Anda di halaman 1dari 3

LIRIHAN BINTANG-BINTANG

Oleh: Azhan Edida Putra

Ini kisah tentang sebuah kampung kecil tempat kami mengabdi, ini kisah tentang kami
di kampung cirendeu desa sobang, kecamatan sobang, kabupaten Lebak, provinsi Banten. Disini
penulis sebagai salah satu volunteer disana akan menceritakan dari awal penulis mendaftar
program “Sobat Mengajar” yang mengantarkan penulis ketempat yang paling berkesan sampai
akhir penulis lpjan dan insyaallah akan wisuda hihihi. Awal mula penulis mendaftar hanya
berniat ingin mencoba untuk pertama kalinya mengajar pada anak-anak. Dan tidak memikirkan
bagaimana menjadi pembawa perubahan, apa yang ingin diberikan kepada masyarakat apalagi
menjadi bagian pemuda disana. Penulis yang masuk oprec ketiga dari batch 5 yang hanya
mengikuti 3 kali pembekalan merasa kebingungan karena tidak mengenal sepenuhnya teman-
teman angkatan dan sebenarnya belum mendapat izin dari orang tua tetapi ketika SMI
memberikan tugas kalau membuat surat pernyataan dengan ditanda tangani RT dan RW dari situ
penulis baru bilang dan meminta izin orang tua. Ketika Pembekalan terakhir yang tadinya
harusnya menginap selama 2 hari di kedaung (tempat pembekalan SMI batch 5) dipangkas
menjadi satu hari karena covid yang baru di test covid antigen di hari selasanya 19 Januari 2021.
Penulis baru diberi kelompok ketika malamnya sebelum makan malam disitu penulis mengenal
Eviatul Mamuroh, Salsabilla dan Muhammad Syahril sebagai mentor hanya berkenalan nama
dan langsung kemudian memikirkan program apa yang ingin dilaksanakan ditempat pengabdian
nanti dan langsung dipresentasikan didepan relawan-relawan yang lain. Di malam itu juga
setelah teman kami kak salsa mempresentasikan kami disuruh untuk kebelakang mengambil
barang-barang donasi yang sudah dikumpulkan panitia dari berbagai donatur yang nantinya akan
diberikan kepada anak-anak, housefam dan warga disana. Disitu penulis dan kelompok
kebingungan karena banyak sekali donasi yang harus dibawa dan harus packing dengan rapih.
Setelah packing barang kemudian tidur untuk laki-laki tidur di halaman masjid untuk perempuan
tidur di dalam rumah. Keesokan paginya kami naik angkutan kota yang lewat, 2 angkot khusus
untuk membawa barang-barang kami saja ke stasiun sudimara yang pagi itu sudah mulai siang
ramai disana angkot kami yang ketika itu sedang nurunin barang diusir oleh sekelompok tukang
ojek pengkolan disana kasihan supir kami. Disana kami masuk satu persatu ada yang beli tiket
dulu ada yang langsung bisa masuk karena sudah punya kartu berlangganan. Dari stasiun
sudimara kami ke stasiun rangkas bitung yang letaknya paling ujung timur pada jalur kereta.
Kurang lebih setengah jam kami sampai di stasiun rangkas bitung, di rangkas kami harus
membawa barang-barang donasi untuk keluar stasiun yang jauh karena jalannya muter dulu
disana teman-teman kami berinisiatif untuk melempar keluar pagar barang-barang donasi karena
biar ga usah dibawa ke pintu keluar. Tetapi kita dimarahi oleh petugas yang berjaga karena
mengganggu ketertiban tetapi kami tetap melakukannya ketika petugas tidak melihat kearah
kami. Setelah naik kereta kami dikelompokan berdasarkan tujuan daerah pengabdian kami
seangkatan yang pada saat itu hanya dua kecamatan saja yaitu kecamatan sobang dan kecmatan
cigemblong untuk naik mobil PS atau mobil elf yang jaraknya kurang lebih dua jam ke sobang.
Di sobang kita sekelompok dan kelompok teman satunya masih satu arah yaitu cigaclung
diturunkan di simpang tiga kampung cikawah. Dari sana kurang lebih 1 km lagi ke kampungnya
yang jalannya sangat nanjak sedangkan kami sekelompok bawa barang donasi yang banyak
terlalu lelah kemudian setelah tanjakan pertama teman kami hafiz satu orang teman
kelompoknya ima dan mentor kami kak syahril berinisiatif untuk meninggalkan barang yang
dijaga beberapa orang sedangkan mereka jalan untuk ke kampungnya untuk meminta bantuan
untuk dijemput lagi oleh orang kampung. Ketika menunggu penulis berpikiran untuk siap kalau
nginap di pinggir jalan karena saat itu memang keadaan sangat sore menjelang malam. Dan
ketika menunggu juga penulis berpikiran gimana apakah orang sana pada baik dan ramah apakah
housefam kami sudah lansia tentu saja kalau sudah lansia kami harus benar-benar harus
menghormatinya dan mungkin akan terkendala bahasa yang kelompok kami tidak ada yang
orang sunda. Ketika menunggu penulis tidak satu tempat dengan perempuan kelompok karena
penulis sudah jauh didepan. Setelah menunggu kurang lebih 15 menit kami mendapatkan
bantuan yaitu mobil ubi yang kebetulan lewat searah yang menuju ke kampung kami dan mereka
mau membantu dengan memberi kami tumpangan kami sangat bersyukur karena memang mobil
ubi itu seminggu hanya sekali ke kampung itu dan tidak menentu juga waktunya kapan
datangnya. Ketika kami sampai kami disambut oleh ibu-ibu tetapi kami bingung ibu-ibu ingin
membeli ubi atau memang menyambut kami setelah kami turun penjual ubi langsung
menurunkan timbangannya seolah-olah langsung menggelar dagangannya. Kami ditunjukan oleh
pak rudy ke rumahnya saya bingung karena memang pak rudy di kertas survey panitia kami
bukan pak RW tapi guru setempat. Kami tahu alasannya dari Bu Uum isterinya yang berprofesi
juga sebagai guru di MI Nurul Hikmah yang mengatakan pak RW dan sekeluarga sedang
kondangan ke luar kampung dan kami tinggal dirumah mereka.

Banyak kalimat yang tidak bisa diutarakan bagaimana rasa rindu penulis untuk mereka
dan bagaimana keterbatasan penulis dalam bercerita tentang 30 hari disana dikampung yang
membuat penulis mengerti arti bersyukur mengerti arti berbagi mengerti arti keramahan dan
kekeluargaan mengenal banyak anak-anak yang berbeda sifatnya berbeda kemauannya berbeda-
beda kepintarannya. Anak-anak yang membuat penulis menitiskan air mata saat ini anak-anak
yang mengubah pandangan penulis bahwa cinta yang sebenarnya yaitu yang mau untuk
menerima kekurangan bukan persamaan yang membuat cinta itu menyatu melainkan
perbedaanlah yang menyatukan. Yang saling melengkapi yang menimbulkan kerinduan didalam
hati penulis. Cinta yang ingin selalu memberi segalanya, cinta yang ingin selalu berada didekat
dan menjaganya itu yang dirasakan penulis saat ini seperti pada ungkapan kalimat “Jatuh cinta
itu mudah yang sulit itu nahan rindunya”. Penulis merasakan anak-anak disana sangat semangat
dalam menuntut ilmu jauhnya perjalanan yang harus mereka tempuh membuat mereka sampai
disekolah dengan posisi sudah capek itu bahkan sebelum MI Nurul Hikmah berdiri anak-anak
kampug Cirendeu bersekolah di kampung cigaclung yang sudah beda kampung dengan mereka
yang perjalanan kira-kira dua jam jalan kaki. Karena keterbatasan itu pulalah Taman kanak-
kanak yang jauh menyebabkan banyak anak bawang begitu kita meyebutnya anak-anak yang
harusnya belum masuk MI tetapi Ikut-ikutan belajar Karena jauhnya letak Taman Kanak-kanak
dan juga banyak yang putus sekolah karena SMP dan SMA juga jauh dari kampung mereka.
Mereka harus naik motor kalau jalan bisa 7-8 jam. Terkait pendirian MI itu pendirinya yang
kami kenal pak rudy, pak RT 04 Pak Sarya dan orang yang berporofesi sebagai penghulu dan
tukang sayur setempat bapak Rohmat. Pendirian itu diatas tanah milik Pak Rohmat dengan
pembangunannya sempat menimbulkan ketegangan warga karena menurut masyarakat MI hanya
akan menjadi tempat yang ditinggalkan dan mereka masih percaya ijazah MI tidak berguna
untuk masa depan. Tetapi setelah diskusi karena memang jauhnya SDN 2 Sobang yang terletak
di cigaclung membuat mereka ingin membantu termasuk atas bantuan tokoh agama setempat pak
Solihin mengumpulkan uang pada warga masyarakat yang kemudian diibangunlah MI Nurul
Hikmah.

Keadaan sekolah MI Nurul Hikmah yang penulis lihat yaitu sekolahnya hanya terdiri
dari 2 kelas tanpa ruang guru bahkan kamar mandi, tidak adanya listrik dan penerangan, atap
yang bocor dibeberapa bagian, sering banjir kalau hujan deras karena air masuk, akses jalan yang
sangat rusak bolong dan tanah licin, tiang bendera yang seadanya, lapangan yang masih tanah
merah. Dan gambaran kelas SDN 2 Sobang filialnya sudah rusak dan tidak bisa digunakan atap
sudah pada jatuh. Penulis yang dirumah anak yang pendiam yang lebih suka bermain game dan
belajar, kurang bisa bersosialisasi disini sebagai ketua kelompok yang tidak mempunyai mentor
dituntut untuk paling aktif bersosialisasi pada masyarakat dan pemuda disana. Tetapi entah
kenapa penulis tidak merasa keberatan bahkan menyukai apa yang ditugaskan. Di cirendeu anak-
anaknya, pemudanya dan masyarakatnya ramah dengan kami itu yang membuat penulis rindu
dan ingin kembali kesana lagi. Pesan penulis sesuai judul yaitu lirihan bintang bintang menurut
KBBI Lirih artinya lembut (tentang suara) dan bintang-bintang yang penulis ibaratkan untuk
anak-anak disana yang sebenarnya mereka bercahaya yang memiliki harapan dan cita-cita yang
sangat cerah dan perjuangan yang besar di tubuh mereka yang masih kecil tetapi dalam
pandangan penulis didalam hati mereka Me-lirih khawatir tentang masa depan mereka tentang
impian mereka untuk itu pesan penulis kepada pembaca adalah saling tolong-menolonglah dalam
berbuat kebaikan sekecil apapun itu baik itu tenaga, pikiran, dan waktu luang untuk mereka yang
masih kesulitan dan masih tertinggal. Dan penulis mengajak untuk senantiasa aktif berkontribusi
membangun negeri lewat pendidikan dan kesehatan sesuai dengan prinsip Sobat Mengajar dan
Sobat Kesehatan Indonesia Harapan penulis untuk Sobat Mengajar Indonesia semoga panjang
umur, selalu dikelilingi orang-orang baik dan mulia, tambah besar dan sukses pencapaiannya
baik program maupun orang yang ada didalamnya aamiin.

Anda mungkin juga menyukai