Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. A YANG MENGALAMI POST OPERASI


SECTIO CAESAREA ATAS INDIKASI BSC DAN OBLIQUE

“DI RUANGAN ANNAK RUMAH SAKIT MISI LEBAK”

Disusun Oleh :

Alinda Nurhidayati
Nim : 20211009

Akademi Keperawatan Yatna Yuana Lebak


JL. JEND SUDIRMAN KM.2 RANGKASBITUNG 42315
TELP. (0252)201116/209831
Email : akperyatna@yahoo.co.id Website : www.akperyatna.ac.id
LEBAK – BANTEN
I. KONSEP SECTIO CAESARIA (SC)
1. Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Rahim et al., 2019).
Sedangkan, post operasi sectio caesaria atas indikasi oblique adalah keadaan
setelah janin di dalam perut ibu dalam posisi miring/secara diagonal, sehingga diharuskan
untuk dilakukan tindakan persalinan melalui sayatan pada bagian perut sampai rahim
(Zuiatna, 2020).
Sectio caesarea adalah tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan berat
badan di atas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus dan perut yang utuh.
Keadaan setelah operasi sectio caesaria di sebut dengan (post sc) (Jehaman Tonsisius,
2022).

2. Tanda dan gejala


Menurut (Rangkuti et al., 2023), manifestasi klinis post operasi sectio caesaria antara
lain :
a. Pusing
b. Mual muntah
c. Nyeri sekitar luka operasi
d. Peristaltic usus menurun
e. Kekurangan darah (kehilangan darah hingga 600ml)
f. Adanya bekas luka insisi pada bagian abdomen
g. Aliran lochea lebih sedikit daripada post partum normal

3. Etiologi
Etiologi sectio caesaria menurut (Simangunsong et al., 2018), antara lain:
a. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion)
Adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran kepala janin yang
dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara normal. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamasi Berat)
Adalah kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya
masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, preeklamsi dan eklamsi
merupakan penyebab kematian maternatal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan
c. KDP ( Ketuban Pecah Dini )
Adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam
belum terjadi inpartus. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas
37 minggu.
d. Bayi kembar
Tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara sectio caesarea. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi
e. Oblique
Adalah suatu keadaan dimana janin dalam perut wanita dalam posisi miring atau
diagonal, sehingga harus dilakukan tindakan sectio caesaria
f. Faktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas.
g. Letak sungsang dan kelainan letak kepala
Merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri
dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri

4. Anatomi
Anatomi Fisiologi sistem reproduksi wanita menurut (UMAMI et al., 2021),
diantaranya:
a. Mons Veneris (Mons Pubis)
Mons pubis adalah jaringan lemak subkutan berbentuk lunak dan padat serta
mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak) yang ditumbuhi rambut berwarna
hitam, kasar, dan ikal pada masa pubertas, mons berperan dalam sensualitas dan
melindungi simfisis pubis selama koitus
b. Labia Mayora
Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi lemak
dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis. Sensitivitas labia mayora
terhadap sentuhan, nyeri dan suhu. tinggi, hal ini di akibatkan adanya jaringan
saraf yang menyebar luas yang juga berfungsi selama rangsangan seksual.
c. Labia Minora
Labia minora adalah lipatan kulit panjang, sempit dan tidak berambut yang
memanjang ke arah bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette, terdapat
banyak pembuluh darah sehingga tampak kemerahan, dan memungkankan labia
minora membengkak, bila ada stimulus emosional atau stimulus fisik. Kelenjar-
kelenjar di labia minora juga melumasi vulva. Suplai saraf yang sangat banyak
membuat labia minora sensitif, sehingga meningkatkan fungsi erotiknya.
d. Klitoris
Klistoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil, mengandung
banyak pembuluh darah dan saraf sensoris sehingga sangat sensitive. Fungsi
utama klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.
e. Vestibulum
Vestibulum merupakan rongga yang berada diantara bibir kecil (labia minora)
dibatasi oleh klitoris dan perinium. Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar
parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan
agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia. Kelenjar vestibulum mayora
adalah gabungan dua kelenjar di dasar labia mayora, masing-masing satu pada
setiap sisi orifisium vagina.
f. Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan tranversal yang pipih dan tipis, terletak pada
pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis tengah di bawah
orifisium vagina.
g. Perineum
Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan
anus, panjangnya kurang lebih 4 cm.

5. Klasifikasi
Klasifikasi sectio caesaria menurut (Sumaryati et al., 2018), antara lain:
a) Sectio caesarea transperionealis profunda
Sectio caesarea transperionealis profunda dengan insisi di segmen uterus. Insisi pada
bawah Rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan dari
pembedahan ini ialah pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak, bahaya peritonitis
tidak besar, perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya rupture uteri dikemudian
hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
b) Sectio caesarea klasik atau section caesarea corporal
Pada sectio caesarea klasik ini di buat pada korpus uteri, pembedahan ini yang agak
mudah dilakukan, hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan
sectio caesarea transperitonalis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
c) Sectio caesarea ekstra peritonal
Sectio caesarea ektra peritoneal dahulu dilakukan untuk mengurangi bahaya injeksi
perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini
sekarang tidak banyak lagi dilakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada
pasien infeksi uterin berat.
d) Sectio caesarea hysteroctomi
Setelah sectio caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi Atonia uteri,
plasenta accrete, myoma uteri, infeksi intra uteri berat.

6. Patofisiologi
Sectio caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan sc yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak,
placenta previa, oblique, dll. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Sewaktu incise
(kulit diiris), maka beberapa sel epitel, sel dermis dan jaringan kulit akan mati. Runag
incise akan diisi oleh gumpalan darah dalam 24 jam pertama akan mengalami reaksi
radang mendadak (Silviana & Anna Veronika Pont, 2019).
Janin besar dan janin lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi
post partum baik aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dari
aspek fisiologis yaitu produk oxitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang
keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena
itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah
satu utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi penyembuhan dari luka operasi antara lain adalah supply darah,
infeksi dan iritasi (Rista, 2019).

7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan post operasi sectio caesaria menurut (Ferinawati & Hartati, 2019), antara
lain:
a. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
b. Magneti Resonance Imaging (MRI) Menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-
daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
c. Uji laboratorium
 Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
 Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit serta hemoglobin
karena proses sectio caesaria banyak mengeluarkan darah
 Panel elektrolit
 Skrining toksik dari serum dan urin AGD
 Kadar kalsium darah
 Kadar natrium darah
 Kadar magnesium darah

8. Komplikasi
Menurut (Rohmah, 2021), komplikasi yang biasa terjadi pada post sectio caesaria, antara
lain:
1) Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi atas :
 Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
 Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung.
 Berat, peritonealis, sepsisi dan usus paralitik.
2) Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-
cabang arteri ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3) Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru
yang sangat jarang terjadi.
4) Kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptura uteri.

9. Penatalaksaanaan
a. Penatalaksanaan medis post sectio caesaria menurut (Madiyanti et al., 2018), antara
lain:
 Cairan IV sesuai indikasi
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan DS 10%, garam fisiologis dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan
tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfuse darah sesuai
kebutuhan.
 Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan mneyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpaang 24-48 jam / lebih lama tergantung jeis operasi.
 Pemberian analgetik dan antibiotik
Analgetik dan antibiotik merupakan obat untuk memperlancar kerja saluran
pencernaan dan mencegah infeksi luka, diberikan melalui supositoria (ketopropen
sup 2x / 24 jam), oral (tramadol tipa 6 jam / paracetamol), Injeksi pentidine 90-75
mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
b. Penatalaksanaan keperawatan post sectio caesaria menurut (Rista, 2019), antara lain:
 Diet
Pemberian cairan intravena biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah ynag sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-8 jam pasca operasi,
berupa air putih dan teh.
 Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan bertahap meliputi miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak
6-8 jam setelah operasi, latihan pernapasan dapat dilakukan sambil tidur
terlentang dsedini mungkin setelah sadar. Hari pertama post operasi pasien dapat
didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya, kemudian posisi tidur terlentang dapat diubah menjadi posisi
semifowler dan selanjutnya selama berturut-turut
 Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti

II. KONSEP OBLIQUE


1. Pengertian

Oblique Merupakan letak janin dalam keadaan miring ataupun melintang diagonal
di perut ibu. Letak ini jarang terjadi, namun berisiko karena kepala janin tidak sejajar
dengan jalan lahir, sehingga dapat menyebabkan kompresi tali pusat atau perubahan letak
menjadi melintang. Oblique atau biasa disebut letak lintang adalah suatu keadaan dimana
janin melintang didalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu, sedangkan bokong
berada pada sisi yang lain (Eni, 2018).

Menurut (Reza et al., 2020) Kehamilan letak lintang merupakan sumbu memanjang
janin menyilang sumbu memanjang ibu secara tegak lurus mendekati 900. Letak lintang
oblik biasannya hanya terjadi sementara karena kemudian akan berubah menjadi posisi
longitudunal atau letak lintang saat persalinan. Letak lintang merupakan sumbu
memanjang janin menyilang sumbu memanjang ibu secara tegak lurus mendekati 900,
jika sudut yang dibentuk kedua sumbu ini tajam disebut oblique lie yang terdiri dari
deviated head presentasion (letak kepala mengolak) dan deviated breech presentasion.
2. Klasifikasi

Klasifikasi letak lintang menurut (Mahapsari, 2016) dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu :

1) Letak kepala
a) Kepala anak bisa disebelah kiri ibu
b) Kepala anak bisa disebelah kanan ibu
2) Letak punggung
a) Jika punggung terletak di sebelah depan ibu, disebut dorso-anterior
b) Jika punggung terletak di sebelah belakang ibu, disebut dorso-posterior
c) Jika punggung terletak di sebelah atas ibu, disebut dorso-superior
d) Jika punggung terletak di sebelah bawah ibu, disebut dorso-inferior

3. Etiologi

Menurut (Eni, 2018) penyebab terjadinya letak lintang adalah :

1) Multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek


2) Fiksasi kepala tidak ada, indikasi CPD (cephalopelvic disporpotion)
3) Hidrosefalus
4) Pertumbuhan janin terhambat atau janin mati
5) Kehamilan premature
6) Kehamilan kembar
7) Tumor di daerah panggul
8) Kelainan bentuk rahim ( uterus arkuatus atau uterus subseptus)
9) Kandung kemih serta rektum yang penuh
10) Plasenta Previa

4. Patofisiologi

Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan
dalam uterus. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu, jumlah air ketuban relative lebih
banyak, sehuingga memungkinkan janin bergerak bebas. Dengan demikian janin dapat
menempatkan diri dalam letak lintang, presentasi kepala atau letak sungsang. Pada
kehamilan trimester akhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relative
berkurang. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup
bulan, frekuensi letak selain memanjang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup
bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam posisi memanjang dengan presentasi
kepala. Tetapi beberapa janin tidak dalam keadaan presentasi kepala, sebagian janin
berada dalam posisi letak lintang (Fara, 2016).

5. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan abdominal
a) Terlihat abdomen tidak simetris
b) Sumbu memanjang janin melintang terhadap perut ibu
c) Fundus uteri lebih rendah dari yang diharapkan sesuai dengan umur kehamilan.
Dikatakan uterus jongkok. Batas atasnya dekat pusat dan lebih lebar dari biasa.
d) Di kutub atas dan bawah uterus tidak teraba kepala maupun bokong
e) Kepala dapat di raba di salah satu sisi ibu
f) Bokong teraba di sisi lain.
2) Denyut jantung janin
Denyut jantung janin terdengar paling jelas dibawah pusat dan mempunyai arti
diagnostik dalam penentuan letak.

3) Pemeriksaan vagina
Yang paling penting adalah hasil negatif, tidak teraba kepala maupun bokong. Bagian
terendah janin tinggi diatas PAP. Kadang-kadang dapat di raba bahu, tangan, iga, atau
punggung. Oleh karena bagian terendah tidak dengan baik menutup panggul, mungkin
ketuban menonjol ke dalam vagina

4) Pemeriksaan sinar- X
Pemeriksaan sinar -X berguna untuk memastikan diagnosis dan untuk mengetahui
adanya kelainan janin atau panggul ibu.

5. Komplikasi

Oleh karena bagian terendah tidak menutup PAP, ketuban cenderung pecah dini dan
dapat disertai menumbungnya tangan janin atau tali pusat, kematian janin, dan rupture
uteri (Ii, 2017).
6. Penatalaksanaan

Menurut (Eni, 2018) Pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya
diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum melakukan
versi luar harus dilakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul sempit, tumor dalam
panggul atau plasenta previa, sebab dapat membahayakan janin dan meskipun versi luar
berhasil, janin mungkin akan memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar kembali
ibu dianjurkan menggunakan korset, dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk
menilai untuk menilai letak janin.

Sedangkan menurut (Mahapsari, 2016) pentalakasanaan pada Oblique meliputi :

1. Pervaginam

Dalam posisi letak lintang dapat juga dilahirkan dengan tenaga ibu sendiri akan tetapi ada
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam persalinan normal letak lintang,
diantaranya adalah bayi kecil (premature) atau pada bayi yang telah mati. Pada anak yang
normal hal tersebut sama sekali tidak dapat diharapkan.

Beberapa cara atau mekanisme persalinan letak lintang di antaranya adalah sebagai
berikut :

1. Evolutio Spontanea

1) Cara Douglas Karena his dan tenaga mengejan maka bahu anak turun dan masuk ke
dalam rongga panggul, sedangkan kepala tertekan dan tinggal diatas. Pada suatu waktu
bahu tersebut lahir dibawah sympisis dan selanjutnya dengan bahu tersebut sebagai
hyphomoclion, lahirlah berturut-turut bagian atas badan, yaitu samping dada di ikuti
oleh perut, bokong kaki dan kepala

2) Cara Denman Disini bahu dan kepala anak tertekan dan toinggal di atas pintu atas
panggul. Yang bertekuk keras ialah bagian punggung dan pinggang. Dengan demikian
maka pada suatu ketika bokong sama tingginya dengan bahu dan selanjutnya lahir lebih
dulu bokong dan 13 kaki kemudian setelah itu barulah bagian atas badan yaitu bahu dan
kepala.

2. Conduplicatio Corpore Cara ini hanya berlaku pada panggul luas dan anak yang kecil
yaitu kepala anak tidak tertahan diatas, melainkan tertekan hingga kepala dan perut
bersama-sama turun dalam rongga panggul dengan berlipat dan terus dilahirkan
(Khumaira, 2012). Kedua cara diatas (evolusio spontanea dan conduplicatio corpora)
hanya mungkin terjadi apabila panggul luas, janin kecil, atau mati(Fadlun, 2012). Adapun
beberapa cara letak lintang kembali dalam posisi normal secara spontan pada waktu
persalinan diantaranya adalah :

1) Versio spontanea Pada letak lintang dimana bokong terletak lebih rendah dari kepala
pada waktu persalinan. Oleh karena adanya his, maka bokong terletak di fossa iliaka
lalu menggelincir masuk kedalam panggul dan terjadilah perubahan presentasi, dari
presentasi bahu menjadi presentasi bokong.

2) Rektifikasio spontanea Pada letak dimana kepala terletak lebih rendah dari bokong
pada waktu persalinan dimana ada his, maka kepala yang terletak di fossa iliaka akan
menggelincir lalu masuk ke rongga panggul dan terjadilah perubahan presentasi, dari
presentasi bahu menjadi presentasi kepala.
7. Pathway
III.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien post op sectio caesaria dengan indikasi BSC dan oblique menurut
(Ferinawati & Hartati, 2019), antara lain:
a. Identitas klien Meliputi nama, tempat tanggal lahir, agama, suku bangsa, pendidikan
terakhir, pekerjaan, alamat, penghasilan per bulan.
b. Antisipatori
1) Status Kesehatan : alasan kunjungan, kunjungan, keluhan utama, riwayat
kesehatan.
2) Riwayat obstetri dan ginekologi : Riwayat haid, riwayat perkawinan, riwayat KB,
riwayat kehamilan & persalinan yang lalu, riwayat kehamilan & persalinan
sekarang,
3) Pemenuhan kebutuhan dasar manusia : nutrisi, eliminasi, oksigenasi, aktivitas dan
istirahat.
4) Dukungan sosial : dukungan emosi, dukungan informasi, dukungan fisik,
dukungan penghargaan.
5) Fungsi keluarga
6) Pengkajian budaya
7) Stress
8) Pemeriksaan fisik ibu
 Mata : konjungtiva normalnya berwana merah muda dan sklera normalnya
berwarna putih
 Mammae : payudara simetris atau tidak, putting susu bersih dan menonjol atau
tidak. Hiperpigmentasi areolla atau tidak, kolostrum sudah keluar atau belum.
 Abdomen : terdapat luka bekas SC atau tidak, ada linea atau tidak, striae ada
atau tidak
 Genetalia : bersih atau tidak, oedema atau tidak, kemerahan atau tidak,
perineum ada bekas luka epiostomi atau tidak
 Ekstremitas : oedema atau tidak dan varises atau tidak
c. Formal
1) Riwayat persalinan saat ini
2) Bonding attachment dengan skoring gray
3) Pengkajian bayi
4) Aspek psikososial ibu
5) Peran ayah selama dan sesudah kelahiran
d. Informal
1) Orang yang terlibat dalam perawatan bayi.
2) Peran dalam perawatan bayi.
3) Pengalaman dalam perawatan bayi.
4) Harapan untuk perawatan bayi yang akan datang.
e. Personal
1) Pandangan ibu terhadap perannya.
2) Pengalaman masa lalu yang mempengaruhi peran ibu.
3) Percaya diri dalam menjalankan peran.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan post operasi sectio caesaria atas indikasi oblique menurut SDKI
(DPP PPNI, 2017), antara lain:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
b. Resiko infeksi ditandai dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer.
c. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai ASI.
d. Risiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi kehamilan
e. Risiko hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

3. Rencana intervensi
Rencana keperawatan post operasi sectio caesaria atas indikasi oblique menurut SIKI
(DPP PPNI, 2018), antara lain:

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Intervensi


Keperawatan
Nyeri akut b.d. agen Setelah dilakukan intervensi Observasi
pencedera fisiologis keperawatan selama 3x8 jam, 1. Identifikasi lokasi,
Nyeri Akut menurun dengan karakteristik, durasi, frekuensi
kriteria hasil: dan intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. gelisah menurun 3. Berikan teknik non
3. meringis menurun farmakologis untuk
4. kesulitan tidur menurun mengurangi nyeri
4. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
2. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi
Pemberian obat
Resiko Infeksi Setelah dilakukan intervensi Observasi
Ditandai Dengan keperawatan selama 3x24 jam Monitor tanda dan gejala infeksi
Ketidakadekuatan risiko infeksi menurun dengan lokal dan sistemik
Pertahanan Tubuh kriteria hasil:
Primer. 1. Kemerahan menurun Terapeutik
2. Nyeri menurun -Batasi jumlah pengunjung
3. Cairan berbau busuk -Berikan perawatan kulit
menurun
4. Kadar sel darah putih Edukasi
membaik -Jelaskan tanda dan gejala infeksi
-Ajarkan cara mencuci tangan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Intervensi
Keperawatan
5. Kultur darah membaik yang baik dan benar
6. Kultur area luka membaik -Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka
-Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
-Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Menyusui Tidak Setelah dilakukan intervensi Observasi
Efektif Berhubungan keperawatan selama 3x24 jam, 1. Identifikasi kesiapan dan
Dengan Menyusui tidak efektif kemampuan menerima
Ketidakadekuatan menurun dengan kriteria hasil: informasi.
Suplai ASI. 2. Identifikasi tujuan atau
1. Perlekatan bayi pada keinginan menyusui.
payudara ibu meningkat
2. Tetesan/pancaran ASI Terapeutik
meningkat 1. Dukung ibu meningkatkan
3. Suplai ASI adekuat kepercayaan diri dalam
4. Kelelahan maternal menurun menyusui.
5. Kecemasan maternal 2. Libatkan sistem pendukung :
menurun suami, keluarga, tenaga
6. Bayi tidak rewel kesehatan, dan masyarakat.

Edukasi
1. Jelaskan manfaat menyusui
bagi ibu.
2. Ajarkan posisi menyusui dan
perlekatan dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA

DPP PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
DPP PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Ferinawati, F., & Hartati, R. (2019). Hubungan Mobilisasi Dini Post Sectio Caesarea Dengan
Penyembuhan Luka Operasi Di Rsu Avicenna Kecamatan Kota Juang Kabupaten
Bireuen. Journal of Healthcare Technology and Medicine, 5(2), 318.
https://doi.org/10.33143/jhtm.v5i2.477
Jehaman Tonsisius, L. A. (2022). Hubungan Tingkat Pengetahuan,Sikap dan Pengalaman
Perawat Terhadap Perilaku Pencegahan Infeksi dalam Perawatan Luka Post Operasi
Sectio Caesarea diRSUD Sawerigading Plopo Tahun 2022. Jurnal of Health, 09(2), 90–
100.
Madiyanti, Anggraeni, & Melinda. (2018). Hubungan Asupan Protein Dengan Penyembuhan
Luka Pada Pasien Post Op Sectio Caesarea (SC) di Rumah Sakit Umum Daerah
Pringsewu Lampung Tahun 2016. Jurnal Asuhan Ibu & Anak, 3(6), 1–9.
http://journal.stikes-aisyiyahbandung.ac.id/index.php/jaia/article/view/71
Rahim, W. A., Rompas, S., & Kallo, V. D. (2019). Hubungan Antara Pengetahuan Perawatan
Luka Pasca Bedah Sectio Caesarea (Sc) Dengan Tingkat Kemandirian Pasien Di Ruang
Instalasi Rawat Inap Kebidanan Dan Kandungan Rumah Sakit Bhayangkara Manado.
Jurnal Keperawatan, 7(1). https://doi.org/10.35790/jkp.v7i1.22890
Rangkuti, N. A., Zein, Y., Batubara, N. S., Harahap, M. A., & Sodikin, M. A. (2023).
Hubungan Mobilisasi Dini Post Sectio Caesarea Dengan Proses Penyembuhan Luka
Operasi Di Rsud Pandan. Jurnal Education and Development, 11(1), 570–575.
https://doi.org/10.37081/ed.v11i1.4563
Rista, N. (2019). Hubungan Tingkat Nyeri Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Post Op
Sectio Caesarea di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Bhayangkara Padang Tahun 2017.
Menara Ilmu, XII(9), 123–132.
https://jurnal.umsb.ac.id/index.php/menarailmu/article/view/964
Rohmah, N. (2021). Hubungan Mobilisasi Dengan Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Post
Operasi Sectio Caesarea Di RSUD Sawerigading Kota Palopo Tahun 2021. Mega Buana
Journal Of Nursing, 1(September 2021), 7.
https://jurnal.stikes-megabuana.ac.id/index.php/MBJN
Silviana, N. N., & Anna Veronika Pont, S. (2019). Hubungan Tingkat Kecemasan dengan
Tingkat Nyeri Post Operatif Sectio Caesarea Teknik Anestesi Spinal. Jurnal Kesehatan,
12(00007), 1–19. https://doi.org/10.35960/vm.v16i2.915
Simangunsong, R., Julia, R., & Hutauruk, M. (2018). Hubungan Mobilisasi Dini Dengan
Proses Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea Di Rsu Gmim Pancaran Kasih Manado.
Jurnal Keperawatan, 6(1). https://www.google.com/url?
sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0CAQQw7AJahcK
EwiY1s6g4Oj4AhUAAAAAHQAAAAAQAg&url=https%3A%2F
%2Fejournal.unsrat.ac.id%2Findex.php%2Fjkp%2Farticle%2Fview
%2F18778&psig=AOvVaw3HnnrD6a2D1_r25NFu4Y0a&ust=16573511
Sumaryati, S., Widodo, G. G., & Purwaningsih, H. (2018). Hubungan Mobilisasi Dini dengan
Tingkat Kemandirian Pasien Post Sectio Caecarea di Bangsal Mawar RSUD
Temanggung. Indonesian Journal of Nursing Research (IJNR), 1(1), 20–28.
https://doi.org/10.35473/ijnr.v1i1.8
UMAMI, D. A., RAHMAWATI, D. T., ISWARI, I., & SYAFRIE, I. R. (2021). Hubungan
Tingkat Kecemasan Dengan Skala Nyeri Post Operasi Sectio Caesaria Di Ruang
Kebidanan Di Rs Ummi Kota Bengkulu. Journal Of Midwifery, 9(2), 38–47.
https://doi.org/10.37676/jm.v9i2.1918
Zuiatna, D. (2020). Hubungan Motivasi Pasien Dengan Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pasca
Sectio Caesaria. Nursing Arts, 14(1), 13–21. https://doi.org/10.36741/jna.v14i1.106
DPP PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
DPP PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Eni. (2018). Asuhan keperawatan dengan kasus Oblique. Angewandte Chemie International
Edition, 6(11), 951–952., Mi, 5–24.
Fara, S. B. S. (2016). Asuhan Kebidanan pada Ibu Dengan Letak Lintang di RSI Darus Syifa’
Surabaya. Https://Medium.Com/, 5–33.
https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-use-case-a7e576e1b6bf
Ferinawati, F., & Hartati, R. (2019). Hubungan Mobilisasi Dini Post Sectio Caesarea Dengan
Penyembuhan Luka Operasi Di Rsu Avicenna Kecamatan Kota Juang Kabupaten
Bireuen. Journal of Healthcare Technology and Medicine, 5(2), 318.
https://doi.org/10.33143/jhtm.v5i2.477
Ii, B. A. B. (2017). KONSEP KEHAMILAN DENGAN LETAK LINTANG. UNIVERSITAS
MUHAMADIYAH SEMARANG, 1–30.
https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-use-case-a7e576e1b6bf
Jehaman Tonsisius, L. A. (2022). Hubungan Tingkat Pengetahuan,Sikap dan Pengalaman
Perawat Terhadap Perilaku Pencegahan Infeksi dalam Perawatan Luka Post Operasi
Sectio Caesarea diRSUD Sawerigading Plopo Tahun 2022. Jurnal of Health, 09(2), 90–
100.
Madiyanti, Anggraeni, & Melinda. (2018). Hubungan Asupan Protein Dengan Penyembuhan
Luka Pada Pasien Post Op Sectio Caesarea (SC) di Rumah Sakit Umum Daerah
Pringsewu Lampung Tahun 2016. Jurnal Asuhan Ibu & Anak, 3(6), 1–9.
Mahapsari. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Diagnosa Letak Lintang. ‫עלון‬
39–37 ,)1997(66 ,‫הנוטע‬.
Rahim, W. A., Rompas, S., & Kallo, V. D. (2019). Hubungan Antara Pengetahuan Perawatan
Luka Pasca Bedah Sectio Caesarea (Sc) Dengan Tingkat Kemandirian Pasien Di Ruang
Instalasi Rawat Inap Kebidanan Dan Kandungan Rumah Sakit Bhayangkara Manado.
Jurnal Keperawatan, 7(1). https://doi.org/10.35790/jkp.v7i1.22890
Rangkuti, N. A., Zein, Y., Batubara, N. S., Harahap, M. A., & Sodikin, M. A. (2023).
Hubungan Mobilisasi Dini Post Sectio Caesarea Dengan Proses Penyembuhan Luka
Operasi Di Rsud Pandan. Jurnal Education and Development, 11(1), 570–575.
https://doi.org/10.37081/ed.v11i1.4563
Reza, V., Snapp, P., Dalam, E., Di, I. M. A., Socialization, A., Cadger, O. F., To, M., Cadger,
S., Programpadang, R., Hukum, F., Hatta, U. B. U. B., Sipil, F. T., Hatta, U. B. U. B.,
Danilo Gomes de Arruda, Bustamam, N., Suryani, S., Nasution, M. S., Prayitno, B.,
Rois, I., … Rezekiana, L. (2020). ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL
DENGAN LETAK LINTANG DI PMB SAHARA KOTA PADANGSIDIMPUAN.
Bussiness Law Binus, 7(2), 33–48. http://repository.radenintan.ac.id/11375/1/PERPUS
PUSAT.pdf%0Ahttp://business-law.binus.ac.id/2015/10/08/pariwisata-syariah/
%0Ahttps://www.ptonline.com/articles/how-to-get-better-mfi-results%0Ahttps://
journal.uir.ac.id/index.php/kiat/article/view/8839
Rista, N. (2019). Hubungan Tingkat Nyeri Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Post Op
Sectio Caesarea di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Bhayangkara Padang Tahun 2017.
Menara Ilmu, XII(9), 123–132.
Rohmah, N. (2021). Hubungan Mobilisasi Dengan Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Post
Operasi Sectio Caesarea Di RSUD Sawerigading Kota Palopo Tahun 2021. Mega Buana
Journal Of Nursing, 1(September 2021), 7.
Silviana, N. N., & Anna Veronika Pont, S. (2019). Hubungan Tingkat Kecemasan dengan
Tingkat Nyeri Post Operatif Sectio Caesarea Teknik Anestesi Spinal. Jurnal Kesehatan,
12(00007), 1–19. https://doi.org/10.35960/vm.v16i2.915
Simangunsong, R., Julia, R., & Hutauruk, M. (2018). Hubungan Mobilisasi Dini Dengan
Proses Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea Di Rsu Gmim Pancaran Kasih Manado.
Jurnal Keperawatan, 6(1).
Sumaryati, S., Widodo, G. G., & Purwaningsih, H. (2018). Hubungan Mobilisasi Dini dengan
Tingkat Kemandirian Pasien Post Sectio Caecarea di Bangsal Mawar RSUD
Temanggung. Indonesian Journal of Nursing Research (IJNR), 1(1), 20–28.
https://doi.org/10.35473/ijnr.v1i1.8
UMAMI, D. A., RAHMAWATI, D. T., ISWARI, I., & SYAFRIE, I. R. (2021). Hubungan
Tingkat Kecemasan Dengan Skala Nyeri Post Operasi Sectio Caesaria Di Ruang
Kebidanan Di Rs Ummi Kota Bengkulu. Journal Of Midwifery, 9(2), 38–47.
https://doi.org/10.37676/jm.v9i2.1918
Zuiatna, D. (2020). Hubungan Motivasi Pasien Dengan Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pasca
Sectio Caesaria. Nursing Arts, 14(1), 13–21. https://doi.org/10.36741/jna.v14i1.106

Anda mungkin juga menyukai