Anda di halaman 1dari 39

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN GAYA HIDUP PADA HIPERTENSI DI PUSKESMAS PERAK KECAMATAN


PERAK KABUPATEN JOMBANG

Oleh :

KUSNAWATI

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan kondisi yang paling umum dijumpai dalam perawatan primer. Hipertensi menurut

World Health Organization (WHO) adalah suatu kondisi dimana pembuluh darah memiliki tekanan darah

tinggi (tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg) yang menetap.

Tekanan darah adalah kekuatan darah untuk melawan tekanan dinding arteri ketika darah tersebut

dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh. Semakin tinggi teknan darah maka semakin keras jantung bekerja

(WHO, 2013). Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan

tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan perubahan pada pembuluh darah

yang dapat mengakibatkan semakin tingginya tekanan darah (Muttaqin A, 2009). Pada orang yang berusia

diatas 50 tahun, tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan lebih beresiko terjadinya penyakit

kardiovaskuler bila dibandingkan dengan tekanan darah diastolik, namun pada tahun 2008 terdapat sekitar

40% orang dewasa di seluruh dunia berusia 25 tahun ke atas didiagnosa mengalami hipertensi. Angka

kejadian hipertensi begitu meningkat, dari sekitar 600 juta jiwa pada tahun 1980 menjadi 1 milyar jiwa

pada tahun 2008 (WHO, 2013). 2 Badan penelitian kesehatan dunia WHO tahun 2012 menunjukkan,

diseluruh dunia 982 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan

26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025

(WHO, 2012). Jumlah penderita hipertensi di seluruh dunia terus meningkat. Riskesdas 2018

menunjukkan prevalensi Penyakit Tidak Menular mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan

Riskesdas 2013, antara lain kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes mellitus, dan hipertensi.

Prevalensi hipertensi naik dari 25,8% menjadi 34,1%. Kenaikan prevalensi penyakit tidak menular ini

berhubungan dengan pola hidup, antara lain merokok, konsumsi minuman beralkohol, aktivitas fisik, serta

konsumsi buah dan sayur (Riset Kesehatan Dasar 2018). Prevalensi hipertensi di Kalimantan Timur

2
berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah adalah 31,3%, dan hanya berdasarkan diagnosis oleh tenaga

kesehatan adalah 9,7%, sementara berdasarkan diagnosis dan atau riwayat minum obat hipertensi adalah

9,0%. Menurut Kabupaten/Kota, prevalensi hipertensi berdasarkan tekanan darah berkisar antara 25,1% -

39,7%, dan prevalensi tertinggi ditemukan di Kutai Barat, sedangkan terendah di Kutai Timur. Sementara

Prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan atau riwayat minum obat hipertensi

berkisar antara 6% - 18,7%. Memperhatikan angka prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis atau

minum obat dengan prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah di setiap

Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur, pada umumnya nampak perbedaan prevalensi yang cukup 3 besar.

Perbedaan prevalensi paling besar ditemukan di Kutai Kartanegara. Data ini menunjukkan banyak kasus

hipertensi di Kutai Kartanegara maupun di wilayah lainnya di Kalimantan Timur belum ditanggulangi

dengan baik (Riset Kesehatan Dasar 2014). Stres dapat memicu timbulnya hipertensi melalui aktivasi

sistem saraf simpatis yang mengakibatkan naiknya tekanan darah secara intermitten (tidak menentu)

(Andria, 2013). Pada saat seseorang mengalami stres, hormone adrenalin akan dilepaskan kemudian akan

meningkatkan tekanan darah melalui kontraksi arteri (vasokontriksi) dan peningkatan denyut jantung.

Apabila stres berlenjut, tekanan darah akan tetap tinggi sehingga orang tersebut akan mengalami

hipertensi (South, 2014). Mengatasi hipertensi dapat dilakukan pengobatan farmakologi dan non

farmakologi (Nirmawati, 2014). Pengobatan farmakologi yang diberikan pada klien adalah dengan obat,

obat-obatan standar hipertensi adalah obat yang meliputi golongan diuretik, menekan simpatetik

(simpatolitik), vasodilator arteriol, antagonis angiotensin (ACE inhibitor), penghambat saluran kalsium

(blocker calsium antagonis) (Muttaqin, 2012). Penggunaan obat pada penderita hipertensi memiliki

beberapa kelemahan, antara lain biaya mahal, membutuhkan kepatuha karena membutuhkan waktu yan

relatif lama untuk dapat menurunkan tekanan darah serta sering timbul kebosanan mengkonsumsi obat

pada pasien hipertensi (Myrank, 2009). Penatalaksanaan hipertensi non farmakologi dapat dilakukan

dengan cara: mengurangi berat badan bila kelebihan berat badan, hindari merokok, hindari 4 minum kopi,

hindari minum alkohol, kurangi konsumsi garam berlebih, hindari makanan berlemak tinggi (gajih, usus,

3
kulit ayam), melakukan senam secara teratur dan melakukan terapi relaksasi (Maryam, 2010). Berbagai

macam bentuk relaksasi yang sudah ada adalah relaksasi nafas dalam, guided imagery, relaksasi progresif,

terapi musik, distraksi, massage, dan terapi relaksasi benson (Benson, 2000 dalam Anggraini, 2013).

Asuhan keperawatan bertujuan untuk membantu penderita hipertensi dalam mempertahankan tekanan

darah pada tingkat optimal dan meningkatkan kualitas kehidupan secara maksimal dengan cara memberi

intervensi asuhan keperawatan, sehingga dapat terjadi perbaikan kondisi kesehatan. Salah satu tindakan

yang dapat diberikan untuk menurunkan intensitas nyeri pada penderita hipertensi adalah terapi relaksasi

non farmakologi (Izzo, 2008). Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan

hipertensi meliputi beberapa tahapan yakni, perawat akan melakukan pengkajian, menganalisa data,

menentukan diagnosa keperawatan, melakukan intervensi, implementasi serta evaluasi. Pemberian asuhan

keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks. Jika tidak dilakukan

asuhan keperawatan atau dalam melakukan asuhan keperawatan yang tidak tepat, akan terjadi komplikasi-

komplikasi dari hipertensi yaitu stroke, penyakit jantung, dan gagal ginjal. Prognosis baik jika kelainan

atau tanda komplikasi terdeteksi pada awal dan tata laksana asuhan keperawatan sebaiknya dimulai

sebelum terjadi komplikasi. Karena peningkatan tekanan darah yang parah (krisis hipertensi) dapat

berakibat fatal. 5 Berdasarkan fenomena di atas penulis tertarik untuk melakukan studi kasus dengan

pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien hipertensi.

Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena yang ditemukan peneliti dalam studi pendahuluan dan

berdasarkan uraian latar belakang tersebut penulis merasa tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Gambaran Gaya Hidup Pada Penderita Hipertensi Di Puskesmas

Perak Kecamatan Perak Kabupaten JombangTahun 2022.

B. Pertanyaan Peneliti

Bagaimana gambaran gaya hidup pada penderita hipertensi di

4
Puskesmas Perak Kecamatan Perak Kabupaten Jombang Tahun 2022

berdasarkan jenis kelamin, riwayat keturunan, kebiasaan merokok,

frekuensi konsumsi makan asin, frekuensi konsumsi makan berlemak,

frekuensi konsumsi minuman berkafein, aktivitas fisik, dan keadaan stres ?

5
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran gaya hidup pada penderita hipertensi di

Puskesmas Perak Kecamatan Perak Kabupaten Jombang Tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

1) Diketahuinya gambaran gaya hidup pada penderita hipertensi di

Puskesmas Perak Kecamatan Perak Kabupaten Jombang Tahun

2022 berdasarkan jenis kelamin.

2) Diketahuinya gambaran gaya hidup pada penderita hipertensi di

Puskesmas Perak Kecamatan Perak Kabupaten Jombang Tahun

Tahun 2022 berdasarkan riwayat keturunan.

3) Diketahuinya gambaran gaya hidup pada penderita hipertensi di

Puskesmas Perak Kecamatan Perak Kabupaten Jombang Tahun

Tahun 2022 berdasarkan kebiasaan merokok.

4) Diketahuinya gambaran gaya hidup pada penderita hipertensi di

Puskesmas Perak Kecamatan Perak Kabupaten Jombang Tahun

2022 berdasarkan frekuensi konsumsi makan asin.

5) Diketahuinya gambaran gaya hidup pada penderita hipertensi di

Puskesmas Perak Kecamatan Perak Kabupaten Jombang Tahun

2022 berdasarkan frekuensi konsumsi makan berlemak.

6) Diketahuinya gambaran gaya hidup pada penderita hipertensi di

Puskesmas Perak Kecamatan Perak Kabupaten Jombang Tahun

2022 berdasarkan frekuensi konsumsi minuman berkafein.

6
7) Diketahuinya gambaran gaya hidup pada penderita hipertensi di

Puskesmas Perak Kecamatan Perak Kabupaten Jombang Tahun

2022 berdasarkan aktivitas fisik.

8) Diketahuinya gambaran gaya hidup pada penderita hipertensi di

Puskesmas Perak Kecamatan Perak Kabupaten Jombang Tahun

2022 berdasarkan keadaan stres.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Sebagai pengetahuan dan wawasan serta pengalaman berharga bagi

penulis untuk menerapkan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh

dibangku kuliah sehingga dapat bermanfaat untuk melakukan asuhan

keperawatan pada pasien-pasien hipertensi.

2. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Salah satu wujud Tridharma Perguruan Tinggi (akademik,

penelitian, dan pengabdian masyarakat) dalam bidang keperawatan dan

menjadi bahan masukan untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi bagi

masyarakat dalam menjaga kesehatannya dan dapat meningkatkan

kesadaran terhadap penyakit hipertensi sehingga dapat dilakukan

pencegahan dini.

7
4. Bagi Puskesmas Perak

Sebagai bahan informasi untuk kebijakan dimasa depan, seperti

memberikan penyuluhan/informasi yang terkait dengan hipertensi

dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat, dan perhatian

dalam upaya pencegahan penyakit degeneratif, sehingga dapat

menurunkan prevalensi hipertensi dikawasan tersebut.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran gaya hidup

pada penderita hipertensi di Puskesmas Perak Kecamatan Perak Kabupaten

Jombang Tahun 2022.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode cross

sectional dengan pengambilan sampel secara total sampling. Penelitian ini

dilakukan pada satu waktu untuk mengetahui gambaran gaya hidup pada

penderita hipertensi berdasarkan jenis kelamin, riwayat keturunan,

kebiasaan merokok, frekuensi konsumsi makan asin, frekuensi konsumsi

makan berlemak, frekuensi konsumsi minuman berkafein, aktivitas fisik,

dan keadaan stres di Puskesmas Perak Kecamatan Perak Kabupaten

Jombang Tahun 2022.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan

angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Basha,

2004).

Menurut Joint National Commitee (JNC) VII tahun 2003, Hipertensi

adalah tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 140 mmHg dan

tekanan darah diastolik lebih atau sama dengan 90 mmHg atau

mengkonsumsi obat anti hipertensi (Guyton, 2007).

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi Sistolik Diastolik

(mmHg) (mmHg)

Normal 90 - 119 60 – 79

Prehipertensi 120 - 139 80 – 89

Hipertensi Tahap I 140 - 159 90 – 99

Hipertensi Tahap II  160  100

Isolated Systolic Hypertension  140 < 90

Sumber : JNC VII (2003)

9
2. Penyebab Hipertensi

a. Hipertensi Primer (Essential Hypertension)

Hipertensi esensial, juga disebut hipertensi primer atau idiopatik,

adalah hipertensi yang tidak jelas etiologinya. Lebih dari 90% kasus

hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Kelainan hemodinamik utama

pada hipertensi esensial adalah peningkatan resistensi perifer. Penyebab

hipertensi esensial adalah mulitifaktor, terdiri dari faktor genetik dan

lingkungan. Faktor keturunan bersifat poligenik dan terlihat dari adanya

riwayat penyakit kardiovaskuler dari keluarga. Faktor predisposisi genetik

ini dapat berupa sensitivitas pada natrium, kepekaan terhadap stress,

peningkatan reaktivitas vaskular (terhadap vasokonstriktor), dan resistensi

insulin. Paling sedikit ada tiga faktor lingkungan yang dapat menyebabkan

hipertensi yakni, makan garam (natrium) berlebihan, stress psikis, dan

obesitas (Setiawati dan Bustami, 2005).

b. Hipertensi Sekunder (Secondary Hypertension)

Penyebab paling sering dari hipertensi sekunder adalah kelainan

dan keadaan dari sistem organ lain seperti ginjal (gagal ginjal kronik,

glomerulus nefritis akut), kelainan endokrin (tumor kelenjar adrenal,

sindroma cushing) serta bisa diakibatkan oleh penggunaan obat-obatan

(kortikosteroid dan hormonal) (Sustrani, 2006).

3. Cara Pengukuran Tekanan Darah

Menurut Sustrani (2006), ada beberapa hal yang harus diperhatikan

sebelum mengukur tekanan darah yaitu :

10
a. Jangan minum kopi atau merokok 30 menit sebelum pengukuran

dilakukan.

b. Duduk bersandar selama 5 menit dengan kaki menyentuh lantai dan

tangan sejajar dengan jantung (istirahat).

c. Pakailah baju lengan pendek.

d. Buang air kecil dulu sebelum diukur, karena kandung kemih yang penuh

dapat mempengaruhi hasil pengukuran.

Ukuran manset harus sesuai dengan lengan penderita yaitu paling

sedikit 80% lebar manset harus dapat menutupi lingkar lengan. Pasien di

ukur dalam posisi duduk atau berbaring dengan posisi lengan hampir

mendatar/setinggi jantung ke posisi hampir vertikal. Rabalah denyut nadi

radialis pada sisi lateral dan kembangkan karet sfigmomanometer secara

bertahap sampai tekanan sistolik 20 mmHg diatas titik dimana denyut nadi

radialis menghilang. Auskultasi pada arteri brakialis dan kempiskan karet

kurang lebih dua mmHg per detik, catat titik pertama pulsasi yang terdengar

(korotkoff 1) yang merupakan tekanan darah sistolik dan titik di mana bunyi

pulsasi menghilang (korotkoff 5) yaitu tekanan diastolik. Dilakukan setelah

pasien istirahat selama 5 menit, dilakukan 2 kali dengan jarak 5-10 menit.

Semua orang dewasa harus mengukur tekanan darahnya secara teratur

setidaknya setiap lima tahun sampai umur 80 tahun. Jika hasilnya berada

pada nilai batas normal, pengukuran perlu dilakukan setiap tiga sampai 12

bulan (Gray, 2005). Menurut Lany (2005), dalam pengukuran tekanan darah

sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau 3 kali berturut-turut, dan pada

11
detakan yang terdengar tegas pertama kali mulai dihitung. Jika hasilnya

berbeda maka nilai yang dipakai adalah nilai yang terendah.

4. Gejala Hipertensi

Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak

memiliki gejala khusus. Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah

diamati antara lain gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala, sering

gelisah, wajah merah, tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga

berdengung, sukar tidur, sesak napas, rasa berat ditengkuk, mudah lelah, mata

berkunang-kunan dan mimisan (keluar darah dari hidung). Namun, menurut

Crea (2008), gejala hipertensi adalah sakit kepala bagian belakang dan kaku

kuduk, sulit tidur dan gelisah atau cemas dan kepala pusing, dada berdebar-

debar dan lemas, sesak nafas, berkeringat, dan pusing.

5. Patofisiologi Hipertensi

Patofisiologi hipertensi masih belum jelas, banyak faktor yang saling

berhubungan terlibat dalam peningkatan tekanan darah pada pasien

hipertensi esensial. Namun, pada sejumlah kecil pasien penyakit ginjal atau

korteks adrenal (2% dan 5%) merupakan penyebab utama peningkatan

tekanan darah (hipertensi sekunder) namun selebihnya tidak terdapat

penyebab yang jelas pada pasien penderita hipertensi esensial. Beberapa

mekanisme fisiologi turut berperan aktif pada tekanan darah normal dan

yang terganggu. Hal ini mungkin berperan penting pada perkembangan

penyakit hipertensi esensial. Terdapat banyak faktor yang saling

berhubungan terlibat dalam peningkatan tekanan darah pada pasien

hipertensi (Crea, 2008).

12
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat

vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke

korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di

toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam

bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke

ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,

yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,

dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut

bisa terjadi (Crea, 2008).

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla

adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks

adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat

respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.

Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah

menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

13
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung

mencetuskan keadaan hipertensi (Crea, 2008).

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan

struktural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab

pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan

tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan

penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume

sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan

tahanan perifer (Rohaendi, 2008).

6. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dapat berpotensi menjadi komplikasi berbagai penyakit

diantaranya adalah stroke hemorragik, penyakit jantung hipertensi, penyakit

arteri koronaria anuerisma, gagal ginjal, dan ensefalopati hipertensi (Shanty,

2011).

1) Stroke

Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena

berkurangnya atau terhentinya suplai darah secara tiba-tiba. Jaringan otak

yang mengalami hal ini akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi. Kadang

pula stroke disebut dengan CVA(cerebrovascular accident). Hipertensi

14
menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah,

sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah

rentan pecah. Namun demikian, hemorrhagic stroke juga dapat terjadi pada

bukan penderita hipertensi. Pada kasus seperti ini biasanya pembuluh darah

pecah karena lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba karena

suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan atau faktor

emosional. Pecahnya pembuluh darah di suatu tempat di otak dapat

menyebabkan sel-sel otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan

nutrisi yang dibawa melalui pembuluh darah tersebut menjadi kekurangan

nutrisi dan akhirnya mati. Darah yang tersembur dari pembuluh darah yang

pecah tersebut juga dapat merusak sel-sel otak yang berada disekitarnya.

2) Penyakit Jantung

Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi

terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sebagai akibatnya terjadi

hipertropi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Kebutuhan

oksigen oleh miokardium akan meningkat akibat hipertrofi ventrikel, hal ini

mengakibat peningkatan beban kerja jantung yang pada akhirnya

menyebabkan angina dan infark miokardium. Disamping itu juga secara

sederhana dikatakan peningkatan tekanan darah mempercepat aterosklerosis

dan arteriosklerosis.

3) Penyakit Arteri Koronaria

Hipertensi umumnya diakui sebagai faktor resiko utama penyakit

arteri koronaria, bersama dengan diabetes mellitus. Plak terbentuk pada

15
percabangan arteri yang ke arah aterikoronaria kiri, arteri koronaria kanan

dan agak jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah kedistal dapat

mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang di sebabkan

olehakumulasi plak atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di

sekitar obstruksiarteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi

ke miokardium. Kegagalan sirkulasikolateral untuk menyediakan suplai

oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri

koronaria.

4) Aneurisme

Pembuluh darah terdiri dari beberapa lapisan, tetapi ada yang

terpisah sehingga memungkinkan darah masuk. pelebaran pembuluh darah

bisa timbul karena dinding pembuluh darah aorta terpisah atau disebut aorta

disekans. kejadian ini dapat menimbulkan penyakit aneurisma diamana

gejalanya adalah sakit kepala yang hebat, sakit di perut sampai ke pinggang

belakang dan di ginjal. aneurisme pada perut dan dada penyebab utamanya

pengerasan dinding pembuluh darah karena proses penuaan (aterosklerosis)

dan tekanan darah tinggi memicu timbulnya aneurisme.

7. Penatalaksanaan Hipertensi

a. Penatalaksanaan Farmakologi

1) Diuretik

Diuretik adalah obat antihipertensi yang efeknya membantu

ginjal meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan air (Setiawati, 2005).

Meningkatkan ekskresi natrium pada ginjal akan mengurangi volume

16
cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah (Sheps,

2005).

2) Penghambat Adrenergik

Menurut Sheps (2005), penghambat adrenergik merupakan

sekelompok obat yang terdiri dari alfa-bloker, beta-bloker, dan alfa-

beta-bloker (abetol). Penghambat adrenergik berguna untuk

menghambat pelepasan renin, angiotensin juga tidak akan aktif.

Angiotensin I tidak akan dibentuk dan angiotensin II juga tidak akan

berubah. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam

menaikkan tekanan darah (Setiawati, 2005).

3) Vasodilator

Vasodilator adalah obat-obat antihipertensi yang efeknya

memperlebar pembuluh sarah dan dapat menurunkan tekanan darah

secara langsung (Setiawati, 2005).

4) Penghambat Enzim Konversi Angiotensin

Penghambat enzim konversi angiotensin mengurangi

pembentukan angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan

sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya eksresi natrium dan

air, serta retensi kalsium. Akibatnya terjadi penurunan tekanan darah

pada penderita hipertensi (Setiawati, 2005).

5) Antagonis Kalsium

Menurut Sheps (2005), cara bekerja antagonis kalsium hampir

sama dengan vasodilator. Antagonis kalsium adalah obat antihipertensi

yang memperlebar pembuluh darah.

17
b. Penatalaksanaan Nonfarmakologi

1) Berhenti Merokok

Rokok dapat mempengaruhi kerja beberapa obat antihipertensi.

Dengan berhenti merokok efektifitas obat akan meningkat (Sheps,

2005).

2) Diet

Untuk mengendalikan hipertensi, kita harus membatasi asupan

natrium, mengurangi makanan berlemak, makan lebih banyak biji-

bijian, buah-buahan, sayuran dan produk susu rendah lemak dengan

begitu akan meningkatkan kesehatan kita secara menyeluruh dan

memberikan manfaat khusus bagi penderita tekanan darah tinggi

(Sheps, 2005).

3) Olahraga teratur

Olah raga teratur mampu menurunkan jumlah lemak serta

meningkatkan kekuatan otot terutama otot jantung. Berkurangnya

lemak dan volume tubuh, berarti mengurangi resiko hipertensi (Sheps,

2005).

4) Penanganan Stres

Hormon epinefrin dan kortisol yang dilepaskan saat stres

menyebabkan peningkatan tekanan darah dengan menyempitkan

pembuluh darah dan meningkatkan denyut jantung. Besarnya

peningkatan tekanan darah tergantung pada beratnya stres, koping yang

adekuat dapat berpengaruh baik terhadap penurunan tekanan darah

(Sheps, 2005).

18
B. Gaya Hidup

Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan

dalam aktifitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan

keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya

(Sakinah, 2002). Menurut Lisnawati (2006), gaya hidup sehat

menggambarkan pola perilaku sehari-hari yang mengarah pada upaya

memelihara kondisi fisik, mental dan sosial berada dalam keadaan positif.

Gaya hidup sehat meliputi kebiasaan tidur, makan, pengendalian berat

badan, tidak merokok atau minum-minuman beralkohol, berolahraga secara

teratur dan terampil dalam mengelola stres yang dialami.

Sejalan dengan pendapat Lisnawati, Notoatmojo (2005),

menyebutkan bahwa perilaku sehat (healthy behavior) adalah perilaku-

perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya

mempertahankan dan meningkatkan kesehatan. Untuk mencapai gaya hidup

yang sehat diperlukan pertahanan yang baik dengan menghindari kelebihan

dan kekurangan yang menyebabkan ketidakseimbangan yang menurunkan

kekebalan dan semua yang mendatangkan penyakit. Hal ini juga didukung

oleh pendapat Maulana (2009) yang menyebutkan bahwa untuk

mendapatkan kesehatan yang prima jalan terbaik adalah dengan merubah

gaya hidup yang terlihat dari aktifitasnya dalam menjaga kesehatan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan gaya hidup adalah pola perilaku individu sehari-hari yang

diekspresikan dalam aktifitas, minat dan opininya untuk mempertahankan

19
hidup sedangkan gaya hidup sehat dapat disimpulkan sebagai serangkaian

pola perilaku atau kebiasaan hidup sehari-hari untuk memelihara dan

menghasilkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit serta

melindungi diri untuk sehat secara utuh. Gaya hidup dapat memicu

terjadinya hipertensi. Ini dikarenakan gaya hidup menggambarkan pola

prilaku sehari-hari yang mengarah pada upaya memelihara kondisi fisik,

mental dan sosial yang meliputi kebiasaan tidur, mengkonsumsi makanan

yang tidak sehat, merokok atau bahkan minum-minuman beralkohol

(Lisnawati, 2011).

“Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan

upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan

kesehatannya.”(Becker, 1979 dalam Notoatmodjo, 2012). Notoatmodjo,

2005 (dalam Yanti 2008) mendefinisikan perilaku kesehatan (health

behavior) sebagai respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang

berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang

mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan,

minuman, dan pelayanan kesehatan.Perilaku kesehatan pada dasarnya

adalah respon seseorang (organisasi) terhadap stimulus yang berkaitan

dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta

lingkungan (Notoatmodjo, 1993 dalam Agustin, 2006).Berdasarkan uraian

di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku sehat adalah tindakan-tindakan

yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatannya.

20
Sesungguhnya gaya hidup merupakan faktor terpenting yang sangat

mempengaruhi kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang tidak sehat, dapat

menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi, misalnya; Makanan, aktifitas

fisik, stres, dan merokok (Puspitorini, 2009). Jenis makanan yang

menyebabkan hipertensi yaitu makanan yang siap saji yang mengandung

pengawet, kadar garam yang terlalu tinggi dalam makanan, kelebihan

konsumsi lemak (Susilo, 2011).

Untuk mengendalikan dan mencegah hipertensi, selain pola makan

sehat juga harus melakuan gaya hidup sehat, ini sangat penting karna gaya

hidup sehat akan membuat kita sehat keseluruhan dengan, melakukan

olahraga teratur, berhenti merokok juga berperan untuk mengurangi

hipertensi, dan mengendalikan pola kesehatan secara keseluruhan, termasuk

mengendalikan kadar kolestrol, diabetes, berat badan dan pemicu penyakit

lainnya (Susilo, 2011).

Gaya hidup masa kini menyebabkan stres berkepanjangan. Kondisi

ini memicu berbagai penyakit seperti penyakit kepala, sulit tidur, maag,

jantung dan hipertensi. Saat seseorang merasa tertekan, tubuhnya tubuhnya

melepaskan adrenalin dan kortison, sehingga menyebabkan tekanan

darahnya meningkat. Tubuh menjadi lebih siaga menghadapi bahaya. Bila

kondisi ini berlarut-larut, tekanan darahnya akan tetap tinggi. Gaya hidup

modern cendrung membuat berkurangnya aktivitas fisik (olahraga),

konsumsi alkohol tinggi, minum kopi dan merokok. Semua prilku tersebut

merupakan pemicu tekanan darah tinggi ( Sutomo, 2009).

21
Perubahan gaya hidup yang bisa dilakukan adalah mengatur pola

makan, olahraga secara teratur, dan menghindari konsumsi alkohol atau

rokok. Adapun beberapa jenis diet, yakni diet rendah garam, diet rendah

kolestrol dan lemak terbatas, diet tinggi serat, dan diet kalori. Diet yang

diterapakan bisa disesuikan dengan kondisi hipertensi. Dengan mengatur

makanan yang tepat, tekanan darah bisa turun dengan lebih cepat (sutomo,

2009).

Tekanan darah juga di pengaruhi oleh aktifitas fisik, gaya hidup yang

tidak aktif(kurang gerak) bisa memicu terjadinya hipertensi bagi orang-

orang memiliki kepekaan yang di turunkan. kurang aktivitas berpengaruh

terhadap kerja detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus

bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung

harus memompa semakin besar pula kekuatan yang mendesak arteri

(Rohaendi, 2008)

a. Kebiasaan Merokok

Hipertensi juga dirangsang oleh adanya nikotin dalam batang rokok

yang dihisap seseorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nikotin

dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah

(Dalimartha et al., 2008). Menurut Sitorus (2005), yang menyatakan

bahwa merokok sebatang setiap hari meningkatkan tekanan darah sistolik

10-25 mmHg serta menambah detak jantung 5-20 kali/menit. Sitepu

(2012), menyatakan bahwa orang yang mempunyai kebiasaan merokok

memiliki resiko 5,320 kali lebih besar untuk terjadiya hipertensi.

22
Risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang

dihisap perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali

lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat

kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui

rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel

pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan

hipertensi (Marliani, 2007).

Senyawa kimia yang terkandung dalam satu batang rokok sangat

berbahaya, terutama nikotin dan karbon monoksida. Zat kimia tersebut

dihisap dan kemudian masuk ke dalam aliran darah. Zat beracun tersebut

dapat merusak pembuluh darah yang akan menyebabkan aterosklerosis

yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang akan menyebabkan

tekanan dalam dinding arteri meningkat. Jika merokok dimulai usia muda,

berisiko mendapat serangan jantung menjadi dua kali lebih sering

dibanding tidak merokok. Serangan sering terjadi sebelum usia 50 tahun

(Depkes, 2008).

Bahaya efek langsung dari merokok yaitu hubungan langsung

dengan aktifitas berlebih saraf simpatik, yang meningkatkan kebutuhan

oksigen pada miokardial yang kemudian diteruskan dengan peningkatan

pada tekanan darah, denyut jantung, dan kontraksi miokardinal (Kaplan,

2011).

b.Frekuensi Konsumsi Makan Asin

Garam (NaCl) diyakini berkontribusi dalam meningkatkan tekanan

darah pada dinding arteri. Hal ini dibuktikan melalui sejumlah penelitian

23
eksperimental dengan model simpanse, yang secara genetik mendekati

manusia. NaCl disuntikkan ke dalam makanan mereka selama 20 bulan.

Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa asupan NaCl meningkatkan

tekanan darah simpanse tersebut. Tekanan darah akan meningkat tajam,

pada asupan NaCl yang berlebih, dan pada studi asupan NaCl tertinggi,

dilaporkan bahwa tekanan sistolik dan diastolik akan meningkat 33 dan 10

mmHg, sedangkan pada manusia, dampak asupan NaCl pada tekanan

darah akan meningkatkan resiko hipertensi bersamaan dengan faktor lain

seperti usia atau riwayat keluarga (Kothchen et al., 2006).

Natrium bersama klorida yang terdapat dalam garam dapur dalam

jumlah normal dapat membantu tubuh mempertahankan keseimbangan

cairan tubuh untuk mengatur tekanan darah. Namun natrium dalam jumlah

yang berlebih dapat menahan air (retensi), sehingga meningkatkan volume

darah. Akibatnya jantung harus bekerja lebih keras untuk memompanya

dan tekanan darah menjadi naik (Sustrani, 2006). Hasil penelitian

Sugiharto (2007), yang membuktikan bahwa ada hubungan antara

konsumsi makanan asin dengan kejadian hipertensi dan meyatakan bahwa

seseorang yang terbiasa mengkonsumsi makanan asin akan berisiko 3,95

kali dibandingkan orang yang tidak terbiasa konsumsi makanan asin.

c. Frekuensi Konsumsi Makan Berlemak

Beberapa fakta dalam studi epidemiologi menunjukkan bahwa

terdapat hubungan bermakna antara tingginya asupan lemak jenuh dengan

tekanan darah, dan pada beberapa populasi dengan tekanan darah dibawah

rata-rata mengkonsumsi lemak total dan asam lemak jenuh rendah

24
(Kotchen et al., 2006). Selain itu, konsumsi lemak jenuh meningkatkan

resiko kenaikan berat badan yang merupakan faktor resiko hipertensi.

Asupan lemak jenuh yang kemudian menyebabkan hipertensi (Irza, 2009).

Keberadaan lemak jenuh yang berlebih dalam tubuh akan menyebabkan

penumpukan dan pembentuk plak di pembuluh darah sehingga pembuluh

darah menjadi semakin sempit dan elastisnya berkurang (Almatsier, 2003).

d. Frekuensi Konsumsi Minuman Berkafein

Konsumsi kopi yang berlebihan dalam jangka yang panjang dan

jumlah yang banyak diketahui dapat meningkatkan risiko penyakit

Hipertensi atau penyakit Kardiovaskuler. Beberapa penelitian menunjukan

bahwa orang yang mengkonsumsi kafein (kopi) secara teratur sepanjang

hari mempunyai tekanan darah rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan

didalam 2-3 gelas kopi (200-250 mg) terbukti meningkatkan tekanan

sistolik sebesar 3-14 mmHg dan tekanan diastolik sebesar 4-13 mmHg

pada orang yang tidak mempunyai hipertensi (Crea, 2008).

Mengkonsumsi kafein secara teratur sepanjang hari mempunyai

tekanan darah rata-rata lebih tinggi di bandingkan dengan kalau mereka

tidak mengkonsumsi sama sekali. Kebiasaan mengkonsumsi kopi dapat

meningkatkan kadar kolesterol darah dan meningkatkan risiko terkena

penyakit jantung (Sustrani, 2006).

e. Aktivitas Fisik

Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Tekanan darah akan

lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas fisik dan lebih rendah ketika

beristirahat (Armilawati, 2007). Hasil penelitian Dalimartha, dkk (2005),

25
yang menyatakan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan

kejadian hipertensi, dan individu yang kurang aktif mempunyai resiko

menderita hipertensi sebesar 30-50%. Penelitian dari Farmingharm Study

menyatakan bahwa aktivitas fisik sedang dan berat dapat mencegah

kejadian stroke. Selain itu, dua meta-analisis yang telah dilakukan juga

menyebutkan hal yang sama. Hasil analisis pertama menyebutkan bahwa

berjalan kaki dapat menurunkan tekanan darah pada orang dewasa sekitar

2% (Kelley 2001).

Menurut Depkes (2006), seseorang yang dikatakan olahraga

apabila melakukan olahraga selama >30 menit dan 3-4 kali/minggu. Indeks

aktivitas fisik responden pada waktu melakukan pekerjaan, olahraga dan

pada waktu luang. Kuesioner Aktivitas fisik ini terdiri dari 14 pertanyaan

dan setiap pertanyaan memiliki penilaian yang berbeda-beda, berikut

rincian pertanyaan kuesioner :

- No.1 dengan pilihan jawaban ya/ tidak

- No.2 dan 5 dengan pilihan jawaban Intensitas rendah/sedang/tinggi

- No.3 dan 6 dengan pilihan jawaban < 1 jam/ 1-2 jam/ 3-4 jam/ > 4 jam/

2-3 jam

- No.4 dan 7 dengan pilihan jawaban < 1 bulan/ 1-3 bulan/ 4-6 bulan/ 7-9

bulan/ > 9 bulan

- No.8 dengan pilihan jawaban Jauh lebih sedikit/ Lebih sedikit/ sama/

Lebih banyak/ Jauh lebih banyak

- No.9-14 dengan pilihan jawaban Tidak pernah/ Jarang/ Kadang-kadang/

Sering/ Sangat sering

26
Berikut tabel skor perhitungan kuesioner aktivitas fisik:

Tabel 2.2 Skor Perhitungan Kuesioner

Pilihan Jawaban Skor


Intensitas Rendah 0,76
Intensitas Sedang 1,26
Intensitas Tinggi 1,76
< 1 jam 0
1-2 jam 1,5
2-3 jam 2,5
3-4 jam 3,5
>4 jam 4,5
< 1 bulan 0,04
1-3 bulan 0,17
4-6 bulan 0,42
7-9 bulan 0,67
>9 bulan 0,92
Pertanyaan nomor delapan sampai 14 memiliki skor 1 sampai 5.

Skor tersebut kemudian digolongkan sesuai dengan skala Likert

menjadi lima golongan yang kemudian dikelompokkan kembali

menjadi sebagai berikut :

Tabel 2.3 Pengelompokan Hasil Pengukuran Indeks Aktivitas Fisik

Status Aktivitas Skor Indeks Skor Indeks Pengelompokan


Fisik Aktivitas Fisik Saat Aktivitas Fisik Saat Hasil
(Skala Likert) Berolahraga Waktu Luang Pengukuran
Sangat Aktif 4,5 5 Aktif
Aktif 3,5 4 Aktif
Cukup Aktif 2,5 3 Aktif
Kurang Aktif 1,5 2 Tidak Aktif
Sangat Kurang Aktif 0,5 1 Tidak Aktif
(Baecke et al., 1982).

27
Pada saat melakukan intensitas latihan, tekanan darah yang

meninggi adalah sistolik, sedangkan diastolik tidak tergantung intensitas

latihan. Apabila latihan terus dilanjutkan, maka secara bertahap tekanan

darah sistolik akan turun sebagai reaksi dari peningkatan dilatasi arteriola

di dalam otot yang aktif saat latihan. Olahraga yang dilakukan secara

teratur, menyebabkan jantung akan bekerja lebih efisien, denyut jantung

berkurang dan menurunkan tekanan darah (Tremblay, 2006 dalam Respati,

2007).

f. Keadaan Stres

Suheni (2007), yang menyatakan bahwa responden yang

mengalami stres memiliki resiko terkena hipertensi sebesar 9,333 kali

lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki stres.

Dalam Cahyono (2008), stres adalah respon fisiologik, psikologis, dan

perilaku seseorang individu dalam menghadapi penyesuaian diri terhadap

tekanan yang bersifat internal maupun eksternal. Menurut Hawari (2001),

stress adalah respons tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap

tuntutan beban atasnya (stresor psikososial) yang berdampak pada sistem

kardiovaskuler. Stresor Psikososial itu sendiri terdiri dari: perkawinan,

orangtua, antar pribadi, pekerjaan, lingkungan, keuangan, hukum,

perkembangan, penyakit fisik, faktor keluarga, dan trauma.

Stress dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatik yang mengatur

fungsi saraf dan hormon, sehingga dapat meningkatkan denyut jantung,

menyempitkan pembuluh darah, dan meningkatkan retensi air dan garam

(Syaifuddin, 2006).

28
Menurut Depkes RI (2006) dan Sutanto (2010), stres atau

ketegangan jiwa (rasa murung, tertekan, marah, dendam, takut dan

bersalah). Ketika otak menerima sinyal bahwa seseorang sedang stres,

perintah untuk meningkatkan sistem simpatetik berjalan dan

mengakibatkan hormon stres dan adrenalin meningkat. Liver melepaskan

gula dan lemak dalam darah untuk menambah bahan bakar. Nafas menjadi

lebih cepat sehingga jumlah oksigen bertambah. Sehingga menyebabkan

kerja jantung menjadi semakin cepat sehingga meningkatkan tekanan

darah.

Sutanto (2010), menjelaskan bahwa pelepasan hormon adrenalin

oleh anak ginjal sebagai akibat stres berat akan menyebabkan naiknya

tekanan darah dan meningkatkan kekentalan darah yang membuat darah

mudah membeku atau menggumpal. Adrenalin juga dapat mempercepat

denyut jantung, menyebabkan gangguan irama jantung dan mempersempit

pembuluh darah koroner.

29
C. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Penatalaksanaan:
Gejala Klinis: gejala ringan seperti 1. Farmakologi
pusing atau sakit kepala, sering - Diuretik
- Penghambat Adrenergik
gelisah, wajah merah, tengkuk terasa
- Vasodilator
pegal, mudah marah, telinga
- Antagonis Kalsium
berdengung, sukar tidur, sesak 2. Nonfarmakologi
napas, rasa berat ditengkuk, mudah - Berhenti Merokok
lelah, mata berkunang-kunan dan - Diet
mimisan (keluar darah dari hidung) - Olahraga teratur
(Sutanto, 2009). - Penanganan Stres
(Sheps, 2005).

Hipertensi

Gaya Hidup: Kebiasaan Merokok,


Perilaku Konsumsi Makanan Asin,
Perilaku Konsumsi Makanan
Berlemak, Perilaku Konsumsi
Minuman Berkafein, Aktivitas Fisik,
dan Keadaan Stres [Lisnawati
(2011), Puspitorini (2009)]

Sumber : Lisnawati (2011), Puspitorini (2009), Shanty (2011), Sheps (2005),

Sutanto (2009)

30
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Gaya Hidup Penderita Hipertensi:

- Kebiasaan Merokok

- Perilaku Konsumsi Makanan Asin

- Perilaku Konsumsi Makanan Berlemak

- Perilaku Konsumsi Minuman Berkafein

- Aktivitas Fisik

- Keadaan Stres

Berdasarkan bagan diatas, peneliti hanya ingin mengetahui variabel

gaya hidup pada penderita hipertensi berdasarkan data demografi (nama

responden, usia responden, jenis kelamin responden, dan hasil ukur tekanan

darah responden, dan riwayat keturunan), kebiasaan merokok, perilaku konsumsi

makanan asin, perilaku konsumsi makanan berlemak, perilaku konsumsi

minuman berkafein, aktivitas fisik, dan keadaan stres. Faktor usia tidak

dimasukan karena sudah ditentukan dalam karasteristik sampel yaitu responden

yang berusia 26-45 tahun karasteristik ini mengikuti kriteria usia Depkes RI

(2009).

31
B. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

32
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain

deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang didalamnya tidak

ada analisis hubungan antara variabel, tidak ada variabel bebas dan terikat,

bersifat umum yang membutuhkan jawaban dimana, kapan, berapa banyak,

siapa dan analisis statistik yang digunakan adalah deskriptif (Morton, 2008).

Penelitian deskriptif ini didasarkan pada tujuan penelitian, yaitu untuk

mengetahui gambaran gaya hidup penderita hipertensi usia dewasa di

Puskesmas Perak Kecamatan Perak Kabupaten Jombang Tahun 2022.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Ciangsana

Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor Tahun 2015.

2. Waktu Penelitian

Dilaksanakan pada bulan Juni-Desember 2015.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

33
Populasi adalah keseluruhan dari unit didalam pengamatan yang

akan dilakukan (Sabri, 2008). Populasi studi dalam penelitian ini adalah

penderita hipertensi yang terdata di Puskesmas Ciangsana yang berusia 26-

45 tahun yaitu berjumlah 40 orang. Karakteristik usia sampel yakni 26-45

tahun, karakteristik usia ini mengikuti data yang didapat dari puskesmas

dan data kependudukan dari kelurahan setempat.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai/karakteristiknya

diukur dan yang nantinya dipakai untuk menduga karakteristik dari

populasi (Sabri, 2008). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

adalah total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel

dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007). Alasan

mengambil total sampling karena menurut Sugiyono (2007) jumlah

populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel

penelitian semuanya.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo, 2005). Instrumen penelitian yang

digunakan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Alat Spyghmomanometer aneroid dan stetoskop, digunakan untuk

pengukuran penyakit hipertensi atau penentuan nilai tekanan darah (sistole

dan diastole).

2. Kuesioner, isi dari kuesioner yang dibuat yaitu:

34
a. Data Demografi (nama responden, usia responden, jenis kelamin

responden, dan hasil ukur tekanan darah responden)

b. Berisi sejumlah pertanyaan mengenai, usia, jenis kelamin, riwayat

keturunan, kebiasaan merokok, perilaku konsumsi makanan asin,

perilaku konsumsi berlemak, perilaku konsumsi minuman berkafein,

aktivitas fisik, dan keadaan stres.

Tabel. 4.1 Penjelasan Isi Kuesioner

Variabel Jumlah Nomor


pertanyaan Pertanyaan
Riwayat Keturunan 1 1
Kebiasaan Merokok 1 2
Kebiasaan Makanan dan Minuman 3 2-5
Aktivitas Fisik 14 1-14
Keadaan Stres 20 1-20

E. Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah :

1. Data Primer, yakni hasil pengisian kuesioner oleh responden mengenai

jenis kelamin, riwayat keturunan, perilaku konsumsi makanan asin,

perilaku konsumsi berlemak, perilaku konsumsi minuman berkafein,

aktivitas fisik, dan keadaan stres.

2. Data Sekunder, yakni data wilayah, penduduk RT/RW dan posyandu

Tahun 2013, laporan bulanan penduduk Desa Ciangsana bulan Oktober

2014 dari Kelurahan Ciangsana dan Arsip Puskesmas Ciangsana berupa

Laporan Jenis penyakit berdasarkan jumlah kasus.

F. Uji Validitas dan Reabilitas

35
1. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kevalidan dari

instrumen yang dgunakan dalam pengumpulan data yang diperoleh dengan

cara mengkorelasi setiap skor variable jawaban dibandingkan dengan total

skor masing-masing variable, kemudian hasil korelasi dibandingkan

dengan nilai mutlak pada taraf signifikan 0,05 dan 0,01 (Arikunto, 2010).

Studi pilot merupakan pengumpulan data diawali dengan uji coba

instrumen penelitian pada sekelompok masyarakat yang merupakan bagian

dari populasi yang bukan sampel. Jumlah responden yang digunakan yaitu

30 responden (Sugiyono, 2013). Instrumen pada penelitian ini terdiri dari

dua macam skala pengukuran yaitu skala Gutmann dan skala Likert.

Pengukuran uji validitas dan reliabilitas yang dilakukan dengan cara

berbeda (Hidayat, 2008). Uji validitas dengan menggunakan rumus

Korelasi Point Biserial diaplikasikan untuk menguji valid sebuah hasil uji

coba tes (instrumen) hasil belajar dalam hal ini soal pilihan ganda. Dalam

bentuk jawaban benar = 1, dan salah = 0.Uji validitas dengan rumus

Korelasi Point Biserial, secara umum (Sugiyono, 2013):

36
Berdasarkan hasil perhitungan kuesioner skala Gutman, nilai r pbis > r

tabel pada 12 pertanyaan didapatkan 10 pertanyaan yang dinyatakan valid

dan didapatkan 2 pertanyan yang dinyatakan tidak valid. Pernyataan yang

tidak valid yaitu “apakah anda merasa tegang, cemas, atau kuatir” dengan

nilai 0,4324 dan “apakah anda mengalami rasa tidak enak diperut” dengan

nilai 0,1695 dipertahankan karena kuesioner ini merupakan kuesionaer

baku.

Uji validitas untuk skala likert menggunakan pearson product moment,

rumus tersebut digunakan untuk jenis data ordinal atau yang mempunyai

rentang. Seluruh item yang mencapai koefisien korelasi rxy ≥0,30

dianggap sebagai item yang valid (Sugiyono, 2013). Rumus yang

digunakan yaitu:

keterangan :

rhitung = Koefisien korelasi

Xi = Jumlah skor item

Yi = Jumlah skor total (seluruh item)

n = jumlah responden

Berdasarkan hasil perhitungan kuesioner skala Likert dengan

pengukuran menggunakan point product moment dari 12 pernyataan

delapan dikatakan valid dan empat dikatakan tidak valid karena

37
mempunyai nilai korelasi < 0,3. Pernyataan yang tidak valid yaitu “saat

waktu luang saya berolahraga” dengan nilai 0,095, “saat waktu luang saya

berkeringat” dengan nilai 0,247, “saat waktu luang saya menonton tv”

dengan nilai 0,261, dan “saat waktu luang saya berjalan” dengan nilai

0,154 dipertahankan karena kuesioner ini merupakan kuesionaer baku.

Uji coba instrumen dilakukan pada bulan April 2015. Uji coba

dilakukan terhadap 30 masyarakat di daerah Puskesmas Ciangsana yang

mempunyai karakteristik demografi yang hampir sama dengan wilayah

Puskesmas Ciangsana, dengan kriteria bahwa responden tersebut adalah

masyarakat dewasa yang tinggal di daerah Puskesmas Ciangsana yang

menderita hipertensi.

2. Uji Reabilitas

Reabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini menunjukkan

sejauh mana hasil pengukuran ini tetap konsisten bila dilakukan

pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan

menggunakan alat ukur yang sama (Arikunto, 2010). Penelitian ini

menggunakan formula Kuder Richardson 20 (KR 20) untuk menguji

reliabilitas instrumen dengan skala Gutmann. Adapun rumus sebagai

berikut:

38
Uji reliabilitas yang digunakan pada instrumen ini untuk skala Likert

yaitu rumus aplha coronbach. Rumus Alpha Cronbach sebagai berikut

(Sugiyono, 2013):

Keterangan:

Nilai acuan untuk uji reliabilitas KR20 maupun alpha coronbach yaitu,

jika alpha > 0,90 maka reliabilitas sempurna, jika alpha antara 0,70 – 0,90

maka reliabilitas tingg, jika alpha antara 0,50 – 0,70 maka reliabilitas

moderat, dan jika alpha < 0,50 maka reliabilitas rendah.

Berdasarkan hasil perhitungan diatas didapatkan hasil KR20 > 0,6 yaitu

0,7997 hasil tersebut menandakan instrumen pada penelitian ini memiliki

nilai reliabel yang tinggi sedangkan pada pengukuran dengan

menggunakan aplha cronbach, didapatkan nilai alpha > 0,6,

yaitu 0,688, instrumen pada penelitian ini dikatakan reliable.

39

Anda mungkin juga menyukai