Anda di halaman 1dari 14

Pendahuluan

Kurikulum terbaru yang dikembangkan oleh pemerintah adalah Kurikulum Merdeka


Belajar [1]. Kurikulum Merdeka Belajar dimaknai sebagai rancangan belajar yang memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk belajar dengan santai, tenang, tidak merasa tertekan,
gembira tanpa stress dan memperha informatikaan bakat alami yang dimiliki para peserta didik
[1]. Merdeka belajar dicirikan sebagai pembelajaran yang kritis, berkualitas, cepat, aplikatif,
ekspresif, progresif dan variatif. Oleh karena itu, harapan diterapkannya kurikulum ini adalah
merubah sikap dan pola pikirnya peserta didik menjadi energik, optimis, prospektif, kreatif dan
tidak memiliki kekhawatiran dalam mencoba hal baru [2]. Pembelajaran yang awalnya bersifat
teacher oriented menjadi student oriented. Perlunya penyesuaian dan diskusi terkait dengan
kebijakan baru yang terkait kurikulum merdeka harus dibersamai dengan pembekalan guru. Hal
ini tentunya akan berakibat pada keberhasilan berlangsungnya capaian belajar peserta didik
dalam kurikulum merdeka [3].
Model pembelajaran Discovery Learning memiliki tujuan yang sama dengan kurikulum
merdeka dalam pembentukan peserta didik [2]. Peserta didik dituntut untuk membangun
pengetahuan peserta didik sendiri dengan mengadakan suatu percobaan dan menemukan
sebuah prinsip dari hasil percobaan tersebut [4]. Model pembelajaran discovery learning juga
menuntut peserta didik untuk berkolaborasi dengan peserta didik lainnya guna memecahkan
suatu permasalahan [4]. Penerapan model pembelajaran tersebut menjadikan peserta didik lebih
leluasa mengemukakan pendapatnya, menganalisis, kemudian menyimpulkan dari berbagai
macam pendapat [2]. Selain itu, model pembelajaran discovery learning seperti yang
direkomendasikan dalam Kurikulum Merdeka dengan menyesuaikan ketersediaan sarana
prasarana di sekolah. Salah satu contohnya adalah penerapan metode ini pada mata pelajaran
informatika.
Pada kurikulum 2013 mata pelajaran informatika saat ini disebut dengan
INFORMATIKA (Teknologi Informasi dan Komunikasi) yang kemudian di dalam kurikulum
merdeka diubah menjadi informatika [5]. Mata pelajaran INFORMATIKA tidak diwajibkan
pada kurikulum 2013, namun dikarenakan semua aktivitas kehidupan kini masuk dalam
pembelajaran berbasis INFORMATIKA maka perlu adanya pembelajaran terpadu di semua
mata pelajaran dan dengan hal tersebut INFORMATIKA digunakan sebagai alat untuk
merealisasikannya [5]. Meskipun INFORMATIKA bukan bagian dari struktur pendidikan,
INFORMATIKA menjadi wadah dan fasilitator bagi mata pelajaran lain. Pembelajaran di
dalam mata pelajaran informatika juga diperkenalkan tentang cara berfikir komputasional
(Computational Thinking). Pemikiran komputasional ini adalah cara problem solving atau
pemecahan masalah dengan bertumpu pada ilmu ilmu informatika. Masalah yang kompleks
dan sulit dapat dipecahkan secara efektif dan efisien dengan menggunakan berpikir
komputasional [6]. Mata pelajaran informatika memberikan landasan untuk keterampilan
memecahkan masalah atau problem solving, ini adalah keterampilan umum yang penting
dengan pesatnya perkembangan teknologi digital [7].
Penerapan mata pelajaran informatika dalam implementasi kurikulum merdeka dengan
metode Discovery Learning di SMPN 1 Getasan menunjukan bahwa nilai peserta didiknya
masih banyak di bawah KKM (ketentuan kriteria minimum). Berdasarkan hasil pengamatan
awal, hasil nilai tes harian peserta didik Kelas VII menunjukkan, hanya 64,44% peserta didik
yang belum memenuhi nilai KKM ≥ 75, sementara 35,56% peserta didik memenuhi KKM.
Padahal guru telah menerapkan model pembelajaran Discovery Learning seperti yang
direkomendasikan dalam Kurikulum Merdeka dengan menyesuaikan ketersediaan sarana
prasarana di sekolah seperti bahan ajar dan lab komputer yang sudah cukup memadai.
Banyaknya peserta didik Kelas VII yang memiliki nilai mata pelajaran informatika dibawah
nilai KKM, dimungkinkan guru kurang tepat dalam penerapan model pembelajaran discovery
learning.
Melihat hal demikian, maka diperlukan evaluasi model pembelajaran yang diterapkan
selama ini oleh guru informatika Kelas VII SMP Negeri 1 Getasan. Model evaluasi yang
diterapkan adalah evaluasi model CIPP (Contexts, Input, Process, Product) [8]. Melalui model
evaluasi tersebut dapat diketahui sejauh mana peserta didik telah menguasai tujuan khusus
pembelajaran yang ingin dicapai.

Kajian Pustaka
Discovery Learning didefinisikan sebagai model pembelajaran yang menekankan pada
pengembangkan cara berfikir ilmiah dengan pengalaman langsung, dimana murid ditempatkan
sebagai subjek yang belajar, peranan guru dalam model pembelajaran Discovery Learning
sebagai pembimbing dan fasilitator [9]. Sehingga, siswa memperoleh pengetahuan yang belum
diketahuinya tidak melalui pemberitahuan dari pengajar melainkan melalui penemuan sendiri,
pentingnya pemahaman struktur atau ide – ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui
keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran [9]. Dalam penggunaan dari Discovery
Learning ini menjadikan kondisi belajar yang pasif menjadi aktif, dengan mengubah
pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Mengungkapkan bahwa peran guru di
dalam discovery learning sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk belajar secara aktif, dengan peran guru sebagai pembimbing, guru harus dapat
mengarahkan kegiatan belajar siswa dengan tujuan [9].
Tahapan dalam model pembelajaran Discovery Learning [10] yakni; 1) dengan
memberikan stimulasi atau rangsangan kepada siswa untuk menarik minat siswa terkait dengan
topik pembelajaran, 2) Perumusan masalah atau pertanyaan terbuka dengan mengajak siswa
untuk memahami dan mengarinformatikaan masalah sehingga siswa dapat menemukan dan
melewati proses dalam pengambilan kesimpulan, 3) Pengumpulan data dan informasi yang
relevan terkait dengan observasi yang dilakukan siswa, 4) Pengolahan data yang telah siswa
kumpulkan akan diolah dan di diskusikan bersama kelompok siswa, 5) Verifikasi data, yakni
siswa menguji kebenaran dari hasil diskusi kelompok, 6) Penarikan Kesimpulan dengan
menghubungkan dan mengembangkan pemahaman siswa yang lebih mendalam mengenai
topik dan permasalahan yang sedang dipelajari.
Kelebihan dari model ini mampu untuk menumbuhkan berperan aktif selama proses
pembelajaran berlangsung, motivasi minat belajar siswa, konsep dari model ini tidak hanya
menghafal sehingga konsep, prinsip mudah diingat, dan Membantu peserta didik dalam proses
pembelajaran, sebab yang menjadi pusat belajar adalah peserta didik, guru hanya memposisikan
diri sebagai teman belajar [11]. Sementara model pembelajaran ini juga memiliki kekurangan
yakni model pembelajaran ini hanya efektif diterapkan apabila jumlah peserta didik dalam kelas
tidak terlalu banyak, model ini akan susah diterapkan apabila tingkat kemampuan peserta didik
sangat beragam, Tuntutan kepada peserta didik untuk berfikir lebih kreatif, sebab posisi guru
hanya sebatas teman, padahal kreatifitas masing-masing anak berbeda-beda dan kesiapan
peserta didik tentang materi yang akan diajarkan. Jadi dalam pembelajaran ini peserta didik
setidaknya sudah belajar terlebih dahulu tentang materi yang akan dibahas dalam pertemuan di
kelas.

Pembelajaran Informatika
Informatika adalah sebuah disiplin ilmu yang mencari pemahaman dan mengeksplorasi
dunia di sekitar kita, baik natural maupun artifisial yang secara khusus tidak hanya berkaitan
dengan studi, pengembangan, dan implementasi dari sistem komputer, tetapi juga pemahaman
terhadap prinsip-prinsip dasar pengembangan [7]. Mata pelajaran informatika memberikan
landasan untuk keterampilan memecahkan masalah atau problem solving, ini adalah
keterampilan umum yang penting dengan pesatnya perkembangan teknologi digital [7]. Mata
pelajaran informatika juga mengembangkan keterampilan siswa dalam logika, analisis data dan
interpretasi yang diperlukan untuk keterampilan literasi, numerasi, dan ilmu dasar, serta
pemodelan dan simulasi dalam ilmu cetak (ilmu komputasi) menggunakan INFORMATIKA
[5]. Membekali siswa dengan kemampuan pemrograman yang mendukung proses
pembelajaran mata pelajaran informatika dieksplorasi oleh mahasiswa (student centered
learning) menggunakan prinsip pembelajaran berbasis pertanyaan, pembelajaran berbasis
masalah, dan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) [12] . Guru dapat mengatur
topik dan kasus sesuai dengan kondisi setempat, terutama topik dan kasus analisis data [5] .
Pembelajaran informatika pada jenjang SMP menekankan pada fondasi berpikir
komputasional (Computational Thinking), diintegrasikan dalam tema atau mata pelajaran
lainnya terutama dalam Bahasa, Matemainformatikaa dan Sains [13]. Peserta didik tidak hanya
mempelajari mata pelajaran informatika dengan tujuan menjadi pengguna komputer, tetapi juga
menyadari peran mereka sebagai pemecah masalah [14]. Dokumen kurikulum menyebutkan
bahwa mata pelajaran informatika bertujuan untuk membimbing peserta didik menjadi
"pencipta yang melek komputasi" yang memiliki pemahaman yang kuat tentang konsep
informatika. [15].

Model CIPP
Model CIPP adalah model evaluasi yang sering digunakan oleh para evaluator. Model
CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam di Ohio State University. Singkatan CIPP sendiri
merujuk pada empat tahap evaluasi yang meliputi Evaluasi Konteks (Context Evaluation),
Evaluasi Input (Input Evaluation), Evaluasi Proses (Process Evaluation), dan Evaluasi Produk
(Product Evaluation) [16]. Model CIPP ini sangat membantu suatu program yang sedang
berlangsung dalam memberi informasi akuntabilitas dari pihak sekolah untuk mengambil
tindakan yang tepat dalam memajukan program yang ada [17]. Model CIPP sangat baik dalam
melihat sejauh mana program-program yang sedang dilaksanakan, dengan ini program tersebut
bisa dilihat semua aspek yang dijalani sebelumnya [17].
Kelebihan model CIPP [18] yakni memiliki pendekatan yang holistic dalam evaluasi
yang bertujuan memberikan gambaran yang sangat detail atau luas terhadap suatu proyek,
mulai dari konteksnya hingga saat proses penerapannya, memiliki potensi untuk bergerak di
wilayah evaluasi formatif dan sumatif sehingga sama baiknya dalam melakukan perbaikan
selama program berjalan maupun memberi informasi final, Lebih komprehensif atau lebih
lengkap menyaring informasi dan mampu memberikan dasar yang baik dalam mengambil
keputusan dan kebijakan maupun penyusunan program selanjutnya. Sedangkan kelemahan
Evaluasi Model CIPP (Contexts, Input, Process, Product) Dalam Evaluasi Model CIPP juga
mempunyai kelemahan [18] yaitu, terlalu mementingkan dimana proses seharusnya dari pada
kenyataan dilapangan, terlalu top down dengan sifat manajerial dalam pendekatannya,
cenderung fokus pada rational management daripada mengakui kompleksitas realiatas empiris
dan penerapan dalam bidang pembelajaran dikelas mempunyai tingkat keterlaksanaan yang
kurang tinggi.
Model CIPP digolongkan menjadi empat komponen yaitu context, input, process, dan
product [19]. Model ini memiliki keunikan yang terletak pada hubungan setiap tipe evaluasi
dengan pengambil keputusan terkait perencanaan dan operasional program. Salah satu
keunggulan utama dari model CIPP adalah memberikan format evaluasi yang komprehensif
pada setiap tahap evaluasi [20]. Keempat komponen model CIPP menurut Stufflebeam yakni;
1) Evaluasi Context yang mengidentifikasi nilai dan kebutuhan yang mendasari disusunnya
suatu program dengan menilai seluruh keadaan organisasi, mengidentifikasi kelemahan,
menginterventarisir kelebihan untuk menutupi kelemahan, mendiagnosis masalah yang
dihadapi. Penilaian konteks meliputi profil sekolah. Informasi yang dikumpulkan digunakan
sebagai dasar dalam pertimbangan program 2) Evaluasi input dengan mengidentifikasi masalah
dalam mengambil keputusan, memenuhi kebutuhan dan tujuan melalui rencana, tindakan, dan
mempertimbangkan kompetensi untuk melakukan perubahan dalam menentukan tujuan.
Penilaian input meliputi peserta didik, bahan ajar, guru, dan sarana belajar. Data dikumpulkan
selama tahap penilaian digunakan sebagai pengambil keputusan. 3) Evaluasi process meninjau
kembali rencana dan mengevaluasi dari rencana yang sudah dibuat agar program yang
dijalankan dapat sesuai dengan tujuan. Penilaian proses adalah kegiatan penilaian selama
pelaksanaan pembelajaran. Penilaian ini berkaitan langsung dengan pelaksanaan aktivitas
pembelajaran, media pembelajaran, pemberian tugas, dan tenaga pendidik 4) Evaluasi product
yakni menganalisis penilaian tentang keberhasilan atau kegagalan dalam suatu program yang
telah dikumpulkan menjadi satu dari berbagai sudut pandang. Penilaian produk berhubungan
dengan hasil belajar peserta didik. Penilaian dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa jauh
pelaksanaan pembelajaran informatika di kelas telah berhasil mencapai tujuan berdasarkan
kriteria yang ditetapkan, yang meliputi hasil belajar peserta didik. Berdasarkan penjelasan
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa evaluasi model CIPP yang dikembangkan oleh
Stufflebeam tidak hanya memfokuskan pada hasil belajar, tetapi juga melibatkan evaluasi dari
berbagai aspek termasuk konteks, input, proses, dan produk yang dihasilkan. Dengan demikian,
evaluasi yang dilakukan memiliki karakter informatika yang kompleks dan menyeluruh.
Metodologi penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Tujuan dari penelitian ini
adalah mengevaluasi pelaksanaan model pembelajaran discovery learning pada mapel
informatika kelas VII SMP Negeri 1 Getasan menggunakan model CIPP dan mengetahui
keefektifan proses pembelajaran informatika. Sehingga metode analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini dimulai dari observasi, pedoman wawancara yang ditujukan kepada kepala
sekolah, guru, dan siswa. Untuk memudahkan monitoring evaluasi menggunakan model CIPP,
maka perlu dilihat indikator indikator yang terdapat dalam konteks, input, proses dan output
yang digunakan dalam evaluasi dengan kriteria sesuai komponen , aspek, indikator, sumber
data, dan instrumen pengumpulan data sebagai berikut [21];

Table 1. Pengumpulan data berdasarkan Komponen CIPP

Teknik
Komponen Aspek Indikator Sumber Data Pengumpulan
data

Dokumen administrasi Dokumentasi,


Contexts Profil sekolah sekolah dan Kepala observasi,
Sekolah wawancara
Identitas Sekolah, Visi
Misi Sekolah dan Kondisi
Greografis Sekolah

Jumlah Siswa Kelas VII, Dokumen administrasi Dokumentasi dan


Peserta Didik
Jumlah Rombel Per Kelas sekolah Observasi
VII
Bahan ajar yang Dokumen perangkat
Input
digunakan dalam pembelajaran (modul Dokumentasi dan
Bahan Ajar Wawancara Guru
pembelajaran informatika ajar dan bahan ajar),
Mapel dan Siswa
Kelas VII. guru mapel
Jumlah guru , kualifikasi Dokumen administrasi Dokumentasi dan
Guru
guru, sekolah atau data guru Wawancara
Ruang pembelajaran dan Dokumen administrasi Dokumentasi,
Sarana Belajar Laboratorium, Fasilitas sekolah dan Kepala observasi,
Perangkat Pembelajaran Sekolah wawancara
aktivitas pembelajaran Hasil pengamatan
yang dilaksanakan sesuai pelaksanaan proses Observasi,
Pelaksanaan dengan modul ajar, belajar antara guru dan Dokumentasi,
dan Aktivitas
penerapan model siswa, dokumen modul Wawancara siswa
Pembelajaran
pembelajaran discovery belajar, perangkat dan Guru
learning modul
Buku pembelajaran, video Observasi ,
pembelajaran, audio Catatan administrasi, Dokumentasi,
Media
pembelajaran, proyektor, Guru Mapel dan Kepala Wawancara Guru
Process Pembelajaran
presentasi, software Sekolah Mapel dan Siswa
pembelajaran

Evaluasi Tugas mandiri, tugas Observasi dan


Peserta didik
pembelajaran kelompok, Latihan tugas Dokumentasi

Penyusunan dan Dokumen perangkat


perangkat penggunaan modul ajar pembelajaran ( Modul Observasi dan
Pembelajaran yang memuat prinsip pembelajaran dan Bahan Dokumentasi
discovery learning Ajar ) Guru Mapel
Observasi,
Hasil Belajar Hasil tes harian, tes tengah Dokumentasi dan
Product Guru Mapel
Peserta Didik semester, tes akhir Wawancara Guru
semester Mapel dan Siswa
Sumber: Y. B. Bhakti, 2017

Hasil dan Pembahasan


Model evaluasi mata pelajaran informatika yang diterapkan pada SMPN 1 Getasan
Siswa Kelas VII adalah CIPP (Contexts, Input, Process, Product). Melalui model evaluasi
tersebut dapat diketahui atau menggambarkan sejauh mana peserta didik telah menguasai mata
pelajaran informatika ditinjau hasil belajar yang telah dicapai oleh Siswa Kelas VII. Hal ini
akan menjadi tolok ukur untuk memperbaiki dan meningkatkan proses hasil belajar mengajar
pada mata pelajaran informatika Siswa Kelas VII SMPN 1 Getasan. Berikut adalah hasil
observasi siswa kelas VII SMPN 1 Getasan yang meliputi komponen CIPP.

Komponen Context
Penilaian konteks meliputi profil sekolah, visi misi sekolah dan kondisi geografis
sekolah [19]. Informasi yang dikumpulkan digunakan sebagai dasar dalam pertimbangan
evaluasi mata pelajaran informatika. Profil tempat pembelajaran dilaksanakan di SMPN 1
Getasan Kabupaten Semarang, dikhususkan pada siswa Kelas VII. SMPN 1 Getasan
Kabupaten Semarang mempunyai Visi Terdepan dalam perilaku luhur dan tergigih dalam
meraih prestasi dan Misi 1) Peningkatan perolehan ujian nasional, 2) Peningkatan kegiatan
ekstra kurikuler, 3) Peningkatan kedisiplinan siswa, 4) Mengembangkan kehidupan yang
didasari keimanan dan ketaqwaan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa. Total jumlah peserta
didik kelas VII di SMPN 1 Getasan Kabupaten Semarang berjumlah 190 peserta didik. Jumlah
guru keseluruhan berjumlah 20 orang. Kelas VII terbagi menjadi 5 kelas yang terdiri dari a, b,
c, d, dan e dimana setiap kelas terdapat 38 peserta didik. Guru Informatika untuk semua kelas
termasuk kelas VII di SMPN 1 Getasan didapatkan hanya 1 orang. Bentuk fisik bangunan
SMPN 1 Getasan layak untuk menyelenggarakan pendidikan dan memiliki kualifikasi guru
yang sesuai dengan mata pelajaran informatika. Sesuai dengan Permendiknas RI Nomor 40
Tahun 2008 mengenai profil sekolah, latar belakang program pembelajaran sekolah, faktor
geografis-demografis yang layak dan memadai. Pembelajaran informatika diadakan seminggu
sekali, untuk materi dilaksanakan di kelas sedangkan untuk praktek di laboratorium komputer
siswa. Untuk pembelajarannya sudah layak, namun sangat disayangkan jumlah guru pengajar
informatika hanya satu. Dalam penggunaan metode belajar discovery learning di sekolah ini
dinilai kurang efisien karena kurangnya fasilitas di laboratorium komputer siswa seperti
beberapa peralatan penunjang pembelajaran telah rusak karena jarang digunakan, sedangkan
guru informatika di sekolah ini hanya satu, menyebabkan kurangnya interaksi antara siswa dan
guru, serta metode ini kurang cocok diterapkan di SMPN 1 Getasan.

Komponen Input
SMPN 1 Getasan memiliki siswa 190 peserta didik dengan jumlah guru informatika
hanya 1 orang dimana 60% dari siswa kelas VII tidak mendapat giliran prakinformatikaum
komputer akibat dari kurangnya jumlah PC, ada beberapa PC yang rusak, dan setiap minggu
mata pelajaran ini diselenggarakan tidak semua siswa dapat menggunakan PC karena
keterbatasan fasilitas dan kemampuan siswa. Dalam penelitian ini aspek input pada
pembelajaran informatika terdiri dari (1) peserta didik (2) bahan ajar, (3) guru, dan (4) sarana
belajar [21], tersaji pada tabel sebagai berikut;

Tabel 2. Komponen Input

Aspek yang
Kriteria Keberhasilan Hasil Pengamatan
dievaluasi
Jumlah peserta didik dan
rombel kelas VII sesuai
dengan Permendiknas RI Dengan adanya model dicovery
Nomor 40 Tahun 2008 learning peserta didik memiliki
mengenai profil sekolah kesempatan untuk terlibat aktif dalam
pembelajaran. Jumlah kelas VII
Peserta Didik yang memiliki sarana dan
SMPN 1 Getasan ada 5 kelas
prasarana yang dapat a,b,c,d,e. Jumlah siswa kelas VII
melayani minimum 3 sejumlah 190 siswa. Dan untuk
rombongan belajar dan rombel perkelas VII ada 38 siswa.
maksimum 48
rombongan belajar.
Siswa sudah mendapatkan modul dan
bahan ajar yang sesuai dengan mapel
Bahan ajar sesuai dengan
informatika, namun dalam keaktifan
Bahan Ajar modul ajar pada mapel
dan pemahaman siswa dalam materi
informatika
informatika lebih cenderung kurang
dikarenakan siswa terlalu pasif dan
ketika mapel berlangsung siswa
kurang mendengarkan dan
memperhatikan.

Jumlah guru informatika hanya 1


orang dan guru belum bersertifikasi
Jumlah guru informatika, sesuai dengan mapel informatika.
Guru
kualifikasi guru Guru sudah memberikan materi dan
tugas sesuai dengan mapel
informatika.
Untuk total kelas VII terdapat 5 kelas
aktif dan setiap kelas terdapat
proyektor, namun dari 5 kelas
Sekolah mempunyai
tersebut hanya 2 proyektor yang dapat
fasilitas untuk pembelajaran
Sarana Belajar digunakan karena 3 proyektor lainnya
di kelas dan laboratorium
telah rusak. Untuk lab komputer
komputer
terdapat 1 lab komputer bagi siswa
untuk praktikum pembelajaran
informatika.
Sumber Hasil observasi
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan kepada guru mata
pelajaran informatika sebagai narasumber didapatkan dari jumlah 190 siswa kelas VII, 60%
siswa belum memiliki pemahaman mata pelajaran informatika yang cukup. Hal ini dikarenakan
tidak mendapatkan giliran untuk praktik informatika di lab komputer pada saat mata pelajaran
informatika. Penggunaan Laboratorium Komputer sebagai sumber belajar ditandai dengan
kegiatan pembelajaran sesuai jadwal pada siswa Kelas VII sudah terlaksana. Namun 50% dari
190 siswa kelas VII ketika melaksanakan kegiatan pembelajaran informatika hanya menonton
youtube dan kurangnya pengawasan guru terhadap siswa membuat beberapa siswa tidak
memperhatikan ketika pembelajaran berlangsung karena keterbatasan guru pengajar
informatika yang hanya berjumlah 1 orang. Pembelajaran yang Fleksibel dengan metode
discovery learning pada bahan ajar informatika pada siswa kelas VII belum diterapkan dengan
baik. Kondisi pada siswa kelas VII pada SMPN 1 Getasan dari hasil pengamatan
menggambarkan bahwa belum adanya integrasi mata pelajaran informatika dengan mata
pelajaran lain. Hal ini mengakibatkan Siswa kelas VII belum memiliki kemampuan seperti
identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, membuat kesimpulan
yang ada pada discovery learning. Sehingga siswa kelas VII belum terasah berpikir fleksibel
pada mata pelajaran informatika. pembelajaran informatika dilakukan hanya menekankan pada
aspek produk atau hasil capaian belajar siswa dan pengetahuan saja. Guru masih menekankan
pada konsep-konsep yang harus dihafal oleh siswa tanpa melibatkan siswa untuk menemukan
konsep tersebut. Pembelajaran seperti ini menyebabkan, kurangnya produktivitas siswa,
rendahnya pemahaman siswa pada materi-materi informatika dan rendahnya keterampilan
berpikir kreatif siswa khususnya keterampilan berpikir fleksibel. Merdeka belajar merupakan
program untuk menggali potensi para peserta didik dalam berinovasi meningkatkan kualitas
pembelajaran di kelas [22]. Perlu evaluasi sistem pembelajaran untuk kedepannya yaitu
dimana, masih banyak siswa yang bahkan belum mengerti cara menyalakan komputer. Tetapi,
SMPN 1 Getasan sudah cukup layak untuk menerapkan metode discovery learning.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di SMPN 1 Getasan pada siswa kelas VII
menunjukan bahwa bahan ajar pada mata pelajaran informatika sudah sesuai dengan modul
kurikulum merdeka. Modul pembelajaran informatika pada kelas siswa VII dimulai dari
informatika dan Generik Skill (tentang apa dan mengapa perlu belajar informatika dan
informatika dan profil pelajar Pancasila), Computational Thinking (metode menyelesaikan
persoalan dengan menerapkan (informatika), Teknologi Informasi dan Komunikasi
(menggunakan email, dan mencari informasi di internet), Sistem Komputer (pemrosesan dan
penyimpanan data), Jaringan Komputer dan Internet (internet dan komputer), Analisis Data
(pengolahan data informatika), Algoritma dan Pemrograman (konsep pemrograman visual,
Dampak Sosial informatika serta prakinformatikaa Lintas Bidang informatika. Tentu, SMPN
1 Getasan sudah cukup layak memakai metode ini. Namun, perlu ada beberapa aspek yang
mesti diperbaiki lagi..
Guru informatika kelas VII SMPN 1 Getasan berdasarkan catatan administrasi dan
observasi sekolah didapatkan hanya 1 orang dengan kualifikasi yang tidak sesuai dari latar
belakang pendidikan serta sertifikasi. Guru SMPN 1 Getasan sebagai tenaga pendidik kesulitan
dalam penerapan metode discovery learning. Perlunya penyesuaian dan diskusi terkait dengan
kebijakan baru ini dirasa sulit karena masih minimnya pembekalan yang diterima guru, dan hal
ini tentunya akan berakibat pada keberhasilan meningkatkan capaian belajar peserta didik [24].
Proses pembelajaran yang demikian tidak efektif, akan menimbulkan kurang berkembangnya
kemampuan peserta didik dan hasil belajar yang dicapainya [3].Guru sebagai pihak yang
terlibat langsung dalam penerapan metode discovery learning harus siap untuk memberikan
contoh dan bimbingan kepada siswa. Tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan yang ditetapkan
salah satunya berada ditangan guru [3]. Dalam hal ini guru tidak hanya menjadi tenaga
pengajar, guru juga harus mampu mengontrol siswa tetap di kelas mengikuti pembelajaran.

Komponen Process
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari rencana pelaksanaan
pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Proses pelaksanaan pembelajaran terbagi menjadi
dua bagian penting, yaitu persyaratan pelaksanaan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran
itu sendiri [19]. Dalam penelitian ini aspek input pada pembelajaran informatika terdiri dari (1)
pelaksanaan dan aktivitas pembelajaran (2) media pembelajaran, (3) evaluasi pembelajaran,
dan (4) perangkat pembelajaran yang masing-masing tersaji pada tabel sebagai berikut;

Tabel 3. Komponen Process

Aspek yang
Kriteria Keberhasilan Hasil Pengamatan
dievaluasi

Aktivitas pembelajaran
yang dilaksanakan sesuai
Pelaksanaan dan Pembelajaran menggunakan modul
dengan modul ajar,
Aktivitas penerapan model ajar, namun untuk penerapan model
Pembelajaran pembelajaran discovery discovery learning belum sesuai
learning
Siswa menggunakan fasilitas sekolah
Sekolah memiliki fasilitas seperti lab komputer, akses internet,
pembelajaran yang buku pembelajaran, software
Media Pembelajaran memadai dan siswa dapat pembelajaran. Namun tidak semua
menggunakan fasilitas fasilitas dapat digunakan dikarenakan
tersebut terdapat beberapa fasilitas yang telah
rusak.
60% siswa dapat mengikuti dan
Adanya pencapaian siswa mengerjakan tugas pembelajaran
pada pembelajaran
Evaluasi informatika, sedangkan 40% sisanya
informatika dan
Pembelajaran masih belum dapat mengerti maupun
penguasaan materi yang
mengikuti materi dari pembelajaran
dipelajari siswa
tersebut
Modul ajar sudah memuat prinsip
Penyusunan dan
penggunaan modul ajar discovery learning namun dalam
Perangkat
penerapan dan pelaksanaan prinsip
Pembelajaran yang memuat prinsip
discovery learning belum terlaksana
discovery learning
dengan baik

Sumber Hasil observasi

Berdasarkan kriteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar pada Siswa Kelas VII
SMPN 1 Getasan sudah berjalan menggunakan bahan ajar mata pelajaran informatika yang
sudah disesuaikan dengan model discovery learning. Namun, terdapat 1 kriteria yang belum
memenuhi yaitu, Terdapat Interaksi saat pembelajaran. Fasilitas yang kurang menunjang akses
belajar maka menyebabkan terhambatnya interaksi belajar dalam mata pelajaran in membuat
situasi kurang kondusif. Sehingga kesesuaian materi sesuai dengan kompetensi tidak
terdistribusi dengan baik. Hal ini yang menjadi penyebab belum berjalan dengan baik metode
discovery learning mapel informatika pada siswa Kelas VII SMPN 1 Getasan. Guru tidak
mampu mengkoordinir semua siswa. Namun berdasarkan hasil observasi, jumlah perangkat
komputer siswa awalnya sudah sesuai dengan kelas VII yaitu 30, seiring dengan berjalannya
waktu, dikarenakan penggunaan komputer tidak sesuai sehingga komputer mengalami
kerusakan. Saat ini jumlah yang dapat digunakan adalah 15 komputer dari total 30, yang terdiri
dari 10 PC dan 5 Laptop. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap keberhasilan metode
discovery learning. Setiap ruangan kelas sudah difasilitasi dengan infocus dan proyektor.
Namun berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan bahwa pada kelas VII terdapat 2 kelas yang
infocus dan proyektor tidak dapat berfungsi yaitu 7C dan 7E. Kurangnya pemeliharaan atau
perawatan pada fasilitas di kelas VII 7C dan 7E menjadi salah satu penyebab kerusakan. Hal
ini mengurangi efektifitas belajar dan interaksi antara siswa dan guru.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang tersaji pada tabel diatas
merepresentasikan atau menggambarkan kondisi tenaga pendidik informatika pada siswa Kelas
VII SMPN 1 Getasan sudah melakukan dan menyesuaikan bahan ajar, evaluasi, serta
pemberian tugas atau ujian kepada siswa untuk mendorong minat dan melihat sejauh mana
perkembangan siswa. Juga, bisa menjadi bukti perbaikan pengaturan kurikulum yang akan
dilaksanakan di semester selanjutnya.
Komponen Product
Sajian aspek product/output yang dimaksudkan adalah berhubungan dengan hasil
pelaksanaan program. Penilaian dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa jauh
pelaksanaan pembelajaran informatika di kelas telah berhasil mencapai tujuan berdasarkan
kriteria yang ditetapkan, yang meliputi hasil belajar peserta didik dan nilai rerata [19]. Pada
penelitian ini dilihat pencapaian hasil belajar peserta didik Kelas VII SMP 1 Getasan pada tes
ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester. Hasil capaian rata-rata
kelas VII tabel sebagai berikut, selanjutnya dilakukan penilaian evaluasi pada siswa kelas VII.

Tabel 4. Rata-Rata Kelas VII Mata Pelajaran informatika pada SMPN 1 Getasan
Kelas VII Rata-Rata Kelas Kategori
A 75 Sesuai KKM B 77 Sesuai KKM
C 60 Di Bawah KKM
D 68 Di Bawah KKM
E 60 Di Bawah KKM
Sumber: Dokumentasi SMPN 1 Getasan Kelas VII

Tabel 5. Komponen Product


Aspek yang
Kriteria Keberhasilan Hasil Pengamatan
dievaluasi

Dari kelas VII A-E , hanya 2 kelas A


siswa mengetahui hasil dan B yang sudah memenuhi kriteria
belajar mereka meliputi : diatas KKM. Smentara ketiga kelas
Hasil Belajar Peserta lainnya C,D, dan E rata-rata siswanya
tes harian, tugas harian, tes
Didik masih mendapatkan nilai di bawah
tengah semester, tes akhir
semester KKM pada mata pembelajaran
informatika

Sumber Hasil observasi

Dari hasil evaluasi komponen produk dapat dinyatakan hasil belajar peserta didik baik
ulangan harian, tengah semester dan akhir semester yang belum mencapai standar kriteria
ketuntasan minimal (KKM) 75 terdapat 75% peserta didik. Hasil ini dapat menunjukkan bahwa
proses pembelajaran informatika Siswa Kelas VII di SMPN 1 Getasan belum efektif atau
berhasil jika ditinjau dari hasil belajar peserta didik. Metode discovery learning pada siswa
Kelas VII dikatakan belum berjalan dengan baik. Kondisi pada Siswa kelas VII SMPN 1
Getasan memiliki kecenderungan pasif dalam kegiatan belajar mengajar, yang mana siswa
masih belum memahami arahan atau penyampaian guru materi pelajaran informatika. Selain
itu, kurangnya kesadaran dan pengetahuan siswa akan pentingnya teknologi dan minimnya
motivasi untuk belajar informatika. Sehingga kesiapan dan konsentrasi siswa dalam
menghadapi pelajaran informatika kurang. Berdasarkan pengamatan di lapangan masih ada
beberapa guru yang menggunakan model pembelajaran yang kurang menarik bagi siswa
sehingga membuat siswa kurang serius dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Guru masih
mendominasi dalam proses pembelajaran sehingga siswa hanya pasif saja. Tentunya, ini juga
disebabkan karena, tenaga pengajar di mata pelajaran informatika hanya satu orang dan tidak
mampu menjangkau semua siswa serta, masih kurangnya sarana dan prasarana penunjangnya.
Tentunya, hal ini masih bertolak belakang dengan metode discovery learning yang menekankan
pada kemandirian siswa dalam mengemukakan pendapatnya, menganalisis, kemudian
membuat kesimpulan akan materi pelajaran informatika.
Salah satu ciri pembelajaran yang berhasil di antaranya dilihat dari kadar kegiatan
belajar siswa. Makin tinggi kegiatan belajar siswa, makin tinggi peluang berhasilnya
pengajaran Keberhasilan pembelajaran dilihat dari kegiatan siswa dalam mengikuti
pembelajaran tersebut. Keberhasilan pembelajaran itu dapat dilihat dari keaktifan belajar siswa.
Semakin tinggi keaktifan belajar siswa maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan
pembelajaran. Namun, untuk mendapatkan keberhasilan pembelajaran bukanlah hal yang
mudah, dibutuhkan usaha dari berbagai pihak untuk mencapainya. Dengan pemilihan metode
pembelajaran yang tepat, keberhasilan pembelajaran lebih mudah dicapai.

Kesimpulan & Saran


Model pembelajaran Discovery Learning menekankan pada pengembangkan cara
berfikir ilmiah dengan pengalaman langsung, dimana Murid ditempatkan sebagai subjek yang
belajar, sedangkan peranan guru hanya sebagai pembimbing dan fasilitator. Berdasarkan model
evaluasi CIPP untuk mata pelajaran informatika yang dilakukan SMPN 1 Getasan aspek
persyaratan pelaksanaan pembelajaran berupa jumlah rombongan belajar yang cukup banyak,
jumlah buku teks yang dimiliki sekolah serta pengelolaan kelas yang lengkap dan terorganisasi
dengan baik. Namun, apabila ditinjau dari aspek sarana dan prasarana belum dikatakan
memadai karena jumlah perangkat komputer lebih sedikit dibandingkan jumlah siswa. Selain
itu, hasil capaian belajar atau rata-rata kelas VII pada mata pelajaran informatika belum
mencapai standar kriteria ketuntasan minimal (KKM) 75 terdapat 75% peserta didik. Hal ini
terjadi karena kurangnya kesadaran dan pengetahuan siswa akan pentingnya teknologi,
minimnya motivasi untuk belajar informatika serta metode penyampaian guru yang kurang
menarik. Perlunya diadakan evaluasi pada SMPN 1 Getasan terhadap metode discovery
learning khususnya untuk mata pelajaran informatika sebagai upaya meningkatkan
pemahaman guru terhadap proses pembelajaran, guru sebagai fasilitator dan penunjang utama
dalam mata pelajaran ini mesti mampu meningkatkan motivasi siswa, serta penambahan tenaga
pelajaran untuk mata pelajaran ini. Selain itu, sekolah perlu menambah sarana dan prasarana
belajar siswa menjadi lebih memadai serta meninjau ulang sumber daya manusia yang ada pada
sekolah tersebut.
Daftar Pustaka
[1] Dela Khoirul Ainia, “Merdeka Belajar dalam Pandangan Ki Hadjar Dewantara dan
Relevansinya bagi Pengembangan Pendidikan Karakter,” J. Filsafat Indonesia. Magister Mada,
Univ. Gadjah, vol. 3, no. 3, pp. 95–101, 2020, doi: https://doi.org/10.23887/jfi.v3i3.24525.
[2] Muhammad Fakih Khusni, Muh Munadi, and Abdul Matin, “Implementasi Kurikulum Merdeka
Belajar di MIN 1 Wonosobo,” J. Kependidikan Islam, vol. 12, no. 1, pp. 60–71, 2022, doi:
0.15642/jkpi.2022.12.60.-71.
[3] S. Safrizal, N. Nurhafizah, R. Yulia, and H. Husnani, “Analysis of Guru Penggerak Programs as
Sustainable Professional Development for Teachers,” AL-ISHLAH J. Pendidik., vol. 14, no. 2,
pp. 2135–2142, 2022, doi: 10.35445/alishlah.v14i2.829.
[4] I. A. Permatasari, M. Said, and Y. Poly, “Peningkatan Hasil Belajar dan Berpikir Kritis dalam
Pembelajaran IPS Melalui Model Discovery Learning di SMP informatika Bina Generasi Kab.
Bogor Jawa Barat,” J. Pemikir. dan Pengemb. Pembelajaran, vol. 4, no. 2, pp. 244–249, 2022.
[5] Bunga Nabilah, Supratman Zakir, Eny Murtiyastuti, and Ramadhanu Istahara Mubaraq,
“Analisis Penerapan Mata Pelajaran informatika dalam Implementasi Kurikulum Merdeka
Tingkat SMP,” PIJAR J. Pendidik. dan Pengajaran, vol. 1, no. 1, pp. 110–119, 2023, doi:
10.58540/pijar.v1i1.97.
[6] U. Atma and J. Yogyakarta, “Prosiding Sendimas 2020,” vol. 5, no. 1, 2020.
[7] dkk Wahyono, Buku Panduan Guru informatika. 2021. [Online]. Available:
http://118.98.166.64/bukuteks/assets/uploads/pdf/informatika-BG-KLS_X_rev.pdf
[8] Hakmal Purnama Sultan, Aang Solahuddin Anwar, Tjung Hauw Sin, Arsil, and Donie, “Evaluasi
Program Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan melalui Model CIPP pada
SMP IT Raudhah Agam Sumatra Barat,” J. Sekol. Dasar, vol. 7, no. 1, pp. 68–76, 2022, doi:
10.36805/jurnalsekolahdasar.v7i1.2908.
[9] K. A. Sudewa, N. Sugihartini, and D. G. H. Divayana, “Pengembangan Media Pembelajaran E-
Learning Berbasis Edmodo Dengan Discovery Learning Pada Mata Pelajaran PPKN Kelas VIII
Di SMP Lab Undiksha Singaraja,” Kumpul. Arinformatika. Mhs. Pendidik. Tek. Inform., vol.
10, no. 1, p. 25, 2021, doi: 10.23887/karmapati.v10i1.29407.
[10] Kemendikbud, “Panduan Pembelajaran untuk Sekolah Menengah Pertama,” 2021.
[11] S. Khasinah, “Discovery Learning: Definisi, Sintaksis, Keunggulan, dan Kelemahan,”
MUDARISUNA Media Kaji. Pendidik. Agama Islam, vol. 11, no. 3, pp. 402–413, 2021.
[12] B. Media Sains Indonesia, Buku Digital Sistem Student Center Learning Dan Teacher Center
Learning_Ainformatika Badiah_Tahun 2021. 2021.
[13] Maria Agustina Diyaning Setyohati, “HUBUNGAN IMPLEMENTASI KURIKULUM
MERDEKA DAN MAPEL informatika SERTA METODE BERPIKIR KOMPUTASI DALAM
TRANSFORMASI PENDIDIKAN DI ERA SOCIETY 5.0,” Pendidikan, Transform. Era, D I
Pendidikan, Mhs. Manaj. Tamansiswa, Univ. Sarjanawiyata, pp. 1–9, 2022.
[14] M. C. Wijanto, informatika SMP Kelas VII. 2021.
[15] P. H. P. Rosa, “INFORMATIKA DALAM KURIKULUM MERDEKA,” vol. 6, no. 1, pp. 29–
36, 2023.
[16] Y. Adellia and A. Prajawinanti, “Implementasi model evaluasi cipp pada pelaksanaan program
kelompok belajar TBM Leshutama era pandemi covid-19,” Pustaka Karya J. Ilm. Ilmu Perpus.
dan Inf., vol. 9, no. 2, p. 14, 2021, doi: 10.18592/pk.v9i2.5516.
[17] Nurhayani, Yaswinda, and M. A. Movitaria, “Model Evaluasi Cipp Dalam Mengevaluasi
Program Pendidikan Karakter Sebagai Fungsi Pendidikan,” J. Inov. Penelit., vol. 2, no. 8, pp.
2353–2362, 2020, [Online]. Available: https://stp-mataram.e-
journal.id/JIP/article/download/1116/839
[18] I. H. Arni, G. Gunawan, B. Fatwa, and I. Sentoso, “Kegunaan Model CIPP dalam Evaluasi
Pendidikan Inklusi,” Masaliq, vol. 1, no. 3, pp. 164–175, 2021, doi: 10.58578/masaliq.v1i3.60.
[19] A. J. S. Daniel L. Stufflebeam, Systematic evaluation : a self-instructional guide to theory and
practice. Kluwer-Nijhoff, Boston, 1986, 1986.
[20] E. W. Kurniawati, “Evaluasi Program Pendidikan Perspektif Model CIPP (Context, Input,
Process, Product),” J. GHAITSA Islam. Educ. J., vol. Volume 2, no. 1, p. 24, 2021.
[21] Y. B. Bhakti, “Evaluasi Program Model CIPP pada Proses Pembelajaran IPA,” JIPFRI (Jurnal
Inov. Pendidik. Fis. dan Ris. Ilmiah), vol. 1, no. 2, pp. 75–82, 2017, doi:
10.30599/jipfri.v1i2.109.
[22] M. F. Rahmansyah, “Merdeka Belajar: Upaya Peningkatan Mutu Pembelajaran di
Sekolah/Madrasah,” Ar-Rosikhun J. Manaj. Pendidik. Islam, vol. 1, no. 1, pp. 47–52, 2021, doi:
10.18860/rosikhun.v1i1.13905.
[23] M. R. Arviansyah and A. Shagena, “Efektivitas Dan Peran Dari Guru Dalam Kurikulum
Merdeka Belajar,” Lentera, vol. 17, no. 1, pp. 40–50, 2022.
[24] S. Raibowo and Y. Eko Nopiyanto, “Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga &
Kesehatan pada SMP Negeri Se-Kabupaten Mukomuko melalui Pendekatan Model Context,
Input, Process & Product (CIPP),” J. Pendidik. Kesehat. Rekreasi, vol. 6, no. 2, pp. 146–165,
2020.

Anda mungkin juga menyukai