Anda di halaman 1dari 42

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Hipertensi merupakan gangguan kesehatan yang mematikan

ditemukan pada masyarakat di negara maju maupun negara berkembang.

Hipertensi bisa di derita oleh siapapun dari berbagai kelompok umur dan

kelompok sosial ekonomi. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi

yang yang bersifat abnormal yang diukur paling banyak pada

kesempatan yang berbeda. Secara umum, seseorang di anggap

mengalami hipertensi apabila darahnya tenakan darahnya lebih dari

140/90 mmHg. hipertensi juga sering diartikan sebagai suatu keadaan di

mana tekanan darah sistotik lebih dari 120 mmHg dan tekanan darah

diasnostik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi ikut andil dalam peningkatan

proporsi kematian penyakit tidak menular, serta menjadi masalah yang

besar dan serius (Ardiansyah & faisal,2012)

Pada tahun 2008, di seluruh dunia , 40% dari orang dewasa

berusia 25 telah didiagnosis dengan hipertensi. Jumlah orang dengan

kondisi hipertensi naik dari 600 juta pada tahun 1980 menjadi 1 miliar

pada tahun 2008. Prevalensi tertinggi Hipertensi ada di wilayah Afrika

sebesar 46% pada orang dewasa berusia 25 keatas, sedangkan prevalensi

terendah sebesar 35% di temukan di Amerika , negara-negara

berpenghasilan tinggi memiliki prevalensi lebih rendah (WHO,2012)

Hipertensi diperkirakan penyebab kematian 1 juta orang di dunia,

yaitu sekitar 13% dari total kematian. Atau bisa disebut penyakit yang

1
2

mematikan tetapi tidak terlihat prevalensi hipertensi hampir sama besar

baik di negara berkembang maupun negara maju, pada kebanyakan

kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena alasan tertentu,

sehingga sering disebut sebagai silent killer,bahkan sering ditemukan

penderita telah meninggal berbagai komplikasi pada organ-organ vital

seperti jantung, otak maupun ginja (Ayu dkk,2010).

Di Indonesia berdasarkan data Ringkedes 2013, prevalensi di

Indonesia sebesar 25,8% prevalensi tertinggi terjadi di Bangka Belitung

(30%) , data survei indikator Kesehatan Nasional (sirkesnas) tahun 2016

menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi sebesar 32,4% hingga

saat ini pada tahun 2018 prevalensi hipertensi meningkat menjadi 34,2

%. Data dari dinas kesehatan menurut profil kesehatan provinsi Jawa

Timur pada tahun 2010, data jumlah penderita hipertensi yang di peroleh

dari dinas kesehatan provinsi Jawa Timur terdapat 275.000 jiwa

penderita hipertensi. Dari hasil survei tentang penyakit terbanyak di

rumah sakit Provinsi Jawa Timur, jumlah penderita Hipertensi sebesar

4,89% pada Hipertensi esensial dan 1,08% pada Hipertensi sekunder,

sementara dari kunjungan penyakit terbanyak di puskesmas Provinsi

Jawa Timur, penyakit Hipertensi menduduki peringkat ke 3 setelah

influensa dan diare dengan prosentase sebesar 12,41% (Dinkes Provinsi

Jawa Timur,2010). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan

pada bulan oktober 2019 di puskesmas gondang legi, didapatkan hasil

sebanyak 30% lansia yang mengalami TD tinggi dengan rentan tekanan

darah di atas 150 mmHg dan kualitas tidur buruk.


3

Pasien dengan Hipertensi dapat mengalami beberapa tanda dan

gejala seperti perubahan pada retina, sakit kepala, pusing, dan sulit

bernafas. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya masalah gangguan tidur

(Susilawati & Kasron, 2017).Gangguan pola tidur sendiri adalah

gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal.

(SDKI , 2018 ). Gejala yang timbul seperti mengeluh sulit tidur,

mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur berubah, mengeluh

istirahat tidak cukup, mengeluh aktivitas menurun. (SDKI, 2018).

Pentalaksanaannya yang dapat diberikan pada lansia dengan penderita

hipertensi dengan gangguan pola tidur yaitu menurunkan resiko pada

pasien, modifikasi gaya hidup, dan perawat dapat memberikan

penyuluhan masyarakat tentang pencegahan hipertensi. Karena jika tidak

dilakukanpasien hipertensi akan semakin parah hingga menyebabkan

kematian dan mengalami peningkatan pasien dengan hipertensi

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis tertarik

untuk melakukan studi kasus tentang “Asuhan keperawatan gerotik pada

lansia mengalami hipertensi dengan gangguan pola tidur di wilayah desa

sumberjo kecamatan pagak”.

1.2. Batasan masalah

Masalah pada studi kasus ini di batasi pada “Asuhan

keperawatan pada lansia mengalami hipertensi dengan gangguan pola

tidur di wilayah desa sumberjo kecamatan pagak”.


4

1.3. Rumusan masalah

Bagaimana Asuhan keperawatan pada lansia mengalami

hipertensi dengan gangguan pola tidur di wilayah desa sumberjo

kecamatan pagak.

1.4Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini untuk mempelajari Asuhan

keperawatan pada lansia mengalami hipertensi dengan gangguan

pola tidur di wilayah desa sumberejo kecamatan pagak.

1.4.2 Tujuan khusus

a) Melakukan pengkajian keperawatan pada lansia yang

mengalami hipertensi dengan gangguan pola tidut di wilayah

desa sumberejo kecamatan pagak.

b) Menegakkan diagnosis pada lansia yang mengalami

hipertensi.

c) Menyusun perencanaan keperawatan pada lansia yang

mengalami hipertensi dengan gangguan pola tidut di wilayah

desa sumberejo kecamatan pagak.

d) Melakukan tindakan keperawatan pada lansia yang

mengalami hipertensi dengan gangguan pola tidut di wilayah

desa sumberejo kecamatan pagak.

e) Melakukan evaluasi pada lansia yang mengalami hipertensi

dengan gangguan pola tidut di wilayah desa sumberejo

kecamatan pagak.
5

1.4. Manfaat

1.5.1 Manfaat teoriti

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk di

jadikan sebagai sumber informasi dalam pembangunan ilmu

keperawatan atau sebagai data dasar untuk bahan kajian lansia

Hipertensi dengan gangguan pola tidur,.Asuhan Keperawatan

serta referensi bagi mahasiswa dalama memahami hipertensi

dengan gangguan polan tidur di wilayah kerja desa sumberejo

kecamatan pagak .Manfaat praktis

1) Bagi klien

Hasil penelitian ini dapat membantu pasien untuk

mengatasi masalah pada klien hipertensi dengan gangguan

pola tidur.

2) Bagi keluarga

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai masukan dalam merawat anggota keluarga dengan

hipertensi yang mengalami gangguan pola tidur.

3) Bagi desa sumberejo Hasil penelitian ini

dapat memberi masukan untuk memperbaiki asuhan

keperawatan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di

wilayah desa sumberejo kecamatan pagak.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP KONSEP HIPERTENSI

2.1.1 Definisi

Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi bersifat abdominal

dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Secara

umum, seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan

darahnya lebih tinggi dari 140/90 mmHg. Hipertensi juga sering

diartikan sebagai suatu keadaan di mana tekanan darah sistotik lebih

dari 129 mmHg dan tekana darah diasnostik lebih dari 80 mmHg

(Ardiansyah , 2012).

2.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para ahli,

diantaranya WHO menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi 3 tingkat

yaitu:

1. Tingkat I tekanan darah meningkatkan gejala-gejala dari gangguan

kerusakan kardiovaskular

2. Tingkat II tekanan darah meningkat dengan gejala hipertrefi

kardiovaskuler, terapi tanpa gejala-gejala kerusakan atau gangguan

dari alat atau organ lain.

3. Tingkat III tekanan darah meningkatkan dengan gejala-gejala yang

jelas dari kerusakan dan gangguan faal dan target organ.

6
7

Sedangkan JVC VII, klasifikasinya hipertensi adalah

1. Kategori normal sistomatil (mmHg) tekanan Diagnostik (mmHg)

2. Normal (sbp =”sistile” pressure = “DBP”> = 160 dan Dbp > =

100 mmHg)

2.1.3 Etiologi

Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

1. Hipertensi Esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya, disebut juga hipertensi idopatik. Terdapat sekitar

95% kasus. Banyak faktoryang mempengaruhinya seperti genetik,

lingkungan, hiperaktifitas. Meskipun hipertensi primer belum di

ketahui dengan penyebabny, data penelitian telah menemukan

beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi,

faktor tersebut yaitu:

a) Faktor keturunan

b) Ciri perorangan

c) Kebiasaan hidup

(Kowalski & Robert, 2010).

2. Hipertensi sekunder atau renal yaitu hipertensi yang di sebabkan

oleh penyakit lain. Merupakan 10%dari seluruh kasus hipertensi

adalah hipertensi sekunder, faktor pencetus munculnya hipertensi

sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral, neurogenik

(tumor otak, ensefalitas, gangguan psikiatris), kehamilan,


8

peningkatan tekanan intravaskular, luka bakar dan stres (Udjianti,

wajan, 2011)

2.1.4 Manifestasi

Tanda dan gejala hipertensi yaitu : sakit kepala, epitaksis, rasa

berat, tengkuk, mata berkunang-kunang, mual, muntah, kelemahan

atau letih, sesak nafas, kenaikan tekanan darah dari normal, penurunan

kekuatan genggaman tangan, pandangan mata kabur atau tidak jelas

(Aziza & luck, 2010)

2.1.5 Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak di pusat vasomotor, pada medula dari otak dari pusat

vasomotor ini bermula dari saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke

korda spinalisdan keluar dari kolumna medula spinalis danglia

sistematis di toraks dan abdomen. Ransangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui

sistem saraf simpatis ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

pregonglion melepaskan asetikalin, yang akan merangsang serabut

saraf pasca ganglion ke pembuluh arah, dimana dengan dilepaskan

norepeneprin mengakibatkan konstriksi pembulu darah. Berbagai

faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruh respon

pembuluh darah terhadap vasokontriksi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respon rangsangan emosi, kelenjar andrenal

juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi yang


9

mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan

renin, yang merangsang pembentukan agisotensi I yang kemudian

diubah menjadi angiontensi II. Suatu vasokontriktor yang dapat

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon yang

menyebabkn penigkatan retensi natrium yang menyebabkan

peningkatan intravskuler. Semua faktor yang cenderung mencetuskan

keadaan Hipertensi.
10

2.1.6 Pathway Hipertensi


Etiologi:
Obesitas
Gaya hidup
Jenis kelamin
umur

hipertensi

Kerusakan vaskular
pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan
pembuluh darah

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

Otak

Resistensi pembuluh darah otak

Gangguan pola
tidur
11

2.1.7 Penatalaksanaan

Terdapat 2 cara penangulangan hipertensi menurut FKUI

(1990:214-219) dalam Asuhan Keperataran Gerotik,2012 yaitu dengan

non farmakologis dan farmakologis. Non farmakologis dengan

menurunkan berat badan pada penderita yang gemuk, diet rendah

garram dan rendah lemak, mengubah kebiasan hidup, olahraga secara

teratur dan kontrol tekanan darah secara teratur. Sedangkan dengan

cara farmakologis yaitu dengan cara memberikan obat-obatan anti

hipertensi seperti diuretik seperti HCT, Higroton, lasix, beta bloker

seperti propanotplol. Alifa bloker seperti phentolamin, prozazine,

nitroprusside captapril. Simphatolitik seperti hidralazine. Antagonis

kalsium seperti nefedipine.

Menjadi Pengobatan hipertensi harus dilandasi oleh beberapa

prinsip menurut FKUI (1990) dalam Asuhan Keperataran

Gerotik,2012 yaitu pengobatan hipertensi sekunder harus lebih

mendahulukan pengobatan kasual, pengobatan hipertensi adalah

pengobatan jangka bahkan mungkin seumur hidup, pengobatan dengan

menggunakan standart triple therapy (STT) menjadi dasar pengobatan

hipertensi.

Tujuan pengobatan dari hipertensi adalah menurunkan angka

morbiditas sehingga upaya dalam menentukan obat abti hipertensi

yang memenuhi harapan terus dikembangkan.


12

2.1.8 Pencegahan

Resiko seseorang untuk mendapatkan hipertensi (kecuali yang

esensial), dapat dikurangi dengan cara:

a) Memeriksa tekanan darah secara teratur

b) Menjaga berat badan

c) Mengurangi konsumsi garam

d) Jangan merokok

e) Berolahraga secara teratur

f) Hidup secara teratur

g) Mengurangi stres

h) Jangan terburu-buru

i) Menghindarkan makanan berbentuk lemak

Pencegahan primer :

a) Tidur yang cukup, antara 6-8 jam per hari.

b) Kurang makan berkolestrol tinggi dan perbanyak aktivitas fisik

untuk mengurangi berat badan .

c) Konsumsi minyak ikan

d) Suplay kalsium, meskipun hanya menurunkan sedikit sarah tp

kalsium juga cukup membantu

Pencegahan Sekunder

a) Pola makan yang sehat

b) Mengurangi garam dan natrium di diet anda

c) Fisik aktif

d) Mengurangi alkhohol intake


13

e) Berhenti merokok

Pencegahan tersier

a) Pengontrolan darah secara rutin

b) Olahraga dengan teratur dan di sesuaikan dengan kondisi

tubuh.

2.3.1 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003.64) dan dosen

fakultas kedokteran USU , Abdul majid (2004) dalam Asuhan

Keperataran Gerotik,2012 , meliputi pemeriksaan laborator rutin yang

di lakukan i periksa ursebalum memulai terapi bertujuan menentukan

adanya kerusakan organ dan faktor resiko lain atau penyebab

hipertensi. Biasanya di periksa urin analisa, darah perifer lengkap,

kimia darah (kalium, natrium, kreatin gula saat puasa , kolestrol

total ,HDL, LDL, dan pemeriksaan EKG ) sebagai tambahan dapat

dilakukan pemeriksaan lain,seperti klirens kreatinin, protein, asam

urat,TSH, dan ecokardigrafi.

Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN / kreatinin (fungsi ginjal),

glukosa (DM) kalium serum (aldosteron yang meningkat ), kalsim

serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi), pemeriksaan

tiroid (menyebabkan vasokontriksi), urinalisasi protein, gula,

peningkatan (difungsi ginjal ), asam urat (faktor penyebab hipertensi )

EKG (pembesaran jantung gangguan konduksi), iVP (dapat

mengidentifiksi hipertensi ).
14

2.2 Konsep lanjut usia

2.2.1 Pengertian

Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke

atas (Hardywinoto,2016). Pada usia lanjut akan terjadi proses

menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau

mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-

lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki

kerusakan yang tejadi (Constantinides,2016). Oleh karena itu, dalam

tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi dan struktural yang

disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan

mengakhiri dengan episode normal (Darmojo dan Martono,1994;4

dalam Asuhan Keperawatan Gerotik)

2.2.2 Batasan Umur Lanjut Usia

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009), batasan-

batasan umur yang mencakup batasan umur sebagai berikut:

1. Menurut Wold Health Organisasi (WHO), usia lanjut disangbagi

menjadi empat kriteria berikut:usia pencegahan usia 60 (enam

puluh ke atas) usia lanjut (ederly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old)

adalah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) adalah di atas 90

tahun

2. Menurt undang-undang nomer 13 tahun 1998 dalam bab 1 pasal 1

dan 2 yang berbunyi ”lanjut usia adalah orang yang mencapai usia

60 (enam puluh) tahun keatas”


15

3. Menurut Dra. Jos masdani (psikolog UI) terdapat empat fase,

yaitu:pertama (fase inventus) adalah 25-60 tahun, kedua (fase

Virilities) adalah 40-55 tahun, ketiga (fase senium) adalah 65

sampai tutup usia.

2.2.3 Realita Lanjut Usia

1) Lansia berbeda dengan orang lain. Orang yang mencapai tahap

lanjut usia dapat di katakan sebagai orang beruntung

2) Lansia tidak dapat mempelajari keterampilan baru dan tidak

memerlukan pendidikan dan pelatihan. Kenyataan di masyarakat

banyak lansia yang menyelesaikan pendidikan jenjang S2 atau S3.

Bahkan dalam proses belajar bersama lansia justru menjadikan

teladan memberi motivasi yang tinggi bagi kawan-kawannya yang

lebih mudah.

3) Lansia sukar menerima informasi. Sebenarnya, kesempatan untuk

memperoleh informasi baru justru terbuka lebar, karena waktu

senggangnya relatif banyak. Dalam kehidupan lansia pada umunya

mereka haus akan informasidan berita baru.

4) Lansia tidak produktif menjadi beban masyarakat. Pada umumnya,

hal ini terjadi di negara berkembang dan negara yang belum

memiliki tunjangan sosial untuk hari tua. Para lansia akan tetap

bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang menjadi

tanggung jawabnya. Jadi tidaklah sepenuhnya benar jika dikatakan

lansia tidak produktif.


16

5) Lansia tidak bekerja. Tidak benar pendapat ini, sebab dalam

kenyataannya para lansia tetap eksis dan terus berjuang mencari

kehidupan yang lebih baik kalau seorang lansia memerlukan

bantuan biasanya ia tahu persis apa yang di perlukan secara wajar

2.3 Konsep istirahat tidur pada lansia

2.3.1 Pengertian

Istirahat adalah suatu keadaan dimana keadaan jasmani menurun

yang berakibat badan menjadi lebih segar. Sedangkan tidur di anggap

sebagai salah satu kebutuhan fisiologis manusia (Jonson,2010).tidur

terjadi secara alami, dengan fungsi fisiologis dan psikologis yang

melekat merupakan suatu proses perbaikan tubuh. Secara fisiologis

jika seseorang tidak mendapatkan tidur yang cukup untuk

mempertahankan kesehatan tubuh dapat terjadi efek-efek seperti:

pelupa, konfusi, dan disorientasi, terutama jika depprivasi tidur terjadi

untuk waktu yang lama (Asmadi,2011).

2.3.2 Fisiologi tidur normal

Rata-rata dewasa sehatb membutuhkan waktu 7-8 jam untuk tidur

setiap malam. Walaupun demikian, ada beberapa orang membutuhkan

tidur lebih atau kurang. Waktu tidur lansia berkurang berkaitan dengan

faktor ketuaan.fisiologi tidur dapat di lihat melalui gambaran

elektrofisiologik sek-sel otak selama tidur polisomnografi merupakan

alat yang dapat mendeteksi aktivitas otak selama tidur. Alat tersebut

dapat mencatat aktivitas EEG, elektrookulogafi, dan elektromiografi.

Stadium tidur di ukur dengan polisomnografi terdiri dari tidur Rapid


17

Eye Movement (REM) dan tidur Non- Rapid Eye Movement (NREM).

Tidur REM di sebut juga tidur D atau bermimpi karena di hubungkan

dengan mimpi atau paradox karena EEG aktif selama fase ini. Tidur

NREM disebut juga tidur ortodoks atau tidur gelombang lambat atau

tidur S. Kedua tradium ini bergantian dalam satu siklus yang

berlangsung antara 70-120 menit. Secara umum 4-6 siklus REM –

NREM terjadi setiap malam. Periode tidur REM I berlangsung antara

5-10menit. Semakin larut malam periode REM makin panjang tidur

NREM terdiridari 4 stadium yaitu stadium 1,2,3, dan 4 (Asmadi,2011)

2.3.3 Pola Tidur Pada Lansia

Tidur yang normal terdiri atas komponen gerakan bola mata

cepat (rapid eye movement, REM) dan non REM. Tidur non REM di

bagi menjadi empat tahap : pada tahap 1, jatuh tertidur, orang tersebut

mudah dibangunkan dan tidak menyadari ia telah tertidur. Kedutan

atau sentakan otot menandakan relaksasi selama tahap ini. Pada tahap

2 dan 3, meliputi dalam yang progresif. Pada tahap 4, tingkat terdalam,

sulit untuk dibangunkan.

Tidur tahap 4 sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik,.

Tahap ini sangat jelas terlihat menurun pada lansia tetapi mereka

belum mengatahui akibat penurunan ini pola tidur pada lansia di tandai

dengan sering terbangun, penurunan tahap3 dan 4 waktu non-REM,

lebih banyak terbangun pada malam hari dibanding tidur dan lebih

banyak tidur di selama siang hari. Idur siang hari dapat mengurangi

waktu dan kualitas tidur dimalam hari ada beberapa lansia.


18

Dari tahap 4, orang tersebut ke tidur REM. Tidur REM terjadi

beberapa kali dalam siklus tidur di malam hari tetapi lebih sering

terjadi pagi hari sekali. Pada tidur REM , aktivitas dan tanda-tanda

mengalami akselerasi, yang menybabkan peningkatan kesenangan dan

pelepasan keeganngan yang di manifestasikan dengan tersentak dan

terbalik, kedaulatan otot, dan peningkatan frekuensi pernafasan,

frekuensi jantung, dan trkanan darah.tidur REM membantu

melepaskan ketegangan dan membantu metabolisme system saraf

pusat. Kekuatan tidur REM telah terbukti menyebabkan iritasi dan

kecemasan (Asmadi,2011)

2.3.4 Gangguan pola tidur pada lansia

Manfaat istirahat dan tidur dalam menjaga kesehatan fisik pada

lansia sering kali di spelekan dan di abaikan, terutama di lingkungan

lembaga tempat rutinitas sangat penting. Istirahat dan tidur

menjalankan sebuah fungsi pemulihan baik secara fisiogis maupun

psikologis. Secara fisiologis, tidur mengistirahatkan organ tubuh,

menyimpan energi, mejaga irama biologis, secara psikologis, tidur

mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan sejahtera

(Hidayat,2010).

Fungsi peliharaan ini sangat penting untuk lansia, yang

memerlukan lebih banyak waktu untuk menyesuaikan diri terhadap

perubahan lansia yang waktu tidurnya terganggu menjaadi lebih lupa,

disorientasi, konfusi; orang yang mengalami kerusakan kognitif

menunjukkan peningkatan kegelisaan, perilaku keluyuran, “sidrom”


19

dan “sundowing” (konfusi, agiatasi dan perilaku terganggu selama sore

menjelang senja dan jam awal malam).

2.3.5 Manifestasi klinis

Sebagian besar lansia beresiko tinggi mengami gangguan tidur

akibat berbagai faktor proses patologis terkait usia dapat menyebab

kangangguan pola tidur. Perubahan mencakup kelatenan tidur,

terbangun pada dini hari, dan peningkatan jumlah tidur siang. Diantara

lansia yang sehat terdapat lansiayang mengalami berbagai masalah

medis dan psikososial yang mengalami gangguan tidur (Asmadi,2011).

Antara lain

1) Penyakit psikiatrik, terutama depresi

2) Penyakit alzhaimer dan penyakit degeneratif neuro lainnya

3) Penyakit kardiovaskuler dan perawatan pasca operasi bedah

jantung

4) Inkompetensi jalan nafas atas

5) Penyakit paru

6) Penyakit prostatik

7) Endrokinopati

Tiga keluhan atau gangguan utama dalam memulai dan mempertahankan

tidur terjadi di kalangan lansia:

1. Insomnia

Insomnia adalah gangguan ketidak mampuan untuk tidur

walaupun ada keinginan untuk melakukannya keluhan insomnia

melipati ketidak mampuan untuk tertidur, sering terbangun, ketidak


20

mampuan untuk tidur kembali dan terbangun pada dini hari. Maka

perhatian harus diberikan pada faktor biologis, emosional dan menis

yang berperan.

2. Hipersomnia

Di cirikan dengan tidur lebih dari 8 atau 9 jam per periode 24

jam, dengan keluhan tidur berlebihan orang tersebut dapat

menunjukkan di siang hari yang persisten, meengalami serangan

tidur tanpak mabuk dan kemotose, atau mengalami mengantuk

pascaensevalitik. Keluhan keletihan, kelemahan dan kesulitan

mengingat atau belajar merupan hal yang sering terjadi.

3. Apneu tidur

Apneu tidur adalah berhentinya pernafasan selama tidur.

Gangguan ini di identifikasi dengan gejala mendengkur, berhentinya

pernafasan minimal 10 detik, dan rasa kantuk di siangg hari yang

luar biasa. Gejala tidur antara lain:

1) Dengkuran yang keras dan periodic

2) Aktivitas malam hari yang luar biasa, seprerti: duduk tegak,

berjalan dalam tidur, jatuh dari tempat tidur

3) Gangguan tidur dengan seringnya terbangun di malam hari

4) Perubahan memori

5) Depresi

6) Rasa kantuk yang berlebihan di sing hari

7) Sakit kepala di pagi hari

8) Ortopnea akibat apnea tidur


21

Pasien di anjurkan untuk menghindari akhohol dan obat-obatan

yang dapat mempengaruhi respon terbangun dan untuk

menggunakan bantal tambahan atau tidur di atas kursi

(hidayat,2011).

2.3.6 Penatalaksanaan Gangguan Istirahat Dan Tidur Pada Lansia

1. Pencegahan primer

1. Tidur seperlunya, tetepi tidak berlebihan agar merasa segar dan

sehat di harinberikutnya. Pembatasan waktu tidur dapat

memperkuat tidur berlebihnya waktu yang di habiskan di tempat

tidur tampaknya berkaitan dengan tidur yang trputus-putus dan

dangkal.

2. Waktu bangun yang teratur di pagi hari memperkuat siklus

sirkadian dan menyababkan awitan tidur yang teratur.

3. Jumlah latian yang stabil setiap harinya dapat memperdalam

tidur, namun, latihan yang hanya dilakukan kadang kadang tidak

dapat memperbaiki tidur pada malam berikutnya

4. Bunyi bising yang bersifat kadang kadang (mis, bunyi pesawat

terbang melintas) dapat menganggu tidur sekalipun orang

tersebut tidak terbangun oleh bunyinya dan tidak dapat

mengingatnya dipagi hari. Kamar tidur kedap suara dapat

membantu bagi orang orang yang harus tidur di rkebisingan

5. Meskipun ruangan yang terlalu hangat dapat mengaggu tidur,

namun tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kamar yang

terlalu dingin dapat membantu tidur


22

6. Rasa lapar menganggu tidur, kudapan ringan dapat membantu

tidur

7. Pil tidur yang hanya kadang kadang saja digunakandapat

bersifat menguntungkan, namun penggunaannya yang kronis

tidak efektif pada kebanyakan penderita insomnia.

8. Kafein dimalam hari dapat menganggu tidur meskipun pada

orang orang yang tidak berfikir demikian.

9. Alkohol membantu orang orang yang tegang untuk tertidur lebih

mudah, tetapi tidur tersebut kemudian akan terputus putus.

10. Orang orang yang merasa marah dan frustasi karna tidak dapat

tidur tidak boleh berusaha terlalu keras untuk tertidur tetapi

harus menyalakan lampu dan melakukan hal yang berbeda.

11. Penggunaan tembakau secara kronis dapat menganggu tidur

tindakan pencegahan primer lainya antara lain adalah:

1. Kasur yang baik memungkinkan kesejajaran tubuh yang

tepat

2. Suhu kamar harus suhu dingin(kurang dari 24) sehingga

cukup nyaman.

3. Asupan kalori harus minimalpada saat menjelang tidur .

4. Latihan sedang di siang hariatau sore hari merupakan hal

yang di anjurkan (Asmadi,2011)

2. Pencegahan sekunder
23

Pencatatan harian harian tentang tidur merupakan cara

pengkajian yang sangat bangus bagi lansia di rumahnya sendiri.

Catatan tersebut harus mencangkup faktor faktor berikut ini:

1) Seberapa sering bantuan diperlakukan untuk memberikan

obat nyeri , tidak dapat tidur, atau menggunakan kamar

mandi.

2) Kapan orang tersebut turun dari tempat tidur.

3) Berapa hari orang tersebut terbangun atau tidur saat di

observasi oleh perawat atau pemberi perawatan .

4) Terjadinya kondusi dan disorientasi.

5) Penggunaan obat tidur

6) Perkiraan orang tersebut bangun di pagi hari (Asmadi, 2011)

3. Pencegahan Tersier

Jika terdapat gangguan tidur seperti apnea tidur yang

mengancam kehidupan, kondisi pasien memerlukan rehabilitas

melalui tindakan tindakan pengangkatan jaringan yang menyumbat

di mulut dan mempengaruhi jalan napas. Data data tersebut

membantu menentukan pengobatan yang terbaik untuk mengatasi

kesulitan dan merehabilitas lansia sehingga dia dapat menikmati

tidur yang berkualitas baik sampai akhir hidup (Asmadi, 2011).

Penatalaksanaan terapeutik

Bootzin dan Niccasio mengajukan aturan aturan berikut:

1. Pagi tidur hanya jika mengantuk


24

2. Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, jangan membaca,

menonton televisi, dan makan ditempat tidur.

3. Jika tidak dapat tidur bangun dan pindah keruangan lain.

Bangun sampai anda benar benar mengantuk, kemudian baru

kembali ke tempat tidur, tujuannya adalah untuk

menghubungkan anatar tempat tidur dan tidur cepat. Ulangi

langkah ini sesering yang diperlukan sepanjang malam.

1) Siapkan alarm dan bangun diwaktu yang sama setiap pagi

tampa dimalam hari. Hal ini membantu tubuh menetapkan

irama tidur bangun yang konstan.

2) Jangan tidur di siang hari.

2.3.7 Mengatasi Gangguan Tidur

Kesulitan tidur dan tetap tidur adalah masalah yang sering terjadi

pada lansia , baik lansia yang tinggal di rumah atau di panti jompo.

Jika pasien anda memiliki masalah tidur, anjurkan untuk:

1. Mempertahankan jadwl harian yang sama untuk jalan jalan istirahat

dan tidur.

2. Bangun di waktu biasanya ia bangun bahkan jika tidurnya

terganggu atau waktu tidurnya berubah sementara.

3. Melakukan ritual waktu tidurdan mengikuti dengan patuh

4. Melakukan olahraga setiap hari tapi hindari olah raga yang terlalu

berat pada malam hari.

5. Membatasi tidur siang 1 dan 2 jam perhari, pada waktu yang sama

setiap harinya
25

6. Mandi air hangat di waktu akhir sore atau menjelang malam.

7. Makan kudapan ringan karbohidrat dan lemak sebelum tidur

8. Menghindari minuman dan produk yang menggunakan kafein ,

khususnya menjelang waktu tidur

9. Memperpraktikkan metode rileksasi seperti nafas dalam, masase,

mendengarkan musik atau membaca bacaan yang merilekskan.

10. Hindari minuman beralkohol atau batasi asupan alkohol pasien

hingga sesedikit mungkin seseharinya.

11. Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

12. Jika ia terbangun tengah malam lebih dari 30 menit, bangkit dari

tempat tidur dan lakukan aktivitas yang tidak menstimulasi seperti

membaca. (Asmadi,2011)

2.4 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.4.1 Pengkajian

1. Identitas (hal halyang perlu dikaji pada bagian ini antara lain :

nama, usia, jenis kelamin,pendidikan, pekerjaan, agama, status

perkawinan, suku, keluarga atau orang terdekat, alamat, nomor

registrasi) yang

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Penyakit Masa Lalu

Pada kajian ini biasanya ditemukan data lansia

mempunyai riwayat penyakit hipertensi atau penyakit

penyakit lainnya yang dapat menimbulkan masalah pada

lansia.
26

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada kajian ini biasabya ditemukan keluhan pada lansia,

pusing pan dangan mata kabur, telinga berdering, jantung

berdebar debar,kaki bengkak, mimisan, mual dan muntah,

pelupa tekanan darah lebih dari 140/80mmHg.

3. Persepsi Tentang Kesehatan

Pengkajian ini dilakukan bagaimana pandangan lansia

tentang kesehatan, kondisi fisik maupun psikisnya.

4. Kebiasaan Olahraga

Pada lansia kebiasaan olahraga biasanya jarang dilakukan.

Lansia cenderung lebih pasif untuk melakukan aktivitas seperti

olahraga. Hal inilah yang biasanya sebagai salah satu pemicu

lansia hipertensi.

5. Kekuatan Fisik

Pada pengkajian ini biasanya di temukan data lansia

mengalami penurunan kekuatan secara fisik seperti lansia sering

mengalami kelelahan dan tidak mampu untuk melakukan

aktivitas.

6. Aspek Psikis

a) Bagaimana lansia memandang kehidupan.

Dalam hal ini , dapat dilihat bagaimana lansia memandang

kehidup setelah menjadi lansia. Apakah memandang hidup

dengan positif atau negatif.

b) Sikap terhadap proses menua


27

Dalam pengkajian ini, dilihat mengenai proses penerimaan

atau tidaknya lansia mengenai proses menjadi menua atau

menjadi lansia pada dirinya.

Apakah lansia menerima keadaan dirinya yang menua atau

sebaliknya, tidak menerima keadaan tersebut.

c) Bagaimana mengatasi stresor dan stress

Dapat di lihat bagaimana koping lansia menghadapi stresor,

baik stresor dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya.

d) Apa stresor bagi lansia

Di kaji mengenai sumber stresor yang menurut lansia dapat

menjadi stresor bagi dirinya.

e) Bagaimana konsep diri dari lansia

Dalam pengkajian ini, dapat digali mengenai konsep diri pada

lansia.

7. Apa harapan yang akan datang

Dapat di kaji mengenai harapan-harapan yang ingin capai

atau di dapat lansia dengan sisa umur yang ada

8. Aspek spiritual ke

Pada aspek spiritual pada lansia biasanya lebih cenderung

untuk memenuhi kebutuhan spiritual dengan menjalankan ibadah

secara aktif. Hal ini berkaitan dengan focus lansia untuk

menghadapi kematian.

9. Genogram
28

Adalah gambaran riwayat keturunan atau struktur anggota

keluarga dari atas hingga ke bawah yang di dasarkan ada tiga

generasi sebelum pasien. Berikan keterangan mankah simbol

pria, wanita , keterangan tinggal serumah, yang sudah meninggal

dunia serta pasien yang sakit.

10. Aktivitas/ istirahat(kelelahan, letih, nafas pendek, gaya hidup

monoton, frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,

tarkipnea), susah tidur pulas, sering bangun, serta kualitas tidur

yang rendah, lama ditempat tidur serta jumlah total waktu tidur

per hari yang berkurang .

11. Entegritas Ego

a. Riwayat perubahan kepribadian , ansietas, depresi, eurohoria

atau marah kronik.

b. Faktot-faktor stes multiple (hubungan keuangan, keuangan

yang berkaitan dengan pekerjaan).

c. Letupan suara hati, gelissah, perhatian menyempit, tangisan

yang meledak

d. Gerakan tangan ,empai, otot muka,tegang (khususnya sekitar

mata)

12. Sirkulasi

Riwayat hipertensi, arterosklerasis, penyakit jantung

koroner/katub dan penyakit serebrovaskular , episode palpasi ,

perpirtasi. Kenaikan tekanan darah pengukur serial dan kenaikan

tekanan darah di pelukan untuk menegakkan diagnosis,


29

13. Makanan dan cairan

Maknan yang di sukai, dapat mencakup makanan tinggi

garam, tinggi lemak, tinggi koestrol,(seperti makan yang di

goreng, keju, telor,) gula-gula yang berwarna hitam, kandungan

tinggi kalori.

14. Eliminasi

15. Gangguan ginja saat ini atau yang lalu (seperti :infeksi/obstruksi

atau riwayat penyakit masa lalu)

16. Neuronsensori

a. Keluhan pening/ pusing, berdenyut, sakit kepala suboksipital

(terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan beberapa

jam)

b. Episode kelemahan pada satu isi tubuh. Gangguan

penglihatan (diplopia, penglihatan kabur).

c. Episode epitaksis status mental : perubahan kesadran ,

orientasi, pola/ isi bicara, efek, prosespikir, atau memori

(ingatan )

d. Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan atau

reflek tendon dalam.

e. Perubahan-perubahan retinal optik : dari selerosisi/

penyempitan arteri ringan sampai berat dan perubahan

sklerotik dengan edema papiledema, eksudat dan hemorogik

tergantung pada berat/lamanya hipertensi.

17. Nyeri/ketidaknyamanan
30

a. Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung )

b. Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi (indikasi

arteriosklerosisi pada arteri ektermitas bawah)

c. Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi

sebelumnya.

d. Nyeri abdomen/massa

18. Pernapasan

Secara umum berhubungan dengan efek kardiopulmonal

tahap lanjut hipertensi berat dispnea yang berkaitan dengan

altivitas, takipnea, ortopnea. Bentuk dengan /tanpa pembentukan

sputum. Riwayat merokok. Distres respirasi/ penggunaan otot

bantu pernapasan. Bunyi napas tambahan (krekles). Sianosis.

19. Pemeriksaan fisik

a. Tanda vital: Tekanan darah biasanya lebih dari140/80 mmHg,

Nadi : 90-100x/menit, RR: 18-22x/menit.

b. Status gizi : BB,TB pada pengkajian ini biasanya ditemukan

data bahwa lansia mengalami gangguan dalam pemenuhan

gizi lansia. BB lansia mengalami penurunan karena nutrisi

yang kurang terpenuhidari lansia

c. Pemeriksaan fisik head to toe:

1. Integumen: kulit keriput, permukaan kulit kasar dan

bersisik, akral dingin

2. Kepala: warna rambut beruban , distribusi rambut tidak

merata dan kadang mengalami kerontokan


31

3. Mata: pandangan kabur

4. Telingan: fungsi pendengaran menghilang

5. Mulut dan tenggorokoan : biasanya terjadi penganggalan

gigi pada lansia, mukosa bibir kering

6. Leher: biasanya di temukan peningkatan vena jugularis

7. Sistem pernapasan : pasien menggunakan pernafasan

dada, mengalami kesulitan bernafas saat melakukan

aktivitas lebih.

8. Sistem kardiovaskuler : meningkatkan tekanan darah

lebih dari 180/90 mmHg.

9. Sistem gastrointestinal : lansia biasanya mengalami mual

muntah.

10. Sistem perkemihan: BAK lebih dari 5-6x/hari

11. Sistem reproduksi: pada lansia biasanya sudah mengalami

menoupose, lansia biasanya aktivitas seksual berkurang .

12. Sistem muskolesketal: kifosis, pergerakan lambat,

berkurangnya penglihatan, menghilangkannya fungsi

pendengaran.

13. Sitem endokrin: menurunnya aktifitas tiroid,

menurunkannya sekresi hormon kelamin

(Ruhyanudin,2006)

2.4.2 Diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan penilian klinis tentang respon

individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau


32

proses kehudupan aktual ataupun potensi sebagai dasar pemilihan

intervensikeperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat

bertanggung jawab (Budono,2015).

Tujuan diagnosis keperawatan adalah untuk menganalisis data

yang telah dikelompokkan selain itu, diagnosis keperawatan digunakan

untuk mengindentifikasimasalah, faktor penyebab masalah, dan

kemampuan klien untuk dapat mencegah atau memunculkan masalah-

masalah pada lansia adalah gangguan pola tidur

2.4.3 Intervensi

Intervensi atau perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk

mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah

diidentifikasi dalam diagnosa keperawatan. Desain perencanaan

menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan

masalah dan efektif dan efisien (Budiono,2015).


Dignosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
D.0055 L.05045 I.05174
Gangguan pola tidur Pola tidur Dukungan tidur
Definisi: gangguan Setelah dilakukan tindakan Definisi :
kualitas dan kuantitas keperawatan selama …x24 Menfasilitasi siklus tidur dan
waktu tidur akibat jam, klien dapat mengatasi terjaga yang teratur
factor eksternal keluhan sulit tidur. Tindakan :
Penyebab: Ekspektasi : membaik
1. hambatan Kriteria hasil : 8. Identifikasi pola
lingkungan 5. keluhan sulit tidur (4) aktivitas dan tidur
2. kurang control 6. keluhan sering 9. Identivikasi makan
tidur terjaga (4) dan minum yang
3. kurang privasi 7. keluhan tidak puas mengganggu tidur
4. restraint fisik tidur (4) (kopi, the, alkohol)
5. ketiadaan 8. keluhan istirahat 10. Identivikasi obat
teman tidur tidak cukup (4) tidur yang
Keterangan : dikonsumsi
6. tidak familiar
6. Meningkat 11. Modifikasi
7. Cukup meningkat lingkungan
8. Sedang 12. Batasi tidur siang,
jika perlu
9. Cukup menurun
13. Fasilitas
10. Menurun
menghilangkan
stress sebelum tidur
14. Tetapkan jadwal
rutin tidur
15. Anjurkan menepati
waktu kebiasaan
tidur
33

2.4.4 Implementasi

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga

meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien

selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru

(Budiono, 2015).

2.4.5 Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan

perubahan keadaan pasien (hasil yang di amati) dengan tujuan dan

kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan keperawatan,

memodifikasi rencana tindakan keperawatan, serta meneruskan

rencana tindakan keperawatan (Budiono,2015)


34

2.5 Kerangka Konsep

Lansia hipertensi dengan


gangguan pola tidur

Fisik stroke

Psikologis Gangguan pola tidur


sosial

Intervensi
1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
2. Identivikasi makan dan minum yang mengganggu
tidur (kopi, the, alkohol)
3. Identivikasi obat tidur yang dikonsumsi
4. Modifikasi lingkungan
5. Batasi tidur siang, jika perlu
6. Fasilitas menghilangkan stress sebelum tidur
7. Tetapkan jadwal rutin tidur

Evaluasi
Implementasi
1. Mengidentifikasi pola aktivitas 1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
dan tidur selama …x24 jam, klien dapat mengatasi
2. Mengidentivikasi makan dan keluhan sulit tidur.
minum yang mengganggu Ekspektasi : membaik
tidur (kopi, the, alkohol) Kriteria hasil :
3. Mengidentivikasi obat tidur 1. keluhan sulit tidur (4)
yang dikonsumsi 2. keluhan sering terjaga (4)
3. keluhan tidak puas tidur (4)
4. Memodifikasi lingkungan
4. keluhan istirahat tidak cukup (4)
5. Membatasi tidur siang, jika
Keterangan :
perlu
6.
jj Memfasilitas menghilangkan 1. Meningkat
stress sebelum tidur 2. Cukup meningkat
7. Menetapkan jadwal rutin tidur 3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
35

x : Variabel Yang Tidak Diteliti

:Variabel Yang Diteliti


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rencana Penelitian

Rencana penelitian studi kasusu ini menggunakan metode deskriptif

yang bersifat eksploratif. Yang dimaksud dengan metode desain penelitian

ini adalah deskripsi yaitu penelitian yang dilakukan terhadap sekelompok

objek yang biasanya bertujuan untuk melihat gambaran fenomena yang

terjadi didalam suatu populasi tertentu (Notoatmojo,2010).

Penelitian eksploratif sendiri memiliki tujuan menggali secara luas

tentang sebab-sebab atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya suatu

(Suharsimi, 2002:7). Jadi metode deskriptif eksploratif adalah penelitian

dengan pemecahan masalah yang digali secara luas tentang sebab-sebab atau

hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatau berdasarkan fakta-fakta

yang terjadi di lapangan.

Penelitian studi kasus tentang Asuhan Keperawatan pada Klien Lansia

yang Mengalami Hipertensi dengan Gangguan Pola Tidur di Wilayah desa

sumberejo kecamatan pagak .Lokasi dan waktu penelitian

1. Waktu

Pelaksanaan Asuhan Keperawatan dilakukan mulai pada bulan 20

mei 2020. Intervensi selama 1 minggu kunjungan 3 kali.

2. Tempat penelitian

Pelaksanaan Asuhan Keperawatan di Wilayah desa sumberejo

kecamatan pagak. Subyek Penelitian

36
37

Subjek dalam penelitian ini klien dengan masalah keperawatan dan

diagnosa yang sama yaitu lansia yang mengalami hipertensi dengan

gangguan pola tidur yang memiliki kualitas tidur kurang tercukupi dengan

perasaan tidak segar setelah tidur dan jam tidur yang tidak teratur kurang

dari 5 jam.

3.2 Pengumpulan dan Penelitian

Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan kepada subjek

dan proses pengumpulan data, penelitian memfokuskan pada penyediaan

subjek memperhatikan prinsip-prinsip validitas dan realibilitas, serta

menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi agar data dapat terkumpul

sesuai dengan rencana yang dtetapkan (Hidayat, 2014).

Metode pengumpulan data yang di gunakan :

1. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan

utama, riwayat penyakit sekarang ,riwayat penyakit dahulu, riwayat

penyakit keluarga, dll). Sumber data diperoleh dari klien, keluarga,

perawat.

2. Studi dokumen dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostik dan

data yang relevan ).

3.3 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data atau informasi yang diperoleh sehingga

menghasilkan data validasi tinggi. Uji keabsahan data dilakukan dengan:

1. Memperpanjang waktu observasi dan tindakan


38

2. Sumber informasi tambahan menggunakan trigulasidari sumber dan data

utama klien dan keluarga klien yang berkaitan dengan masalah yang

diteliti.

3.4 Analisa Data

Analisa data di lakukan sejak penelitian di lapangan, sewaktu

pengumpulan data sampai dengan semua terkumpul analisa. Analisa data

dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan

dengan teori yang ada dan dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik

analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-jawaban yang

diperoleh dari hasil interpentasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk

menjawab rumusan masalah . teknik analisis digunakan dengan cara

observasi oleh penelitian dan studi dokumentasi yang menghasilkan data

untuk selanjutnya diinterpretasikan dan dibandingkan dengan teori yang ada

sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut.

Urutan dalam analisis adalah:

1. Pengumpulan data

Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi,dokumentasi).

Hasil dituis dalam bentuk catatan lapangan, disalin dalam bentuk

transkip (catatan terstruktur).

2. Mereduksi data

Dari hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan di

jadikan data dalam bentuk transkip dan di kelompokkan menjadi data

subjektif dan objektif, dianalisa berdasarkan hasil pemeriksaan

diagnostik kemudian di bandingkan nilai normal.


39

3. Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, bagan maupun teks naratif.

Kerahasiaan klien dijamin dengan jalan meleburkan identitas dari klien.

4. Kesimpulan

Dari data yang disajukan, kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil-hasilpenelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku

kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi.

Data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajia, diagnosis,

perencanaan, tindakan dan evaluasi (Hidayat,2014).

3.5 Etik Penelitian

1. Informed concent

Lembar persetujuan akan diberikan kepada responden atau subjek

sebelum penelitian dilaksanakan dengan maksud upaya responden

mengetahui tujuuan penelitian, jika subjek bersedia diteliti harus

menandatangani lembar persetujuan tersebut, tetapi jika tidak tersedia

maka peneliti harus tetapmenghormati responden.

2. Anonimity (tanpa nama)

Tidak memberikan ataupun mencantumkan nama responden pada lembar

alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan ataupun

hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasilpenelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin


40

kerahasiaannya olehpenelitian, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset (Hidayat,2014).


41

DAFTAR PUSTAKA

Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10, 2015,


penerbit Buku kedokteran EGC.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur , 2018, Buku Saku Kesehatan Triwulan 2
Tahun 2016
Hidayat, A. Aziz Alimu . 2008. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan
Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2015. Metode penelitian keperawatan dan Teknik
Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika
http://www.depkes.go.id/resources/dowload/general/Hasil%20Riskesdes
%202013.pdf
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta : Kemenkes
RI:2015
Muttaqin, A.2009, Pengantar asuhan keperawatan klien dengan Gangguan
sistemkardiovaskular,ed.N Elly.jakarta:salemba Medika.
Notoadmojo,S,2010, Metodologi Penelitian Kesehatan , Edisi Revisi, PT.Rineka
Cipta: Jakarta
Riset kesehatan dasar.2013.hasil ringkedes 2013. [serial online].
Susilowati & Kasron.(7). Pengaruh progresive muscle relaxation terhadap kualitas
tidur Hipertensi di Cilacap Selatan. Nurscope. Jurnal keperawatan dan
pemikiran imiah 3 (3). 20-28.
Nugroho Wahyudi H. 2008. Asuhan Keperawatan Gerotik & Geriantik, Ed.3.
Jakarta:EGC
Riset Kesehatan Dasar.2013. Hasil Riskesdes 2013,[seial online].
http//www.depkes.go.id/resources/dowload/general/Hasil%20Riskesdas
%20 2013.pdf
Sarif La Ode,2012, Asuhan Keperawatan Gerotik Berstandarkan Nanda,NiC, dan
NOC Dilengkapi Teori dan Contoh Kasus Askep, Nuha
Medika,Yogyakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnosis :Edisi 1 :Jakarta
42

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan :Edisi 1 Cetakan II :Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan :Edisi 1 Cetakan II :Jakarta
File://C:/Users/X540/Dokuments/Jurnal%20KTI/NASKAH%PUBLIKASI.pdf.

Anda mungkin juga menyukai