya

Gambar 1. 1 Identifikasi Penyebab Masalah


(Hardiaanti et al., 2018)

a. Usia

Kemampuan pembuluh darah dalam berkrontraksi saat

berkontraksi dan relaksasi semakin menurun seiring bertambahnya usia

sehingga semakin besar resiko terjadinya ulkus diabetikum (Nisak,

2021).

b. Jenis kelamin

Laki-laki diketahui memiliki derajat luka ulkus lebih tinggi

daripada perempuan. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan perawatan

diri yang dimiliki perempuan. Perempuan lebih teliti dan telaten dalam

melakukan perawatan kaki, seperti mengeringkan kaki dan memakaikan

kaki pelembab (Hardiaanti et al., 2018).


5

c. Lama Menderita Diabetes

Semakin lama seseorang menderita diabetes melitus, maka

semakin tinggi terjadinya komplikasi, salah satunya adalad neuropati

yang menjadi faktor utama terjadinya ulkus diabetikum (Suryati et al.,

2019).

d. Obesitas

Orang dengan berat badan berlebih akan lebih mudah

mengalami resistensi insulin sehingga mengakibatkan hiperinsulinemia

yang menyebabkan ateroklerosis dan gangguan sirkulasi darah dapa

tungkai dan terjadi ulkus diabetik (Hardiaanti et al., 2018).

e. Perawatan kaki

Perawatan kaki yang dilakukan dengan baik bisa mencegah dan

mengurangi komplikasi kaki diabetes hingga 50% (Susanti et al., 2020).

f. Riwayat ulkus sebelumnya

Penderita diabetes melitus dengan riwayat ulkus sebelumnya

berisiko 3,25 kali mengalami komplikasi kronik ulkus diabetik. Hal ini

dikarenakan banyaknya penderita diabetes melitus yang tidak paham

melakukan pencegahan terjadinya ulkus berulang sehingga

memperburuk kondisi Kesehatan (Hardiaanti et al., 2018).

1.3 Batasan masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah hubungan Perawatan

Kaki Dengan Resiko Diabetic Foot Ulcer Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe

2.
6

1.4 Rumusan masalah

Berdasarkan batasan masalah yang diambil peneliti dapat

merumuskan Masalah sebagai :

a. Bagaimana kemampuan Perawatan Kaki pada penderita Diabetes Melitus

tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya?

b. Bagaimana Resiko Diabetic Foot Ulcer pada penderita Diabetes Melitus

tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya?

c. Bagaiman hubungan Perawatan Kaki dengan Resiko Diabetic Foot Ulcer

pada pasien Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya

Kecamatan Arosbaya?

1.5 Tujuan penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Hubungan Perawatan

Kaki dengan Resiko Diabetic Foot Ulcer pada pasien Diabetes Melitus Tipe

2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya.

1.5.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kemampuan perawatan kaki pada pasien diabetik Di

Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya

b. Mengidentifikasi Resiko Diabetic Foot Ulcer pada pasien yang sudah

terkena diabetik ulkus Di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan

Arosbaya

c. Menganalisis hubungan antara perawatan kaki dengan Resiko Diabetic

Foot Ulcer pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 Di Wilayah Kerja

Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya


7

1.5 Manfaat penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini sebagai informasi ilmiah untuk penelitian selanjutnya

dengan variabel penelitian yang relevan.

1.6.2 Manfaat Praktis

a. Bagi tenaga perawat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah teori bagi perawat dalam

mengetahui klasifikasi ulkus pada pasien diabetes melitus.

b. Bagi peneleti

Memberikan pengalaman secara langsung dan mengaplikasikan ilmu

yang di peroleh selama menempuh pendidikan.

c. Bagi pendidikan

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan informasi

tambahan yang berguna untuk meningkatkan kualitas proses

pembelajaran, dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya

mengenai Hubungan Perawatan Kaki dengan Resiko Diabetic Foot

Ulcer pada pasien diabetes melitus tipe 2.

d. Bagi peneliti selanjutnya

Dari penelitian ini diharapkan untuk bisa melanjutkan penelitian tentang

Hubungan Perawatan Kaki dengan Resiko Diabetic Foot Ulcer pada

pasien Diabetes Melitus tipe 2.


8

1.6 Penelitian Terdahulu

Tabel 1. 1 Penelitian Terdahulu


No Judul Penelitian Peneliti Variabel Desain Hasil
dan Tahun Penelitian Penelitian
Penelitian
1 Pengaruh Pendidikan Dewi Siti Pengaruh Quasy Hasil penelitian ini
Kesehatan Terhadap Oktaviani, Pendidikan Eksperimen didapatkan perbedaan
Pengetahuan Dan Sarah Nurul Kesehatan dan sebelum dan sesudah
Kepatuhan Merawat Putri, Pengetahuan diberikan intervensi
Kaki Pada Penderita Tahun dan Kepatuhan dengan nilai p value
Diabetes Melitus Tipe 2 2021 Merawat Kaki 0.0005, artinya ada
pengaruh Pendidikan
Kesehatan tentang
perawatan kaki
terhadap kepatuhan
merawat kaki pada
pasien diabetes
melitus tipe 2
2 Sefl Care Pada Pasien Sri Dewi Self Care dan Penelitian Sebagian besar
Diabetes Melitus Megayanti, Penyulit Ulkus Kuantitatif responden memiliki
Dengan Penyulit Ulkus Inge Ruth Kaki Diabetik Deskriptif diabetes sefl-care
Kaki Diabetik Suantika, yang tidak adekuat.
Tahun
2021
3 Analisis Pengaruh Siti Permata Perawatankaki, Observasi dan Hasil penelitian
Perawatan Kaki dan Sari Lubis, alas kaki, ulkus pendekatan menunjukkan
Penggunaan Alas Kaki Tahun 2019 kaki diabetik perawatan kaki secara
dengan Ulkus Kaki statistik (OR 12,799
Diabetik pada Penderita 95% CI 3,006 hingga
Dm 54,484), dan
penggunaan alas kaki
(OR 7,275 95% CI
1,766 hingga 29,965)
berpengaruh pada
kejadian kejadian
ulkus kaki).
Berdasarkan hasil
regresi logistik ganda
menunjukkan variabel
perawatan kaki
dominan dengan OR
1,799 (95% CI =
3,006 hingga 54,484)
4 Mengurangi Resiko Tini, Rizky Kaki Diabetik Pendekatan Terdapat hubungan
Kaki Diabetik pada Setiadi, Cross antara efikasi diri
Pasien Diabetes Nilam Sectional dengan perawatan
Melitus Tipe 2 Noorma, kaki pada pasien
Tahun diabetes melitus
2019
9

5 Foot self-care behavior Yunita Sari, Foot Self-Care Cross- Perilaku perawatan
and its predictors Arif Setyo Behavior Sectional kaki dan pengetahuan
in diabetic patients Upoyo, Predictors tentang perawatan
in Indonesia Atyanti kaki masih rendah.
Isworo, Prediktor perilaku
Agis perawatan diri kaki
Taufik, adalah usia, tingkat
Annas pendidikan, distres
Sumeru, diabetes, dukungan
Dian keluarga, dan
Anandari, pengetahuan. Perlu
and Eman adanya program untuk
Sutrisna, meningkatkan
Tahun 2020 pengetahuan
perawatan kaki
sendiri dan program
untuk menurunkan
distres diabetes pada
pasien diabetes di
Indonesia. Dalam
pelaksanaan program
tersebut, keluarga
harus dilibatkan untuk
meningkatkan
dukungan terhadap
perilaku perawatan
kaki pada pasien.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan karena

kekurangan produksi insulin atau oleh tidak efektifnya insulin yang

dihasilkan. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam

darah (hiperglikemia), kondisi yang akan merusak banyak sistem tubuh,

khususnya pembuluh darah dan saraf (Amelia, 2018).

Penyakit ini merupakan suatu keadaan yang memengaruhi

kemampuan endokrin pankreas untuk memproduksi atau menggunakan

hormon insulin. Insulin adalah hormon yang diproduksi di pankreas. Insulin

diperlukan untuk mengangkut glukosa dari aliran darah ke sel-sel tubuh di

mana ia digunakan sebagai energi. Kurangnya, atau ketidakefektifan, insulin

pada orang dengan diabetes berarti glukosa tetap beredar di dalam darah.

Diabetes Melitus merupakan penyakit tidak menular dengan gangguan

metabolisme tubuh dalam waktu lama yang ditandai dengan tingginya kadar

gula di dalam darah (Federation, 2021)

2.1.2 Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2020,

klasifikasi diabetes melitus yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus

tipe 2, diabetes melitus gestasional, dan diabetes melitus tipe lain. Namun

10
11

jenis diabetes melitus yang paling umum yaitu diabetes melitus tipe 1 dan

diabetes melitus tipe 2 (Tarigan, 2020).

1) Kelainan genetik

Dislipidemia ialah keadaan kadar lemak darah meningkat.

Dislipidemia sering menyertai diabetes melitus, baik dislipidemia

primer (akibat kelainan genetik) maupun dislipidemia sekunder (akibat

diabetes melitus, baik karena resistensi maupun defisiensi insulin).

Toksisitas lipid menyebabkan proses aterogenesis menjadi lebih

progresif. Lipoprotein akan mengalami perubahan akibat perubahan

metabolik pada diabetes melitus seperti proses glikasi serta oksidasi. Hal

ini merupakan salah satu penyebab penting meningkatnya risiko

resistensi insulin yang kemudian menjadi diabetes melitus tipe 2

(Nuraisyah, 2018).

2) Usia

Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara

dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan

ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk

memperoduksi insulin.

3) Gaya hidup dan stres

Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan

yang cepat saji kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini

berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan

meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan

sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban


12

yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada

penurunan insulin.

4) Pola makan yang salah

Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama

meningkatkan resiko terkena diabetes.

5) Obesitas (terutama pada abdomen)

Obesitas mengakibatkan sel-sel β pankreas mengalami hipertrofi

sehingga akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin.

Peningkatan berat badan 10 kg pada pria dan 8 kg pada wanita dari batas

normal IMT (indeks massa tubuh) akan meningkatkan resiko diabetes

melitus tipe 2.

Selain itu pada obesitas juga terjadi penurunan adiponektin.

Adiponektin adalah hormon yang dihasilkan adiposit, yang berfungsi

untuk memperbaiki sensitivitas insulin dengan cara menstimulasi

peningkatan penggunaan glukosa dan oksidasi asam lemak otot dan hati

sehingga kadar trigliserida turun. Penurunan adiponektin menyebabkan

resistensi insulin. Adiponektin berkorelasi positif dengan HDL dan

berkorelasi negatif dengan LDL.

6) Infeksi

Masuknya bakteri atau virus kedalam pankreas akan berakibat

rusaknya sel-sel pankreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan

fungsi pankreas.
13

a. Diabetes tipe lain

1) Defek genetik fungsi sel beta (maturity onset diabetes of the

young [MODY] 1,2,3 dan DNA mitokondria).

2) Defek genetik kerja insulin.

3) Penyakit eksokrin pankreas (pankreatitis,

tumor/pankreatektomi, dan pankreatopati fibrokalkulus).

4) Infeksi (rubella kongenital, sitomegalovirus).

b. Diabetes Melitus Gestational (DMG)

Diabetes ini disebabkan karena terjadi resistansi insulin

selama kehamilan dan biasanya kerja insulin akan kembali normal

setelah melahirkan.
NO Permasalahan DM tipe 1 DM tipe 2
1 Awitan usia < 40 tahun > 40 tahun
2 Habitus tubuh Normal-kurus Gemuk
3 Insulin plasma Rendah-negatif Normal-tinggi
4 Genetik lokus Kromosom 6 Kromosom 11
(tetapi masih
belum jelas dan
dipertanyakan)
5 Komplikasi akut Koma Koma
ketoasidosis hiperosmolar non-
ketotik
6 Terapi insulin Responsif Responsif-resisten
7 Obat oral Tidak responsif Responsif

Tabel 2. 1 Perbedaan DM Tipe 1 dan DM Tipe 2


(sumber : Tamabayong, J., 2000)
2.1.3 Patofisiologi

Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang

berperan yaitu sebagai berikut (Aissyah, 2021).


14

a. Resistensi insulin

Suatu kondisi yang berhubungan dengan kegagalan organ target

dalam kondisi normal merespon aktivitas hormon insulin. Resistensi

insulin dapat disebabkan oleh bebrapa faktor diantaranya obesitas. Pada

individu obesitas dapat menimbulkan resistensi insulin melalui

peningkatan produksi asam lemak bebas, akumulasi asam lemak bebas

di jaringan akan menginduksi resistensi insulin terutama pada hati dan

otot (Aissyah, 2021).

Mekanisme induksi resistensi insulin oleh asam lemak terjadi

karena akibat kompetisi asam lemak dan glukosa untuk berikatan dengan

reseptor insulin. Oksidasi asam lemak menyebabkan peningkatan asetil

koA pada mitokondria dan inaktivasi enzim piruvat dehidrogenase,

mekanisme ini akan menginduksi peningkatan asam sitrat intraselular

yang menghambat akumulasi fosfo-fruktokinase dan glukosa-6 phosphat

menyebabkan akumulasi glukosa interseluler dan mengurangi

pengambilan glukosa dari ekstrasel. Resistensi insulin menyebabkan

penggunaan glukosa yang dimediasi oleh insulin di jaringan perifer

menjadi berkurang (Aissyah, 2021).

b. Disfungsi sel B pankreas

Resistensi insulin ialah suatu kondisi yang berhubungan dengan

kegagalan organ target dalam kondisi normal untuk merespon aktivitas

hormon insulin. Resistensi insulin dapat disebabkan oleh beberapa faktor

seperti obesitas (Muhammad, 2018). Awal mula perkembangan diabetes

melitus tipe 2 adalah sel B menunjukan gangguan sekresi insulin pada


15

fase pertama, yang artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi

resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada

perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas.

Kerusakan sel-sel B pankreas terjadi secara progresif dan

seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin, sehingga pada akhirnya

penderita memerlukan insulin eksogen. Penderita diabetes melitus tipe 2

memang umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi

insulin dan defisiensi insulin (Aissyah, 2021).

2.1.4 Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis melitus menurut American diabetes Association

(2010) dapat di tegakkan melalui empat cara yaitu sebagai berikut (Nur Aini,

2016).

a. A1C atau HbA1c > 6,5%

Kadar A1C mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata dalam jangka

waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan. Tujuan dan manfaat pemeriksaan

ini adalah nilai kualitas pengendalian DM dan memperkirakan resiko

berkembangnya komplikasi diabetes.

b. Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L). puasa diartikan

pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

c. Pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia

dengan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11.1 mmol/L).

d. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L). cara

melakukan TTOG yaitu pasien pusa sedikitnya 8 jam kemudia di periksa

gula darah puasanya. Setelah itu diberikan 75 g glukosa yang di larutkan


16

dalam 250 ml air dan di minum dalam waktu 5 menit, dan 2 jam kemudian

di periksa gula darahnya. Meskipun TTOG lebih spesifik di banding

dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan

tersendiri yaitu sulit untuk di lakukan berulang-ulang dan dalam praktek

sangat jarang dilakukan.

Keluhan Klinis Diabetes

Keluhan Klinis Diabetes (+) Keluhan Klasik (-)

GDP GDP
≥ 126 ≥ 126 ≥ 126 100-125 ≥ 126
Atau Atau
≥ 200 ≥ 200 ≥ 200 140-199 ≥ 200
GDS GDS

Ulang GDS atau GDP

≥ 126 ≥ 126
TTOG GD 2 jam
≥ 200 ≥ 200

<140
200 140-199

DIABETES MELITUS TGT GDPT

Normal

Evaluasi status gizi Nasihat Umum

Evaluasi penyulit DM Perencanaan Makan

Evaluasi perencanaan makan sesuai kebutuhan Latihan Jasmani

GDP = Glukosa Darah Puasa Berati daman

Gambar 2.1 Lngkah-langkah Diagnostik Diabetes Melitus


2.1.5 Faktor Resiko Diabetes Melitus

Umumnya diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil

atau sebagian besar dari sel-sel betha dari pulau-pulau Langerhans pada
17

pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi kekurangan

insulin. Disamping itu diabetes melitus juga dapat terjadi karena gangguan

terhadap fungsi insulin dalam memasukkan glukosa kedalam sel. Gangguan

itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab lain yang belum diketahui (Dr.

Hasdianah H.R, 2012).

Diabetes melitus atau lebih dikenal dengan istilah penyakit kencing

manis mempunyai beberapa faktor pemicu penyakit tersebut, antara lain :

a. Pola makan

Makan secara berlebihan jumlah kadar kalori yang dibutuhkan

oleh tubuh dapat memicu timbulnya diabetes melitus. Konsumsi makan

yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah

yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat

dan pastinya akan menyebabkan diabetes melitus.

b. Obesitas (kegemukan)

Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung

memiliki peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes melitus.

Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang diabetes.

c. Faktor genetik

Diabetes melitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak.

Gen penyebab diabetes melitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya

menderita diabetes melitus. Pewaris gen ini dapat sampai ke cucunya

bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.


18

d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang

menyebabkan radang pankreas, radang pada pankreas akan

mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi

hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin.

Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat

mengiritasi pankreas.

e. Penyakit dan infeksi pada pankreas

Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat

menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi

pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses

metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol

tinggidan dislipidemia dapat meningkatkan risiko terkena diabetes

melitus.

f. Pola hidup

Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes

melitus. Jika orang malas berolahraga memiliki risiko lebih tinggi untuk

terkena penyakit diabetes melitus karena olahraga berfungsi untuk

membakar kalori yang berlebihan didalam tubuh. Kalori yang tertimbun

didalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes melitus selain

disfungsi pankreas.

g. Kadar Kortikosteroid Yang Tinggi

h. Kehamilan diabetes gestasional, akan hilang setelah melahirkan

i. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas


19

j. Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin

Faktor-faktor diatas adalah sebagian contoh dari penyebab

diabetes melitus, sebenarnya masih banyak sekali faktor-faktor pemicu

diabetes melitus. Dengan menerapkan pola makan dan pola hidup yang

sehat merupakan pencegahan awal penyakit diabetes melitus (Dr.

Hasdianah H.R, 2012).

2.1.6 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus

Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak

dirasakan dan tidak disadari oleh penderita, beberapa keluhan dan gejala

yang perlu mendapat perhatian adalah (Saragih, 2020).

a. Banyak Kencing (Poliuria) Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang

tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan

dalam jumlah banyaak akan sangat mengganggu penderita, terutama

pada waktu malam hari.

b. Banyak minum (Polidipsia) Rasa haus amat sering dialami penderita

karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini

justru sering disalah tafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara

yaang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa

haus itu penderita banyak minum.

c. Banyak makan (Polifagia) Rasa lapar yang semakin besar sering timbul

pada penderita Diabetes Melitus karena pasien mengalami

keseimbangan kalori negatif, sehingga timbul rasa

d. lapar yang sangat besar. Untuk menghilangkan rasa lapar itu penderita

banyak makan.
20

e. Penurunan berat badan dan rasa lemah Penurunan berat badan yang

berlangsung dalam relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Rasa

lemah yang hebat yang menyebabkan penurunan prestasi dan lapangan

olahraga juga mencolok. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak

dapat masuk kedalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar unuk

menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga

terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya

penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

1. Komplikasi hipoglikemia

a. Koma Hipoglikemia

Kondisi ini ditandai dengan adanya penurunan glukosa

darah kurang dari 60 mg/dL. Hipoglikemia lebih sering terjadi

pada DM tipe 1. Penyebabnya adalah pemberian dosis insulin

yang berlebih sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah.

Sering terjadi juga pada pasien yang menjalani terapi obat DM

sulfoniluria (gilbenclamid). Penyebab lainnya adalah puasa yang

disertai olahraga. Olahraga meningkatkan pemakaian glukosa

oleh sel-sel otot rangka, masukan nutrisi yang kurang atau tidak

adekuat atau terlambat makan (30 menit setelah diberikan

insulin, pasien harus makan). Oleh karena otak memerlukan

glukosa darah sebagai sum ber energi utamanya, maka

hipoglikemia menyebabkan timbulnya berbagai gejala gangguan

fungsi susunan saraf pusat (SSP).

Gejala hipoglikemia dibedakan menjadi gejala pada

autonomi seperti berkeringat, tremor palpitasi, dan rasa lapar.


21

Sementara gejala neuroglikopenik meliputi gangguan fungsi

kognitif, sulit konsentrasi dan koordinasi. Bila terjadi gejala

neuroglikopenik tanpa didahului oleh gejala autonomic, maka

pasien bisa berkembang menjadi tidak sadar titik gejala

hipoglikemia dapat pula dibedakan tingkatannya menjadi gejala

ringan, yaitu tremor takikardi palpitasi kegelisahan dan rasa lapar

titik gejala sedang berupa tidak mampu konsentrasi, sakit kepala,

vertigo, bingung, penurunan daya ingat, kebas di daerah bibir dan

lidah, bicara pola gerakan tidak terkoordinasi, perubahan

emosional, penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan, serta

gejala beratnya kejang dan kehilangan kesadaran. Pasien

hipoglikemia sedang berespon cepat dengan memasukkan

glukosa oral. Akan tetapi, pasien yang tidak sadar atau setengah

sadar harus diberikan infus glukosa 20% sebanyak 30 ml,

dilanjutkan dengan pemberian glukosa oral saat pasien sadar.

b. Krisis Hiperglikemia

Hiperglikemia merupakan kondisi serius pada diabetes

melitus, baik tipe 1-2 terjadi dalam bentuk ketoasidosis dan,

hiperosmolar nonketotik.

1) Ketoasidosis

Ketoasidosis pada diabetes melitus tipe 2 dapat

disebabkan karena infeksi berat dan adanya penyakit

penyerta lain seperti stroke jantung, dan lain-lain.

Ketidakmampuan transpor glukosa ke dalam sel dan

metabolisme glukosa seluler, menyebabkan tubuh


22

menggunakan kan Lemak sebagai sumber energi akibatnya

akan terjadi peningkatan kadar gula darah kenaikannya dapat

bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dL.

Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar gula

darah yang lebih rendah. Lemak akan dipecah menjadi

asamasetoasetat, asam beta hidroksi butirat dan aseton, dan

jumlahnya meningkat dalam cairan ekstraseluler. Dengan

demikian jumlah keton yang disekresikan lewat urin

meningkat yaitu 500-1000 mmol/hari.

Pengkajian dan monitoring biokimia darah yang

meliputi pemeriksaan urea elektrolit, glukosa, dan gas darah

arteri harus dilakukan titik Bila penyebab yang mendasari

ketoasidosis ditemukan, maka harus segera dilakukan

pengobatan titik pasien memerlukan perawatan di rumah

sakit agar dapat dilakukan koreksi terhadap Keseimbangan

cairan dan elektrolit serta pemberian insulin untuk

menurunkan gula darah.

2) Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik (HHNK)

Terjadi pada diabetes melitus tipe 2 akibat tingginya

kadar gula darah dan kekurangan insulin secara relatif,

biasanya dijumpai pada orang tua pengidap diabetessetelah

koumsi makanan tinggi karbohidrat titik perbedaannya

dengan ketoasidosis adalah, pada HHNK tidak terjadi ketosis

karena kadar insulin masih cukup sehingga tidak terjadi di

polisi besar-besaran titik kadar gula darah yang sangat tinggi,


23

meningkatkan dehidrasi hipertonik sehingga terjadi

penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstrasel karena

pengeluaran urin berlebih. Dalam kondisi ini dapat terjadi

pengeluaran urine defisit cairan sekitar 6 sampai 10 liter dan

potasium (kalium) ± 400 meq.

c. Efek samogyi

Efek samogyi adalah penurunan Uni kadar glukosa darah

pada malam hari, diikuti oleh peningkatan rebound Pada paginya.

Ditemukan oleh ilmuwan Hongaria, Michael samogyi pada tahun

1949. Penyebab hipoglikemia malam hari kemungkinan besar

berkaitan dengan penyuntikan insulin di sore harinya.

Hipoglikemia itu sendiri kemudian menyebabkan peningkatan

glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormone pertumbuhan.

Hormon-hormon ini merangsang gluconeogenesis sehingga pada

pagi harinya terjadi hiperglikemia. Risiko terjadinya efek

samogyi juga meningkat dengan menggunakan insulin NPH

dalam terapi diabetes. Oleh karena penyebab utama efek samogyi

adalah dosis insulin yang berlebihan, maka langkah pertama

pencegahannya adalah dengan memodifikasi dosis insulin,

misalnya mengganti NPH dengan apeakless analog long-acting,

seperti glargine atau detemir (Corwin, J.E., 2001 ; Rybicka, M,

dkk., 2011).
24

2. Komplikasi bersifat kronis

a. Macro angiopati yang mengalami pembuluh darah besar,

pembuluh darah jantung pembuluh darah tepi dan pembuluh

darah otak. pembuluh darah besar dapat mengalami

aterosklerosis sering terjadi pada NIDDM. Komplikasi

makroangiopati adalah penyakit vaskular otak (stroke), penyakit

arteri koroner dan penyakit vaskuler perifer (hipertensi, gagal

ginjal).

b. Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati

diabetik nefropati diabetik, dan neuropati titik nefropati terjadi

karena perubahan mikrovaskular pada struktur dan fungsi ginjal

yang menyebabkan komplikasi pada pelvis ginjal.

Retinopati (perubahan dalam retina) terjadi karena

penurunan protein dalam retina dan kerusakan endotel

pembuluh darah titik perubahan ini dapat berakibat gangguan

dalam penglihatan titik retinopati terdiri atas dua tipe berikut :

1) Retinopati background

Retinopati background dimulai dari mikro organisme di

dalam pembuluh retina dan menyebabkan pembentukan

eksudat keras.

2) Retinopati proliferatif

Retinopati proliferatif merupakan perkembangan lanjut dari

retinopati background. terjadinya pembentukan pembuluh

darah baru pada retina akan mengakibatkan pembuluh


25

darah menciut dan menyebabkan tarikan pada retina serta

perdarahan di dalam rongga vitreum.

3) Neuropati terjadi karena perubahan metabolik pada diabetes

mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik saraf menurun,

yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan persepsi

nyeri. Neuropati dapat terjadi pada tungkai dan kaki (gejala

yang paling dirasakan adalah kesemutan kebas), saluran

pencernaan (neuropati pada saluran pencernaan

menyebabkan diare dan konstipasi) kandung kemih

(kencing tidak lancar) dan reproduksi (impotensi).

c. Rentan infeksi seperti TB paru, gingivitis, dan infeksi saluran

kemih.

d. Kaki diabetik

Perubahan mikro angiopati, makroangiopati, dan

neuropati menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah titik

komplikasinya dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi,

gangren, penurunan sensasi dan hilangnya fungsi saraf sensorik.

semua ini dapat menunjang terjadi trauma atau tidak

terkontrolnya infeksi yang akhirnya menjadi gangren.

2.1.7 Pilar Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Menurut (Soelistijo, Novida et al. 2015) penatalaksanaan diabetes

melitus dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis

dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat

anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Penatalaksanaan pada


26

pasien Diabetes melitus terdiri dari 5 pilar utama yaitu edukasi, terapi nutrisi,

jasmani, farmakologis dan Monitoring (Rona Yuliana Saragih, 2021).

a. Edukasi

Dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan

sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang

sangat penting dari pengelolaan Diabetes Mellitus secara holistik. Materi

edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi

tingkat lanjutan (Perkenni, 2015).

b. Terapi gizi medis

Terapi gizi medis merupakan bagian penting dari

penatalaksanaan DMT2 secara komprehensif. Kunci keberhasilannya

adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli

gizi,petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Guna

mencapai sasaran terapi terapi gizi medis sebaiknya diberikan sesuai

dengan kebutuhan setiap penyandang Diabetes Mellitus. Prinsip

pengaturan makan pada penyandang Diabetes Mellitus hampir sama

dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang

seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masingmasing

individu. Penyandang Diabetes Melitus perlu diberikan penekanan

mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah

kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang

meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri

Penyandang diabetes yang juga mengidap penyakit lain, maka

pola pengaturan akan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Hal


27

yang terpenting adalah jangan terlalu mengurangi jumlah makanan

karena akan mengakibatkan kadar gula darah yang sangat rendah

(hipoglikemia) dan juga jangan terlalu banyak mengonsumsi makanan

yang memperparah penyakit diabetes melitus. Menurut Perkeni (2006),

komposisi makanan yang dianjurkan terdiri atas beberapa unsur gizi

penting berikut.

1) Karbohidrat

2) Lemak

3) Protein

4) Natrium

5) Serat

6) Pemanis alternatif

c. Latihan jasmani/olah raga

Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan

DMT2 apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani

seharihari dan latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak

3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45menit, dengan total 150 menit

perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.

Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan

berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan

memperbaiki kendali glukosa darah (Perkenni, 2015).

Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani dengan

intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti: jalan cepat,

bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal


28

dihitung dengan cara mengurangi angka 220 dengan usia pasien.

Penderita Diabetes Mellitus tanpa kontraindikasi (contoh: osteoartritis,

hipertensi yang tidak terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan juga

melakukan resistance training (latihan beban) 2-3 kali/perminggu sesuai

dengan petunjuk dokter.

d. Intervensi farmakologis (obat)

Diabetes melitus telah menerapkan pengaturan makanan dan

kegiatan jasmani yang teratur namun pengendalian kadar gula darah

belum tercapai maka dipertimbangkan pemberian obat. Obat tersebut

adalah obat hipoglikemi oral (OHO) dan insulin. Pemberian obat

Hipoglikemi Oral diberikan kurang lebih 30 menit sebelum makan. Obat

dalam bentuk suntikan meliputi pemberian insulin dan agonis

GLP1/incretin mimetic. Pemberian insulin biasanya diberikan lewat

penyuntikan di bawah kulit (subkutan) dan pada keadaan 11 khusus

diberikan secara intravena atau intramuskuler. Mekanisme kerja insulin

short acting, medium acting and long acting (PERKENI, 2011).

2.2 Konsep Dasar Perawatan Kaki

2.2.1 Definisi Perawatan Kaki

Perawatan kaki merupakan salah satu bagian dari praktik dalam

perawatan diri diabetes. Perilaku perawatan kaki perlu dilakukan secara

teratur untuk mencegah dan menunda potensi komplikasi (Sharoni et al.,

2018). Luka kaki diabetes akan dapat dicegah dengan perilaku perawatan kaki

yang baik, perilaku yang baik dipengaruhi terlebih dahulu oleh pengetahuan

pasien diabetes. Menurut Siwi et al (2013) mengemukakan bahwa perawatan


29

kaki menjadi salah satu aspek dalam perilaku self-management yang perlu

dilakukan meliputi mencuci kaki setiap hari, mengeringkan kaki setelah

dicuci dan memeriksa bagian dalam alas kaki. Karena itu, perawat juga

bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan mengenai perilaku

perawatan kaki (Angeline Pieter, 2021).

2.2.2 Masalah Umum Pada Kaki Diabetes

Luka melepuh pada kaki akibat pemakaian sepatu yang sempit atau

baru pada orang yang tidak diabetes adalah hal yang biasa, tetapi bagi orang

diabetes luka tersebut akan menjadi masalah besar. Terdapat tiga alasan

mengapa orang dengan diabetes lebih tinggi resikonya mengalami masalah

kaki, yaitu: sirkulasi darah kaki dari tungkai yang menurun, berkurangnya

perasaan pada kedua kaki, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi.

Adanya masalah tersebut pada kaki diabetes akan menimbulkan beberapa

masalah yang umumnya terjadi antara lain: kapalan, mata ikan dan melepuh,

cantengan (kuku masuk ke dalam jaringan), kulit kaki retak dan luka kena

kutu air, kutil pada telapak kaki, radang ibu jari kaki atau jari seperti martil

(Sianturi, 2018).

2.2.3 Cara Perawatan Kaki Penderita Diabetes

Penelitian menunjukkan bahwa pasien DM yang mengalami ulkus

berulang mencapai 49% dari pasien DM pada umumnya. Hal ini hampir

serupa dengan penderita DM yang mengalami riwayat amputasi yakni

32,1% (Marissa & Ramadhan, 2017). Hal ini juga didapatkan bahwa

penderita dengan riwayat amputasi lebih beresiko mengalami komplikasi

kaki serta 100 kali lebih berisiko terjadi ulserasi Dan 32 kali beresiko untuk
30

mengalami amputasi lainnya (Marissa dan Ramadhan, 2017). Riwayat

amputasi dan luka atau ulkus ini dijadikan item dikarenakan prosentase

kejadian berulang yang tinggi dengan item riwayat ulkus atau

amputasi.(Parliani, 2021)

a. Inspeksi kelainan bentuk kaki

Kelainan bentuk kaki yang dapat di observasi ialah seperti

Hammer toe, claw toe, hallux rigidus, cavus foot dan pesplanus serta

lainnya.

b. Inspeksi keterbatasan pergerakan kaki

Uji ini dengan cara melihat bagaimana pasien berjalan titik jika

pasien berjalan tampak tidak normal maka dikatakan ada keterbatasan

pergerakan kaki titik jika pasien berjalan normal maka dikatakan tidak

ada keterbatasan pergerakan kaki.

c. Tes monofilamen

Tes monofilamen ini diindikasikan pada pasien yang tidak

merasakan sentuhan atau tes syarat sensorik. tes ini menggunakan

monofilamen dan disentuh pada telapak kaki kemudian mengkaji respon

pasien. Adapun prosedur tes monofilamen adalah sebagai berikut :

1) Cuci tangan dan menggunakan sarung tangan bersih.

2) Minta pasien membuka kaos kaki, stocking atau sepatu.

3) Jelaskan prosedur dan tujuan dilakukannya tindakan serta tunjukkan

monofilamen kepada pasien.


31

4) Sentuhkan monofilamen ke lengan atau tangan pasien sehingga

mereka Mengerti bagaimana ketika monofilamen diujikan pada

kaki.

5) Minta pasien memejamkan mata dan tunjukan saat pasien

merasakan monofilamen menyentuh kaki dengan menjawab “iya”

atau mengangkat tangannya.

6) Pegang monofilament secara tegak lurus dengan kaki pasien dan

gerakan halus dan mantap, sentuh kulit sampai monofilamen

menepuk kira-kira 1 cm kemudian tahan pada kulit selama kurang

lebih 2 detik menggunakan monofilamen dan uji secara acak 9 poin

di telapak kaki.

7) Pemilihan secara acak lokasi uji monofilamen ini berfungsi agar

pasien tidak dapat menebak area uji berikutnya.

8) Jika ada kapalan atau bekas luka di kaki, oleskan monofilamen pada

area yang berdekatan dengannya daripada langsung di atasnya.

9) Jika jari-jari kaki pasien telah diamputasi, maka uji sebanyak

mungkin tempat yang masih tersisa.

d. Tes Ankle Branchial Index (ABI)

Tes ABI terdiri atas tiga prosedur, yaitu :

1) Mengukur tekanan brakialis

2) Mengukur Tekanan Pergelangan Kaki

3) Menghitung ABI
32

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perawatan Kaki :

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Pekerjaan

d. Pengetahuan

e. Lama menderita penyakit

2.2.5 Indikator Perawatan kaki

Menurut Dharmawati (2019), terdapat beberapa indicator dalam

perawatan kaki. Antara lain:

a. Memeriksa kaki :

1) Kuku

Lakukan pemeriksaan pada kuku jari terkait adanya kuku

tumbuh dibawah kulit, adanya retakan pada kuku kaki dan kondisi

kuku kaki yang abnormal lainnya.

2) Kulit

Lakukan pemeriksaan pada kulit terkait adanya retakan pada

kulit, kulit melepuh, adanya luka atau perdarahan.

3) Telapak kaki

Lakukan pemeriksaan pada telapak kaki terkait adanya luka, kalus

plantar warts (mata ikan), atau kulit pada telapak kaki mengalami

retakan.

4) Kelembapan kulit

Lakukan pemeriksaan pada kulit terkait adanya kulit berkerak atau

adanya kulit kering akibat luka.


33

b. Menjaga kebersihan kaki

1) Menyediakan air hangat : lakukan pengecekan air hangat terlebih

dahulu dengan siku agar tidak terlalu panas dan mencederai kaki.

2) Anjurkan pasien untuk mencuci kaki dengan sabun lembut (sabun

bayi atau sabun cair).

3) Lakukan pengeringan kaki dengan handuk yang lembut dan bersih

hingga sela-sela jari.

4) Gunakan pelembab kulit kesemua permukaan kulit kaki untuk

mencegah kulit kering dan pecah-pecah. Hindari penggunaan diarea

sela-sela jari kaki untuk mencegah berkembangnya mikroorganisme

(fungi).

5) Memotong dan merawat kuku kaki dengan teratur. Membersihkan

kuku setiap hari pada saat mandi dan memberikan krim pelembab

kuku.

6) Menggunting kuku dengan arah lurus mengikuti bentuk normal jari

kaki, jangan terlalu pendek dan terlalu dekat dengan kulit untuk

mencegah adanya luka, lakuka pengikisan kuku pada kaki agar tidak

tajam. Jika pasien mengalami kesulitan, pasien dapat meminta

bantuan dari keluarga atau tenaga medis.

7) Apabila kuku kaki keras sehingga sulit ketika dipotong, anjurkan

untuk merendam kaki dengan air hangat selama ± 5 menit.

c. Merawat kaki

1) Hindari berjalan tanpa alas kaki baik didalam maupun diluar

ruangan.
34

2) Kondisikan kaki tetap dalam keadaan hangat dan kering, pasien dapat

menggunakan kaos kaki/stocking yang berbahan lembut seperti katun

untuk menghangatkan kaki dan ganti kaos kaki/stocking setiap hari.

3) Hindari penggunaan sepatu atau kaos yang sempit atau kekecilan,

anjurkan untuk menggunakan sepatu berbahan dasar kulit, selalu

memeriksa sepatu sebelum dan sesudah menggunakannya.

4) Hindari mengompers atau merendam kaki dengan air panas, botol

panas, atau peralatan listrik jika kaki terasa dingin, hal tersebut

dikarenakan respon pada kaki sudah mulai berkurang sehingga dapat

membuat pasien tidak menyadari kaki melepuh dan cidera.

5) Hindari menggunakan obat-obatan tanpa anjuran dokter.

6) Segara obati dan memeriksakan ketenaga medis apabila terdapat luka

pada kaki sekecil apapun.

2.3 Konsep Dasar Diabetic Foot Ulcer

2.3.1 Definisi Diabetic Foot Ulcer

Diabetic Foot Ulcer adalah jenis luka yang ditemukan pada penderita

diabetes melitus. Luka mula-mula tergolong biasa dan seperti pada umumnya

tetapi luka yang ada pada penderita diabetes melitus ini jika salah penanganan

dan perawatan akan menjadi terinfeksi. Luka kronis dapat menjadi luka

gangren dan berakibat fatal serta berujung pada amputasi (Ali Maghfuri

Tholib, 2016).

2.3.2 Luka Gangren

Definisi Masalah pada kaki diabetes seperti ulserasi, infeksi, dan

gangren menjadi penyebab perawatan di rumah sakit bagi pasien diabetes


35

melitus. Diabetic foot ulcer (DFU) membutuhkan biaya perawatan yang besar

dan menjadi beban dalam pelayanan kesehatan, walaupun sebenarnya

masalah ini dapat dicegah (Nur Aini, 2016).

Diabetic Foot Ulcer (DFU) didefinisikan sebagai erosi pada kulit

yang meluas mulai dari lapisan dermis sampai ke jaringan yang lebih dalam,

akibat dari bermacam-macam faktor dan ditandai dengan ketidakmampuan

jaringan yang luka untuk memperbaiki diri tepat pada waktunya. Diabetic

Foot Ulcer (DFU) disebabkan oleh neuropati, iskemik, dan infeksi.

Kombinasi ketiganya berdampak besar terhadap terjadinya amputasi.

Peningkatan risiko infeksi dan penyembuhan luka yang buruk pada pasien

diabetes melitus terjadi karena penurunan respons sel dan faktor

pertumbuhan, penurunan aliran darah perifer, serta penurunan angiogenesis

lokal. Dengan demikian, kaki cenderung akan mengalami kerusakan vaskular

perifer, kerusakan saraf perifer, deformitas, ulserasi, dan gangren (Edmonds,

ME dan Foster Alethea VM, 2005; Singh, ., dkk., 2013)

2.3.3 Patofisiologi Gangren Kaki Diabetik

Diabetic Foot Ulcer (DFU) ditandai dengan trias klasik, yaitu

neuropati, iskemia, dan infeksi. Oleh karena ada mekanisme gangguan

metabolisme pada diabetes melitus, maka terjadi peningkatan risiko infeksi

dan penyembuhan luka yang buruk akibat respons sel dan faktor pertumbuhan

menurun, berkurangnya aliran darah perifer, dan penurunan angiogenesis

lokal. Dengan demikian kaki cenderung mengalami penyakit vaskular perifer,

kerusakan nervus perifer, ulserasi, dan gangren. Terjadinya Diabetic Foot


36

Ulcer (DFU) adalah multifaktoral, dapat dijelaskan sebagai berikut (Nur Aini,

2016).

1) Neuropati

Diabetic Foot Ulcer (DFU) sebagian besar (60 %) disebabkan

oleh neuropati. Neuropati diabetik cenderung terjadi sekitar 10 tahun

setelah menderita diabetes, sehingga kelainan kaki diabetik dan ulkus

diabetes dapat terjadi setelah waktu itu. Kenaikan kadar glukosa darah

menyebabkan peningkatan produksi enzim seperti reduktase aldosa dan

sorbitol dehidrogenase. Enzim ini mengubah glukosa menjadi sorbitol

dan fruktosa. Peningkatan produk gula mengakibatkan sintesis sel saraf

menurun dan memengaruhi konduksi saraf.

Selanjutnya, hiperglikemia yang diinduksi mikroangiopati

menyebabkan metabolisme reversibel, cedera imunologi serta iskemik

saraf otonom, motor, dan sensorik. Semua kondisi tersebut akan

menyebabkan penurunan sensasi perifer dan kerusakan inervasi saraf

pada otot kaki dan kontrol vasomotor kaki. Ketika saraf terluka, pasien

berisiko tinggi mendapat cedera ringan tanpa disadari, sampai akhirnya

cedera tersebut menjadi ulkus (ulcer). Risiko berkembangannya Diabetic

Foot Ulcer (DFU) pada pasien diabetes dengan gangguan sensori

meningkat tujuh kali lipat dibandingkan dengan pasien diabetes yang

tidak mengalami neuropati (Nur Aini, 2016).

a. Vaskulopati

Hiperglikemia menyebabkan disfungsi endotel dan kelainan pada sel-

sel halus dalam arteri perifer. Sel endotel berfungsi menyintesis nitrat oksida
37

yang menyebabkan vasodilatasi dan melindungi pembuluh darah dari cedera

endogen. Dengan adanya hiperglikemia, maka akan ada gangguan sifat

fisiologis nitrat oksida yang biasanya mengatur homeostasis endotel,

antikoagulan, adhesi leukosit, proliferasi sel otot, dan kapasitas antioksidan.

Oleh karena itu, kerusakan sel endotel akan memicu terjadinya konstriksi

pembuluh darah dan aterosklerosis, dan akhirnya menyebabkan iskemik.

Iskemik dapat terjadi, walaupun pulsasi arteri (denyut nadi) daerah kaki dapat

teraba dengan palpasi. Hiperglikemia pada diabetes melitus juga berhubungan

dengan peningkatan tromboksan A, yang mengarah ke hiperkoagulabilitas.

Secara klinis pasien mungkin memiliki tanda-tanda insufisiensi vaskular

seperti klaudikasio, nyeri kaki pada malam hari atau saat istirahat, tidak

adanya denyut perifer, penipisan kulit, dan hilangnya rambut ekstremitas.

b. Imunopati

Sistem imun pasien diabetes lebih lemah daripada orang sehat. Oleh

karena itu, infeksi pada kaki pasien diabetes merupakan kondisi yang

mengancam. Mikroorganisme dominan pada diabetic foot adalah S. aureus

dan β-hemolitik streptokokus. Kondisi hiperglikemia menyebabkan

peningkatan sitokin pro-inflamasi dan kerusakan sel polimorfonuklear seperti

kemotaksis, fagositosis, dan intracellular killing. Selain itu, tingginya

glukosa darah juga merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri.

Jaringan lunak kaki seperti plantar aponeurosis, tendon, otot, dan fasia tidak

bisa menahan infeksi. Selain itu, beberapa kompartemen di kaki saling

berhubungan dan tidak bisa membatasi penyebaran infeksi dari satu ke yang

lain. Infeksi pada jaringan lunak, dengan cepat dapat menyebar ke tulang. Jadi
38

ulkus sederhana pada kaki dapat dengan mudah mengakibatkan komplikasi

seperti osteitis atau osteomielitis dan gangren jika tidak dilakukan perawatan

dengan baik.

c. Stres mekanik

Kerusakan inervasi pada otot kaki akan memengaruhi gerakan fleksi

dan ekstensi. Secara bertahap, ini akan menyebabkan perubahan anatomi kaki

dan deformitas kaki. Deformitas menyebabkan pembentukan tonjolan tulang

abnormal dan titik-titik tekanan yang merupakan predisposisi terbentuknya

ulkus. Biasanya ulkus terjadi pada ibu jari dan tumit, namun ukuran sepatu

yang tidak sesuai merupakan faktor tersering timbulnya ulkus.

d. Neuroartropati

Charcot neuroarthropathy (CN) adalah kondisi muskuloskeletal

progresif yang ditandai dengan dislokasi sendi, fraktur patologis, dan

deformitas. Ini berdampak pada kerusakan tulang dan jaringan lunak. Charcot

neuroarthropathy (CN) dapat terjadi pada semua sendi, terutama ekstremitas

bawah, kaki, dan pergelangan kaki. Dua teori utama mengenai patofisiologi

terjadinya hal ini adalah (a) teori neurotraumatik, menjelaskan bahwa

Charcot neuroarthropathy (CN) disebabkan oleh trauma yang tidak disadari

atau luka pada kaki yang mati rasa. Adanya neuropati sensori membuat pasien

tidak menyadari bahwa terjadi kerusakan tulang ketika pasien bergerak.

Trauma ini menyebabkan kerusakan dan cedera progresif pada tulang dan

sendi. (b) Teori neurovaskular, menurut teori ini, gangguan sistem saraf

otonom pada diabetes menyebabkan peningkatan suplai darah lokal dan aliran

darah saat istirahat jauh lebih tinggi daripada pasien normal. Peningkatan
39

aliran darah yang terjadi secara mendadak ini menyebabkan pemecahan

kalsium, memicu aktivitas osteoklas tulang sehingga terjadi kerusakan tulang.

Teori lain menyebutkan bahwa trauma minor yang berulang pada sendi dapat

menyebabkan fraktur dan disintegrasi (Katsilambros, N., dkk., 2010).

2.3.4 Klasifikasi Diabetic Foot Ulcer

Penilaian dan klasifikasi ulkus diabetes sangat penting untuk

membantu perencanaan terapi dari berbagai pendekatan. Beberapa sistem

klasifikasi telah dibuat yang didasarkan pada beberapa parameter yaitu

luasnya infeksi, neuropati, iskemia, kedalaman atau luasnya luka, dan lokasi.

Ada beberapa sistem klasifikasi, namun yang paling umum digunakan adalah

Wagner-Ulcer Classification dan the University of Texas Wound

Classification (Nur Aini, 2016).

2.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Diabetic Foot Ulcer

a. Usia

Kemampuan pembuluh darah dalam berkrontraksi saat berkontraksi

dan relaksasi semakin menurun seiring bertambahnya usia sehingga

semakin besar resiko terjadinya ulkus diabetikum (Nisak, 2021). Pada

usia 46 tahun ke atas organ tubuh mengalami penuaan (Hidhayah et al.,

2021).

Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh gaya hidup, di antaranya yaitu

kebiasaan mengkonsumsi makanan, kurang melakukan aktivitas fisik,

merokok, mengkonsumsi alkohol, kegemukan, tekanan darah tinggi,

dan pengaruh budaya. Manusia mengalami perubahan fisiologis secara

drastis (menurun dengan cepat) setelah usia 40 tahun, terutama pada usia
40

45 tahun lebih yang disebabkan tubuhnya sudah tidak peka lagi karena

regenerasi tubuh sudah mengalami penurunan (Hidhayah et al., 2021)

a. Jenis kelamin

Laki-laki diketahui memiliki derajat luka ulkus lebih tinggi daripada

perempuan. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan perawatan diri yang

dimiliki perempuan. Perempuan lebih teliti dan telaten dalam melakukan

perawatan kaki, seperti mengeringkan kaki dan memakaikan kaki pelembab

(Hardiaanti et al., 2018). Berdasarkan uji konsensus pengelolaan dan

pencegahan Diabetes Melitus di Indonesia, kejadian Diabetes Melitus lebih

banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki, karena pada

perempuan terjadi timbunan lemak yang lebih besar dibandingan dengan laki-

laki yang dapat mengurangi atau menurunkan sensitivitas kerja insulin pada

otot dan hati (Hidhayah et al., 2021).

b. Lama Menderita Diabetes

Lama diabetes melitus ≥ 5 tahun merupakan faktor risiko terjadinya

ulkus diabetikum karena neuropati cenderung terjadi dalam waktu 5 tahun

lebih atau sama dengan setelah menderita diabetes melitus. Hal tersebut

dikarenakan semakin lama menderita diabetes melitus maka rentan terjadinya

hiperglikemia kronik semakin besar. Hiperglikemia kronik dapat

menyebabkan komplikasi diabetes melitus yaitu retinopati, nefropati,

penyakit jantung coroner (PJK), dan ulkus dabetikum (Hidhayah et al., 2021)

c. Obesitas

Orang dengan berat badan berlebih akan lebih mudah mengalami

resistensi insulin sehingga mengakibatkan hiperinsulinemia yang


41

menyebabkan ateroklerosis dan gangguan sirkulasi darah dapa tungkai dan

terjadi ulkus diabetik (Hardiaanti et al., 2018).

d. Perawatan kaki

Perawatan kaki yang dilakukan dengan baik bisa mencegah dan

mengurangi komplikasi kaki diabetes hingga 50% (Susanti et al., 2020).

f. Riwayat ulkus sebelumnya

Penderita DM dengan riwayat ulkus sebelumnya berisiko 3,25 kali

mengalami komplikasi kronik ulkus diabetik. Hal ini dikarenakan

banyaknya penderita DM yang tidak paham melakukan pencegahan

terjadinya ulkus berulang sehingga memperburuk kondisi Kesehatan

(Hardiaanti et al., 2018).

2.3.6 Pemeriksaan

Pemeriksaan Menurut Hariani, L., dan Perdanakusuma, D., (2015)

pemeriksaan diabetes melitus meliputi beberapa hal berikut (Nur Aini, 2016):

a. Tanda neuropati perifer, meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan posisi,

hilangnya refleks tendon dalam, ulserasi tropik, foot drop, atrofi otot, dan

pembentukan kalus hipertropik khususnya pada daerah penekanan

misalnya pada tumit.

b. Status neurologis, dapat diperiksa dengan menggunakan monofilament

Semmes-Weinsten untuk mengetahui apakah penderita masih memiliki

"sensasi protektif". Pemeriksaan menunjukkan hasil abnormal jika

penderita tidak dapat merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan

pada kaki dengan tekanan yang cukup sampai monofilamen bengkok.


42

c. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis yang mungkin

menandakan adanya abses atau infeksi lainnya pada kaki. Penyembuhan

luka dihambat oleh adanya anemia. Adanya insufisiensi arterial yang telah

ada, keadaan anemia menimbulkan nyeri saat istirahat.

d. Pemeriksaan profil metabolik yang meliputi pengukuran kadar glukosa

darah, glikohemoglobin, dan kreatinin serum dapat membantu dalam

menentukan kecukupan regulasi glukosa dan fungsi ginjal.

g. Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan

demineralisasi dan sendi Charcot serta adanya osteomielitis.

2.3.7 Pencegahan

Pencegahan Pengawasan dan perawatan penyakit diabetes dapat

mencegah ulkus diabetes. Regulasi kadar gula darah dapat mencegah

neuropati perifer atau mencegah keadaan yang lebih buruk. Penderita

diabetes harus memeriksa kakinya setiap hari, meniaga kakinya tetap bersih

dengan sabun dan air, serta menjaga kelembapan kaki dengan pelembap

topikal. Sepatu dan alas kaki harus dipilih secara khusus untuk mencegah

adanya gesekan atau tekanan pada kaki. Cara melakukan perawatan kaki

pada pasien diabetes adalah sebagai berikut (Nur Aini, 2016).

a. Mencuci kaki dengan sabun dan air hangat (kaki tidak boleh direndam,

karena akan mudah infeksi) kemudian keringkan sampai ke sela-sela jari

kaki.

b. Berikan pelembap untuk mencegah kaki kering (tetapi jangan

mengoleskan pelembap pada sela-sela jari kaki).


43

c. Saat melakukan perawatan kaki, perhatikan kondisi kaki (misalnya

apakah ada kemerahan, kapalan/kulit mengeras, luka, kondisi kuku, dan

warna kulit kaki. Warna kulit kaki biru/hitam menandakan aliran darah

yang buruk).

d. Gunting kuku jari dengan arah lurus. Kikir ujung-ujung kuku yang tajam

dengan pengikir kuku dan jangan mengunting kutikula kuku.

e. Memakai alas kaki yang nyaman (tidak boleh kebesaran/kekecilan

karena akan menyebabkan kaki lecet), baik di dalam maupun di luar

rumah. Pasien tidak boleh berjalan tanpa alas kaki. Tidak boleh

memakai sepatu tanpa kaos kaki. Sepatu baru tidak boleh dipakai lebih

dari satu jam dalam sehari dan kaki harus diperiksa setelah memakai

sepatu baru. Bila ada tanda-tanda iritasi, maka harus dilaporkan ke

tenaga kesehatan. Sepatu yang baik untuk pasien diabetes adalah sepatu

yang bagian depannya lebar, untuk mencegah gesekan dan tekanan pada

jari kaki. Pasien tidak boleh memakai sepatu hak tinggi, karena beban

tubuh akan berada di kaki depan dan meningkatkan tekanan pada

metatarsal.

f. Agar aliran darah ke kaki baik, angkat kaki saat duduk. Lalu gerakkan

jari- jari kaki dan pergelangan kaki ke atas dan bawah selama 5 menit

sebanyak 2-3 kali sehari, dan jangan melipat kaki dalam waktu lama.

2.3.8 Indikator Inlow’s 60 Second Diabetic foot Screen Screening Tool

Adapun Indikator menurut Lukita (2016) antara lain:

a. Kulit

Observasi kulit pada kaki bagian atas, bawah, sisi, dan sela-sela jari.
44

b. Kuku

Menentukan seberapa baik kuku diarawat oleh pasien.

c. Defomitas

Menentukan apakah terdapat perubahan tulang dan mencengah

pemakaian sepatu berhak tinggi.

d. Alas kaki

Observasi alas kaki yang biasa di pakai oleh pasien, apakah alas kaki

tidakl layak untuk di pakai atau sepatu pasien bersiko menyebabkan

trauma pada pasien.

e. Suhu kaki dingin

Apakah kaki pasien teraba dingin dari kulit yang lain atau lebih dingin

dari kaki pada umumnya. Kondisi kaki yang terlalu dingin di

indikasikan terjadi penyakit arteri perifer.

f. Suhu kaki panas

Apakah kaki pasien teraba lebih panas dari kaki yang lain atau lebih

panas dari suhu kaki pada umumnya. Hal ini dapat menjadi indikasi

adanya infeksi pada kaki.

g. Rentang gerak

Gerakan jempol kaki menuju telapak kaki dan keluar telapak kaki.

h. Uji monofilamen

Pengujian monofilamen menggukan monofilamen 5,07 10 g. Uji 10 area

yang sudah di tentukan.

i. Uji sensasi dengan 4 pertanyaan

j. Raba nadi
45

Palpasi nadi dorsalis pedis dan nadi tibialis posterior

k. Kemerahan sesaat

Adanya kemerahan saat posisi kaki di bawah dan kaki pucat saat posisi

kaki ditinggikan.

l. Erithema

Lihat apakah ada kemerahan yang menetap pada kaki meskipun kondisi

kaki dalam posisi lebih tinggi dari tubuh. Adanya kemerahan merupakan

indikasi terjadinya infeksi.

2.4 Hubungan Perawatan Kaki dengan Resiko Diabetic Foot Ulcer

Perawatan kaki merupakan salah satu intervensi keperawatan yang

bersifat preventif dalam bentuk kegiatan membersihkan dan menginspeksi

daerah kaki, mengeringkan dan memberi minyak pada kaki yang bertujuan

untuk relaksasi, kebersihan, dan kesehatan kulit. Resiko Diabetic foot ulcer

dapat diatasi dengan perawatan kaki yang tepat, meliputi aspek personal self-

care, podiatric care, dan footwear and sock (Ashari & Kusumaningrum,

2020)

Perawatan kaki yang teratur akan mencegah atau mengurangi

terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Terdapat hubungan yang bermakna

perawatan kaki yang tidak rutin dengan kejadian ulkus, yaitu perawatan kaki

tidak rutin penderita diabetes melitus memiliki kemungkinan 12,963 kali

terjadi ulkus kaki diabetik dibandingkan dengan penderita diabetes melitus

yang melakuakan perawatan kaki rutin. Literatur menyebutkan bahwa

perawatan kaki yang buruk merupakan faktor risiko terjadinya ulkus kaki

diabetik dimana perawatan kaki yang buruk mempunyai risiko terjadi ulkus
46

kaki diabetik 7,2 kali dibandingkan dengan perawatan kaki yang baik (Lubis,

2019).
47

2.5 Kerangka Konsep


Faktor-faktor yang
mempengaruhi resiko
diabetic foot ulcer
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Lama Menderita
Diabetes Melitus
4. Obesitas Memeriksa kaki
5. Perawatan kaki Menjaga kebersihan kaki
Merawat kaki
6. Riwayat Ulkus
Sebelumnya

Risiko infeksi penyembuhan


luka yang buruk

Triage DFU (Diabetic Foot


Ulcer) :
1. Neuropati
2. Iskemik
3. Infeksi

Penurunan aliran sirkulasi


darah perifer

Diabetic foot ulcer

Gambar 2. 2 Kerangka Konsep


(Sitepu and Simanungkalit), (Sianturi),(Aini and Aridiana), dan (Sari et al.)
48

Perawatan kaki menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi resiko

diabetic foot ulcer dan diabetic foot ulcer memiliki 3 aspek yaitu memeriksa

kaki, menjaga kebersihan kaki dan merawat kaki yang bertujuan untuk

mencegah resiko infeksi penyembuhan luka yang buruk pada pasien diabetes

melitus. Dimana penilaian luka dilakukan dengan memperhatikan Triage

DFU (Diabetic Foot Ulcer) : Neuropati, Iskemik dan Infeksi. Kondisi luka

yang buruk terjadi akibat penurunan aliran sirkulasi darah perifer. Yang

akhirnya menyebabkan ulkus/diabetic foot ulcer.

2.6 Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara dari masalah yang diteliti oleh

peneliti yang akan dibuktikan dengan penelitian tersebut (Aniez, 2016).

Hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

H1: Ada hubungan antara perawatan kaki dengan resiko diabetic foot ulcer

pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya

Kecamatan Arosbaya.
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Desain penelitian adalah sebuah rencana, sebuah garis besar tentang

bagaimana peneliti akan memahami bentuk hubungan antar variabel yang

diteliti (Nursalam, 2015). Metode penelitian ini menggunakan analitik

korelasi dengan pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang

menekankan pada pengukuran/waktu pengamatan variabel bebas dan data

variabel terikat hanya satu kali.

3.2 Identifikasi Variabel

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai

beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain). Variabel merupakan

konsep dari berbagai level abstrak yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas

untuk pengukuran dan atau manipilasi suatu penelitan. Konsep yang dituju

dalam suatu penelitian bersifat konkret dan secara langsung bisa diukur.

Misalnya denyut jantung, hemoglobin, dan pernafasan tiap menit. Sesuatu

yang konkret tersebut bisa diartikan sebagai suatu variabel dalam penelitian

(Nursalam, 2015).

3.2.1 Variabel Independent (Bebas)

Variabel bebas atau variabel independent merupakan variabel yang

mempengaruhi atau nilainya menentukan variabel lain. Variabel bebas

biasanya dimanipulasi, diamati, dan diukur untuk diketahui hubungannya

atau pengaruhnya terhadap variabel lain (Nursalam, 2015). Pada penelitian

ini variabel independent adalah perawatan kaki.

49
50

3.2.2 Variabel Dependen (Terikat)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi nilainya

ditentuka oleh variabel lain (Nursalam, 2015). Pada penelitian ini variabel

dependen adalah resiko diabetic foot ulcer.

3.3 Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

dapat diamati dari suatu yang di definisikan tersebut. Karakteristik yang

dapat diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional.

Dapat diamati artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi

atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang

kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain (Nursalam, 2015).


51

Tabel 3. 1 Definisi Operasional Hubungan Perawatan Kaki dengan Resiko


Diabetic Foot Ulcer pada Pasien Diabetes Melitus
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Hasil Ukur
Variabel Kegiatan praktek Nottingham Ordinal Perawatan kaki
Independen: perawatan diri yang Assesment baik = 22 - 42
Perawatan dilakukan oleh penderita of Perawatan kaki
diabetes melitus tipe 2 buruk = 0 - 21
Kaki Fungtional
untuk mencegah luka.
Parameter: Footcare
a. Mencuci kaki (NAFF)
b. Mengeringkan kaki
c. Memeriksa kaki
d. Merawat kaki
Variabel Jenis luka yang ditemukan Diabetic Ordinal Sangat Rendah
dependen: pada penderita diabetes foot = 0-5
Resiko melitus tipe 2 jika salah screening Rendah = 6-10
Diabetic penanganan dan tool Sedang = 11-
Foot Ulcer perawatan akan terinfeksi 15
dan dapat menjadi luka Tinggi = 16-20
kronis. Sangat Tinggi
Parameter: = 21-25
a. Inspeksi 20 detik
1. Kondisi kulit
2. Kondisi kuku
3. Ada tidaknya
deformitas
4. Kelayakan alas
kaki
b. Palpasi 10 detik
1. Suhu kaki -
dingin
2. Suhu kaki –
panas
3. Rentang gerak
kaki
c. Pengkajian 30 detik
1. Tes senasi
dengan
monofilamen
2. Tes sensasi
dengan
pertanyaan
3. Denyut nadi pada
kaki
4. Kemerahan pada
kaki
5. Erythema
52

3.4.1 Desain Sampling

3.4.1 Populasi

Populasi adalah orang yang menjadi subjek penelitian atau orang

yang karakteristiknya hendak diteliti (Nursalam, 2015). Populasi dalam

penelitian ini adalah pasien diabetes melitus di Wilayah Kerja Puskesmas

Arosbaya Kecamatan Arosbaya pada bulan November sampai Desember

2021 dengan estimasi 54 pasien.

3.4.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sedangkan

sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili

populasi yang ada (Nursalam, 2015). Pada penelitian ini sampel diambil dari

seluriuh populasi pasien diabetes melitus di Wilayah Kerja Puskesmas

Arosbaya Kecamatan Arosbaya.

a. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2015).

Kriteria inklusi penelitian ini antara lain:

1. Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ulkus.

2. Dapat berkomunikasi dengan baik

3. Pasien yang sudah mendapatkan edukasi perawatan ulkus

b. Kriteria eksklusi adalah individu yang telah masuk kriteria inklusi,

namun memiliki kondisi tertentu sehingga harus dikeluarkan dari

penelitian(dr. Irfannuddin, 2019)


53

Adapun kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah:

1. Pasien dengan penurunan kesadaran

3.4.3 Besar Sampel

Perhitungan besar sampel menggunakan rumus:

𝒁𝟐𝟏−𝜶/𝟐 𝒑(𝟏 − 𝒑)𝑵


𝒏=
𝒅𝟐 (𝑵 − 𝟏) + 𝒁𝟐𝟏−𝜶𝟏𝟐 𝒑(𝟏 − 𝒑)

(1,96)2 (0,085)(1 − 0,085)(54)


𝑛=
(0,05)2 (54 − 1) + (1,96)2 (0,085)(1 − 0,085)

(0,29878044)(54)
𝑛=
(0,1325) + (30,29878044)

16,13414376
𝑛=
0,43128044

𝑛 = 37

Jadi jumlah sampel yang diambil sebanyak 37 pasien.

Keterangan:

n = Jumlah sampel minimal yang diperlukan

α = Derajat kepercayaan

p = Perkiraan proporsi

q = 1-p

d = Tingkat kesalahan yang dipilih (d=0,05)

3.4.4 Teknik Sampling

Tekhnik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam

pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai

dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2015). Penelitian ini

menggunakan Teknik purposive sampling. Dimana tekhnik penetapan sampel


54

dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang di

kehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel

tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya

(Nursalam, 2015).

3.4.2 Tempat Dan Waktu Penelitian

3.4.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas

Arosbaya Kecamatan Arosbaya.

3.4.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2022

3.4.5 Alat Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kesioner,

sehingga responden dapat menulis jawabnnya. Pada jenis pengukuran ini

peneliti mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk menjawab

pernyataan secara tertulis (Nursalam, 2017). Penelitian ini menggunakan 2

kuesioner. Kuesioner yang digunakan untuk mengukur perawatan kaki adalah

Nottingham Assesment of Fungtional Footcare (NAFF) milik Lincoln, dkk

(2007) dan di adaptasi oleh Hirpha (2020). 14 dari 29 pernyataan dipilih

sesuai perilaku perawatan kaki diabetic (Hirpha et al, , 2020). Sedangkan

Kuesioner yang dipakai untuk mengukur resiko diabetic foot ulcer adalah

Inlow’s 60 Second diabetic Foot Screen screening Tool yang merupakan

assessment dari Wound Canada (2018).


55

3.4.6 Validitas Dan Reabilitas

3.4.7 Uji Validitas

Validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip

keandalan instrument dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat

mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2015). Dalam penelitian

ini, kuesioner yang digunakan Nottingham Asesment of Fungtional FootCare

(NAFF) dan lembar Penilaian Inlow’s 60 Second diabetic Foot Screen

screening Tool tidak memerlukan uji validitas karena merupakan instrumen

baku.

3.4.8 Uji Reabilitas

Reabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila

fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu

yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama-sama

memegang peranan yang penting dalam waktu yang bersamaan (Nursalam,

2015). Dalam penelitian ini, kuesioner yang digunakan Nottingham Asesment

of Fungtional Foot Care (NAFF) dan Lembar penilaian inlow’s 60 Second

diabetic Foot Screen screening Tool tidak memerlukan uji reabilitas karena

merupakan instrumen baku.

3.4.9 Etika Penelitian

3.4.10 Nilai Sosial

Suatu penelitian dapat diterima apabila memenuhi standar Nilai

Sosial/Klini, memiliki nilai berikut, yaitu adanya Novelty atau kebaruan,

desiminasi hasil, informasi penting, kontribusi promosi kesehatan individu

atau masyarakat, alternatif cara mengatasi masalah dan data serta informasi
56

yang dapat dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan klinis atau sosial.

Nilai sosial pada penelitian ini yaitu menghasilkan pentingnya informasi

yang akan dihasilkan oleh penelitian.

3.4.11 Nilai Ilmiah

Suatu penelitian dapat diterima apabila memenuhi standar nilai

ilmiah diantaranya, desain penelitian mengikuti kaidah ilmiah, mengacu

pada kemampuan untuk menghasilkan informasi yang valid, menguraikan

penelitian lanjutan yang dapat dilakukan, menyajikan data dan informasi,

relavan dengan masalah kesehatan, dan memiliki kontribusi terhadap

penciptaan dan evaluasi. Nilai ilmiah terdapat uraian tentang penelitian

lanjutan yang dapat dilakukan dari hasil penelitian yang sekarang.

3.4.12 Pemerataan Beban Dan Manfaat

Pemerataan beban dan manfaat mengharuskan subjek diambil dari

kualifikasi populasi diwilayah geografis dimana hasilnya dapat diterapkan.

Sehingga suatu penelitian hendaknya mencerminkan adanya beberapa

perhatian. Suatu penelitian dapat diterima apabila memenuhi nilai

pemerataan diantaranya mencantumkan manfaat dan beban, rekrutmen

subjek berdasarkan pertumbangan ilmiah, rincian kriteria subjek, pemilihan

subjek tertentu, memisahkan kelompok subjek yang tidak memperoleh

manfaat, perbedaan distribusi beban dan manfaat, proporsi subjek terwakili

secara seimbang, perbandingan subjek terpilih menerima beban dan

menikmati manfaat, mengikutsertakan kelompok rentan, dan tidak

memanfaatkan subjek secara berlebihan. Nilai pemerataan beban dan

manfaat penelitian berupa kelompok subjek yang tidak mungkin


57

memeperoleh manfaat dari penelitian ini, dapat dipisahkan dari subjek lain,

agar terhindar dari risiko dan beban yang sama.

3.4.13 Potensi Manfaat Dan Resiko

Resiko kepada subjek seminimal mungkin dengan keseimbangan

memadai/tepat dalam kaitannya dengan prospek potensi manfaat terhadap

individu, nilai sosial dan ilmiah suatu penelitian. Diantaranya menyiratkan

ketidaknyamanan beban, subjek berpotensi mengalami kerugian, adanya

bahaya yang bermakna dan resiko kematian. Potensi manfaat dan resiko

pada penelitian ini adalah tidak ada potensi resiko yang akan dialami

individu ataupun masyarakat, karena subjek hanya diminta untuk mengisi

kuesioner.

3.4.14 Bujukan / Ekspolitasi (Undak)

Dalam penelitian harus dihindari adanya kecurigaan atau klaim

adanya “eksploitatif”, dan pentingnya aspek moral pada klaim tersebut.

Beberapa butir-butir yang harus diperhatikan diantaranya adaanya

penjelasan insentif, menguraikan insentif secara detail, mengidentifikasi

adanya eksploitasi atau bujukan, dan kompensesai yang “wajar”. Nilai

bujukan/eksploitasi (Undak) pada penelitian ini responden diberikan

konsumsi berupa roti setelah pengambilan data.

3.4.15 Rahasia / Privasi

Kerahasiaan adalah menghormati usaha penyedia informasi tentang

bagaimana informasi yang akan digunakan atau diungkapkan. Suatu

penelitian dapat diterima apabila memenuhi standar nilai rahasia/privasi

yaitu kewajiban untuk menghormati kerahasiaan adalah berkaitan dengan


58

bagaimana seseorang menepati janji. Hal ini penting untuk dicatat bahwa

usaha untuk menjaga kerahasiaan tidak selalu secara eksplisit diberikan.

Suatu penelitian dapat diterima apabila memenuhi standar rahasia/privacy

adalah menghormati usaha penyedia informasi tentang bagaimana

informasi yang akan digunakan atau diungkapkan. Dengan demikian,

kewajiban untuk menghormati kerahasiaan adalah berkaitan dengan

bagaimana seseorang menepati janji. Hal ini penting untuk dicatat bahwa

usaha untuk menjaga kerahasiaan tidak selalu secara eksplisit diberikan.

3.4.16 Informed Consent

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antar peneliti

dengan responden peneliti dengan memberikan lembar persetujuan

(Nursalam, 2017). Dalam penelitian ini, peneliti memberikan lembar

persetujuan menjadi responden.

3.9.1 Cara Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dalam

beberapa Langkah, yaitu:

a. Peneliti memulai untuk pengambilan dan pengumpulan data dengan

mendapatkan surat pengantar dari STIKes Ngudia Husada Madura yang

ditunjukkan kepada pihak Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya

Kecamatan Arosbaya.

b. Memohon ijin melakukan pengumpulan data dan menyerahkan surat dari

STIKes Ngudia Husada Madura kepada pihak Wilayah Kerja Puskesmas

Arosbaya Kecamatan Arosbaya.


59

c. Langkah selanjutnya, peneliti melakukan pemilihan responden yang

dilakukan secara purposive sampling.

d. Selanjutnya peneliti memimnta persetujuan dari responden dengan

memberikan surat persetujuan menjadi responden (Informed Consent)

kepada pasien diabetes melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya

Kecamatan Arosbaya.

e. Berikutnya peneliti melakukan pengambilan data kepada responden yang

telah menyetujui Informed Consent dengan memberikan kuesioner

Nottingham Assesment Of Fungtional FootCare (NAFF) dan melakukan

penilaian menggunakan Lembar penilaian inlow’s 60 Second diabetic

Foot Screen screening Tool.

f. Kepada responden. Peneliti mendampingi responden selama pengisian

kuesioner. Setelah pengisian kuesioner dan penilaian selesai, memberikan

souvenir dan lembar kuesioner diserahkan lagi kepada peneliti.

g. Melakukan Analisa dan pengolahan data.

3.10 Pengelolaan Data

3.10.1 Pemeriksaan Data (Editing)

Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus

dilakukan penyuntingan, (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing

adalah merupakan kegiatan pengecekan dan perbaikan isian formular atau

kuisioner (Notoatmodjo, 2018).


60

3.10.2 Pemberian Skor (Scoring)

a. Nottingham Assesment Of Fungtional FootCare (NAFF)

Terdapat 14 pertanyaan

Pertanyaan positif (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 11)

Nilai tertinggi : 3

Nilai terendah : 0

Pertanyaan negatif (9, 10, 12, 13, 14 )

Nilai tertinggi : 0

Nilai terendah : 3

Hasil ukur :

Perawatan diri baik : 22 – 42

Perawatan diri buruk : 0 – 21

b. Lembar penilaian inlow’s 60 Second diabetic Foot Screen screening

Tool

Terdapat 12 pertanyaan

Skoring :

Sangat Rendah : 0-5

Rendah : 6-10

Sedang : 11-15

Tinggi : 16-20

Sangat Tinggi : 21-25

3.10.3 Pemberian Code (Coding)

Setelah semua kuisioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan

peng’kodean” atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau


61

huruf menjadi data angka atau bilangan. Coding atau pemberian kode ini

sangat berguna dalam memasukkan data (data entry) (Notoatmodjo, 2018).

Maka pada setiap hasil yang didapat diberi kode dengan karakter masing-

masing

a. Nottingham Asesment of Fungtional Foot Care (NAFF)

1) Baik kode 2

2) Buruk kode 1

b. Inlow’s 60 Second Diabetic Foot Screen Screening Tool

1) Sangat Tinggi : 1

2) Tinggi :2

3) Sedang :3

4) Rendah :4

5) Sangat Rendah: 5

3.10.4 Tabulasi (Tabulating)

Tabulating adalah proses penyusunan data ke dalam bentuk table.

Pada tahap ini dianggap bahwa data telah selesai diproses sehingga harus

segera disusun kedalam suatu pola formal yang dirancang (Nursalam,

2015).

3.11 Analisa Data

3.11.1 Analisa Deskriptif

Analisa deskriptif atau Analisa univariat merupakan analisis yang

bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi pada setiap variabel

penelitian. Ukuran nilai-nilai statistik deskriptif yang digunakan pada

analisis statistic ini adalah ukuran pemusatan data (misalnya rerata, median,
62

dan modus), ukuran penyebaran data (misalnya range, simpangan baku dan

varians), serta melalui table distribusi frekuensi, grafik atau histogram

(Hulu, V.T. and Sinaga, 2019).

3.11.2 Analisa Inferensial

Pada analisi ini digunakan untuk menguji hubungan antara dua

variabel, yaitu hubungan antara masing-masing variabel independent

dengan variabel dependen (Hulu, V.T. and Sinaga, 2019). Uji statistik pada

penelitian ini peneliti menggunakan uji korelasi spearmank rank dengan

nilai kesalahan = 0,05.

3.12 Kerangka Kerja

Frame work atau kerangka kerja adalah sesuatu yang abstrak, logical,

secara arti harfiah dan akan membantu peneliti dalam menghubungkan hasil

penemuan dengan body of knowledge (Nursalam, 2017).


63

Variabel Independen: Variabel Dependen:


Perawatan kaki Resiko Diabetic Foot Ulcer
Foot self-care

Populasi
Pasien diabetes melitus di wilayah kerja Arosbaya Kecamatan Arosbaya sebanyak 54
pasien

Sampel
Pasien diabetes melitus di wilayah kerja Arosbaya Kecamatan Arosbaya sebanyak 37
pasien 7pasien

Teknik Sampling
Purposive Sampling

Pengumpulan Data

Hasil

Pengolahan Data
Editing, Scoring, Coding, Tabulating

Analisa Data
Analisa univariat: Tabel distribusi frekuesi
Analisa bivariat: Tabulasi silang
Uji Statistik: Uji korelasi spearmank Rank

Kesimpulan

Gambar 3. 1 Kerangka Kerja


Penelitian hubungan perawatan kaki dengan Resiko diabetic foot ulcer pada pasien
diabetes melitus tipe 2
BAB 4

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan disajikan tentang hasil penelitian hubungan perawatan kaki

dengan pencegahan ulkus diabetikum pada pasien resiko kaki diabetic di wilayah

kerja puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya dengan jumlah responden 37 yang

dilakukan pada bulan Juni 2022. Hasil penelitian dimulai dari data umum dan data

khusus.

4.1 Data Umum

Data umum ini membahas tentang karakteristik responden, data ini

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

4.1.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Wilayah Kerja


puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya Di Bulan Juni 2022
Usia Frekuensi Persentase (%)
17-25 (remaja awal) 1 2.7
26-35 (dewasa awal) 1 2.7
36-45 (dewasa akhir) 5 13.5
46-55 (lansia awal) 11 29.7
56-65 (lansia akhir) 13 35.1
>65 (manula) 6 16.2
Total 37 100
Sumber: Data Primer, Juni 2022

Berdasarkan tabel 4.1 diatas didapatkan data berdasarkan usia

responden hampir setengahnya di usia 56-65 (lansia akhir) sejumlah 13

responden (35.1%).

64
65

4.1.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4. 2 Distribusi responden berdaarkan jenis kelamin di Wilayah Kerja


Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya di bulan Juni 2022
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Perempuan 33 89.2
Laki-laki 4 10.8
Total 37 100
Sumber: Data Primer, Juni 2022

Berdasarkan tabel 4.2 diatas didapatkan data berdasarkan jenis

kelamin responden hampir seluruh perempuan sejumlah 33 responden

(89.2%).

4.1.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan

Tabel 4.3 Distribusi responden berdasarkan jenis pendidikan di Wilayah


Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya di bulan Juni
2022
Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
Pendidikan Dasar 24 64.8
Pendidikan Menengah 4 10.8
Pendidikam Tinggi 3 9.1
Tidak Sekolah 6 16.2
Total 37 100
Sumber: Data Primer, Juni 2022

Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan jenis pendidikan terakhir

responden sebagian besar berpendidikan dasar sejumlah 18 responden

(64.8%).

4.2 Data Khusus

4.2.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan perawatan kaki

Tabel 4. 4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan perawatan kaki di


Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya di
bulan Juni 2022
Perawatan kaki Frekuensi Persentase (%)
Buruk 32 86.5
Baik 5 13.5
Total 37 100
Sumber: Data Primer, Juni 2022
66

Berdasarkan tabel 4.5 diatas menunjukkan perawatan kaki hampir

seluruh responden buruk 32 responden (86.5%).

4.2.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan resiko diabetic foot ulcer

Tabel 4. 5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan resiko diabetic foot


ulcer di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan
Arosbaya di bulan Juni 2022
Diabetic Foot Screen Frekuensi Persentase (%)
Screening Tool

Sangat Tinggi 8 21.6


Tinggi 17 45.9
Sedang 7 18.9
Rendah 5 13.5
Total 37 100
Sumber: Data Primer, Juni 2022

Berdasarkan tabel 4.6 diatas menunjukkan resiko diabetic foot ulcer

hampir dari setengah responden tinggi 17 responden (45.9%).

4.3 Tabulasi Silang Hubungan Perawatan Kaki Dengan Resiko Diabetic

Foot Ulcer

Tabel 4.6 Tabulasi silang hubungan perawatan kaki dengan resiko diabetic
foot ulcer di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan
Arosbaya di bulan Juni 2022
Diabetic Foot Ulcer Total
Sangat Tinggi Sedang Rendah
Tinggi
F % F % F % F % F %
Perawatan Buruk 8 21.6 17 45.9 5 13.5 2 5.4 32 86.5
Kaki Baik 0 0.0 0 0.0 2 5.4 3 8.1 5 13.5
Total 8 21.6 17 45.9 7 18.9 5 13.5 37 100
Uji Statistic Spearman Rank
α = 0.05
p = 0.001
r = 0.535
Sumber: Data Primer, Juni 2022

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dijelaskan bahwa pasien di Wilayah Kerja

Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya yang perawatan kaki buruk dengan

resiko diabetic foot ulcer sangat tinggi sejumlah 8 (21.6%), pasien yang

perawatan kaki buruk dengan resiko diabetic foot ulcer tinggi sejumlah 17
67

(45.9%), pasien perawatan kaki buruk dengan resiko diabetic foot ulcer sedang

sejumlah 5 (13.5%), pasien perawatan kaki buruk dengan resiko diabetic foot

ulcer rendah 2 (5.4%), pasien perawatan kaki baik dengan resiko diabetic foot

ulcer sangat tinggi sejumlah 0 (0.0%), pasien perawatan kaki baik dengan

resiko diabetic foot ulcer tinggi sejumlah 0 (0.0%), pasien perawatan kaki baik

dengan resiko diabetic foot ulcer sedang sejumlah 2 (5.4%), pasien perawatan

kaki baik dengan resiko diabetic foot ulcer rendah sejumlah 3 (8.1%).

Dari hasil uji statistik Spearman Rank diperoleh nilai p Value = 0.001 berarti

nilai p Value < α (0.05), sehingga H1 diterima. Dengan nilai korelasi sebesar

0.535 dengan kekuatan sedang. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan

perawatan kaki dengan resiko diabetic foot ulcer di Wilayah Kerja Puskesmas

Arosbaya Kecamatan Arosbaya dengan interpretasi sedang.


70

BAB 5

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dilakukan pembahasan dari variabel yang telah diteliti yaitu

hubungan perawatan kaki dengan resiko diabetic foot ulcer pada pasien diabetes

melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya.

5.1 Perawatan Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja

Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan hampir seluruhnya pasien

diabetes melitus pada resiko kaki diabetic dengan pencegahan perawatan

kaki. Hal ini dapat dijelaskan melalui hasil analisis kuesioner didapatkan hasil

terendah yaitu menjaga kebersihan kaki, menggunakan pelembab pada kaki

dan menggunakan pelembab disela-sela jari anda.

Berdasarkan hasil analisis peneliti dengan kategori tinggi dikarenakan

dari hasil kuisioner didapatkan hasil terendah dengan perawatan kaki pasien

dalam kategori buruk dikarenakan hampir seluruh pasien mengabaikan

penggunaan pelembab pada kaki dan penggunaan pelembab di sela-sela jari.

Hal ini diketahui dari hasil kuesioner perawatan kaki yang paling rendah,

mereka menyatakan selama ini tidak pernah diberikan edukasi khusus tentang

perawatan kaki, penggunaan pelembab pada kaki tidak dianggap bagian

penting dalam perawatan kaki pasien diabetes, sehingga penderita diabetes

melitus tidak melakukan perawatan yang tepat untuk kaki, sehingga kaki

lebih beresiko untuk terjadi komplikasi. Dari berbagai faktor tersebut faktor

yang berperan penting adalah pengetahuan pasien diabetes yang masih


71

kurang tentang perawatan kaki. Salah satu tindakan pencegahan terjadinya

kaki diabetic pada penderita diabetes yaitu dengan perawatan kaki.

Hal ini sejalan dengan penelitian (Hartono, 2019) merupakan upaya

pencegahan primer, perawatan kaki yaitu memeriksa kaki setiap hari, apakah

ada perubahan warna, terjadi pembengkakan, nyeri atau mati rasa, memeriksa

alas kaki seperti sepatu atau kaus kaki yang digunakan untuk memastikan

bahwa alas kaki sesuai dan tidak menyebabkan lecet pada kaki, mencuci kaki

setiap hari menggunakan sabun dan air hangat, mengeringkan kaki dengan

hati-hati, khususnya diantara sela-sela jari kaki, serta menggunting kuku yang

harus dilakukan pada perawatan kaki untuk menjaga kebersihan kaki dan

tidak boleh mengatasi sendiri bila ada masalah pada kaki dengan

menggunakan alat-alat atau benda tajam.

Berdasarkan karakteristik pasien sebelumnya didapatkankan lebih

banyak hampir setengahnya berpendidikan dasar. Menurut peneliti, bahwa

pada tingkat pendidikan yang rendah akan memengaruhi proses penerimaan

informasi atau pendidikan kesehatan yang disampaikan oleh para petugas

kesehatan maupun dari media sosial. pendidikan yang rendah menyebabkan

pengetahuan menjadi rendah, sehingga rendahnya kesadaran tentang

melakukan perawatan kaki yang benar.

Hal ini sejalan dengan penelitian (Oktavianti, Dewi siti, 2021)

menyatakan rendahnya tingkat pendidikan menimbulkan pengetahuan

terhadap Kesehatan menjadi rendah serta dapat mempengaruhi dalam

mengikuti cara pengobatan, cara pencegahan dan kedisiplinan, dimana

seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas
72

pengetahuannya. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan

seseorang dalam melakukan perubahan perilaku kesehatan.

5.2 Resiko Diabetic Foot Ulcer Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di

Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan hampir dari setengah

pasien pada resiko kaki diabetic dengan resiko diabetic foot ulcer dalam

kategori tinggi. Hal ini dapat dijelaskan melalui hasil analisis kuesioner

dengan nilai terendah yaitu pada pertanyaan nomer 4 tentang kelayakan alas

kaki pada responden.

Berdasarkan hasil analisis peneliti dengan kategori tinggi dikarenakan

dari hasil kuisioner didapatkan hasil terendah yaitu kelayakan alas kaki

responden. Masalah kaki diabetik memerlukan pengobatan, perawatan yang

lama sehingga menjadi pertimbangan perlunya dilakukan upaya pencegahan

munculnya kaki diabetik, yang sering berupa ulkus kaki. Perilaku perawatan

kaki meliputi: menjaga kebersihan kaki setiap hari, memotong kuku terutama

kuku kaki dengan baik dan benar, memilih alas kaki yang baik, dan

pengelolaan cedera awal pada kaki termasuk kesehatan secara umum dan

gawat darurat pada kaki.

Hal ini didukung oleh jurnal penelitian (Oktavianti, Dewi siti, 2021)

Faktor lain yang berkontribusi pada terjadinya ulkus diabetik adalah kurang

patuh dalam melakukan pencegahan luka, pemeriksaan kaki, memelihara

kebersihan, kurang melaksanakan pengobatan, aktivitas yang tidak sesuai,

serta kelebihan beban pada kaki. Perawatan kaki bagi penderita diabetes

melitus tipe 2 meliputi inspeksi kaki setiap hari, cuci kaki setiap hari serta
73

keringkan secara menyeluruh, jangan berjalan tanpa alas kaki, jangan

mencungkil luka dan lain sebagainya.

Berdasarkan karakteristik pasien sebelumnya didapatkan data

berdasarkan usia hampir setengahnya hampir di usia 56-65 (lansia akhir).

Menurut peneliti usia yang semakin tua akan menyebabkan penurunan fungsi

tubuh, salah satunya adalah penurunan fungsi pankreas dan sekresi insulin

yang berkurang. Menurunnya toleransi glukosa pada usia lanjut berhubungan

dengan berkurangnya sensitivitas sel perifer terhadap insulin sehingga

menyebabkan peningkatan kadar gula darah pada usia lanjut. Pada kelompok

umur tersebut, kulit mulai mengalami perubahan akibat penurunan fungsi

sistemik, diantaranya yaitu penurunan elastisitas kulit, penurunan sistem

imun, persepsi sensori, proteksi mekanis, dan fungsi barrier kulit yang dapat

menghambat penyembuhan luka.

Hal ini sejalan dengan penelitian (Ayu et al., 2022) pada usia yang

lebih tua menyebabkan penurunan sekresi atau resistensi insulin yang

mengakibatkan penurunan sirkulasi darah besar ataupun sedang di tungkai

yang lebih beresiko terjadinya ulkus kaki diabetik. Usia tua akan terjadi

penurunan fungsi organ tubuh, termasuk pankreas dalam memproduksi

insulin.

Berdasarkan karakteristik pasien sebelumnya didapatkankan lebih

banyak hampir setengahnya berpendidikan SD. Menurut peneliti, semakin

tinggi tingkat pendidikan maka resiko untuk terkena diabetic foot ulcer

semakin rendah, begitu pula sebaliknya orang yang berpendidikan tinggi akan

memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan dan orang dengan tingkat


74

pendidikan rendah pengetahuannya kurang. Oleh karena itu, pengetahuan

yang dimiliki seseorang akan berdampak pada kesadaran untuk menjaga

kesehatan. Secara umum seseorang yang berpendidikan tinggi akan

mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan yang tingkat

pendidikannya rendah.

Hal ini sejalan dengan penelitian Karolina et al., (2017) dalam

(Fitriani & Suprayitno, 2021) mengatakan bahwa kebanyakan orang

menderita luka kaki diabetes berpendidikan Sekolah Dasar, bahwa kurang

pengetahuan akan mempengaruhi pasien dalam melakukan pemeriksaan

kesehatan secara rutin ke pelayan kesehatan.

5.3 Hubungan Perawatan Kaki Dengan Resiko Diabetic Foot Ulcer Pada

Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya

Kecamatan Arosbaya

Dari hasil uji statistik Spearman Rank diperoleh nilai p Value = 0.001

berarti nilai p Value < α (0.05), sehingga H1 diterima. Dengan nilai korelasi

sebesar 0.535 dengan kekuatan sedang. Hal ini menunjukkan bahwa ada

hubungan perawatan kaki dengan resiko diabetic foot ulcer di Wilayah Kerja

Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya dengan interpretasi sedang.

Menurut analisis peneliti semakin baik perawatan kaki yang

dilakukan pasien diabetes melitus maka akan menurun untuk terjadinya

resiko diabetic foot ulcer. Perawatan kaki secara reguler dinilai mudah dan

bisa dilakukan oleh pasien secara mandiri. Namun masih banyak penderita

diabetes melitus tidak melakukan perawatan kaki yang diharapkan. Penderita

harus memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik dalam melakukan


75

perawatan kaki untuk mengurangi resiko terjadinya komplikasi pada kaki.

Perawatan kaki sangat penting pada penderita diabetes melitus tipe 2,

terutama bagi mereka yang mengalami mati rasa, kesemutan di kaki,

perubahan bentuk kaki, serta luka pada kaki. Perawatan kaki dapat dilakukan

dengan cara periksa kaki setiap hari, mencuci kaki setiap hari, menjaga kaki

agar tetap lembut dan halus, pemakaian alas kaki yang benar, memotong kuku

dan lain-lain.

Hal ini juga didukung oleh penelitian (Tini et al., 2019) menunjukkan

terdapat hubungan antara perawatan kaki dengan resiko kaki diabetik pada

pasien diabetes melitus tipe 2, perilaku kepatuhan pasien dalam merawat

kaki berpengaruh terhadap kejadian ulkus kaki diabetes dan apabila

aktivitas perawatan kaki yang dilakukan masih belum maksimal dapat

menimbulkan faktor resiko terjadinya ulkus kaki diabetik.

Hal ini juga didukung oleh penelitian (Purwanti, 2013) dalam (Lubis,

2019) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna perawatan kaki

yang tidak rutin dengan kejadian ulkus, yaitu perawatan kaki tidak rutin

penderita diabetes melitus memiliki kemungkinan 12,963 kali terjadi ulkus

kaki diabetik dibandingkan dengan penderita diabetes melitus yang

melakukan perawatan kaki rutin. Perawatan kaki yang buruk merupakan

faktor risiko terjadinya ulkus kaki diabetik dimana perawatan kaki yang

buruk mempunyai risiko terjadi ulkus kaki diabetik 7,2 kali dibandingkan

dengan perawatan kaki yang baik.

Hal ini didukung oleh jurnal (Amelia, 2018) menunjukkan terdapat

hubungan antara perilaku perawatan kaki diabetes dengan kejadian


76

komplikasi luka kaki diabetes pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas

Tuntungan Medan. Perilaku perawatan kaki sangat berperan terhadap

terjadinya luka kaki diabetes. Untuk membentuk perilaku yang baik

dibutuhkan edukasi oleh dokter maupun oleh petugas kesehatan kepada

pasien diabetes.

Hal ini didukung oleh jurnal (Muslik et al., 2022) didapatkan bahwa

ada hubungan yang signifikan antara perawatan kaki dengan terjadinya ulkus

kaki pada pasien dengan Diabetes Mellitus Type 2. Hubungan kejadian UKD

dengan perawatan kaki cukup signifikan dengan arah hubungan negatif yang

bermakna semakin buruk perilaku merawat kaki maka akan semakin tinggi

kejadian UKD pada orang dengan DM tipe 2. Mengingat tingginya prevalensi

UKD pada pasien DM tipe 2 maka disarankan agar melakukan perawatan

kaki secara rutin.


BAB 6

KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

a. Sebagian besar pasien diabetes melitus di Wilayah Kerja Puskesmas

Arosbaya Kecamatan Arosbaya memiliki perawatan kaki yang buruk.

b. Hampir seluruh pasien diabetes melitus memiliki Resiko diabetic foot

ulcer tinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya.

c. Ada hubungan perawatan kaki dengan resiko diabetic foot ulcer pada

pasien resiko kaki diabetik di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya

Kecamatan Arosbaya.

6.2 Saran

Setelah mengetahui hasil dari penelitian ini, peneliti memberikan

saran sebagai berikut:

a. Teoritis

Penelitian ini bisa digunakan sebagai sumber pendukung untuk

penelitian lanjut tentang perawatan kaki dengan resiko diabetic foot ulcer,

disarankan untuk peneliti selanjutnya dapat lebih mengembangkan

penelitian seperti mengeksplor data terkait perawatan kaki meliputi faktor

yang belum diteliti.

b. Praktis

Bagi penderita diharapkan dapat memberikan informasi tentang

seberapa pentingnya perawatan kaki khususnya yang menderita diabetes

76
77

melitus dengan resiko kaki diabetik sehingga mampu meningkatkan

pengelolaan diri dengan lebih baik dan dapat menekan terjadinya

komplikasi ulkus diabetikum, serta bagi pelayanan kesehatan dan perawat

dapat memberikan edukasi atau konsultasi untuk memantau pengelolaan

pasien diabetes melitus dengan resiko kaki diabetik serta pencegahan

ulkus.
78

DAFTAR PUSTAKA

Aissyah, D. (2021). Terhadap Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus.
Ali Maghfuri Tholib. (2016). Buku Pintar Perawatan Luka Diabetes Melitus.
Amelia, R. (2018). Hubungan Perilaku Perawatan Kaki dengan Terjadinya
Komplikasi Luka Kaki Diabetes pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Puskesmas Tuntungan Kota Medan. Talenta Conference Series: Tropical
Medicine (TM), 1(1), 124–131. https://doi.org/10.32734/tm.v1i1.56
Angeline Pieter, D. dan T. P. E. S. (2021). Jurnal Keperawatan Muhammadiyah
Bengkulu. Sereal Untuk, 8(1), 51.
Anggeria, E., & Siregar, P. S. (2019). Efektivitas perawatan ulkus diabetikum
terhadap penerimaan diri pasien diabetes melitus tipe II. Jurnal Jumantik, 4(2),
178–187.
Ashari, A. M., & Kusumaningrum, N. S. D. (2020). Foot Self-Care Pada
Penyandang Diabetes Mellitus (DM) : Pilot. Journal of Islamic Nursing, 5(1),
54–59.
Ayu, N. M. D., Supono, & Rahmawati, I. (2022). FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI TERJADINYA ULKUS LATAR BELAKANG Diabetes
melitus merupakan masalah kesehatan yang penting , dan menjadi salah satu
penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut (
Organization , 2016 ). Penderita DM kur. 117–125.
Chrisanto, E. Y., & Agustama, A. (2020). Perilaku self-management dengan
kejadian ulkus diabetikum pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Holistik Jurnal
Kesehatan, 14(3), 391–400. https://doi.org/10.33024/hjk.v14i3.1888
Dharmawati, A. P. (2019). Gambaran Perilaku Perawatan Kaki Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 Di RS Tingkat III Baladhika Husada Jember. Digital
Repository Universitas Jember.
Dr. Hasdianah H.R. (2012). Mengenal Diabetes Melitus Pada Orang Dewasa dan
Anak-anak Dengan Solusi Herbal.
dr. Irfannuddin. (2019). cara sistematis berlatih meneliti (cetakan 1).
Federation, I. D. (2021). Internasional Diabetes Federation (IDF) Atlas (H. S.
Edward J Boyko, Dianna J Magliano Suvi Karuranga, Lorenzo Piemonte, Phil
Riley Pouya Saeedi (ed.); 10th ed.). 2021.
Fitriani, & Suprayitno, E. (2021). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEJADIANULKUS DIABETIK PADA PASIEN DIABETES MELITUS. 9–25.
Hardiaanti, D., Adi, S., & Saraswati, L. D. (2018). Description of Factors Related
To Severity of Diabetic Mellitus Patient Type 2 (Study in Rsud Kota
Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 6(4), 132–140.
79

Hartono, D. (2019). Pengaruh Foot Care Education Terhadap Tingkat Pengetahuan


Dan Perilaku Perawatan Kaki Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II. Jurnal
Aiptinakes, 15, 7–17. http://repository.stikeshangtuahsby-library.ac.id/62/
Hidhayah, D. A., Kamal, S., & Hidayah, N. (2021). Hubungan lama sakit dengan
kejadian luka pada penderita Diabetes Melitus di Kabupaten Magelang.
Borobudur Nursing Review, 1(1), 1–11. https://doi.org/10.31603/bnur.4947
Hulu, V.T. and Sinaga, T. R. (2019). Analisa Data Statistik Parametrik Aplikasi
SPSS dan STATCAL (Sebuah Pengantar Untuk Kesehatan) (J. Simartama
(ed.)).
Lubis, S. P. S. (2019). Analisis Pengaruh Perawatan Kaki dan Penggunaan Alas
Kaki dengan Ulkus Kaki Diabetik pada Penderita Dm. Jurnal Prosiding
SINTAKS, 1(1), 870–876.
Lukita, Y. I. (2016). Pengaruh Range Of Motion (ROM) Aktif Kaki Terhadap
Risiko Terjadinya Ulkus Kaki Diabetik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
di Desa Kaliwining Kecamatan Rambipuji Kebupaten Jember. In Universitas
Jember (Vol. 1, Issue 3).
Muslik, A., Agustina, W., & Lumadi, S. A. (2022). Kajian Pustaka Tentang
Hubungan Perawatan Kaki Dengan Terjadinya Ulkus Kaki Diabetik Pada
Pasien Diabetes Melitus Type 2. Malahayati Nursing Journal, 4(7), 1850–
1863. https://doi.org/10.33024/mnj.v4i7.6884
Nisak, R. (2021). Evaluasi Kejadian Dan Klasifikasi Ulkus Diabetikum Menurut
Wagner Pada Penderita Diabetes Mellitus. Jurnal Ilmiah Keperawatan
(Scientific Journal of Nursing), 7(2). https://doi.org/10.33023/jikep.v7i2.729
Notoatmodjo, S. (2018). Metodelogi Penelitian Kesehatan (3rd, Januari ed.).
Nur Aini, L. M. A. (2016). Asuhan Keperawatan pada Sistem Endokrin dengan
Pendekatan Nanda Nic Noc.
Nuraisyah, F. (2018). Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Kebidanan
Dan Keperawatan Aisyiyah, 13(2), 120–127. https://doi.org/10.31101/jkk.395
Nursalam. (2015). metodologi ilmu keperawatan : pendekatan praktis.
Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: pendekatan praktis.
Salemba Medika.
Oktavianti, Dewi siti, S. N. P. (2021). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap
Pengetahuan Dan Kepatuhan Merawat Kaki Pada Penderita Diabetes Melitus
Tipe 2. 7(3), 21–31.
Ose, M. I., Utami, P. A., & Damayanti, A. (2018). Efektivitas Perawatan Luka
Teknik Balutan Wet-Dry Dan Moist Wound Healing Pada Penyembuhan
Ulkus Diabetik. Journal of Borneo Holistic Health, 1(1), 101–112.
https://doi.org/10.35334/borticalth.v1i1.401
80

Parliani. (2021). intrumen dan panduan perawatan kaki pasien diabetes mellitus di
tatanan klinik.
Riskesdas Jatim. (2018). Laporan Provinsi Jawa Timur RISKESDAS 2018. In
Kementerian Kesehatan RI.
Rona Yuliana Saragih. (2021). PENGARUH SENAM KAKI TERHADAP
PENURUNAN RESIKO ULKUS KAKI DIABETIK PADA PASIEN
DIABETES MELITUS TIPE 2. Angewandte Chemie International Edition,
6(11), 951–952.
Saragih, D. L. (2020). HUBUNGAN ANTARA STRES DENGAN KONSEP DIRI
PADA PASIEN DM TIPE 2 TAHUN 2020 DESY (Vol. 2507, Issue February).
Sari, Y., Upoyo, A. S., Isworo, A., Taufik, A., Sumeru, A., Anandari, D., &
Sutrisna, E. (2020). Foot self-care behavior and its predictors in diabetic
patients in Indonesia. BMC Research Notes, 13(1), 4–9.
https://doi.org/10.1186/s13104-020-4903-y
Sianturi, P. L. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Perawatan Kaki Pada
Pasien Diabetes Melitus Di Puskesmas Padang Bulan Medan. Universitas
Sumatera Utara, 1(3), 82–91.
Sitepu, Y. R. B. T. P. D. melitus T. 1. 2019. 89-94, & Simanungkalit, J. N. (2019).
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA LUKA PADA
PENDERITA DIABETES MELITUS TINJAUAN LITERATUR. Jurnal
Penelitian Perawat Profesional, 3(November), 89–94.
Suryati, I., Primal, D., & Pordiati, D. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan
Lama Menderita Diabetes Mellitus (Dm) Dengan Kejadian Ulkus Diabetikum
Pada Pasien Dm Tipe 2. JURNAL KESEHATAN PERINTIS (Perintis’s Health
Journal), 6(1), 1–8. https://doi.org/10.33653/jkp.v6i1.214
Susanti, D., Sukarni, & Pramana Yoga. (2020). HUBUNGAN ANTARA EFIKASI
DIRI DENGAN PERAWATAN MANDIRI KAKI PADA PASIEN DIABETES
MELITUS DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD SULTAN SYARIF
MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK. 000.
Tarigan, U. P. N. G. (2020). Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan Jurusan
Keperawatan Prodi D-Iii Tapanuli Tengah Jurusan Keperawatan Prodi D-Iii.
Tini, Setiadi, R., & Noorma, N. (2019). Mengurangi resiko kaki diabetik pada
pasien diabetes melitus tipe 2. Jurnal Citra Keperawatan, 7(1), 10–15.
Tjomiadi, C. E. F. (2020). Persepsi Penyakit Pasien Dengan Ulkus Kaki Diabetik
Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia. Dinamika Kesehatan Jurnal
Kebidanan Dan Keperawatan, 10(1), 91–101.
https://doi.org/10.33859/dksm.v10i1.433
LAMPIRAN
81

Lampiran 1 Uji Kelaikan Etik


82

Lampiran 2 Surat Ijin Pendahuluan


83

Lampiran 3 Surat Balasan Studi Pendahuluan


84

lampiran 4 Surat Rekomendasi Penelitian


85

Lampiran 5 Surat Balasan Studi Penelitian


86

Lampiran 6 Lembar Persetujuan Menjadi Responden


LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth. Ibu/Bapak


Di Wilayah Kerja Puskesmas Arosbaya Kecamatan Arosbaya

Saya Lukluil Maqnun, Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKes


Ngudia Husada Madura, saya akan melakukan penelitian tentang “Hubungan
Perawatan Kaki dengan Resiko Diabetic Foot Ulcer Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2”. Untuk keperluan tersebut saya mohon partisipasi ibu/bapak
untuk menjadi responden dalam penelitian ini, kemungkinan bagi ibu/bapak hal
ini kurang berarti, namun bagi saya kegiatan ini bermanfaat dan berarti. Atas
ketersediannya serta bantuannya, saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya.
Demikian lembar permohonan ini kami buat, atas bantuan dan
pasrtisipasinya saya mengucapkan terima kasih.

Bangkalan, 1 April 2022


Peneliti

(Lukluil Maqnun)
n
87

INFORMED CONCENT

(PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Umur :

Alamat :

No. HP :

Menyatakan bahwa:

Setelah diberikan penjelasan tentang: tujuan penelitian, prosedur yang dilakukan,


resiko dan ketidaknyamanan fisik, manfaat penelitian terhadap subjek dan orang
lain, dan pemberian kompensasi dan saya telah diberi kesempatan untuk
menanyakan hal-hal yang belum jelas dan telah diberi jawaban yang memuaskan,
dengan ini saya tahu bahwa saya berhak untuk mengundurkan diri dari penelitian
setiap waktu tanpa mempengaruhi perawatan medik saya selanjutnya.

Demikian pernyataan persetujuan/penolakan ini saya buat dengan penuh kesadaran


dan tanpa paksaan.

Bangkalan, ………………………….

Saksi Responden

(……………………………) (……………………………)
88

Lampiran 7 Kuesioner

Inlow’s 60 Second Diabetic Foot Screen Screening Tool

Petunjuk Penggunaan

a. Langkah 1 : Jelaskan tujuan skrining kepada pasien dan


anjurkan pasienuntuk melepas alas kaki dari kedua kaki.
b. Langkah 2 : Lepaskan semua perhiasan yang dapat
mengganggu proses skrining.
c. Langkah 3 : Lihat kembali setiap indicator yang tertera pada
lembar observasi dan pilih skor yang sesuai dengan status
pasien (adanya amputasi dapat mempengaruhi skor pada kaki
yang diamputasi)
d. Langkah 4 : Tentukan rekomendasi perawatan yang tepat bagi
pasien setelah proses skrining selesai berdasarkan kebutuhan
pasien, sumber data yang tersedia, dan penilaian klinis.
e. Langkah 5 : Gunakan skor total tertinggi dari kedua kaki untuk
menentukan rekomendasi interval skrining berikutnya.
f. Langkah 6 : Rencanakan pertemuan selanjutnya dengan
pasien untuk melakukan skrining lanjutan berdasarkan
rekomendasi.

Skor
Inspeksi – 20 detik
Kaki Kanan Kaki Kiri
1.Kondisi kulit
0 = utuh dan sehat
1 = kering dengan fungus atau kalus ringan
2 = pembentukan kalus yang semakin
menebal
3 = muncul pembentukan kulit ulkus atau
memiliki riwayat ulkus
2.Kondisi kuku
0 = terawat dengan baik
1 = tidak terawat dan kasar
2 = tebal, rusak, atau terinfeksi
3.Ada tidaknya deformitas
0 = tidak ada deformitas
2 = deformitas ringan
4 = deformitas berat (amputasi)
89

4.Kelayakan alas kaki


0 = layak
1 = tidak layak
2 = menyebabkan trauma
Palpasi – 10 detik
5. Suhu kaki - dingin
0 = kaki teraba hangat
1 = kaki teraba lebih dingin dari kaki
lain/suhu lingkungan

6. Suhu kaki - panas


0 = kaki teraba hangat
1 = kaki teraba lebih panas dari kaki
lain/suhu lingkungan
7.Rentang gerak kaki
0 = jempol kaki bisa digerakkan (normal)
1 = hallux limitus
2 = hallux rigidus
3 = hallux amputation
Pengkajian – 30 detik
8.Tes sensasi dengan monofilamen
0 = merasakan sensasi pada 10 tempat
2 = merasakan sensasi pada 7-9 tempat
4 = merasakan sensasi pada 0-6 tempat
9. Tes sensasi dengan 4 pertanyaan
i = apakah anda pernah merasakan kaki anda
mati rasa?
ii = apakah anda pernah merasakan kaki anda
gatal?
iii = apakah anda pernah merasakan kaki
anda seperti terbakar?
iv = apakah anda pernah merasakan kaki
anda kesemutan?
0 = “tidak” untuk seluruh pertanyaan
2 = “ya” pada salah satu atau lebih
pertanyaan
10. Denyut nadi pada kaki
0 = teraba
1 = tidak teraba
11. Ada tidaknya kemerahan pada kaki
0 = tidak
1 = ya
12. Ada tidaknya erythema
0 = tidak
1 = ya
Skor Total
90

Sangat Rendah : 0-5


Rendah : 6-10
Sedang : 11-15
Tinggi : 16-20
Sangat Tinggi : 21-25
91

Nottingham Assesment of Fungtional Footcare (NAFF)

Kuesioner ini terdiri dari 14 pernyataan yang sesuai dengan kondisi

Bapak/Ibu/Saudara saat ini. Selanjutnya, Bapak/Ibu/Saudara diminta untuk

menjawab dengan cara memberi tanda centang (√) pada salah satu jawaban yang

paling sesuai dengan apa yang Bapak/Ibu/Saudara lakukan dalam merawat kaki.

Isilah sesuai dengan keadaan diri Bapak/Ibu/Saudara yang sesungguhnya.

1. Anda memeriksa kaki anda

( ) Lebih dari sekali dalam sehari

( ) sekali dalam sehari

( ) 4-6 kali perminggu

( ) tidak pernah

2. Anda memeriksa sepatu anda sebelum anda menggunakannya

( ) selalu

( ) kadang-kadang

( ) jarang

( ) tidak pernah

3. Anda mencuci kaki anda?

( ) lebih dari 1 kali/hari

( ) 1 kali/hari

( ) hampir setiap hari/minggu

( ) tidak pernah

4. Anda mengeringkan kaki anda setelah mencuci kaki

( ) selalu
92

( ) Kadang-kadang

( ) jarang

( ) tidak pernah

5. Anda mengeringkan sela-sela jari kaki anda

( ) selalu

( ) Kadang-kadang

( ) jarang

( ) Tidak pernah

6. Anda menggunakan pelembab kaki pada kaki anda

( ) setiap hari

( ) 1 kali/minggu

( ) 1 kali/bulan

( ) tidak pernah

7. Anda menggunakan pelembab kaki pada sela-sela jari kaki anda

( ) setiap hari

( ) 1 kali/minggu

( ) 1 kali/bulan

( ) tidak pernah

8. Anda memotong kuku kaki

( ) 1 kali/minggu

( ) 2-3 kali/bulan

( ) 1 kali dalam sebulan

( ) tidak pernah
93

9. Anda menggunakan sandal/selop

( ) setiap waktu

( ) kadang-kadang

( ) jarang

( ) tidak pernah

10. Anda menggunakan sepatu tanpa kaus kaki

( ) Sering

( ) kadang-kadang

( ) jarang

( ) tidak pernah

11. Anda mengganti kaus kaki

( ) lebih dari 1 kali/hari

( ) Setiap hari

( ) 4-6 kali/minggu

( ) 1 kali/bulan

12. Anda berjalan di dalam rumah dengan kaki telanjang

( ) sering

( ) kadang-kadang

( ) jarang

( ) tidak pernah
94

13. Anda berjalan di luar rumah dengan kaki telanjang

( ) sering

( ) Kadang-kadang

( ) Jarang

( ) tidak pernah

14. Anda menempatkan kaki anda dekat dengan api

( ) sering

( ) kadang-kadang

( ) jarang

( ) tidak pernah
95

Blue Print Nottingham Assesment of Fungtional Footcare (NAFF)

Pernyataan Nomor
Parameter Pernyataan
+/- urut
Anda memeriksa kaki anda + 1
Memeriksa kaki Anda memeriksa sepatu anda
+ 2
sebelum anda menggunakannya
Anda mencuci kaki anda + 3
Anda mengeringkan kaki anda
setelah mencuci kaki + 4

Anda mengeringkan sela-sela jari


Menjaga + 5
kaki anda
kebersihan kaki Anda menggunakan pelembab
+ 6
kaki pada kaki anda
Anda menggunakan pelembab
+ 7
kaki pada sela-sela jari kaki anda
Anda memotong kuku kaki + 8
Anda menggunakan sandal/selop - 9
Anda menggunakan sepatu tanpa
- 10
kaus kaki
Anda mengganti kaus kaki + 11
Anda berjalan di dalam rumah
Merawat kaki - 12
dengan kaki telanjang
Anda berjalan di luar rumah
- 13
dengan kaki telanjang
Anda menempatkan kaki anda
- 14
dekat dengan api
96

Blue Print Inlow’s 60-Second Diabetic Foot Screen Screening Tool

Indikator Observasi Kriteria Nilai


Kondisi kulit Kaji kulit bagian atas, Kulit utuh dan tidak ada
telapak, samping, dan tanda-tanda trauma. Tidak ada
0
sela-sela jari kaki tanda-tanda infeksi jamur atau
pembentukan kalus
Kulit kering, ada infeksi jamur
seperti moscain foot atau
1
interdigital yeast, mulai
terbentuk kalus
Kalus semakin menebal 2
Muncul pembentukan kulit
ulkus atau pasien memiliki
3
riwayat ulkus kaki
sebelumnya
Kondisi Kaji kuku jari kaki Kuku terawat dengan baik 0
kuku untuk menentukan Kuku tidak terawat dan kasar 1
seberapa baik Kuku tebal, rusak dan terinfesi
perawatan diri yang 2
telah pasien lakukan
Ada tidaknya Tidak ada deformitas 0
Amati adanya
deformitas Deformitas ringan seperti
perubahan struktur
mths (dropped metatarsal 2
tulang yang dapat
heads), bunions, atau charcot
mengindikasikan
pasien berisiko tinggi Deformitas berat (amputasi)
dan mencegah
pemakaian alas kaki 4
yang tidak layak
97

Kelayakan Amati sepatu (alas Sepatu (alas kaki) layak


alas kaki kaki) yang sedang digunakan, aman, sesuai
digunakan pasien dan dengan ukuran kaki, dan tidak
0
tanyakan alas kaki ada kemerahan pada area yang
yang biasa digunakan tertekan saat alas kaki dilepas
pasien dalam
kehidupan sehari-hari Sepatu (alas kaki) tidak layak
digunakan, tidak aman, dan
1
tidak sesuai dengan ukuran
kaki
Sepatu (alas kaki) dapat
menyebabkan trauma
2
(kemerahan atau ulkus) pada
kaki
Suhu kaki – Raba kaki dan Kaki teraba hangat (normal/
dingin rasakan apakah kaki sama dengan kaki yang lain/ 0
lebih dingin dari kaki sama dengan lingkungan)
yang lain atau kaki Kaki teraba lebih dingin dari
lebih dingin dari kaki lain/suhu lingkungan
lingkungan, hal
tersebut 1
mengindikasikan
adanya penyakit
arteri.
Suhu kaki – Kaki teraba hangat (normal/
Raba kaki dan
panas sama dengan kaki lain/ suhu 0
rasakan apakah kaki
lingkungan)
lebih panas dari kaki
Kaki teraba lebih panas dari
yang lain atau lebih
kaki / suhu lingkungan
panas dari suhu
1
lingkungan sekitar,
hal tersebut
98

mengidentifikasikan
infeksi pada kaki
atau perubahan
charot

Rentang Jempol kaki mudah


Gerakkan jempol 0
gerak kaki digerakkan
kaki ke depan dan ke
Rentang gerak jempol kaki
belakang, plantar 1
terbatas (hallux limitus)
fleksi dan dorsal
fleksi Jempol kaki kaku dan tidak
dapat digerakkan (hallux 2
rigidus)
Jempol kaki diamputasi 3
Tes sensasi Pasien dapat merasakan
Gunakan 0
dengan sensasi pada 10 tempat
monofilamen 10 g,
monofilamen Pasien dapat merasakan
tusuk kaki dengan 2
sensasi pada 7 – 9 tempat
monofilamen pada
10 tempat. Jangan Pasien dapat merasakan
menusuk terlalu sensasi pada 0 – 6 tempat
dalam pada bagian
kalus yang menebal
atau skar. Lokasi tes
monofilamen adalah
jempol kaki, jari
4
kaki ke-3, jari kaki
ke-5, mth
(metatarsal head)
ke-1, mth ke-3, mth
ke-5, tumit, midfoot
bagian medial,
midfoot bagian
99

lateral, dan bagian


dorsal kaki.

Tes sensasi a. Apakah anda


Pasien menjawab “tidak”
0
dengan 4 pernah
pada semua pertanyaan
pertanyaan merasakan kaki
anda mati rasa? Pasien menjawab “ya” pada
salah satu atau lebih
b. Apakah anda
pertanyaan
pernah
merasakan kaki
anda gatal?

c. Apakah anda
pernah
2
merasakan kaki
anda seperti
terbakar?

d. Apakah anda
pernah
merasakan kaki
anda kesemutan?

Denyut nadi
Palpasi denyut nadi Denyut nadi teraba
0
pada kaki
dorsalis pedis yang
berada di punggung
Denyut nadi tidak teraba
kaki. Jika denyutnadi
dorsali pedis tidak
dapat dirasakan, 1
maka palpasi deyut
nadi posteriol tibial
yang berada di bawah
100

malleolus bagian
medial

Ada tidaknya
Amati adanya Tidak ada kemerahan sesaat
0
kemerahan
kemerahan pada pada kaki
sesaat pada
kaki ketika kaki
kaki Ada kemerahan sesaat pada
diturunkan dan
kaki
pucat ketika kaki
dinaikkan, hal 1
tersebut
mengindikasikan
penyakit arteri.
Ada tidaknya
Amati adanya Tidak ada kemerahan pada
0
erythema
kemerahan pada kulit kaki
kaki yang tidak
Ada kemerahan pada kaki
berubah saat kaki
dinaikkan, hal
tersebut 1
mengindikasikan
adanya infeksi atau
perubahan charcot.
101

Lampiran 8 Analisa Data


a. Hasil Rekapitulasi Data Umum

Kode Px Nama Jenis Kelamin Usia Pendidikan Pekerjaan


1 Ny. F Perempuan 49 SD Ibu Rumah Tangga
2 Ny. H Perempuan 60 SD Ibu Rumah Tangga
3 Ny. S Perempuan 62 SD Ibu Rumah Tangga
4 Ny. S Perempuan 52 SD Ibu Rumah Tangga
5 Ny. S Perempuan 60 SD Ibu Rumah Tangga
6 Ny. F Perempuan 65 SD Ibu Rumah Tangga
7 Ny. H Perempuan 57 SD Petani
8 Ny. T Perempuan 62 SD Petani
9 Ny. U Perempuan 62 SD Petani
10 Ny. N Perempuan 52 SD Petani
11 Ny. W Perempuan 55 SD Ibu Rumah Tangga
12 Tn. M Laki-laki 71 SD Wirausaha
13 Ny. R Perempuan 72 Tidak Sekolah Ibu Rumah Tangga
14 Ny. R Perempuan 54 SMP Wirausaha
15 Tn. M Laki-laki 70 S1 Pensiun Guru
16 Ny. S Perempuan 70 Tidak Sekolah Ibu Rumah Tangga
17 Ny. R Perempuan 64 SMP Wirausaha
18 Ny. S Perempuan 49 SMA Wirausaha
19 Ny. N Perempuan 50 SMP Ibu Rumah Tangga
20 Ny. R Perempuan 64 SD Ibu Rumah Tangga
21 Tn. M Laki-laki 62 SD Supir
22 Ny. N Perempuan 42 SD Ibu Rumah Tangga
23 Ny. S Perempuan 36 SMP Ibu Rumah Tangga
24 Ny. R Perempuan 51 Tidak sekolah Ibu Rumah Tangga
25 Tn. A Laki-laki 40 SD Petani
26 Ny. A Perempuan 63 Tidak Sekolah Ibu Rumah Tangga
27 Ny. R Perempuan 68 Tidak Sekolah Ibu Rumah Tangga
28 Ny. H Perempuan 49 SMA Wirausaha
29 Ny. S Perempuan 56 SD Ibu Rumah Tangga
30 Ny. H Perempuan 54 SD Ibu Rumah Tangga
31 Ny. S Perempuan 19 SMP Ibu Rumah Tangga
32 Ny. T Perempuan 95 Tidak Sekolah Ibu Rumah Tangga
33 Ny. J Perempuan 43 SMP Ibu Rumah Tangga
102

34 Ny. S Perempuan 47 SMA Ibu Rumah Tangga


35 Ny. N Perempuan 26 SMA Guru
36 Ny. H Perempuan 45 D3 Wiraswasta
37 Ny. S Perempuan 49 D3 Wiraswasta

b. Hasil Rekapitulasi Kuisioner Perawatan Kaki

Kode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 TOTAL Nilai Kode
Px
1 1 1 2 1 0 0 0 3 2 2 2 3 0 3 20 Buruk 1
2 1 1 2 1 2 0 0 3 2 0 0 2 0 3 17 Buruk 1
3 1 1 2 1 0 0 0 3 2 2 2 3 0 3 20 Buruk 1
4 1 0 2 1 1 0 0 1 1 2 0 1 1 3 14 Buruk 1
5 1 0 1 2 0 0 0 3 2 2 0 2 3 3 19 Buruk 1
6 1 1 2 1 2 0 0 3 2 0 0 2 0 3 17 Buruk 1
7 1 1 2 1 2 0 0 3 2 0 0 2 0 3 17 Buruk 1
8 1 0 2 1 1 0 0 1 1 2 0 1 1 3 14 Buruk 1
9 0 1 3 3 3 0 0 1 2 3 0 2 1 3 22 Baik 2
10 0 0 3 3 3 0 0 1 1 0 0 0 1 3 15 Buruk 1
11 0 0 3 3 3 0 0 1 1 0 0 0 1 3 15 Buruk 1
12 1 0 2 1 1 0 0 1 1 2 0 1 1 3 14 Buruk 1
13 0 0 3 3 3 0 0 2 0 3 0 1 1 3 19 Buruk 1
14 1 2 3 3 3 0 0 3 3 0 0 2 3 3 26 Baik 2
15 1 2 3 3 3 0 0 3 2 3 0 1 3 3 27 Buruk 1
16 0 0 1 3 0 1 0 3 3 3 0 2 2 3 21 Buruk 1
17 0 0 2 2 0 0 0 2 3 3 3 2 0 3 20 Buruk 1
18 1 1 2 1 0 0 0 3 2 2 2 3 0 3 20 Buruk 1
19 1 0 1 2 0 0 0 3 2 2 0 2 3 3 19 Buruk 1
20 0 1 3 3 3 0 0 1 1 2 0 2 1 3 20 Buruk 1
21 1 0 3 3 3 0 0 1 1 2 0 1 2 3 20 Buruk 1
22 1 2 3 3 3 0 0 3 2 3 0 1 3 3 27 Baik 2
23 2 1 3 2 2 0 0 1 2 0 0 2 2 3 20 Buruk 1
24 3 2 3 1 2 0 0 2 2 0 0 1 2 3 21 Buruk 1
25 1 0 3 3 3 0 0 3 3 3 0 1 3 3 26 Baik 2
26 0 1 3 3 3 0 0 1 2 3 0 2 1 3 22 Baik 2
27 0 0 3 3 3 0 0 1 1 0 0 0 1 3 15 Buruk 1
28 1 0 2 1 1 0 0 1 1 2 0 1 1 3 14 Buruk 1
29 0 0 1 3 0 1 0 3 3 3 0 2 2 3 21 Buruk 1
30 3 2 3 3 1 0 0 1 1 0 0 1 2 3 20 Buruk 1
31 0 0 3 3 3 0 0 2 0 3 0 1 1 3 19 Buruk 1
32 0 1 3 3 3 0 0 1 2 3 0 1 1 3 21 Buruk 1
33 1 0 2 1 1 0 0 1 1 2 0 1 1 3 14 Buruk 1
34 1 1 2 1 0 0 0 3 2 2 2 3 0 3 20 Buruk 1
35 1 0 1 2 0 0 0 3 2 2 0 2 3 3 19 Buruk 1
36 1 1 2 1 2 0 0 3 2 0 0 2 0 3 17 Buruk 1
37 2 1 2 3 2 0 0 2 2 0 0 2 2 3 21 Buruk 1
Total 31 24 86 78 62 2 0 76 64 61 11 58 49 111
103

Hasil Rekapitulasi Kuisioner Resiko Diabetic Foot Ulcer

No Inlow's 60 Scond Diabetik Foot Screen Screening Tool


Res 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total Intrepretasi Kode
1 3 2 2 0 1 1 2 4 2 1 1 1 20 Tinggi 2
2 2 1 2 0 1 1 0 4 2 1 1 1 16 Tinggi 2
3 2 1 2 1 1 1 0 2 0 1 1 1 13 Sedang 3
4 2 2 2 1 1 1 2 2 0 1 1 1 16 Tinggi 2
5 3 2 2 1 1 1 2 4 2 1 1 1 21 Sangat Tinggi 1
6 3 1 2 2 1 1 2 2 2 1 1 1 19 Tinggi 2
7 1 1 2 0 0 1 0 0 2 1 0 0 8 Rendah 4
8 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 17 Tinggi 2
9 1 1 0 0 1 1 1 2 0 0 1 1 9 Rendah 4
10 3 2 2 1 1 1 3 4 2 1 1 1 22 Sangat Tinggi 1
11 3 2 2 1 1 1 2 4 2 1 1 1 21 Sangat Tinggi 1
12 1 1 2 0 1 1 1 0 2 1 1 1 12 sedang 3
13 2 2 2 1 1 1 2 0 2 1 1 1 16 Tinggi 2
14 2 2 2 0 1 1 1 0 0 0 0 0 9 Rendah 4
15 3 2 0 0 1 1 3 4 2 1 1 1 19 Tinggi 2
16 1 2 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 17 Tinggi 2
17 3 2 4 1 1 1 3 4 2 1 1 1 24 Sangat Tinggi 1
18 1 1 2 0 1 0 2 2 2 1 1 1 14 Sedang 3
19 1 1 2 1 1 1 3 4 2 1 1 1 19 Tinggi 2
20 3 2 2 1 0 1 2 2 2 1 1 1 18 Tinggi 2
21 3 2 2 1 1 1 2 4 2 1 1 1 21 Sangat Tinggi 1
22 2 1 2 0 0 1 0 2 2 1 1 1 13 Sedang 3
23 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 17 Tinggi 2
24 1 1 2 1 1 1 2 4 2 1 1 1 18 Tinggi 2
25 1 1 2 0 1 1 0 0 0 0 0 0 6 Rendah 4
26 2 2 2 0 1 0 2 2 2 0 0 1 14 sedang 3
27 2 1 0 0 1 0 0 4 2 1 1 1 13 sedang 3
28 1 1 2 1 1 1 3 4 2 1 1 1 19 Tinggi 2
29 1 2 0 0 1 1 2 4 0 1 1 1 14 sedang 3
30 3 2 2 1 1 1 3 4 2 1 1 1 22 Sangat Tinggi 1
31 1 2 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 17 Tinggi 2
32 3 2 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 19 Tinggi 2
33 2 2 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 8 Rendah 4
34 3 2 2 1 1 1 3 4 2 1 1 1 22 Sangat Tinggi 1
35 1 2 2 1 1 1 3 2 2 1 1 1 18 Tinggi 2
104

36 3 2 2 1 1 1 3 2 0 1 1 1 18 Tinggi 2
37 3 1 2 1 1 1 3 4 2 1 1 1 21 Sangat Tinggi 1
Total 76 60 66 24 34 33 65 94 58 33 33 34
105

Frequency Table

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 17-25 1 2,7 2,7 2,7

26-35 1 2,7 2,7 5,4

36-45 5 13,5 13,5 18,9

46-55 11 29,7 29,7 48,6

56-65 13 35,1 35,1 83,8

>65 6 16,2 16,2 100,0

Total 37 100,0 100,0

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Perempuan 33 89,2 89,2 89,2

Laki-laki 4 10,8 10,8 100,0

Total 37 100,0 100,0

Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sekolah 6 16,2 16,2 16,2

SD 18 48,6 48,6 64,9

SMP 6 16,2 16,2 81,1


106

SMA 4 10,8 10,8 91,9

Perguruan Tinggi 3 8,1 8,1 100,0

Total 37 100,0 100,0

Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ibu Rumah Tangga 21 56,8 56,8 56,8

Wirausaha 6 16,2 16,2 73,0

Petani 5 13,5 13,5 86,5

Supir 1 2,7 2,7 89,2

Pensiunan 1 2,7 2,7 91,9

Guru 1 2,7 2,7 94,6

Swasta 2 5,4 5,4 100,0

Total 37 100,0 100,0

Perawatan Kaki

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Buruk 32 86,5 86,5 86,5

Baik 5 13,5 13,5 100,0

Total 37 100,0 100,0


107

Diabetic Foot Ulcer

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Sangat Tinggi 8 21,6 21,6 21,6

Tinggi 17 45,9 45,9 67,6

Sedang 7 18,9 18,9 86,5

Rendah 5 13,5 13,5 100,0

Total 37 100,0 100,0

Crosstabs

Perawatan Kaki * Diabetic Foot Ulcer Crosstabulation

Diabetic Foot Ulcer

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Total

Perawatan Kaki Buruk Count 8 17 5 2 32

% of Total 21,6% 45,9% 13,5% 5,4% 86,5%

Baik Count 0 0 2 3 5

% of Total 0,0% 0,0% 5,4% 8,1% 13,5%

Total Count 8 17 7 5 37

% of Total 21,6% 45,9% 18,9% 13,5% 100,0%


108

Correlations

Diabetic Foot
Perawatan Kaki Ulcer

Spearman's rho Perawatan Kaki Correlation Coefficient 1,000 ,535**

Sig. (2-tailed) . ,001

N 37 37

Diabetic Foot Ulcer Correlation Coefficient ,535** 1,000

Sig. (2-tailed) ,001 .

N 37 37

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


109

Lampiran 9 Lembar Konsultasi


110
111

Anda mungkin juga menyukai