Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TARIKH AL-ABAD AL-QODIM

“Kajian Sastra tentang Syi’ir Imru al-Qais”

Dosen Pengampu: Drs. Mukhtar Gozali, M.Ag.

Disusun oleh:

Kelompok 3

M. Syahril Sabirin 11210210000051

Hasna Mumtazah 11210210000137

UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

BAHASA DAN SASTRA ARAB

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................................. 2


BAB I ......................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ..................................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang .............................................................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................................ 3
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................................... 3
BAB II ........................................................................................................................................................ 4
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................ 4
A. Mengenal Imru Al-Qais ................................................................................................................ 4
B. Analisis Karya Imru Al-Qais ....................................................................................................... 7
C. Pengaruh Imru Al-Qais Terhadap Sastra Arab ....................................................................... 11
BAB III .................................................................................................................................................... 13
PENUTUP ............................................................................................................................................... 13
Kesimpulan.......................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................. 14
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membahas tentang sejarah sastra Arab klasik tentunya nama Imru Al-Qais tidak
bisa dilepaskan darinya. Dia adalah seorang penyair fenomenal di masanya dan termasuk
dari Mu’allaqat As-Sab’ah, merupakan qasidah panjang yang diucapkan oleh tujuh
penyair hebat Jahiliy dalam berbagai kesempatan dan tema, karya–karya hebat itu di
gantungkan di dinding-dinding kakbah sebagai penghargaan atas indahnya syair tersebut.
Di antara para penyair hebat yang juga termasuk ke dalam Mua’llaqat As-
Sab’ah adalah Zuhair bin Abi Sulma, Tharafah bin Abdul Bakry, Nabighah Az-Zubyani,
Antarah ibn Syadad Al-Absyi, Kharits Ibn Khillizah, dan Labid ibn Rabi’ah Al Amiri.
Oleh sebab itu membahas tentang Imru Al- Qais tentunya bagian yang sangat
menarik dalam sejarah sastra Arab klasik, dalam diri Imru Al-Qais kita akan menemukan
atmosfir dari hal-hal yang menyangkut sastra pada masanya, yaitu tentang karya-
karyanya, gaya bahasanya yang masih klasik, kehidupannya masih kental dengan budaya
Arab pra Islam serta keabsahannya dalam bersyair.

B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Imru Al-Qais dan bagaimana sejarah kehidupannya?
2. Apa genre dari kebanyakan karyanya?
3. Bagaimana analisis terhadap karya-karyanya?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui siapa itu Imru Al-Qais dan sejarah kehidupannya
2. Mengetahui genre dari kebanyakan karyanya
3. Mengetahui uraian untuk karya-karyanya
BAB II

PEMBAHASAN
A. Mengenal Imru Al-Qais
Imru’ Al-Qais ibn Hajar ibn Al-Haris ibn Amru Al-kindi Al-Yamani atau yang biasa di
kenal dengan Imru Al-Qais adalah seorang penyair arab kelasik yang hidup di masa pra-
islam. Nenek moyangnya berasal dari Yaman, dan kemudian merantau ke daerah utara Saudi
Arabia yang berbatasan dengan Irak, yaitu Najd. Di sana, ia memiliki sebuah kerajaan yang
sangat besar yang dipimpin langsung oleh ayahnya, Hajar.

Imru’ Al-Qais dilahirkan di daerah Najd pada tahun 500 M. Namun, menurut Imam
Jahiz, yang merupakan pendapat paling kuat, menyebutkan bahwa ia meninggal dua ratus
tahun sebelum Nabi Muhammad Saw. dilahirkan atau sekitar tahun 350-400 M.1

Ayahnya Hajar merupakan seorang raja terhadap dua kabilah: Bani Asad dan Bani
Gathfan. Semenjak kecil, Imru’ Al-Qais sudah dibiasakan hidup dengan kehidupan kerajaan,
sehingga lambat laun kehidupan berfoya-foya sudah menjadi jati dirinya. Ia mempunyai
talenta yang sangat baik dalam bersyair, sehingga dengan kemampuannya tersebut ia selalu
sibuk ber-ghazal (mengarang puisi yang mengandung rayuan/menggombal) terhadap wanita.
Bukan hanya pada satu wanita saja, tapi pada banyak wanita.

Di antara perempuan-perempuan yang pernah ia ghazal adalah istri dari ayahnya sendiri
(ibu tirinya). Dari segi norma, baik agama maupun sosial hampir tidak ada hal yang dapat
diambil pelajaran dari isi syairnya tersebut. Namun, jika ditinjau dari segi sastra, ia
merupakan salah satu penyair sastra Arab Jahiliy yang menjadi rujukan utama dalam
pembentukan sastra.
Mengetahui tabiat dari anaknya tersebut, ayahnya kemudian melarang Imru’ Al-Qais
bersyair, karena ber-ghazal dan bersyair itu bukan merupakan tabiat dari keluarga kerajaan.
Namun, Imru’ Al-Qais tak mau mengindahkan hal tersebut. Ia pun akhirnya diusir oleh
ayahnya sendiri dari istana.

1
Nada Thursina “Mengenal Penyair Hebat Imru' Al-Qais, Raja Sesat dari Najd”kmamesir, 2019,
https://www.kmamesir.org/2019/06/mengenal-penyair-hebat-imru-al-qais.html
Sejak terusir dari istina ia pun pergi bersama teman-tamannya yang juga suka berfoya-
foya, hidup secara nomaden, kebanyakan kegiatan mereka hanya mabuk-mabukan. Mereka
makan dari apa-apa yang mereka buru dan bermalam di tempat-tempat yang menyediakan
khamar.
Di tempat peristirahatan itu lah Imru Al-Qais mendendangkan syair-syairnya. Yang isi
syair-syair nya yaitu ratapan kisah cinta dengan kekasih-kekasihnya terdahulu, juga tentang
senda guraunya bersama sahabat-sahabatnya dalam pengembaraan.
Suatu ketika ia sedang asyik-asyiknya berpesta pora di sautu daerah bernama dumun,
meneguk banyak gelas-gelas khamar, bermabuk-mabukkan bersama sahabatnya, datanglah
sebuah utusan dari kerajaan ayahnya, suatu kabar yang sangat mengejutkan. Kabar inilah
yang membuat titik balik dari kehidupannya. Utusan itu mengabarkan bahwa ayahnya telah
di bunuh, yaitu sang raja, dan bani Asad sedang gencar untuk mencarinya untuk menggorok
leher imru Al-Qais.
Seperti yang dikatakan sejarah pada masa itu, sudah hal yang biasa jika seorang
pemimpin dari sebuah kabilah mati, maka percekcokan antar kabilah pun pasti akan terjadi,
peperangan juga akan segera di mulai tanpa diminta. Dalam hal ini, Bani Asad sangat
berambisi untuk merebut kekuasaan dan ingin menjadi wali di wilayah tersebut. Sedang Bani
Gathfan pun juga berambisi yang sama.
Dibalik keduanya juga ada pihak ketiga, yaitu pihak netral yang pro terhadap raja semasa
hidupnya, mereka tahu bahwa sang raja masih memiliki keturuna yang jelas selayaknya jika
seorang raja mati, maka keturunannya lah menjadi penerus tahta.
Saat mendegar kabar buruk tersebut, Imru’ Al-Qais sedang dilanda mabuk berat.
Sehingga dalam mabuknya tersebut, ia kemudian meracaukan sebuah kalimat yang amat
sangat terkenal dalam sejarah atas bentuk respon dari kabar kematian Ayahnya:

‫ وغدا‬،‫ اليوم مخر‬.‫ وال سكر غدا‬،‫ ال صحو اليوم‬.‫ ومحلىن دمه كبريا‬،‫"ضيعىن أىب صغريا‬

"‫أمر‬
“Ayahku telah membuangku ketika aku masih remaja, lalu ketika besar aku dipaksa
untuk menuntut balas darahnya. Aku tidak akan sadar dari mabukku hari ini, dan mungkin
saja aku tidak akan mabuk lagi esok hari. Hari ini aku ingin mabuk-mabukkan sepuasku, dan
besok baru aku akan bangun untuk menyelesaikan masalah ini.”
Pagi hari ketika ia terbangun dari mabuk dan tidurnya, ia bangkit dan membulatkan
tekatnya, membawa dendam yang mebara dalam hatinya, ia kembali ke kampung
halamannya mengatur langkah dan memulai peperangan, tak lama berselang terjadilah
peperangan sengit antara pasukannya melawan bani Asad, pasukan Imru A-Qais mampu
mengungguli pasukan bani Asad.
Ketika di ambang kekalahan Bani Asad meminta untuk berdamai, dengan mentah-mentah
Imru Al-Qais menolaknya, tidak mungkin baginya berdamai semudah itu setelah ayahnya
dibunuh dengan tragis.
Akhirnya orang-orang dari Bani Asad lari ke Persia meminta pertolongan kepada Raja
Hirah (Munzir As-salis) yang saat ini merupakan wilayah Irak untuk meminta pertolongan.
Raja Persia pun akhirnya mengirimkan pasukan ke medan perang. Medan perang pun mulai
memanas kembali, dan kini malah pihak Imru’ Al-Qais yang akhirnya kekurangan pasukan
dan hampir kalah.
Tak ingin kehabisan akal Imru’ Al-Qais pun akhirnya lari ke Romawi guna meminta
pertolongan pasukan kepada raja Romawi di daerah Damaskus. Sesampainya di sana, ia
memang dijamu dengan baik sebagai seorang pendatang dan anak raja. Namun, pertolongan
yang ingin diminta kepada raja Romawi tidak dikabulkan. Dan bisa jadi raja Romawi
tersebut, juga sudah mempunyai pertimbangan dan siasat tersendiri.
Sedang di sisi lain, Imru’ Al-Qais merasa terhina dan tersinggung akibat penolakan
tersebut. Ia akhirnya putus asa dan bertolak kembali ke kampung halamannya. Sesampainya
antara perbatasan Najd dan Damaskus, Imru' Al-Qais terserang penyakit kulit yang menyebar
ke seluruh tubuhnya. Penyakit tersebut menyebabkan banyak luka serta infeksi, yang pada
akhirnya merenggut nyawa Imru’ Al-Qais.
Imru’ Al-Qais meninggal pada tahun 540 M. Dalam sejarah ia dijuluki dengan dua
julukan, yang pertama "Mulku Ad-Dhalil" (Raja Sesat) disebabkan kekalahan dan juga
kekacauannya di masa muda, dan yang kedua adalah "Zal Kuruh" (Orang yang mempunyai
banyak luka) disebabkan oleh penyakit kulit yang menimpanya.
B. Analisis Karya Imru Al-Qais
Sebagian besar ahli sastra arab berpendapat bahwa diantara puisi-puisa al-Mu’allaqat ,
puisa Umru’ Al-Qais merupakan puisi yang paling terkenal dan menduduki posisi penting
dalam khazanah kesusastraan arab jahiliyyah. Mu’allaqat Umru’ Al-Qais merupakan
peninggalan yang paling monumental yang mempunyai peranan penting dalam
perkembangan kesusastraan Arab pada masa-masa selanjutnya. Puisi – puisinya seringkali
dipakai sebagain referensi dalam kajian ilmu-ilmu bahasa Arab {nahwu,shorof maupun
balaghah}.2

Keistimewaan puisi-puisinya antara lain:


a. Kekuatan daya khayalnya dan pengalaman dalam pengembaraannya.
b. Bahasa yang digunakan sangat tinggi dan isinya padat.
c. Bait-bait puisinya menggambarkan cerita yang panjang, satu bait puisinya memiliki
tujuan yang sangat banyak.
d. Keindahan yang terletak pada caranya yang halus dalam puisi ghazalnya.
e. Ditambah dengan gaya isti’arah (kata-kata kiasan dan perumpamaaan).

Umru’ al-Qais juga dianggap sebagai orang pertama yang menciptakan cara menarik
perhatian dengan cara istifakus-shahby, cara seperti ini sangat menarik bila digunakan dalam
puisi ghazal dan tasybib (cara untuk merayu wanita), dan cara seperti itulah yang amat
digemari penyair Arab untuk membuka kasidahnya untuk menarik perhatian orang. Ia juga
dianggap sebagai penyair pertama dalam mensifati kecantikan seorang wanita dengan
mengumpamakannya seperti seekor kijang yang panjang lehernya , karena seorang wanita
yang panjang lehernya menandakan sebagai seorang wanita yang cantik.

Beberapa tema bait-bait puisinya yang terkumpul dalam kasidah mu’allaqatnya ,antara
lain:

a. Mengenai perpisahan seorang sahabat


b. Mengenai hari daratul jaljal sebagai cerminan kisah romantic
c. Mengenai senda gurau yang di ibaratkan pertarungan dengan seorang pelacur

2
UMRU AL-QAIS DAN SYAIRNYA ~ Sastra Arab - Blogger, http://sastraarabuinsa.blogspot.com/2015/05/umru-al-
qais-dan-syairnya.html
d. Mengenai do’a untuk kekasihnya Unaizah ,sebagai persembahan cinta yang sejati
e. Mengenai pertarungan untuk merebut idaman hati
f. Menggambarkan malam dan waktu-waktu yang dilaluinya, serta kejadian-kejadian yang
dialaminya
g. Mengenai penderitaan akan kegagalan
h. Mengenai simbiolisasi kuda dengan kecepatan yang luar biasa
i. Mengenai pengibaratan pemimpin suku Badui dengan kilat dan hujan , sedangkan
pengikutnya dengan jurang yang dalam dan pegunungan yang tinggi.

Walaupun pemakaian kata-kata kiasan, pengibaran dengan alam, dan simbiolisasinya,


tidak hanya didominasi oleh puisi Umruu al-Qais tetapi dilakukan oleh penyair lain. Akan
tetapi, para ahli puisi arab berpendapat bahwa ialah orang pertama kali menciptakan puisi-
puisi controversial pada zamannya, dan tidak jarang kata-kata yang bernada sinisme juga
dipakai oleh Umruu al-Qais dalam puisi-puisinya.

Puisi Imru al-Qais banyak yang hilang, yang tersisah hanya sebagian kecil yang
terselamatkan, yaitu kurang lebih ada 25 kasidah. Kasidah tersebut pernah di cetak pertama
di Paris tahun 1838, cetakan kedua di lengkapi dengan penjelasannya yaitu di Mesir tahun
1865, cetakan ketiga 1890 di Mesir, cetakan terakhir di terjemahkan di dalam bahasa latin
dan bahasa Jerman dengan tiga puisinya yang terkenal.

‫بني الد ُخول فَ َحومل‬ ِ ِِ ٍ ِ‫بك من ِذكرى َحب‬


‫يب و َمن ِزٍل‬ ِ َ‫قِفاَ ن‬
َ ‫اللوى‬
َ ‫بسقط‬ *

‫هل يَعِ َم ْن َم ْن كا َن يف العُص ِر اخلاىل‬ ِ


ْ ‫َو‬ * ‫ّلل الباىل‬
ٌ ‫صباحاً ايُّها الط‬
َ ‫االع ْم‬

ِ
ِ ‫لباانت ال ُقؤاد املَُع َّد‬
‫ب‬ َ ‫لِتَق‬
‫ضى‬ * ٍ ‫بني على أُِّم ُجْن ُد‬
‫ب‬ َ ‫لي ُم ًّر‬
َّ ‫َخ ْلي‬

“Marilah kita berhenti sejenak, dan meratapi kekasih di daerah Syiqtulliwa, yaitu kota
yang terletak antara kota Dakhul dan Haula. Karena kota tersebut dalam benakku mengandung
makna khusus untuk mengenang peristiwa penting dan kenangan abadi yang terjadi antara saya
dan kekasih saya.
Hai tempat yang dahulu, lamakah masa pagimu, apakah si penghuni sekarang juga masih
tetap seperti penghuni dahulu sebagaimana saya ketahui itu.

Kekasihku dulu bernama Umi Jundub, marilah kita semua berhenti sejenak di bekas
tempat tinggalnya itu sebagai pelipur lara dan penghibur hatiku yang sedang duka.”

Ghazal tersebut diatas adalah mempunyai gaya bahasa yang tersendiri, dan gaya bahasa
tersebut juga sudah biasa dipakai penyair-penyair kita yang terkemudian. Yaitu gaya bahasa
dengan mengenang kisah cinta abadi yang masih dirasakan keindahannya oleh penyair dan
kekasihnya (Unaizah atau Fathimah) di samping itu, penyair juga menentukan bahwa dirinya
mengenal dan mendalami kejiwaan wanita. Kadang–kadang Umruu al-Qais juga mengenang
keindahan wanita bersama dengan mengenang kenikmatan harta benda dan kekayaan sebagai
seorang putra raja.

Kadang–kadang ia mengungkapkan puisi ghazal bersamaan dengan mengungkap tujuan


lain, misalnya: memanggil seseorang, meratapi seseorang, mengharapkan seseorang, merasakan
kehinaan dan merasakan keluhuran sebagaimana ungkapannya:

‫لى‬ ِْ ‫صرمى فأ‬


ْ ‫َْج‬
ِ ِ
ْ َ ‫َوإِ ْن ُكْنت قَ ْد أ ْزَم ْعت‬ * ‫أَفاَ ِط ُم َم ْهالً بَ ْع َد هذاالتَّ َذلُّل‬

‫فع ِل‬ َ ‫أتم ِر ْى ال َق‬


َ َ‫لب ي‬ ُ َ‫ك َم ْهما‬
َ ّ‫َوإن‬ * َّ ‫أغُ ُّر ِك ِم ِّىن‬
‫أن ُحبّك قَاتِلِ ْى‬

“Hai Fathimah, tunggulah sebentar, coba dengarkanlah kata-kata ini, apakah kau akan
memutuskan cintaku ini, setelah kau mencintaiku dengan sepenuh hati?

Apakah kau merasa tertipu dengan cinta yang kuberikan kepadamu itu? Itulah yang
menyebabkan hatiku gundah dan putus harapan, katakanlah dengan terus terang wahai
kekasihku, apakah dinda merasa tertipu?”

Ada lagi puisi Umruu al-Qais yang sudah diabadikan yang disebut Mu’allaqat, yaitu dia
mengungkapkan kegelapan malam dan keindahan kudanya:

‫واع اهلُُم ْوِم لِتَ ْب تَلى‬


ِ ْ‫* َعلَ َّي ِِبَن‬ ِ َّ‫َول‬
ُ‫يل َك َم ْو ِج البَ ْح ِر ْأر َخى ُس ُد ْوله‬
‫ف إ ْعجازاً َوانَءَ ب َكلّ َك ِل‬
َ ‫َو ْأر َد‬ * ِ ‫فَ ُقلت لهُ لَماَ ََتَطَّى بصل‬
‫ّبه‬ ّ

ِ ‫ِبم‬
‫ثل‬ ْ ‫ك‬َ ‫اإلصباح ِمْن‬
ُ َ‫بصبح َوما‬
ِ * ‫الطويل أالَاجنَل‬
ُ ‫أالأيُّهاَ اللّْي ُل‬

‫ت بيَ ْذبَ ِل‬ ِ ‫ب ُك ِّل َمغاَ ِر‬


ْ ‫الفتل ُش َّد‬ * َّ ‫لك ِم ْن لَْي ٍل َكأ‬
ُ‫َن ُجنُْوَمه‬ َ َ‫فَيا‬

Artinya : “Malam bagaikan debur ombak lautan yang menggelarkan airnya, saya
merasakan musibah beban saya yang makin berat, terus-menerus dan bertubi-tubi tanpa henti-
hentinya, apakah dengan musibah itu saya masih bisa menunjukkan kesabaran atau saya malah
tidak tabah bahkan selalu ketakutan?

Setelah saya memperkirakan bahwa beban musibah itu hampir usai, namun perkiraan
saya itu meleset, jadi musibah bukan usai tetapi malah makin menjadi-jadi dan sayapun makin
terseok-seok kepenatan.

Oleh karena itu, maka saya katakan pada malam yang gelap, “Hai malam percepatlah
perjalananmu segera selesaikan tugasmu, agar kegelapanmu cepat hilang, dan beban pikiranku
yang kacau balau cepat berganti dengan kejernihan dan keindahan sinar pagi. Saya mengira pagi
lebih baik daripada kegelapan malam.

Namun ternyata perkiraanku meleset juga, sinar pagipun tidak membawa kecerahan,
ketenangan, dan keamanan, kedukaanku terus bertambah siang dan malam.”

Sebenarnya penyair ini akan mengutarakan betapa malang nasibnya. Dimana keresahan
hatinya akan bertambah susah bila malam hari tiba. Karena pada saat itu dia merasakan seolah-
olah malam itu sangat panjang sekali. Sehingga ia mengharapkan waktu pagi hari segera tiba,
agar keresahannya akan berkurang, namun keresahan itu tidak jua berkurang walaupun pagi hari
telah tiba. Contoh diatas merupakan bukti nyata akan kepandaian penyair ini dalam
menggambarkan sesuatu keadaan. Sehingga keadaan atau peristiwa itu seakan-akan benar tejadi
adanya. Contoh diatas memberikan gambaran kepada kita, bagaimanakah penyair itu
memberikan gambaran yang sangat besar akan keresahan yang melandanya dan dialaminya pada
waktu itu, sehingga baik pada waktu malam hari maupun pagi hari keresahan itu tetap saja
mengikutinya seperti seseorang yang selalu diikuti bayangannya ketika hendak menggerakan
kakinya dalam sinaran bulan purnama di malam hari yang segelap lautan.

C. Pengaruh Imru Al-Qais Terhadap Sastra Arab

Sampai hari ini Imru' al-Qays tetap menjadi penyair pra-Islam yang paling terkenal dan
telah menjadi sumber inspirasi sastra dan nasional bagi para intelektual Arab hingga abad ke-21.
Dalam entrinya di Kamus Biografi Sastra , Al-Tahir Ahmad Makki mengatakan ini tentang Imru'
al-Qais3:

“Pangeran-Penyair Imru' al-Qais, dari suku Kinda, adalah tokoh sastra Arab besar
pertama. Syair-syair dari Mu'allaqah (Puisi Gantung), salah satu dari tujuh puisi yang dihargai di
atas segalanya oleh orang-orang Arab pra-Islam, di abad ke-20 masih menjadi baris yang paling
terkenal—dan mungkin paling banyak dikutip—dalam semua literatur Arab. Mu'allaqah juga
merupakan bagian integral dari pendidikan linguistik, puisi dan budaya semua penutur bahasa
Arab.

Ibn Sallam al-Jumahi (w. 846 M) berkata tentang Imru' al-Qais dalam bukunya
"Generations of the Stallion Poets" (Arab: ‫) طبقات فحول الشعراء‬:

Imru' al-Qais adalah pencetus banyak hal hebat yang dianggap indah oleh orang Arab,
dan yang diadopsi oleh penyair lain. Hal-hal ini termasuk memanggil teman-temannya untuk
berhenti, menangisi reruntuhan situs perkemahan yang ditinggalkan, menggambarkan
kekasihnya dengan kehalusan dan kehalusan, dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
Dia adalah orang pertama yang membandingkan wanita dengan rusa dan telur, dan menyukai
kuda dengan burung pemangsa dan tongkat. Dia 'tertatih-tatih seperti binatang buas yang
melarikan diri' [merujuk pada deskripsinya yang terkenal tentang kudanya] dan memisahkan
pendahuluan erotis dari tubuh puisinya. Dalam menciptakan persamaan, dia melampaui semua
orang di generasinya.

Beberapa sejarawan telah menekankan pentingnya sejarah monarki Kindite sebagai


upaya pertama untuk menyatukan suku-suku Arab tengah sebelum keberhasilan Islam , dan
tempat tragis Imru' al-Qais sebagai salah satu pangeran Kindite terakhir. Yang lain memusatkan
3
Imru' al-Qais - Wikipedia
perhatian pada kehidupannya yang penuh warna dan penuh kekerasan, menampilkannya sebagai
contoh amoralitas dan kebrutalan yang ada di Arab pra-Islam.

Penulis Irak Madhhar al-Samarra'i (Arab: ‫ ) مظهر السامرائي‬dalam bukunya tahun 1993
Imru' al-Qais: Penyair dan Kekasih (Arab: ‫) إمرؤ القيس الشاعر العاشق‬, menyebut Imru' al-Qais
sebagai "penyair kebebasan":

Penyair Imru' al-Qais memiliki hati yang lembut dan jiwa yang peka. Dia menginginkan
yang terbaik tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi untuk semua orang di masyarakatnya.
Kebebasan yang dia perjuangkan tidak terbatas pada hubungan romantis dan erotis antara dia dan
Fatimah tercinta, dan tidak terbatas pada tuntutannya untuk mencabut larangan hubungan seksual
antara laki-laki dan perempuan, tetapi melebihi semua itu, sehingga dia bernyanyi untuk
kebebasan seluruh umat manusia-- dan dari titik ini kita dapat menamainya, Penyair Kebebasan."
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan

Umruu al-Qais berasal dari suku Kindah, yaitu suatu suku yang pernah berkuasa penuh di
Yaman. Karena itu Umruu al-Qais lebih dikenal sebagai penyair Yaman dan Hadramaut.
Ditinjau dari segi nasab, penyair ini sangat berpengaruh terhadap kepribadiannya.

Hal yang banyak mempengaruhi karya sastranya ialah tragedi dalam kehidupannya,
seorang putra mahkota, seorang pangeran yang terusir, kisah cintanya yang kandas dan liar,
kematian ayanya, peperangan dan tak lupa balas dendam, ia besar di keluarga kerajaan yang
sering berfoya-foya, mabuk-mabukkan, kemudian di usir dari istana lalu mengembara.

Dia bersyair di tempat-tempat pemberhentiannya, syairnya yang indah penuh tragedi itu
membuat orang-orang tebuai dengan karya-karyanya, sehingga karyanya di hargai dengan di
gantung di dinding-dinding kakbah, sebagai Muallaqat As-Sab’ah. sungguh itu adalah
penghargaan sastra terbaik di masanya.
DAFTAR PUSTAKA

"Mengenal Penyair Hebat Imru' Al-Qais, Raja Sesat dari Najd."


https://www.kmamesir.org/2019/06/mengenal-penyair-hebat-imru-al-qais.html.

"UMRU AL-QAIS DAN SYAIRNYA ~ Sastra Arab - Blogger." 21 Mei. 2015,


https://sastraarabuinsa.blogspot.com/2015/05/umru-al-qais-dan-syairnya.html.

"Imru' al-Qais - Wikipedia." https://en.wikipedia.org/wiki/Imru%27_al-Qais.

Anda mungkin juga menyukai