Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PRAKTIKUM

DIAGNOSA KLINIK VETERINER

KELOMPOK 2 GELOMBANG 1B
KHAIRANI FITRI (2002101010012)
JURMAN TULUS (2002101010063)
NISSAYU ALFI ARINY (2002101010065)
ANNISA PRAMESTI (2002101010103)
SAFIRA HASANAH (2002101010128)
IRFAN SAPUTRA (2002101010146)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua
limpahan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum diagnosa ini
meskipun dengan sangat sederhana.

Harapan kami semoga laporan akhir yang telah tersusun ini dapat menjadi salah satu
kriteria dalam penilaian dalam penilaian dalam mata kuliah diagnose dan kami berharap yang
membaca laporan praktikum kami ini mendapatkan ilmu dari apa yang telah kami tulis.

Sebagai penulis, kami mengakui bahwasanya masih banyak kekurangan yang terkandun
di dalamnya. Oleh sebab ini, dengan penuh kerendahan hati kami berharap kepada pada pembaca
untuk memberikan kritik dan saran demi lebih memperbaiki makalah ini. Terima kasih.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………….. i


DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………......... ii
PRAKTIKUM I
BAB I. Pendahuluan ……………………………………………………………………… 1
BAB II. Tinjauan Pustaka ………………………………………………………………... 3
BAB III. Hasil dan Pembahasan …………………………………………………………. 6
BAB IV. Penutup ………………………………………………………………………… 13
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….. 14
PRAKTIKUM II
BAB I. Pendahuluan ……………………………………………………………………… 15
BAB II. Tinjauan Pustaka ………………………………………………………………... 17
BAB III. Hasil dan Pembahasan …………………………………………………………. 20
BAB IV. Penutup ………………………………………………………………………… 24
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………… 25
PRAKTIKUM III
BAB I. Pendahuluan …………………………………………………………………….. 26
BAB II. Tinjauan Pustaka ……………………………………………………………….. 28
BAB III. Hasil dan Pembahasan ………………………………………………………… 31
BAB IV. Penutup ……………………………………………………………………….. 35
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………… 36

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kucing adalah salah satu hewan yang banyak digemari di kalangan masyarakat, karena
memiliki bulu yang berwarna warni, lucu, menggemaskan, dan mudah dirawat. Hal itulah yang
membuat banyak orang menyukai hewan peliharaan satu ini. Beberapa masyarakat pada saat ini
telah menganggap memelihara hewan peliharaan sebagai salah satu hobi, karena hewan
peliharaan dapat menjadi teman bagi mereka. Namun hal ini tidak diimbangi dengan
pengetahuan pemeliharanya dan ketersediaan dokter hewan yang mencukupi. Hal ini
mengakibatkan kesulitan untuk pemilik kucing, misalnya pada saat kucing sakit dan jarak dokter
hewan yang jauh, terkadang sulit menemui dokter hewan dalam keadaan mendesak. Disitulah
peran kita sebagai dokter hewan dalam menyelamatkan nyawa hewan peliharaan masyarakat
sekitar.
Pada saat client dan pasien pertama kali sampai ke kllinik, hal yang dilakukan pertama kali
dilakukan oleh dokter hewan adalah melakukan Sinyalmen. Sinyalmen sendiri memiliki arti
yaitu identitas diri atau ciri-ciri dari hewan tersebut serta memudahkan petugas administrasi
medik membuka kembali dokumen rekam medik untuk tujuan mempelajri sejarah penyakit
hewan sebelumnya.
Diagnosa suatu penyakit yang dilakukan oleh dokter hewan berdasarkan dari pemeriksaan
fisik yaitu dengan melihat kelainan-kelainan yang dialami oleh hewan yang diperiksa beberapa
waktu yang diketahui oleh sang pemilik serta pemeriksaan penunjang. Oleh karena itu,
diperlukan alat bantu untuk membantu dokter hewan dalam melakukan suatu diagnosa. Adapun
urutan pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter hewan diantaranya ialah : sinyalmen, anamnesa,
status present, pemeriksaan laboratorium, diagnose, diferensial diagnose, prognosa, dan yang
terakhir yakni terapi. Semua hal tersebut harus dilakukan dengan sistematis agar pasien yang
ditangani dapat sehat dan kembali dengan keadaan normal. Adapun tujuan praktikum
Pemeriksaan Fisik Hewan yaitu agar Mahasiswa dapat mengetahui kondisi kesehatan dari
pemeriksaan fisik (tingkah laku dan fisiologis) serta dapat mengambil tindakan yang benar.

1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari praktikum pertama ini mengenai sinyalmen, anamnesa, handling,
restrain dan teknik pemeriksaan pada kucing antara lain :
1. Apa saja komponen yang terdapat pada sinyalmen ?
2. Apa saja fungsi dari sinyalmen ?
3. Apa saja komponen yang terdapat pada anamnesa ?
4. Apa saja fungsi dari anamnesa ?
5. Apa saja komponen yang terdapat pada pemeriksaan fisik ?
6. Apa saja fungsi dari pemeriksaan fisik ?

1.3 Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum pertama ini yaitu berkaitan dengan sinyalmen, anamnesa,
handling, restrain dan teknik pemeriksaan pada kucing antara lain :
1. Untuk mengetahui komponen yang terdapat pada sinyalmen
2. Untuk mengetahui fungsi dari sinyalmen
3. Untuk mengetahui komponen yang terdapat pada anamnesa
4. Untuk mengetahui fungsi dari anamnesa
5. Untuk mengetahui komponen yang terdapat pada pemeriksaan fisik
6. Untuk mengetahui fungsi dari pemeriksaan fisik

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kesehatan pada hewan ternak maupun pada hewan kesayangan merupakan faktor paling
penting dalam suatu usaha peternakan baik itu peternakan rakyat, peternakan skala besar maupun
bagi pemilik hewan kesayangan. Kesehatan pada hewan ternak dan pada hewan kesayangan juga
berpengaruh penting terhadap produksi dan reproduksi hewan tersebut. Untuk identifikasi
kesehatan hewan ternak dan hewan kesayangan dapat dilakukan dengan melakukan tindakan
anamnesa. Pemeriksaan anamnesa kesehatan hewan ternak dan hewan kesayangan yang
dilakukan dapat berupa pengamatan tingkah laku, pemeriksaan fisik, bertanya kepada pemilik
hewan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit yang diderita oleh hewan
yang diperiksa seperti bagaimana pola hidup hewan sebelum sakit dan keadaan hewan pada saat
sakit (Ritonga et al., 2018).
Rekam medik merupakan berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana
pelayanan kesehatan. Catatan tersebut kemudian diolah dan selanjutnya akan bermanfaat bagi
pihak manajemen untuk mengetahui informasi mengenai data yang telah ada. Permasalahan yang
sering terjadi adalah pencatatan rekam medik masih dilakukan dengan cara mencatat pada buku
rekam medik, sehingga sering terjadi human error, proses pencarian data pasien memakan waktu
yang lama, proses pencatatan laporan penyakit belum berorientasi masalah (Cahyono et al.,
2018).
Penentuan diagnosa yang tepat merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam
menangani kasus pada hewan yang menderita penyakit. Diagnosa ditegakkan berdasarkan
riwayat anamnesa, gejala klinis dan pemeriksaan radiografis menjadi penentu tindakan
penanganan. Pada penyakit obstruksi atau penyumbatan menyebabkan gangguan pada fungsi
esofagus. Obstruksi esofagus dapat disebabkan karena benda asing, striktura maupun massa.
Diagnosis gangguan pada esofagus ditegakkan berdasar riwayat, pemeriksaan klinis, imaging,
dan/ atau endoskopi. Gejala klinis yang paling sering dialami hewan yang mengalami obstruksi
esofagus adalah regurgitasi dan disfagia (Utami dan Thopiano, 2018).
Sebelum prosedur bedah, dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan klinis hewan meliputi
pemeriksaan suhu tubuh, frekuensi degup jantung, frekuensi pernafasan dan membran mukosa.

3
Pemeriksaan profil darah sebelum dan setelah operasi untuk mengetahui kondisi sistemik tubuh
anjing. Pemeriksaan profil darah meliputi; jumlah eritrosit, jumlah total leukosit, diferensial
leukosit, hemoglobin, hematokrit, dan trombosit. Jika tindakan operasi dilakukan, maka dimulai
dengan disinfeksi area abdomen, pemasangan kain dup/drape dan sayatan untuk laparotomi
(Erwin et al., 2018).
Terjadi peningkatan frekuensi denyut jantung maupun pulsus pada hewan penderita
CCUS terjadi karena kondisi hewan yang terkejut dan tidak nyaman saat pemeriksaan
berlangsung akibat rasa nyeri yang timbul. Hasil pemeriksaan status present juga menunjukkan
bahwa CRT anjing mengalami perlambatan, yakni > 2 detik. Belum ada laporan kasus
perlambatan CRT pada ajing, akan tetapi laporan perlambaran CRT pada hewan lain telah
dilaporkan. Berdasarkan beberapa kasua ada yang melaporkan bahwa CRT pada kuda penderita
Ulcerative stomatitis mengalami perlambatan, yakni 3 detik. Perlambatan CRT ini dapat terjadi
karena hewan mengalami dehidrasi, hal ini sesuai pernyataan bahwa CRT yang lambat
merupakan tanda dari dehidrasi, dimana dehidrasi yang terjadi merupakan dampak dari
berkurangnya konsumsi air pada penderita CCUS (Hidayati et al., 2021).
Mengenal berbagai macam penyakit juga penting dibahas untuk meningkatkan awareness
pemilik anjing dan kucing atas penyakit yang bersifat menular baik pada hewan lain atau
manusia. Penyakit menular yang berbahaya seperti rabies, leptospirosis, dan parvovirus biasanya
mudah dicegah dengan vaksinasi berkala. Masih ada pemilik yang lalai memvaksinasi hewan
peliharaannya secara rutin, sehingga penyakit - penyakit yang bisa dicegah tersebut pun dapat
menyerang hewan peliharaan mereka dan dapat berakibat fatal jika tertular, penyakit tersebut
membutuhkan penanganan cepat dan waktu untuk disembuhkan (Kan et al., 2015).
Diagnosa merupakan penentuan jenis penyakit dengan meneliti (memeriksa)
gejalagejalanya. Dari segi medis, diagnosa adalah proses penentuan jenis penyakit berdasarkan
tanda dan gejala dengan menggunakan cara dan alat seperti laboratorium, foto, dan klinik. Lalu
penyakit merupakan kondisi yang berubah dari keadaan sehat, adapun pengertian lain penyakit
adalah sekumpulan reaksi individu baik fisik maupun mental terhadap bibit penyakit yaitu
bakteri, jemur, protozoa, virus dan racun yang masuk atau mengganggu individu seperti trauma,
kelainan, metabolic, kekurangan gizi, proses degenerasi, atau kelainan sejak lahir (Naufal et al.,
2020).

4
Pemilik hewan peliharaan kucing perlu memahami bahwa kucing tidak disarankan untuk
meminum susu dengan kadar laktosa yang tinggi, termasuk juga pemberian susu sapi. Pasalnya,
kucing tidak memiliki enzim yang berfungsi untuk memecah laktosa pada susu sapi. Akibatnya,
akan terjadi masalah pencernaan pada kucing termasuk muntah. Lalu pemilik kucing pasti
pernah menemukan hewannya sedang memakan rumput. Pemilik juga harus memastikan rumput
tersebut tidak mengandung racun bagi kucing (Efendi dan Setiawan, 2017).
Kucing marah ditandai dengan suara mengeong yang keras dan berusaha menggigit
sambil mencakar dengan kakinya. Kucing marah pasti memiliki sebab seperti dominan
aggression yaitu sikap kucing yang ingin menantang kucing lain untuk merebut kekuasaan atau
pemimpin yang dominan, lalu sex related aggression yaitu sifat kucing yang berkaitan dengan
hormone seks kucing baik jantan maupun betina, maternal aggression yaitu induk kucing yang
berusaha melindungi anaknya, male to male aggression yaitu dua kucing bermain – main, tetapi
lama – kelamaan berkelahi. Penyebab selanjutnya redatory aggression yaitu instingnya yang suka
mengejar benda – benda bergerak, food and toy aggression yaitu keadaan kucing dalam
mempertahankan makanan dan masih banyak penyebab lainnya (Effendi dan Budiana, 2014).
Penyakit distemper pada kucing disebabkan oleh Virus feline panleukopenia virus dan
dapat menyebabkan anemia, muntah – muntah dan diare yang parah pada kucing. setelah diare
dan muntah, gejalanya diikuti dengan hilangnya nafsu makan yang mengakibatkan dehidrasi dan
kematian. Perkembangan penyakit sedemikian cepat sehingga meyebabkan anak kucing mati tiba
– tiba sebelum pemiliknya sempat melihat tanda – tanda kucing tersebut sakit. Distemper dapat
menyebabkan kerusakan usus yang sangat parah dalam jangka waktu yang panjang dan
akibatnya kucing yang sudah sembuh mengalami kesulitan untuk menyerap nutrisi makanan
(Suwed dan Napitupulu, 2011).

5
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan :
3.1 Hasil
A. Sinyalemen
 Data Klien :
Pemilik : Pak Badar
Alamat Pemilik : Lamgugob
 Data Pasien :
Nama : Jeki
Ras : Domestik
Spesies : kucing
Kelamin : Jantan
Umur : 18 bulan
Bulu dan warna : hitam
Berat badan : 3,99 kg
B . Anamnesa
1. Apakah jeki ini sudah pernah divaksin sebelumnya pak?
2. Bagaimana pola makannya pak?,Apakah teratur atau sering mogok makan?
3. Untuk pola buang air nya pak?,apakah teratur atau tidak?
4. Tempat tidurnya si jeki ini di kandang,dilepas dirumah,atau di luar rumah pak?
5. Apakah sudah pernah berobat di klinik lain sebelumnya pak?Kalau sudah apa saja
obat yang sudah pernah diberikan?
6. Apakah sudah pernah di beri obat cacing pak?
C. Restrain
Untuk restrain pada kucing yang diperiksa menggunakan teknik restrain lateral
recumbency, yaitu right dan left lateral recumbency.
D. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
a. Gizi : BCS 1-5 = 4 (Overweight),Karena os costae dan os
vertebrae tidak teraba lagi

6
b. Tempramen : Jinak
c. Habitus : Os vertebrae nya lurus tidak melengkung (normal)
2. a. Frekuensi nafas : 30 kali / menit (normal)
b. Frekuensi pulsus : 150 kali / menit (normal)
c. Suhu tubuh : 37,5oC (mengalami hipotermia)
3. Kulit dan Bulu : Turgor dibawah 3 detik,tidak dehidrasi (normal),kulit
tidak ada lesi.Pada bulu tidak ada kerontokan yang banyak dan warnanya mengkilap
tidak pudar.
4. Selaput lendir : - Mukosa mata : Anemis
- Mukosa Hidung : Pinkrose
- Mukosa mulut : Pinkrose
- Mukosa alat kelamin : pinkrose
- Mukosa anus : Pinkrose
5. Kelenjar limfe : lgl. Mandibularis tidak ada tumor,lgl. Axillaris tidak ada
tumor, dan lgl. Poplitea juga tidak ada tumor
6. Alat pernafasan : Cavum nasi nya tidak ada exudat dan serous.Suara
pernafasannya normal vesiculan
7. Alat peredaran darah : CRT < 1 detik (normal) tidak dehidrasi, Suara denyut
jantung loop-doop (normal)
8. Alat pencernaan : Pada cavum oris tidak ada pulser dan karies.Gerakan
peristaltic ususnya 15 kali / 5 menit.
9. Alat kelamin/perkencingan : Tidak ada pembengkakak di VU dan Ren
10. Urat saraf : Syarah ekstremitasnya saat dicubit menunjukan
refleks,sayarf pendengaran N. audiotorius saat dipanggil Namanya dia menoleh
(respon syaraf baik), dan syaraf penglihatan N. oculomotorius,N. trigeminus, N.
opticus, N. facialis saat di beri tepukan di depan matanya dia mengedipkan matanya
(respon syaraf baik).
11. Anggota gerak : Koordinasi (tidak jalan sempoyongan)
12. Lain-lain : Banyak kotoran di daerah telinga

3.2. Pembahasan

7
Sinyalemen atau jati diri atau identitas diri atau ciri-ciri dari hewan merupakan ciri
pembeda yang membedakannya dari hewan lain sebangsa dan sewarna meski ada kemiripan satu
sama lainnya. Sinyalemen sangat penting untuk dikenali dan dicatat pada awal pemeriksaan fisik.
Salah satu fungsi dari sinyalemen adalah sebagai identitas diri di dalam rekam medis ke rumah
sakit bahwa hewan dengan ciri-ciri yang jelas pernah dirawat di rumah sakit atau pernah dibawa
berkonsultasi ke klinik atau rumah sakit sehingga memudahkan petugas administrasi medic
membuka kembali dokumen rekam medis mempelajari sejarah penyakit hewan sebelumnya.
Adapun beberapa point yang dicatat di sinyalemen yaitu nama hewan,jenis
hewan,bangsa/ras,jenis kelamin,umur,warna kulit/rambut,berat badan,dan ciri-ciri khusus. Selain
data pasien dalam rekam medis juga terdapat data klien. Data klien berisi cukup nama dan
alamat.
6 komponen sinyalemen adalah:
1. Status preventif.
Dari pertanyaan status preventif ini adalah mengenai pencegahan. Dalam
pertanyaan ini adalah Riwayat vaksinasi dan pemberian obat cacing. Pada pasien yang
diperiksa didapatkan bahwa pasien jeki belum pernah divaksin dan di beri obat cacing.
2. Status makan/minum/urinasi/feses.
Pada pakan bisa ditanyakan tipe pakan nya wet,dry atau mix. Kemudian bisa
ditanyakan juga frekuensi makannya. Pada pasien jeki frekuensi makannya normal atau
teratur. Untuk minum nya bisa dinilai dari sumber dan frekuensi nya. Untuk urinasi bisa
dilihat dariwarna urinnya dan juga frekuensi urinasinya. Selanjutnya adalah defekasi,
pada penilaian defekasi bisa dilihat konsentrasi dari fesesnya lembek, keras, atau encer.
Selain itu bisa dilihat dari frekuensi fesenya. Pada pasien jeki frekuensi untuk buang
airnya lancar/teratur.
3. Status symphton
Pada status symphton ini dinilia gejala pada pasien terutama gejala patohomonic
atau gejala khas. Pada pasien jeki tidak ditemukan gejala patohomonic seperti diare
4. Status mobilitas hewan
Pada status mobilitas hewan ini yang dinilai adalah mobilitas hewan yakni
sejauh mana

8
pasien bermain. Selain itu dinilai juga tempat tinggalnya, yakni outdoor, indoor, atau mix.
Selanjutnya dilihat juga suhu pada tempat tinggalnya misal biasa tinggal di tempat ber
AC. Kemudian dilihat juga keberadaan hewan lain. Pada pasien jeki ditemukan fakta
bahwa ia tinggal di indoor.
5. Status treatment
Fungsi dari pemeriksaan status treatment adalah untuk menghindari dan
mengurangi resiko resistensi antibiotic dan juga overdosis. Pada pasien jeki tidak
ditemukan fakta bahwa dia pernah berobat sebelumnya.
6. Improvisasi
Improvisasi ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan yang tidak ada
di point satu sampai lima, misal berdasarkan inspeksi dokter hewan melihat adanya patah
tulang atau fruktur.Hasil yang didapatkan pada pasien jeki adalah tidak ditemukan patah
tulang atau fruktur.

Anamnesis atau sejarah hewan adalah berita atau keterangan atau lebih tepatnya keluhan
dari pemilik hewan mengenai keadaan hewannya Ketika dibawa datang berkonsultasi untuk
pertama kalinya, namun dapat pula berupa keterangan tentang sejarah perjalanan penyakit hewan
nya jika pemilik telah sering datang berkonsultasi. Anamnesis dapat diperoleh secara pasif dari
yang tahu kejadiannya tentang gejala yang timbul mula mula, waktu dan lama kejadiannya,
situasi hewan ketika ditemukan seperti Malas-Malasan atau tiduran di tempat yang tidak
biasanya. Fungsi anamnesa adalah untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari klien
mengenai pasien. Secara sederhana anamnesa merupakan interaksi berupa tanya-jawab antara
dokter hewan dan klien, namun tidak dapat dipercayai 100%. Syarat dari pertanyaan untuk
anamnesa yang pertama adalah logis, yang kedua adalah menghindari pertanyaan yang
jawabannya Iya dan tidak. contoh pertanyaan yang salah adalah “kucing Ibu jantan?”.
Dari pemeriksaan yang dilakukan didapat sinyalemen pada kucing ini yaitu, namanya
Jeki termasuk ras domestic yang oerjenis kelamin jantan, umurnya sudah 18 bulan memiliki berat
badan 3,99 kg dan berwarna bulu hitam mengkilat. Terdapat ciri-ciri khusus juga pada si jeki
yaitu paw nya yang belang pinkrose dan hitam, dan juga memiliki warna bulu di kaki seakan
memiliki kaus kaki berwarna putih.

9
Status present pada pemeriksaan fisik nya didapat bahwa BCS pada jeki mendapat score
4 (overweight) karena os costae dan os vertebrae tidak lagi teraba.Tempramennya jinak dan
memiliki habitus normal karena os vertebrae nya tidak melengkung atau lurus. Pada pemeriksaan
frekuensi nafas didapatkan 30 kali/menit ,frekuensi pulsus 150 kali/menit, dan suhu
37,5oC.Untuk frekuensi pulsus dan frekuensi nafas normal karena hasil yang didapat masih
termasuk direntang normal yaitu frekuensi pulsus antara 92-150 kali/menit, dan frekuensi normal
nafas 26-48 kali/menit.Sedangkan untuk suhu tubuh jeki mengalami hipotermia atau suhu
dibawah normal, yang normalnya adalah 37,6-39,4. Hipotermia ini di sebabkan karena jeki
terlalu lama di ruangan ber AC dan tidak terbiasa pada ruang AC tersebut.
Turgor dipakai untuk melihat elastisitas kulit dan bertujuan untuk melihat tingkat
dehidrasi, pada pasien jeki didapatkan hasil bahwa turgornya dibawh 3 detik dan hal itu berarti
normalyang berarti tidak ada terdeteksi dehidrasi ,selain pemeriksaan turgor pada kulit juga
diperiksa lesi yang biasa disebabkan oleh ectoparasite, jamur dan kecelakaan. Pada pasien jeki
tidak ditemukan lesi. Pada pemeriksaan bulu yang dilihat pertama adalah kerontokan bulu. Jika
mengalami kerontokan bulu yang bersarti bisa jadi pasien mengalami alopesia.kemudian yang
dilihat adalah warnanya mengkilap atau pudar,jika pudar mungkin ada factor pakan dan jamur.
Pada pasien jeki tidak ditemukan adanya kerontokan bulu yang berarti dan juga tidak ada bulu
yang memudar.
Pemeriksaan selaput lender dilakukan pada lima tempat dan lima penilaian, lima tempat
tersebut adalah mukosa mata,mukosa oris,mukosa alat kelamin,mukosa anus/dinding rektal dan
mukosa hidung. Adapun penilaian nya yaitu
hiperemis(kemerahan),anemis(pucat),icterus(kekuningan yag disebabkan oleh penyakit pada
ginjal), sianosis(kebiruan yang disebabkan oleh keracunan), normal(pinkrose). Pada pasien jeki
didapatkan hasi dimukosa mata mata didapatkan anemis namun pada keempat lain nya pink rose
atau normal.
Kelenjar limfe adalah kelenjar yang berfungsi sebagai sistem pertahanan Ketika diserang akan
mengalami pancaradang. Terdapat 5 pancaradang yaitu,
1. Kalor (panas)
2. Rubor (merah)
3. Tumor (bengkak)
4. Dolor (sakit)

10
5. Fungsilesio(kerusakan fungsional)
Kelenjar limfe yang diperiksa pada pasien ini ada 3.
1. Limfoglandula mandibularis
2. Lgl. Axillaris
3. Lgl. Poplitea
Pada pasien jeki tidak ditemukan pancaradang pada 3 tempat tersebut.
Pada alat pernafasan yang diperiksa adalah
1. Tipe pernafasan
Pada pasien kucing tipe pernafasannya adalah thoraco/costae
2. Cavum nasi
Pada pemeriksaan ini dilihat cairan yang keluar akibat peradangan atau eksudat. Cairan
ini memiliki 4 tipe
1. Serous (bening) artinya normal
2. Mucous (keruh) artinya ada infeksi pada saluran pernafasan bagian atas
3. Purulent (kuning) artinya ada infeksi pada saluran pernafasan bagian bawah.
4. Mucopurulent (kuning kehijauan) artinya ada infeksi pada saluran pernafasan bagian
bawah.
Pemeriksaan ketiga yakni yang suara pernafasan yang dilihat adalah normal dan
abnormal. Normal yakni vesikulan (inspirasi-ekspirasi). Sementara yang abnormal suara
pernafasannya ada mendengkur (stridor), pernafasan rendah (rondi), pernafasan nada tinggi
(wheezing), dan ada cairan pada paru-paru (snore). Pada pasien jeki tidak mendengkur dan tidak
ditemukan adanya eksudat tidak normal atau eksudatnya serous.
Pemeriksaan pada alat peredaran darah yang pertama adalah pemeriksaan CRT (Capillary
Refill Time) atau waktu yang diperlukan kapiler untuk Kembali. Bila normal waktu yang
diperlukan adalah 1-2 detik. Pada jeki CRT nya dibawah 1 detik yang berarti jeki tidak
mengalami dehidrasi. Kemudian pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan suara denyut
jantung yang terbagi atas 2 yakni normal dan abnormal. Untuk suara normal yakni loop-doop.
Sementara abnormal yakni double loop-double doop, atau ada suara mur-mur. Pada pasien jeki
didapatkan suara denyut jantung yakni normal (loop-doop).
Pemeriksaan pada alat pencernaan yakni terdapat 2 pemeriksaan. Pemeriksaan pertama
adalah pemeriksaan pada cavum oris apakah terdapat pulser dan karies. Pada pasien jeki tidak

11
ditemukan pulser dan caries pada cavum orisnya. Pada pemeriksaan kedua yakni pemeriksaan
Gerakan peristaltic usus jika normal gerakannya adalah 15 kali/5 menit. Jika lebih maka bisa
mengindikasikan penyakit diare. Pada pasien jeki Gerakan peristaltiknya adalah 15 kali/5 menit
atau normal.
Pada pemeriksaan alat kelamin dan saluran perkencingan diperiksa/palpasi di bagian ren
dan vesica urinaria. Jika terdapat kebengkakan bisa dilakukan koleksi sampel khususnya pada
vu. Pada pasien jeki tidak ditemukan pembengkakan pada vu dan ren. Selanjutnya pemeriksaan
syaraf, pada pemeriksaan ini terdapat 3 fokus pemeriksaan utama yaitu Extremitas yang bisa
diperiksa dengan menggunakan fleximeter/dicubit. Pada pemeriksaan selanjutnya ada di
pendengaran yakni N. audiotorius yang bisa dilakukan dengan cara melakukan panggilan pada
hewannya. Pemeriksaan ketiga dilakukan pemeriksaan 4 nervi sekaligus yaitu N. oculomotorius,
N. trigeminus, N. optikus, dan N. facialis. Pemeriksaannya dengan cara memberi kejutan berupa
tepuk tangan. Pada pasien jeki didapatkan keseluruhan respon syaraf berjalan dengan baik dan
memiliki refleks yang baik juga. Pada pemeriksaan anggota gerak dilihat cara berjalannya
apakah koordinasi atau inkoordinasi. Pada pasien jeki didapatkan hasil bahwa cara berjalannya
koordinasi dan tidak sempoyongan.

12
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Diagnosa adalah penetapan suatu keadaan pada pasien yang menyimpang atau keadaan
normal melalui dasar pemikiran dan pertimbangan ilmu pengetahuan. Diagnose juga merupakan
istilah kedokteran yang berarti suatu proses menemukan penyebab pokok dari masalah – masalah
yang timbul. Manfaat diagnose adalah untuk menemukan atau mengidentifikasi kelemahan suatu
penyakit.
Tahapan pada diagnose, pertama anamnesa yaitu berkaitan dengan keluhan berupa gejala
yang dirasakan oleh penderita pasien. Tanda adalah berupa hasil pengamatan dokter atau
pemeriksa kesehatan yang boleh dikatakan suatu observasi objektif yang dilakukan terhadap
pasien dan yang terkahir tes atau uji pemeriksaan artinya berupa upaya diagnostic dengan
mempergunakan bantuan hasil uji alat – alat laboratorium.

4.2 Saran
Terimakasih kakak dan abang yang telah mengajarkan kami sewaktu di laboratorium,
sebaiknya sebelum melakukan pemeriksaan diajarkan cara mengisi ambulator yang benar dengan
jelas, agar praktikan dapat lebih mudah memahami sistematis pemeriksaan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, G.R., Saberan. dan Hidayati, M. (2018). Sistem informasi rekam medic klinik hewan
dan system pakar diagnosa penyakit sapi menggunakan metode certainly factor. Jurnal
Poros Teknik, 10(1) : 38-48.
Effendi, C dan Budiana. (2014). Kucing. AgriFlo, Cibubur.
Effendi, C dan Setiawan, W. (2017). Solusi Permasalahan Kucing. Penerbit Swadaya, Cibubur.
Erwin., Rusli., Amiruddin., Noviana, D., Soesatyoratih, R.R., Fitri, A.D. dan Siallagan, S.F.
(2018). Penanganan obstruksi duodenum pada anjing. Jurnal Veteriner, 19(1) : 137-
142.
Hidayati, Z.M., Suartha, I.N. dan Soma, I.G. (2021). Canine chronic ulcerative stomatitis pada
anjing pomeranian. Jurnal Sains dan Teknologi Peternakan, 2(2) : 40-46.
Kan, W.R., Waluyanti, H.D. dan Wahyudi, A.T. (2015). Perancangan buku ilustrasi mengenai
penyakit umum anjing dan kucing serta perawatannya. Jurnal Veterinarian, 2(1) : 1-
11.
Naufal, M.I., Sanjaya, M.B. dan Wijayanto, P.W. (2020). Aplikasi system pakar untuk
mendiagnosisi penyakit hewan peliharaan berbasis web. Jurnal Science, 6(2) :
1850-1882.
Ritonga, M.Z., Putra, A., Lubis, N. dan Ismail. (2018). Program pengembangan usaha produk
intelektual kampus klinik hewan ternak dan hewan kesayangan UNPAB. Jurnal
Agroveteriner, 6(2) : 112 – 119.
Suwed, M.A dan Napitulu, R.M. (2011). Panduan Lengkap Kucing. Penebar Swadaya, Jakarta.
Utami, T dan Tophianong, T.C. (2018). Penanganan obstruksi esophagus pada anjing Labrador
retriever. Jurnal Kajian Veteriner, 6(2) : 78-84.

14
BAB I
PENDAHULUAN

1.4 Latar Belakang


Di dalam praktik pelayanan jasa kedokteran hewan, menjadi hal yang sangat untuk
melakukan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosa. Diagnostik klinik merupakan tonggak
yang paling penting bagi suatu proses pembelajara dalam pendidikan Ilmu-Ilmu Kedokteran
Klinik disiplin kedokteran Hewan. Diagnostik klinik inilah langkah-langkah mengenali hewan
sakit dimulai. Seorang dokter hewan yang akan berpraktik perlu mendalami dan mengkaji ilmu
diagnosis klinik secara utuh, terencana, dan tepat diagnosis.
Masyarakat dengan tingkat ekonomi yang lebih baik, terutama di kota-kota besar, akan
cenderung sibuk dan memiliki waktu yang sangat terbata untuk berinteraksi sosial dengan
masyarakat di sekitarnya. Bagi mereka dengan kesibukan yang tinggi, mengisi waktu adalah
bersenang-senang atau segala kegiatan dilakukan untuk menyenangkan dirinya sendiri. Salah
satunya yang banyak dilakukan bahkan bukan hanya masyarakat yang sibuk melainkan
kebanyakan masyarakat adalah dengan memelihara hewan kesayangan.
Hewan kesayangan yang banyak dipelihara orang adalah banyak dari golongan karnivora
yakni anjing dan kucing. Pemeliharaan anjing dan kucing yang semakin banyak tentunya sangat
berkaitan dengan pemeriksaan kesehatannya kepada dokter hewan. Sebab, tentunya para pemilik
hewan kesayangan akan mementingkan kesehatan hewannya untuk menghindari terjadinya
penularan penyakit kepada pemiliknya atau yang paling sering terjadi adalah mereka para
pemilik hewan kesayangan akan selalu berusaha untuk membuat hewan tersebut dalam keadaan
sehat.
Untuk saat ini seharusnya diperlukan suatu kekhususan profesi dokter hewan yang
menjalankan praktik kespeialisasian untuk menghadapi tantangan-tantangan dalam diagnosa.
Maka dari itu diperlukan latihan demi latihan pemeriksaan fisik dilalui dengan tahapan-tahapan
yang telah disiapkan, ilmu diagnosis klinik sangat memberikan ruang gerak dan pintu pembuka
bagi dokter hewan praktik dan juga mahasiswa Kedokteran Hewan dalam mendalami ilmu-ilmu
klinik, setidaknya pendekatan kepada penyimpulan hasil pemeriksaan berupa diagnosis. Setelah
mempelajari pemeriksaan fisik pada kucing untuk menegakkan diagnosa, juga diperlukan
pemeriksaan pada anjing untuk perluasan dan pemantapan ilmu pada ilmu diagnosa klinik.

15
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari praktikum kedua ini mengenai sinyalemen, anamnesa, handling,
restrain dan teknik pemeriksaa pada anjing adalah :
a. Apa itu sinyalemen dan apa saja komponen dari sinyalemen ?
b. Apa itu anamnesa dan apa saja komponen dari anamnesa ?
c. Apa itu restrain dan bagaimana cara merestrain anjing ?
d. Bagamana teknik dan urutan pemeriksaan pada anjing ?

1.3. Tujuan
Tujuan dari praktikum kedua ini mengenai sinyalemen, anamnesa, handling, restrain dan
teknik pemeriksaa pada anjing adalah :
a. Untuk mengetahui definisi dari sinyalemen dan juga mengetahui komponen dari
sinyalemen.
b. Untuk mengetahui definisi dari anamnesa, komponen dari anamnesa, dan mengetahui
cara membuat pertanyaan mengenai anamnesa.
c. Untuk mengetahui definisi restrain, dan teknik merestrain pada anjing.
d. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan fisik pada anjing

16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu infeksi oleh kapang diberi nama ringworm (dermatophyte) karena diduga
penyebabnya adalah worm dan karena gejalanya dimulai dengan adanya peradangan pada
permukaan kulit yang bila dibiarkan akan meluas secara melingkar seperti cincin. Dermatofit
(dermatophyte) merupakan jenis kapang penyebab kerusakan di kulit karena zat keratin yang
terdapat di kulit diperlukan untuk pertumbuhannya. Pada anjing ringworm yang sering
disebabkan oleh kapang jenis Trichophyton sp. dan Microsporum sp. karena Indonesia yang
berada di daerah tropis dengan kelembaban tinggi merupakan daerah yang cocok bagi
tumbuhnya berbagai jenis jamur. Bulu yang tebal dan panjang pada anjing menjadi predileksi
yang cocok bagi tumbuhnya jamur (Adzima et al., 2013).
Anjing merupakan hewan peliharaan yang paling banyak disukai dan digemari sebagai
sahabat terbaik manusia. Umumnya dikatakan bahwa anjing merupakan hewan peliharaan yang
paling mudah menyesuaikan diri dan dapat menjadi teman sejati manusia. Hewan peliharaan ini
pula, yang mampu menarik para penyayang binatang untuk mengeluarkan uangnya yang tidak
sedikit untuk membiayai makan, kesehatan, kebersihan anjingnya dan kebutuhan lainnya (Naufal
et al., 2020).
Pada sistem urinaria memiliki tiga fungsi, yaitu metabolisme, hormonal dan ekskresi.
Sistem ini terdiri dari dua bagian, yaitu sistem urinari bagian atas dan bagian bawah. Sistem
urinari bagian atas hanya terdiri dari ginjal sedangkan sistem urinari bagian bawah disusun oleh
ureter, vesica urinaria (gall bladder) dan urethra. Pada sistem urinari, ginjal memiliki peranan
yang sangat penting karena ia memiliki dua fungsi utama, yaitu filtrasi dan reabsorpsi. Selain itu,
ginjal juga memiliki peranan penting dalam sistem sirkulasi darah. Ginjal turut berperan dalam
proses pembentukan sel darah merah dan menjaga tekanan darah (Ramdhany et al., 2012).
Kejadian otitis externa berhubungan dengan penyakit kulit, terutama alergi, penyakit
imun yang menyerang kulit dan penyakit sistemik (endocrinophatis). Otitis eksterna dapat terjadi
karena tingkat kelembaban dan temperature pada saluran telinga yang tinggi, saluran telinga
yang sempit dan adanya sumbatan pada saluran telinga. Tingginya kelembaban dan temperature
dapat menyebabkan runtuhnya lapisan epitel sehingga dapat menyebabkan infeksi sekunder.

17
Selain itu, salah satu penyebab dari terjadinya otitis externa disebabkan karena investasi parasite
(Islami et al., 2018).
Anemia merupakan penyakit yang disebabkan oleh terjadinya defisiensi eritrosit atau
hemoglobin atau keduanya hingga kemampuan darah mengangkut darah oksigen berkurang.
Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi sel darah merah dan etiologinya. Klasifikasi
anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah sedangkan
kromik menunjukkan warnanya. Berdasarkan sitometrik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok utama, yaitu: anemia normokromik normositik (anemia akibat penyakit kronik,
kerusakan sel-sel darah merah, dan perdarahan akut), anemia hipokromik mikrositik (defisiensi
besi, thalasemia dan penyakit kronik), dan anemia normokromik makrositik (defisiensi vitamin
B12) dan defisiensi asam folat (Mertayasa et al., 2021).
Kulit dalam bahasa ilmiahnya disebut integumentum communae yang merupakan organ
terbesar dan terpenting dalam tubuh yang menutupi otot- otot dan organ - organ interna. Kulit
beratnya dapat mencapai 24% dari 19% berat tubuh anak anjing dan mencapai 12–15% berat
badan anjing dewasa. Kulit juga dapat mencerminkan bagaimana status kesehatan individu
hewan tersebut (Wahyudi et al., 2020).
Anjing merupakan hewan yang tergolong pet animal, atau bisa dikatakan hewan yang
dekat dengan manusia. Jadi tak heran banyak masyarakat yang menjadikan anjing sebagai hewan
kesayangan. Selain itu tingkat kepekaan anjing yang cukup tinggi dan jenisjenis anjing yang
berbeda-beda dengan tampilan yang menarik serta karakter yang unik dari masing-masing jenis
anjing, menjadi faktor pendukung meningkatnya pemeliharaan anjing. Kecintaan terhadap anjing
seringkali membuat pemilik anjing memberikan makanan yang sama dengan makanan yang
dikonsumsinya. Komposisi makanan yang kurang tepat dapat menyebabkan ketidakseimbangan
nutrisi dalam tubuh anjing tersebut (Men dan Arjentina, 2018).
Anak anjing berusia 8-10 minggu seharusnya sudah diberi vaksin distemper I, hepatitis I,
parvovirus I dan leptospirosis. Bukti bahwa anak anjing sudah divaksin ditunjukkan dengan surat
kesehatan yang ditandatangani dokter hewan. Jika breeder tidak dapat menunjukkan bukti
tersebut, berarti anjing belum pernah diberi vaksin. Bukti vaksinasi juga diperlukan saat akan
membuat surat keterangan sehat dari dokter hewan. Setelah berumur 12 minggu, anjing kembali
diberi vaksin distemper II, hepatitis II, parvovirus II dan leptospirosis II. Pada umur ini pula
dinegara yang belum terbebas dari rabies, anjing harus diberi vaksin rabies I. Vaksin rabies II

18
diberikan sekitar 2-4 minggu berikutnya. Selanjunya pada umur 16-20 minggu, diberikan vaksin
pencegah parvovirus (Untung, 2007).
Ciri – ciri anjing yang baik dan sehat adalah anjing yang bulunya bersih, mengkilap, serta
tidak kusam dan kusut, lalu punggungnya juga tidak melengkung (punggung yang melengkung
bisa menjadi pertanda atau indikasi anjing menderita diare. Ciri selanjutnya adalah sinar matanya
cerah serta tidak terlihat murung, menggigil atau meringkuk ketakutan di pojok kandang. Tidak
memiliki kegemaran memakan kotoran sendiri atau kotoran anjing lain dalam satu kandang,
tubuhnya tidak kurus dan gigi ata dan gigi baah ketika dikatupkan seperti gunting yang
dikatupkan, maksudnya posisi gigi atas agak di depan gigi bawah tetapi masih terlihat rapi
(Prajanto dan Andoko, 2004).
Anjing dominan biasanya memberi tahu kita dengan peringatan yang luas karena terbiasa
dengan skala hirarti dan system yang berbeda. Secara umum kita harus seminimal mungkin
bertatapan atau berhadapan dengan hewan tersebut, tidak memandang langsung ke arah
matannya dan tidak melakukan pengekangan terlalu kuat pada leher da kepalanya. Pada
pemeriksaan anjing demikian diminta agar pemiliknya tetap berada di dekat hewan piaraannya
bahkan membantu memeganginya untuk memudahkan proses pemeriksaan (Dharmojono, 2002).

19
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
A. Sinyalemen
Nama pasien : Beti
Nama Pemilik : Jurman
Alamat : LLP Rukoh
Jenis hewan : Domestik
Berat badan : 15 kg
Ras : Dosmetik
Spesies : Anjing
Jenis kelamin : Betina
Umur : 1,4 tahun
Warna bulu : Orange
B. Anamnesa
1. Apakah anjingnya sudah pernah divaksin pak ?
2. Apakah anjingnya sudah pernah diberi obat pak?
3. Bagaimana nafsu makannya ketika di rumah pak?
4. Apakah ada gejala sembelit saat di rumah pak?
5. Apakah sebelumnya pernah dibawa berobat pak ?
6. Berapa kali dalam sehari beti makan pak ?
C. Restrain
Untuk restrain anjing yang kami periksa menggunakan teknik restrain
menggunakan tali restrain yang terbagi menjadi 2 yakni moncong panjang dan moncong
pendek. Untuk moncong panjang menggunakan teknik surgen knot dan overhead knote.
Untuk moncong pendek menggunakan teknik surgen knot, overhead knote dank note.
D. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
a. Gizi :3
b. Temperamen : jinak
c. Habitus : tidur menyamping ke arah kiri (left lateral recumbency)

20
2. a. Frekuensi nafas : 32 kali/menit
b. Frekuensi pulsus : 88 kali/menit
c. Suhu tubuh : 37,6 C
3. Kulit dan Bulu : Turgor normal (1 detik) elastis, bulunya tidak rontok
(normal)
4. Selaput lendir : mata (pinkrose), hidung (lembap), mulut (pinkrose)
(normal)
5. Kelenjar limfe : lgl.axillaris, lgl.mandibularis, lgl.poplika tidak bengkak
(normal)
6. Alat pernafasan : hidung tidak ada lesi, suara nafas tidak begemuruh
(normal)
7. Alat peredaran darah : denyut jantung loopdoop dan tidak ada desiran (normal)
8. Alat pencernaan : cavum oris tidak ada sariawan (normal)
9. Alat kelamin/perkencingan : vesica urinaria nya tidak bengkak (normal)
10. Urat saraf : refleks syaraf baik di N.opticus dan N.auditorius (normal)
11. Anggota gerak : jalannya tidak sempoyongan (normal)

3.2 Pembahasan
Sinyalemen adalah pencatatan tanda-tanda pengenal dari hewan yang diperiksa.
Sinyalemen juga bisa didefinisikan sebagai identitas diri atau ciri-ciri dari seekor hewan yang
merupakan ciri pembeda yang membedakannya dari hewan lain sebangsa dan sewarna meski ada
kemiripan satu sama lainnya (twin). Sinyalemen sangat penting untuk dikenali dan dicatat pada
awal pemeriksaan fisik. Fungsi sinyalemen adalah pencatuman status kesehatan hewan di surat
keterangan sehat atau surat status vaksinasi yang telah dijalaninya sesuai dengan ciri-ciri hewan
yang dimaksud dalam surat tersebut. Fungsi lain sinyalemen adalah identitas diri di dalam rekam
medik kerumah sakitan hewan dengan ciri-ciri yang jelas pernah dirawat di rumah sakit atau
pernah dibawa berkonsultasi ke klinik atau rumah sakit, sehingga mempermudah petugas
administrasi medik membuka kembali dokumen rekam medik untuk tujuan mempelajari sejarah
penyakit hewan sebelumnya. Sinyalemen pada hewan terdiri atas nama hewan, jenis hewan,
bangsa/ras, jenis kelamin, umur, warna kulit dan rambut, berat badan dan ciri ciri khusus.

21
6 komponen sinyalemen :
1. Status preventif (vaksin, antihelmentik, antibiotik, antiektoparasit)
2. Status pakan, minum, defekasi, urin.
3. Status symtomatis (5w+1h)
4. Status mobilitas , suhu lingkungan, tempat tinggal, keberadaan hewan lain
5. Status treatmeant (5w+1h)
6. Improvisasi
Anamnesa adalah tanya jawab antara dokter hewan dengan pemilik hewan/klien.
Anamnesa atau history atau sejarah hewan adalah berita atau keterangan atau lebih tepatnya
keluhan dari pemilik hewan mengenai keadaan hewannya ketika dibawa datang berkonsultasi
untuk pertama kalinya, namun dapat pula berupa keterangan tentang sejarah perjalanan penyakit
hewannya jika pemilik telah sering datang berkonsultasi. Anamnesa dapat diperoleh secara pasif
dari informasi atau cerita pemilik hewan yang tahu kejadiannya misalnya tentang gejala yang
timbul mula – mula ,waktu dan lama kejadiannya, situasi hewan ketika ditemukan seperti malas
– malasan atau tiduran di tempat yang tidak biasanya.
Restrain adalah membatasi ruang gerak hewan dengan tujuan untuk pemeriksaan fisik,
pengambilan sampel, kemanan operator dan kenyamanan bagi hewan. Restrain yang kami
lakukan pada anjing adalah moncong panjang yaitu sugion knot dan overhead knot dan moncong
pendek yaitu sugion knot, overhead knot dan reverse knot. Dalam melakukan anamnesa, seorang
dokter hewan membutuhkan kemampuan untuk memperoleh informasi tentang riwayat penyakit
pasien yang tidak biasa dari pemiliknya dan bahasa yang digunakan harus mudah dipahami
berdasarkan tingkat intelegensinya sehingga pemilik dapat memberikan jawaban yang benar.
Pertanyaan yang diberikan juga harus netral, tidak menduga terlebih dahulu jawabannya dan
menghindari pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak.
Dari pemeriksaan kami, didapati hasil siyalemen anjing tersebut bernama Beti. Beti
memiliki berat badan 15kg, bewarna bulu orange, rasnya domestik, berjenis kelamin betina,
berusia 1,4 tahun, dan spesiesnya anjing. Untuk pemiliknya bernama Jurman dan bertempat
tinggal di LLP Rukoh. Status Present adalah keadaan hewan pada saat hewan tersebut datang ke
klinik. Pada pemeriksaan fisiknya, gizinya BCS bernilai 3 yang artinya normal, temperamennya
jinak dan habitusnya tidur menyamping kearah kiri (left lateral recumbency ). Untuk frekuensi

22
nafasnya sebanyak 32 kali per menit, frekuensi pulsusnya 88 kali per menit dan suhu tubuhnya
37,6 celcius yang menunjukkan bahwasannya normal.
Pada kulit dan bulunya turgornya normal (kembali dalam waktu 1 detik) yang
menunjukkan bahwa anjing tersebut tidak mengalami dehidrasi, kulit tidak ada lesi/luka dan
bulunya tidak rontok. Pada selaput lendirnya, mata bewarna pinkrose, hidungnya lembap dan
mulutnya bewarna pinkrose. Pada kelenjar limfenya normal dikarenakan tidak adanya
pembengkakan pada lgl.axillaris, lgl.mandibularis dan lgl.popilkanya. Pada alat pernafasannya
normal dikarenakan hidungnya tidak ada lesi dan suara nafas tidak bergemuruh. Alat peredaran
darah normal dikarenakan denyut jantung bersuara loop doop dan tidak ada desiran. Pada alat
pencernaan Beti, cavum orisnya tidak ada sariawan yang menandakan normal. Pada alat kelamin/
perkencingannya, vesica urinaria tidak mengalami bengkak. Pada bagian urat sarafnya, refleks
syaraf baik di N.opulomotunus (refleks pupil baik) , ketika dipanggil cepat merespon, respon
syaraf ekstermitasnya ketika di pergusi baik. Pada anggota gerak jalannya tidak sempoyongan
yang menunjukkan bahwasannya normal.

23
BAB IV
PENUTUP

4.3 Kesimpulan
Restrain adalah tindakan langsung dengan menggunakan kekuatan fisik pada individu yang
bertujuan untuk membatasi kebebasan dalam bergerak, restrain dilakukan untuk mempermudah
saat pemeriksaan dan hewan di restrain dengan pemegangan secara paksa, sehingga hewan tidak
terlalu nyaman saat dilakukan restrain. Resrain juga digunakan untuk melindungi dokter hewan,
pasien, dan paramedic.
Handling merupakan upaya yang dilakukan untuk mengendalikan hewan dengan membatasi
gerakan hewan dengan tangan namun hewan dapat bergerak. Handling diutamakan adalah
kenyaanan hewan tersebut. Sehingga tidak ada pemaksaan yang dilakukan saat melakukan
handling.

4.4 Saran
Terimakasih kakak dan abang yang telah mengajarkan kami sewaktu di laboratorium,
sebaiknya setiap kelompok didampingin satu aslab dan tidak bertukar-tukar, agar pemeriksaan
yang dilakukan secara sistematis dan paraktikan tidak bingung.

24
DAFTAR PUSTAKA

Adzima, V., Jamin, F. dan Abrar, M. (2013). Isolasi dan identifikasi kapang penyebab
dermatofitosis pada anjing di kecamatan syiah kuala banda aceh. Jurnal Medika
Veterinarian, 7(1) : 46-48.
Dharmojono. (2002). Kapita Selekta Kedokteran Veteriner. Pustaka Populer Obor, Jakarta.
Islami, D.N., Dewi, C.M.S., Triana, N.M. dan Purnama, M.T.E. (2018). Otitis eksterna dan
auricular hematoma (othematoma) pada anjing samoved. Jurnal Medik Veteriner,
1(3) : 80-86.
Men, Y.V dan Arjentina, I.P.G.Y. (2018). Urolithiasis pada anjing mix rottweiller. Jurnal
Indonesia Medicus Veterinus, 7(3): 211-218.
Merthayasa, J.D., Wijayanti, A.D., Indarjulianto, S., Yanuartono., Nururrozi, A. dan Jayanti,
P.D. (2021). Anemia pada anjing pascaenterektomi. Jurnal sains veteriner, 39(1) :
73-78.
Naufal, M.I., Sanjaya, M.B. dan Wijayanto, P.W. (2020). Aplikasi system pakar untuk
mendiagnosisi penyakit hewan peliharaan berbasis web. Jurnal Science, 6(2) :
1850-1882.
Prajanto dan Andoko, A. (2004). Membuat Anjing Sehat dan Pintar. PT AgroMedia Pustaka,
Jagakarsa.
Ramdhany, D.N., Kustiyo, A., Handharyani, E. dan Buono, A. (2012). Diagnosa gangguan
system urinary pada anjing dan kucing menggunakan VFI 5. Jurnal ilmu computer
dan informasi, 2(2) : 86-94.
Untung, O. (2007). Merawat dan Melatih Anjing. Penebar Swadaya, Depok.
Wahyudi, G., Anthara, M.S. dan Arjentinia, I.P.G.Y. (2020). Demodekosis pada anjing jantan
muda ras pug umur satu tahun. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus, 9(1) : 45-53.

25
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kucing (Felis silvestris catus) adalah hewan golongan mamalia, yaitu hewan melahirkan dan
menyusui. Kucing merupakan hewan karnivora yaitu hewan pemakan daging. Kucing peliharaan
atau kucing rumah adalah predator terhebat di dunia. Kucing ini dapat membunuh atau memakan
beberapa ribu spesies hewan yang lebih kecil darinya. Tetapi karena ukurannya yang kecil,
kucing tidak begitu berbahaya bagi manusia. Maka dari itu banyak masyarakat yang suka akan
kucing dan memelihara hewan lucu tersebut.
Pemeriksaan pada kucing sangat diperlukan untuk kelangsugan hidupnya, salah satunya yaitu
pemeriksaan kesehatan pada hewan. Hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh dokter hewan.
Dengan beberapa metode, pemeriksaan kesehatanpun dapat dilakukan salah satunya yaitu
dengan melakukan sinyalmen dan anamnesa. Dokter hewan wajib melakukan pendiagnosaan
penyakit pada hewan agar dapat mengetahui apa yang terjadi pada hewan peliharaan tersebut.
Secara etimologi, diagnosa berasal dari bahasa Yunani dari kata Gnosis berarti ilmu
pengetahuan. Jadi pengertian diagnosis secara terminologi ialah penetapan suatu keadaan yang
menyimpang atau keadaan normal melalui dasar pemikiran dan pertimbangan ilmu pengetahuan.
Pemeriksaan kesehatan kucing dilakukan dengan cara pengamatan tingkah laku kucing.
Pengamatan tingkah laku kucing yaitu pengamatan secara kasat mata atau mata telanjang yang
meliputi pengamatan aktifitas gerak kucing, aktifitas makan dan minum, mengamati pergerakan
dari anggota tubuh kucing dan posisi berdirinya. Selain itu juga mengamati kondisi permukaan
tubuh, lubang-lubang tubuh seperti mulut, hidung, mata, telinga, anus, vulva, puting susu, serta
gerakan nafas. Pemeriksaan fisik juga dilakukan dengan metode antara lain inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi. Adapun tujuan praktikum Pemeriksaan Fisik Hewan yaitu agar
Mahasiswa dapat mengetahui kondisi kesehatan dari pemeriksaan fisik (tingkah laku dan
fisiologis) serta dapatmengambil tindakan yang benar.

26
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari praktikum ketiga ini mengenai simulasi peeriksaan pasien kucing
antar sesame praktikan dengan alat-alat.
7. Apa saja komponen yang terdapat pada sinyalmen ?
8. Apa saja fungsi dari sinyalmen ?
9. Apa saja komponen yang terdapat pada anamnesa ?
10. Apa saja fungsi dari anamnesa ?
11. Apa saja komponen yang terdapat pada pemeriksaan fisik ?
12. Apa saja fungsi dari pemeriksaan fisik ?

1.3 Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum ketiga ini yaitu berkaitan dengan simulasi peeriksaan pasien
kucing antar sesame praktikan dengan alat-alat.
1. Untuk mengetahui komponen yang terdapat pada sinyalmen
2. Untuk mengetahui fungsi dari sinyalmen
3. Untuk mengetahui komponen yang terdapat pada anamnesa
4. Untuk mengetahui fungsi dari anamnesa
5. Untuk mengetahui komponen yang terdapat pada pemeriksaan fisik
6. Untuk mengetahui fungsi dari pemeriksaan fisik

27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Skabies merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai pada ternak dan hewan
kesayangan di Indonesia yang cenderung sulit disembuhkan. Scabies merupakan salah satu
penyakit yang menyerang kulit dan disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei. Infestasi dengan
tungau Sarcoptes scabiei adalah di antara 10 penyakit kulit paling umum pada kucing yang
dirujuk ke rumah sakit pendidikan dokter hewan di Amerika Serikat. Meskipun infestasi
Sarcoptes scabiei dilaporkan jarang terjadi pada kucing. Gejala yang ditimbulkan ketika kucing
terkena skabies adalah kucing sering menggaruk bagian tubuhnya (Susanto et al., 2020).
Pemeriksaan nasal hidung memiliki sensitivitas bervariasi 76% sampai 91,7% dalam
mendiagnosis rinitis alergi. Hanya 16,7% dari 30 diantara 64 pasien yang berhasil diambil sekret
hidung dan ditemukan peningkatan jumlah eosinofil hidung. Umumnya, pasien mengalami gejala
rhinitis terjadi pada pagi hari saja, gejala menghilang saat menjelang siang. Penelitian
menemukan eosinofil yang meningkat pada apusan hidung 28%. Temuan ini didukung oleh teori
bahwa endotoksin merupakan agen proinflamasi yang biasa ditemukan di debu rumah. Paparan
endotoksin akan memicu peradangan saluran nafas dengan bercirikan invasi neutrofil, iritasi
membran mukus, dan penyempitan diameter saluran nafas ( Munawarah et al., 2018).
Kulit merupakan bagian organ pada tubuh kucing yang membatasi tubuh dengan bagian
luar. Kondisi kulit merupakan refleksi kesehatan kucing secara umum, yang juga merupakan
salah satu indikator terhadap adanya penyakit dalam tubuh kucing . Infeksi pada kucing sering
terjadi biasanya karena sang pemilik tidak terlalu menghiraukan keadaan kucing yang kelihatan
tampak baik-baik saja. Namun bila hal tersebut dibiarkan secara terusmenerus, akan berakibat
fatal bahkan dapat menyebabkan kematian (Widyaningsih dan Gunadi 2017).
Obat-obatan anestesi terutama diberikan secara injeksi harus memenuhi beberapa kriteria
tertentu untuk menghindari resiko-resiko yang tidak diinginkan. Kriteria tersebut meliputi obat
yang tidak bersifat toksik dan kumulatif di dalam tubuh pasien, potensinya besar yaitu dalam
dosis rendah mampu memberikan efek yang diinginkan Daya kerja cepat diikuti dengan waktu
pemulihan yang cepat pula, dapat dikombinasikan dengan obat anestesi yang lain, tidak bersifat
alergenik, tidak menimbulkan kesakitan saat injeksi (Apritya dan Adriani, 2010).

28
Keratitis merupakan kelainan mata akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea
yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga menyebabkan terganggunya
penglihatan hewan. Keratitis dapat terjadi akibat bagian kornea luar dan konjungtiva terus
menerus terpapar tidak hanya oleh bahan berbahaya seperti angin, debu, dan mikroorganisme,
tetapi juga ke sumber iritasi lainnya seperti rambut dari hewan itu sendiri (trichiasis, entropion,
distichiasis), terutama pada kucing. Mata merah pada keratitis terjadi akibat vaskularisasi
pembuluh darah perikorneal. Keratitis dapat menyebabkan keadaan yang lebih parah apabila
tidak segera ditangani dengan tepat oleh karena itu diagnosa dan penanganan yang tepat harus
segera dilakukan (Fernando et al., 2021).
Kucing dikenal sebagai hewan kesayangan yang sering dianggap sebagai keluarga oleh
manusia, bahkan saat ini kucing termasuk salah satu hewan peliharaan yang cukup populer di
dunia dan di Indonesia. Berbagai penyakit infeksius maupun non infeksius dapat menyebabkan
kematian pada kucing. Penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian mendadak pada
kucing. Hipertrofi kardiomiopati adalah kelainan jantung yang paling umum ditemukan pada
kucing. Persentase kejadian penyakit ini pada kucing sekitar 15-25%. Ultrasonografi (USG),
cardiac magnetic resonance imaging (cMRI), radiografi, dan elektrokardiografi (EKG)
merupakan metode yang umum digunakan untuk pemeriksaan jantung. Ultrasonografi sering
menjadi rujukan dalam diagnosis penyakit jantung. Hal ini karena gambaran USG bersifat real
time (Rasyid et al., 2020).
Hewan kesayangan merupakan hewan yang sangat menguntungkan untuk dikembangkan
dengan berbagai tujuan dan dapat memberikan sumbangan untuk kebahagiaan manusia. Salah
satunya adalah kucing. Kucing (Felis silvestris catus) merupakan salah satu hewan peliharaan
terpopuler di dunia dan tergolong hewan karnivora. Terdapat banyak jenis kucing di seluruh
dunia, seperti kucing trah (pure breed) contohnya anggora, persia, siam, manx, sphinx. Kucing
seperti ini dibiakan pada tempat pemeliharaan resmi. Jumlah kucing ras di seluruh dunia
hanyalah 1%, sisanya merupakan kucing keturunan campuran seperti kucing liar atau kucing
kampung. Sebagai hewan kesayangan, kucing mempunyai daya tarik tersendiri karena bentuk
tubuh, mata dan warna rambut yang beraneka ragam (Pratama dan Jayawardhita, 2021).
Dalam pemeriksaan fisik, darah sangat membantu mendiagnosa suatu penyakit. Darah
adalah suspense dari partikel dalam larutan encer yang mengandung eritrolit. Fungsi utama sel
darah merah (eritrosit) adalah untuk transport dan pertukaran oksigen dan karbondioksida,

29
sedangkan sel darah putih (leukosit) berfungsi bertanggung jawab untuk mengatasi infeksi dan
trombosit dipergunakan untuk proses hemostatis. Komponen cairan darah dinamakan plasma 90
% terdiri dari air media transport dan 10 % terdiri dari zat padat (Bijanti et al, 2010).
Ektoparasit dapat menyebabkan penyakit pada kucing yang tidak dapat disepelekan.
Infestasi caplak dalam jumlah besar dapat menyebabkan anemia dan kerusakan pada jaringan
kulit kucing dan caplak juga menjadi vector beberapa protozoa. Caplak merupakan vector
protozoa adalah Ixodes scapularis yang menyebabkan Lyme disease dan Rhipicephalus
sanguiners yang merupakan pembawa babesiosis. Penyakit lain yang menjadi masalah cukup
besar adalah tick bite paralysis yang berarti kelumpuhan akibat gigitan caplak (Nurcahyo, 2018).
Lokasi pengambilan darah pada kucing (Felis catus) di bagian Vena cephalica antibrachii
anterior (distal anterior kaki depan) dan pada Vena femoralis (pembuluh darah paha) dengan
teknik pertama posisi kucing direbahkan terlebih dahulu, kemudian kepala dan kaki di pegang.
Lalu tambahkan alcohol pada kapas untuk mengusap bagian lokasi pembuluh darah yang akan di
ambil. Kemudian jarum suntik ditusukkan dengan sudut 30 derajat kearah atas pada pembuluh
darah dengan lubang jarum menghadap ke atas. Setelah jarum masuk, dilakukan aspirasi untuk
mengambil darah yang dibutuhkan. Jika darah tidak terisap, artinya jarum belum masuk ke
dalam pembuluh darah dan ambil juga sekitar 1,0 – 5,0 ml (Zein dan Prawiradilaga, 2013).

30
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
A. Sinyalemen
Nama pasien : Tomi
Pemilik : Irfan Saputra
Jenis hewan : kucing
Ras : domestik
Jenis kelamin : jantan
Berat badan : 3, 37 kg
Warna : Hitam putih
Ciri khas : Paw nya belang
B. Anamnesa
 Bagaimana pola makan dari tomi dirumah pak?
 Bagaimana fases tomi saat dirumah pak?
 Apakah tomi sudah pernah dibawa ke klinik lain pak?
 Bagaimana kondisi dia tidur, apakah di indoor/ outdoor pak?
 Apakah tomi sudah diberi obat cacing sebelumnya pak?
 Apakah tomi sebelum kesini, tomi pernah menderita penyakit pak?
C. Restrain
Untuk restrain pada kucing yang diperiksa menggunakan Teknik restrain lateral
recumbency, yaitu right dan left lateral recumbency
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
 Gizi : 4 (overweight)
 Tempramen : Jinak
 Habitus : Tidur menyamping ke arah kiri ( left lateral
recumbency)
2. a) Frekuensi nafas : 32× permenit
b) Frekuansi pulpus : 124× permenit
c) Suhu tubuh : 38,5°C

31
3. Kulit dan bulu : Kulit: tidak ada lesi ; Turgor: elastic karena < 3
detik ; Bulu: tidak rontok.
4. Selaput lender : Telinga: ada lesi ; Mata: anemis ; Hidung: Kering ;
Mulut: gigi berkarang dan hiperemis ;
Anus: mukosa pinkrose
5. Kelenjar limfe : Limpoglandula mandibula: tidak bengkak
Limpoglandula axilaris: tidak bengkak
Limpoglandula popplitea: tidak bengkak
6. Alat pernafasan : Nasal nya kering
7. Alat peredaran darah : CRT < 1
8. Alat pencernaan : Cavum oris: gigi berkarang ; Anus: mukosa
berwarna pinkrose
9. Alat kelamin/perkencingan : Penis: mukosa berwarna pink ; VU : tidak ada
pembengkakan
10. Urat saraf : N. Opticus: respon baik mengikuti gerakan jari
telunjuk ; N. Auditorius: respon baik saat
dipanggil (tidak tuli)
11. Anggota gerak : Saat berjalan tidak sempoyongan
12. Lain-lain : Paw- nya belang

3.2 Pembahasan
Sinyalemen (Inggris: Singnalement) atau jati diri atau identitas diri atau ciri-ciri dari seekor
hewan merupakan ciri pembeda yang membadakna dari hewan lain sebangsa dan sewarna meski
ada kemiripan satu sama lainnya (twin). Sinyalemen sangat penting dikenali dan dicatat pada
awal pemeriksaan fisik. Sinyalemen selalu dimuat di dalam pembuatan surat laksana jalan untuk
surat jalan bagi hewan yang akan dibawa dari satu tempat ke tempat lain. Selain itu, fungsi
sinyalemen hewan untuk menentukan status kesehatan hewan di status vaksinasi yang telah
dijalaninya sesuai dengan cirri-ciri hewan yang dimaksud dalam surat tersebut. Fungsi
sinyalemen juga berguna untuk mengetahui pernah atau tidaknya hewan tersebut pernah dibawa
berkonsultasi ke klinik atau ke rumah sakit, sehingga memudahkan paramedic untuk membuka
rekaman medic untuk mengetahui sejarah penyakit hewan sebelumnya.

32
Anamnesa merupakan Tanya jawab antara dokter hewan dengan pemilik hewan/klien.
Seorang dokter hewan membutuhkan kemampuan untuk memperoleh informasi tentang riwayat
penyakit pasien yang tidak biasa dari pemiliknya. Caranya dengan pertanyaan-pertanyaan
menyelidik namun tidak disadari oleh pemilik hewan dan pertanyaan yang diberikan harus
bersifat netral, artinya tidak menduga terlebih dahulu jawabannya juga hindari pertanyaan
dengan ya atau tidak.
Status present adalah kedaan hewan pada saat hewan tersebut datang ke klinik. Gizi yang
didapat dari pemeriksaan tomi mendapatkan nilai 4 BCS-nya (Body Condition Score) yang
asrtinya tomi mengalami gizi yang overwight sehingga os costae dan os vertebrae tidak teraba
lagi. Temperamen nya jinak. Habitusnya sering tidur kearah kiri (left lateral recumbency).
Setelah di amati menggunakan stetoskop frekunsi nafas nya 32× permenit (normal atau tidak ada
permasalahan pada napas) dan frekuensi pulsus 124× permenit (normal atau tidak ada
permasalahan pada pulpus). Pengecekan suhu dilakukan di rectum kucing dengan menyentuh
dinding rectum didapatkan hasil suhunya yaitu 38,5°C (tidak terjadi hipotermia dan hipertemia).
Apabila mengalami hipotermia bisa kemungkinan kucing yang dibawa mengalami stres saat
perjalanan ingin dibawa ke klinik. Kulit tidak ada lesi (luka), turgor elastic dan kembali dalam
waktu dibawah 3 detik yang artinya kucing tersebut tidak mengalami dehidrasi, bulu tidak
rontok.
Saat pemeriksaan selaput lendir, hidung mengalami kering karena berada di ruangan AC,
pada mulut terdapat karang gigi biasanya disebabkan karena makanan yang dimakan adalah
makanan basah dan umur yang sudah dewasa, mukosa dari vulva berwarna pinkrose yang artinya
normal dan tidak mengalami anemis. Pemeriksaan kelenjar limfe ada beberapa tempat,
limpoglandula mandibula tidak mengalami pembengkakan, limpoglandula axilaris juga tidak
mengalami pembengkakang, dan limpoglandula poplitea tidak mengalami pembengkakan.
Pemeriksaan pernafasan dapat dilihat dari hidung, pada saat pemeriksaan hidung sedikit
kering dan tidak lendiran lengket sehingga tidak mengalami flu. Pada saat pemeriksaan alat
peredaran darah dilakukan dengan cara menekan gusi dan amati berapa detik sampai kembali
normal. CRT (capillary refil time) kurang dari 1 detik artinya darah kembali normal dengan
cepat, sehingga kucing yang diperiksa tidak mengalami dehidrasi. Pemeriksaan pencernaan dapat
dilihat dari cavum oris dan anusnya, cavum orisnya terdapat gigi karang yang artinya kucing

33
tersebut memakan makanan yang basah dan umur yang sudah dewasa. Anus memiliki mukosa
yang berwarna pink.
Pemeriksaan urat saraf dapat dilakukan dengan memriksa N. Opticus dan N. Auditorius.
Pada pemeriksaan N. Opticu, respon baik mengikuti gerakan jari telunjuk dan N. Auditorius,
respon baik saat dipanggil (tidak tuli). Anggota gerak normal, saat berjalan tidak sempoyongan.
Serta memiliki cirri khas paw-nya belang.

34
BAB IV
PENUTUP

4.5 Kesimpulan
Sinyalemen adalah identitas hewan yang merupakan ciri pembeda yang membedakan dari
hewan lain dan identitas klien. Sinyalemen meliputi berat badan pasien, umur pasien, spesies
pasien, dan jenis pasien serta nama klien, no hp klien dan alamat klien. Fungsi sinyalemen adalah
sebgai identitas pasien, sebagai rekam medis, dan sebagai surat laksana jalan bagi hewan dari
satu tempat ke tempat lain.
Anamnesa merupakan interaksi berupa tanya jawab antara dokter hewan dengan klien,yang
bertujuan untuk memperoleh informasi dari klien. Anamnesa dilakukan dengan cara pertanyaan
menyelidik namun tidak disadari oleh pemilik hewan dan pertanyaan yang diberikan harus
bersifat netral, artinya tidak menduga terlebih dahulu jawabannya juga hindari pertanyaan
dengan ya atau tidak.

4.6 Saran
Terimakasih kakak dan abang yang telah mengajarkan kami sewaktu di laboratorium,
sebaiknya alat lab berupa timbangan disediakan di dalam setiap lab sehingga para praktikan tidak
harus keluar untuk menimbang hewan.

35
DAFTAR PUSTAKA

Apritya, D dan Adriani, T. (2010). Perbandingan mula dan lama kerja anestesi umum dengan
premedikasi antara acepromazine dengan kombinasi acepromazine-atripine sulfat
pada kucing local. Jurnal Klinik Veterinarian, 1(2) : 6-12.
Bijanti, R., Yuliani, M.G.A., Wahjuni, R.S. dan Utomo, R.B. (2010). Patologi Klinik Veteriner.
Airlangga University Press, Surabaya.
Fernando, A., Nurmaningdyah, A.A., Doloksaribu, S., Novita, T. dan Lestari, V.Y. (2021).
Keratitis pada kucing local. Jurnal UNAIR, 1(2) : 52-59.
Munawaroh, S., Munasir, Z., Bramantyo, B. dan Pudjiadi, A. (2018). Insidens dan karakteristik
otitis media efusi pada rhinitis alergi anak. Jurnal Sari Pediatri, 10(3) : 212-218.
Nurcahyo, R.W. (2018). Penyakit Parasiter Kucing. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Pratama, I.G.G.M.Y dan Jayawardhita, A.A.G. (2021). Penanganan vulnus laceratum pada leher
atas kucing kampung. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus, 10(1) : 158-169
Rasyid, M.M., Ulum, M.F., Zaenab, S. dan Noviana, D. (2020). Kelainan jantung kucing secara
ultrasonografi di rumah sakit hewan pendidikan Institut Pertanian Bogor dan klinik
hewan di Jakarta. Jurnal Veteriner, 21(3) : 340-351.
Susanto, H., Kartikaningrum, M., Wahjuni, R.S., Warsito, S.H. dan Yuliani, M.G.A. (2020).
Kasus scabies (Sarcoptes scabiei) pada kucing di klinik intimedipet Surabaya.
Jurnal Biosains, 22(1) : 37-45.
Widyaningsih, M dan Gunadi, R. (2017). Dempster shafer untuk system diagnose gejala penyakit
kulit pada kucing. Jurnal Saintekom, 7(1) : 81-93.
Zein, M.S.A dan Prawiradilaga, D.M. (2018). DNA Barcode Fauna Indonesia. Kencana
Prenadamedia Group, Jakarta.

36

Anda mungkin juga menyukai