Anda di halaman 1dari 5

TAFSIR ILMU DAN KAJIAN GENDER

Diajukan untuk memenuhi tugas

Tafsir Ilmi

Yang diampu oleh:

“Dr., Muhamad Ali Mustofa Kamal., AH., S.Th.I., M.S.I.”

Disusun oleh:

Kharismatun Nabila

NIM. 2020080004

KELAS 5C

JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS SAINS AL-QURAN WONOSOBO

Oktober 2023
TAFSIR ILMI DAN KAJIAN GENDER

Tafsir ‘ilmi adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan pendekatan ilmiah atau
menggali kandungan al-Qur’an berdasarkan teori-teori ilmu pengetahuan. Ayat-ayat al-Qur’an
yang di tafsirkan dalam corak tafsir ini adalah ayat-ayat kauniyah (kealaman). Tafsir ‘ilmi atau
scientific exegies dalah corak penafsiran al-Qur’an yang menggunakan pendekatan teori-teori
ilmiah untuk menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an. Tafsir ilmi di maksudkan untuk menggali teori-
teori ilmiah dan pemikiran filosofis dari ayat-ayat al-Qur’an juga di maksudkan untuk justifikasi
dan mengkompromikan teori-teori ilmu pengetahuan dengan al-Qur’an serta bertujuan untuk
mendeduksikan teori-teori ilmu pengetahuan dari ayat-ayat al-Qur’an itu sendiri (Rubini, 2016).
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat kita pahami bahwa tafsir ‘ilmi adalah
penafsiran al-Quran dengan pendekatan ilmu pengetahuan. Dari definisi ini kita juga mengetahui
bahwa ayat-ayat al-Quran yang dijadikan objek penafsiran bercorak ‘ilmi ini adalah ayat-ayat
yang mengandung nilai-nilai ilmiah dan kauniyah (kealamaan).
Dalam pandangan al-Qur’an, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia
unggul terhadap makhluk-makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahan. Ini tercermin
dari kisah kejadian manusia pertama yang dijelaskan al-Qur’an pada Q.S al-Baqarah(2): 31 dan
32, seperti dibawah ini:

٣١ ‫َو َع َّلَم ٰا َد َم اَاۡلۡس َم ٓاَء ُك َّلَها ُثَّم َع َر َض ُهۡم َع َلى اۡل َم ٰٓلِٕٮَك ِة َفَقاَل َاۢۡن ِبـُٔـۡو ِنۡى ِبَاۡس َم ٓاِء ٰٓهُؤٓاَل ِء ِاۡن ُك ۡن ُتۡم ٰص ِد ِقۡي َن‬
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam, nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-
benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!”

٣٢ ‫قاُلۡو ا ُس ۡب ٰح َنَك اَل ِع ۡل َم َلَنٓا ِااَّل َم ا َع َّلۡم َتَناؕ ِاَّنَك َاۡن َت اۡل َع ِلۡي ُم اۡل َح ِكۡي ُم‬
“Mereka menjawab, “Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang
telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.”
Manusia, menurut al-Qur’an memiliki potensi untuk meraih ilmu dan
mengembangkannya dengan seizin Allah. Karena itu, bertebaran ayat yang memerintahkan
manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal tersebut. Berkali-kali pula Al-Qur’an
menunjukkan betapa tinggi kedudukan orang-orang yang berpengetahuan. Menurut pandangan
Al-Qur’an, seperti diisyaratkan wahyu pertama yaitu ilmu terdiri dari dua macam. Pertama, ilmu
yang diperoleh tanpa upaya manusia, disebut dengan ‘ilm ladunni. Kedua, ilmu yang diperoleh
karena usaha manusia, disebut juga dengan ‘ilm kasbi. Ayat-ayat mengenai ‘ilm kasbi jauh lebih
banyak daripada yang berbicara tentang ‘ilm ladunni. Pembagian ini didasarkan atas pandangan
al-Qur’an yang mengungkapkan adanya hal-hal yang “ada” tetapi tidak diketahui melalui upaya
manusia sendiri. Ada wujud yang tidak tampak, sebagaimana ditegaskan berkali-kali oleh al-
Qur’an. Dengan demikian, objek ilmu meliputi materi dan non-materi, fenomena dan non-
fenomena, bahkan ada wujud yang jangankan dilihat, diketahui oleh manusia pun tidak. Dari sini
jelas pula bahwa pengetahuan manusia amatlah terbatas, karena itu wajar sekali Allah
menegaskan bahwasanya pengetahuan yang kita punyai adalah sangat sedikit dibandingkan
dengan segala hal yang Allah sudah tunjukkan (Estuningtyas, 2018).
Memanfaatkan ilmu pengetahuan manusia dengan tujuan untuk menguatkan kandungan
ayat-ayat al-Qur'an. Dalam beberapa contoh yang tidak sedikit dapat kita jumpai seorang mufasir
atau penulis memanfaatkan penemuanpenemuan ilmiah baru untuk memperkuat ayat-ayat al-
Qur'an yang membahas masalah tersebut tanpa ia ingin menuntaskan sebuah permasalahan
dengan menyebutkan penemuan-penemuan ilmiah itu. Kita dapat menemukan contohcontoh
untuk hal ini dalam beberapa permasalahan berikut ini: (As-Shouwy, 1995)
1. Peranan air dalam kehidupan; (Q.S. al-Anbiyã' ayat 30)
‫اَو َلْم َيَر اَّلِذ ْيَن َكَفُر ْٓو ا َاَّن الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر َض َك اَنَتا َر ْتًقا َفَفَتْقٰن ُهَم ۗا َو َج َع ْلَنا ِم َن اْلَم ۤا ِء ُك َّل َش ْي ٍء َح ٍّۗي َاَفاَل ُيْؤ ِم ُنْو َن‬
"Dan Kami menjadikan dari air segala sesuatu yang hidup."
2. Realita berpasangan-pasangan di alam makhluk hidup; (Q.S. alDzãriyat ayat 49)
‫َو ِم ْن ُك ِّل َش ْي ٍء َخ َلْقَنا َز ْو َج ْيِن َلَع َّلُك ْم َتَذَّك ُرْو َن‬
"Dan dari setiap sesuatu Kami jadikan berpasangan supaya kamu ingat."
3. Peran angin dalam mewujudkan awan dan hujan; (Q.S. Fãthir ayat 9)
‫َو ُهّٰللا اَّلِذ ْٓي َاْر َسَل الِّر ٰي َح َفُتِثْيُر َسَح اًبا َفُس ْقٰن ُه ِاٰل ى َبَلٍد َّم ِّيٍت َفَاْح َيْيَنا ِبِه اَاْلْر َض َبْع َد َم ْو ِتَهۗا َك ٰذ ِلَك الُّنُش ْو ُر‬
"Dan Allah adalah Dzat yang telah mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan
awan, dan kemudian Kami menggiring awan tersebut ke arah negeri yang mati.
Sedangkan kajian gender dimuat dalam al-Quran Surat Ali Imran ayat 36:
َ ‫َلَّم ا َو َض َع ْتَها َقاَلْت َر ِّب ِاِّنْي َو َض ْع ُتَهٓا ُاْنٰث ۗى َو ُهّٰللا َاْع َلُم ِبَم ا َو َض َع ْۗت َو َلْيَس الَّذ َك ُر َك اُاْلْنٰث ىۚ َو ِاِّنْي َسَّم ْيُتَها َم ْر َيَم‬
‫َو ِاِّنْٓي ُاِع ْيُذ َها ِبَك َو ُذ ِّر َّيَتَها ِم َن الَّش ْيٰط ِن الَّر ِج ْيِم‬
Terjemahnya:
Maka tatkala isteri 'Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: "Ya Tuhanku, Sesunguhnya Aku
melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu;
dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya Aku Telah menamai dia
Maryam dan Aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada
(pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk."
Ayat ini diturunkan bersamaan dengan ayat sebelumnya (ayat 35), berkaitan dengan
delegasi Kristen Najran yang datang kepada Nabi saw. untuk mendiskusikan tentang agama
Kristen khususnya tentang Nabi Isa a.s. dan keturunannya. Ketika delegasi ini bertanya kepada
Nabi saw. tentang siapa sesungguhnya Maryam dan Nabi Isa, maka turunlah ayat ini
menjelaskan bahwa dia adalah keluarga Imran yang disegani, yaitu Nabi Isa dan ibunya yang
merupakan anak perempuan dari Imran sendiri (al-Wahidi al-Naysaburi, t.th). Jadi melalui sabab
nuzul ini, dipahami bahwa ayat tersebut berbicara tentang keluarga Imran yang melahirkan
keturunan nabi-nabi dari kalangan kaum laki-laki yakni nabi Isa di mana nasibnya sampai
kepada Nabi Ya’qub as. Kenabian, akhirnya ditutup oleh anak nabi Ismail, Nabi Muhammad
yang kesemuanya berjenis kelamin laki-laki, sehingga ditegaskan dalam ayat tersebut bahwa
(dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan) klausa inilah juga, yang menjadi
interpretasi tentang kontroversi konsep jender, karena secara tekstual kelihatan membedakan
laki-laki dengan perempuan.
QS. Ali Imran (3): 36 menjelaskan tentang kekuatan tekad dan ketulusan hati seorang
perempuan, yakni istri Imran. Perempuan ini ketika dalam keadaan hamil, senantiasa berdoa
karena ketaatannya, dan antara lain ia menginginkan agar anak yang dikandungnya adalah laki-
laki. Setelah melahirkan ternyata anak yang dilahirkannya adalah perempuan, namun walaupun
sedikit disertai kekecewaan, ia tetap optimis kiranya anak perempuan ini menjadi orang baik
(shalihah).
Dengan menganalisa penjelasan di atas, maka tiga hal yang patut penulis garisbawahi di
sini. Pertama, perempuan pada umumnya dianugerahkan untuk menjadi taat, bukan saja taat
kepada Allah, tetapi kelak ia harus taat pada suaminya, dan memiliki tanggung jawab terhadap
anak-anak dan keluarganya. Kedua, perempuan pada umumnya, dominan memiliki kekecewaan
yang amat tinggi ketika hasratnya tidak tercapai, namun bila ia senantiasa mempertahankan
ketaatannya, maka kekecewaan itu dapat teratasi. Ketiga, perempuan tetap memiliki rasa optimis,
dan yang demikian ini harus dipertahankan. Dengan rasa dan sikap optimis, diyakini kaum
perempuan bisa maju, dan sejajar, bahkan boleh jadi lebih unggul dari kaum laki-laki dalam
menjalankan segala aktivitasnya.
Tiga hal yang dimiliki oleh perempuan seperti yang disebutkan di atas jug dimiliki oleh
kaum laki-laki, dan karena itu baik laki-laki dan perempuan harus berusaha menanamkan,
mempertahankan, dan mengembangkan ketiga aspek tersebut. Namun dalam kenyataannya, bila
ketiga aspek tadi tidak bisa disanggupi oleh perempuan, misalnya ia tidak mampu taat pada
suami, atau karena mungkin dia kecewa, dan menghilangkan optimismenya, maka jelasnya
bahwa dia berbeda dengan laki, dan inilah yang dipahami dari klausa . Lebih dari itu, secara
khusus lagi justru ada tiga aspek yang dimiliki perempuan, namun tidak pada laki-laki, yakni
mengandung, melahirkan, dan menyusui. Ketiga aspek inilah juga yang bisa juga dipahami
membedakan laki-laki dan perempuan sebagaimana yang terinterpretasi dalam klausa ayat tadi.

Daftar Pustaka
al-Wahidi al-Naysaburi, A. A.-H. bin A. bin A. (n.d.). Asbab al-Nuzul. Dinamika Utama.
As-Shouwy, A. (1995). Mukjizat al-Qur’an dan As-Sunah Tentang IPTEK. Gema Insani Press.
Estuningtyas, R. D. (2018). Ilmu Dalam Perspektif Al-Qur’an. Qof, 2(2), 203–216.
https://doi.org/10.30762/qof.v2i2.602
Rubini. (2016). TAFSIR ‘ILMI Rubini. Komunikasi Dan Pendidikan Islam, 5, 1–232.

Anda mungkin juga menyukai