Anda di halaman 1dari 2

Mekanisme parasetamol

Parasetamol diberikan secara peroral. Absorbsinya cepat dan sempurna melalui saluran cerna,
tergantung pada kecepatan pengosongan lambung (Katzung, 1998). Konsentrasi tertinggi dalam
plasma dicapai dalam waktu setengah jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini
tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25% parasetamol terikat protein plasma dan
sebagian dimetabolisme enzim mikrosom hati. Pada kondisi normal, parasetamol mengalami
glukuronidasi dan sulfasi dimana 80% dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil
lainnya dengan asam sulfat (Wilmana dan Gunawan, 2007).Hasil konjugasi ini akan dieliminasi
lewat urin. Selain itu dalam jumlah kecil (4%) diubah menjadi metabolit reaktif berupa senyawa
antara yang reaktif dan toksik yaitu Nasetil-p-benzoquinonimin (NAPQI). NAPQI dibentuk
dengan adanya bioaktivasi parasetamol melalui sistem sitokrom P-450. Metabolit tersebut
kemudian didetoksifikasi oleh glutation hati menjadi metabolit sistin dan metabolit merkapturat
yang non toksik. Pada dosis tinggi, jalur konjugasi parasetamol menjadi jenuh sehingga banyak
parasetamol menjadi metabolit NAPQI, bahkan kandungan glutation hati dapat dihabiskan,
paling tidak berkurang 20-30% (Rochmah, 2008).
Pemberian parasetamol juga dapat menimbulkan efek samping. Efek samping dari parasetamol
tergantung pada dosis yang diberikan. Akibat dari dosis toksik parasetamol yang paling serius
adalah nekrosis hati, nekrosis tubulus renalis serta koma hipoglikemi. Hepatotoksisitas dapat
terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg /kg BB) setelah 48 jam menelan
parasetamol. Kerusakan yang timbul berupa nekrosis sentrolobularis (Wilmana dan Gunawan,
2007). Parasetamol akan mengalami biotransformasi melalui reaksi konjugasi dengan asam
glukuronat atau glutation dan hasilnya diekskresi melalui urin. Sisa parasetamol mengalami
biotransformasi dengan system sitokrom p-450 yaitu suatu system enzim yang terdapat didalam
reticulum endoplasma. Parasetamol yang teroksidasi berubah menjadi NAPQI suatu senyawa
yang toksik dan reaktif. Senyawa radikal ini dapat bereaksi dengan molekul penyusun sel hati
contohnya fosfolipid, menyebabkan berubahnya komposisi membrane sel hati. Perubahan
membrane sel menyebabkan kerusakan sel hati dan kemudian dapat menimbulkan nekrosis hati
(Rustandi, 2006).

Penurunan protein total merupakan indikasi lebih lanjut kerusakan hati. Tingkat total protein
akan menurun dalam kondisi hepatotoksik karena biosintesis protein yang rusak di hati. Dalam
penelitian kami, tingkat bilirubin dan protein total telah dikembalikan ke nilai normal yang
menunjukkan tindakan hepatoprotektifnya. Acetaminophen dosis tinggi dan metabolitnya
NAPQI dapat mengalkilasi dan mengoksidasi GSH intraseluler dan kelompok tiol protein, yang
mengarah pada penipisan GSH dan selanjutnya menghasilkan peningkatan peroksidasi lipid yang
menyebabkan kerusakan hati

Aktivitas serum glutamat piruvat transaminase (SGPT) merupakan biomarker utama yang sering
digunakan untuk mengetahui hepatoksisitas. SGPT merupakan enzim hati yang berperan dalam
metabolisme asam amino dan glukoneogenesis. Enzim ini mengkatalisis transfer reduksi
kelompok amino dari alanin menjadi alfa-ketoglutarat yang menghasilkan glutamat dan piruvat.
Kadar normal dari SGPT adalah 5-50 U/L. Peningkatan kadar enzim ini terjadi pada saat
kerusakan hepatosit.

Silymarin merupakan senyawa alami yang berasal dari tanaman Silybum marianum atau yang
disebut juga dengan Milk thistle. Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
dilaporkan bahwa Silymarin memiliki aktivitas biologis sebagai antioksidan, imunomodulator,
antifibrosis, antiproliferasi, dan antivirus sehingga silymarin mampu mempertahankan integritas
membran hepatosit dan menghambat masuknya zat beracun. Selain itu, senyawa tersebut juga
mampu dalam menstabilkan spesies oksigen reaktif (ROS) dan berperan dalam proses
glutathione instrasel sehingga dapat digunakan untuk terapi hepatitis, sirosis hepatik dan
gangguan liver lainnya. Silymarin memberikan efek hepatoprotektif melalui beberapa
mekanisme diantaranya aktivitas antioksidan dan penangkapan radikal bebas, peningkatan
konsentrasi glutathione seluler, stimulasi polimerasi DNA, dan stabilisasi membrane
hepatoselular. Stimulasi polimerase DNA oleh silymarin menghasilkan peningkatan sintesis
RNA ribosom untuk rekonstruksi sel hati. Peningkatan konsentrasi glutamin seluler
menstabilkan superoksida dismutase dan glutathione peroxidase. Silymarin menurunkan
pembesaran hati dengan menghambat siklus 5-lipoksigenase dan menghambat produksi
leukotrien dan radikal bebas pada sel Kupffer hati. Selain itu, silybin pada sel hepatosit dapat
menghambat produksi lipid peroksidasi dan kerusakan sel

Anda mungkin juga menyukai